View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
PENGARUH PDRB RIIL DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP
TABUNGAN MASYARAKAT DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
PERIODE TAHUN 1995 – 2009
OLEH :
MUHAMMAD AFANDY
A 111 07 059
ILMU EKONOMI
Skripsi Sarjana Ekonomi Lengkap untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Makassar
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
PENGARUH PDRB RIIL DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP
TABUNGAN MASYARAKAT DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
PERIODE TAHUN 1995 – 2009
MUHAMMAD AFANDY
A 111 07 059
Skripsi Ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin
Makassar
Disetujui Oleh
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Hidayat Ely, M.Si.
NIP. 195401061986011002
Dr. Sultan Suhab, S.E. , M.Si.
NIP. 196912151999031002
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, ridho, dan karunia-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis kirimkan salam dan salawat kepada
junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW serta para sahabat-Nya yang telah
membawa kita dari tempat gelap ke tempat yang terang-benderang.
Pengerjaan dan penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari segala bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan
segala rasa hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih
yang ikhlas kepada :
1.
Kedua orang tuaku Halid Hadade dan Dyah Ayu Repelitaria, S.Pd. yang
telah melahirkan, merawat dari belum bisa berbicara hingga saya bias
mengucapkan hal-hal yang bermanfaat, belum bisa berjalan hingga saya
bisa melangkahkan kakiku sendiri, lalu memberikan sebuah arti hidup,
berusaha mengangkat derajatku, mengingatkan selalu saat penulis salah
melangkah walaupun dengan sedikit amarah, mengajarkan segala
tanggung jawab, memberikan kasih sayang terindah, dan do’a yang tanpa
henti-hentinya sehingga penulis berhasil di kemudian hari.
2.
Juga kepada adik-adikku tercinta Yulia Dwi Karti (Lili) dan Ahmad
Satriya (Mamad) yang terus mendukung dan mendoakan sehingga
laporan ini bisa terselesaikan. Terima kasih “gangguannya” selama saya
menyusun skripsi. AWASKO BOLANG!!!!!
3.
Buat seluruh keluarga besarku, kakek dan nenekku, om dan tante ku,
sepupu-sepupuku, terima kasih atas segala dukungan baik moril maupun
materilnya sehingga penulis mampu melangkah sampai sejauh ini.
4.
Bapak Prof. Dr. Muhammad Ali, S.E., MS. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makassar.
5.
Ibu Prof. Dr. Hj. Rahmatia, MA., selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makassar, terima
kasih penulis ucapkan atas bimbingan dalam penyelesaian proses
akademik.
6.
Bapak Drs. Hidayat Ely, M.Si. dan Dr. Sultan Suhab, S.E., M.Si. selaku
Dosen Pembimbing skripsi, terima kasih atas waktu dan kesabaran dalam
membimbing serta memberi semangat dan nasehat hingga selesainya
skripsi ini.
7.
Ibu Dra. Hj. Fatmawati, M.Si. sebagai Penasehat Akademik, yang
senantiasa mendidik, menasehati, menuntun, mengarahkan, serta
memberi semangat kepada penulis selama masa studi. Oleh karena itu,
penulis banyak mengucapkan banyak terima kasih.
8.
Buat Nurrahmah, terima kasih atas senyum manisnya, terima kasih
motivasinya, terima kasih sayangnya, terima kasih telah mengajarkanku
memaklumi dunia, terima kasih telah memberikan nafas saat penulis
membutuhkannya, terima kasih telah memahami yang sesungguhnya,
terima kasih telah menemaniku untuk melawan dunia. Sayangkiiiiiii
adeeee :* :D.
9.
Buat saudara-saudaraku EXCELSI07R Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makassar angkatan 2007,
dan segenap keluarga Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu ekonomi
(HIMAJIE) FE UH, terima kasih atas informasi, semangat, dan rasa
persaudaraan yang telah kalian berikan.
10. Sahabat-sahabatku di SMA Negeri 5 Makassar, Ety, Inha, Ippank, Pian,
Harry, Randy, Tareq, Manto, Herwin, Eka, Mega, Tam2, dan yang lain
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih aatas semua
semangatnya, ternyata semangat itu masih ada, hehehehehe.
11. Buat anak-anak The Macz Man Kampus Unhas, Amu, Amee, Indah,
Ocank, Opi Guritinkz, Archam, Ira, Firman, Yaya, Adi, Alam, Ayyub,
dan yang lainnya maaf tidak bisa sebut semuanya, hehehehe. Terima
kasih kalian luar biasa mendukung PSM Makassar, memberi semangat
ekstra yang sangat berarti. Beraksi dan beratraksi bersama kalian akan
selalu saya nanti. EWAKOOOOO!!!
12. Buat all crew Maczpaners Makassar, Asriel, Ocha, Mamat, Enal, Ceceng,
Arfah, Rudini, Yus, Nunu, Yanti, Pinkq, Anha, Rhaty, Ryan, Indra,
Berlin, Kiki, Nisa, Idham, Riry, dan semuanya maaf tidak bisa sebut
semuanya, ayo terus berjalan melawan dunia, tetap dukung Newpeterpan
Band selamaya. LANJJJJOOOOOEEETTTTTT!!!!
Penulis menyadari bahawa laporan ini masih jauh dari kata sempurna
yang dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dan mendidik dari berbagai pihak sangat diperlukan.
Semoga kelak laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun orang
lain. Amin Ya Rabbal Alamin.
Makassar, 20 Februari 2012
Muhammad Afandy
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………... ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………...... x
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………… 3
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………… 4
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………… 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ……………………………………………………… 5
2.1.1 Konsep Tabungan Masyarakat …………………………….. 5
2.1.2 Konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ……........ 11
2.1.3 Konsep Suku Bunga ……………………………………........ 16
2.2 Studi Empiris ………………………………………………………. 28
2.3 Kerangka Pikir …………………………………………………….. 30
2.4 Hipotesis …………………………………………………………… 31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data …………………………………………….. 32
3.2 Metode Pengumpulan Data ………………………………………... 32
3.3 Model Analisis …………………………………………………….. 33
3.4 Definisi Operasional Variabel ……………………………………... 35
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Indikator Makro Ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan
…………………………………………………………………….. 36
4.1.1 Pertumbuhan Ekonomi …………………………………….. 36
4.1.2 Tingkat Pengangguran …………………………………….. 38
4.1.3 Laju Inflasi ………………………………………………… 39
4.2 Perkembangan Variabel Penelitian ………………………………... 41
4.2.1 Tabungan Masyarakat Sulawesi Selatan Periode Tahun 1995 –
2009 ………………………………………………………... 41
4.2.2 PDRB Riil Sulawesi Selatan Periode Tahun 1995 – 2009 ….. 44
4.2.3 Suku Bunga Sulawesi Selatan Periode Tahun 1995 – 2009 … 47
4.3 Hasil Pengujian Statik ……………………………………………... 50
4.3.1 Uji Asumsi Klasik …………………………………………... 50
4.3.2 Uji Hipotesis ………………………………………………… 50
4.4 Pengaruh PDRB Riil Terhadap Tabungan Masyarakat ……………. 52
4.5
Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Tabungan Masyarakat
……………………………………………………………………… 55
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ………………………………………………………… 59
5.2 Saran-saran ………………………………………………………… 59
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 61
LAMPIRAN ……………………………………………………………………. 63
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan Periode Tahun 1995
– 2009 (dalam persen) ……………………………………………... 37
Tabel 4.2 Tingkat Pengagguran Di Provinsi Sulawesi Selatan Periode Tahun
2004 – 2011 ………………………………………………………... 38
Tabel 4.3 Laju Inflasi Di Provinsi Sulawesi Selatan Periode Tahun 1996 – 2007
(dalam persen) …………………………………………………….. 40
Tabel 4.4 Perkembangan Tabungan Masyarakat Di Provinsi Sulawesi Selatan
Periode Tahun 1995 – 2009 (dalam milyar rupiah) ……………….. 42
Tabel 4.5 Perkembangan PDRB Riil Berdasarkan Harga Konstan Di Provinsi
Sulawesi Selatan Periode Tahun 1995 – 2009 (dalam milyar rupiah)
…………………………………………………………………….... 45
Tabel 4.6 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Tabungan Di Provinsi Sulawesi
Selatan Periode Tahun 1995 – 2009 (dalam persen) ………………. 48
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Pikir ………………………………………………….. 31
Gambar 4.1 Hubungan Antara PDRB Riil Dan Tabungan Masyarakat Sulawesi
Selatan Periode Tahun 1995 – 2009 (milyar rupiah) …………… 54
Gambar
4.2 Hubungan Antara Tingkat Suku Bunga Terhadap Tabungan
Masyarakat
Sulawesi
Selatan Periode
Tahun 1995
–
2009
…………………................................................................................ 57
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hampir semua ahli ekonomi menekankan arti penting pembentukan
modal (capital formation) sebagai salah satu penentu utama pertumbuhan
ekonomi. Penanaman modal merupakan salah satu bentuk investasi. Investasi
dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal
atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barangbarang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 2002).
Usaha pengerahan modal untuk pembangunan dapat dibedakan kepada
pengerahan modal dalam negeri dan pengerahan modal luar negeri. Modal yang
berasal dari dalam negeri salah satunya berasal dari tabungan masyarakat. Yang
dimaksud dengan tabungan masyarakat adalah bagian pendapatan yang diterima
masyarakat yang secara sukarela tidak digunakan untuk konsumsi (Sukirno,
2006).
Sukirno (2006) menjelaskan tentang pendapatan dan tabungan :
“Ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah tabungan masyarakat,
salah satu faktor penting adalah tingkat pendapatan per kapita
masyarakat. Studi Chenery dan Sirquin mendapati bahwa makin tinggi
pendapatan per kapita makin besar tingkat hitungan yang dapat dilakukan
masyarakat. Selain pendapatan, tabungan juga dipengaruhi oleh tingkat
suku bunga.”
Pendapatan masyarakat memiliki pengaruh yang positif terhadap jumlah
tabungan masyarakat. Semakin besar pendapatan maka akan meningkatkan
jumlah tabungan. Pertumbuhan pendapatan perkapita suatu daerah dapat diketahui
melalui PDRB. PDRB mengukur perkembangan ekonomi yang terjadi di suatu
daerah dari segi struktur ekonomi maupun hubungan antara komponenkomponennya. PDRB dan pendapatan masyarakat berbanding lurus, jika PDRB
meningkat maka pendapatan juga meningkat.
Selain pendapatan masyarakat, suku bunga juga menjadi faktor yang
mempengaruhi jumlah tabungan masyarakat. Teori Klasik mengatakan bahwa
tingkat tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga, antara keduanya (tingkat
bunga dan tabungan) mempunyai hubungan yang positif, artinya semakin tinggi
bunga maka keinginan masyarakat untuk menyimpan uangnya di lembaga
perbankan juga akan juga akan semakin besar. Pada tingkat bunga yang lebih
tinggi tersebut, masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan pengeluaran
untuk konsumsinya guna menambha jumlah tabungan. Akan tetapi kebijakan
penetapan suku bunga yang selalu berfluktuasi ini harus diperhatikan oleh pihak
perbankan agar masyarakat menjadi lebih tertarik dan bergairah untuk menabung
(Nopirin, 1993).
Suku bunga juga merupakan harga yang disepakati dari penggunaan uang
tersebut dalam jagnka waktu yang telah ditentukan bersama. Harga ini biasanya
dinyatakan dalam bentuk persen ( persen) persatuan waktu (misalnya perbulan
atau pertahun sesuai dengan ketentuan yang berlaku) dan dinamakan tingkat
bunga. Maka pengertian tingkat bunga adalah harga atas penggunaan uang dalam
jangka waktu tertentu (Boediono, 1992).
Dari uraian di atas dapat dilihat pentingnya PDRB dan suku bunga
terhadapa tabungan masyarakat. PDRB meningkat akan meningkatkan pendapatan
dan pendapatan meningkatkan tabungan. Begitu juga dengan suku bunga.
