Laporan Penelitian TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN TANAH IRIGASI UNTUK BANGUNAN PEMUKIMAN (Studi Kasus Di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang) Di susun oleh : NURWATI, SH.MH MULYADI, SH.MH ARDIKKA CHANDRA RUA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG 2011 i HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul Penelitian : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Tanah Irigasi Untuk Bangunan Pemukiman (Studi Kasus Di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang) 2. Bidang Ilmu 3. Peneliti : Ilmu Hukum a. Ketua Peneliti 1. Nama : Nurwati, SH.MH 2. Pangkat/Gol/NIP : Penata MudaI/Lektor/III c/875807033 3. Jabatan Fungsional : Dosen 4. Jabatan Struktural : - 5. Fakultas : Fakultas Hukum 6. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Magelang 7. Alamat : Jl. Tidar No. 21 Magelang (0293) 362082 b. Anggota Peneliti I 1. Nama : Mulyadi, SH.MH 2. Pangkat/Gol/NIS : Pembina/LektorKepala/IV a/195402021980121001 3. Jabatan Fungsional : Dosen 4. Jabatan Struktural : Ketua Bagian Hukum Perdata 5. Fakultas : Fakultas Hukum 6. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Magelang 7. Alamat : Jl. Tidar No. 21 Magelang (0293) 362082 c. Anggota Peneliti II 1. Nama : Ardikka Chandra Rua 2. NPM : 07.0201.0052 3. Jabatan : Mahasiswa 4. Fakultas : Fakultas Hukum 5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Magelang 6. Alamat : Jl. Tidar No. 21 Magelang (0293) 362082 4. Lokasi Penelitian : Kota Magelang 5. Waktu Pene;itian : 6. Biaya : Rp. 3.000.000,00 6 (enam) bulan ii 7. Sumber Biaya : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang Magelang, Juli 2011 Mengetahui Ketua Tim Peneliti Dekan Fakultas Hukum Agna Susila, SH.MHum Nurwati, SH.MH NIS : 065408052 NIS : 875807033 Menyetujui Ketua Pusat Pene;itian UMM Dra. Retno Rusdjijati, M.Kes NIP. 132051251 iii KATA PENGANTAR Assalamu`alaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul: “Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Tanah Irigasi Untuk Bangunan Pemukiman (Studi Kasus Di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang)”. Dalam penelitian ini penulis sadar bahwa tidak mungkin menyelesaikan hanya dengan kemampuan yang ada pada diri penulis saja, akan tetapi dalam hal ini mendapat banyak bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan segala petunjuk dan pikiran sehingga terwujudnya penyusunan penelitian ini. Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati lapang dada, maka saran dan kritik serta tegur sapa yang bersifat membangun guna kesempurnaan penelitian ini akan penulis terima dengan senang hati. Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Achmadi, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Magelang. 2. Bapak Agna Susila SH. MHum. selaku Dekan pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang. 3. Bapak dan Ibu Dosen dan sekaligus Staf Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT, begitu pula andai kata ada kesalahan maupun kekhilafan penulis mohon maaf yang sebesarbesarnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Magelang, Juli 2011 Nurwati, SH.MH Mulyadi, SH.MH Ardikka Chandra Rua iv ABSTRAK Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak serta kepribadian bangsa Di Magelang khususnya, masih banyak masyarakat yang tinggal di bibir irigasi, namun di Magelang yang bertempat tinggal di area tanah irigasi bukan hanya orang tidak mampu saja bahkan pengusahapun ada yang mendirikan bangunan di tanah irigasi. Di Magelang tepatnya di Desa Sumberejo, kecamtan Mertoyudan, Kabupaten Magelang masih banyak masyarakat yang menggunakan tanah irigasi untuk pemukiman. Adapun permasalahan yang dibahasa adalah Proses perijinan dan kendala yang muncul dalam proses perijinan tersebut.Dari uraian singkat tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai tanah irigasi atau tanah pengairan yang dipergunakan untuk pemukiman, yakni dalam bentuk penelitian yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Tanah Irigasi Untuk Bangunan Pemukiman (Studi Kasus Di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang)”. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak–hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA. Pemerintah memberikan kebijakan untuk mengijinkan tanah irigasi untuk pemukiman warga dengan mengajukan permohonan ijin secara tertulis ke kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupatn Magelang. Kemudian Pelaksanaan perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman dilakukan oleh pemilik tanah sendiri atau dengan memberikan kuasa kepada orang lain untuk mengurusnya Ke Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Magelang. Setelah keluarnya Ijin penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman maka pemohon dapat menggunakan tanah irigasi tersebut untuk pemukiman dengan ketentuan yang berlaku dalam surat keputusan perizinan yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Magelang, sehingga tanah yang digunakan masih berstatus tanah milik pemerintah. Permasalahan yang muncul dalam perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman adalah berkenaan dengan waktu dan dana. Waktu yang dibutuhkan lebih lama dari yang telah direncanakan karena proses yang dilalui oleh masyarakat tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku yaitu membangun perumahan tanpa ijin lokasi singkat kata asal mendirikan bangunan begitu saja, padahal penggunaan tanah irigasi ada aturannya sendiri. Sehingga hal tersebut akan memperlambat proses perizinanKemudian masyarakat pada umumnya tidak menghiraukan aturan yang berlaku, kurangnya pengetahuan dan apabila di tegur oleh pemerintah jawabnya keadaan yang memaksa. Kata Kunci : Pemukiman, Tanah Irigasi, Perijinan, Hak Atas tanah v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii KATA PENGANTAR................................................................................... iv ABSTRAK..................................................................................................... v DAFTAR ISI ................................................................................................. vi BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1 A. Latar Belakang .......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4 D. Kegunaan Penelitian................................................................... 5 E. Sistematika Penulisan................................................................. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 7 A. Tinjauan Tentang Hak Ats Tanah ............................................... 7 1. Pengertian Hak Atas Tanah.................................................... 7 2. Macam – Macam Hak Atas Tanah ......................................... 8 B. Tinjauan Tentang Irigasi ............................................................ 17 1. Pengertian Irigasi ................................................................... 17 2. Pengaturan Tanah Irigasi........................................................ 18 C. Tinjauan Umum Tentang Pemukiman ........................................ 19 1. Pengertian Pemukiman .......................................................... 19 2. Pengaturan Tentang Pemukiman ............................................ 21 BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 24 A. Metode Pendekatan ................................................................... 25 B. Bahan Penelitian......................................................................... 25 C. Spesifikasi Penelitian ................................................................. 25 D. Metode Pengambilan Sampel ..................................................... 26 E. Alat Penelitian............................................................................ 27 F. Teknik Penelitian ....................................................................... 28 G. Analisa Data............................................................................... 28 BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................. 30 A. Hasil Penelitian .......................................................................... 30 vi 1. Gambaran Umum Wilayah dan Irigasi di Kabupaten Magelang............................................................................... 30 2. Daftar Tarif Retribusi Izin Pemakaian Tanah Pengairan ......... 33 B. Pembahasan ............................................................................... 34 1. Prosedur perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang............................................................................... 34 2. Permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang............................................................................... 43 BAB V PENUTUP ........................................................................................ 47 A. KESIMPULAN .......................................................................... 47 B. SARAN...................................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak serta kepribadian bangsa. