6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Akuntansi Biaya
Akuntansi biaya berasal dari Inggris dan diciptakan oleh para insinyur
industi (industrial engineer) untuk tujuan penghitungan secara akurat kos produk.
Informasi kos produk ini dimanfaatkan untuk dasar pengelolaan kegiatan produksi
produk dalam kegiatan manufaktur. Akuntansi biaya ini diciptakan sekitar tahun
1880-1925.
Akuntansi biaya merupakan proses pencatatan, penggolongan, peringkasan
dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara
tertentu, serta penafsiran terhadapnya. (Mulyadi, 1990:6). Obyek kegiatan
akuntansi biaya adalah biaya.
Proses akuntansi biaya dapat ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
pemakai luar perusahaan. Dalam hal ini proses akuntansi biaya harus
memperhatikan karakteristik akuntansi keuangan. Proses akuntansi biaya dapat
ditujukan pula untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam perusahaan dan di sini
akuntansi biaya harus memperhatikan karakteristik akuntansi manajemen.
Tiga tujuan pokok dari akuntansi biaya antara lain : penentuan harga
pokok produk, pengendalian biaya dan pengambilan keputusan khusus. Untuk
tujuan penentuan harga pokok produk, akuntansi biaya mencatat, menggolongkan
dan meringkas biaya-biaya pembuatan produk atau penyerahan jasa. Biaya yang
dikumpulkan dan disajikan adalah biaya yang terjadi di masa lalu atau biaya
historis.
6
7
Pengendalian biaya harus didahului dengan penentuan biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk memproduksi satu satuan produk. Jika biaya yang
seharusnya ini telah ditetapkan, akuntansi biaya bertugas memantau apakah
pengeluaran biaya yang sesunguhnya sesuai dengan biaya yang seharusnya
tersebut.
Pengambilan keputusan khusus menyangkut masa yang akan datang.
Akuntansi biaya untuk pengambilan keputusan khusus bertugas menyediakan
biaya masa yang akan datang. Informasi biaya ini tidak dicatat dalam akuntansi
biaya, melainkan hasil dari proses peramalan. Karena keputusan khusus
merupakan sebagian besar kegiatan manajemen perusahaan, laporan akuntansi
biaya untuk memenuhi tujuan pengambilan keputusan adalah bagian dari
akuntansi manajemen.
2.1.1 Aliran Biaya Dalam Perusahaan Manufaktur
Pada akuntansi biaya tidak ditambahkan langkah baru terhadap siklus
akuntansi yang sudah dikenal, maupun menghilangkan prinsip-prinsip dalam
akuntansi keuangan (Usry, 2004:97). Akuntansi biaya berkaitan dengan
pencatatan dan pengukuran elemen biaya saat sumber daya yang berhubungan
mengalir melalui proses produksi. Aliran biaya paralel dengan sumber daya
diilustrasikan pada gambar 2.1. Semua biaya manufaktur, tanpa mempedulikan
perilaku biaya tetap maupun variabel, mengalir melalui perkiraan barang dalam
proses dan persediaan barang jadi. Hal ini merefleksikan asumsi penyerapan biaya
penuh (full costing).
8
Gambar 2.1 Aliran Biaya Dalam Perusahaan Manufaktur
2.2 Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi merupakan harga pokok yang dikenakan pada suatu
barang akibat dari proses produksi. Menurut Muhadi (2001), harga pokok
produksi adalah biaya yang terjadi dalam rangka untuk menghasilkan barang jadi
atau produk dalam perusahaan manufaktur. Tujuan perusahaan dalam menghitung
atau menentukan harga pokok produksi adalah untuk mengevaluasi kembali harga
jual yang telah ditentukan. Komponen untuk menentukan harga pokok produksi
adalah biaya produksi yang digolongkan menjadi tiga, yaitu:
a. Biaya bahan baku
b. Biaya tenaga kerja langsung
c. Biaya overhead pabrik
9
Biaya-biaya yang terjadi di bagian pemasaran, bagian administrasi dan
dan bagian umum tidak digolongkan sebagai biaya produksi. Karena itu, biayabiaya tersebut tidak masuk ke dalam biaya overhead pabrik.
Proses produksi yang paling sederhana dan mendasar adalah proses
penggabungan antara biaya bahan baku, biaya tenaga kerja tak langsung dan
factory overhead. Secara sederhana digambarkan pada gambar 2.2.
Bahan baku
Tenaga kerja langsung
Produksi
Produk
Factory overhead
Gambar 2.2 Proses Produksi Sederhana
Pada gambar 2.2, bahan baku, tenaga kerja langsung dan factory
overhead diolah dalam proses produksi dan menghasilkan produk.
Untuk dapat menentukan harga pokok produksi yang tepat dan benar,
diperlukan informasi tentang biaya-biaya yang tepat dan benar pula. Rumus
perhitungan harga pokok produksi seperti di bawah ini.
