•Dasar pewarisan sifat pada ternak •Factor-faktor yang mempengaruhi fenotif ternak •Genetika populasi Apabila kita mengawinkan sapi Bali, maka anaknya yang diharapkan adalah sapi Bali bukan sapi madura. Demikian juga anaknya yang kita harapkan adalah mirip dengan kedua orang tuanya. Dengan demikian ada sifat-sifat baka yang diturunkan oleh kedua orang tua kepada anaknya. Sifat baka ini diwariskan dari generasi ke generasi. Materi yang membawa sifat keturunan itu di sebut gen. Gen terletak pada kromosom dan kromosom terletak pada inti sel. Tubuh ternak terdiri dari berjuta-juta sel. Sel tidak dapat dilihat dengan mata telanjang tapi harus dilihat dengan bantuan mikroskop. Didalam sel terdapat inti sel dan didalam inti sel terdapat kromosom. Didalam kromosom terletak gen atau unit dasar pembawa sifat kebakaan. Didalam kromosom, gen gen terletak pada lokus. Kromosom didalam inti selalu berpasangan. Pasangan kromosom tersebut disebut kromosom se homolog. Sel yang mempunyai inti dimana kromosom tersebut berpasangan disebut diploid (2n), sedangkan apabila dalam sel tersebut hanya terdapat setengah jumlah kromosom maka disebut haploid (n). Setiap jenis ternak mungkin mempunyai jumlah kromosom yang berbeda. Kromosom dapat dibedakan menjadi: 1. Kromosom tubuh (Autosom) 2. Kromosom kelamin (Sex) Ada satu pasang kromosom kelamin dengan simbol kromosom X dan kromosom Y. Kegunaan dari pada kromosom ini yaitu menentukan jenis kelamin. Penentuan jenis kelamin pada ternak mamalia dan unggas berbeda. Pada ternak mamalia misalnya sapi, domba, dan kambing, ternak betina terdapat kromosom XX, sedangkan pada ternak jantan XY. Pada unggas keadaan ini terbalik, pada ternak betina XY dan ternak jantan XX. Untuk mempertahankan kehidupan, sel mengalami pembelahan. Ada dua macam pembelahan sel: 1. pembelahan mitosis 2. pembelahan miosis Pembelahan mitosis umumnya terjadi pada sel tubuh. Jumlah kromosom yang dihasilkan pada pembelahan ini adalah sama dengan induknya yaitu diploid (2n). Pembelahan miosis biasanya terjadi pada sel kelamin. Jumlah kromoson yang dihasilkan adalah haploid (n). Sel ini disebut sel kelamin atau sel gamet. Pada ternak jantan sel gamet disebut sperma dan pada ternak betina disebut sel telur. Ternak jantan dan betina menghasilkan sel kelamin yang jumlah kromosomnya haploid (n). Apabila mereka kawin atau terjadi fertilisasi antara sel telur dan sperma, maka jumlah kromosom anaknya adalah diploid Suatu sifat pada ternak mungkin dipengaruhi oleh banyak gen. Pengaruh keseluruhan dari gen-gen pada suatu individu disebut genotip. Genotip bisa disebut juga sebagai komposisi genetik dari suatu individu yang berhubungan dengan seluruh alel atau gen-gen yang dimilikinya. Sedangkan fenotip adalah sifat yang tampak dari luar yang merupakan ekspresi dari genotip dan lingkungan. Bentuk lain dari gen yang terletak pada kromosom disebut „Allel“. Sebagaimana kromosom ,allel selalu berpasangan dengan allel sejenis. Jika pada suatu individu muncul allel yang sama maka maka individu tersebut disebut individu „Homozigot“ dan jika pasangan allelnya berbeda disebut „Heterozigot“. Contoh: Bila ada sepasang allel A1 dan A2. Allel pada suatu individu selalu berpasangan. Jika pada suatu individu muncul allel A1 dan A1 atau A2 dan A2 maka individu tersebut disebut individu homozigot. Jika pada individu tersebut muncul pasangan allel A1 dan A2 maka individu tersebut disebut individu heterozigot. Allel-allel dalam kromoson selalu berinteraksi dalam mengekspresikan sifat sifatnya. Interaksi allel-allel ini dapat kita bedakan menjadi: 1. Interaksi allel-allel