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan perumahan pemerintah melakukan usaha-usaha pembangunan perumahan dengan melibatkan berbagai pihak baik perorangan maupun badan hukum. Usaha pemerintah tersebut tidak terlepas dari tujuan negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Di Indonesia tujuan tersebut secara jelas tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Untuk mencapai tujuan tersebut maka dilakukan pembangunan nasional yang pada hakikatnya merupakan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan lahiriah dan kepuasan batiniah. Untuk itu pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional, tujuan kebijakan perumahan adalah untuk menjamin bahwa semua rakyat Indonesia, khususnya golongan yang berpenghasilan rendah, mempunyai akses untuk mendiami rumah yang memadai dan terjangkau dalam suatu lingkungan yang sehat.1 Agar tujuan pembangunan perumahan tercapai, pemerintah terus merumuskan berbagai strategi dan program, antara lain membuat peraturan perundangundangan yang diperlukan, membentuk forum-forum untuk mendorong pembangunan perumahan. Terlepas dari program – program pemerintah yang terlihat sempurna, sebenarnya masih banyak masyarakat kita yang belum mendapatkan rumah tinggal yang layak seperti di di kolong jembatan, bantaran sungai dan lain sebagainya. Di Magelang sendiri khususnya, sungguh ironis masih banyak masyarakat yang tinggal di bibir irigasi, namun di Magelang tersebut yang bertempat tinggal di area tanah irigasi 1 Ai, Strategi Dasar Pembangunan Perumahan, http://portaltataruang. wordpress.com /2007/09/19 strategi-dasar-pem , diakses tanggal 16 Oktober 2011 1 bukan hanya orang tidak mampu saja bahkan pengusahapun ada yang mendirikan bangunan di tanah irigasi. Dari hal tersebut diatas perlu pengaturan yang jelas dan penegakan hukum terhadap pemakaian tanah irigasi untuk pemukiman, sehingga fungsi tanah sebagaimana di atur dalam UUPA pasal 6, bahwa tanah harus memiliki fungsi sosial. Hal tersebut diatas ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang ada khususnya dalam Undang Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sebenarnya sudah dilakukan pembagian yakni terdapat pasal-pasal yang mengatur perolehan hak atas tanah untuk kepentingan umum dan pasal-pasal yang mengatur perolehan hak atas tanah selain kepetingan umum. Dalam kaitannya dengan perolehan hak atas tanah untuk kepentingan pribadi terdapat adanya dua pasal penting yaitu Pasal 18 dan Pasal 6 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Hak yang diperoleh dalam penggunaan tanah irigasi merupakan hak pakai. Menurut pasal 41 UUPA, hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang atau dalam perjanjian tanahnya. Hak pakai dapat diberikan oleh pemerintah dengan penetapan dan juga oleh pemilik tanah, baik perseorangan ataupun suatu badan hukum dengan perjanjian autentik.2 Dari penelitian ditemukan beberapa kasus yang muncul dalam penggunaan tanah irigasi, diantaranya pelanggaran batas tanah irigasi yang diperbolehkan didirikan bangunan, kemudian masalah perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman yang sampai saat ini masih banyak pelanggaran yang tidak sesuai dengan Perda Kabupaten Magelang no. 22 tahun 2008 tentang irigasi khususnya pasal 79 yang berbunyi ” Sebagai usaha pengamanan jaringan irigasi beserta 2 bangunannya Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak- Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta 2005 hal; 114 2 ditetapkan garis sempadan jaringan irigasi untuk bangunan dan untuk pagar”. Perda Kabupaten Magelang no. 22 tahun 2008 tentang irigasi mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan irigasi dari masalah yang berkaitan dengan keperdataan, kelembagaan sampai dengan hal yang berkaitan dengan pidana, diatur semua didalam perda tersebut, tinggal bagaimana penegakannya. Masalah yang tidak kalah menariknya yakni terkait perijinan tanah irigasi yang dipergunakan untuk pemukiman yang mana saat ini masih banyak pelanggaran yang terjadi dan belum ada penegakan hukum yang nyata dari pemerintah daerah. Pada dasarnya Pemerintah Kabupaten Magelang telah mempunyai peraturan yang mengatur mengenai perijinan tanah irigasi yaitu Perda Nomor 6 Tahun 2002 Tentang Izin Pemakaian Tanah Pengairan Atau Tanah Jalan yang sampai saat ini masih berlaku, yang mana didalamnya termuat aturan – aturan yang berkaitan dengan perizinan seperti diatur dalam pasal 3 ayat 1 yang berbunyi “Setiap pemakaian tanah pengairan atau tanah jalan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah ini, wajib mendapat izin terlebih dahulu dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk”. Dari isi pasal tersebut dapat kita lihat bahwasannya pemerintah Kabupaten Magelang sudah memberikan aturan yang jelas, namun dalam penegakannya yang belum maksimal. Adapun peraturan daerah yang berkaitan dengan bangunan yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 5 Tahun 2000 tentang Bangunan, peraturan inipun masih banyak yang tidak menghiraukan, sehingga perlu adanya penegasan. Terlepas dari semua hal itu perlu adanya kepastian hukum. Selain diperlukan perangkat hukum yang jelas, konsisten dalam penggunaan konsep juga harus didasarkan pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku secara universal. Sebagaimana diketahui bahwa prinsip hukum memegang fungsi ganda yakni sebagai fondasi dari hukum positif dan sebagai batu 3 uji terhadap hukum positif itu karena prinsip hukum sebagai kaidah penilai3. Dari uraian singkat diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai tanah irigasi atau tanah pengairan yang dipergunakan untuk pemukiman, yakni dalam bentuk penelitian yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Tanah Irigasi Untuk Bangunan Pemukiman (Studi Kasus Di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang)”. B. Rumusan Masalah Dalam penulisan ini, permasalahan yang akan dibahas adalah berikut : 1. Bagaimanakah prosedur perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang ? 