HPProduksi = BBB + BTKL+ BOP….……………………………………….(2.1)
Keterangan :
HPProduksi
BBB
: Harga Pokok Produksi
: Biaya Bahan Baku
BTKL : Biaya Tenaga Kerja Tak Langsung
BOP
: Biaya Overhead Pabrik
10
2.2.1 Biaya Bahan Baku
Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh
produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat
diperoleh dari pembelian lokal, impor atau dari pengolahan sendiri. Di dalam
memperoleh bahan baku, perusahaan tidak hanya mengeluarkan sejumlah harga
beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan biaya-biaya pembelian,
pergudangan dan biaya perolehan lainnya (Mulyadi, 1990).
Menurut prinsip akuntansi yang lazim, semua biaya yang terjadi untuk
memperoleh bahan baku dan untuk menempatkannya dalam keadaan siap diolah
merupakan unsur harga pokok bahan baku yang dibeli. Oleh karena itu, harga
pokok bahan baku tidak hanya berupa harga yang tercantum dalam faktur
pembelian saja. Harga pokok bahan baku terdiri dari harga beli (harga yang
tercantum dalam faktur pembelian) ditambah dengan biaya-biaya pembelian dan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan bahan baku tersebut dalam
keadaan siap diolah.
Harga beli dan angkutan merupakan unsur yang mudah diperhitungkan
sebagai harga pokok bahan baku, sedangkan biaya pesan (order cost), biaya
penerimaan, pembongkaran, asuransi, pergudangan dan biaya akuntansi bahan
baku merupakan biaya yang sulit diperhitungkan. Di dalam praktek, pada
umumnya harga pokok bahan baku hanya dicatat sebesar harga beli menurut
faktur dari pemasok. Hal ini dilakukan karena pembagian biaya pembelian kepada
masing-masing jenis bahan baku dalam faktur seringkali memerlukan biaya
akuntansi yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan manfaat ketelitian
perhitungan harga pokok yang diperoleh. Sebagai akibatnya, biaya-biaya yang
11
dikeluarkan untuk memperoleh bahan baku dan untuk menjadikan bahan baku
siap diolah, pada umumnya diperhitungkan sebagai unsur biaya overhead pabrik.
Karena dalam perode akuntansi seringkali terjadi fluktuasi harga, maka
harga beli bahan baku juga berbeda dari pembelian yang satu dengan pembelian
yang lain. Oleh karena itu persediaan bahan baku yang ada di gudang mempunyai
harga pokok per satuan yang berbeda-beda, meskipun jenisnya sama. Untuk
mengatasi masalah ini diperlukan berbagai macam metode penentuan harga pokok
bahan baku yang dipakai dalam produksi (materials costing method) sebagai
berikut:
a. Metode masuk pertama keluar pertama (First in, First Out)
Untuk menentukan biaya bahan baku dengan anggapan bahwa harga pokok
per satuan bahan baku yang pertama masuk dalam gudang, digunakan untuk
menentukan harga bahan baku yang pertama kali dipakai.
Contoh perhitungan Biaya Bahan Baku metode FIFO
Persediaan bahan baku A pada tanggal 1 Januari 19X3 terdiri dari:
600 kg @ Rp 2.400 = Rp 1.440.000
400 kg @ Rp 2.500 = Rp 1.000.000
Transaksi pembelian dan pemakaian bahan baku selama bulan Januari 19X3
disajikan dalam tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Data Kuantitas Bahan Baku yang Dibeli
Tgl
6/1
Transaksi
Kuantitas
Harga beli
(kg)
per kg
Jumlah
Pemakaian
700
-
-
15/1 Pembelian
1.200
Rp 2.750
Rp 3.300.000
17/1 Pembelian
500
Rp 3.000
Rp 1.500.000
12
21/1 Pemakaian
1.100
-
Jumlah pemakaian
Rp 4.800.000
Maka, perhitungan biaya bahan baku yang dipakai dalam produksi tampak
pada gambar 2.3 di bawah ini.
Persediaan awal
Pembelian
1.000kg
1.700kg
Rp 2.440.000
4.800.000
Jumlah bahan baku yang tersedia untuk diolah
Persediaan akhir (dengan FIFO):
400 @Rp 2.750
500 @Rp 3.000
Rp 7.240.000
Rp 1.100.000
Rp 1.500.000
Rp 2.600.000
Biaya bahan baku bulan Januari
Rp 4.640.000
Gambar 2.3 Biaya Bahan Baku dengan Metode FIFO
b. Metode masuk terakhir keluar pertama (Last In, First Out)
Untuk menentukan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi
dengan anggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku yang terakhir
masuk dalam persediaan gudang, dipakai untuk menentukan harga pokok
bahan baku yang pertama kali dipakai dalam produksi. Cara perhitungan yang
dilakukan sama dengan cara perhitungan biaya bahan baku dengan metode
FIFO.
