PENGARUH SENAM BAYI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA BAYI USIA 4-12 BULAN DI POSYANDU KELURAHAN CELEP KECAMATAN SIDOARJO Priza Anugrah Ferlys¹: Dwi Ernawati, S.Kep.,Ns., M.Kep² Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya Email: [email protected] ABSTRACT Delays in motor development is more often due to a lack of opportunity to learning of gross motor skills as often picking up or putting in the baby walker, and excessive protection of the elderly, or the mother's lack of motivation. Design research uses Pretest-Post Test With Control Group Design. Sampling technique uses saturated sampling approach as many as 19 respondents of baby in the Posyandu Village Celep. The independent variable is baby gym and the dependent variable is gross motor development of infants aged 4-12 months. The instrument uses a DDST II sheets, observation sheets, and baby gym procedure. Data were analyzed Wilcoxon statistical test with significance level of p <0.05. The results showed in the control group by 8 respondents (70%) experienced changes and gross motor development as much as 2 respondents (20%) did not change gross motor development. Through the Wilcoxon statistical test obtained gross motor development before and after the obtained p = 0.014. The implications of this study is to design a program monthly procedure baby gym, corner gross motor devlelopment of the baby to become more optimal infant. Keyword : Baby Gym, Baby Development, Motor Development ABSTRAK Keterlambatan perkembangan motorik lebih sering disebabkan kurangnya kesempatan untuk mempelajari motorik kasar seperti sering digendong, diletakkan di baby walker, perlindungan orang tua berlebihan, atau kurangnya motivasi ibu. Desain penelitian menggunakan Pretest-Post Test With Control Group Design. Teknik sampling menggunakan Sampling Jenuh dengan responden 19 bayi di Posyandu Kelurahan Celep. Variabel independen yaitu senam bayi dan variabel dependen perkembangan motorik kasar kasar bayi usia 4- 12 bulan. Instrumen menggunakan lembar DDST II, lembar observasi, dan SPO senam bayi. Data dianalisa menggunakan uji statistik wilcoxon dengan tingkat kemaknaan p<0,05. Hasil penelitian didapatkan pada kelompok kontrol sebanyak 8 responden (80%) mengalami perubahan perkembangan motorik kasar dan sebanyak 2 responden (20%) tidak mengalami perubahan perkembangan motorik kasar. Pada kelompok intervensi sebanyak 7 responden (70%) mengalami perubahan perkembangan motorik kasar, dan sebanyak 2 responden (20,0%) tidak mengalami perubahan perkembangan motorik kasar. Melalui uji statistik wilcoxon didapatkan perkembangan motorik kasar sebelum dan sesudah didapatkan p = 0,014. Implikasi dari penelitian ini adalah kader posyandu merancang program bulanan pojok senam bayi agar perkembangan motorik kasar bayi menjadi lebih optimal. Kata kunci : Senam Bayi, Perkembangan Bayi, Motorik Kasar PENDAHULUAN Bayi adalah individu berusia 0 sampai 11 bulan yang masih lemah dan membutuhkan adaptasi yang baik serta masih bergantung kepada orang lain terutama ibunya untuk memenuhi kebutuhan. Sebagian orang tua, hal penting yang harus disadari adalah bahwa kemampuan motor kasar setiap anak berbeda (Dini Aminati, 2013:95). Perkembangan gerak akan berkembang lebih optimal apabila anak memiliki kesempatan yang cukup besar untuk melakukan aktivitas fisik dalam bentuk gerakan-gerakan yang melibatkan keseluruhan bagian anggota-anggota tubuh seperti melalui senam bayi. Contoh perkembangan motorik kasar yang mencakup keterampilan otot- otot besar seperti merangkak, berjalan, berlari, melompat, atau berenang (Dian Andriana, 2011:16). Keterlambatan perkembangan motorik lebih sering disebabkan oleh kurangnya kesempatan untuk mempelajari motorik kasar seperti sering digendong atau diletakkan di baby walker, perlindungan orang tua yang berlebihan, atau kurangnya motivasi dari ibu untuk melatih anaknya (Dian Andriana, 2013:13). Fakta dilapangan berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pada ibu yang memiliki bayi usia 4- 12 bulan di Desa Sidowayah Kelurahan Celep didapatkan perkembangan anak yang mengalami keterlambatan motorik kasar seperti bayi berumur 10 bulan belum bisa merangkak, dan bayi berumur 7 bulan tengkurap tapi belum bisa mengangkat kepala. Berdasarkan wawancara dari ibu, mereka mengatakan tidak pernah mengajak anaknya untuk melakukan treatment senam bayi dikarenakan uang hasil penjualan ataupun kerja dipakai untuk mencukupi kebutuhan sehari- hari. Ibu merasa khawatir akan perkembangan motorik kasar anaknya, selama ini ibu sudah melatih anaknya mulai dari merangkak, berdiri, dan berjalan. Selain itu, diposyandu selama ini belum pernah dijelaskan atau diajarkan tentang senam bayi. Berdasarkan Data WHO, 5-25% dari anak balita mengalami gangguan motorik. Pada tahun 2006 Depkes RI memperoleh data bahwa 16% balita Indonesia mengalami gangguan perkembangan, baik perkembangan motorik kasar maupun motorik halus. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Timur melakukan pemeriksaan untuk perkembangan ditemukan 10% terkena motorik kasar seperti berjalan, duduk (Nadhiroh, 2007). Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 02 April 2015 di wilayah Desa Sidowayah diperoleh data 5 (50%) dari 10 (100%) didapatkan 2 bayi berumur 10 bulan belum bisa merangkak, tetapi apabila naik kereta lincah, 2 bayi berumur 10 bulan 9 hari belum bisa merangkak hanya sebatas guling- guling apabila diberdirikan dipangkuan loncatloncat bila terlentang suka sekali mengangkat pantat dan pinggulnya, 1 bayi berumur 7 bulan tengkurap tapi belum bisa mengangkat kepalanya. terdapat juga faktor- faktor yang menghambat motorik kasar, yaitu: trauma di kepala, kelahiran prematur, anak kekurangan gizi, anak yang sangat berhatihati ketika belajar berjalan, anak takut jatuh atau cedera, dan orang tua yang terlalu protektif (melindungi) sehingga menghambat anak untuk melatih keterampilan motorik kasarnya (Dini Aminati, 2013:97-98). Dampak apabila tahapan motorik kasar tidak terlalui adalah anak tidak akan mempunyai konsepsi motorik dasar, sehingga tidak bisa menyadari gerakannya. Perkembangan selanjutnya setelah bertambah usia akan mempengaruhi pada kecerdasan emosi, kecerdasan mental anak, dan kemungkinan jangka panjang anak secara kecerdasan IQ bagus, tetapi kecerdasan EQ terhambat (Suhartini,2011). Senam bayi merangsang