ALIRAN-ALIRAN GEREJA PROTESTAN DI INDONESIA Lutheran Latar belakang Reformasi yang dicanangkan Luther tidak terlepas dari perkembangan situasi kerohanian atau kegerejaan, sosial politik, kebudayaan dan perekonomian di Eropapada masa itu. Di bidang kerohanian atau kegerejaan, sudah sejak abad ke-5 uskup Roma (Paus) semakin memperlihatkan dan mengklaim supremasi atau keunggulan atas seluruh gerejanya di Eropa. Supremasi ini tidak hanya berlaku di gereja tetapi juga atas Negara atau pemerintah. Klaim supremasi ini kemudian disusul dengan penetapan berbagai ajaran gereja (Katolik Roma) yang tidak hanya bersumber dari Alkitab, melainkan juga dari tradisi. Di dalamnya antara lain dinyatakan bahwa Paus-lah yang memiliki dan menentukan keselamatan manusia, dan dalam memperoleh keselamatan itu manusia harus ikut berperan dalam bentuk beramal atau berbuat baik; jadi tidak hanya cukup mengandalkan iman dan kasih karunia Allah. Sehubungan dengan ini, kalau seseorang mau selamat melintasi purgatorium (api penyucian) menuju ke kehidupan kekal, ia harus berbuat banyak hal yang baik bagi gereja dan harus membeli surat penghapusan siksa dari pejabat gereja sesuai dengan timbangan dosanya. Padahal banyak pejabat gereja yang memperlihatkan perilaku yang jauh dari kesucian dan kesalehan ataupun dari ketergantungan penuh pada rahmat Allah, hidup dalam gemilangan kemewahan dan berbuat amoral. Pelayanan, pembinaan dan penggembalaan kepada umat sangat diabaikan, karena manusia secara otomatis sudah dianggap menjadi anggota gereja sejak kelahirannya. Keadaan ini meresahkan banyak orang, termasuk sejumlah rohaniawan yang masih berusaha memelihara ketertiban hidup dan kemurnian ajaran gereja dan semakin kuat pula niat untuk membarui dan memurnikan kehidupan dan ajaran gereja. Luther bukanlah orang pertama yang mencanangkan reformasi gereja di Eropa. Sebelumnya sudah ada John Wycliffe (Inggris) dan Johannes Hus (Cheko). Namun reformasi yang mereka canangkan belum mampu untuk membuat suatu perubahan, karena pada masa itu gereja masih sangat kuat dan gagasan pembaruan yang mereka canangkan tidak cukup mendasar dan radikal untuk membongkar sistem dan sendi-sendi utama ajaran dan organisasi GKR. Tetapi pada masa Luther, keadaan sudah sangat matang sehingga Luther bisa berperan sebagai penarik picu alat peledak yang membongkar sistem yang sebelumnya sudah sangat mapan namun juga meresahkan dan mulai keropos. Di bidang sosial politik terjadi beberapa perkembangan, di antaranya cita-cita persatuan semua orang Kristen di bawah pimpinan Paus sudah pudar, timbulnya semangat emansipasi politik hampir di seluruh Eropa, setiap raja ingin mengatur urusan wilayah kekuasaannya masing-masing dan tidak lagi mengakui klaim supremasi gereja atau Paus atas negara. Raja-raja wilayah ini sangat banyak berperanmendukung dan memajukan gerakan Reformasi yang dicanangkan Luther dan kawan-kawan. Selain itu juga, di kalangan bangsa Jerman bangkit semangat nasionalisme yang menekankan kesetaraan dengan bangsabangsa lain dan karena itu tidak lagi mau tunduk di bawah kekuasaan yang berasal dari negara atau bangsa lain, dalam hal ini Paus yang di Roma. Di bidang kebudayaan sejak abad ke-15 timbul Renaisans, yaitu semangat untuk kembali ke masa lalu dengan menggali sumber-sumber dan kejayaan masa lalu dan sekaligus mengembangkannya dalam bentuk-bentuk baru. Maka bangkitlah