c. Metode rata-rata bergerak
Persediaan bahan baku yang ada di gudang dihitung harga pokok rata-ratanya
dengan cara membagi total harga pokok dengan jumlah satuannya. Setiap kali
terjadi pembelian yang harga pokok per satuannya berbeda dengan harga
13
pokok rata-rata persediaan yang ada di gudang, harus dilakukan perhitungan
yang baru. Bahan baku yang dipakai dalam proses produksi dihitung harga
pokoknya dengan mengalikan jumlah satuan bahan baku yang ada di gudang.
d. Metode biaya standar
Bahan baku yang dibeli dicatat dalam kartu persediaan sebesar harga standar
(standard price) yaitu harga taksiran yang mencerminkan harga yang
diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Harga standar merupakan
harga yang diperkirakan untuk tahun anggaran tertentu. Pada saat dipakai,
bahan baku dibebankan kepada produk pada harga standar tersebut.
e. Metode rata-rata harga pokok pada akhir bulan
Pada tiap akhir bulan dilakukan penghitungan harga pokok rata-rata per
satuan tiap jenis persediaan bahan baku yang di gudang. Harga pokok ratarata per satuan ini kemudian digunakan untuk menghitung harga pokok bahan
baku yang dipakai dalam produksi enam bulan berikutnya.
2.2.2 Biaya Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan
karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang
dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut (Mulyadi, 1992).
Dalam perusahaan manufaktur, penggolongan kegiatan tenaga kerja dapat
dilakukan sebagai berikut :
a. Penggolongan menurut fungsi pokok dalam organisasi perusahaan
Organisasi dalam perusahaan manufaktur dibagi kedalam tiga fungsi pokok:
produksi, pemasaran dan administrasi. Pembagian ini bertujuan untuk
14
membedakan biaya tenaga kerja yang merupakan unsur harga pokok produk
dari biaya tenaga kerja nonpabrik, yang bukan merupakan unsur harga pokok
produk, melainkan unsur biaya usaha. Berikut ini diberikan beberapa contoh
biaya tenaga kerja yang termasuk dalam tiap golongan tersebut:
 Biaya tenaga kerja produksi meliputi: gaji karyawan pabrik, biaya
kesejahteraan karyawan pabrik, upah lembur karyawan pabrik, upah
mandor pabrik, gaji manajer pabrik.
 Biaya tenaga kerja pemasaran meliputi: upah karyawan pemasaran, biaya
kesejahteraan karyawan pemasaran, biaya komisi pramuniaga, gaji
manajer pemasaran.
b. Penggolongan menurut kegiatan departemen-departemen dalam perusahaan
Dalam sutu perusahaan yang terdiri dari beberapa departemen, biaya tenaga
kerja digolongkan sesuai departemen tersebut. Contohnya, biaya tenaga kerja
bagian personalia. Penggolongan semacam ini dilakukan untuk memudahkan
pengendalian terhadap biaya tenaga kerja dalam tiap departemen yang
dibentuk dan yang bertanggung jawab adalah masing-masing kepala
departemen.
c. Penggolongan menurut jenis pekerjaannya
Dalam suatu departemen, tenaga kerja dapat digolongkan menurut sifat
pekerjaannya. Misalnya dalam suatu departemen produksi, tenaga kerja
digolongkan sebagai berikut : operator, mandor dan penyelia. Maka biaya
tenaga kerja digolongkan menjadi : upah mandor, upah operator dan upah
penyelia. Penggolongan biaya tenaga karja semacam ini dilakukan sebagai
dasar penetapan diferensiasi upah standar kerja.
15
d. Penggolongan menurut hubungan dengan produk
Dalam hubungannya dengan produk, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja
langsung dan tenaga kerja tak langsung. Tenaga kerja langsung adalah semua
karyawan yang secara langsung ikut serta memproduksi produk jadi, yang
jasanya dapat diusut secara langsung pada produk, dan yang upahnya
merupakan bagian yang besar dalam memproduksi produk upah tenaga kerja
langsung
diperlakukan
sebagai
biaya
tenaga
kerja
langsung
dan
diperhitungkan langsung sebagai unsur biaya produksi. Tenaga kerja yang
jasanya tidak secara langsung dapat diusut secara langsung pada produk
disebut tenaga kerja tak langsung. Upah tenaga kerja tak langsung disebut
dengan biaya tenaga kerja tak langsung dan merupakan unsur biaya overhead
pabrik. Upah tenaga kerja tak langsung dibebankan pada produk tidak secara
langsung, tetapi melalui tarif biaya overhead pabrik.
Cara perhitungan gaji dan upah
karyawan dalam perusahaan adalah
mengalikan tarif upah dengan jam kerja karyawan. Dengan demikian, untuk
menentukan upah seorang karyawan diperlukan data jumlah jam kerjanya selama
periode waktu tertentu.
