pengaruh senam bayi terhadap perkembangan motorik kasar pada

advertisement
PENGARUH SENAM BAYI TERHADAP PERKEMBANGAN
MOTORIK KASAR PADA BAYI USIA 4-12 BULAN
DI POSYANDU KELURAHAN CELEP
KECAMATAN SIDOARJO
Priza Anugrah Ferlys¹: Dwi Ernawati, S.Kep.,Ns., M.Kep²
Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya
Email: [email protected]
ABSTRACT
Delays in motor development is more often due to a lack of opportunity to learning of gross
motor skills as often picking up or putting in the baby walker, and excessive protection of the
elderly, or the mother's lack of motivation.
Design research uses Pretest-Post Test With Control Group Design. Sampling technique uses
saturated sampling approach as many as 19 respondents of baby in the Posyandu Village
Celep. The independent variable is baby gym and the dependent variable is gross motor
development of infants aged 4-12 months. The instrument uses a DDST II sheets, observation
sheets, and baby gym procedure. Data were analyzed Wilcoxon statistical test with
significance level of p <0.05.
The results showed in the control group by 8 respondents (70%) experienced changes and
gross motor development as much as 2 respondents (20%) did not change gross motor
development. Through the Wilcoxon statistical test obtained gross motor development before
and after the obtained p = 0.014.
The implications of this study is to design a program monthly procedure baby gym, corner
gross motor devlelopment of the baby to become more optimal infant.
Keyword : Baby Gym, Baby Development, Motor Development
ABSTRAK
Keterlambatan perkembangan motorik lebih sering disebabkan kurangnya kesempatan untuk
mempelajari motorik kasar seperti sering digendong, diletakkan di baby walker, perlindungan
orang tua berlebihan, atau kurangnya motivasi ibu.
Desain penelitian menggunakan Pretest-Post Test With Control Group Design. Teknik
sampling menggunakan Sampling Jenuh dengan responden 19 bayi di Posyandu Kelurahan
Celep. Variabel independen yaitu senam bayi dan variabel dependen perkembangan motorik
kasar kasar bayi usia 4- 12 bulan. Instrumen menggunakan lembar DDST II, lembar
observasi, dan SPO senam bayi. Data dianalisa menggunakan uji statistik wilcoxon dengan
tingkat kemaknaan p<0,05.
Hasil penelitian didapatkan pada kelompok kontrol sebanyak 8 responden (80%) mengalami
perubahan perkembangan motorik kasar dan sebanyak 2 responden (20%) tidak mengalami
perubahan perkembangan motorik kasar. Pada kelompok intervensi sebanyak 7 responden
(70%) mengalami perubahan perkembangan motorik kasar, dan sebanyak 2 responden
(20,0%) tidak mengalami perubahan perkembangan motorik kasar. Melalui uji statistik
wilcoxon didapatkan perkembangan motorik kasar sebelum dan sesudah didapatkan p =
0,014.
Implikasi dari penelitian ini adalah kader posyandu merancang program bulanan pojok senam
bayi agar perkembangan motorik kasar bayi menjadi lebih optimal.
Kata kunci
: Senam Bayi, Perkembangan Bayi, Motorik Kasar
PENDAHULUAN
Bayi adalah individu berusia 0
sampai 11 bulan yang masih lemah dan
membutuhkan adaptasi yang baik serta
masih bergantung kepada orang lain
terutama
ibunya
untuk
memenuhi
kebutuhan. Sebagian orang tua, hal penting
yang harus disadari adalah bahwa
kemampuan motor kasar setiap anak
berbeda
(Dini
Aminati,
2013:95).
Perkembangan gerak akan berkembang
lebih optimal apabila anak memiliki
kesempatan yang cukup besar untuk
melakukan aktivitas fisik dalam bentuk
gerakan-gerakan
yang
melibatkan
keseluruhan bagian anggota-anggota tubuh
seperti melalui senam bayi. Contoh
perkembangan motorik kasar yang
mencakup keterampilan otot- otot besar
seperti merangkak, berjalan, berlari,
melompat, atau berenang (Dian Andriana,
2011:16).
Keterlambatan
perkembangan
motorik lebih sering disebabkan oleh
kurangnya kesempatan untuk mempelajari
motorik kasar seperti sering digendong
atau diletakkan di baby walker,
perlindungan orang tua yang berlebihan,
atau kurangnya motivasi dari ibu untuk
melatih
anaknya
(Dian
Andriana,
2013:13). Fakta dilapangan berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara pada ibu
yang memiliki bayi usia 4- 12 bulan di
Desa Sidowayah Kelurahan Celep
didapatkan perkembangan anak yang
mengalami keterlambatan motorik kasar
seperti bayi berumur 10 bulan belum bisa
merangkak, dan bayi berumur 7 bulan
tengkurap tapi belum bisa mengangkat
kepala. Berdasarkan wawancara dari ibu,
mereka
mengatakan
tidak
pernah
mengajak anaknya untuk melakukan
treatment senam bayi dikarenakan uang
hasil penjualan ataupun kerja dipakai
untuk mencukupi kebutuhan sehari- hari.
Ibu merasa khawatir akan perkembangan
motorik kasar anaknya, selama ini ibu
sudah melatih anaknya mulai dari
merangkak, berdiri, dan berjalan. Selain
itu, diposyandu selama ini belum pernah
dijelaskan atau diajarkan tentang senam
bayi.
Berdasarkan Data WHO, 5-25% dari
anak balita mengalami gangguan motorik.
Pada tahun 2006 Depkes RI memperoleh
data bahwa 16% balita Indonesia
mengalami gangguan perkembangan, baik
perkembangan motorik kasar maupun
motorik halus. Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) Jawa Timur melakukan
pemeriksaan
untuk
perkembangan
ditemukan 10% terkena motorik kasar
seperti berjalan, duduk (Nadhiroh, 2007).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan
peneliti pada tanggal 02 April 2015 di
wilayah Desa Sidowayah diperoleh data 5
(50%) dari 10 (100%) didapatkan 2 bayi
berumur 10 bulan belum bisa merangkak,
tetapi apabila naik kereta lincah, 2 bayi
berumur 10 bulan 9 hari belum bisa
merangkak hanya sebatas guling- guling
apabila diberdirikan dipangkuan loncatloncat bila terlentang suka sekali
mengangkat pantat dan pinggulnya, 1 bayi
berumur 7 bulan tengkurap tapi belum bisa
mengangkat kepalanya.
terdapat juga faktor- faktor yang
menghambat motorik kasar, yaitu: trauma
di kepala,
kelahiran prematur, anak
kekurangan gizi, anak yang sangat berhatihati ketika belajar berjalan, anak takut
jatuh atau cedera, dan orang tua yang
terlalu protektif (melindungi) sehingga
menghambat
anak
untuk
melatih
keterampilan motorik kasarnya (Dini
Aminati, 2013:97-98). Dampak apabila
tahapan motorik kasar tidak terlalui adalah
anak tidak akan mempunyai konsepsi
motorik dasar, sehingga tidak bisa
menyadari gerakannya. Perkembangan
selanjutnya setelah bertambah usia akan
mempengaruhi pada kecerdasan emosi,
kecerdasan mental anak, dan kemungkinan
jangka panjang anak secara kecerdasan IQ
bagus, tetapi kecerdasan EQ terhambat
(Suhartini,2011).