semangat untuk menggali sumber-sumber asli dari zaman kejayaan Yunani-Romawi. Semangat ini menghinggapi Luther, sehingga ia bekerja keras mendalami Alkitab bahasa asli Ibrani dan Yunani. Banyak pula di antara pendukung Renaisans yang berupaya menggabungkan filsafat Yunani dengan iman kristiani. Upaya ini melahirkan paham Humanisme dan salah satu tokohnya yang terkenal yaitu Desiderius Eramus, seorang Belanda. Renaisans ini juga mendorong bangkitnya semangat mengembangkan ilmu dan teknologi modern. Salah satu hasilnya adalah penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg. Dan penemuan ini berjasa mendukung penggandaan dan penyebaran tulisan-tulisan para reformator, terutama Luther. Di bidang ekonomi Eropa Barat mengalami perkembangan pesat. Sejak akhir abad ke-15bangkit kelas pedagang dan pengusaha di bidang perdagangan dan industri yang menjadi cikal bakal kapitalisme. Hal ini menggeser dominasi feodalisme yang berlangsung berabad-abad, dimana gereja juga terlibat. Feodalisme semakin dipandang tidak cocok dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat sehingga menimbulkan kritik yang nantinya melahirkan sikap kritis terhadap keadaan di masyarakat. Karena gereja di dalamnya berperan sebagai sokoguru sistem feodalisme, maka gereja juga menjadi sasaran sikap kritis tersebut. Selayang-pandang Riwayat Hidup dan Awal Pergumulan Luther Martinus Luther (1483-1546) lahir di Eisleben 10 November 1483 di lingkungan keluarga yang setia kepada GKR. Sesuai dengan ajaran gereja, ia dididik sangat takut kepada Tuhan, sebab ia hanya diajar untuk memandangNya sebagai Hakim yng keras dan pemurka. Pada usia 21 tahun, ia berhenti dari kuliahnya setelah ia menjalaninya selama empat di Universitas Erfurt dalam bidang hukum. Hal ini atas dasar ayahnya yang mengingininya untuk menjadi biarawan di biara Santo Augustin. Melihat keseriusannya, pimpinan biara menugaskannya belajar teologi dan dua tahun kemudian (1507), ia ditahbiskan menjadi imam. Pada tahun 1510 ia diutus ordonya menghadap Paus di Roma. Ia mendapat gelar doktor di bidang studi Kitab Suci dan diangkat menjadi guru besar di Universitas Wittenberg (1512). Jabatan inilah yang ia sandang sampai akhir hidupnya. Tugas utamanya adalh menafsir Alkitab dan untuk itu ia harus memeriks naskah asli. Setelah dikucilkan dari GKR, pengalaman ini mendorongnya menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman dengan maksud supaya sebanyak mungkin orang dapat membaca Alkitab dalam bahasanya sendiri. Pada saat itu mustahil bagi warga gereja untuk membaca Alkitab dalam bahasanya sendiri, karena menggunakan bahasa Latin (vulgata) dan hanya boleh dibaca oleh kaum klerus atau rohaniawan. Sementara mendalami Kitab Suci, ada 1 perkara yang intens digumuli Luther, yaitu tentang keselamatan: bagaimanakah caranya agar bisa mendapatkan rahmat Allah supaya memperoleh keselamatan? Dan pada tahun 1514, ia menemukan jalan keluar dari kegelisahannya itu melalui pemahaman bru atas kesaksian Paulus dalam Roma 1:16-17. Lewat pengalaman dan pemahaman baru itu Luther lebih lanjut menghayati hubungan antara Allah dan manusia secara baru. Hal ini tersebar dan sekaligus menjadi titik tolak pusat gerakan Reformasi. Permulaan Reformasi Luther Penyebab mendasar timbulnya Reformasi adalah perbedaan antara ajaran atau teologia dan praktek gereja (GKR) dengan ajaran Alkitab. Tetapi