2. Bagaimanakah permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan yang dikemukakan diatas maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui gambaran mengenai prosedur perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman 2. Untuk mengetahui permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman. D. Kegunaan Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian tersebut dibagi 2 yaitu secara teori dan secra praktis : 1. secara praktis diharapakan berguna terhadap objek yang diteliti sehingga pelaksanaan perijinan penggunaan tanah sesuai dengan undang – undang yang mengaturnya. 3 J.J.H. Bruggink,, Refleksi Tentang Hukum, Alih Bahasa Arief Sidarta, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 193 4 2. Secara teori bisa memberi sumbangan pemikiran / ilmu pengetahuan dibidang Ilmu Hukum khususnya dibidang agraria. E. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi 5 (lima ) bab ; masing – masing bab dibagi dalam sub – sub bab dan sub – sub bab dibagi lagi dalam anak sub bab yang banyaknya disesuaikan dengan keperluan dan agar mempermudah pembaca dalam memahami hubungan antara bab 1 dan bab lainnya. BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisi tentang: Perumusan masalah, Latar belakang masalah, Tujuan penelitian, Kegunaan penelitian, Sistematika penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ke-2 ini penulis menguraikan istilah – istilah yang disebut dalam judul, berdasarkan bahan bacaan. Selain itu penulis juga menguraikan dari segi kepustakaan mengenai tanah irigasi dengan segala aspek – aspek dan atau akibat hukum yang mengikutinya. Dalam bab ini ada beberapa sub bab yaitu : pengetian Pengertian Irigasi, pengertian pemanfaatan tanah pengairan, ketntuan perijinan, mekanisme ijin pemanfaatan tanah pengairan dan yang terakhir pengenaan sewa tanah pengairan. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini, yaitu ; Metode Pendekatan, yaitu metode pendekatan yuridis normatif, bahan penelitian, spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis, sampling yaitu dengan cara menghimpun objek berdasarkan ciri – ciri yang kemudian menggunakan purposive sampling, alat penelitian meliputi : studi perpustakaan yaitu penulis mempelajari literatur yang ada kaitannya dengan masalah tanah irigasi dan wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi, metode analisis data penulis menggunakan data 5 primer dan skunder setelah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisa dengan metode analisis kualitatif berdasarkan peraturan perundang – undangan.. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab IV ini penulis menjelasakan mengenai hasil – hasil yang didapat dari penelitian yang diadakan beserta pembahasannya. Yaitu meliputi: 1. Bagaimanakah prosedur perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang ? 2. Bagaimanakah permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang? BAB V PENUTUP Setelah kita menelaah bab demi bab yang masing – masing saling mengisi dan saling berkaitan sampai pada pengertian yang utuh maka pada bab ke – 5 ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan atas pembahasan dalam penelitian ini serta saran – saran yang berkaitan dengan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman tersebut agar lebih tertip dalam perizinannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Hak Atas Tanah 1. Pengertian Hak Atas Tanah Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil 6 manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak–hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA.4 Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan karena hak–hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap dicantumkan dalam pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan sistematikanya dengan sistematika hukum adat. Kedua hak tersebut merupakan pengejawantahan (manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak–hak atas tanah yang disebut dalam pasal 16, dijumpai juga lembaga–lembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah Nasional diberi sifat “sementara”. Hak–hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti sifatnya akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak– hak tersebut menimbulkan pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi lemah (kecuali hak menumpang). Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan asas–asas Hukum Tanah Nasional (pasal 11 ayat 1). 5 Selain itu, hak–hak tersebut juga bertentangan dengan jiwa dari pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri secara aktif oleh orang yang mempunyai hak. Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan maka yang akan mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak menumpang dimasukkan dalam hak–hak atas tanah dengan eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA menganggap hak menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan dengan asas dari hukum agraria Indonesia. Dalam hak menumpang terdapat hubungan antara pemilik tanah dengan orang lain yang menumpang di tanah si A, sehingga ada hubungan tuan dan budaknya. Feodalisme masih mengakar kuat sampai sekarang di Indonesia yang oleh karena Indonesia masih dikuasai oleh berbagai rezim. Sehingga rakyat hanya menunngu perintah dari penguasa tertinggi. Sutan Syahrir dalam diskusinya dengan Josh Mc. Tunner, pengamat Amerika (1948) mengatakan bahwa feodalisme itu merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia yang masih rentan dengan pemerintahan diktatorial. Kemerdekaan Indonesia dari Belanda merupakan tujuan jangka pendek. Sedangkan tujuan jangka 4 elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab5hukum_agraria.pdf (diakses tanggal 05 Desember 2011) 55 Boedi Harsono, Hukum Tanah Nasional, Djambatan. Jakarta 1995 Hal. 73 7 panjangnya adalah membebaskan Indonesia dari pemerintahan yang sewenang–wenang dan mencapai kesejahteraan masyarakat.6 2. Macam – Macam Hak Atas Tanah a. Hak Milik Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat fungsi sosial.Kata-kata “terkuat dan terpenuh” itu tidak berarti bahwa hak milik merupakan hak yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat.7 Sifat-sifatnya : 1) Terkuat 2) Turun temurun dan dapat beralih. 3) Dapat menjadi 'induk" dari pada hak-hak atas tanah lain. 4) Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan(hipotik atau credit verband). 5) Dapat dipindahkan kepada pihak lain. 6) Dapat dilepaskan oleh yang empunya. 7) Dapat diwakafkan. Hak milik atas tanah dapat dipergunakan baik untuk usaha pertanian maupun untuk mendirikan bangunan-bangunan dengan memperhatikan/menyesuaikan dengan rencana tata guna tanah. Pada azasnya hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah baik sendiri maupun bersamasama dengan orang lain. Di samping itu Badan Hukum yang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan yang telah ditunjuk oleh Pemerintah dapat mempunyai hak milik atas tanah, sepanjang tanahnya dipergunakan langsung daiam bidang sosial dan keagamaan. Jangka waktu hak milik atas tanah tidak terbatas. Terjadinya Hak Milik ada beberapa hal antara lain adalah sebagai berikut : 1) Menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah. 6 Basuki, Sunaryo. Hukum Tanah Nasional Landasan Hukum Penguasaan dan Penggunaan Tanah. Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Agraria, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2002/2003. Hal.67 7 Bachsan Mustofa, Hukum Agraria Dalam Persepektif, Remaja Karya Bandung 1988. Hal 47 8 2) Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 3) Ketentuan undang-undang. Peralihan hak atau Pemindahan hak dan Pendaftaran hak milik sebaagai berikut : 1) Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. 2) Hak Milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebasannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku. 3) Pendaftaran tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai pemilikan dan hapusnya hak milik serta syahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut. Kemudian adapun hapusnya Hak Milik dapat dikarenakan beberapa hal yaitu sebagai berikut : 1) karena pencabutan hak. 2) karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya. 3) Karena diterlantarkan yang pengertiannya akan ditentukan dalam peraturan perundangan. 4) karena ketentuan pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu : 8 Pasal 21 ayat 3 : Orang Asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (24-9-1960) memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-Undang tersebut kehilangan kewarganegaraannya melepaskan hak miliknya itu dalam jangka waktu satu tahun. Pasal 26 ayat 2 : Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatanperbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang di samping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum (kecuali badan hukum keagamaan dan sosial yang ditetapkan oleh Pemerintah), adalah batai karena hukum. Dan yang terakhir adalah dikarenakan tanahnya musnah. 