Senam bayi merangsang kelenjar
hipofise
anterior
meningkatkan
pengeluaran
hormon
somathotropin
(Growth Hormone), dimana terjadi
peningkatan timbunan protein oleh sel
kondrositik dan sel osteogenik yang
Keterlambatan
motorik
kasar
disebabkan oleh beberapa hal, sebagian
dapat dikendalikan dan sebagian lagi tidak,
diantaranya gangguan fisik baik karena
bawaan sejak lahir, kecelakaan. Salah satu
penyebabnya adalah kelainan tonus otot
atau penyakit neuromuskuler. Anak
dengan cerebral palsy (gangguan sistem
motorik) yang disebabkan oleh kerusakan
otak, benturan (trauma) kepala yang berat,
kelainan sumsum tulang belakang,
penyakit saraf tepi atau poliomielitis yang
menyebabkan kelumpuhan (Dini Aminati,
2013:97). Selain berbagai penyebab
keterlambatan motorik kasar anak, terdapat
juga faktor- faktor yang menghambat
motorik kasar, yaitu: trauma di kepala,
kelahiran prematur, anak kekurangan gizi,
anak yang sangat berhati- hati ketika
belajar berjalan, anak takut jatuh atau
cedera, dan orang tua yang terlalu protektif
(melindungi) sehingga menghambat anak
untuk melatih keterampilan motorik anak
menyebabkan pertumbuhan tulang menjadi
lebih
cepat.
Senam
membantu
meningkatkan
sirkluasi
darah
menyebabkan pasukan oksigen ke seluruh
tubuh menjadi teratur berdampak terhadap
perkembangan otot, pertumbuhan sel
meningkat, koordinasi dan keseimbangan
serta kewaspadaan lebih optimal, sehingga
perkembangan motorik kasar lebih optimal
atau sesuai dengan usianya, menguatkan
otot- otot, dan juga sendi- sendi pada bayi
sebagai persiapan bayi untuk duduk,
berdiri, dan berjalan (Dini Aminati, 2013:
54).
Apabila
ditemukan
adanya
keterlambatan dalam perkembangan motor
kasar bayi, harus segera ditelusuri
penyebabnya sebelum menentukan apa
yang harus dilakukan. Bila penyebabnya
karena masalah perbedaan pola asuh
(terhadap jenis kelamin anak) atau orang
tua yang terlalu protektif, maka pertamatama yang harus dirubah adalah sikap
orang tua. Orang tua harus membiarkan
anak bergerak bebas sebatas tidak
membahayakan. Dengan upaya ini anak
semakin terpicu untuk melatih semua
tahap perkembangan motor kasarnya.
Tetapi, bila penyebab keterlambatan
tersebut karena kelainan tubuh tertentu
harus dikonsultasikan dengan dokter anak.
Berbagai kelainan tersebut misalnya otot
tidak berkembang secara optimal, karena
adanya kelainan sumsum tulang belakang,
kelainan saraf tepi, ukuran kepala bayi
yang
abnormal.
Melalui
berbagai
pemeriksaan, dokter dapat mendiagnosa
penyebab dan mengatasi gangguannya.
Keterlambatan
perkembangan
motorik kasar dapat pula disebabkan
karena kurangnya ia bergerak atau
kurangnya rangsangan. Jika hal ini yang
terjadi tata laksana yang dapat dilakukan
adalah dengan senam bayi. Senam bayi
dapat menjadi salah satu alternatif jalan
keluar yaitu dengan melatih otot- otot
tubuh bayi sehingga kemampuan motor
kasarnya diharapkan berkembang optimal.
Dengan senam bayi, mampu mendorong
intelegensi yang kompleks untuk bayi,
termasuk belajar mengkoordinasi, dan juga
sangat penting untuk menguatkan otototot dan juga sendi- sendi pada bayi
sebagai persiapan bayi untuk duduk,
berdiri, dan berjalan.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini menggunakan
desain penelitian yaitu eksperimental semu
(quasy-eksperimental). Desain rancangan
Usia
Kontrol
Eksperimen
Ibu
f
%
f
%
17-20
0
0
0
0
th
21-30
6
60,0
7
77,8
th
31-40
4
40,0
2
22,2
th
>40
0
0
0
0
th
Total
10
100.0
9
100.0
yang dipergunakan yaitu Pretest-Post Test
with Control Group Design. Tempat
penelitian di Posyandu Kelurahan Celep
Kecamatan Sidoarjo. Populasi dari
penelitian ini adalah bayi usia 4-12 bulan
yang berkunjung ke posyandu Kelurahan
Celep Kecamatan Sidoarjo pada bulan Mei
2015 yang berjumlah 19 responden.
Sampel dari penelitian ini adalah semua
bayi usia 4-12 bulan yang mengunjungi
posyandu diwilayah Kelurahan Celep
Kecamatan Sidoarjo pada bulan Mei 2015
yang memenuhi kriteria berjumlah 19 bayi,
dengan kriteria inklusi yaitu: bayi berusia
4-12 bulan, bayi tidak memiliki kelainan
bawaan seperti cerebral palsy, spina
bifida, dan orang tua bayi bersedia menjadi
responden.
Penentuan
sampel
menggunakan teknik sampling jenuh.
Sedangkan kriteria ekslusi yaitu: bayi
dalam kondisi sakit, seperti diate, demam,
atau kejang-kejang, bayi lahir prematur,
dan orang tua bayi menolak menjadi
responden. Variabel yang diteliti adalah
senam bayi dan perkembangan motorik
kasar bayi usia 4-12 bulan. Pengumpulan
data pada penelitian ini menggunakan
kuisioner dengan bentuk pertanyaan
tertutup, lembar observasi DDST I, dan
lembar Jadwal Senam bayi. Kuisioner
diberikan pada ibu sebagai responden yang
harus dijawab sesuai apa yang dialami.
Lembar observasi DDST II digunakan
peneliti untuk mengukur perkembangan
motorik kasar bayi, dan lembar jadwal
senam bayi untuk menilai keteraturan
pemberian jadwal senam.
HASIL PENELITIAN
1.
Karakteristik responden berdasarkan
usia Ibu pada kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen
Tabel 5.1 Karakteristik responden
berdasarkan usia Ibu pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen di
Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan
Sidoarjo pada tanggal 14 Mei 2015 – 14
Juni 201
Pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa
dari 10 responden pada kelompok kontrol,
sebagian besar usia ibu 21- 30 tahun
memiliki jumlah sebanyak 6 Ibu (60,0%),
dan sisanya usia ibu 31- 40 tahun dengan
jumlah 4 ibu (40,0%). Pada kelompok
eksperimen dari 9 responden, sebagian
besar usia ibu 21- 30 tahun memiliki
jumlah sebanyak 7 Ibu (77,8%), dan
sisanya usia 31- 40 tahun dengan jumlah 2
ibu (22,2%).
2.
Karakteristik responden berdasarkan
pendidikan orang tua pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen.
Tabel 5.2 Karakteristik responden
berdasarkan pendidikan orang tua pada
kelompok
kontrol
dan
kelompok
eksperimen di Posyandu Kelurahan Celep
Kecamatan Sidoarjo pada tanggal 14 Mei
2015 – 14 Juni 201
Pendidikan
Kontrol Eksperimen
Ibu
f
%
f
%
SD
1 10,0 0
0
SMP
1 10,0 1
11,1
SMA
4 40,0 3
33,3
S-1
4 40,0 4
44,4
Lain-lain
0
0
0
0
Total
10 100,0 9
100,0
Pada tabel 5.2 menunjukkan
bahwa dari 10 responden pada kelompok
kontrol sebagian besar pendidikan ibu S-1
sebanyak 4 responden (40,0%) dan
pendidikan SMA sebesar 4 responden
sisanya SD dan SMP memiliki jumlah
yang sama sebanyak 1 responden (10,0%),
sedangkan pada kelompok eskperimen
sebagian besar pendidikan ibu S-1
sebanyak
4
responden
(44,4%),
pendidikan SMA sebanyak 3 responden
(33,3%) dan sisanya SMP dan Lain-lain
sebanyak 1 responden (11,1%).
3.
Karakteristik responden berdasarkan
pekerjaan orang tua pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen.