Contoh perhitungan distribusi Biaya Tenaga Kerja:
Perusahaan XYZ mempunyai dua orang karyawan, karyawan Andi dan karyawan
Budi. Berdasarkan kartu hadir minggu pertama bulan April 19X1, bagian pembuat
daftar gaji dan upah membuat daftar gaji dan upah untuk periode yang
bersangkutan. Menurut kartu hadir, karyawan Andi bekerja selama 40 jam dengan
upah Rp.1000/jam dan karyawan Budi selama periode yang sama bekerja 40 jam
16
dengan tarif upah Rp.750/jam. Pada gambar 2.4 berikut diajikan distribusi biaya
tenaga kerja kedua karyawan tersebut
Distribusi biaya tenaga kerja
Karyawan A Karyawan B
Dibebankan sebagai biaya tenaga kerja langsung:
Pesanan #103
Pesanan #104
Dibebankan sebagai biaya overhead pabrik
Rp.15.000
20.000
5.000
Rp.15.000
7.500
5.000
Jumlah upah minggu pertama April 19X1
PPh yang dipotong oleh perusahaan 15% dari
upah minggu pertama April 19X1
Rp.40.000
Rp.30.000
6.000
4.500
jumlah upah bersih yang diterima karyawan
Rp.34.000
Rp.25.500
Gambar 2.4 Distribusi Upah Tenaga Kerja Langsung
2.2.3 Biaya Overhead Pabrik
Dalam buku Akuntansi Biaya, halaman 207, Mulyadi menggolongkan
Biaya Overhead Pabrik (BOP) menurut sifatnya menjadi enam golongan berikut
ini :
a. Biaya bahan penolong
Bahan penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau
bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil
bila dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut. Misalnya, dalam
perusahaan percetakan, yang termasuk bahan baku penolong antara lain: tinta
koreksi, perekat dan pita mesin ketik.
b. Biaya reparasi dan pemeliharaan
Biaya reparasi dan pemeliharaan berupa suku cadang (spareparts), biaya habis
pakai (factory supplies) dan harga perolehan jasa dari pihak luar perusahaan
17
untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan emplasemen, perumahan,
bangunan
pabrik,
mesin-mesin
dan
ekuipmen,
kendaraan
perkakas
laboratorium dan aktiva tetap lain yang digunakan untuk keperluan pabrik.
c. Biaya tenaga kerja tidak langsung
Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja pabrik yang upahnya tidak
dapat diperhitungkan secara langsung kepada produk atau pesanan tertentu.
Biaya tenaga kerja tak langsung terdiri dari upah, tunjangan dan biaya
kesejahteraan yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tidak langsung teresbut.
Tenaga kerja tidak langsung terdiri dari :
1) Karyawan yang bekerja pada departemen pembantu, seperti departemen
pembangkit tenaga listrik, bengkel dan departemen gudang.
2) Karyawan tertentu yang bekerja dalam departemen produksi, seperti
kepala departemen produksi, karyawan administrasi pabrik, mandor.
d. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap
Biaya-biaya dalam kelompok ini antara lain adalah biaya depresiasi
emplasemen pabrik, bangunan pabrik, mesin dan ekuipmen, perkakas
laboratorium dan aktiva tetap lain yang digunakan di pabrik.
e. Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu
Biaya-biaya dalam kelompok ini antara lain adalah biaya asuransi gedung,
asuransi kendaraan, asuransi karyawan, asuransi mesin dan peralatan.
f. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran
uang tunai.
BOP yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya reparasi
yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan.
18
Ditinjau dari perilaku unsur-unsur BOP dalam hubungannya dengan
volume kegiatan, BOP dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Biaya overhead pabrik tetap
BOP yang tidak berubah dalam kisar perubahan volume dalam kegiatan
tertentu.
b. Biaya overhead pabrik variabel
BOP yang berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
c. Biaya overhead pabrik semivariabel
BOP yang berubah tidak sebanding dengan volume kegiatan.
BOP juga digolongkan menurut hubungannya dengan departemen lain.
Jika disamping memiliki departemen produksi, perusahaan juga mempunyai
departemen-departemen pembantu (misalnya, departemen bengkel, departemen
gudang), BOP digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu: biaya overhead pabrik
langsung departemen (BOP yang terjadi dalam departemen tertentu dan
manfaatnya hanya dinikmati oleh departemen tersebut) dan biaya overhead pabrik
tidak langsung departemen yaitu BOP yang manfaatnya dinikmati oleh lebih dari
satu departemen.
Dalam menentukan BOP tidak dilakukan sembarangan. Pembebanan BOP
atas dasar biaya yang sesungguhnya terjadi seringkali mengakibatkan berubahubahnya harga pokok per satuan produk yang dihasilkan dari bulan yang satu ke
bulan yang lain. Hal ini akan berakibat pada penyajian harga pokok persediaan
dalam neraca dan besar kecilnya laba atau rugi yang dihasilkan oleh laporan rugi
laba, sehingga mempengaruhi keputusan-keputusan tertentu yang dilakukan oleh
manajemen. Sebenarnya harga pokok produksi per satuan tidak harus sama dari
19
bulan ke bulan. Kenaikan harga bahan baku, kenaikan tarif dasar listrik akan
mempengaruhi harga pokok produksi per satuan pada bulan kenaikan tersebut.