pada kromosom yang sehomolog 2. Interaksi allel dengan allel lain pada kromosom yang tidak sehomolog [epistasis] 3. Aksi gen-gen aditif Untuk kelompok 1 dan 2 disebut ekspresi GEN NON ADITIF Sedangkan kelompok 3 disebut ekspresi GEN ADITIF Suatu alel mungkin menutupi ekspresinya alel lain pada kromosom yang sehomolog. Alel yang menutupi disebut alel dominan, dan yang ditutupi disebut alel resesif. Tetapi pada suatu keadaan individu yang heterozigot lebih unggul dari tetuanya yang homozigot, aksi gen ini disebut over dominan. Sebaliknya apabila alel dominan tidak bisa menutupi alel resesifnya dengan sempurna, aksi ini disebut intermediate/ dominan tidak sempurna Contoh: Alel C pada sapi bisa menyebabkan warna bulu merah. Alel pasangannya menyebabkan warna kulit bulu putih. Alel pada individu selalu berpasangan. Dengan demikian ada 3 kemungkinan alel tersebut berpasangan : (1) CC (2) Cc (3) cc Pasangan-pasangan alel tersebut disebut genotip, sedangkan warna bulu yang bisa dilihat dari luar disebut fenotip. Sapi ber genotip CC berwarna merah. Sapi bergenotip cc berwarna putih. Ada beberapa kemungkinan fenotip untuk genotip Cc: Jika fenotip Cc berwarna merah, C disebut dominan lengkap. Jika Cc berwarna merah tua, C disebut over dominan. Jika Cc berwarna rose, C disebut dominan tidak lengkap/ intermediate. Contoh 2 yaitu: Sifat pertandukan TT dan Ttmemunculan sifat tidak bertanduk tt muncul bertanduk. Contoh 3 yaitu: Warna kulit sapi FH (dominan lengkap) Bila genotif BB atau Bb warna kulit hitam Bila genotif bb merah Disamping berinteraksi dengan alel pada kromosom yang sehomolog, alel dapat juga berinteraksi dengan alel lain pada kromosom yang tidak sehomolog. Interaksi ini disebut Epistatis. Gen yang satu mungkin menutupi expresi gen yang lain. Gen yang menutupi tersebut disebut gen epistais dan yang tertutupi disebut hypostatis. Epistasis-hipostasis adalah peristiwa dengan dua faktor yang bukan pasangan alelnya dapat mempengaruhi bagian yang sama dari suatu organisme. Namun, pengaruh faktor yang satu menutup ekspresi faktor lainnya. Soal: Pada penyilangan gandum berkulit biji hitam (HHkk) dengan gandum berkulit biji kuning (hhKK), ternyata 100% pada F1 berkulit biji hitam. Tentukan rasio fenotif F2-nya? Penyelesaian: P1 : HHkk (biji hitam) >< hhKK (biji kuning) Gamet : Hk hK F1 : HhKk (biji hitam) [artinya: H epistasis terhadap K/k P2 : HhKk (biji hitam) >< HhKk (biji hitam) Gamet : HK, Hk, hK, hk HK, Hk, hK, hk HK Hk hK hk HK HHKK (biji hitam) HHKk (biji hitam) HhKK (biji hitam) HhKk (biji hitam) Hk HHKk (biji hitam) HHkk (biji hitam) HhKk (biji hitam) hK HhKK (biji hitam) HhKk (biji hitam) hhKK (biji kuning) hhKk (biji kuning) hk HhKk (biji hitam) Hhkk (biji hitam) hhKk (biji kuning) hhkk (putih) Rasio fenotif F2: hitam : kuning : putih = 12 : 3 : 1 Hhkk (biji hitam) EPISTASIS merupakan interaksi antar gen yang bukan pasangannya (gen yg berada pada lokus yang berbeda). Nisbah fenotip pd epistasis biasanya tidak sesuai dengan hasil yg diperoleh oleh Mendel. Interaksi beberapa gen, dimana gen yang bersifat menutup disebut (epistasis) dan gen yang bersifat tertutupi (hipostasis). Epistasis – hipostasis pertama kali ditemukan oleh Nelson dan Ehle. Interaksi gen bisa berupa gen-gen dominan (epistasis dominan), dan jika interaksi terjadi antar gen-gen resesif (epistasis resesif) EPISTASIS DOMINAN ~ hasil temuan: Hasil persilangan warna kulit gandum hitam dengan warna kuning …mengahasilkan warna kulit gandum pada F1 semunya hitam K : kuning, k : hijau P :Epistasis, p : tidak mengalahkan EPISTASIS RESESIF pada warna bulu tikus