peristiwa pemicu Reformasi itu adalah penjualan surat penghapusan siksa (aflat) di Jerman oleh Johann Tetzel. Menentang propaganda Tetzel, Luther menyusun 95 dalil yang ditulis dalam bahasa Latin, lalu ia tempelkan di pintu gerbang di Wittenberg pada tanggal 31 Oktober 1517 (tanggal ini diperingati gereja-gereja Protestan sebagai hari Reformasi). Dalil-dalil ini merupakan ungkapan dan pengalaman Luther sendiri, jadi tidak bersifat teoritis. Membaca dalil-dalil itu, segera banyak orang tertarik lalu menggandakannya dan menyebarluaskannya. Dalil ini kemudian diterjemahkan para mahasiswa ke dalam bahasa Jerman. GKR menjadi gusar dan penjualan aflat merosot tajam. Di hadapan Paus Leo X merka mendakwa Luther sebagai penyesat. Lalu Paus menuntut agar ajarannya dicabut dan untuk kasus ini, ia bisa mendapatkan hukuma mati. Tetapi elektor (raja wilayah) Saaksen, Friedrich, melindungi Luther dengan tidak menahannya atau menyerahkannya kepada Paus atau hakim-hakim di Roma. Pada tahun 1520 keluarlah bulla (surat resmi) paus, berisi peringatan terakhir agar Luther bertobat. Luther menolak bulla itu dan membalasnya dengan tulisan, “Melawan Bulla yang Terkutuk dari Antikristus,” sambil membakar bulla itu. Sesudah itu keluarlah bulla baru berisi kutuk atas dirinya dan ajaran Luther di cap sebagai ajaran sesat. Sejak 1519 itu ia menjadi semakin insaf bahwa Paus pun bisa keliru dan konsili-konsili gereja bisa sesat. Kian hari pandangan ini menapat dukungan besar, salah satunya adalah Philip Melanchton, seorang humasis Kristen dan guru besar di Wittenberg. Pokok-pokok ajaran Reformasi Luther disusun Melanchton secara sistematis dalam tulisannya, “Pokok-pokok Teologi” yang menjadi buku dogmatik Protestan yang pertama. Ia juga membantu Luther menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman. Sambil menerjemahkan Alkitab mereka semakin menyadari dan menekankan kewibawaan Alkitab sebagai satu-satunya sumber ajaran gereja yang benar (Sola Scriptura). Prinsip Reformasi Luther dan Melanchton adalah: apa yang berlawanan dengan Alkitab harus dihapuskan. Tetapi yang tidak bertentangan dengan Alkitab tidak perlu diubah (ini biasa disebut adiafora). Yang menjadi sasaran utama reformasi atau pembaharuan yang dicanangkan Luther adalah pembaharuan gereja. Luther melihat bahwa GKR pada masa itu sudah jauh melenceng dari Alkitab. Misalnya, Alkitab bukanlah satu-satunya ajaran gereja yang memuat penyataan (wahyu) dari Allah. Jadi pembaharuan di bidang lain: praktek pelayanan setiap hari, organisasi dan jabatan, dan hal sekunder lainnya. Lanjutan Reformasi Luther dan Munculnya Gereja-gereja Lutheran Reformasi yang dicanangkan Luther tidak hanya melahirkan gerakan yang menjadikan Luther sebagai pemimpinnya dan berpedoman pada ajarannya, melainkan juga merangsang munculnya berbagai aliran dan gerakan radikal dan revolusioner yang juga menamakan diri gerakan Reformasi, tetapi pandangan dan prakteknya jauh menyimpang dari Luther. Yang pertama adalah gerakan pemberontakan petani yang dipimpin oleh Thomas Munzer (1491- 1525). Semula ia pengikut setia Luther, tetapi sejak 1521, ia menyalahgunakan ajaran Luther tentang Kebebasan Seorang Kristen untuk berkorban melawan para penguasa politik. Munzer memberi tafsiran yang materialistis atas kemiskinan atau orang-orang miskin pada Matius 5:3. Menurut dia maksud nats ini adalah orang miskin dan melarat