kelenjar hipofise anterior meningkatkan pengeluaran hormon somathotropin (Growth Hormone), dimana terjadi peningkatan timbunan protein oleh sel kondrositik dan sel osteogenik yang Keterlambatan motorik kasar disebabkan oleh beberapa hal, sebagian dapat dikendalikan dan sebagian lagi tidak, diantaranya gangguan fisik baik karena bawaan sejak lahir, kecelakaan. Salah satu penyebabnya adalah kelainan tonus otot atau penyakit neuromuskuler. Anak dengan cerebral palsy (gangguan sistem motorik) yang disebabkan oleh kerusakan otak, benturan (trauma) kepala yang berat, kelainan sumsum tulang belakang, penyakit saraf tepi atau poliomielitis yang menyebabkan kelumpuhan (Dini Aminati, 2013:97). Selain berbagai penyebab keterlambatan motorik kasar anak, terdapat juga faktor- faktor yang menghambat motorik kasar, yaitu: trauma di kepala, kelahiran prematur, anak kekurangan gizi, anak yang sangat berhati- hati ketika belajar berjalan, anak takut jatuh atau cedera, dan orang tua yang terlalu protektif (melindungi) sehingga menghambat anak untuk melatih keterampilan motorik anak menyebabkan pertumbuhan tulang menjadi lebih cepat. Senam membantu meningkatkan sirkluasi darah menyebabkan pasukan oksigen ke seluruh tubuh menjadi teratur berdampak terhadap perkembangan otot, pertumbuhan sel meningkat, koordinasi dan keseimbangan serta kewaspadaan lebih optimal, sehingga perkembangan motorik kasar lebih optimal atau sesuai dengan usianya, menguatkan otot- otot, dan juga sendi- sendi pada bayi sebagai persiapan bayi untuk duduk, berdiri, dan berjalan (Dini Aminati, 2013: 54). Apabila ditemukan adanya keterlambatan dalam perkembangan motor kasar bayi, harus segera ditelusuri penyebabnya sebelum menentukan apa yang harus dilakukan. Bila penyebabnya karena masalah perbedaan pola asuh (terhadap jenis kelamin anak) atau orang tua yang terlalu protektif, maka pertamatama yang harus dirubah adalah sikap orang tua. Orang tua harus membiarkan anak bergerak bebas sebatas tidak membahayakan. Dengan upaya ini anak semakin terpicu untuk melatih semua tahap perkembangan motor kasarnya. Tetapi, bila penyebab keterlambatan tersebut karena kelainan tubuh tertentu harus dikonsultasikan dengan dokter anak. Berbagai kelainan tersebut misalnya otot tidak berkembang secara optimal, karena adanya kelainan sumsum tulang belakang, kelainan saraf tepi, ukuran kepala bayi yang abnormal. Melalui berbagai pemeriksaan, dokter dapat mendiagnosa penyebab dan mengatasi gangguannya. Keterlambatan perkembangan motorik kasar dapat pula disebabkan karena kurangnya ia bergerak atau kurangnya rangsangan. Jika hal ini yang terjadi tata laksana yang dapat dilakukan adalah dengan senam bayi. Senam bayi dapat menjadi salah satu alternatif jalan keluar yaitu dengan melatih otot- otot tubuh bayi sehingga kemampuan motor kasarnya diharapkan berkembang optimal. Dengan senam bayi, mampu mendorong intelegensi yang kompleks untuk bayi, termasuk belajar mengkoordinasi, dan juga sangat penting untuk menguatkan otototot dan juga sendi- sendi pada bayi sebagai persiapan bayi untuk duduk, berdiri, dan berjalan. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian yaitu eksperimental semu (quasy-eksperimental). Desain rancangan Usia Kontrol Eksperimen Ibu f % f % 17-20 0 0 0 0 th 21-30 6 60,0 7 77,8 th 31-40 4 40,0 2 22,2 th >40 0 0 0 0 th Total 10 100.0 9 100.0 yang dipergunakan yaitu Pretest-Post Test with Control Group Design. Tempat penelitian di Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo. Populasi dari penelitian ini adalah bayi usia 4-12 bulan yang berkunjung ke posyandu Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo pada bulan Mei 2015 yang berjumlah 19 responden. Sampel dari penelitian ini adalah semua bayi usia 4-12 bulan yang mengunjungi posyandu diwilayah Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo pada bulan Mei 2015 yang memenuhi kriteria berjumlah 19 bayi, dengan kriteria inklusi yaitu: bayi berusia 4-12 bulan, bayi tidak memiliki kelainan bawaan seperti cerebral palsy, spina bifida, dan orang tua bayi bersedia menjadi responden. Penentuan sampel menggunakan teknik sampling jenuh. Sedangkan kriteria ekslusi yaitu: bayi dalam kondisi sakit, seperti diate, demam, atau kejang-kejang, bayi lahir prematur, dan orang tua bayi menolak menjadi responden. Variabel yang diteliti adalah senam bayi dan perkembangan motorik kasar bayi usia 4-12 bulan. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuisioner dengan bentuk pertanyaan tertutup, lembar observasi DDST I, dan lembar Jadwal Senam bayi. Kuisioner diberikan pada ibu sebagai responden yang harus dijawab sesuai apa yang dialami. Lembar observasi DDST II digunakan peneliti untuk mengukur perkembangan motorik kasar bayi, dan lembar jadwal senam bayi untuk menilai keteraturan pemberian jadwal senam. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik responden berdasarkan usia Ibu pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan usia Ibu pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen di Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo pada tanggal 14 Mei 2015 – 14 Juni 201 Pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 10 responden pada kelompok kontrol, sebagian besar usia ibu 21- 30 tahun memiliki jumlah sebanyak 6 Ibu (60,0%), dan sisanya usia ibu 31- 40 tahun dengan jumlah 4 ibu (40,0%). Pada kelompok eksperimen dari 9 responden, sebagian besar usia ibu 21- 30 tahun memiliki jumlah sebanyak 7 Ibu (77,8%), dan sisanya usia 31- 40 tahun dengan jumlah 2 ibu (22,2%). 2. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan orang tua pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan orang tua pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen di Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo pada tanggal 14 Mei 2015 – 14 Juni 201 Pendidikan Kontrol Eksperimen Ibu f % f % SD 1 10,0 0 0 SMP 1 10,0 1 11,1 SMA 4 40,0 3 33,3 S-1 4 40,0 4 44,4 Lain-lain 0 0 0 0 Total 10 100,0 9 100,0 Pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 10 responden pada kelompok kontrol sebagian besar pendidikan ibu S-1 sebanyak 4 responden (40,0%) dan pendidikan SMA sebesar 4 responden sisanya SD dan SMP memiliki jumlah yang sama sebanyak 1 responden (10,0%), sedangkan pada kelompok eskperimen sebagian besar pendidikan ibu S-1 sebanyak 4 responden (44,4%), pendidikan SMA sebanyak 3 responden (33,3%) dan sisanya SMP dan Lain-lain sebanyak 1 responden (11,1%). 3. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan orang tua pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Tabel 5.3 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan orang tua pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen di Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo pada tanggal 14 Mei 2015 – 14 Juni 201 Pekerjaan Kontrol Eksperimen Orang Tua f % f % Ibu rumah 6 60,0 1 11,1 tangga Buruh 0 0 0 0 pabrik/petani Wiraswasta 3 30,0 7 77,8 PNS 0 0 0 0 Lainnya 1 10,0 1 11,1 Total 10 100.0 9 100.0 Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 10 responden pada kelompok kontrol sebagian besar ibu rumah tangga sebanyak 6 responden (60,0), ibu rumah tangga sebanyak 6 responden (60,0%) dan Lainnya seperti pedagang sebanyak 1 responden (10,0%), sedangkan pada kelompok eksperimen sebanyak 9 responden sebagian besar pekerjaan wiraswasta sebanyak 7 responden (77,8%), Ibu rumah tangga sebanyak 1 responden (11,1%), dan Lainnya seperti Guru Honorer sebanyak 1 responden (11,1%). 4. Karakteristik responden berdasarkan usia bayi pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Tabel 5.4 Karakteristik responden berdasarkan usia bayi pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14 Juni 2015 Usia Bayi Kontrol Eksperimen f % f % 4-6 bulan 1 10,0 5 55,6 6-8 bulan 4 40,0 3 33,3 8-12 bulan 5 50,0 1 11,1 Total 10 100.0 9 100,0 Pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 10 responden pada kelompok kontrol usia bayi 8-12 bulan sebanyak 5 responden (50,0%), 6-8 bulan sebanyak 4 responden (40,0%), dan 4-6 bulan sebanyak 1 responden (10,0%), Sedangkan dari 9 responden pada kelompok eksperimen usia bayi 4-6 bulan sebanyak 5 responden (55,6%), 6-8 bulan sebanyak 3 responden (33,3%), dan 8-12 bulan sebanyak 1 responden (11,1%). 5. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin bayi pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen Tabel 5.5 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin bayi pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen di Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo pada tanggal 14 Mei 2015 – 14 Juni 2015 Jenis Kontrol Eksperimen Kelamin f % f % Bayi Laki-laki 4 40,0 7 77,8 Perempuan 6 60,0 2 22,2 Total 10 100.0 9 100.0 Pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 10 responden jenis kelamin bayi pada kelompok kontrol sebagian besar perempuan sebanyak 6 responden (60,0%), dan sisanya jenis kelamin lakilaki sebanyak 4 responden (40,0%). Pada kelompok intervensi dari 9 responden sebagian besar jenis kelamin laki- laki sebanyak 7 responden (77,8%), dan sisanya perempuan sebanyak 2 responden (22,2%). 6. Karakteristik responden berdasarkan jumlah anak dalam keluarga pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen Tabel 5.6 Karakteristik responden berdasarkan jumlah anak dalam keluarga pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14 Juni 2015 Jumlah anak Kontrol Eksperimen dalam f % F % Keluarga 1-2 orang 6 60,0 6 66,7 3-4 orang 4 40,0 3 33,3 >5 orang 0 0 0 0 Total 10 100.0 9 100.0 Pada tabel 5.6 diatas dapat dijelaskan bahwa dari 10 responden pada kelompok kontrol sebagian besar jumlah anak dalam keluarga 1-2 orang sebanyak 6 responden (60,0%),dan sisanya 3-4 orang sebanyak 4 responden (40,0%). Pada kelompok eksperimen dari 9 responden jumlah anak dalam keluarga 1-2 orang sebanyak 6 responden (66,7%),dan 3-4 orang sebanyak 3 responden (33,3%). 7. Karakteristik responden berdasarkan urutan kelahiran anak pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen Tabel 5.7 Karakteristik responden berdasarkan urutan kelahiran anak pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14 Juni 2015 Urutan Kontrol Eksperimen kelahiran anak f % F % Pertama 7 70,0 6 60,0 Ketiga 2 20,0 2 20,0 Keempat 1 10,0 1 10,0 Total 10 100.0 9 100.0 Dari tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 10 responden pada kelompok kontrol urutan kelahiran anak sebaanyak 10 orang (100,0%), urutan kelahiran anak pertama sebanyak 7 responden (70,0%), urutan kelahiran anak ketiga sebanyak 2 responden (20,0%), dan urutan kelahiran anak keempat sebanyak 1 responden (10,0%). Pada kelompok eksperimen dari 9 responden urutan kelahiran anak pertama sebanyak 6 responden (66,7%), urutan kelahiran anak kedua sebanyak 2 responden (22,2%), dan urutan kelahiran anak keempat sebanyak 1 responden (11,1%). 8. Karakteristik responden berdasarkan riwayat penyakit pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen Tabel 5.8 Karakteristik responden berdasarkan riwayat penyakit pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14 Juni 2015 Riwayat penyakit Kontrol Eksperimen f % f % Ya 0 0 0 0 Tidak 10 100.0 9 100.0 Total 10 100.0 9 100.0 Pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 10 responden pada kelompok kontrol bahwa keseluruhan sebanyak 10 bayi (100.0%) tidak mempunyai riwayat penyakit. Pada kelompok eksperimen dari 9 responden bahwa keselurahan sebanyak 9 bayi (100.0%) tidak mempunyai riwayat penyakit. 9. Karakteristik responden berdasarkan bayi sudah pernah senam pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen Tabel 5.9 Karakteristik responden berdasarkan bayi sudah pernah senam pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14 Juni 2015 Bayi sudah Kontrol Eksperimen pernah f % f % senam Ya 0 0 0 0 Tidak 10 100.0 9 100.0 Total 10 100.0 9 100.0 Pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol semua bayi belum pernah melakukan senam bayi sebanyak 10 responden (100,0%) dan kelompok eksperimen semua bayi belum pernah melakukan senam bayi sebanyak 9 responden (100.0%). 10. Karakteristik responden berdasarkan bayi dalam kondisi sehat pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen Tabel 5.10 Karakteristik responden berdasarkan bayi dalam kondisi sehat pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14 Juni 2015 Bayi dalam Kontrol Eksperimen kondisi sehat f % F % Ya 10 100.0 9 100.0 Tidak 0 0 0 0 Total 10 100.0 9 100.0 Pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol sebanyak 10 responden (100%) dan kelompok eksperimen sebanyak 9 (100.0%) responden bahwa semua bayi dalam kondisi sehat. 