Naik turunnya harga pokok produksi per satuan tidaklah dikehendaki bilamana
penyebabnya adalah karena terjadinya ketidakefisienan, biaya yang tidak normal
dan turunnya kegiatan produksi yang sifatnya sementara. Apabila BOP yang
sesungguhnya dibebankan kepada produk, maka harga pokok produksi per satuan
mungkin akan berfluktuasi.
Untuk itu dilakukan penentuan tarif BOP yang dilaksanakan melalui tiga
tahapan berikut:
a. Menyusun anggaran biaya overhead pabrik
Yang harus diperhatikan disini adalah tingkat kegiatan (kapasitas) yang akan
digunakan sebagai dasar penaksiran biaya overhead pabrik. Ada tiga macam
kapasitas yang dipakai sebagai dasar pembuatan anggaran biaya overhead
pabrik: kapasitas praktis, kapasitas normal (kemampuan perusahaan untuk
memproduksi dan menjual produknya dalam jangka panjang) dan kapasitas
sesungguhnya yang diharapkan (kapasitas sesungguhnya yang diperkirakan
akan dapat dicapai dalam tahun yang akan datang). Penentuan kapasita
praktis dan kapasitas normal dapat dilakukan dengan lebih dulu menetukan
kapasitas teoritis, yaitu volume produksi maksimum yang dapat dihasilkan
oleh pabrik.
b. Memilih dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dasar pembebanan
yang dipakai adalah: harus diperhatikan jenis biaya overhead pabrik yang
dominan jumlahnya dalam departemen produksi dan harus diperhitungkan
20
sifat-sifat biaya overhead pabrik yang dominan tersebut dan eratnya
hubungan sifat-sifat tersebut dengan dasar pembebanan yang akan dipakai.
Ada berbagai macam dasar yang dapat dipakai untuk membebankan biaya
overhead pabrik kepada produk, di antaranya adalah: satuan produk, biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, jam tenaga kerja langsung, jam
mesin.
c. Menghitung tarif biaya overhead
Berikut diberikan rumus untuk setiap dasar penghitungan biaya overhead
pabrik:
1) Satuan produk
Taksiran biaya overhead pabrik
= tarif BOP per satuan
Taksiran jumlah satuan produk yang dihasilkan………………………………(2.2)
Contoh :
Taksiran BOP selama 1 tahun anggaran
Rp. 2.000.000
Taksiran jumlah produk yang akan dihasilkan
Selama tahun anggaran tersebut
4000 unit
Tarif BOP sebesar : (Rp.2000.000 : 4000 unit) = Rp.500 per satuan produk
2) Biaya bahan baku
Taksiran biaya overhead pabrik
X100% = persentase BOP dari biaya BB dipakai
Taksiran biaya bahan baku yang dipakai……………………………………..(2.3)
3) Biaya tenaga kerja
Taksiran biaya overhead pabrik
x100% = persentase BOP dari biaya TKL
Taksiran biaya tenaga kerja langsung………………………………………………...(2.4)
21
4) Jam tenaga kerja langsung
Taksiran biaya overhead pabrik
= tarif BOP per jam tenaga kerja langsung
Taksiran jam tenaga kerja langsung…………………………………………………..(2.5)
5) Jam mesin
Taksiran biaya overhead pabrik
= tarif BOP per jam kerja mesin
Taksiran jam kerja mesin………………………………………………………….….(2.6)
2.3 Activity Based Costing
Activity-based cost sistem atau yang biasa disebut dengan ABC sistem
merupakan sistem informasi biaya yang menyediakan informasi lengkap tentang
aktivitas untuk memungkinkan personel perusahaan melakukan pengelolaan
terhadap aktivitas (Mulyadi, 1993:25). Dalam buku Akuntansi Manajemen
(1997), halaman 97, Lane K. Anderson dan Harol mendefinisikan ABC sebagai
suatu sistem akuntansi yang memfokus pada aktivitas yang dilakukan untuk
memproduksi suatu produk. Aktivitas menjadi titik akumulasi biaya yang
fundamental. Biaya ditelusuri ke aktivitas, dan aktivitas ditelururi ke produk
berdasarkan pemakaian aktivitas
dari setiap
produk.
Hubungan untuk
mengalokasikan biaya ke produk dinyatakan pada gambar 2.5 di bawah ini.
Gambar 2.5 Alokasi Biaya ke Produk
22
Dalam buku Akuntansi Manajemen (1997), halaman 244, Don R.