Tabel 5.3 Karakteristik responden
berdasarkan pekerjaan orang tua pada
kelompok
kontrol
dan
kelompok
eksperimen di Posyandu Kelurahan Celep
Kecamatan Sidoarjo pada tanggal 14 Mei
2015 – 14 Juni 201
Pekerjaan
Kontrol Eksperimen
Orang Tua
f
%
f
%
Ibu rumah
6 60,0 1
11,1
tangga
Buruh
0
0
0
0
pabrik/petani
Wiraswasta
3 30,0 7
77,8
PNS
0
0
0
0
Lainnya
1 10,0 1
11,1
Total
10 100.0 9
100.0
Pada tabel 5.3 menunjukkan
bahwa dari 10 responden pada kelompok
kontrol sebagian besar ibu rumah tangga
sebanyak 6 responden (60,0), ibu rumah
tangga sebanyak 6 responden (60,0%) dan
Lainnya seperti pedagang sebanyak 1
responden (10,0%), sedangkan pada
kelompok eksperimen
sebanyak 9
responden sebagian besar
pekerjaan
wiraswasta sebanyak
7 responden
(77,8%), Ibu rumah tangga sebanyak 1
responden (11,1%), dan Lainnya seperti
Guru Honorer sebanyak 1 responden
(11,1%).
4.
Karakteristik responden berdasarkan
usia bayi pada kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen.
Tabel 5.4 Karakteristik responden
berdasarkan usia bayi pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen pada
tanggal 14 Mei 2015- 14 Juni 2015
Usia Bayi
Kontrol
Eksperimen
f
%
f
%
4-6 bulan
1
10,0
5
55,6
6-8 bulan
4
40,0
3
33,3
8-12 bulan
5
50,0
1
11,1
Total
10 100.0
9
100,0
Pada tabel 5.4 menunjukkan
bahwa dari 10 responden pada
kelompok kontrol usia bayi 8-12 bulan
sebanyak 5 responden (50,0%), 6-8
bulan sebanyak 4 responden (40,0%),
dan 4-6 bulan sebanyak 1 responden
(10,0%), Sedangkan dari 9 responden
pada kelompok eksperimen usia bayi
4-6 bulan sebanyak 5 responden
(55,6%), 6-8 bulan sebanyak 3
responden (33,3%), dan 8-12 bulan
sebanyak 1 responden (11,1%).
5. Karakteristik
responden
berdasarkan jenis kelamin bayi
pada kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen
Tabel 5.5 Karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin bayi pada
kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen di Posyandu Kelurahan
Celep Kecamatan Sidoarjo pada tanggal
14 Mei 2015 – 14 Juni 2015
Jenis
Kontrol Eksperimen
Kelamin
f
%
f
%
Bayi
Laki-laki
4 40,0 7
77,8
Perempuan 6 60,0 2
22,2
Total
10 100.0 9
100.0
Pada tabel 5.5 menunjukkan
bahwa dari 10 responden jenis kelamin
bayi pada kelompok kontrol sebagian
besar perempuan sebanyak 6 responden
(60,0%), dan sisanya jenis kelamin lakilaki sebanyak 4 responden (40,0%).
Pada kelompok intervensi
dari 9
responden sebagian besar jenis kelamin
laki- laki sebanyak 7 responden
(77,8%), dan sisanya perempuan
sebanyak 2 responden (22,2%).
6. Karakteristik
responden
berdasarkan jumlah anak dalam
keluarga pada kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen
Tabel 5.6 Karakteristik responden
berdasarkan jumlah anak dalam keluarga
pada kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14
Juni 2015
Jumlah anak
Kontrol Eksperimen
dalam
f
%
F
%
Keluarga
1-2 orang
6 60,0
6
66,7
3-4 orang
4 40,0
3
33,3
>5 orang
0
0
0
0
Total
10 100.0 9 100.0
Pada tabel 5.6 diatas dapat dijelaskan
bahwa dari 10 responden pada kelompok
kontrol sebagian besar jumlah anak dalam
keluarga 1-2 orang sebanyak 6 responden
(60,0%),dan sisanya 3-4 orang sebanyak 4
responden (40,0%). Pada kelompok
eksperimen dari 9 responden jumlah anak
dalam keluarga 1-2 orang sebanyak 6
responden (66,7%),dan
3-4 orang
sebanyak 3 responden (33,3%).
7.
Karakteristik responden berdasarkan
urutan kelahiran anak pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen
Tabel 5.7 Karakteristik responden
berdasarkan urutan kelahiran anak pada
kelompok
kontrol
dan
kelompok
eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14
Juni 2015
Urutan
Kontrol Eksperimen
kelahiran anak f
%
F
%
Pertama
7 70,0
6
60,0
Ketiga
2 20,0
2
20,0
Keempat
1 10,0
1
10,0
Total
10 100.0 9
100.0
Dari tabel 5.7 menunjukkan bahwa
dari 10 responden pada kelompok kontrol
urutan kelahiran anak sebaanyak 10 orang
(100,0%), urutan kelahiran anak pertama
sebanyak 7 responden (70,0%), urutan
kelahiran anak ketiga sebanyak 2
responden (20,0%), dan urutan kelahiran
anak keempat sebanyak 1 responden
(10,0%). Pada kelompok eksperimen dari
9 responden urutan kelahiran anak pertama
sebanyak 6 responden (66,7%), urutan
kelahiran anak kedua sebanyak 2
responden (22,2%), dan urutan kelahiran
anak keempat sebanyak 1 responden
(11,1%).
8.
Karakteristik responden berdasarkan
riwayat penyakit pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen
Tabel 5.8 Karakteristik responden
berdasarkan riwayat penyakit pada
kelompok
kontrol
dan
kelompok
eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14
Juni 2015
Riwayat
penyakit
Kontrol
Eksperimen
f
%
f
%
Ya
0
0
0
0
Tidak
10 100.0 9
100.0
Total
10 100.0 9
100.0
Pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa
dari 10 responden pada kelompok kontrol
bahwa keseluruhan sebanyak 10 bayi
(100.0%) tidak mempunyai riwayat
penyakit. Pada kelompok eksperimen dari
9 responden bahwa keselurahan sebanyak
9 bayi (100.0%) tidak mempunyai riwayat
penyakit.
9.
Karakteristik responden berdasarkan
bayi sudah pernah senam pada
kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen
Tabel 5.9 Karakteristik responden
berdasarkan bayi sudah pernah senam pada
kelompok
kontrol
dan
kelompok
eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14
Juni 2015
Bayi sudah
Kontrol
Eksperimen
pernah
f
%
f
%
senam
Ya
0
0
0
0
Tidak
10 100.0 9
100.0
Total
10 100.0 9
100.0
Pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa
pada kelompok kontrol semua bayi belum
pernah melakukan senam bayi sebanyak
10 responden (100,0%) dan kelompok
eksperimen semua bayi belum pernah
melakukan senam bayi sebanyak 9
responden (100.0%).
10. Karakteristik responden berdasarkan
bayi dalam kondisi sehat pada
kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen
Tabel 5.10 Karakteristik responden
berdasarkan bayi dalam kondisi sehat pada
kelompok
kontrol
dan
kelompok
eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14
Juni 2015
Bayi dalam
Kontrol Eksperimen
kondisi sehat
f
%
F
%
Ya
10 100.0 9
100.0
Tidak
0
0
0
0
Total
10 100.0 9
100.0
Pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa
pada kelompok kontrol sebanyak 10
responden
(100%)
dan
kelompok
eksperimen
sebanyak
9
(100.0%)
responden bahwa semua bayi dalam
kondisi sehat.
11. Karakteristik responden berdasarkan
bayi sering digendong pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen
Tabel 5.11 Karakteristik responden
berdasarkan bayi sering digendong pada
kelompok
kontrol
dan
kelompok
eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14
Juni 2015
Bayi sering
Kontrol Eksperimen
digendong
f
%
f
%
Ya
5 50,0 5
55,4
Tidak
5 50,0 4
44,4
Total
10 100.0 9
100.0
Pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa
pada kelompok kontrol bayi yang sering
digendong dan tidak sering digendong
memiliki jumlah yang sama sebanyak 5
responden (50,0%). Sedangkan, pada
kelompok eksperimen yang sering
digendong sebanyak 5 responden (55,4%)
dan tidak sering digendong sebanyak 4
responden (44,4%).