8 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia.Djambatan,Jakarta 2006. Hal.36 9 b. Hak Guna Usaha Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam waktu yang tertentu guna perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah.9 Tujuan penggunaan tanah yang dipunyai dengan hak guna usaha adalah terbatas, yaitu : 1) pada usaha pertanian/perkebunan. 2) pada usaha perikanan. 3) pada usaha peternakan. Yang dapat mempunyai hak guna usaha adalah sebagai berikut : 1) Warga Negara Indonesia. 2) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Adapun jangka waktu Hak Guna Usaha dapat diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun.Untuk perusahaan tertentu yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.10 Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah. Dan Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan. Pengertian "beralih" menunjuk pada berpindahnya Hak Guna Usaha kepada pihak lain karena pemiliknya meninggal dunia dan beralihnya hak tersebut terjadi karena hukum. Pengertian "dialihkan" menunjuk pada berpindahnya Hak Guna Usaha kepada pihak lain karena perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak tersebut memperoleh hak itu (hibah, jual beli dll). Adapun hapusnya Hak Guna Usaha yaitu sebagai berikut : 9 Parlindungan,AP, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, Mandar Maju, Bandung 1989. Hal.98 10 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak- Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta 2005. Hal 56 10 1) Jangka waktunya berakhir. 2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi. 3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir. 4) Dicabut untuk kepentingan umum. 5) Diterlantarkan yang pengertiannya akan ditentukan dalam peraturan perundangan. 6) Tanahnya rnusnah. 7) Ketentuan dalam pasal 30 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu: orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai subyek hukum tersebut di atas dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna usaha jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika hak guna usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum. c. Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu tertentu.11 Penggunaan tanah yang dipunyai dengan hak Guna Bangunan terutama untuk mendirikan/mempunyai bangunanbangunan, tetapi di samping itu diperbolehkan untuk menanam sesuatu dan memelihara ternak, asal tujuannya yang pokok tetap dilaksanakan. Adapun tujuan penggunaannya untuk mendirikan dan atau mempunyai bangunan-bangunan. Yang dapat mempunyai hak Guna Bangunan adalah warga negara Indonesia dan Badan-Badan 1111 Notonegoro, Politik Hukum Dan Pembengunan Agraria di Indonesia,Bina Aksara Jakarta 1984. Hal. 84 11 Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Hak Guna Bangunan dapat diberikan untuk jangka waktu 20 tahun dan paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang haknya dan mengingat keperluan serta keadaan bangunan- bangunannya jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Hak Guna Bangunan terjadi : 1) Mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. 2) Karena penetapan Pemerintah. 3) Mengenai tanah milik, karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak Guna Bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut. Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Dalam hal-hal yang tertentu setiap pemindahan hak guna bangunan memerlukan ijin dari yang berwenang.Setiap peralihan/pemindahan hak Guna Bangunan wajib didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan. Pendaftaran tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai syahnya peralihan hak tersebut. Hak Guna Bangunan hapus karena : 1) Jangka waktunya berakhir. 2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi. 3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir. 4) Dicabut untuk kepentingan umum. 5) Diterlantarkan yang pengertiannya akan ditentukan dalam peraturan perundangan. 6) Tanahnya musnah. 12 7) Ketentuan dalam pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria,yaitu : orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai subyek hukum seperti tersebut angka (3) dalam jangka waktu 1 tahun wajibmelepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yangmemenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yangmemperoleh hak guna bangunan, jika ia tidak mematuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidakdilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hakitu hapus karena hukum. d. HakPakai Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut dari hasil tanah yang, langsung dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam Keputusan pemberiannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah.12 Dari perumusan ini kita mengetahui bahwa hak pakai merupakan hak atas tanah, baik tanah-tanah bangunan maupun tanah pertanian.Perkataan "menggunakan" menunjuk pada tanah bangunan sedangkan "memungut hasil" menunjuk pada tanah pertanian.Hak Pakaidapat diberikan oleh Pemerintah (dengan penetapan) dan juga olehpemilik tanah (perseorangan & badan hukum dengan suatu perjanjian). Yang boleh mempunyai hak pakai ialah : 1) Warga Negara Indonesia. 