Berdasarkan persilangan di atas, gen yang bersifat menutup disebut epistasis, sedangkan gen yang bersifat tertutupi disebut hipostasis, sehingga perbandingan fenotip untuk epistasis dominan = kulit hitam : kulit kuning : kulit putih = 12 : 3 : 1. Sedangkan rasio fenotip untuk epistasis resesif adalah 9 : 3 : 4 Dua alel mungkin mempunyai kekuatan yang sama sehingga fenotip yang terbentuk dalam keadaan heterozigot adalah diantara kedua induknya yang homozigot. Aksi ini disebut aksi gen aditif. Aksi gen aditif bisa antara alel pada kromosom yang sehomolog atau antara alel pada kromosom yang berlainan. Aksi gen ini banyak dijumpai pada sifat kuantitatif. Ekspresi gen aditif tidak menampakan perbedaan fenotip yang mencolok sebagaimana ekspresi gen non aditif Dicontohkan beberapa pasang gen mempengaruhi suatu sifat yang dapat diukur, mis bobot badan Setiap gen besar memberikan kontribusi sebesar 10 unit bobot bdn, sedangkan gen kecil 5 unit. Bila terdapat gen AaBBCCdd, maka fenotif bobot bdn sebesar 50 + 15 = 65 unit. Genotif yang lain AABBCcDd akan mengekspresikan bobot bdn sebesar 60 + 10 = 70. Jelas bahwa ekspresi gen aditif bersifat menambahkan. Sejak abad ke 19, seorang ilmuwan Austria Groger Johan Mandel melakukan berbagai percobaan pada kacang ercis guna menyelidiki penurunan sifat. Hasil-hasil percobaannya dipublikasikan pada tahun 1865 dan dinyatakan sebagai dasar ilmu keturunan atau genetika. Ada dua hal penting dari hasil percobaan Mandel : 1. Hukum segregasi ( pemisahan ) dari alel. 2. Hukum kebebasan memilih Pasangan. Hukum 1: Pemisahan Alel. Hukum ini menyatakan bahwa “ alel yang berada pada kromosom mempunyai peluang yang sama untuk berpisah dalam bentuk sel kelamin (gamet). Dengan demikian sel kelamin hanya mengandung satu alel saja.“ Hukum 2: Setelah alel-alel berpisah, alel-alel tersebut mempunyai kebebasan memilih pasangan jika terjadi perkawinan. Dengan demikian anak-anaknya kembali dalam keadaan diploid. Anak akan menerima satu alel dari sel kelamin bapaknya (sperma) dan satu alel dari sel kelamin induknya (sel telur). Dengan demikian sianak akan memperoleh ½ sifat dari bapaknya dan ½ dari induknya. Tidak akan pernah terjadi seekor anak menerima seluruh sifat dari bapaknya saja atau induknya saja. Dominan lengkap Misalkan warna bulu pada sapi Fries Holand - ada yang belang putih hitam dan - ada yang belang putih merah. Setiap warna dipengaruhi oleh satu alel. Belang putih hitam adalah dominan terhadap belang putih merah. Alel untuk belang putih hitam diberi simbol H, belang putih merah diberi simbol h. Alel H dan h terletak pada satu diantara 30 pasang kromosom. Ada 3 kemungkinan kombinasi genotip pasangan alel itu pada kromosom yang sehomolog. Tiga kemungkinan kombinasi pasangan kromosom sehomolog untuk alel H dan h. - Genotip HH disebut homozygot dominan - Genotip hh disebut homozygot resesif - Genotip Hh disebut heterozygot Fenotip ternak tergantung pada tingkat dominasi. Disini H dominan terhadap h. Jadi ternak yang bergenotip HH dan Hh akan berwarna belang putih hitam, dan ternak yang bergenotip hh akan berwarna putih merah Kalau ternak yang bergenotip HH kawin dengan hh maka anak yang akan lahir sebagai berikut : Ternak yang bergenotip HH akan membentuk satu macam gamet yaitu H saja. Demikian juga ternak yang bergenotip hh akan membentuk satu macam gamet h saja. „Anak yang akan genotip Hh atau seluruh turunan pertamanya (F1 atau Filial1) akan berwarna belang putih hitam. Genotip anak pada F2 nya adalah: 1 HH, 2 Hh, 1 hh, sedangkan fenotip anaknya adalah 3 belang putih hitam dan 1 belang putih merah.