Marshall (1898) dari kaum Neoklasik berpendapat bahwa terdapat faktor ekonomi
dan non ekonomi yang mempengaruhi tabungan. Salah satu faktor ekonomi
adalah suku bunga. Selain suku bunga, pendapatan juga dikatakan sebagai salah
stau faktor yang mempengaruhi jumlah tabungan.
Dengan tingginya jumlah tabungan masyarakat maka diharapkan ke
depannya bisa menjadi sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan masyarakat
dalam bentuk pinjaman, sehingga sektor riil akan mengalami peningkatan dan
memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengamati pengaruh PDRB riil
terhadap Tabungan masyarakat, dan pengaruh tingkat suku bunga terhadap
tabungan masyarakat, maka penulis memilih judul “Pengaruh PDRB Riil dan
Tingkat Suku Bunga Terhadap Tabungan Masyarakat di Provinsi Sulawesi
Selatan Periode Tahun 1995 – 2009”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat
dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh PDRB riil dan tingkat suku
bunga terhadap tabungan masyarakat di Sulawesi Selatan selama periode 1995 –
2009.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan menganalisis seberapa besar pengaruh PDRB riil dan tingkat suku bunga
terhadap tabungan masyarakat di Sulawesi Selatan selama periode 1995 – 2009.
1.4 Manfaat Penelitian
1.
Praktis
a. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil
kebijakan yang berhubungan dengan tabungan masayarakat.
b. Sebagai bahan informasi bagi masayarakat tentang peran PDRB riil dan
tingkat suku bunga dalam mempengaruhi tabungan.
2.
Teoritis
Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam mengkaji pengaruh
PDRB riil dan tingkat suku bunga terhadap tabungan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Konsep Tabungan Masyarakat
Dalam memberikan pengertian tentang tabungan di sini akan diuraikan
menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang pokok-pokok perbankan
di Indonesia adalah sebagai berikut :
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan bentuk
lainnyayang dipersamakan dengan itu.
Giro adalah simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran
dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, sarana
pembayaran lainnya atau cara pemindahbukuan.
Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank
yang bersangkutan.
Sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya
dapat diperdagangkan.
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau
alat yang dapat dipersamakan dengan itu.
Surat berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi,
sekuritas kredit, setiap derivative dari surat berharga atau kepentingan lainatau
suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam
pasar modal dan pasar uang.
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau dan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah imbalan atau pembagian hasil
keuntungan.
Sesuai dengan ketetapan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
pokok-pokok perbankan di Indonesia, maka yang termasuk simpanan adalah
semua bentuk dana yang berasal dan dipercayakan oleh masyarakat kepada pihak
bank baik berupa simpanan giro, deposito, ataupun tabungan. Sedangkan
tabungan hanya merupakan salah satu bentuk simpanan yang hanya dapat ditarik
menurut syarat tertentu setiap saat dan tidak dapat ditarik dengan cek.
Tabungan (saving) dapat didefinisikan sebagai bagian dari pendapatan
yang tersisa setelah dipakai konsumsi. Jadi semakin besar konsumsi maka makin
kecil pendapatan yang disisihkan untuk tabungan. Perilaku konsumen dalam
membelanjakan pendapatannya selalu berbeda-beda tergantung dari kebutuhan
dan selera masing-masing. Jika pendapatan konsumen berkurang atau menurun,
konsumen biasanya tetap tidak mengurangi pengeluarannya untuk konsumsi.
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan
syarat tertentu yang disepakati, dan tidak dengan cek atau bilyet giro atau alat lain
yang dapat dipersamakan dengan itu (Triandaru dan Budisantoso, 2006).
Ditinjau dari segi keluwesan penarikan dana, simpanan dalam bentuk
tabungan ini berada di tengah-tengah antara giro dan deposito berjangka.
Tabungan dapat ditarik dengan cara-cara dan dalam waktu yang relatif lebih
fleksibel dibandingkan dengan deposito berjangka, namun masih kalah fleksibel
apabila
dibandingkan
dengan
rekening
giro.
Ditinjau
dari
sisi
bank,
penghimpunan dana melalui tabungan termasuk lebih murah daripada deposito
tapi lebih mahal dibandingkan giro (Triandaru dan Budisantoso, 2006).
Tabungan sebagai bagian dari pendapatan masyarakat yang secara
sukarela tidak digunakan untuk konsumsi. Masyarakat menggunakan bagian dari
pendapatan yang tidak dikonsumsi tersebut untuk beberapa tujuan. Seperti
disimpan saja tanpa digunakan, disimpan atau ditabung pada lembaga-lembaga
keuangan, dipinjamkan ke orang lain, serta digunakan untuk penanaman modal
yang dianggap produktif (Sukirno, 1991).
Dalam Buku Standar Layanan Mandiri Prioritas (2010), berdasarkan
sumber dana yang dapat digunakan untuk pembangunan, maka jenis tabungan
yang tersedia di suatu negara secara sederhana terdiri atas tabungan domestik dan
tabungan luar negeri/asing.
Tabungan domestik adalah bagian dari pendapatan yang tidak
dikonsumsi dan dapat digunakan untuk pembangunan yang berasal dari dalam
negeri. Jenis tabungan ini terdiri atas tabungan pemerintah diperoleh dari
kelebihan
penerimaan
pemerintah
atas
konsumsinya,
dan
tabungan
masyarakat/swasta yang diperoleh dari dua sumber yaitu tabungan perusahaan dan
tabungan rumah tangga.
Sedangkan tabungan luar negeri/asing adalah tabungan yang dimiliki
oleh pihak asing yang disimpan di sautu negara.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan hubungan tabungan dengan
variabel lain yg mempengaruhinya. Samuelson (1997) mengatakan bahwa :
“Tabungan merupakan bagian dari pendapatan yang tidak dikonsumsi
atau tabungan sama dengan jumlah pendapatan yang dikurangi dengan
jumlah konsumsi. Orang kaya menabung lebih banyak daripada orang
miskin, tidak hanya dalam jumlah yang absolut saja, tetapi juga dalam
persentase seluruh pendapatannya. Orang yang tergolong miskin jelas
tidak akan mampu menabung sama sekali, mereka bahkan
membelanjakan lebih banyak daripada yang mereka peroleh dari
pendapatan, dimana kekurangannya akan ditutupi dari hutang atau
mengambil tabungan yang telah ada sebelumnya.”
Menurut kaum Klasik, tabungan merupakan fungsi dari suku bunga.
Suku bunga merupakan pembayaran dari tidak dilakukannya konsumsi, imbalan
dari kesediaan untuk menunggu dan tidak dilakukannya konsumsi dan
pembayaran atas penggunaan dana. Oleh karena itu, jika suku bunga naik, jumlah
tabungan juga akan meningkat. Suku bunga meningkat dari titik keseimbangan
antara tabungan dan investasi (Nasution, 1991).
Teori ekonomi Klasik mengasumsikan bahwa tabungan merupakan
fungsi dari tingkat suku bunga, jadi semakin tinggi tingkat suku bunga, maka
keinginan masyarakat untuk menabung juga akan meningkat. Artinya dengan
suku bunga yang lebih tinggi, maka masyarakat akan terdorong untuk
mengorbankan konsumsinya untuk tabungan (Nopirin, 1992).
Dengan demikian, suku bunga dan tabungan memiliki hubungan positif,
dimana semakin tinggi bunga, keinginan masyarakat untuk menabung juga akan
meningkat (Jafar, 1993).
Keynes dalam
Sukirno (2000) tidak sependapat dengan pandangan
Klasik yang menyatakan bahwa tingkat tabungan sepenuhnya ditentukan oleh
tingkat suku bunga. Menurut Keynes, besarnya tabungan yang dilakukan oleh
rumah tangga bukan tergantung pada tinggi rendahnya tingkat suku bunga.
Tabungan tergantung pada besar kecilnya tingkat pendapatan rumah tangga itu.
Keynes dalam teorinya mengenai kecenderungan untuk melakukan
kegiatan konsumsi (propensity to consume) yang secara eksplisit menghubungkan
antara tabungan dan pendapatan. Keynes menyatakan suatu fungsi konsumsi
modern yang didasari oleh perilaku psikologis modern, yaitu apabila terjadi
peningkatan pada pendapatan riil, peningkatan tersebut tidak digunakan
seluruhnya untuk meningkatkan konsumsi, tetapi dari sisa pendapatan tersebut
juga digunakan untuk menabung (Ackley, 1983).
Keynes juga berpendapat bahwa tabungan yang akan dilakukan oleh
masyarakat tergantung pada besar kecilnya tingkat pendapatan yang diperoleh
masyarakat tersebut. Makin besar jumlah pendapatan yang diterima, maka
semakin besar pula jumlah tabungan yang dilakukan olehnya. Namun tingkat
pendapatan yang ada akan selalu terkait dengan tingkat konsumsi.
Dari hubungan antara pendapatan dan konsumsi, maka Keynes
mengemukakan suatu hukum yang dikenal dengan nama “Psycological Law of
Consumption”. Hukum ini membahas tingkah laku masyarakat mengenai
konsumsi bilamana dihubungkan dengan pendapatan.
Hukum ini menyatakan bahwa, bilamana pendapatan naik, maka
konsumsi pun naik, tetapi tidak sebanyak atau sebanding dengan kenaikan
pendapatan. Setiap tambahan kenaikan pendapatan akan dipergunakan untuk
konsumsi dan tabungan.
Dari uraian di atas dalam teori Keynes, secara sederhana dirumuskan
bahwa tabungan merupakan fungsi dari pendapatan (Y). Keynes merumuskan
bahwa tabungan merupakan pendapatan yang tidak dikonsumsikan.
Saat ini bisnis perbankan telah menjalankan program Wealth
Management. Wealth Management merupakan pendekatan yang menyeluruh yang
berusaha mengkordinasikan kebutuhan finansial HNWI (High Net Worth
Investor). HNWI merupakan investor berkelas dunia yang memiliki tabungan atau
kekayaan 500 juta rupiah ke atas bahkan 1 milyar rupiah ke atas. Wealth
Management juga biasa disebut pelayanan prioritas bagi nasabah yang memilki
dana yang besar. Wealth Management memilki sistem yang komprehensif dan
konsisten untuk tujuan mengakumulasikan dan menumbuhkan aset, melindungi
aset, dan mewariskan aset nasabah kepada ahli warisnya (Buku Standar Layanan
Mandiri Prioritas, 2010).
Di negara-negara sedang berkembang, tabungan mempunyai arti yang
sangat penting. Pembentukan modal merupakan kunci bagi pembangunan
ekonomi di negara-negara berkembang. Pembentukan modal ini hanya mungkin
lewat kenaikan tabungan masyarakat. Banyak model rencana pembangunan yang
karena langkanya tabungan masyarakat sendiri, terlibat dalam hutangyang
berkepanjangan dari kredit luar negeri yang diterimanya.
2.1.2
Konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Untuk memperoleh pengertian tentang pendapatan, maka harus dilihat
dari mana pendapatan tersebut dibentuk dan bagaimana proses pembentukannya.
Karena pendapatan itu sendiri merupakan jumlah penerimaan yang diperoleh
individu, masyarakat, produsen, perusahaan daerah, negara, dan sebagainya.
Sebagai hasil usaha atau kompensasi yang diterima dalam kegiatan-kegiatan
ekonomi melalui proses produksi barang-barang atau jasa-jasa yang dihasilkan.
Pendapatan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu bidang penelitian yang telah lama
dibahas oleh ahli-ahli ekonomi. Ada beberapa definisi ahli mengenai pertumbuhan
ekonomi.
Kuznets dalam
Jhingan (1994) mengatakan pertumbuhan ekonomi
adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
menyediakan semakin banyak jenis barang-barang kepada penduduknya.
Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian
kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya.
Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam
masyarakat bertambah (Sukirno, 2000).
Pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan
dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan produksi. Perkembangan
pertumbuhan ekonomi dapat dipergunakan untuk menggambarkan faktor-faktor
penentu yang mendasari pertumbuhan ekonomi, seperti perubahan dalam teknik
produksi, masyarakat dalam lembaga-lembaga, perubahan tersebut menghasilkan
pertumbuhan ekonomi (Jhingan, 1988).
Salah satu cara untuk melihat kemajuan pertumbuhan ekonomi suatu
daerah atau wilayah adalah dengan mencermati nilai pertumbuhan PDRB. PDRB
adalah nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi dalam waktu satu tahun
di suatu wilayah tertentu tanpa membedakan kepemilikan faktor produksi, tetapi
lebih memerlukan keberadaan faktor produksi yang digunakan dalam proses
produksi itu (BPS : Indikator Ekonomi Propinsi Sulawesi Selatan).
PDRB merupakan salah satu indikator yang biasa dipakai untuk
mengukur tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah dalam jangka waktu
tertentu. PDRB adalah nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi dalam
satu wilayah biasanya dalam jangka waktu satu tahun tanpa membedakan
kepemilikan faktor-faktor produksi. Nilai PDRB dapat dihitung melalui tiga
pendekatan, yaitu dari segi produksi, dari segi pendapatan, dan dari segi
pengeluaran.
Ditinjau dari segi produksi disebut regional product, merupakan jumlah
netto oleh atas suatu barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi
dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).
Ditinjau dari segi pendapatan disebut regional income, merupakan
jumlah pendapatan (balas jasa) yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang
ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah dan biasanya dalam jangka
waktu tertentu (satu tahun).
Ditinjau dari segi pengeluaran disebut regional expenditure, merupakan
jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, private non profit
institution maupun pemerintah, pembentukan modal, serta ekspor netto (ekspor
dikurangi impor) suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).
PDRB menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai dalam
jangka waktu satu tahun, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan
tingkat perekonomian suatu daerah yg dicapai dari tahun ke tahun. Oleh karena
itu, untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi daerah harus diperbandingkan
PDRB riil dari tahun ke tahun. Perubahan PDRB riil dari tahun ke tahun
disebabkan oleh adanya perubahan dalam tingkat ekonomi dan perubahan hargaharga.
PDRB dibedakan atas dua, yaitu PDRB atas dasar harga konstan (riil)
dan PDRB atas dasar harga berlaku (nominal). PDRB atas dasar harga konstan
(riil) adalah PDRB yang dihitung atas harga konstan (dasar), yang biasanya harga
yang ditetapkan merupakan harga pada tahun pertama. Sedangkan PDRB menurut
harga berlaku adalah PDRB yang dihitung menurut harga yang berlaku pada tahun
berjalan.
Nilai PDRB atas dasar harga berlaku (konstan) digunakan untuk melihat
besarnya perekonomian suatu daerah, berdasarkan atas harga yang berlaku pada
saat itu. Rumus untuk menghitung PDRB nominal adalah PDRB nominal = P x Q,
dimana P adalah harga yang berlaku saat itu dan Q adalah total output yag
dihasilkan.
Sedangkan nilai PDRB atas dasar harga konstan (riil) digunakan untuk
mengukur pertumbuhan ekonomi karena nilai PDRB tidak dipengaruhi oleh
perubahan harga. Harga konstan ini dapat ditentukan dengan menggunakan satu
tahun dasar yang mana harganya dijadikan acuan. Rumus untuk menghitung
PDRB riil adalah PDRB riil = PDRB nominal / IHK x 100 persen.
Model perhitungan PDRB atas dasar harga konstan (riil) dibedakan atas
tiga. Pertama yaitu revaluasi, yaitu menaksir nilai produksi dengan menggunakan
harga pada tahun dasar tertentu. Biaya antara atas dasar harga konstan biasanya
diperoleh dari perkalian output masing-masing tahun dengan rasio tetap biaya
antara tahun dasar terhadap output.
Kedua adalah ekstrapolasi, yaitu cara menaksir produksi atau nilai
tambah bruto harga konstan dengan cara mengalikan nilai produksi atau nilai
tambah bruto harga berlaku pada tahun dasar dengan indeks produksi. Indeks
produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing
produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi seperti
tenaga kerja, jumlah perusahaan, dan lainnya yang dianggap cocok dengan jenis
kegiatan yang dihitung.
Ketiga adalah deflasi/double deflasi, yaitu cara menaksir nilai produksi
atau nilai tambah harga berlaku dengan indeks harga yang terkait. Dalam metode
deflasi dikenal istilah deflasi berganda, yaitu yang dideflasi adalah output dan
biaya antara. Indeks harga yang dipergunakan sebagai deflator untuk perhitungan
output atas dasar harga konstan biasanya merupakan indeks harga produsen atau
indeks harga perdagangan besar sesuai cakupan komoditinya, sedangkan indeks
harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar.
Sedangkan metode perhitungan PDRB berdasarkan atas dasar harga
berlaku (nominal) memakai tiga pendekatan. Pertama metode pendekatan
produksi yaitu cara menghitung nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh
seluruh kegiatan perekonomian dengan cara mengurangkan biaya antara dari total
produksi bruto masing-masing sektor atau subsektor. Nilai tambah merupakan
nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi
dalam proses produksi sebagai input antara.
Kedua metode pendekatan pendapatan yaitu cara menghitung nilai
tambah bruto dengan menjumlahkan seluruh unsur-unsur balas jasa faktor-faktor
produksi yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal, tetap dan
pajak tak langsung netto. Penjumlahan semua komponen ini disebut Nilai Tambah
Bruto. Untuk sektor pemerintah dan usaha yang sifatnya tidak mencari untung,
surplus usaha tidak diperhitungkan. Yang dimaksud surplus usaha di sini adalah
bunga netto, sewa tanah, dan keuntungan.
Ketiga metode pendekatan pengeluaran merupakan cara yang bertitik
tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa. Metode ini khusus untuk
menghitung nilai tambah bruto sektor pembangunan.
Keynes dalam Sukirno (2000) menyatakan bahwa besarnya tabungan
yang dilakukan oleh rumah tangga bukan tergantung pada tinggi rendahnya
tingkat suku bunga. Tabungan tergantung pada besar kecilnya tingkat pendapatan
rumah tangga itu.
Dengan demikian, besar kecilnya tingkat PDRB suatu daerah merupakan
salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya tabungan yang dihimpun oleh
daerah tersebut yang kemudian dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi di wilayah tersebut. Di mana ketika jumlah PDRB suatu daerah akan
meningkat, jumlah pendapatan yang dikurangi dengan pajak langsung atau biasa
disebut disposible income (pendapatan yang siap digunakan), juga akan
meningkat. Dengan meningkatnya pendapatan, maka tabungan juga meningkat
dengan asumsi konsumsi konstan atau tidak meningkat secara besar. Kemudian
meningkatnya tabungan akan membuat ketersediaan modal menjadi besar dan
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan berkembangnya
produksi barang dan jasa.
2.1.3
Konsep Suku Bunga
Bunga merupakan hal penting bagi suatu bank dalam penarikan tabungan
dan penyaluran kreditnya. Penarikan tabungan dan pemberian kredit selalu
dihubungkan dengan tingkat suku bunganya. Bunga bagi bank bisa menjadi biaya
(cost of fund) yang harus dibayarkan kepada penabung, tetapi di lain pihak, bunga
dapat juga merupakan pendapatan bank yang diterima dari debitor karena kredit
yang diberikannya.
Hasibuan (1997) mendefinisikan bunga sebagai jasa atas pinjaman uang
atau barang yang dibayar oleh debitor kepada kreditor.
Rate of Interest
adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga
dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu
(Boediono, 1992).
Tingkat suku bunga sudah lama dikenal sebagai salah satu instrumen
moneter, baik digunakan secara tersendiri dengan instrumen lain, mupun secara
bersama-sama. Penetapan tingkat suku bunga oleh otoritas moneter akan
mempengaruhi tingkat suku bunga kredit dan jumlah uang beredar dan
selanjutnya akan berpengaruh terhadap kredit perbankan.
Suku bunga merupakan salah satu komponen kebijaksanaan moneter
yang memiliki pengaruh yang sangat besar. Suku bunga tersebut memegang
peranan penting dalam kegiatan perekonomian. Suku bunga (interest rate) adalah
jumlah bunga tertentuyang harus dibayarkan peminjam kepadapemberi pinjaman
atas sejumlah uang tertentu untuk membiayai konsumsi dan investasi (Pass dan
Lowes, 1994).
Ada beberapa ahli yang mengemukakan pendapat tentang definisi suku
bunga. Jafar (1993) mengatakan bahwa pada prinsipnya, tingkat bunga adalah
harga atas penggunaan uang, atau sebagai sewa atas penggunaan uang dalam
jangka waktu tertentu. Harga atas penggunaan uang biasanya dinyatakan dalam
persen ( persen) dalam jangka waktu tertentu (misalnya 1 bulan, 3 bulan, dan 1
tahun). Harga penggunaan uang per unit waktu disebut “tingkat bunga”.
Suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang.
Suku bunga adalah jumlah yang dibayar per unit waktu. Oleh karena itu
masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang. Biaya untuk
meminjam uang diukur dalam Dollar per tahun untuk setiap Dollar yang
dipinjamkan adalah suku bunga (Samuelson, 1997).
Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank
yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau
menjual produknya. Bunga bagi bank juga dapat diartikan sebagai harga yang
harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan harga yang harus
dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh jaminan), serta
harga yang dibebankan kepada biaya-biaya jasa bank lainnya (Kasmir, 2004).
Setelah melihat beberapa definisi tentang suku bunga di atas, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa suku bunga merupakan balas jasa yang akan diterima
kemudian atas pengorbanan yang dilakukan. Dengan kata lain tingkat suku bunga
adalah harga dari penggunaan uang atau dapat dipandang sebagai sewa atas
penggunaan uang oleh bank atau peminjam lainnya sebagai balas jasa atas
hilangnya kesempatan untuk mengkonsumsi kelebihan pendapatan yang diperoleh
pada masa sekarang dan dinyatakan dalam persentase dan dalam jangka waktu
tertentu.
Suku bunga terbagi atas 2 jenis, yaitu suku bunga riil dan suku bunga
nominal. Suku bunga riil (real interest rate) adalah suku bunga yang dibayarkan
atas pinjaman, yang disesuaikan dengan laju inflasi yang terjadi dalam suatu
negara pada saat itu. Sedangkan suku bunga nominal (nominal interest rate)
adalah suku bunga yang dibayarkan oleh bank dalam nilai tunai tanpa melihat laju
inflasi yang terjadi dalam suatu negara di masa yang akan datang.
Menurut Kasmir (2004), dalam kegiatan perbankan konvensional seharihari, ada tiga macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya, yaitu bunga
simpanan, bunga pinjaman, dan biaya-biaya.
Bunga simpanan merupakan harga beli yang harus dibayar bank kepada
nasabah pemilik simpanan. Bunga ini diberikan sebagai rangsangan atau balas
jasa, kepada nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Sebagai contoh jasa giro,
bunga tabungan, dan bunga deposito.
Bunga pinjaman merupakan bunga yang dibebankan kepada para
peminjam atau harga jual yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada
bank. Bagi bank bunga pinjaman merupakan harga jual dan contoh harga jual
adalah bunga kredit.
Biaya-biaya merupakan biaya-biaya yang ditentukan oleh bank seperti
biaya administrasi, biaya kirim, biaya tagih, biaya sewa, biaya iuran, dan biayabiaya lainnya yang kita kenal dengan nama fee based.
Ketiga macam harga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan
pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus
dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman dan biaya merupakan
pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun bunga
pinjaman masing-masing saling mernengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh
seandainya bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga
terpengaruh ikut naik dan demikian pula sebaliknya.
Ada beberapa teori tentang suku bunga, yaitu teori nilai, teori
pengorbanan, teori laba, teori klasik, teori kelompok pasar, dan teori paritas
tingkat bunga (Hasibuan, 1997).