Hansen dan Maryanne M. Mowen mendefinisikan sistem ABC sebagai : suatu
sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas dan
kemudian ke produk. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode
ABC merupakan metode kalkulasi biaya dimana biaya overhead pabrik tidak
dibebankan secara merata pada semua produk. Secara garis besar, ABC
didefinisikan sebagai suatu sistem penetapan biaya pokok dimana banyak
kumpulan biaya overhead dialokasikan dengan mempergunakan dasar yang dapat
mencakup satu atau lebih faktor yang terkait dengan volume. Dibandingkan
dengan sistem akuntansi biaya tradisional, ABC dapat mewakili satu aplikasi
pelacakan biaya yang menyeluruh. Di dalam ABC yang ditelusuri bukan hanya
bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik saja tetapi semua biaya yang
mempunyai kaitan dengan unit-unit penghasil output. Asumsi yang mendasari
ABC sangat berbeda dengan asumsi akuntansi biaya tradisional. Akuntansi biaya
tradisional mengasumsikan bahwa produk menimbulkan biaya sedangkan ABC
mengasumsikan bahwa kegiatan menimbulkan biaya dan produk menciptakan
permintaan untuk kegiatan. Pada ABC sistem, biaya overhead dilacak secara
akurat pada setiap aktivitas yang dikerjakan untuk tiap produk.
Pada konsep ini, dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya
disebut dengan kendara biaya (cost driver). ABC mengidentifikasikan berbagai
aktivitas, biaya aktivitas dan pengendara biaya pada seluruh tingkatan yang
berbeda pada suatu lingkungan produksi. ABC membagi kedalam empat tingkatan
masing-masing, yaitu satuan (unit), batch atau group, produk dan fasilitas
(pabrik/plant).
23
1. Tingkatan unit
Biaya pada tingkatan unit
adalah biaya yang akan bertambah besar jika
produksi ditingkatkan. Biaya ini merupakan satu-satunya biaya yang
dialokasikan secara akurat pada setiap unit sebanding dengan volumenya.
Contohnya adalah biaya listrik. Jika mesin menggunakan listrik dalam
memproduksi produk dan biaya tenaga kerja inspeksi jika setiap unit
memerlukan inspeksi. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung juga
termasuk kedalam biaya tingkatan unit, namun tidak termasuk dalam biaya
overhead.
2. Tingkatan batch
Biaya tingkatan batch adalah biaya yang timbul karena disebabkan oleh
jumlah batch produk yang diproduksi. Sebab aktivitas yang terjadi berulang
setiap satu batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk ke
dalam kelompok ini adalah aktivitas setup,aktivitas penjadwalan produksi,
aktivitas pengelolaan bahan
3. Tingkatan produk
Biaya pada tingkatan produk adalah semua biaya yang timbul karena
digunakan jumlah yang berbeda-beda dari produk yang diproduksi. Atau
aktivitas yang dibebankan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi
oleh pabrik meliputi perbaikan dan perawatan alat / mesin.
4. Tingkatan fasilitas
Biaya tingkat fasilitas meliputi : biaya untuk menopang kapasitas pada suatu
tempat perusahaan. Contohnya biaya sewa, depresiasi, pajak properti dan
asuransi bangunan.
24
Keempat tingkatan di atas merupakan pengelompokkan dalam sistem
activity-based costing(ABC) yang sering di sebut dengan product driven activity.
Dalam ABC ada 2 kelompok secara umum, yaitu : product driven activity dan
customer driven activity. Product driven activity adalah
aktivitas yang
berhubungan dengan kegiatan merancang dan memproduksi suatu produk.
sedangakan costomer driven activity adalah aktivitas yang berhubungan dengan
kegiatan penawaran, pelayanan serta dukungan terhadap pelanggan atau pasar
perusahaan.
ABC sistem mengendalikan biaya melalui penyediaan informasi tentang
aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya. Dasar pikiran yang melandasi
sistem informasi biaya ini adalah “biaya ada penyebabnya, dan penyebab biaya
dapat dikelola (cost is caused, and the causes of cost can be managed)”. Hasil
yang diperoleh dari pengelolaan terhadap aktivitas adalah improvement terhadap
aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk/jasa bagi
customer, sehingga akibatnya manfaat produk / jasa bagi customer semakin
meningkat dan biaya untuk menghasilkan produk jasa tersebut semakin
berkurang.
Beberapa keunggulan
sistem activity-based costing (ABC) dalam
penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut:

Biaya produk yang lebih realistic, khususnya pada industri manufaktur
teknologi tinggi dimana biaya overhead merupakan proporsi yang signifikan
dari total biaya

Semakin banyak overhead yang ditelusuri ke produk. Dalam pabrik modern ,
terdapat sejumlah aktivitas non lantai pabrik yang berkembang. Analisa sistem
25
biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga biaya
aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri.

Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya
bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas.

Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian dari sifat riil dari perilaku biaya
dan membantu mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas yang tidak
menambah nilai terhadap produk.

Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang
modern dengan menggunakan banyak pemicu biaya, banyak dari pemicu biaya
tersebut adalah berbasis transaksi dari pada berbasis volume produk.

Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari
biaya produk variabel jangka panjang yang relevan terhadap pemgambilan
keputusan yang strategik.