“ Intermediate. Intermediate terjadi jika alel yang dominan tidak menutup penuh alel resesifnya, sehingga banyaknya fenotip akan sebanding dengan genotipnya. Contoh : Pada sapi Shorthorn ditemukan warna merah dan putih. Hasil perkawinan dari kedua warna sapi tersebut menghasilkan anak [F1]berwarna roan ( merah kelabu ). Alel yang mewakili warna merah menutupi alel warna putih tidak sempurna. Anak F2 perbandingan genotip dan fenotipnya sama yaitu: 1 MM(merah), 2 Mm (roan), 1 mm (putih). Pola pewarisan suatu sifat tidak selalu dapat dipelajari melalui percobaan persilangan buatan. Pada tanaman keras atau hewan-hewan dengan daur hidup panjang seperti gajah, misalnya, suatu persilangan baru akan memberikan hasil yang dapat dianalisis setelah kurun waktu yang sangat lama. Demikian pula, untuk mempelajari pola pewarisan sifat tertentu pada manusia jelas tidak mungkin dilakukan percobaan persilangan. Pola pewarisan sifat pada organisme-organisme semacam itu harus dianalisis menggunakan data hasil pengamatan langsung pada populasi yang ada. Seluk-beluk pewarisan sifat pada tingkat populasi dipelajari pada cabang genetika yang disebut genetika populasi untuk mempelajari pola pewarisan sifat tertentu pada manusia jelas tidak mungkin dilakukan percobaan persilangan. Pola pewarisan sifat pada organisme-organisme semacam itu harus dianalisis menggunakan data hasil pengamatan langsung pada populasi yang ada. Mempelajari mekanisme pewarisan sifat pada kelompok ternak yang besar yaitu populasi Populasi ternak : suatu sekelompok ternak dari bangsa/species yg sama pada suatu tempat/daerah tertentu, dimana antar anggota kelompok tsb saling kawin Perbedaan individu dengan populasi: 1. Tempat dan lingkungan 2. Umur dan waktu 3. Genotipe Diasumsikan ternak mempunyai: Gen yang diploid (2 N) Bereproduksi seara biseksual (jantan dan betina) Setiap individu ternak mempunyai 2 lokus untuk setiap pasang gen. Mis: sepasang gen R dan r mengendalikan suatu sifat kualitatif tertentu maka setiap individu hanya mempunyai satu dari 3 kemungkinan genotipe yaitu RR, Rr dan rr. Sebagai contoh, di dalam populasi tertentu terdapat tiga macam genotipe, yaitu AA, Aa, dan aa. Maka, proporsi atau persentase 3 genotipe tsb akan menggambarkan susunan genetik populasi tempat mereka berada. Adapun nilai proporsi atau persentase genotipe tersebut dikenal dengan istilah frekuensi genotipe. Jadi, dapat didefinisikan bahwa frekuensi genotipe adalah proporsi atau % individu di dalam suatu populasi yang tergolong ke dalam genotipe tertentu. Frekuensi suatu gen ditandai dengan huruf p, dan aleL nya dengan huruf q Frekuensi gen R =p =Jumlah gen R/jumlah seluruh gen R dan r Frekuensi gen r = q= Jumlah gen r/jumlah seluruh gen R dan r Frekuensi genotipe= Jumlah ternak bergenotipe tertentu/jumlah seluruh ternak Frekuensi fenotipe= jumlah ternak berfnotipe tertentu/jumlah seluruh ternak Dalam suatu populasi ternak 150 ekor sapi Shorthorn terdiri: 90 ekor warna merah (dikendalikan sepasang gen homozigot dominan) 50 ekor warna roan (heterozigot) 10 ekor warna putih (homozigot resesif) Hitungah Frekuensi gen, genotipe dan fenotipe Jumlah frekuensi alel di dalam populasi akan tetap seperti frekuensi awal dengan syarat: populasi besar,kawin acak, tidak ada mutasi, tidak ada migrasi dan tidak ada seleksi alam ( semua genotipe mempunyai kesempatan yang sama dalam keberhasilan reproduksi Proporsi gentipe pada generasi yang akan datang akan bernilai sama seperti generasi terdahulu/sebelumnya Populasi dikatakan dalam keadaan equilibrum/seimbang ahli Matematika Inggris G.H. Hardy dan seorang ahli Fisika