Teori nilai didasarkan pada anggapan bahwa nilai sekarang (present
value) lebih besar daripada nilai yang akan datang (future value). Perbedaan nilai
ini harus mendapat penggantian dari peminjam atau debitor. Penggantian nilai
inilah yang dimaksudkan dengan bunga. Jadi menurut teori ini, bunga merupakan
pengganti atas perbedaan nilai tersebut. Bunga adalah besarnya penggantian
perbedaan antara nilai sekarang dengan nilai yang akan datang.
Teori pengorbanan didasarkan pada pemikiran bahwa pengorbanan yang
diberikan seharusnya mendapatkan balas jasa berupa pembayaran. Teori ini
mengemukakan bahwa jika pemilik uang meminjamkan uangnya kepada debitor,
selama uangnya belum dikembalikan debitor atau bank, kreditor tidak dapat
mempergunakan uang tersebut. Pengorbanan kreditor inilah yang harus dibayar
debitor. Pembayaran inilah yang disebut bunga.
Teori laba mengemukakan bahwa bunga ada karena adanya motif laba
(spread profit) yang ingin dicapai. Bank dan para pelaku ekonomi mau dan
bersedia membayar bunga didasarkan atas laba yang akan diperolehnya. Misalnya
bank akan menerima deposito dan jenis tabungan lainnya dan akan membayar
bunga atas deposito dan tabungan lainnya tersebut karena bank itu akan
memperoleh laba dari pemberian kredit.
Teori kelompok pasar (The Preferred Market Habitat Theory)
mengemukakan bahwa jika permintaan pasar kelompok dana besar untuk jangka
waktu 1 bulan, tingkat bunga 1 bulan akan lebih besar daripada tingkat bunga 3
bulan. Alasannya adalah peranan harapan masuk sulit dan hubungan kelompok
sangat menentukan.
Teori Paritas Tingkat Bunga. Menurut teori ini, tingkat bunga penting
dalam sistem devisa bebas. Dalam hal ini, paritas tingkat yang sama besarnya
dalam negara yang menganut devisa bebas.
Berkaitan dengan suku bunga pinjaman dan suku bunga simpanan, selisih
antara tingkat bunga pinjaman dan tingkat bunga simpanan disebut dengan
spread. Semakin efisien kinerja suatu bank, akan semakin kecil komponenkomponen yang ditambahkan pada tingkat bunga simpanan untuk membentuk
tingkat bunga pinjaman. Dengan kata lain, besar kecilnya spread pada suatu bank
dapat dijadikan indikator tingkat efisiensi atas kinerja suatu bank (Triandaru dan
Budisantoso, 2006).
Perlu diingat bahwa pengertian tersebut di atas hanya dapat digunakan
dalam kondisi perekonomian dan perbankan yang normal. Dalam kondisi krisis
ekonomi yang terjadi di Indonesiasejak akhir tahun 1990-an, spread tidak lagi
dapat dijadikan tolak ukur untuk menilai tingkat efisiensi suatu bank. Perbankan
secara umum yang sedang mengalami kesulitan likuiditas menyebabkan tingkat
bunga simpanan menjadi sangat tinggi. Di sisi lain, kondisi sektor riil yang buruk
tidak memungkinkan bank menaikkan tingkat bunga pinjaman berdasarkan
perhitungan yang standar. Apabila bank menetapkan tingkat bunga pinjaman yang
terlalu tinggi, maka calon debitor tidak akan mau meminjam dana dari bank dan
debitor lama akan mengalami kesulitan membayar bunga karena tidak mampu.
Meskipun tingkat bunga pinjaman mengalami kenaikan, kenaikan tersebut tidak
lebih besar daripada kenaikan tingkat bunga simpanan, sehingga bisa saja terjadi
tingkat bunga pinjaman lebih rendah daripada tingkat bunga simpanan atau
disebut dengan kondisi negative-spread. Dalam kondisi ini jelas spread tidak lagi
mencerminkan tingkat efisiensi suatu bank (Triandaru dan Budisantoso, 2006).
Suku bunga menurut teori ekonomi Klasik merupakan nilai balas jasa
dari modal. Dalam teori ekonomi klasik, stok barang modal dicampuradukan
dengan uang dan keduanya dianggap mempunyai hubungan yang subtitutif.
Semakin langka modal, maka semakin tinggi suku bunga. Sebaliknya, semakin
banyak modal maka semakin rendah suku bunga (Nasution, 1991).
Tabungan, menurut teori Klasik adalah fungsi dari tingkat bunga. Makin
tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung.
Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong
untuk mengorbankan/mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah
tabungan (Nopirin, 1992).
Investasi juga tergantung/merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin
tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil.
Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila
keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang
harus dibayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos untuk
penggunaan dan (cost of capital). Makin rendah tingkat bunga, maka pengusaha
akan lebih mendorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana
juga makin kecil (Nopirin, 1992).
Bunga adalah “harga”
dari penggunaan loanable funds. Terjemahan
langsung dari istilah tersebut adalah “dana yang tersedia untuk dipinjamkan”, atau
dapat disebut “dana investasi”, sebab menurut teori Klasik bunga adalah harga
yang terjadi di “pasar” dana investasi. Dalam suatu periode ada anggota
masyarakat yang menerima pendapatan melebihi apa yang mereka perlukan untuk
konsumsinya selama periode tersebut. Mereka ini adalah kelompok “penabung”.
Bersama-sama jumlah “tabungan” mereka membentuk supply atau penawaran
akan loanable funds.
Di lain pihak dalam periode yang sama, ada masyarakat yang
konsumsinya melebihi dari pendapatan yang diterima selama periode tersebut.
Kelompok ini disebut investor. Selanjutnya para penabung dan para investor
bertemu di pasar loanable funds, dari transaksinya menghasilkan tingkat bunga
kesepakatan atau keseimbangan.
Jadi, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran tabungan oleh rumah
tangga dan permintaan dana tabungan (pinjaman) oleh investor. Semakin besar
pendapatan yang disimpan dalam bentuk tabungan mengakibatkan turunnya
tingkat bunga tabungan dan sebaliknya jika penawaran tabungan berkurang maka
tingkat bunga tabungan akan naik.
Dari segi permintaan dana tabungan (pinjaman), jika terjadi kenaikan
permintaan oleh investor maka akan menaikkan tingkat bunga pinjaman, dan
sebaliknya jika permintaan dana tabungan menurun maka tingkat bunga pinjaman
juga akan ikut turun.
Maka dapat disimpulkan dalam teori Klasik bahwa suku bunga
merupakan penentu utama untuk mempengaruhi perkembangan investasi maupun
tabungan. Apabila tabungan ditingkatkan maka suku bunga harus dinaikkan atau
bila investasi ingin dinaikkan maka suku bunga harus diturunkan.
Berbeda dengan pandangan Klasik, Keynes dalam Nopirin (1992)
mengatakan bahwa suku bunga merupakan suatu fenomena moneter. Artinya,
suku bunga tidak terlalu menentukan besar kecilnya investasi maupun tabungan
masyarakat. Tabungan dan investasi menurut Keynes ditentukan dan dipengaruhi
secara langsung oleh tingkat pendapatan masyarakat itu sendiri, terutama untuk
tabungan. Masyarakat akan menabung jika mereka memiliki kelebihan uang
(Marginal Propensity to Save), yaitu pendapatannya di atas konsumsinya.
Sehingga Keynes yakin bahwa tingkat bunga bukanlah faktor utama dalam
menentukan tingkat tabungan masyarakat.
Keynes mengasumsikan bahwa perekonomian belum mencapai fullemployment. Dalam keadaan full-employment, berlaku teori kuantitas yaitu
perubahan stock jumlah uang beredar hanya akan mempengaruhi tingkat hargaharga saja, dan besarnya perubahan tingkat harga-harga ini adalah proporsional
dengan perubahan stock jumlah uang beredar. Oleh karena itu, toeri Keynes dapat
mempengaruhi keadaan ekonomi dalam jangka pendek.
Uang, menurut Keynes (1946) adalah merupakan salah satu bentuk
kekayaan yang dipunyai seseorang (portofolio) seperti halnya kekayaan dalam
bentuk tabungan di bank, saham atau surat berharga lainnya. Keputusan
masyarakat mengenai bentuk susunan/komponen daripada kekayaan mereka,
berapa besar dari kekayaan mereka akan diwujudkan dalam bentuk uang kas,
tabungan atau surat berharga akan menentukan tingginya tingkat bunga (Nopirin,
1992).
Untuk menyederhanakan modelnya, Keynes dalam Nopirin (1992) hanya
membagi susunan/komponen kekayaan dalam dua bentuk, yakni uang kas dan
surat berharga (obligasi). Keuntungan apabila kekayaan diwujudkan dalam bentuk
uang kas adalah kemudahan dalam melakukan transaksi sebab uang kas
merupakan alat pembayaran yang paling likuid. Likuid diukur dengan kecepatan
menukar kekayaan dalam bentuk alat pembayaran (untuk transaksi) tanpa adanya
kerugian nilai. Jadi, uang tidak ada risiko capital gain atau loss seperti halnya
pada bentuk kekayaan yang lain. Tetapi, bentuk kekayaan dalam uang kas tidak
dapat memberikan penghasilan (misalnya berupa bunga). Sebaliknya kekayaan
dalam bentuk surat berharga, di mana harganya dapat naik turun tergantung dari
tingkat bunga (apabila tingkat bunga naik harga surat berharga turun dan
sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita
capital loss atau gain. Namun demikian, surat berharga mendatangkan pendapatan
yang berupa bunga. Dengan anggapan bahwa masyarakat itu tidak suka risiko
(risk averters) maka mereka akan mau memegang bentuk kekayaan yang
risikonya tinggi (surat berharga) apabila didorong dengan tingkat bunga yang
tinggi pula. Makin banyak surat berharga dalam susunan kekayaan, risikonya juga
makin tinggi. Oleh karena itu harus didorong dengan tingkat bunga yang lebih
tinggi pula. Tingkat bunga di sini adalah tingkat bunga “rata-rata” dari segala
macam surat berharga yang beredar dalam masyarakat (Nopirin, 1992).
Keynes dalam Nopirin (1992) mengatakan bahwa permintaan akan uang
mempunyai hubungan negatif dengan tingkat bunga. Hubungan negatif antara
permintaan uang dengan tingkat bunga dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya suatu tingkat
bunga yang normal. Apabila tingkat bunga turun di bawah tingkat normal, makin
banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan kembali ke tingkat normal (jadi
mereka yakin bahwa tingkat bunga akan naik di waktu yang akan datang). Jika
mereka memegang surat berharga pada waktu tingkat bunga naik (dus, harganya
turun) mereka akan menderita kerugian (capital loss). Mereka akan menghindari
kerugian ini dengan cara mengurangi surat berharga yang dipegangnya dan
dengan sendirinya menambah uang kas yang dipegang, pada waktu tingkat bunga
naik. Hubungan ini disebut motif spekulasi permintaan uang kas sebab mereka
melakukan spekulasi tentang harga surat berharga di masa yang akan datang.
Kedua, berkaitan dengan ongkos memegang uang kas (opportunity cost
of holding money). Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula ongkos
memegang uang kas (dalam bentuk tingkat bunga yang tidak diperoleh karena
kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang kas) sehingga keinginan memegang
uang kas juga turun. Sebaliknya, apabila tingkat bunga turun berarti ongkos
memegang uang kas juga makin rendah sehingga permintaan akan uang kas naik.
Kedua pendekatan di atas semuanya menjelaskan adanya hubungan
negatif antara tingkat bunga dengan permintaan akan uang kas. Bersama dengan
jumlah uang beredar yang tetap (dengan anggapan bahwa jumlah uang beredar ini
ditetapkan oleh pemerintah), permintaan uang ini menentukan tingkat bunga.