dalam hal harta benda dan hanya orang seperti itulah menerima Roh, yakni Terang batiniah dari Allah dan merekalah disebut orang berbahagia. Sementara orang kaya, justru kaya, adalah orang-orang fasik. Karena itu, kata Munzer, orangorang miskin dan saleh itu hendaklah orang-orang kaya yang durhaka, lalu mendirikan Kerajaan Allah di bumi. Pada tahun 1524-1525 meletuslah pemberontakan petani di Jerman dan Munzer membenarkan serta ikut memimpin pemberontakan itu, sementara Luther menolaknya dengan keras. Yang kedua adalah gerakan atau kaum Anabaptis. Gerakan ini bermula dari Swiss, kemudian ke Jerman dan Negara lain di sekitarnya. Semula mereka mengikuti tokoh Reformasi Swiss, Ulrich Zwingli, namun dalam wktu singkat mereka memisahkan diri dari gereja dan upaya Reformasi yang dipimpinnya. Sama dengan gerakan pemberontakan petani, cita-cita gerakan ini adalah menciptakan persekutuan orang-orang suci dan mendirikan Kerajaan Kristus di bumi. Namun untuk mewujudkannya, mereka lama-kelamaan menjadi gerakan pemberontakan dan menghalalkan kekerasan. Tetapi sejak 1532, Luther mendengar tindakan revolusioner dari gerakan ini, ia menulis surat terbuka kepada dan tentang mereka, yang ia sebut “orang-orang munafik dan pendeta-pendeta gelap”. Ia mengencam gerakan ini, baik karena pemahaman mereka tentang baptisan yang ia nilai keliru maupun tindakan kekerasan yang merea lakukan, yang puncaknya pada peristiwa pembantaian di kota Munzer (1535). Dan Luther mendukung tindakan pemerintah setempat dalam membasmi gerakan radikal ini. Di tengah kesibukannya membasmi gerakan radikal ini dan mengkonsolidasikan gerakan reformasi yang dipimpinnya, pada usia 41 tahun (1525), Luther menikah dengan Katharina von Bora. Kemudian secara bertahap dirumuskanlah dokumen yang menjadi kesepakatan bersama antara pengikut Luther dan kemudian menjadi pegangan bagi gereja-gereja Lutheran. Yang pertama adalah Konfesi Augsburg 1530. Dokumen ini disusun oleh para teolog pengikut Luther, terutama Philip Melanchton, berdasarkan permintaan yang ditandatangani oleh sejumlah raja wilayah dan dewan kota yang mendukung reformasi Luther dan selanjutnya diserahkan dan dibacakan di hadapan Kaisar Karel V (25 Juni 1530). Dokumen itu denga tegas mengemukakan posisi dan keyakinan Luther dan para pengikutnya yang membedakan mereka dari GKR dan kelak dipandang sebagai magna charta Lutheran dan menjadi dokumen terpokok yang dipedomani gereja Lutheran. Dokumen ini langsung diserang oleh pihak GKR dan kaisar menyatakan penolakannya dan memerintah supaya dokumen itu dimusnahkan. Melanchton sendiri menjawab serangan pihak GKR, menyusun dokumn baru: Apologi Konfesi Augsburg (1531). Pada tahun 1538, Luther atas permintaan pangeran Johann Friedrich dari Saksen dan rekan-rekannya yang terhimpun dalam Liga Smalkaden, menyusun pasal-pasal Smalkaden. Setelah konsili Trente (1545-1563) yang menyatakn kutukan atas GKR atas Reformasi beserta semua tokoh dan penganutnya, para pengikut Luther banyak mengalami penindasan dan memasuki masa-masa gelap, apalagi karena Luther sudah meninggal pada 18 Februari 1546. Kemudian tecapailah kesepakatan yang dituangkan di dalam dokumen Formula Konkord (Rumusan Kesepakatan) tahun 1577. Pasal-pasal Smalkaden dan Formula Konkord kemudian dihimpun bersama Katekismus Kecil dan Katekismus Besar dari Martin Luther di dalam Kitab Konkord. Kitab ini diterbitkan