12. Karakteristik responden berdasarkan
pendapatan keluarga pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen
Tabel 5.12 Karakteristik responden
berdasarkan pendapatan keluarga pada
kelompok
kontrol
dan
kelompok
eksperimen pada tanggal 14 Mei 2015- 14
Juni 2015
Pada tabel 5.12 menunjukkan
bahwa pendapatan orang tua sebesar
500.000 – 1.000.000 sebanyak 3
responden (30,0%), pendapatan 1.000.000
– 1.500.000 sebanyak 2 responden
(20,0%), dan pendapatan 1.500.000
sebanyak
4
responden
(40,0%).
Sedangkan, pada kelompok eksperimen
pendapatan 500.000 – 1.000.000 sebanyak
5
responden
(55,6%),
pendapatan
1.000.000 – 1.500.000 sebanyak 1
responden (11,1%), dan pendapatan
1.500.000 – 2.000.000 sebanyak 3
responden (33,3%).
13.
Karakteristik perkembangan motorik
kasar bayi sebelum diberikan senam
bayi pada kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen.
Tabel 5.13 Perkembangan motorik kasar
bayi sebelum senam pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen di
posyandu Kelurahan Celep kecamatan
Sidoarjo pada tanggal 14 Mei 2015- 14
Juni 2015
Kriteria
Kontrol Eksperimen
f
%
f
%
Normal
5 50,0 2
22,2
Suspect
4 40,0 5
55,6
Untestable
1 10,0 2
22,2
Total
10 100.0 9
100.0
Berdasarkan tabel 5.13 menunjukkan
bahwa frekuensi perkembangan motorik
kasar dari 10 responden pada saat pre pada
kelompok kontrol. Dari tabel diatas
menunjukkan presentase awal atau pre
pada kelompok kontrol memiliki hasil
Normal sebanyak 5 responden atau sebesar
50,0%, suspect sebanyak 4 responden atau
sebesar 40,0%, dan kemudian sisanya
untestable sebanyak 1 responden atau
sebesar 10,0%. Sedangkan, pada kelompok
intervensi perkembangan motorik kasar
dari 9 responden pada saat pre. Dari tabel
Pendapatan
Kontrol
Eksperimen
keluarga
f
%
f
%
500.000 –
3
30,0
5
55,6
1.000.000
1.000.0002
20,0
1
11,1
1.500.000
1.500.0004
40,0
3
33,3
2.000.000
Total
10
100.0
9
100.0
diatas menunjukkan presentase awal atau
pre pada kelompok intervensi memiliki
hasil normal sebanyak 2 responden atau
sebesar 22,2 %, suspect sebanyak 5
responden atau sebesar 55,6%, dan
kemudian sisanya untestable sebanyak 2
responden atau sebesar 22,2%.
14.
Karakteristik perkembangan motorik
kasar bayi sesudah diberikan senam
bayi pada kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen.
Tabel 5.14 Perkembangan motorik kasar
bayi sesudah senam pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen di
posyandu Kelurahan Celep kecamatan
Sidoarjo pada tanggal 14 Mei 2015- 14
Juni 2015
Kriteria
Kontrol Intervensi
f
%
f
%
Normal
7 70,0 7 77,8
Suspect
2 20,0 2 22,2
Untestable
1 10,0 0
0
Total
10 100.0 9 100.0
Berdasarkan tabel 5.14 menunjukkan
bahwa frekuensi perkembangan motorik
kasar dari 10 responden pada saat post
pada kelompok kontrol. Dari tabel diatas
menunjukkan presentase akhir atau post
pada kelompok kontrol memiliki hasil
normal sebanyak 7 responden atau sebesar
70,0%, suspect sebanyak 2 responden atau
sebesar 20,0%, dan kemudian sisanya
untestable sebanyak 1 responden atau
sebesar 10,0%.
Sedangkan, pada
kelompok
intervensi
perkembangan
motorik kasar dari 9 responden pada saat
post . Dari tabel diatas menunjukkan
presentase akhir atau post pada kelompok
intervensi memiliki hasil normal sebanyak
7 responden atau sebesar 77,8 %, dan
suspect sebanyak 2 responden atau sebesar
22,2.
15.
Selisih perkembangan motorik kasar
pada
kelompok
kontrol
dan
kelompok eksperimen
Tabel 5.15 Selisih perkembangan motorik
kasar pada kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen
N
Median
(minimummaksimum)
P value
Kelompok
Kontrol
10
0,20 (0-1)
0.014
Kelompok
eksperimen
9
0,78 (0-1)
Pada tabel 5.15 menunjukkan bahwa
hasil uji statistik wilcoxon menunjukkan
hasil ρ= 0.014 < 0.05, bermakna Ho
ditolak dan H1 diterima sehingga ada
pengaruh
senam
bayi
terhadap
perkembangan motorik kasar pada bayi
usia 4-12 bulan.
PEMBAHASAN
5.2.1
Karakteristik
Perkembangan
Motorik Kasar Bayi Sebelum
Diberikan
Senam
Pada
Kelompok
Kontrol
dan
Kelompok Eksperimen
Secara umum hasil penelitian di
Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan
Sidoarjo responden dengan motorik kasar
bayi sebelum diberikan senam pada
kelompok kontrol yang normal sebanyak 5
bayi (50,0%), suspect sebanyak 4 responden
(40%), dan untestable sebanyak 1 responden
(10,0%).
Hasil
penelitian
pada
perkembangan motorik kasar bayi dengan
pemeriksaan DDST Didapatkan hasil dari
10 bayi yang dilakukan pemeriksaan DDST
hasilnya sebagian besar dengan hasil
pemeriksaan normal, yaitu sebanyak 5 bayi
(50,0%), meruapakan anak pertama atau
tunggal. Menurut Soetjaningsih (2012) anak
pertama atau tunggal memiliki kemampuan
intelektual lebih menonjol dan cepat
berkembang karena sering berinteraksi
dengan orang dewasa. Perkembangan
motorik kasar suspect sebanyak 4 bayi
(40%) pada kelompok kontrol oleh karena
pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga dari
6 responden (60,0%), anak lebih sering
digendong sebanyak 4 responden (80,0%)
saat ibu menyelesaikan seluruh pekerjaan
rumah tangga. Menurut Dian Andriana
(2013:13) menyebutkan keterlambatan
perkembangan motorik lebih sering
disebabkan oleh kurangnya kesempatan
untuk mempelajari motorik kasar seperti
sering digendong. Hasil dari penelitian
didapatkan anak dengan perkembangan
unstestable sebanyak 1 responden (10,0%),
karena adanya penolakan dari anak.
Penolakan tersebut karena anak takut dan
lelah yang menyebabkan anak kurang dapat
terfokus dan sedang tidak mood dengan tes
yang diberikan. Menurut Dian Andriana
(2013) pada hasil interpretasi Denver II
yang meragukan dan tidak dapat dites,
seharusnya dilakukan tes ulangan 2 minggu
berikutnya untuk menghilangkan faktor –
faktor sesaat, seperti rasa takut, sakit, atau
kelelahan.
Berdasarkan data penelitian yang
didapatkan faktor yang mempengaruhi
perkembangan motorik kasar adalah
stimulasi, pendidikan orang tua, dan jenis
kelamin (Eveline P.N dan Nanang
Djamaludin, 2011).
Berdasarkan
hasil
penelitian
dengan faktor stimulasi bayi sudah pernah
senam atau tidak, menunjukkan bahwa dari
10 responden (100,0%) belum pernah
melakukan senam bayi sebelumnya dengan
penilaian suspect sebanyak 4 responden
(40,0%). Menurut Dini Aminati (2013)
Bayi yang tidak mengikuti senam
umumnya perkembangan motorik lebih
lambat dibandingkan dengan bayi yang
mengikuti senam. Menurut Mustika dan
Arifa (2011), bahwa kebutuhan stimulasi
atau upaya merangsang anak untuk
memperkenalkan pengetahuan ataupun
keterampilan baru dalam hal ini adalah
kemampuan motorik kasar sangat penting
dalam peningkatan kecerdasan anak.