Tingkat bunga dalam keseimbangan apabila jumlah uang kas yang diminta sama
dengan penawarannya (jumlah uang beredar). Apabila pada suatu ketika tingkat
bunga di bawah tingkat keseimbangan, masyarakat akan menginginkan uang kas
lebih banyak dengan cara menjual surat berharga yang dipegangnya. Usaha
menjual surat berharga ini akan mendorong harganya turun (tingkat bunga naik),
sampai ke tingkat keseimbangan dalam mana masyarakat sudah puas dengan
komposisi kekayaannya (permintaan sama dengan penawaran uang). Sebaliknya,
apabila tingkat bunga berada di atas keseimbangan, masyarakat menginginkan
uang kas lebih sedikit dengan cara membeli surat berharga. Pembelian ini akan
mengakibatkan naiknya harga surat berharga (tingkat bunga turun) sampai
keseimbangan tercapai.
Sedangkan McKinnon (1973) mencoba menjelaskan tentang tingkat
bunga di negara-negara sedang berkembang. Ia mengasumsikan bahwa lembaga
keuangan di negara-negara sedang berkembang belum dapat menjalankan
fungsinya dengan beaik sebagai perantara antara penabung dan investor. Oleh
karena itu, investor di negara berkembang menabung dulu baru kemudian dapat
melakukan investasi untuk membeli barang modal. Berbeda dengan asumsi
Klasik, barang modal dalam teori McKinnon bersifat komplementer dan bukan
bersifat subtitutif. Untuk dapat merangsang mobilisasi tabungan, maka suku
bunga riil harus positif. Suku bunga riil adalah suku bunga setelah dikoreksi
dengan laju inflasi. Dengan demikian, masalah pengendalian laju inflasi ataupun
stabilisasi harga-harga sangat penting dalam teori McKinnon (Nasution, 1991).
Dari berbagai teori di atas, memberikan kebijakan yang berbeda-beda.
Teori ekonomi Klasik dan McKinnon menyarankan agar negara-negara
berkembang meningkatkan suku bunganya setinggi mungkin. Saran dan teori
Klasik didasarkan pada langkanya barang-barang modal di negara-negara
berkembang tersebut. Dalam teori Loanable Funds dan Teori McKinnon, tingkat
bunga yang tinggi tersebut perlu agar dapat memobilisasi tabungan.
Sedangkan Keynes justru mengatakan sebaliknya. Keynes menganjurkan
untuk menetapkan suku bunga serendah mungkin agar hal tersebut dapat
merangsang peningkatan pengeluaran untuk investasi. Pada gilirannya, dengan
adanya peningkatan investasi ini dapat meningkatkan produksi dan menciptakan
lapangan kerja. Kelemahan pokok dari teori-teori tersebut di atas adalah bahwa
tidak ada satupun diantaranya yang dapat memberikan petunjuk tentang berapa
besarnya suku bunga yang paling optimal (Nasution, 1991).
Jadi, selain dipengaruhi oleh pendapatan, tabungan juga dipengaruhi oleh
tingkat suku bunga. Semakin tingggi tingkat suku bunga tabungan, maka semakin
besar pula jumlah pendapatan yang disimpan dalam bentuk tabungan. Sementara
tingkat bunga itu sendiri terdiri atas tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil.
2.2 Studi Empiris
Suriani
(2001)
membahas
tentang
analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi tingkat tabungan masyarakat di Kabupaten Wajo. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa variabel pendapatan perkapita dan suku bunga
mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap tingkat tabungan
masyarakat di Kabupaten Wajo.
Syaiful (2002) membahas tentang analisis pengaruh tingkat suku bunga
dan PDRB riil terhadap tabungan masyarakat di Sulawesi Selatan. Hasil
penelitiannya adalah tingkat suku bunga tabungan dan PDRB riil mempunyai
hubungan yang positif dengan nilai tabungan masyarakat dalam lembaga
perbankan.
Saleh (2003) membahas faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
tabungan masyarakat di Kabupaten Bone. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
tabungan masyarakat.
Brilliant
(2008)
membahas
tentang
analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi konsumsi masyarakat di indonesia. Salah satu faktornya yaitu suku
bunga. suku bunga deposito dalam jangka pendek tidak berpengaruh terhadap
pengeluaran konsumsi. Dalam jangka panjang mempunyai hubungan yang tidak
signifikan yang artinya tidak berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi.
Dimana di Indonesia sebagian masyarakatnya masih hidup di bawah kemiskinan
yang pendapatannya rendah. Pendapatan yang diterima masyarakat sebagian besar
digunakan untuk berkonsumsi sehari-hari dan sisanya ditabung. Pada umumnya
masyarakat menabung secara tradisional dan sebagian kecil yang pendapatannya
besar menyimpan uangnya di bank untuk mendapat konpensasi bunga. Jadi
berapapun tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap konsumsi dan tabungan
masyarakat.
Asrul (2009) membahas tentang analisis pengaruh PDRB dan suku bunga
terhadap tabungan masyarakat Kota Makassar periode 1993 – 2007. Hasil
penelitiannya adalah PDRB dan suku bunga secara simultan bersama-sama
mempunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat tabungan masyarakat
Kota Makassar.
2.3 Kerangka Pikir
Menurut teori yang dikemukakan A. Smith (1790), ada tiga unsur pokok
untuk menjalankan roda pembangunan ekonomi, yaitu sumber daya alam, sumber
daya manusia (labour), dan modal (capital).
Modal memiliki peran penting dalam
pembangunan ekonomi selain
sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam menghasilkan output
produksi. Salah satu cara mendapatkan modal adalah dengan cara menghimpun
dana yang berasal dari masyarakat dalam bentuk tabungan.
PDRB riil merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya
tabungan masyarakat. Karena PDRB riil secara fungsional mempengaruhi
pendapatan masyarakat. Jika PDRB riil meningkat, akan mendorong pendapatan
masyarakat juga meningkat, dan akan mempengaruhi besarnya nilai tabungan
masyarakat. Begitu pula sebaliknya, dengan asumsi faktor yang lain tetap.
Selain PDRB riil, tingkat suku bunga juga mempengaruhi besarnya nilai
tabungan masyarakat. Secara teori, tingkat suku bunga akan merangsang
masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank dengan tujuan untuk mendapatkan
harga dari uang yang ditabung tersebut. Semakin tinggi tingkat bunga, maka
semakin besar pula tabungan masyarakat. Begitu pun sebaliknya, dengan asumsi
faktor yang lain tetap.
Dengan besarnya jumlah tabungan masyarakat, maka akan dijadikan
sebagai modal yang disalurkan kembali untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada skema di bawah ini.
Gambar 2.1
Kerangka Pikir
PDRB Riil
(X1)
Tabungan
Masyarakat
(Y)
Suku Bunga
(X2)
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir di atas maka dapat diambil hipotesis yaitu
terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari PDRB riil dan tingkat suku
bunga terhadap tabungan masyarakat di Sulawesi Selatan selama periode 1995 –
2009.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Desain / rancangan penelitian bersifat kuantitatif, yaitu data yang dipaparkan
dalam bentuk angka-angka (numeric).
Data dalam penelitian ini diperoleh dari :
1.
Kantor Bank Indonesia Makassar
2.
Kantor Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan
3.
Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
4.
Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin
3.2 Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini,
digunakan beberapa metode pengumpulan data yang relevan utnuk memecahkan
dan menganalisis masalah-masalah, yaitu sebagai berikut :
1.
Penelitian Pustaka (Library Research)
Metode penelitian ini merupakan suatu cara untuk memperoleh data dan
informasi melalui penelusuran buku literatur dengan bahan kuliah dan
beberapa terbitan lainnya yang berhubungan dengan pembahasan penelitian
ini diantaranya jurnal, majalah, surat kabar, dan beberapa cara dalam
pengumpulan data secara teoritis.
2.
Penelitian Lapangan (Field Research)
Merupakan penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data yang
dibutuhkan pada obyek terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi
Sulawesi Selatan dan Bank Indonesia Makassar.
3.3 Model Analisis
Metode analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah model
Regresi Berganda (Multiple Regression). Model ini memperlihatkan hubungan
antara variabel bebas dalam hal ini PDRB Riil (X1) dan juga tingkat suku bunga
(X2), dengan variabel terikat yaitu tabungan masyarakat (Y), maka bentuk
persamaannya sebagai berikut :
Y = f( X1, X2 ) ---------- (1)
Dengan demikian dapat dikemukakan model analisisnya sebagai berikut :
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + µ ----------- (2)
dimana :
Y
: Tabungan masyarakat (dalam rupiah)
X1 : PDRB Riil
X2 : Tingkat suku bunga
µ
: Error term
β0 : Konstanta
β1, β2 : Parameter yang akan ditaksir untuk memperoleh gambaran tentang
hubungan setiap variabel bebas terhadap variabel terikat.
Atau secara eksplisit dapat dinyatakan dalam fungsi Cobb-Douglas, yaitu :
Y = β0 X1 β1 X2 β2 eµ ------------ (3)
Berdasarkan fungsi persamaan di atas maka dikembangkan ke dalam
bentuk regresi berganda dan linier (ordinary least square) dengan mentransferkan
persamaan (3) dalam bentuk Ln, sehingga diperoleh persamaan estimasi sebagai
berikut :
Ln Y = Ln β0 + β1 Ln X1 + β2 Ln X2 + µ ----------- (4)
Persamaan di atas digunakan untuk menghitung nilai koefisien β0, β1, β2.
Selanjutnya untuk menguji tingkat signifikansi atau keeratan hubungan
variabel bebas terhadap variabel terikat maka digunakan berbagai uji statistik
sebagai berikut :
1.
Uji Statistik t
Untuk menguji tingkat signifikan antara variabel bebas yaitu PDRB dan
tingkat suku bunga terhadap variabel terikat yaitu tabungan.
2.
Uji Statistik F
Untuk mengetahui signifikansi hubungan variabel bebas secara menyeluruh
terhadap variabel terikat.
3.
Uji Statistik R (Koefisien Korelasi)
Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel bebas terhadap
variabel terikat secara parsial (r).
4.
Uji Statistik R2 (Koefisien Determinasi)
Untuk mengetahui besarnya kontribusi variasi variabel bebas yang ditentukan
oleh variabel terikat.
3.4 Definisi Operasional Variabel
Adapun batasan variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk
mencegah luasnya pembahasan, yaitu sebagai berikut :
1.
PDRB riil adalah konsep yang digunakan untuk menghitung pendapatan
masyarakat di propinsi Sulawesi Selatan menurut harga konstan periode tahun
1995 – 2009.
2.
Suku bunga adalah tingkat suku bunga rata-rata pertahun di propinsi Sulawesi
Selatan selama periode tahun 1995 – 2009.
3.
Tabungan masyarakat adalah akumulasi dari seluruh simpanan masyarakat di
propinsi Sulawesi Selatan periode tahun 1995 – 2009 (rupiah), yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang telah
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dipersamakan
dengan itu.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Indikator Makro Ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan
4.1.1
Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang
baik. Ekonomi Sulawesi Selatan ditunjang dari segi pertanian, perikanan, dan
industri.
Tahun 1995 – 2009 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan mengalami
pertumbuhan yang positif, kecuali pada tahun 1998 karena adanya krisis moneter,
dan pada tahun 2001.
Pertumbuhan tertinggi diraih pada tahun 1996 dan tahun 2008 dimana
pada saati itu pertumbuhan mencapai 8 persen. Sedangkan pertumbuhan terendah
terjadi pada tahun 1999 sebesar 3 persen.
Setelah tahun 2001, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan terus
mengalami pertumbuhan yang positif. Hingga tahun 2006 mencapai angka 7
persen. Namun pada tahun berikutnya 2007, turun menjadi 6 persen. Hal ini
dikarenakan pada tahun 2007 dunia mulai mengalami krisis ekonomi global.
Kemudian mengalami fluktuasi, pada tahun 2008 meningkat menjadi 8 persen dan
kemudian menurun kembali pada tahun 2009 menjadi 6 persen.