11. Karakteristik responden berdasarkan bayi sering digendong pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen Tabel 5.11 Karakteristik responden berdasarkan bayi sering digendong pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14 Juni 2015 Bayi sering Kontrol Eksperimen digendong f % f % Ya 5 50,0 5 55,4 Tidak 5 50,0 4 44,4 Total 10 100.0 9 100.0 Pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol bayi yang sering digendong dan tidak sering digendong memiliki jumlah yang sama sebanyak 5 responden (50,0%). Sedangkan, pada kelompok eksperimen yang sering digendong sebanyak 5 responden (55,4%) dan tidak sering digendong sebanyak 4 responden (44,4%). 12. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan keluarga pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen Tabel 5.12 Karakteristik responden berdasarkan pendapatan keluarga pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14 Juni 2015 Pada tabel 5.12 menunjukkan bahwa pendapatan orang tua sebesar 500.000 – 1.000.000 sebanyak 3 responden (30,0%), pendapatan 1.000.000 – 1.500.000 sebanyak 2 responden (20,0%), dan pendapatan 1.500.000 sebanyak 4 responden (40,0%). Sedangkan, pada kelompok eksperimen pendapatan 500.000 – 1.000.000 sebanyak 5 responden (55,6%), pendapatan 1.000.000 – 1.500.000 sebanyak 1 responden (11,1%), dan pendapatan 1.500.000 – 2.000.000 sebanyak 3 responden (33,3%). 13. Karakteristik perkembangan motorik kasar bayi sebelum diberikan senam bayi pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Tabel 5.13 Perkembangan motorik kasar bayi sebelum senam pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen di posyandu Kelurahan Celep kecamatan Sidoarjo pada tanggal 14 Mei 2015- 14 Juni 2015 Kriteria Kontrol Eksperimen f % f % Normal 5 50,0 2 22,2 Suspect 4 40,0 5 55,6 Untestable 1 10,0 2 22,2 Total 10 100.0 9 100.0 Berdasarkan tabel 5.13 menunjukkan bahwa frekuensi perkembangan motorik kasar dari 10 responden pada saat pre pada kelompok kontrol. Dari tabel diatas menunjukkan presentase awal atau pre pada kelompok kontrol memiliki hasil Normal sebanyak 5 responden atau sebesar 50,0%, suspect sebanyak 4 responden atau sebesar 40,0%, dan kemudian sisanya untestable sebanyak 1 responden atau sebesar 10,0%. Sedangkan, pada kelompok intervensi perkembangan motorik kasar dari 9 responden pada saat pre. Dari tabel Pendapatan Kontrol Eksperimen keluarga f % f % 500.000 – 3 30,0 5 55,6 1.000.000 1.000.0002 20,0 1 11,1 1.500.000 1.500.0004 40,0 3 33,3 2.000.000 Total 10 100.0 9 100.0 diatas menunjukkan presentase awal atau pre pada kelompok intervensi memiliki hasil normal sebanyak 2 responden atau sebesar 22,2 %, suspect sebanyak 5 responden atau sebesar 55,6%, dan kemudian sisanya untestable sebanyak 2 responden atau sebesar 22,2%. 14. Karakteristik perkembangan motorik kasar bayi sesudah diberikan senam bayi pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Tabel 5.14 Perkembangan motorik kasar bayi sesudah senam pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen di posyandu Kelurahan Celep kecamatan Sidoarjo pada tanggal 14 Mei 2015- 14 Juni 2015 Kriteria Kontrol Intervensi f % f % Normal 7 70,0 7 77,8 Suspect 2 20,0 2 22,2 Untestable 1 10,0 0 0 Total 10 100.0 9 100.0 Berdasarkan tabel 5.14 menunjukkan bahwa frekuensi perkembangan motorik kasar dari 10 responden pada saat post pada kelompok kontrol. Dari tabel diatas menunjukkan presentase akhir atau post pada kelompok kontrol memiliki hasil normal sebanyak 7 responden atau sebesar 70,0%, suspect sebanyak 2 responden atau sebesar 20,0%, dan kemudian sisanya untestable sebanyak 1 responden atau sebesar 10,0%. Sedangkan, pada kelompok intervensi perkembangan motorik kasar dari 9 responden pada saat post . Dari tabel diatas menunjukkan presentase akhir atau post pada kelompok intervensi memiliki hasil normal sebanyak 7 responden atau sebesar 77,8 %, dan suspect sebanyak 2 responden atau sebesar 22,2. 15. Selisih perkembangan motorik kasar pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen Tabel 5.15 Selisih perkembangan motorik kasar pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen N Median (minimummaksimum) P value Kelompok Kontrol 10 0,20 (0-1) 0.014 Kelompok eksperimen 9 0,78 (0-1) Pada tabel 5.15 menunjukkan bahwa hasil uji statistik wilcoxon menunjukkan hasil ρ= 0.014 < 0.05, bermakna Ho ditolak dan H1 diterima sehingga ada pengaruh senam bayi terhadap perkembangan motorik kasar pada bayi usia 4-12 bulan. PEMBAHASAN 5.2.1 Karakteristik Perkembangan Motorik Kasar Bayi Sebelum Diberikan Senam Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen Secara umum hasil penelitian di Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo responden dengan motorik kasar bayi sebelum diberikan senam pada kelompok kontrol yang normal sebanyak 5 bayi (50,0%), suspect sebanyak 4 responden (40%), dan untestable sebanyak 1 responden (10,0%). Hasil penelitian pada perkembangan motorik kasar bayi dengan pemeriksaan DDST Didapatkan hasil dari 10 bayi yang dilakukan pemeriksaan DDST hasilnya sebagian besar dengan hasil pemeriksaan normal, yaitu sebanyak 5 bayi (50,0%), meruapakan anak pertama atau tunggal. Menurut Soetjaningsih (2012) anak pertama atau tunggal memiliki kemampuan intelektual lebih menonjol dan cepat berkembang karena sering berinteraksi dengan orang dewasa. Perkembangan motorik kasar suspect sebanyak 4 bayi (40%) pada kelompok kontrol oleh karena pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga dari 6 responden (60,0%), anak lebih sering digendong sebanyak 4 responden (80,0%) saat ibu menyelesaikan seluruh pekerjaan rumah tangga. Menurut Dian Andriana (2013:13) menyebutkan keterlambatan perkembangan motorik lebih sering disebabkan oleh kurangnya kesempatan untuk mempelajari motorik kasar seperti sering digendong. Hasil dari penelitian didapatkan anak dengan perkembangan unstestable sebanyak 1 responden (10,0%), karena adanya penolakan dari anak. Penolakan tersebut karena anak takut dan lelah yang menyebabkan anak kurang dapat terfokus dan sedang tidak mood dengan tes yang diberikan. Menurut Dian Andriana (2013) pada hasil interpretasi Denver II yang meragukan dan tidak dapat dites, seharusnya dilakukan tes ulangan 2 minggu berikutnya untuk menghilangkan faktor – faktor sesaat, seperti rasa takut, sakit, atau kelelahan. Berdasarkan data penelitian yang didapatkan faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar adalah stimulasi, pendidikan orang tua, dan jenis kelamin (Eveline P.N dan Nanang Djamaludin, 2011). Berdasarkan hasil penelitian