Peneliti berasumsi bahwa pemberian
stimulasi yang kurang dalam hal ini seperti
senam
bayi
dapat
menjadikan
perkembangan anak tidak sesuai menurut
usianya.
Berdasarkan
data
penelitian
menunjukan bahwa faktor pendidikan
orang tua,
dengan pendidikan S-1
didapatkan perkembangan motorik kasar
dengan penilaian suspect sebanyak 3
responden (75,0%), dibandingkan dengan
ibu dengan pendidikan SMA penilaian
suspect lebih sedikit sebanyak 1 responden
(25,0%). Hal ini disebabkan karena ibu
jarang mencari tau tentang tugas
perkembangan anak khususnya motorik
kasar, dan ibu mengetahui pencapaian
perkembangan motorik kasar berdasarkan
pengalaman yang didapatkan secara alami
dan tidak berdasarkan pengetahuan yang
ada. Hal ini bertolak belakang dengan hasil
penelitian Silfia Syafriyani tahun 2011 di
Payakumbuh, Sumatera Barat menyatakan
bahwa tingkat pendidikan yang kurang
memadai memungkinkan pemahaman
tentang stimulasi kurang efektif dan
kurang terlaksana, sebaliknya tingkat
pendidikan
yang
relatif
tinggi,
kemungkinan
banyak
memperoleh
pengalaman terkait dengan perkembangan
anak, pada akhirnya dapat diaplikasikan
untuk
memahami
kebutuhan
perkembangan anak. Peneliti berasumsi
bahwa pendidikan yang tinggi tidak
sepenuhnya memberikan dampak positif
terhadap perkembangan motorik kasar
menjadi tidak terlambat, namun hal itu
semua tergantung pada motivasi setiap
orang tua khususnya ibu untuk menggali
pengetahuan
yang
lebih
dan
mengaplikasikan kepada anaknya demi
mengejar keterlambatan anaknya menjadi
normal sesuai usia.
Berdasarkan
data
penelitian
menunjukan bahwa jenis kelamin laki- laki
lebih tinggi dengan penilaian suspect
didapatkan sebanyak 3 responden (42,9%)
dibandingan dengan bayi jenis kelamin
perempuan
sebanyak
2
responden
(100.0%). Hal ini sejalan dengan teori
menurut Eveline P.N dan Nanang
Djamaludin (2010) yang mengatakan
bahwa tumbuh kembang fungsi reproduksi
anak perempuan, berlangsung lebih cepat
di bandingkan dengan anak laki- laki.
Namun, ketika melawati masa pubertas,
justru sebaliknya. Peneliti berasumsi
bahwa
jenis
kelamin
memberikan
pengaruh besar terhadap perkembangan
motorik kasar setiap bayi.
Secara umum hasil penelitian di
Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan
Sidoarjo responden dengan motorik kasar
bayi sebelum diberikan senam pada
kelompok intervensi penilaian normal
sebanyak 2 bayi (22,2%), suspect
sebanyak 5 responden (55,6%), dan
untestable sebanyak 2 responden (22,2%).
Tingginya
angka
jumlah
perkembangan motorik kasar dengan
penilaian suspect sebanyak 5 responden
(55,6%) disebabkan karena keadaan sosio
ekonomi keluarga yang rendah dengan
pendapatan 500.000 – 1.000.000 perbulan
dengan penilaian suspect sebanyak 5
responden (83,3%). Menurut Eveline P.N
dan Nanang Djamaludin (2010) bahwa
kondisi sosio ekonomi yang memadai,
akan lebih mampu memenuhi kebutuhan
gizi anaknya. Mereka biasanya lebih sadar
akan tentang soal pengetahuan parenting.
Sementara, kemisikinan yang dialami
sebuah keluarga, menjadi pilihan- pilihan
gizi anaknya menjadi lebih terbatas.
Kemudian, kesehatan lingkunganpun
biasanya terabaikan. Karenanya, anakpun
lebih mudah terserang penyakit yang akan
menghambat
tumbuh
kembangnya.
Menurut Soetjaningsih (2003) bahwa
pendapatan keluarga yang memadai akan
menunjang tumbuh kembang anak, karena
orang tua dapat menyediakan semua
kebutuhan anak baik primer dan sekunder.
Status ekonomi memegang peranan
penting
untuk
dapat
menentukan
kebutuhan yang berkualitas bagi tumbuh
kembang anak. Perkembangan motorik
kasar dengan penilaian normal sebanyak 2
responden (22,2%) dikarenakan semua
bayi dalam keadaan sehat sebanyak 2
responden (22,2%). Menurut Nurmalina
(2011), keluarga dengan pendapatan tinggi
dapat membeli makanan apa pun, termasuk
makanan sehat bergizi. Sebaliknya,
keluarga dengan pendapatan rendah
cenderung mengonsumsi makanan yang
kurang bergizi sehingga anak pun lebih
mudah terserang penyakit yang akan
menghambat
tumbuh
kembangnya
(Eveline P.N dan Nanang Djamaludin,
2010). Anak dengan kemampuan motorik
kasar untestable sebanyak 2 responden
(22,2%) disebabkan karena beberapa hal
seperti anak sulit berinteraksi dengan
orang baru. Menurut Dian Andriana (2013)
pada hasil interpretasi Denver II yang
meragukan dan tidak dapat dites,
seharusnya dilakukan tes ulangan 2
minggu berikutnya untuk menghilangkan
faktor – faktor sesaat, seperti rasa takut,
sakit, atau kelelahan.
Berdasarkan data penelitian yang
didapatkan faktor yang mempengaruhi
perkembangan motorik kasar adalah
stimulasi, pekerjaan orang tua dan
pendidikan orang tua (Eveline P.N dan
Nanang Djamaludin, 2011).
Berdasarkan
hasil
penelitian
dengan faktor stimulasi bayi sudah pernah
senam atau tidak, menunjukkan bahwa 9
responden (100,0%) belum pernah
melakukan senam bayi sebelumnya.
Didapatkan perkembangan motorik kasar
dengan penilaian suspect sebanyak 5
responden (55,6%) Menurut Dini Aminati
(2013) Bayi yang tidak mengikuti senam
umumnya perkembangan motorik lebih
lambat dibandingkan dengan bayi yang
mengikuti senam. Menurut Mustika dan
Arifa (2011), bahwa kebutuhan stimulasi
atau upaya merangsang anak untuk
memperkenalkan pengetahuan ataupun
keterampilan baru dalam hal ini adalah
kemampuan motorik kasar sangat penting
dalam peningkatan kecerdasan anak.
Peneliti berasumsi bahwa pemberian
stimulasi yang kurang dalam hal ini seperti
senam
bayi
dapat
menjadikan
perkembangan anak tidak sesuai menurut
usianya.
Berdasarkan
hasil
penelitian
dengan pekerjaan orang tua menunjukkan
hasil diketahui bahwa sebagian besar
perkembangan motorik kasar suspect
yaittu sebanyak 5 responden (83,3%). Hal
tersebut
disebabkan
karena
pada
perkembangan motorik kasar suspect
mayoritas ibu bekerja sebagai wiraswasta
sebanyak 5 responden (71,4%). Sehingga
kemungkinan anak dengan suspect kurang
mendapat stimulasi yang maksimal sebagai
pendidikan dini. Pengasuhan oleh keluarga
ketika ibu bekerja yang hanya berorientasi
sekedar menjaga anak ketika ibu bekerja.
Menurut Markum dalam buku Nursalam
(2003) dijelaskan bahwa bekerja umumnya
merupakan kegiatan yang menyita waktu
lebih maksimal sehingga tidak dapat
mengetahui segala aktifitas anaknya.
Peneliti berasumasi bahwa ibu yang sibuk
bekerja tidak punya banyak waktu untuk
memperhatikan
kebutuhan
anaknya
termasuk dalam pemberian tindakan
stimulasi. Sebaliknya ibu yang tidak
bekerja akan punya banyak waktu dalam
memperhatikan kebutuhan anaknya dan
memberikan tindakan stimulasi yang
optimal sehingga perkembangan anak
normal dan sesuai umurnya.