Tabel 4.1 di bawah menunjukkan pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Selatan tahun 1995 – 2009.
Tabel 4.1
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan
Periode Tahun 1995 – 2009
(dalam persen)
Tahun
Pertumbuhan Ekonomi
(persen)
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber :
8
4
-5
3
5
-3
4
5
5
6
7
6
8
6
Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan,
Sulawesi Selatan Dalam Angka,
Berbagai Edisi, Data Diolah Kembali
Dalam beberapa tahun terakhir Sulawesi Selatan menjadi salah satu dari
33 provinsi di Indonesia yang memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Bahkan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan berada di
atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia.
4.1.2
Tingkat Pengangguran
Perkembangan tingkat pengangguran di Sulawesi Selatan menunjukkan
hal yang negatif dari segi angka. Hal ini menunjukkan Sulawesi Selatan mampu
mengurangi tingkat pengangguran yang terjadi.
Banyaknya lapangan kerja yang ditandai dengan berkembangnya
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan, memberi andil dalam pemberantasan
pengangguran.
Tabel
4.2
di
bawah
ini
menunjukkan
perkembangan
tingkat
pengangguran di Sulawesi Selayan tahun 2004 – 2011.
Tabel 4.2
Tingkat Pengagguran Di Provinsi Sulawesi Selatan
Periode Tahun 2004 – 2011
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011**
Pengangguran Terbuka*
10.251.351
11.899.266
10.932.000
10.011.142
9.394.515
8.962.617
8.319.779
7.700.086
Perubahan
(persen)
16
-8
-8
-6
-5
-7
-7
*)
Mencari Pekerjaan, Mempersiapkan Usaha, Merasa Tidak Mungkin
Mendapat Pekerjaan, Sudah Punya Pekerjaan tetapi belum dimulai
**) Sampai Agustus 2011
Sumber
:
Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, Sulawesi Selatan
Dalam Angka, Berbagai Edisi
Dari data di atas dapat dilihat selama 5 tahun tingkat pengangguran
tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 11.899.266. Hal ini disebabkan
tahun 2005 laju inflasi di Sulawesi Selatan mencapai angka 17,11 persen.
Kemudian pada tahun 2006 pengangguran turun menjadi 10.932.000.
Pada tahun 2007 dan 2008 tingkat pengagguran kembali turun menjadi
berturut-turut 10.011.142 dan 9.394.515, turun sebesar 8 persen dan 6 persen.
Hingga Agustus 2011 pengangguran di Sulawesi Selatan terus turun mencapai
7.700.086.
Hal ini disebabkan oleh semakin membaiknya kondisi perekonomian di
Sulawesi Selatan. Dengan membaiknya perekonomian, akan membuka lapangan
kerja baru sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan pekerjaan.
4.1.3
Laju Inflasi
Inflasi adalah suatu fenomena moneter yang selalu meresahkan dan
menggerogoti stabilitas ekonomi suatu negara. Inflasi yang melebihi angka dua
digit tidak hanya mendongkrak kenaikan harga umum dan menurunkan nilai uang,
tetapi juga meningkatkan jumlah pengangguran.
Perkembangan inflasi di Sulawesi Selatan selama tahun 1996 sampai
2007 yang dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah, mengalami fluktuasi nilai. Laju
inflasi menurut Indeks Harga Konsumen (IHK) yang terjadi di Sulawesi Selatan,
tercatat pada tahun 1996 sebesar 4,56 persen
Tabel 4.3
Laju Inflasi Di Provinsi Sulawesi Selatan
Periode Tahun 1996 – 2007
(dalam persen)
Tahun
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber
:
Tingkat Inflasi
(persen)
Perubahan
(persen)
4,56
8,20
80,86
1,64
9,73
11,77
10,03
5,06
6,48
17,11
6,60
5,71
3,64
72,66
-79,22
8,09
2,04
-1,74
-4,97
1,42
10,63
-10,51
-0,89
Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, Sulawesi Selatan Dalam
Angka, Berbagai Edisi
Pada tahun 1997 laju inflasi mencapai 8,20 persen dan meningkat tajam
pada tahun 1998 mencapai 80,86 persen. Hal ini disebabkan terjadinya krisis
moneter di Indonesia yang menyebabkan harga bahan-bahan pokok meningkat
tajam. Kemudian pada tahun 1999 mulai menurun tajam mencapai 1,64 persen.
Laju inflasi terus mengalami fluktuasi, hingga pada tahun 2005 mencapai
nilai 17,11 persen karena kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM.
Kemudian terus turun hingga tahun 2007 menjadi 5,71 persen.
4.2 Perkembangan Variabel Penelitian
4.2.1
Tabungan Masyarakat Sulawesi Selatan Periode Tahun 1995 – 2009
Dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk tabungan dilakukan
oleh lembaga keuangan bank, baik itu bank milik pemerintah maupun bank milik
swasta. Menurut data BPS hingga tahun 2006 di provinsi Sulawesi Selatan ada
375 bank pemerintah dan 143 bank swasta yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk tabungan. Penghimpunan tabungan masyarakat ini
memperlihatkan perkembangan yang positif dengan adanya peningkatan dari
tahun ke tahun, kecuali dari tahun 2004 ke tahun 2005. Masyarakat mulai ingin
meninggalkan kebiasaan lama mereka yang menganggap menyimpan uang “di
bawah kasur” lebih aman daripada menyimpan uang di bank. Hal ini disebabkan
oleh adanya produk yang ditawarkan oleh pihak bank sehingga masyarakat
tertarik untuk menyimpan uangnya di bank. Selain itu suku bunga juga
berpengaruh dalam penghimpunan dana tersebut, dan juga pendapatan yang terus
meningkat.
Untuk mengetahui besarnya dana masyarakat yang dihimpun dalam
bentuk tabungan oleh bank di provinsi Sulawesi Selatan selama periode tahun
1995 – 2009 dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4
Perkembangan Tabungan Masyarakat Di Provinsi Sulawesi Selatan
Periode Tahun 1995 – 2009
(dalam milyar rupiah)
Tahun
Tabungan
(Milyar Rp.)
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber :
1.188,71
1.534,25
1.715,92
2.018,48
3.380,13
3.985,62
4.693,44
5.392,65
6.584,02
7.584,56
7.482,17
9.104,10
12.323,77
14.480,75
17.968,23
Pertumbuhan
(persen)
29
12
18
67
18
18
15
22
15
-1
22
35
18
24
Bank Indonesia Cabang Makassar, Statistik
Ekonomi Keuangan Daerah, Berbagai Edisi,
Data Diolah Kembali
Pada tabel 4.4 menunjukkan perkembangan tabungan masyarakat di
Sulawesi Selatan periode tahun 1995 – 2009. Tabel di atas menunjukkan
perkembangan tabungan yang positif. Kecuali pada tahun 2005 mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya.
Pada tahun 1995 tabungan masyarakat berada pada nilai 1.188,71 milyar
rupiah. Kemudian pada tahun 1996 meningkat sebesar 29 persen menjadi 1.534,25
milyar rupiah.
Pada saat terjadi krisis moneter di Asia Tenggara dan Indonesia antara
tahun 1997 – 1998, pemerintah Sulawesi Selatan tetap mampu menjaga
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Hal ini terlihat dari tetap
meningkatnya nilai tabungan masyarakat dari 1.715,92 milyar rupiah pada tahun
1997 menjadi 2.018,48 milyar rupiah pada tahun 1998, dengan tingkat persentase
18 persen. Ini salah satunya juga diakibatkan oleh tingkat suku bunga tabungan
yang mencapai level 48 persen.
Pada tahun 1999 dimana tingkat bunga turun sebesar 29 persen dari tahun
1998, namun tidak mengurangi keinginan masyarakat untuk menyimpan uang di
bank. Ditunjukkan dengan peningkatan sebesar 67 persen dari tahun sebelumnya,
tabungan masyarakat dihimpun sebesar 3.380,13 milyar rupiah pada tahun 1999.
Hingga tahun 2000 nilai tabungan masyarakat meningkat sekitar 5 kali lipat dari
tahun 1995 menjadi 3.985,62 milyar rupiah.
Kemudian dari tahun 2000 hingga tahun 2004 terjadi hal yang sama yaitu
tabungan masyarakat meningkat. Tahun 2004 tabungan masyarakat Sulawesi
Selatan senilai 7.584,56 milyar rupiah, meningkat 15 persen dari tahun 2003 yang
pada saat itu senilai 6.584,02 milyar rupiah.
Pada tahun 2005 terjadi penurunan tabungan masyarakat dari tahun 2004
sebesar 1 persen. Pada 2005 tabungan masayarakat sebesar 7.482,17 milyar
rupiah. Salah satu faktor yang mengakibatkan penurunan nilai tabungan
masyarakat adalah kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM sehingga
konsumsi masyarakat menjadi bertambah. Selain itu juga karena menurunnya
tingkat suku bunga tabungan dari 5,16 persen menjadi 4,93 persen.
Dan diakhir tahun pengamatan 2009 posisi tabungan masyarakat
Sulawesi Selatan mencapai 17.968,23 milyar rupiah, meningkat 24 persen dari
tahun 2008 yang menembus angka 14.480,75 milyar rupiah.
Dengan menunjukkan perkembangan dan peningkatan yang positif
selama lebih dari satu dasawarsa, hal ini bukan saja menguntungkan bankir, akan
tetapi menguntungkan para pengguna jasa perbankan. Hal ini diharapkan bisa
mendukung sektor riil sehingga dapat menggerakkan roda perekonomian untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang ideal.
4.2.2
PDRB Riil Sulawesi Selatan Periode Tahun 1995 – 2009
PDRB merupakan salah satu indikator yang biasa dipakai untuk
mengukur tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah dalam jangka waktu
tertentu. PDRB adalah nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi dalam
satu wilayah biasanya dalam jangka waktu satu tahun tanpa membedakan
kepemilikan faktor-faktor produksi. PDRB juga bisa digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi suatu daeerah.
Tabel 4.5 menunjukkan keadaan PDRB riil Sulawesi Selatan selama 15
tahun dari tahun 1995 – 2009. Dapat dilihat PDRB riil Sulawesi Selatan
mengalami pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun
1998 yang pada saat itu terjadi krisis moneter dan pada tahun 2001. Tercatat
selama 15 tahun dari tahun awal 1995 hingga tahun 2009 akhir perhitungan,
PDRB riil tahun 1996 dan tahun 2008 yang mengalami pertumbuhan yang paling
besar yaitu kedua-duanya sebesar 8 persen dari tahun sebelumnya.
Tabel 4.5
Perkembangan PDRB Riil Berdasarkan Harga Konstan
Di Provinsi Sulawesi Selatan
Periode Tahun 1995 – 2009 (dalam milyar rupiah)
Tahun
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber :
PDRB Riil (2000)
(Milyar Rp.)
26.670,37
28.887,16
30.128,30
28.522,85
29.329,40
30.763,33
29.735,72
30.948,82
32.627,38
34.345,08
36.421,78
38.867,68
41.332,43
44.549,82
47.314,02
Pertumbuhan
(persen)
8
4
-5
3
5
-3
4
5
5
6
7
6
8
6
Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, Sulawesi
Selatan Dalam Angka, Berbagai Edisi, Data Diolah
Kembali
Pada tabel 4.5, PDRB riil Sulawesi Selatan tahun 1995 sebesar 26.670,37
milyar rupiah. Kemudian meningkat sebesar 8 persen pada tahun 1996 pada posisi
28.887,16 milyar rupiah. Hingga pada tagun 1997 PDRB riil Sulawesi Selatan
menembus angka 30.128,30 milyar rupiah, yang meningkat sebesar 4 persen dari
tahun sebelumnya.