Jerman W. Weinberg secara terpisah mengembangkan model matematika yang dapat menerangkan proses pewarisan tanpa mengubah struktur genetika di dalam populasi. menyatakan bahwa jumlah frekuensi alel di dalam populasi akan tetap seperti frekuensi awal Frekuensi alel (gen) dan genotipe dalam populasi Jika dalam populasi terdapat 2 alel pada lokus tunggal, alel dominan D dan alel resesif d, jika frekuensi alel dominan dilambangkan dengan p, maka frekuensi alel resesif dilambangkan dengan q Maka p + q = 1 Pada reproduksi seksual, frekuensi setiap macam gamet sama dengan frekuensi alel dalam populasi. Jika gamet berpasangan secara acak, maka peluang frekuensi homozigot DD= p², peluang frekuensi homozigot dd=q², dan peluang heterozigot Dd= 2pq Maka p² + 2pq + q² = 1 • • • • • Contoh paling sederhana dapat terlihat pada suatu lokus tunggal beralel ganda: alel yang dominan ditandai A dan yang resesif ditandai a. Kedua frekuensi alel tersebut ditandai p dan q secara berurutan; freq(A) = p; freq(a) = q; p + q = 1 Apabila populasi berada dalam kesetimbangan, maka freq(AA) = p2 untuk homozigot AA dalam populasi, freq(aa) = q2 untuk homozigot aa, dan freq(Aa) = 2pq untuk heterozigot. Jadi, freq genotip diharapkan pd generasi berikutnya: p2AA + 2pqAa + q2aa = 1 Terdapat populasi kambing sejumlah 1500 ekor tidak bertanduk (dominan) dan 50 ekor bertanduk (resesif). Hitung frekuensi gen , genotipe dan jumlah ternak yang homozigot dominan dan heterozigot Untuk mempelajari pola pewarisan sifat pada tingkat populasi terlebih dahulu perlu difahami pengertian populasi dalam arti genetika atau lazim disebut juga populasi Mendelian. Populasi mendelian ialah sekelompok individu suatu spesies yang bereproduksi secara seksual, hidup di tempat tertentu pada saat yang sama, dan di antara mereka terjadi perkawinan (interbreeding) sehingga masing-masing akan memberikan kontribusi genetik ke dalam (gene pool), yaitu sekumpulan informasi genetik yang dibawa oleh semua individu di dalam populasi. Deskripsi susunan genetik suatu populasi mendelian dapat diperoleh apabila kita mengetahui macam genotipe yang ada dan juga banyaknya masingmasing genotipe tersebut. Sebagai contoh, di dalam populasi tertentu terdapat tiga macam genotipe, yaitu AA, Aa, dan aa. Maka, proporsi atau persentase genotipe AA, Aa, dan aa akan menggambarkan susunan genetik populasi tempat mereka berada. Adapun nilai proporsi atau persentase genotipe tersebut dikenal dengan istilah frekuensi genotipe. Jadi, frekuensi genotipe dapat dikatakan sebagai proporsi atau persentase genotipe tertentu di dalam suatu populasi. Dengan perkataan lain, dapat juga didefinisikan bahwa frekuensi genotipe adalah proporsi atau persentase individu di dalam suatu populasi yang tergolong ke dalam genotipe tertentu. Pada contoh di atas jika banyaknya genotipe AA, Aa, dan aa masing-masing 30, 50, dan 20 individu, maka frekuensi genotipe AA = 0,30 (30%), Aa = 0,50 (50%), dan aa = 0,20 (20%). Susunan genetik suatu populasi ditinjau dari gengen yang ada dinyatakan sebagai frekuensi gen, atau disebut juga frekuensi alel, yaitu proporsi atau persentase alel tertentu pada suatu lokus. Jika kita gunakan contoh perhitungan frekuensi genotipe tersebut di atas, maka frekuensi alelnya dapat dihitung sebagai berikut. AA Aa aa Total Banyaknya individu 30 50 20 100 Banyaknya alel A 60 50 110 Banyaknya alel a 50 40 90 Karena di dalam tiap individu AA terdapat dua buah alel A, maka di dalam populasi yang mempunyai 30 individu AA terdapat 60 alel A. Demikian juga, karena tiap individu Aa membawa sebuah alel A, maka populasi yang