dengan faktor stimulasi bayi sudah pernah senam atau tidak, menunjukkan bahwa dari 10 responden (100,0%) belum pernah melakukan senam bayi sebelumnya dengan penilaian suspect sebanyak 4 responden (40,0%). Menurut Dini Aminati (2013) Bayi yang tidak mengikuti senam umumnya perkembangan motorik lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang mengikuti senam. Menurut Mustika dan Arifa (2011), bahwa kebutuhan stimulasi atau upaya merangsang anak untuk memperkenalkan pengetahuan ataupun keterampilan baru dalam hal ini adalah kemampuan motorik kasar sangat penting dalam peningkatan kecerdasan anak. Peneliti berasumsi bahwa pemberian stimulasi yang kurang dalam hal ini seperti senam bayi dapat menjadikan perkembangan anak tidak sesuai menurut usianya. Berdasarkan data penelitian menunjukan bahwa faktor pendidikan orang tua, dengan pendidikan S-1 didapatkan perkembangan motorik kasar dengan penilaian suspect sebanyak 3 responden (75,0%), dibandingkan dengan ibu dengan pendidikan SMA penilaian suspect lebih sedikit sebanyak 1 responden (25,0%). Hal ini disebabkan karena ibu jarang mencari tau tentang tugas perkembangan anak khususnya motorik kasar, dan ibu mengetahui pencapaian perkembangan motorik kasar berdasarkan pengalaman yang didapatkan secara alami dan tidak berdasarkan pengetahuan yang ada. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Silfia Syafriyani tahun 2011 di Payakumbuh, Sumatera Barat menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang kurang memadai memungkinkan pemahaman tentang stimulasi kurang efektif dan kurang terlaksana, sebaliknya tingkat pendidikan yang relatif tinggi, kemungkinan banyak memperoleh pengalaman terkait dengan perkembangan anak, pada akhirnya dapat diaplikasikan untuk memahami kebutuhan perkembangan anak. Peneliti berasumsi bahwa pendidikan yang tinggi tidak sepenuhnya memberikan dampak positif terhadap perkembangan motorik kasar menjadi tidak terlambat, namun hal itu semua tergantung pada motivasi setiap orang tua khususnya ibu untuk menggali pengetahuan yang lebih dan mengaplikasikan kepada anaknya demi mengejar keterlambatan anaknya menjadi normal sesuai usia. Berdasarkan data penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin laki- laki lebih tinggi dengan penilaian suspect didapatkan sebanyak 3 responden (42,9%) dibandingan dengan bayi jenis kelamin perempuan sebanyak 2 responden (100.0%). Hal ini sejalan dengan teori menurut Eveline P.N dan Nanang Djamaludin (2010) yang mengatakan bahwa tumbuh kembang fungsi reproduksi anak perempuan, berlangsung lebih cepat di bandingkan dengan anak laki- laki. Namun, ketika melawati masa pubertas, justru sebaliknya. Peneliti berasumsi bahwa jenis kelamin memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan motorik kasar setiap bayi. Secara umum hasil penelitian di Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo responden dengan motorik kasar bayi sebelum diberikan senam pada kelompok intervensi penilaian normal sebanyak 2 bayi (22,2%), suspect sebanyak 5 responden (55,6%), dan untestable sebanyak 2 responden (22,2%). Tingginya angka jumlah perkembangan motorik kasar dengan penilaian suspect sebanyak 5 responden (55,6%) disebabkan karena keadaan sosio ekonomi keluarga yang rendah dengan pendapatan 500.000 – 1.000.000 perbulan dengan penilaian suspect sebanyak 5 responden (83,3%). Menurut Eveline P.N dan Nanang Djamaludin (2010) bahwa kondisi sosio ekonomi yang memadai, akan lebih mampu memenuhi kebutuhan gizi anaknya. Mereka biasanya lebih sadar akan tentang soal pengetahuan parenting. Sementara, kemisikinan yang dialami sebuah keluarga, menjadi pilihan- pilihan gizi anaknya menjadi lebih terbatas. Kemudian, kesehatan lingkunganpun biasanya terabaikan. Karenanya, anakpun lebih mudah terserang penyakit yang akan menghambat tumbuh kembangnya. Menurut Soetjaningsih (2003) bahwa pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer dan sekunder. Status ekonomi memegang peranan penting untuk dapat menentukan kebutuhan yang berkualitas bagi tumbuh kembang anak. Perkembangan motorik kasar dengan penilaian normal sebanyak 2 responden (22,2%) dikarenakan semua bayi dalam keadaan sehat sebanyak 2 responden (22,2%). Menurut Nurmalina (2011), keluarga dengan pendapatan tinggi dapat membeli makanan apa pun, termasuk makanan sehat bergizi. Sebaliknya, keluarga dengan pendapatan rendah cenderung mengonsumsi makanan yang kurang bergizi sehingga anak pun lebih mudah terserang penyakit yang akan menghambat tumbuh kembangnya (Eveline P.N dan Nanang Djamaludin, 2010). Anak dengan kemampuan motorik kasar untestable sebanyak 2 responden (22,2%) disebabkan karena beberapa hal seperti anak sulit berinteraksi dengan orang baru. Menurut Dian Andriana (2013) pada hasil interpretasi Denver II yang meragukan dan tidak dapat dites, seharusnya dilakukan tes ulangan 2 minggu berikutnya untuk menghilangkan faktor – faktor sesaat, seperti rasa takut, sakit, atau kelelahan. Berdasarkan data penelitian yang didapatkan faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar adalah stimulasi, pekerjaan orang tua dan pendidikan orang tua (Eveline P.N dan Nanang Djamaludin, 2011). Berdasarkan hasil penelitian dengan faktor stimulasi bayi sudah pernah senam atau tidak, menunjukkan bahwa 9 responden (100,0%) belum pernah melakukan senam bayi sebelumnya. Didapatkan perkembangan motorik kasar dengan penilaian suspect sebanyak 5 responden (55,6%) Menurut Dini Aminati (2013) Bayi yang tidak mengikuti senam umumnya perkembangan motorik lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang mengikuti senam. Menurut Mustika dan Arifa (2011), bahwa kebutuhan stimulasi atau upaya merangsang anak untuk memperkenalkan pengetahuan ataupun keterampilan baru dalam hal ini adalah kemampuan motorik kasar sangat penting dalam peningkatan kecerdasan anak. Peneliti berasumsi bahwa pemberian stimulasi yang kurang dalam hal ini seperti senam bayi dapat menjadikan perkembangan anak tidak sesuai menurut usianya. Berdasarkan hasil penelitian dengan pekerjaan orang tua menunjukkan hasil diketahui bahwa sebagian besar perkembangan motorik kasar suspect yaittu sebanyak 5 responden (83,3%). Hal tersebut disebabkan karena pada perkembangan motorik kasar suspect mayoritas ibu bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 5 responden (71,4%). Sehingga kemungkinan anak dengan suspect kurang