Tren positif yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDRB riil Sulawesi
Selatan, terpatahkan pada tahun 1998 dimana terjadi penurunan sebesar 5 persen
dari tahun sebelumnya. PDRB riil Sulawesi Selatan pada tahun 1998 sebesar
28.522,85 milyar rupiah. Hal ini disebabkan pada medio akhir 1997 hingga 1998
terjadi krisis moneter yang melanda Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, dan
Thailand). Krisis moneter ini menyebabkan produktivitas masyarakat menurun
diakibatkan mahalnya bahan baku dan biaya produksi.
Meskipun masih merasakan dampak krisis moneter, akan tetapi PDRB
riil Sulawesi Selatan pada tahun 1999 dan 2000 meningkat menjadi berturut-turut
sebesar 29.329,40 milyar rupiah dan 30.763,33 milyar rupiah. Pertumbuhan
PDRB riil pada tahun 1999 hanya sebesar 3 persen dan tahun 2000 sebesar 5
persen. Akan tetapi dampak krisis moneter masih terasa pada tahun 2001, dimana
PDRB riil Sulawesi Selatan mengalami penurunan sebesar 3 persen menjadi
29.735,72 milyar rupiah.
Kemudian pada tahun 2002 hingga 2008 PDRB rill Sulawesi Selatan
terus mengalami peningkatan rata-rata sebesar 5 persen – 6 persen, dengan
pertumbuhan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 8 persen dari tahun sebelumnya
pada posisi 44.549,82 milyar rupiah. Pada akhir tahun penelitian PDRB riil
Sulawesi Selatan sebesar 47.314,02, yang meningkat sebesar 6 persen dari tahun
2008.
Dari tabel 4.5 bisa disimak selama 15 tahun PDRB riil Sulawesi Selatan
relatif stabil. Terlepas dari krisis moneter, pemerintah Sulawesi Selatan mampu
memperbaiki dan membangun kembali perekonomian Sulawesi Selatan sehingga
Sulawesi Selatan menjadi provinsi yang menyumbang kontribusi besar bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bahkan rata-rata pertumbuhan PDRB riil
Sulawesi Selatan lebih besar dibanding dengan Indonesia selama 15 tahun dari
tahun 1995 – 2009.
4.2.3
Suku Bunga Sulawesi Selatan Periode Tahun 1995 – 2009
Tingkat suku bunga merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadapa kegiatan dan perkembangan perokonomian suatu negara. Suku bunga
juga dijadikan salah satu instrumen pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan
penting dalam mengatur perekonomian.
Untuk menghimpun dana dari masyarakat, faktor suku bunga ini yang
merupakan salah satu faktor pendorong masyarakat untuk menyimpan uanganya
dalam bentuk tabungan di bank. Semakin tinggi tingkat suku bunga yang
ditawarkan oleh bank, maka semakin banyak masyarakat yang menyimpan
uangnya di bank.
Dalam perkembangan tingkat suku bunga di Sulawesi Selatan, pada
dasarnya tidaklah terlalu jauh perbedaannya dengan perkembangan tingkat suku
bunga di Indonesia dan daerah-daerah lainnya secara umum. Hal ini disebabkan
adanya intervensi Bank Indonesia, sehingga perkembangan tingkat suku bunga
yang terjadi berdampak pada seluruh daerah di Indonesia. Perkembangan tingkat
suku bunga di Sulawesi Selatan periode tahun 1995 – 2009 ditunjukkan oleh tabel
4.6 di bawah ini.
Tabel 4.6
Perkembangan Tingkat Suku Bunga Tabungan
Di Provinsi Sulawesi Selatan
Periode Tahun 1995 – 2009 (dalam persen)
Tahun
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber :
Suku Bunga
(persen)
18,35
17,22
25,00
48,00
34,00
14,06
17,59
13,06
7,66
5,16
4,93
4,81
4,07
3,91
3,68
persentase
(persen)
-6
45
92
-29
-59
25
-26
-41
-33
-4
-2
-15
-4
-6
Bank Indonesia Cabang Makassar, Statistik
Ekonomi Keuangan Daerah, Berbagai Edisi
Dari data tingkat suku bunga pada tabel 4.6, dapat dilihat antara tahun
1995 – 2001 terjadi fluktuasi tingkat suku bunga. Pada tahun 1995 tingkat suku
bunga sebesar 18,35 persen. Kemudian terjadi penurunan sebesar 6 persen pada
tahun 1996 menjadi 17,22 persen. Akan tetapi pada tahun 1997 tingkat suku
bunga kembali menunjukkan perkembangan postif dengan naik sebesar 45 persen
menjadi 25,00 persen.
Pada tahun 1998, tingkat bunga berada pada posisi tertinggi (selama 15
tahun) yakni 48 persen., meningkat 92 persen dari tahun 1997. Hal ini disebabkan
oleh pada saat itu pemerintah mengambil kebijakan uang ketat (tight money
policy). Pemerintah mengambil kebijakan ini untuk mengatasi inflasi yang pada
saat itu juga sangat tinggi mencapai 86 persen. Di samping itu pemerintah juga
berupaya mencegah aliran dana keluar (capital out flow).
Kemudian pada tahun 1999 dan 2000 tingkat suku bunga turun sebesar
berturut-turut 29 persen dan 59 persen, menjadi berturut-turut 34,00 persen dan
14,06 persen. Hal ini dilakukan untuk kembali menggerakkan sektor2 produksi
agar dapat mengembalikan perekonomian menjadi normal kembali setelah krisis
moneter dan inflasi yang tinggi pada tahun 1998.
Tingkat suku bunga kembali berfluktuasi pada tahun 2001 dengan naik
sebesar 25 persen menjadi 17,59 persen. Kemudian pada tahun 2002 kembali
turun sebesar 26 persen menjadi 13,06 persen. Tingkat suku bunga mengalami
perkembangan negatif dengan terus turun hingga tahun 2009 menjadi sebesar 3,68
persen saja.
Sejalan
dengan
membaiknya
kondisi
perekonomian
dan
untuk
menggerakkan sektor riil dan UMKM, pemerintah melalui Bank Indonesia mulai
tahun 2003 – 2009 melonggarkan kontraksi moneter dengan menurunkan tingkat
suku bunga tabungan. Sehingga dengan menurunnya tingkat suku bunga tabungan
ini akan menurunkan juga tingkat bunga kredit. Sehingga para pedagang kecil,
UMKM, dan investor tertarik untuk mengambil dana pinjaman untuk
menggerakkan roda usaha sehingga perekonomian bisa kembali terdongkrak.
4.3 Hasil Pengujian Statistik
4.3.1
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji
multikolinieritas. Uji multikolinieritas digunakan untuk melihat ada atau
tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model
regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel
bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya
menjadi terganggu.
Salah
satu
cara
mengukur
multikolinieritas
yang mudah
cara
menghitungnya adalah variance inflation factor (VIF). Setiap variabel bebas
memiliki satu VIF. Semakin tinggi VIF, semakin berat dampak dari
multikolinieritas. Pada umumnya, multikolinieritas dikatakan berat apabila angka
VIF dari suatu variabel lebih dari 10,000.
Setelah dihitung dengan menggunakan peralatan SPSS, maka nilai VIF
masing variabel PDRB riil (X1) dan tingkat suku bunga (X2) sebesar 1,900. Hal
ini berarti dampak dari multikolinieritas terhadap variabel-variabel bebas sangat
kecil.
4.3.2
Uji Hipotesis
Sebelum membuktikan hipotesis yang telah diajukan pada Bab II, perlu
diingatkan kembali bahwa metode yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil
(Ordinary Least Square / OLS). OLS digunakan untuk menghitung regresi
berganda, selain itu juga untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat baik itu secara parsial (sebagian) maupun secara
simultan (keseluruhan).
Data yang digunakan dalam perhitungan ini adalah time series dari tahun
1995 – 2009 mengenai PDRB riil dan tingkat suku bunga sebagai variabel bebas,
dan tabungan masyarakat sebagai variabel terikat.
Setelah diuji dengan menggunakan perlatan ekonometrika program
SPSS, maka diperoleh hasil perhitungan regresi sebagai berikut :
Ln Y = –31,950 + 3,897 X1 + (–0,010) X2
Uji t
(–4,054)
(5,222)
(–1,019)
Uji F = 33,851
Uji R = 0.922
R2
= 0.849
Pada persamaan di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien β0 adalah
– 31,950. Hal ini berarti apabila semua variabel bebas tetap, maka tabungan
masyarakat mengalami penurunan sebesar 31,950 persen. Sedangkan koefisien β1
sebesar 3,897 dan β2 sebesar –0,010.
Untuk mengetahui tingkat signifikan variabel bebas terhadap variabel
terikat secara parsial, maka dilakukan uji t dengan cara membandingkan thitung
dengan ttabel. Dengan degree of freedom (df) = 12, dan level of significance 5
persen = 0,05, maka diperoleh ttabel sebesar 1,782. Untuk thitung variabel PDRB rill
(X1) sebesar 5,222, sedangkan thitung variabel tingkat suku bunga (X2) sebesar –
1,019.
Sedangkan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel bebas terhadap
variabel terikat secara menyeluruh, maka digunakan uji F dengan cara
membandingkan Fhitung dengan Ftabel. Dengan degree of freedom (df) = 2 dan 12,
serta level of significance 5 persen = 0,05, maka diperoleh Ftabel sebesar 3,89. Dari
hasil regresi diperoleh Fhitung sebesar 33,851. Sehingga Fhitung > Ftabel, H0 diterima
dan H1 ditolak. Hal ini berarti bahwa secara simultan (menyeluruh) variabelvariabel bebas (PDRB riil dan suku bunga) memiliki pengaruh yang berarti
terhadap variabel terikat (tabungan masyarakat).
Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat, maka dilihat dari koefisien korelasi (R). Dari hasil perhitungan,
koefisien korelasi (R) diperoleh sebesar 0,922 atau 92,2 persen. Hal ini berarti
antara variabel bebas dan variabel terikat memiliki hubungan yang sangat erat
(kuat).
Kemudian untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas yang
dibahas terhadap besarnya variabel terikat, maka digunakan ukuran koefisien
determinasi (R2). Dari hasil perhitungan, koefisien determinasi (R2) diperoleh
sebesar 0,849 atau 84,9 persen. Hal ini berarti variabel bebas yang dibahas 84,9
persen menentukan besarnya variabel terikat, dan sisanya sebesar 15,1 persen
ditentukan oleh variabel di luar model dan pembahasan.
4.4 Pengaruh PDRB Riil Terhadap Tabungan Masyarakat
PDRB riil memilki pengaruh yang besar terhadap tabungan masyarakat.
Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian statistik. Besarnya koefisien β1 adalah
3,897 dengan tingkat signifikansi 0,000. Artinya adalah apabila PDRB riil (X1)
meningkat sebesar 1 persen, maka tabungan masyarakat meningkat sebesar 3,897
persen dengan pengaruh yang sangat signifikan, dengan asumsi variabel lain tetap.
Pengaruh yang sangat signifikan ini menunjukkan bahwa kenyataan yang ada di
sampel sama dengan kenyataan di populasi.
Pada variabel PDRB riil (X1) menunjukkan thitung sebesar 5,222. Dengan
ttabel sebesar 1,782, maka thitung > ttabel, H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti
sesuai dengan teori dimana PDRB riil memiliki pengaruh positif terhadap
tabungan masyarakat. Semakin meningkatnya PDRB riil maka tabungan juga
meningkat.
Keynes dalam Sukirno (2000) menyatakan bahwa tabungan tergantung
pada besar kecilnya tingkat pendapatan rumah tangga itu. Jumlah pendapatan
yang diterima menentukan jumlah tabungan masyarakat.
Pada gambar 4.1 menggambarkan hubungan antara PDRB riil dan
tabungan masyarakat. Pada gambar 4.1 dapat dilihat hubungan antara PDRB riil
dan tabungan masyarakat. Pada tahun 1995 hingga tahun 1997 menunjukkan
peningkatan PDRB riil diikuti juga dengan peningkatan tabungan masyarakat.