mempunyai 50 individu Aa akan membawa 50 alel A. Sementara itu, pada individu aa dengan sendirinya tidak terdapat alel A, sehingga secara keseluruhan banyaknya alel A di dalam populasi tersebut adalah 60 + 50 + 0 = 110 Dengan cara yang sama dapat dihitung banyaknya alel a di dalam populasi, yaitu 0 + 50 + 40 = 90. Oleh karena itu, frekuensi alel A = 110/200 = 0,55 (55%), sedang frekuensi a = 90/200 = 0,45 (45%). Hubungan matematika antara frekuensi genotipe dan frekuensi alel Seandainya di dalam suatu populasi terdapat genotipe AA, Aa, dan aa, masing-masing dengan frekuensi sebesar P, H, dan Q, sementara diketahui bahwa frekuensi alel A dan a masing-masing adalah p dan q, maka antara frekuensi genotipe dan frekuensi alel terdapat hubungan matematika sebagai berikut. p = P + ½ H dan q = Q + ½ H Dalam hal ini P + H + Q = 1 dan p + q = 1. Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai hubungan tersebut, kita perhatikan contoh perhitungan berikut ini. Data frekuensi golongan darah sistem MN pada orang Eskimo di Greenland menurut Mourant (1954) menunjukkan bahwa frekuensi golongan darah M, MN, dan N masing-masing sebesar 83,5 %, 15,6%, dan 0,9% dari 569 sampel individu. Kita telah mengetahui pada Bab II bagian alel ganda bahwa genotipe golongan darah M, MN, dan N masing-masing adalah IMIM, IMIN, dan ININ. Maka, dari data frekuensi genotipe tersebut dapat dihitung besarnya frekuensi alel IM dan IN. Frekuensi alel IM = 83,5% + ½ (15,6%) = 91,3%, sedang frekuensi alel IN = 0,9% + ½ (15,6%) = 8,7%. Hasil perhitungan frekuensi alel dapat digunakan untuk menentukan sifat lokus tempat alel tersebut berada. Suatu lokus dikatakan bersifat polimorfik jika frekuensi alelnya yang terbesar sama atau kurang dari 0,95. Sebaliknya, suatu lokus dikatakan bersifat monomorfik jika frekuensi alelnya yang terbesar melebihi 0,95. Jadi, pada contoh golongan darah sistem MN tersebut lokus yang ditempati oleh alel IM dan IN adalah lokus polimorfik karena frekuensi alel terbesarnya ( IM = 91,3%), masih lebih kecil dari 0,95. Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg Populasi mendelian yang berukuran besar sangat memungkinkan terjadinya kawin acak (panmiksia) di antara individu-individu anggotanya. Artinya, tiap individu memiliki peluang yang sama untuk bertemu dengan individu lain, baik dengan genotipe yang sama maupun berbeda dengannya. Dengan adanya sistem kawin acak ini, frekuensi alel akan senantiasa konstan dari generasi ke generasi. Prinsip ini dirumuskan oleh G.H. Hardy, ahli matematika dari Inggris, dan W.Weinberg, dokter dari Jerman,. sehingga selanjutnya dikenal sebagai hukum keseimbangan Hardy-Weinberg. Di samping kawin acak, ada persyaratan lain yang harus dipenuhi bagi berlakunya hukum keseimbangan Hardy-Weinberg, yaitu tidak terjadi migrasi, mutasi, dan seleksi. Dengan perkatan lain, terjadinya peristiwa-peristiwa ini serta sistem kawin yang tidak acak akan mengakibatkan perubahan frekuensi alel. Oleh karena frekuensi genotipe zigot telah didapatkan, maka frekuensi alel pada populasi zigot atau populasi generasi keturunan dapat dihitung. Fekuensi alel A = p2 + ½ (2pq) = p2 + pq = p (p + q) = p. Frekuensi alel a = q2 + ½ (2pq) = q2 + pq = q (p + q) = q. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa frekuensi alel pada generasi keturunan sama dengan frekuensi alel pada generasi tetua. Pada aksi gen dominan lengkap, perhitungan frekuensi gen dimulai dari homosigot resesif. Dari hasil survey diketahui bahwa pada suatu kecamatan jumlah kerbau sebanyak 225 ekor, 9 diantaranya albino. Berapa frekuensi gen resesif dan dominan?