tanggal 25 Juni 1580, yang menjadi patokan bagi gereja Lutheran yang sejak akhir abas ke-16 semakin menjelma menjadi gereja yang mapan. Awal kemunculannya Lutheran adalah sebuah nama yang diberikan kepada para pengikut Martin Luther, sang Reformator Gereja. Sulit ditentukan dengan pasti kapan aliran ini mulai muncul. Sebab hingga aliran ini diberi nama Lutheran, ia melalui proses yang cukup panjang dan rumit. Tetapi jika mengacu pada proses “pembakuan” ajaran Lutheran, tahun 1530 dapat kita sebut sebagai awal kemunculan aliran Lutheran. Sebab pada tahun tersebut untuk pertama kali terbit sebuah dokumen yang berisikan ajaran Martin Luther. Dokumen ini dikenal dengan nama Konfesi Augsburg, dan disusun oleh para teolog pengikut Luther, terutama Philip Melanchton. Di kemudian hari muncul pula dokumen-dokumen lain yang berisikan ajaran-ajaran Martin Luther. Dokumen-dokumen tersebut pada gilirannya dihimpun dalam sebuah kitab yang diberi nama Kitab Konkord, yang diterbitkan pada 25 Juni 1580. Kitab inilah yang menjadi semacam kanon (patokan ajaran) bagi gereja-gereja Lutheran, yang sejak akhir abad ke-16 sudah semakin menjelma menjadi gereja yang mapan. Pokok-pokok Ajarannya Pusat Ajaran Lutheran Firman dan Sakramen adalah kata-kata kunci dalam gereja-gereja Lutheran dan merupkan pusat ajaran Luther. Firman semata-mata mengacu kepada Alkitab sebagaimana dinyatakan lewat semboyan sola scriptura. Sakramen mengacu kepada penghargaan tinggi atas kedua sakramen, yaitu: Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Bagi Luther, sakramen adalah Firman yang kelihatan atau diperagakan. Keyakinan Luther bahwa keselamatan hanya diperoleh berdasar kasih karunia melalui iman (sola gratia dan sola fide) diungkapkan jelas dalam penggandaan gereja-gereja Lutheran atas Alkitab dan dalam cara mereka merayakan Perjamuan Kudus. Di dalam memberikan pelayanan Firman dan pelayanan Perjamuan Kudus, selalu ditekankan pengakuan dosa dan pengampunan yang disediakan Allah lewat pengorbanan Kristus. Sakramen (khusus Perjamuan Kudus) Berdasarkan penelitiannya atas Alkitab Luther menemukan bahwa hanya ada dua sakramen yang alkitabiah. Berdasarkan ini, kaum Lutheran menolak lima lainnya yang diakui di GKR (peneguhan/konfirmasi, pengakuan dosa, penahbisan iman, pengurapan/ peminyakan terutama pada orang sakit atau yang menjelang ajalnya, dan perkawinan). Ajaran Lutheran tentang Perjamuan Kudus disebut konsubstansi, artinya kedua unsur perjamuan, yaitu roti dan anggur, mencakup dua hakikat sekaligus: hakikat jasmani, tetap sebagai roti dan anggur dan hakikat rohani sebagai tubuh dan darah Kristus, yang diterima peserta perjamuan secara nyata. Ini bergeser arti dari ajaran GKR: transsubstansiasi. Bagi Luther pemahaman GKR itu bersifat magis dan tidak realistis, sebab tidak lagi mengakui bahwa roti dan anggur itu tetap berada sebagai roti dan anggur. Jabatan dan Tata Gereja Ketika Luther berbicara tentang jabatan, ia segera mengaitkan dengan pusat atau inti amanat Alkitab dan dengan hakikat gereja sebagai persekutuan orang-orang beriman, yang telah diselamatkan Kristus dan yang hidup di sekitar Firman dan Sakramen. Setiap jabatan ditetapkan oleh Allah sebagai pelaksanaan fungsi pelayanan Firman dan Sakramen. Menurut Luther jabatan imam telah digenapi sekaligus diakhiri oleh Tuhan Yesus Kristus, Imam Besar Agung. Berdasarkan imamat dan pengorbanan