Sistem biaya ABC
cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses,
pelanggan, area tanggung jawab manajerial dan juga biaya produk.
2.3.1 Tujuan Biaya
Konsep penting lainnya untuk mengerti tentang sistem biaya ActivityBased Costing (ABC) adalah tujuan biaya. Tujuan biaya didefinisikan sebagai
“item” akhir dimana semua biaya terakumulasi. Tujuan biaya final berupa
akumulasi biaya untuk mentransfer barang atau jasa kepada konsumen di luar
perusahaan.
26
Tujuan biaya final dapat berupa produk atau jasa pelayanan yang
disediakan oleh sebuah perusahaan untuk konsumen. Pada sistem manufacturing,
tujuan biaya dapat berupa produk jadi atau proses manfakturing.
2.3.2 Kendara Biaya (Cost Driver)
Kendara biaya (cost driver) atau pemicu biaya didefenisikan sebagai faktor
yang digunakan untuk mengukur bagaimana biaya terjadi atau dapat dikatakan
sebagai cara untuk membebankan biaya pada aktivitas atau produk. Secara
praktis, pemicu biaya menunjukkan dimana biaya harus dibebankan dana seberapa
besar biayanya.
Pemicu biaya adalah penyebab terjadinya biaya sedangkan aktivitas adalah
merupakan dampak yang ditimbulkannya. Dalam sistem biaya activity-based
costing digunakan beberapa macam pemicu biaya dan sedangkan pada sistem
biaya tradisional hanya menggunakan satu pemicu biaya tertentu sebagai basis.
2.3.3 Kelompok Biaya ( Cost Pool)
Definisi kelompok biaya (cost pool) adalah sekelompok biaya yang
memiliki karakteristik yang sama. Karakteristik ini berkaitan dengan tolak ukur
aktivitas yang sama, untuk maksud pembebanan biaya ke produk.
2.3.4 Prosedur Pembebanan Biaya Sistem Activity-Based Costing(ABC)
Sistem biaya activity-based costing merupakan suatu sistem biaya yang
pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas dan kemudian ke produk yang
dihasilkan. dalam sistem biaya ABC juga di kenal adanya prosedur pembebanan
27
biaya aktivitas kepada produk berdasarkan aktivitas-aktivitas yang di komsumsi
oleh produk yang dihasilkan tersebut. Tahap yang dimiliki oleh sistem ABC
tersebut dalam analisisnya dibagi 2 tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Prosedur Tahap I
Pada tahap pertama dilakukan pembebanan biaya pemakaian sumber daya
kepada aktivitas-aktivitas yang menggunakannya. Dalam kalkulasi biaya
berdasarkan sistem activity-based costing (ABC) tahap pertama, biaya
overhead dibagi kedalam kelompok biaya yang homogen. Suatu kelompok
biaya yang homogen merupakan suatu kumpulan dari biaya overhead, yaitu
variasi biaya yang dapat dijelaskan oleh pemicu biaya (cost driver). Aktivitas
overhead yang homogen apabila mereka mempunyai konsumsi yang sama
untuk semua produk.
2. Prosedur Tahap II
Pada tahap kedua ini, biaya setiap kelompok biaya (cost pool) ditelusuri ke
produk. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok yang dihitung
pada tahap pertama dan dikalikan dengan sejumlah sumber daya yang
dikonsumsi oleh setiap produk. Tolak ukur ini merupakan kuantitas pemicu
biaya yang digunakan oleh setiap produk. Dengan demikian overhead yang
dibebankan setiap kelompok biaya ke produk dihitung sebagai berikut:
Overhead yang dibebankan = Tarif kelompok x Jumlah konsumsi pemicu biaya…………(2.7)
Contoh Kasus Activity Based Costing
Diasumsikan bahwa suatu perusahaan memproduksi suatu produk dan
mempunyai daftar kegiatan dan biaya sebagai berikut :
28
Pada tahap pertama metode ABC, empat kegiatan pada tabel di atas akan
diklasifikasikan menurut tingkatan unit, batch, produk dan fasilitas. Dalam kasus
ini pengujian produk dan pemasukan cetakan masuk dalam tingkat unit.
Sedangkan penyetelan batch dan penanganan lot wafer masuk dalam tingkat unit
batch. Dengan menggunakan data di atas, kelompok biaya adalah sebagai berikut:
Kelompok tingkat unit
Tingkat batch
Pengujian produk
Rp.275.000
Penyetelan batch
Pemasukan cetakan
Rp.225.000
Penanganan lot wafer Rp. 90.000
Total
Rp.500.000
Total
Rp.120.000
Rp.210.000
Tabel 2.2 Daftar Kegiatan dan Biaya
No.
1.
2.
3.
4.