Namun saat terjadi krisis ekonomi tahun 1998 PDRB riil menurun, akan tetap
tabungan masyarakat tetap meningkat. Hal ini terjadi karena kebijakan pemerintah
untuk mencegah inflasi dengan menaikkan suku bunga tabungan.
Gambar 4.1
Hubungan Antara PDRB Riil Dan Tabungan Masyarakat Sulawesi Selatan
Periode Tahun 1995 – 2009 (milyar rupiah)
50,000.00
45,000.00
40,000.00
35,000.00
30,000.00
25,000.00
20,000.00
PDRB Riil (milyar)
15,000.00
10,000.00
5,000.00
Tabungan
Masyarakat
(milyar)
Sumber
:
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
-
Diolah Dari Tabel 4.4 dan Tabel 4.5
Pada tahun 2001 terjadu penurunan PDRB riil, namun tabungan
masyarakat tetap naik. PDRB riil kemudian mengalami peningkatan pada tahun
2002 hingga tahun 2009. Pada tahun 2005 ketika PDRB riil mencapai
Rp.36.421,78 milyar, tabungan masyarakat justru menurun. Hal ini disebabkan
oleh adanya kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM. Meskipun PDRB
riil meningkat akan tetapi konsumsi masyarakat juga meningkat sehingga
tabungan pun menurun.
Setelah melakukan perhitungan dan melihat gambar 4.1 di atas, dapat
dilihat bahwa PDRB riil berbanding lurus dengan tabungan masyarakat. PDRB
merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Jadi jika PDRB riil meningkat maka
pendapatan masyarakat juga meningkat. Dengan meningkatnya pendapatan, maka
tabungan masyarakat juga meningkat dengan asumsi konsumsi konstan atau tidak
meningkat secara besar.
Sesuai hasil pengujian statistik, PDRB riil memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap tabungan masyarakat, dengan tingkat signifikansi
0,000. Jika pendapatan meningkat, maka tabungan masyarakat juga akan
meningkat.
4.5 Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Tabungan Masyarakat
Hasil pengujian statistik variabel tingkat suku bunga menunjukkan
besarnya koefisien β2 adalah –0,010 dengan tingkat signifikansi 0,328. Artinya
bahwa apabila tingkat suku bunga (X2) meningkat sebesar 1 persen, maka
tabungan masyarakat menurun sebesar 0,010 persen dengan pengaruh yang tidak
signifikan, dengan asumsi variabel lain tetap. Pengaruh yang tidak signifikan ini
menunjukkan bahwa kenyataan yang ada di sampel berbeda dengan kenyataan di
populasi.
Pada variabel suku bunga (X2) menunjukkan thitung sebesar
–1,019.
Dengan ttabel sebesar 1,782, maka thitung < ttabel, H0 ditolak dan H1 diterima. Suku
bunga memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan. Hal ini berarti tidak
sesuai dengan teori yang menyatakan suku bunga memiliki pengaruh yang positif
dan signifkan terhadap tabungan masyarakat.
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Klasik. Menurut
Klasik tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga
tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Pada saat itu masyarakat
sebagai pemilik modal menjadikan suku bunga sebagai pendapatan. Transaksi
antara pemilik modal dan investor itulah yang menghasilkan suku bunga.
Masyarakat tidak terlalu memperhatikan faktor suku bunga ini, karena
tabungan masyarakat tetap meningkat pada saat suku bunga turun. Keynes
menyatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya suatu tingkat suku
bunga yang normal. Apabila tingkat suku bunga turun di bawah normal,
masyarakat yakin bahwa tingkat suku bunga akan kembali ke tingkat normal pada
waktu yang akan datang.
Hubungan antara tingkat suku bunga dan tabungan masyarakat dapat
dilihat pada tabel gambar 4.2. Dengan tingkat bunga yang nilainya berfluktuasi
tidak
mempengaruhi
tabungan
masyarakat
yang
terus
menunjukkan
perkembangan yang positif. Kecuali pada tahun 2005 dimana pada saat itu suku
bunga menurun dan tabungan masyarakat juga menurun. Selain karena
menurunnya suku bunga, pada saat itu tabungan masyarakat menurun juga karena
bertambahnya konsumsi masyarakat sebagai akibat dari kebijakan pemerintah
yang menaikkan harga BBM.
Gambar 4.2
Hubungan Antara Tingkat Suku Bunga Terhadap Tabungan Masyarakat
Sulawesi Selatan Periode Tahun 1995 – 2009
2000
1800
1600
1400
1200
1000
Suku Bunga
(persen)
800
600
Tabungan
Masyarakat
(milyar)
400
200
0
Sumber :
Diolah Dari Tabel 4.4 dan Tabel 4.6
Gambar 4.2 di atas menunjukkan hubungan antara tingkat suku bunga
dan tabungan masyarakat. Tingkat suku bunga tidak memiliki pengaruh yang
besar terhadap tabungan masyarakat. Hal ini dapat dilihat ketika suku bunga pada
tahun 1995 sebesar 18,35 persen menurun pada tahun 1996 menjadi 17,22 persen,
namun tabungan masyarakat tetap meningkat.
Suku bunga hanya berperan penting pada tahun 1998 ketika terjadi krisis
moneter dimana pemerintah menaikkan suku bunga sampai 48 persen untuk
mencegah inflasi besar-besaran. Kebijakan ini ampuh menaikkan tabungan
masyarakat. Begitu juga pada tahun 2001 ketika di satu sisi PDRB menurun
namun pemerintah menaikkan suku bunga sehingga tabungan juga mengalami
peningkatan.
Setalah tahun 2001 tingkat suku bunga terus mengalami penurunan
hingga pada tahun 2009 hanya mencapai 3,68 persen saja. Namun hal ini tidak
mempengaruhi perkembangan tabungan masyarakat.
Walaupun tingkat suku bunga meningkat, belum tentu tabungan
masyarakat meningkat. Hal ini tidak sesua dengan teori yang mengatakan bahwa
makin tinggi tingkat bunga maka makin tinggi juga keinginan masyarakat untuk
menabung.
Setelah melakukan pengujian statistik, maka tingkat suku bunga memiliki
pengaruh yang negatif dan tidak signifikan, dengan tingkat signifikansi sebesar
0,328.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada rumusan masalah dan pembahasan sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
PDRB riil berpengaruh positif dan signifikan terhadap tabungan masyarakat.
Hal ini berarti peningkatan pada PDRB riil akan berdampak pada peningkatan
tabungan masyarakat di Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan demikian secara
empirik hubungan PDRB riil dengan tabungan masyarakat di Provinsi
Sulawesi Selatan mendukung landasan teori.
2.
Tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
tabungan masyarakat. Hal ini berarti peningkatan pada tingkat suku bunga
tidak berdampak pada peningkatan tabunga masyarakat di Provinsi Sulawesi
Selatan. Dengan demikian secara empirik hubungan tingkat suku bunga
dengan tabungan masyarakat di Provinsi Sulawesi Selatan tidak mendukung
landasan teori.
5.2 Saran-Saran
1.
Pemerintah Sulawesi Selatan diharapkan untuk terus mengontrol dan
meningkatkan pertumbuhan PDRB rill yang merupakan faktor penting dalam
peningkatan tabungan masyarakat Sulawesi Selatan.
2.
Lembaga perbankan hendaknya mengambil kebijakan menaikkan suku bunga
tabungan agar keinginan masyarakat untuk menyimpan uangnya dalam
bentuk tabungan juga semakin besar karena ada pendapatan yang didapat dari
menyimpan uang di tabungan. Hal ini agar suku bunga tabungan bisa
memberikan pengaruh yang positif terhadap tabungan masyarakat.
3.
Untuk studi berikutnya, diharapkan perlu untuk mengkaji faktor atau variabel
bebas yang lain terhadap tabungan masyarakat. Karena hasil penelitian
menyatakan bahwa tabungan masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor atau
variabel bebas yang lainnya, misalnya konsumsi dan inflasi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2008. Sulawesi Selatan dalam Angka 2008. Makassar.
Bahri, Syaiful. 2002. Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan PDRB Riil
terhadap Tabgungan Masyarakat di Sulawesi Selatan (1983-2000). Skripsi
Program Sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.
Boediono. 1992. Ekonomi Makro Edisi 4. Yogyakarta : BPFE UGM.
Brilliant, Kusuma Vanda. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Konsumsi Masyarakat di Indonesia (Tahun 1988-2005). Skripsi Program
Sarjana Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Djunaidi,
L.
2009.
Statistik
Pendidikan.
http://statistikpendidikanii.blogspot.com/2009/01/pengujian-asumsi-klasikregresi.html. Diakses tanggal 1 Januari 2012.
Hasibuan, Malayu S.P. 1997. Dasar-Dasar Perbankan. Bumi Aksara. Jakarta.
Jafar, EK. Syamsuddin. 1993. Ekonomi Moneter. Kota Kembang. Yogyakarta.
Jhingan, M.L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Terjemahan : D.
Guritno. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Kasmir. 2004. Pemasaran Bank. Kencana Prenada Media. Jakarta.
Konsultan
Statistik.
2009.
Uji
Asumsi
Klasik.
http://www.konsultanstatistik.com/2009/03/uji-asumsi-klasik.html. Diakses
tanggal 1 Januari 2012.
Nasution, Anwar. 1991. Tinjauan Ekonomi atas Dampak Paket Deregulasi Tahun
1988 pada Sistem Keuangan Indonesia. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Nopirin. 1992. Ekonomi Moneter. BPFE. Yogyakarta.
Pass, Christopher & Bryan Lowes. 1994. Kamus Lengkap Ekonomi. Terjemahan :
Tumpul Rumapea & Posman Haloho. Erlangga. Jakarta.
Paul A., Samuelson & William Nordhaus. 1997. Makro Ekonomi. Erlangga.
Jakarta.
Saleh. 2003. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Tabungan Masyarakat
di Kabupaten Bone. Skripsi Program Sarjana Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Sukirno, Sadono. 1991. Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi. LPFE-UI.
Jakarta.
--------------------. 2000. Makro Ekonomi Modern. Rajawali Pers. Jakarta.
---------------------. 2000. Pengantar Teori Makroekonomi. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
---------------------. 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Standar Layanan Mandiri Prioritas PT. Bank X (Persero) Tbk. Outlet Prioritas
Cabang Slamet Riyadi. 2010. Makassar.
Suriani. 2001. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Tabungan
Masyarakat di Kabupaten Wajo Tahun 1983-2000. Skripsi Program Sarjana
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Tahir, Muhammad Asrul. 2009. Analisis Pengaruh PDRB dan Suku Bunga
Terhadap Tabungan Masyarakat Kota Makassar Periode 1993-2007.
Skiripsi Program Sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.
Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan
Lain. Salemba Empat. Jakarta.
Wijaya, R.M.A. Data. http://www.scribd.com/doc/34961289/Pengertian-data.
Diakses tanggal 31 Desember 2011.
Regression
Variables Entered/Removed(b)
Model
1
Variables
Entered
Variables
Removed
X2, X1(a)
a All requested variables entered.
b Dependent Variable: Y
Method
.
Enter
Model Summary
Model
1
R
,922(a)
R Square
,849
Adjusted R
Square
,824
Std. Error of the
Estimate
,35387
a Predictors: (Constant), X2, X1
ANOVA(b)
Model
1
Sum of
Squares
8,478
2
Mean Square
4,239
Residual
1,503
12
,125
Total
9,981
14
Regression
df
F
33,851
Sig.
,000(a)
a Predictors: (Constant), X2, X1
b Dependent Variable: Y
Coefficients(a)
Model
1
(Constant)
Unstandardized
Coefficients
Std.
B
Error
-31,950
7,881
Standardized
Coefficients
t
Sig.
Beta
Collinearity
Statistics
Tolerance
-4,054
,002
VIF
X1
3,897
,746
,806
5,222
,000
,526
1,900
X2
-,010
,010
-,157
-1,019
,328
,526
1,900
a Dependent Variable: Y
Download