Faktor lain yang mempengaruhi
senam bayi terhadap perkembangan
motorik adalah pendidikan ibu. Dimana
ibu sebagian besar rata- rata berpendidikan
SMA
memberikan
penilaian
perkembangan motorik kasar suspect
sebanyak
3
responden
(75,0%),
dibandingkan dengan ibu berpendidikan S1 penilaian perkembangan motorik kasar
suspect sebanyak 1 responden (33,3%), hal
ini dikarenakan kurangnya akses informasi
yang didapat oleh para ibu terkait dengan
pemberian
stimulasi
terhadap
perkembangan motorik kasar. Pekerjaan
ibu yang hanya dirumah mencerminkan
bahwa kurangnya pertukaran informasi
yang didapat oleh ibu. Hal ini sejalan
dengan Notoadmojo (2007), pengetahuan
dapat
diperoleh
dari
pendidikan,
pengalaman diri sendiri, maupun orang
lain, serta melalui media masaa dan
lingkungan. Peneliti berasumsi bahwa
dengan pendidikan yang baik, maka orang
tua dapat menerima segala informasi dari
luar
tentang
cara
meningkatkan
perkembangan motorik kasar yang baik.
5.2.2
Karakteristik
Perkembangan
Motorik Kasar Bayi Sesudah
Diberikan
Senam
Pada
Kelompok
Kontrol
dan
Kelompok Eksperimen
Secara umum hasil penelitian di
Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan
Sidoarjo responden dengan motorik kasar
bayi sesudah diberikan senam pada
kelompok kontrol yang normal sebanyak 2
bayi (70,0%), suspect sebanyak 2
responden (20%), dan untestable sebanyak
1 responden (10,0%).
Hasil
penelitian
pada
perkembangan motorik kasar bayi dengan
pemeriksaan DDST didapatkan hasil dari
10 bayi yang dilakukan pemeriksaan
DDST dengan hasil pemeriksaan suspect,
yaitu sebanyak 2 bayi (20%). Hal ini
disebabkan karena pada kelompok kontrol
tidak dilakukannya intervensi senam
sehingga motorik kasarnya mengalami
perkembangan
secara
alami
tanpa
diberikan intervensi senam bayi. Menurut
Dini Aminati (2013) bayi yang tidak
mengikuti senam umumnya perkembangan
motorik lebih lambat dibandingkan dengan
bayi yang mengikuti senam. Hal ini sesuai
hasil penelitian Kusyarini (2006:4) bahwa
bayi yang berumur 3 bulan keatas
diberikan program senam akan lebih cepat
perkembangan motoriknya tanpa ada
indikasi medis memperlihatkan hasil yang
baik. Bayi menjadi lebih percaya diri, lebih
aktif bergerak, sosialisasinya lebih bagus,
dibanding anak seumurnya. Keyakinan
orang tua tentang perkembangan yang
secara alami yang akan dicapai oleh anak
masih melekat pada persepsi mereka,
sehingga kecenderungan orang tua
membiarkan perkembangan anak sesuai
kemampuan yang ada tanpa memberikan
stimulasi yang optimal. Hal ini sejalan
dengan penelitian Wayan Darsana 2012 di
Bali menyatakan bahwa kemampuan orang
tua
dalam
memberikan
stimulasi
perkembangan terhadap anaknya dapat
disebabkan oleh banyak faktor diantaranya
sosial ekonomi, dan tingkat pendidikan.
Ketidakmampuan dalam memberikan
stimulasi akan membuat orang cenderung
membiarkan anak berkembang apa adanya
tanpa rangsangan dari luar sementara
mereka juga memberi perlindungan yang
berlebih kepada anaknya sehingga
menghambat kesiapan berkembangnya
kemampuan anak, banyak orang awam
khususnya orang tua berpendapat bahwa
masalah tumbuh kembang yang terjadi
pada anak bisa berkurang bahkan hilang
sendiri dengan perjalanan waktu seiring
bertambahnya usia anak. Perkembangan
motorik kasar dengan penilaian normal
sebanyak
2
responden
(70,0%)
dikarenakan usia anak mempunyai
pengaruh signifikan pada proses tumbuh
kembang. Menurut Narendra (2002)
menyebutkan bahwa pada umumnya anak
memiliki
pola
pertumbuhan
dan
perkembangan yang normal, dan ini
merupakan hasil interaksi banyak faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak, salah satunya adalah
usia anak yang kecepatan pertumbuhan
pesat adalah pada masa prenatal, tahun
pertama kehidupan, dan masa remaja.
Penilaian motorik kasar untestable
sebanyak 1 responden (10,0%) disebabkan
karena pada saat melakukan penilaian
motorik kasar anak sakit dan takut dengan
orang asing sehingga menyebabkan anak
menolak untuk dilakukan penilaian.
Menurut Dian Andriana (2013) pada hasil
interpretasi Denver II yang meragukan dan
tidak dapat dites, seharusnya dilakukan tes
ulangan 2 minggu berikutnya untuk
menghilangkan faktor – faktor sesaat,
seperti rasa takut, sakit, atau kelelahan.
Namun, peneliti tidak melakukan penilaian
kembali untuk uji ulang 2 minggu
berikutnya disebabkan karena adanya
keterbatasan waktu penelitian.
Berdasarkan data penelitian yang
didapatkan faktor yang mempengaruhi
perkembangan motorik kasar adalah
stimulasi, dan pendidikan orang tua
(Eveline P.N dan Nanang Djamaludin,
2011).
Berdasarkan
hasil
penelitian
dengan faktor stimulasi bayi sudah pernah
senam atau tidak, menunjukkan bahwa dari
10 responden (100,0%) belum pernah
melakukan senam bayi sebelumnya.
Didapatkan adanya penilaian suspect
sebanyak 2 responden (20.0%), hal ini
disebabkan karena bayi tidak dilakukan
intervensi senam bayi selama 1 bulan.
Menurut Menurut Dini Aminati (2013)
Bayi yang tidak mengikuti senam
umumnya perkembangan motorik lebih
lambat dibandingkan dengan bayi yang
mengikuti senam.
Berdasarkan penelitian dengan
faktor pendidikan orang tua, menunjukkan
bahwa ibu dengan pendidikan S-1 dan
SMA didapatkan penialaian perkembangan
motorik kasar yaitu untestable sebanyak 1
responden (25,0%). Hal ini disebabkan
karena
pengetahuan
ibu
tentang
pencapaian tugas perkembangan anak
kurang sehingga mereka tidak mengerti
tentang pencapaian tugas perkembangan
anak yang harus dapat dilakukan sesuai
anak. Hal ini bertolak belakang dengan
penelitian Silfia Syafriyani tahun 2011 di
Payakumbuh, Sumatera Barat menyatakan
bahwa tingkat pendidikan yang relatif
tinggi, kemungkinan banyak memperoleh
pengalaman tentang perawatan anak yang
diperoleh dari referensi dan dari hasil
pendidikannya; sehingga orang tua
memiliki pengetahuan yang terkait dengan
perkembangan anak. Peneliti berasumsi
bahwa perkembangan motorik kasar tidak
semata-mata dipengaruhi oleh faktor
pendidikan sang ibu, namun hal ini semua
tergantung bagaimana ibu mampu
mengaplikasikan
pengetahuan
yang
didapat kepada anaknya secara optimal
dengan kemajuan perkembangan motorik
kasar.
Secara umum hasil penelitian di
Posyandu Kelurahan Celep Kecamatan
Sidoarjo responden dengan motorik kasar
bayi sesudah diberikan senam pada
kelompok eksperimen, penilaian normal
sebanyak 7 bayi (77,8%), dan suspect
sebanyak 2 responden (22,2%).