Nama Kegiatan
Biaya
Pengujian produk
Pemasukan cetakan
Penyetelan batch
Penanganan lot wafer
275.000
225.000
120.000
90.000
Setelah dilakukan identifikasi kelompok biaya sejenis dan menentukan
biayanya, dapat dibebankan biaya
kelompok ke produk dimana hasil
perhitungannya disebut tarif kelompok. Untuk melakukannya, tarif kelompok
harus dihitung berdasarkan penggerak aktivitas. Pengujian produk dan pemasukan
cetakan pendorong kegiatannya adalah jumlah cetakan yang diasumsikan
kapasitasnya adalah 200. Penyetelan batch dan penanganan lot wafer pendorong
kegiatannya adalah jumlah batch yang diasumsikan kapasitasnya adalah 400.
Hasil perhitungan dari tarif kelompok adalah sebagai berikut :
29
Kelompok tingkat unit
Kelompok tingkat batch
Tarif = Rp.500.000/200
Tarif = Rp.210.000/400
= Rp.2500 per cetakan
= Rp. 525 per batch
Dengan perhitungan tarif kelompok, tahap pertama perhitungan biaya
berdasar kegiatan telah selesai. Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok
overhead ditelusuri ke produk. Hal ini dilakukan dengan tarif kelompok yang
dihitung pada tahap pertama dan ukuran jumlah sumber daya yang dikonsumsi
setiap produk. Hasil dari perhitungan ini adalah sebagai berikut :
Biaya overhead
Kelompok tingkat unit
(Rp.2500 x 200)
Rp.500.000
Kelompok tingkat batch
(Rp.525 x 400)
Rp.210.000
Total overhead yang dibebankan
Rp.710.000
Dengan demikian, telah diperoleh biaya overhead yang dibebankan dari proses
penelusuran kegiatan.
2.4 Penelitian Terdahulu
Berbagai
hasil
riset
yang
menjadi
referensi
yang
menyangkut
implementasi atau penerapan Activity Based Costing System antara lain :
1. Penelitian yang dilakukan Narayanan dan Sarkar (1999) memiliki tujuan untuk
mengetahui apakah perusahaan mengambil keputusan yang tepat terhadap
produk, harga, dan pelanggan yang tidak menguntungkan. Studi ini dilakukan
pada berbagai perusahaan manufaktur. Penelitian ini menghasilkan temuan
30
yang mendukung kemanfatan dari Activity Based costing. Perusahan mampu
mengambil keputusan yang tepat terhadap jenis dan harga produk
2. Kennedy dan Graves (2001) bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perubahan
kinerja setelah mengadopsi Activity Based Costing System, mengetahui apakah
terdapat perbedaan kinerja antara perusahaan yang mengadopsi dan yang tidak
mengadopsi Activity Based Costing Sytem, mengetahui apakah implementasi
Activity Based Costing System mempengaruhi nilai perusahaan. Studi ini dilakukan
pada berbagai perusahaan yang telah go public. Hasil temuannya yaitu kinerja
perusahaan setelah mengadopsi Activity Based Costing System mengalami kenaikan
yang signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya profit perusahaan.
Kenaikan ini juga dibarengi dengan semakin tingginya nilai kapitalisasi pasar (saham)
perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan yang mengadopsi Activity Based Costing
System nilai kapitalisasi pasarnya berbeda lebih dari 27 persen diatas perusahaan
yang tidak mengadopsi Activity Based Costing System
3. Swenson (1995) melakukan penelitian untuk mengetahui apakah Activity Based
Costing System digunakan untuk kepentingan strategis lain. Hasil riset terkait dengan
kepentingan untuk penentuan biaya produk 24% untuk product sourcing decision,
72% untuk pricing dan mix product decision, dan 36% untuk pemasaran. Terkait
dengan kepentingan operational 92% untuk keputusan perbaikan proses, 48% untuk
desain produk, dan 28% untuk mengukur kinerja.
4. Haryanti (2004) menerapkan Activity Based Costing System pada RSUD Kab.
Wonogiri. Pertama kali yang dilakukan adalah menganalisis system biaya tradisional
yang selama ini ditetapkan di rumah sakit, kemudian dari data tersebut peneliti
menghitung biaya rawat inap dengan menggunakan Activity Based Costing System.
Hasil penelitiannya menunjukkan terjadinya undercosting dan overcosting pada
perhitungan biaya rawat inap pada system biaya tradisional
31
5. Needy (2000) menerapkan Activity Based Costing System pada beberapa
perusahaan
kecil
profitabilitas
telah
memberikan
kontribusi
pada
meningkatnya
perusahaan dengan membantu perusahaan dalam penetapan
suatu harga yang lebih konsisten dan kompetitif dalam jumlah produksi yang
berskala
besar
seperti
layaknya
suatu
perusahaan
besar
yang
mengimplementasikan sistem ABC.
Dalam tugas akhir ini, penulis melakukan penerapan sistem ABC pada
UKM kerupuk dengan studi kasus pada pabrik kerupuk liontin. Dengan tujuan
untuk memperoleh harga pokok produksi yang akan dipakai manejerial untuk
mengambil keputusan dalam menentukan harga jual yang dapat bersaingan dalam
dunia usaha yang ada.
Download