Yesus, semua orang percaya adalah imam. Inilah yang disebut Luther bersama para reformator lainnya: Imamat Am Semua Orang Percaya. Sesuai dengan inti ajaran Luther bahwa Firan dan Sakramen harus merupakan pusat kehidupan gereja atau umat kristiani, maka jabatan terpenting dan memerlukan tahbisan khusus adalah jabatan pemberita Firman dan pelayan Sakramen, dalam hal ini pendeta (pastor, gembala; poimen) yang dipandang sama jabatannya dengan uskup dalam GKR. Bersama dengan para penatua (presbuteroi); pendeta juga melaksanakan tugas pengajaran dan penggembalaan. Sementara itu jabatan-jabatan lainnya, seperti guru (pengajar), diaken, pemimpin nyanyian dan sebagainya, tidaklah dianggap sebagai jabatan gerejawi yang permanent dan mutlak ada. Yang terpenting bagi Luther adalah jabatan-jabatan gereja itu tidak bertentangan dengan inti amanat Alkitab atau Injil, yaitu bahwa setiap jabatan ditetapkan sebagai fungsi pelayanan di tengah persekutuan umat tebusan Kristus. Di pihak lain gereja Lutheran memiliki kelemahan, yakni: gereja-gereja Lutheran tidak cukup kuat menolak campur tangan kekuatan pemerintah setempat dalam menentukan struktur pemerintahan/organisasi gereja, maupun mencegah peniruan terhadap struktur organisasi dan birokrasi sekuler bersama dengan jalan pemikiran yang melandasinya. Tata Ibadah Suasana dan liturgi dalam ibadah di gereja-gereja Lutheran tidak jauh berbeda dari GKR, karena Luther mengikuti pola dasar ibadah GKR. Bagi Luther[an] yang terpenting dalam ibadah adalah bagaimana agar jemaat mengalami dengan nyata tindakan penyelamatan Allah di dalam Kristus, dan itu bisa dialami bila kepada mereka Firman diberitakan dengan murni dan dalam bahasa yang dapat dimengerti jemaat, dan sakramen dilayankan dengan benar. Dalam setiap ibdah Minggu harus ada pemberitaan Firman yang murni (semata-mata dari Alkitab). Sementara Perjamuan Kudus tidak mesti diselenggarakan pada setiap ibadah Minggu. Di dalam tata ibadah yang dipergunakan Luther dan pengikutnya, nyanyian dan musik mendapat tempat penting. Tata ibadah di lingkungan Lutheran ini, dituangkan dalam buku tata ibdah yang disebut Agenda. Namun yang menarik dalam tata ibadah Lutheran yang asli adalah di dalamnya tidak ada pembacaan Hukum Tuhan (dasa titah ataupun nas-nas lain yang menggantikannya). Jalan Masuk dan Perkembangannya di Indonesia Gereja/aliran Lutheran pertama kali masuk ke Indonesia bersamaan dengan datangnya orangorang Belanda/VOC, yakni pada permulaan abad ke-17. Di antara para pegawai VOC ada orangorang yang beraliran Lutheran (kendati sangat sedikit), dan mereka inilah yang pertama kali mendirikan Gereja Lutheran di Indonesia. Di kemudian hari aliran ini masuk dengan lebih deras lagi ke Indonesia bersamaan dengan masuknya para penginjil Rheinische Missions-gesellschaf (RMG), secara khusus di Sumatera Utara mulai tahun 1861. Di Indonesia dewasa ini ada sekurang-kurangnya delapan organisasi gereja yang mengaku sebagai penganut paham atau termasuk aliran Lutheran, yaitu: HKBP, GKPS, GPKB, GKPI, HKI, GKLI, GKPA dan GKPM; semuanya (kecuali GPKB) berkantor pusat di Sumatera Utara dan sekitarnya. PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN ALIRAN LUTHERAN Nama : Esti Nim : 201412042 Seksi : 01 Dosen Pengampu : Yosafat Bangun Jalan Arjuna Utara No. 9, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, DKI Jakarta 11510, Indonesia