Hasil
penelitian
pada
perkembangan motorik kasar dengan
pemeriksaan DDST setelah dilakukan
senam, didapatkan hasil dari 9 responden
(100.0%), sebanyak 2 responden (22,2%)
dengan penilaian suspect. Hal ini bisa
disebabkan oleh anak mendapat stimulasi
yang kurang pada motorik kasar oleh
keluarga terutama dari peran seorang ibu.
Kesibukan ibu yang bekerja (wirawasta)
sebanyak 7 responden (77,8%) mencari
nafkah dengan rata- rata jam kerja adalah
7- 8 jam sehari (sepertiga waktunya
dihabiskan untuk kegiatan di luar rumah),
yang mengakibatkan kurangnya waktu ibu
bersama keluarga, khususnya untuk anakanak jika dibandingkan dengan ibu yang
tidak bekerja sebagai ibu rumah tangga
sebanyak 1 responden (11,1%). Menurut
Desmita (2006) menyebutkan bahwa
sebagian besar pertumbuhan otak bayi
terjadi setelah lahir dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, termasuk stimulasi, serta
pengasuhan orang tua. Tugas orang tua
dalam hal ini adalah menciptakan kondisi
sedemikian rupa, sehingga memungkinkan
perkembangan berjalan sesuai usianya.
Apabila peran ibu kurang atau tidak
berhasil maka anak akan mengalami
gangguan
pertumbuhan
dan
perkembangan, namun apabila peran ibu
berhasil maka anak dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan usianya
(Werdiningsih
&
Astarani,
2012).
Perkembangan motorik kasar anak dengan
penilaian normal sebanyak 7 responden
(77,8%) disebabkan karena anak telah
mendapatkan intervensi senam bayi selama
satu bulan setiap hari setiap pagi dan sore
selama 5-10 menit.
Menurut
Dini
Aminati (2011:63) menyebutkan bahwa
bayi yang melakukan senam, umumnya
perkembangan motoriknya lebih cepat
daripada yang tidak mengikuti senam bayi.
Berdasarkan data penelitian yang
didapatkan faktor yang mempengaruhi
perkembangan motorik kasar adalah
stimulasi, urutan kelahiran anak, dan
pendidikan orang tua (Eveline P.N dan
Nanang Djamaludin, 2011).
Berdasarkan
hasil
penelitian
dengan faktor stimulasi bayi sudah pernah
senam atau tidak, menunjukkan bahwa dari
9 responden (100,0%) belum pernah
melakukan senam bayi sebelumnya.
Didapatkan perkembangan motorik kasar
dengan penilaian normal sebanyak 7
responden (77,8%) hal ini dikarenakan
bayi telah melakukan intervensi senam
bayi selama 4 minggu . Menurut Dini
Aminati (2011:63) menyebutkan bahwa
bayi yang melakukan senam, umumnya
perkembangan motoriknya lebih cepat
daripada yang tidak mengikuti senam bayi.
Percepatan perkembangan motorik juga
melibatkan pertumbuhan otot-otot dan
tulang yang diseertai dengan bervariasi
gerakan seperti mengajarkan senam. Hasil
ini sejalan dengan teori yang dikemukakan
Soetjaningsih (2002) bahwa perawatan
kesehatan, memberikan stimulasi yang
teratur, menimbang secara rutin, akan
menunjang tumbuh kembang anak.
Peneliti berasumsi bahwa bayi yang
mengikuti senam perkembangan motorik
kasar lebih cepat dibandingkan dengan
bayi yang tidak mengikuti senam.
Berdasarkan
hasil
penelitian
dengan
urutan
kelahiran
anak,
menunjukkan data dari 9 responden
(100,0%). Didapatkan perkembangan
motorik kasar pada anak pertama dengan
penilaian normal sebanyak 5 responden
(83,3%). Menurut Moersintowati (2002)
ada beberapa faktor yang mempengaruhi
laju perkembangan anak, diantaranya
urutan kelahiran. Dalam keluarga yang
sama, perkembangan motorik anak
pertama
cenderung
lebih
baik
dibandingkan dengan anak yang lahir
kemudian. Hal ini karena orang tua dapat
menyisihkan waktunya lebih banyak untuk
mengajar dan mendorong anak yang lahir
pertama dalam belajar dibandingkan anak
yang lahir kemudian. Peneliti berasumsi
bahwa anak pertama lebih mempunyai
banyak peluang dalam perkembangan
motorik kasarnya karena mendapat
perhatian lebih dari orang tua.
Berdasarkan
hasil
penelitian
dengan
pendidikan
orang
tua,
menunjukkan data dari 9 responden
(100,0%),
didapatkan
perkembangan
motorik kasar dengan pendidikan S-1
penilaian normal sebanyak 4 responden
(100,0%), lebih signfikan dibandingkan
dengan pendidikan SMA sebanyak 2
responden (66,7%). Menurut Soetjaningsih
(2005) bahwa pendidikan orang tua
merupakan salah satu faktor penting dalam
tumbuh kembang bayi. Karena dengan
pendidikan yang baik, maka orang tua
dapat dengan mudah menerima segala
informasi dari luar tentang cara
pengasuhan bayi yang baik, terutama cara
pemberian stimulasi, bagaimana menjaga
kesehatan bayinya, pendidikannya, dan
sebagainya. Semakin banyak pengetahuan
yang dimiliki dan perilaku yang
diharapkan
akan
muncul
tindakan
stimulasi yang baik. Peneliti berasumsi
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
orang tua terutama ibu, maka semakin
mudah menerima informasi sehingga
semakin banyak pengetahuan yang
dimiliki untuk mampu memberikan
tindakan stimulasi secara optimal kepada
anaknya.
5.2.3 Pengaruh Senam Bayi Terhadap
Perkembangan Motorik Kasar
Bayi Usia 4-12 bulan di
Posyandu
Kelurahan
Celep
Kecamatan Sidoarjo
Pada penelitian ini didapatkan hasil
uji wilcoxon dengan taraf signifikansi
p<0,05 (dengan menggunakan SPSS 16.0)
pada senam bayi kelompok intervensi
didapatkan koefesien sebesar 0.014 dengan
p= 0,05 yang artinya Ho ditolak dan H1
diterima. Ini menyatakan ada pengaruh
yang signifikan pemberian senam bayi
terhadap perkembangan motorik kasar
pada bayi usia 4- 12 bulan di Posyandu
Kelurahan Celep Kecamatan Sidoarjo.
Terlihat dari hasil pada kelompok kontrol
dari 10 responden (100.0%) didapatkan
sebanyak 8 responden atau (80,0%) tidak
mengalami perubahan pada perkembangan
motorik kasar, dan sebanyak 2 responden
atau (20,0%) mengalami perubahan pada
motorik kasar. Sedangkan, pada kelompok
intervensi dari 9 responden (100.0%),
didapatkan sebanyak 7 responden atau
(70,0%) mengalami perubahan pada
perkembangan
motorik kasar,
dan
sebanyak 2 responden (20,0%) tidak
mengalami perubahan pada motorik
kasarnya. Hal ini sesuai penelitian
Kusyairini (2006) bahwa bayi yang
berumur 3 bulan keatas diberikan program
senam akan lebih cepat perkembangan
motoriknya
tanpa
indikasi
medis
memperlihatkan hasil yang baik. Bayi
menjadi lebih percaya diri, lebih aktif
bergerak, sosialisasinya lebih bagus,
dibanding anak seumurnya.
Bayi usia 4-12 bulan yang
melakukan senam bayi, akan mampu
merangsang kelenjar hipofisis untuk
meningkatkan
pengeluaran
Hormon
somathotropin
(Growth
Hormone),
menyebabkan pertumbuhan tulang menjadi
lebih cepat, sehingga perkembangan
motorik kasar sesuai dengan usia. Senam
bayi juga membantu meningkatkan
sirkulasi darah, menyebabkan pasukan
oksigen ke seluruh tubuh menjadi teratur,
menstimulasi perkembangan otot dan
pertumbuhan sel, sehingga perkembangan
motorik kasar sesuai dengan usia.