mendapat stimulasi yang maksimal sebagai pendidikan dini. Pengasuhan oleh keluarga ketika ibu bekerja yang hanya berorientasi sekedar menjaga anak ketika ibu bekerja. Menurut Markum dalam buku Nursalam (2003) dijelaskan bahwa bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu lebih maksimal sehingga tidak dapat mengetahui segala aktifitas anaknya. Peneliti berasumasi bahwa ibu yang sibuk bekerja tidak punya banyak waktu untuk memperhatikan kebutuhan anaknya termasuk dalam pemberian tindakan stimulasi. Sebaliknya ibu yang tidak bekerja akan punya banyak waktu dalam memperhatikan kebutuhan anaknya dan memberikan tindakan stimulasi yang optimal sehingga perkembangan anak normal dan sesuai umurnya. Faktor lain yang mempengaruhi senam bayi terhadap perkembangan motorik adalah pendidikan ibu. Dimana ibu sebagian besar rata- rata berpendidikan SMA memberikan penilaian perkembangan motorik kasar suspect sebanyak 3 responden (75,0%), dibandingkan dengan ibu berpendidikan S1 penilaian perkembangan motorik kasar suspect sebanyak 1 responden (33,3%), hal ini dikarenakan kurangnya akses informasi yang didapat oleh para ibu terkait dengan pemberian stimulasi terhadap perkembangan motorik kasar. Pekerjaan ibu yang hanya dirumah mencerminkan bahwa kurangnya pertukaran informasi yang didapat oleh ibu. Hal ini sejalan dengan Notoadmojo (2007), pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan, pengalaman diri sendiri, maupun orang lain, serta melalui media masaa dan lingkungan. Peneliti berasumsi bahwa dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar tentang cara meningkatkan perkembangan motorik kasar yang baik. 5.2.2 Karakteristik Perkembangan Motorik Kasar Bayi Sesudah Diberikan Senam Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen Secara umum hasil penelitian di Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo responden dengan motorik kasar bayi sesudah diberikan senam pada kelompok kontrol yang normal sebanyak 2 bayi (70,0%), suspect sebanyak 2 responden (20%), dan untestable sebanyak 1 responden (10,0%). Hasil penelitian pada perkembangan motorik kasar bayi dengan pemeriksaan DDST didapatkan hasil dari 10 bayi yang dilakukan pemeriksaan DDST dengan hasil pemeriksaan suspect, yaitu sebanyak 2 bayi (20%). Hal ini disebabkan karena pada kelompok kontrol tidak dilakukannya intervensi senam sehingga motorik kasarnya mengalami perkembangan secara alami tanpa diberikan intervensi senam bayi. Menurut Dini Aminati (2013) bayi yang tidak mengikuti senam umumnya perkembangan motorik lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang mengikuti senam. Hal ini sesuai hasil penelitian Kusyarini (2006:4) bahwa bayi yang berumur 3 bulan keatas diberikan program senam akan lebih cepat perkembangan motoriknya tanpa ada indikasi medis memperlihatkan hasil yang baik. Bayi menjadi lebih percaya diri, lebih aktif bergerak, sosialisasinya lebih bagus, dibanding anak seumurnya. Keyakinan orang tua tentang perkembangan yang secara alami yang akan dicapai oleh anak masih melekat pada persepsi mereka, sehingga kecenderungan orang tua membiarkan perkembangan anak sesuai kemampuan yang ada tanpa memberikan stimulasi yang optimal. Hal ini sejalan dengan penelitian Wayan Darsana 2012 di Bali menyatakan bahwa kemampuan orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan terhadap anaknya dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya sosial ekonomi, dan tingkat pendidikan. Ketidakmampuan dalam memberikan stimulasi akan membuat orang cenderung membiarkan anak berkembang apa adanya tanpa rangsangan dari luar sementara mereka juga memberi perlindungan yang berlebih kepada anaknya sehingga menghambat kesiapan berkembangnya kemampuan anak, banyak orang awam khususnya orang tua berpendapat bahwa masalah tumbuh kembang yang terjadi pada anak bisa berkurang bahkan hilang sendiri dengan perjalanan waktu seiring bertambahnya usia anak. Perkembangan motorik kasar dengan penilaian normal sebanyak 2 responden (70,0%) dikarenakan usia anak mempunyai pengaruh signifikan pada proses tumbuh kembang. Menurut Narendra (2002) menyebutkan bahwa pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang normal, dan ini merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, salah satunya adalah usia anak yang kecepatan pertumbuhan pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan, dan masa remaja. Penilaian motorik kasar untestable sebanyak 1 responden (10,0%) disebabkan karena pada saat melakukan penilaian motorik kasar anak sakit dan takut dengan orang asing sehingga menyebabkan anak menolak untuk dilakukan penilaian. Menurut Dian Andriana (2013) pada hasil interpretasi Denver II yang meragukan dan tidak dapat dites, seharusnya dilakukan tes ulangan 2 minggu berikutnya untuk menghilangkan faktor – faktor sesaat, seperti rasa takut, sakit, atau kelelahan. Namun, peneliti tidak melakukan penilaian kembali untuk uji ulang 2 minggu berikutnya disebabkan karena adanya keterbatasan waktu penelitian. Berdasarkan data penelitian yang didapatkan faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar adalah stimulasi, dan pendidikan orang tua (Eveline P.N dan Nanang Djamaludin, 2011). Berdasarkan hasil penelitian dengan faktor stimulasi bayi sudah pernah senam atau tidak, menunjukkan bahwa dari 10 responden (100,0%) belum pernah melakukan senam bayi sebelumnya. Didapatkan adanya penilaian suspect sebanyak 2 responden (20.0%), hal ini disebabkan karena bayi tidak dilakukan intervensi senam bayi selama 1 bulan. Menurut Menurut Dini Aminati (2013) Bayi yang tidak mengikuti senam umumnya perkembangan motorik lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang mengikuti senam. Berdasarkan penelitian dengan faktor pendidikan orang tua, menunjukkan bahwa ibu dengan pendidikan S-1 dan SMA didapatkan penialaian perkembangan motorik kasar yaitu untestable sebanyak 1 responden (25,0%). Hal ini disebabkan karena pengetahuan ibu tentang pencapaian tugas perkembangan anak kurang sehingga mereka tidak mengerti tentang pencapaian tugas perkembangan anak yang harus dapat dilakukan sesuai anak. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Silfia Syafriyani tahun 2011 di Payakumbuh, Sumatera Barat menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang relatif tinggi, kemungkinan banyak memperoleh pengalaman tentang perawatan anak yang diperoleh dari referensi dan dari hasil pendidikannya; sehingga orang tua memiliki pengetahuan yang terkait dengan perkembangan anak. Peneliti berasumsi bahwa perkembangan motorik kasar tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor pendidikan sang ibu, namun hal ini semua tergantung bagaimana ibu mampu mengaplikasikan pengetahuan yang didapat kepada anaknya secara optimal dengan kemajuan perkembangan motorik kasar. Secara umum hasil penelitian di Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo responden dengan motorik kasar bayi sesudah diberikan senam pada kelompok eksperimen, penilaian normal sebanyak 7 bayi (77,8%), dan suspect sebanyak 2 responden (22,2%). Hasil penelitian pada perkembangan motorik kasar dengan pemeriksaan DDST setelah dilakukan senam, didapatkan hasil dari 9 responden (100.0%), sebanyak 2 responden (22,2%) dengan penilaian suspect. Hal ini bisa disebabkan oleh anak mendapat stimulasi yang kurang pada motorik kasar oleh keluarga terutama dari peran seorang ibu. Kesibukan ibu yang bekerja (wirawasta) sebanyak 7 responden (77,8%) mencari nafkah dengan rata- rata jam kerja adalah 7- 8 jam sehari (sepertiga waktunya dihabiskan untuk kegiatan di luar rumah), yang mengakibatkan kurangnya waktu ibu bersama keluarga, khususnya untuk anakanak jika dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 1 responden (11,1%). Menurut Desmita (2006) menyebutkan bahwa sebagian besar pertumbuhan otak bayi terjadi setelah lahir dipengaruhi oleh faktor lingkungan, termasuk stimulasi, serta pengasuhan orang tua. Tugas orang tua dalam hal ini adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga memungkinkan perkembangan berjalan sesuai usianya. Apabila peran ibu kurang atau tidak berhasil maka anak akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, namun apabila peran ibu berhasil maka anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya (Werdiningsih & Astarani, 2012). Perkembangan motorik kasar anak dengan penilaian normal sebanyak 7 responden (77,8%) disebabkan karena anak telah mendapatkan intervensi senam bayi selama satu bulan setiap hari setiap pagi dan sore selama 5-10 menit. Menurut Dini Aminati (2011:63) menyebutkan bahwa bayi yang melakukan senam, umumnya perkembangan motoriknya lebih cepat daripada yang tidak mengikuti senam bayi. Berdasarkan data penelitian yang didapatkan faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar adalah stimulasi, urutan kelahiran anak, dan pendidikan orang tua (Eveline P.N dan Nanang Djamaludin, 2011). Berdasarkan hasil penelitian dengan faktor stimulasi bayi sudah pernah senam atau tidak, menunjukkan bahwa dari 9 responden (100,0%) belum pernah melakukan senam bayi sebelumnya. Didapatkan perkembangan motorik kasar dengan penilaian normal sebanyak 7 responden (77,8%) hal ini dikarenakan bayi telah melakukan intervensi senam bayi selama 4 minggu . Menurut Dini Aminati (2011:63) menyebutkan bahwa bayi yang melakukan senam, umumnya perkembangan motoriknya lebih cepat daripada yang tidak mengikuti senam bayi. Percepatan perkembangan motorik juga melibatkan pertumbuhan otot-otot dan tulang yang diseertai dengan bervariasi gerakan seperti mengajarkan senam. Hasil ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Soetjaningsih (2002) bahwa perawatan kesehatan, memberikan stimulasi yang teratur, menimbang secara rutin, akan menunjang tumbuh kembang anak. Peneliti berasumsi bahwa bayi yang mengikuti senam perkembangan motorik kasar lebih cepat dibandingkan dengan bayi yang tidak mengikuti senam. Berdasarkan hasil penelitian dengan urutan kelahiran anak, menunjukkan data dari 9 responden (100,0%). Didapatkan perkembangan motorik kasar pada anak pertama dengan penilaian normal sebanyak 5 responden (83,3%). Menurut Moersintowati (2002) ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju perkembangan anak, diantaranya urutan kelahiran. Dalam keluarga yang sama, perkembangan motorik anak pertama cenderung lebih baik dibandingkan dengan anak yang lahir kemudian. Hal ini karena orang tua dapat menyisihkan waktunya lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama dalam belajar dibandingkan anak yang lahir kemudian. Peneliti berasumsi bahwa anak pertama lebih mempunyai banyak peluang dalam perkembangan motorik kasarnya karena mendapat perhatian lebih dari orang tua. Berdasarkan hasil penelitian dengan pendidikan orang tua, menunjukkan data dari 9 responden (100,0%), didapatkan perkembangan motorik kasar dengan pendidikan S-1 penilaian normal sebanyak 4 responden (100,0%), lebih signfikan dibandingkan dengan pendidikan SMA sebanyak 2 responden (66,7%). Menurut Soetjaningsih (2005) bahwa pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang bayi. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat dengan mudah menerima segala informasi dari luar tentang cara pengasuhan bayi yang baik, terutama cara pemberian stimulasi, bagaimana menjaga kesehatan bayinya, pendidikannya, dan sebagainya. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki dan perilaku yang diharapkan akan muncul tindakan stimulasi yang baik. Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua terutama ibu, maka semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimiliki untuk mampu memberikan tindakan stimulasi secara optimal kepada anaknya. 5.2.3 Pengaruh Senam Bayi Terhadap Perkembangan Motorik Kasar Bayi Usia 4-12 bulan di Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo Pada penelitian ini didapatkan hasil uji wilcoxon dengan taraf signifikansi p<0,05 (dengan menggunakan SPSS 16.0) pada senam bayi kelompok intervensi didapatkan koefesien sebesar 0.014 dengan p= 0,05 yang artinya Ho ditolak dan H1 diterima. Ini menyatakan ada pengaruh yang signifikan pemberian senam bayi terhadap perkembangan motorik kasar pada bayi usia 4- 12 bulan di Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo. Terlihat dari hasil pada kelompok kontrol dari 10 responden (100.0%) didapatkan sebanyak 8 responden atau (80,0%) tidak mengalami perubahan pada perkembangan motorik kasar, dan sebanyak 2 responden atau (20,0%) mengalami perubahan pada motorik kasar. Sedangkan, pada kelompok intervensi dari 9 responden (100.0%), didapatkan sebanyak 7 responden atau (70,0%) mengalami perubahan pada perkembangan motorik kasar, dan sebanyak 2 responden (20,0%) tidak mengalami perubahan pada motorik kasarnya. Hal ini sesuai penelitian Kusyairini (2006) bahwa bayi yang berumur 3 bulan keatas diberikan program senam akan lebih cepat perkembangan motoriknya tanpa indikasi medis memperlihatkan hasil yang baik. Bayi menjadi lebih percaya diri, lebih aktif bergerak, sosialisasinya lebih bagus, dibanding anak seumurnya. Bayi usia 4-12 bulan yang melakukan senam bayi, akan mampu merangsang kelenjar hipofisis untuk meningkatkan pengeluaran Hormon somathotropin (Growth Hormone), menyebabkan pertumbuhan tulang menjadi lebih cepat, sehingga perkembangan motorik kasar sesuai dengan usia. Senam bayi juga membantu meningkatkan sirkulasi darah, menyebabkan pasukan oksigen ke seluruh tubuh menjadi teratur, menstimulasi perkembangan otot dan pertumbuhan sel, sehingga perkembangan motorik kasar sesuai dengan usia. Menurut Dian Andriana (2013) mengatakan bahwa bayi yang mengikuti senam bayi, umumnya perkembangan motoriknya lebih cepat daripada yang tidak pernah melakukan senam bayi. Amedi Nasution sebagai ahli rehabilitasi medik RSUPN Cipto Mangunkusumo juga mengatakan bahwa senam bayi sangat penting untuk menguatkan otot- otot dan juga sendi- sendi pada bayi sebagai persiapan bayi untuk duduk, berdiri, dan berjalan. 3. SARAN 1. 2. 5. 3 Keterbatasan 1. 2. 3. Peneliti tidak pernah mengikuti pelatihan tentang DDST II. Terapis yang melakukan senam bayi adalah terapis yang telah bersertifikasi. Hasil akhir penilaian perkembangan motorik kasar DDST II suspect dan untestable tidak dilakukan uji ulang 2 minggu kemudian, dikarenakan keterbatasan waktu penelitian. Ada pengaruh senam bayi terhadap perkembangan motorik kasar pada bayi usia 4- 12 bulan. 3. Bagi Ibu (Responden) Diharapkan setiap ibu yang mempunyai bayi agar mempu meningkatkan pengetahuan tentang senam bayi dengan menyalurkan kasih sayang dan perhatian berupa stimulasi gerak dengan senam bayi secara rutin dan mengupayakan agar perkembangan motorik kasar bayi tidak terhambat. Bagi Profesi Sebagi praktisi keperawatan dapat meningkatkan pelayanan keperawatan dengan memberikan edukasi dalam hal meningkatkan perkembangan motorik kasar melalui senam bayi kepada ibu yang mempunyai bayi. Bagi Tempat penelitian Semoga dengan adanya penelitian ini petugas kesehatan lebih aktif untuk mensosialisasikan SPO senam bayi dan mengadakan demo atau pojok senam bayi setiap bulannya. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. 2. Sebagian besar perkembangan motorik kasar sebelum senam pada kelompok kontrol dengan penilain normal, sedangkan pada kelompok eksperimen sebagian besar dengan penilain suspect. Sebagian besar perkembangan motorik kasar setelah senam pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dengan penilaian normal. Aminati, Dini. 2013. Pijat- Senam Untuk Bayi dan Balita Panduan Praktis Memijat Bayi dan Balita. Yogyakarta : Solusi Distribution Pratyahara, Dayu. (2012). Miracle Touch For Your Baby Keajaiban Terapi Sentuhan Untuk Bayi Anda. Jogjakarta : Javalitera Kusyairi, Irawati Ch. (2006). Panduan Senam Bayi. Jakarta : Puspa Swara Hidayat, Aziz Alimul. (2011). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika Andirana, Diana. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta : Salemba Medika Sulistyawati, Ari. (2014). Deteksi Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Salemba Medika Hidayat, Aziz Alimul. (2008). Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika PN, Eveline dan Nanang Djamaludin. Panduan Pintar Merawat Bayi dan Balita Tata Cara Merawat Bayi dan Balita dari A- Z Berdasarkan Rekomendasi Pakar dan Praktis Anak. (2010). Jakarta : PT Wahyu Media. Retno dan Anis.(2010). Panduan Perkembangan Anak 0-1 Tahun. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara Susilaningrum, Rekawati, Nursalam, dan Sri Utami. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Untuk Perawat dan Bidan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika Santrock, John W. (2007). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Hidayat, Alimul Aziz. (2009). Pengantar Ilmu Kepeerawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika Depkes RI. (2009). Pedoman Pemberian Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta. Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan.Yogyakarta: Graha Ilmu Nursalam. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta : Salemba Medika Gazette, Bunda. (2010). Baby Gym Untuk Bayi, http://www.ayahbunda.co.id/artikel/ Bayi/Gizi+dan+Kesehatan/baby.gym .untuk.bayi.3,5bulan/001/1294/2, diunduh tanggal 02 Maret 2015 jam 12.30 WIB. Asri, Suko, Dewi Purnama, dan Fachrudi Hidayat.(2010). Pengaruh Olah Raga Bayi Untuk Perkembangan Motorik Kasar Dan Motorik Halus Di Kelurahan Mataram Timu Kecamatan Mataram Kodya Mataram. Buletin Penelitian Kesehatan- Vol.14 No.1, http:// ejournal.litbang.depkes.go.id/index.p hp/hsr/article/download/2268/2169, diunduh tanggal 10 Februari 2015 jam 18.00 WIB Heriyanto, Bambang, dkk. (2009). Peningkatan Berat Badan Bayi Usia 4-12 Bulan Dengan Senam, Vol.VIII No.1, http://www.google.com/search/peng aruh+senam+bayi+terhadap+pening katan+beratbadan, diunduh tanggal 11 Februari 2015 jam 18.15 WIB Sunyoto, Danang, dan Ari Setiawan. 2013. Buku Ajar Statistik Kesehatan Paramatrik, Non Paramatrik, Validitas, dan Reabilitas. Yogyakarta : Nuha Medika Hadi Kuncoro Dian, Siti Arifah, dan Kartinah (2013). Hubungan Antara Stimulasi Ibu Dengan Perkembangan Motorik Halus Dan Kasar Pada Anak Usia Toddler Di Paud Mekarsari Desa PucangOmbo Tegalombo Pacitan. http://eprints.ums.ac.id/25706/10/N ASKAH_PUBLIKASI.pdf, diunduh tanggal 25 Maret 2015 jam 13.00 WIB. Ardita, Venny, Abdul Kadir, dan M. Askar (2012) . Deteksi Perkembangan Anak Berdasarkan DDST Di RW 1 Kelurahan Luminda Kecamatan Wara Kota Palopo Volume 1 Nomor 2 Tahun 2012. http://library.stikesnh.ac.id/files/disk 1/1/elibrary%20stikes%20nani%20h asanuddin--vennyardit-49-1artikel25.pdf, diunduh tanggal 25 Maret 2015 jam 13.30 WIB. Soetjaningsih (2005). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC Nur Kholifah Siti, Nikmatul Fadhilah, Hasyim As’ari, dan Taufik Hidayat (2014). Perkembangan Motorik Kasar Bayi Melalui Stimulasi Ibu Di Kelurahan Kemayoran Surabaya Vol. 1 No.1 tahun 2014, http://download.portalgaruda.org/arti cle.php?article=271494&val=7119& title=Perkembangan%20Motorik%2 0Kasar%20Bayi%20Melalui%20Sti mulasi%20Ibu%20di%20Kelurahan %20Kemayoran%20Surabaya,diund uh tanggal 26 Maret 2015 jam 15.00 WiB