Menurut Dian Andriana (2013)
mengatakan bahwa bayi yang mengikuti
senam bayi, umumnya perkembangan
motoriknya lebih cepat daripada yang
tidak pernah melakukan senam bayi.
Amedi Nasution sebagai ahli rehabilitasi
medik RSUPN Cipto Mangunkusumo juga
mengatakan bahwa senam bayi sangat
penting untuk menguatkan otot- otot dan
juga sendi- sendi pada bayi sebagai
persiapan bayi untuk duduk, berdiri, dan
berjalan.
3.
SARAN
1.
2.
5. 3 Keterbatasan
1.
2.
3.
Peneliti tidak pernah mengikuti
pelatihan tentang DDST II.
Terapis yang melakukan senam bayi
adalah
terapis
yang
telah
bersertifikasi.
Hasil akhir penilaian perkembangan
motorik kasar DDST II suspect dan
untestable tidak dilakukan uji ulang
2 minggu kemudian, dikarenakan
keterbatasan waktu penelitian.
Ada pengaruh senam bayi terhadap
perkembangan motorik kasar pada
bayi usia 4- 12 bulan.
3.
Bagi Ibu (Responden)
Diharapkan
setiap
ibu
yang
mempunyai bayi agar mempu
meningkatkan pengetahuan tentang
senam bayi dengan menyalurkan
kasih sayang dan perhatian berupa
stimulasi gerak dengan senam bayi
secara rutin dan mengupayakan agar
perkembangan motorik kasar bayi
tidak terhambat.
Bagi Profesi
Sebagi praktisi keperawatan dapat
meningkatkan
pelayanan
keperawatan dengan memberikan
edukasi dalam hal meningkatkan
perkembangan motorik kasar melalui
senam bayi kepada ibu yang
mempunyai bayi.
Bagi Tempat penelitian
Semoga dengan adanya penelitian ini
petugas kesehatan lebih aktif untuk
mensosialisasikan SPO senam bayi
dan mengadakan demo atau pojok
senam bayi setiap bulannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh penulis dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1.
2.
Sebagian
besar
perkembangan
motorik kasar sebelum senam pada
kelompok kontrol dengan penilain
normal, sedangkan pada kelompok
eksperimen sebagian besar dengan
penilain suspect.
Sebagian
besar
perkembangan
motorik kasar setelah senam pada
kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen
dengan
penilaian
normal.
Aminati, Dini. 2013. Pijat- Senam Untuk
Bayi dan Balita Panduan Praktis
Memijat
Bayi
dan
Balita.
Yogyakarta : Solusi Distribution
Pratyahara, Dayu. (2012). Miracle Touch
For Your Baby Keajaiban Terapi
Sentuhan
Untuk
Bayi
Anda.
Jogjakarta : Javalitera
Kusyairi, Irawati Ch. (2006). Panduan
Senam Bayi. Jakarta : Puspa Swara
Hidayat, Aziz Alimul. (2011). Pengantar
Ilmu
Kesehatan
Anak
untuk
Pendidikan Kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika
Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian
Ilmu
Keperawatan
Pendekatan
Praktis Edisi 3. Jakarta : Salemba
Medika
Andirana,
Diana.
(2011).
Tumbuh
Kembang dan Terapi Bermain pada
Anak. Jakarta : Salemba Medika
Sulistyawati, Ari. (2014). Deteksi Tumbuh
Kembang Anak. Jakarta : Salemba
Medika
Hidayat, Aziz Alimul. (2008). Ilmu
Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Salemba
Medika
PN, Eveline dan Nanang Djamaludin.
Panduan Pintar Merawat Bayi dan
Balita Tata Cara Merawat Bayi dan
Balita dari A- Z Berdasarkan
Rekomendasi Pakar dan Praktis
Anak. (2010). Jakarta : PT Wahyu
Media.
Retno
dan
Anis.(2010).
Panduan
Perkembangan Anak 0-1 Tahun.
Jakarta:
Pustaka
Pembangunan
Swadaya Nusantara
Susilaningrum, Rekawati, Nursalam, dan
Sri
Utami.
(2013).
Asuhan
Keperawatan Bayi dan Anak Untuk
Perawat dan Bidan Edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika
Santrock, John W. (2007). Perkembangan
Anak Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Hidayat, Alimul Aziz. (2009). Pengantar
Ilmu Kepeerawatan Anak 1. Jakarta :
Salemba Medika
Depkes RI. (2009). Pedoman Pemberian
Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang
Anak di Tingkat Pelayanan Dasar.
Jakarta.
Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik
Penulisan
Riset
Keperawatan.Yogyakarta:
Graha
Ilmu
Nursalam. (2008). Asuhan Keperawatan
Bayi dan Anak Untuk Perawat dan
Bidan. Jakarta : Salemba Medika
Gazette, Bunda. (2010). Baby Gym Untuk
Bayi,
http://www.ayahbunda.co.id/artikel/
Bayi/Gizi+dan+Kesehatan/baby.gym
.untuk.bayi.3,5bulan/001/1294/2,
diunduh tanggal 02 Maret 2015 jam
12.30 WIB.
Asri, Suko, Dewi Purnama, dan Fachrudi
Hidayat.(2010). Pengaruh Olah
Raga Bayi Untuk Perkembangan
Motorik Kasar Dan Motorik Halus
Di Kelurahan Mataram Timu
Kecamatan
Mataram
Kodya
Mataram.
Buletin
Penelitian
Kesehatan- Vol.14 No.1, http://
ejournal.litbang.depkes.go.id/index.p
hp/hsr/article/download/2268/2169,
diunduh tanggal 10 Februari 2015
jam 18.00 WIB
Heriyanto, Bambang, dkk. (2009).
Peningkatan Berat Badan Bayi Usia
4-12 Bulan Dengan Senam, Vol.VIII
No.1,
http://www.google.com/search/peng
aruh+senam+bayi+terhadap+pening
katan+beratbadan, diunduh tanggal
11 Februari 2015 jam 18.15 WIB
Sunyoto, Danang, dan Ari Setiawan. 2013.
Buku Ajar Statistik Kesehatan
Paramatrik,
Non
Paramatrik,
Validitas,
dan
Reabilitas.
Yogyakarta : Nuha Medika
Hadi Kuncoro Dian, Siti Arifah, dan
Kartinah (2013). Hubungan Antara
Stimulasi
Ibu
Dengan
Perkembangan Motorik Halus Dan
Kasar Pada Anak Usia Toddler Di
Paud Mekarsari Desa PucangOmbo
Tegalombo
Pacitan.
http://eprints.ums.ac.id/25706/10/N
ASKAH_PUBLIKASI.pdf, diunduh
tanggal 25 Maret 2015 jam 13.00
WIB.
Ardita, Venny, Abdul Kadir, dan M. Askar
(2012) . Deteksi Perkembangan
Anak Berdasarkan DDST Di RW 1
Kelurahan Luminda Kecamatan
Wara Kota Palopo Volume 1 Nomor
2
Tahun
2012.
http://library.stikesnh.ac.id/files/disk
1/1/elibrary%20stikes%20nani%20h
asanuddin--vennyardit-49-1artikel25.pdf, diunduh tanggal 25
Maret 2015 jam 13.30 WIB.
Soetjaningsih (2005). Tumbuh Kembang
Anak. Jakarta : EGC
Nur Kholifah Siti, Nikmatul Fadhilah,
Hasyim As’ari, dan Taufik Hidayat
(2014). Perkembangan Motorik
Kasar Bayi Melalui Stimulasi Ibu Di
Kelurahan Kemayoran Surabaya
Vol.
1
No.1
tahun
2014,
http://download.portalgaruda.org/arti
cle.php?article=271494&val=7119&
title=Perkembangan%20Motorik%2
0Kasar%20Bayi%20Melalui%20Sti
mulasi%20Ibu%20di%20Kelurahan
%20Kemayoran%20Surabaya,diund
uh tanggal 26 Maret 2015 jam 15.00
WiB
Download