2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia. 3) Badan-Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesiadan berkedudukan di Indonesia. 4) Badan-Badan Hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 12 Soedharyo Soimin. 2001. Status Hak dan Pembebasan Tanah, Jakarta. Sinar Grafika. Hal 85 13 Hak Pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.Dalam praktek pada umumnya pemberian Hak Pakai oleh Pemerintah jangka waktunya 10 tahun. Hak Pakai yang diberikan di atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, maka haknya dapat dipindahkan kepada pihak lain dengan ijin pejabat yang berwenang. Hak Pakai atas tanah Milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Di samping itu Hak Pakai juga harus didaftarkan untuk pengeluaran sertipikatnya. Hapusnya Hak Pakai 1) Jangka waktunya berakhir. 2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi, termasuk persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemegang haknya bersangkutan dengan statusnya (misalnya orang asing yang tidak lagi bertempat tinggal di Indonesia). Termasuk juga dalam golongan ini jika tanahnya diterlantarkan, syarat mana bersumber pada pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria. 3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir. 4) Dicabut untuk kepentingan umum. 5) Tanahnya musnah. e. Hak Pengelolaan Hak Pengelolaan adalah hak untuk menguasai atas tanah yang langsung dikuasai oleh Negara yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk :13 13 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak- Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta 2005 hal.76 14 Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan menggunakan tanah tersebut untuk pelaksanaan tugasnya. 1) Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketigadengan Hak Pakai dengan jangka waktu 6 tahun (Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1965). 2) Menerima uang pemasukan dan/atau uang wajib tahunan. Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada : 1) Departemen-Departemen dan Jawatan-Jawatan Pemerintah. 2) Badan-Badan Hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah. Hak Pengelolaan terjadi karena penetapan Pemerintah. Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu selama tanah tersebut dipergunakan oleh pemegang haknya. Hak Pengelolaan dapat dipindahkan hanya dengan ijin Pemerintah dan wajib didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku. Hapusnya Hak Pengelolaan 1) Karena dilepaskan oleh pemegang haknya. 2) Dibatalkan karena tanahnya tidak dipergunakan spsuai dengan pemberian haknya. 3) Dicabut untuk kepentingan umum. 4) Karena berakhir jangka waktunya (kalau pemberian haknya diberikan untuk jangka waktu tertentu). B. Tinjauan Umum Tentang Irigasi 1. Pengertian Irigasi Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawahtanah, irigasi pompa dan irigasi rawa. Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila ada air, baik bertindak sebagai pelaku (subjek) atau air sebagai media (objek). Proses-proses utama yang menciptakan kesuburan tanah atau sebaliknya yang mendorong degradasi tanah hanya dapat berlangsung 15 apabila terdapat kehadiran air. Oleh karena itu, tepat kalau dikatakan air merupakan sumber kehidupan.14 Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia kepada sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dengan demikian tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada saat persediaan lengas tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi yang efisien selain dipengaruhi oleh tatacara aplikasi, juga ditentukan oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman. a. Fungsi Irigasi 1) memasok kebutuhan air tanaman 2) menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan 3) menurunkan suhu tanah 4) mengurangi kerusakan akibat frost 5) melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah b. Tujuan Irigasi 1) Irigasi bertujuan untuk membantu para petani dalam mengolah lahan pertaniannya, terutama bagi para petani di pedesaan yang sering kekurangan air. 2) Meningkatkan Produksi Pangan terutama beras 3) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air irigasi 4) Meningkatkan intensitas tanam 5) Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat desa dalam pembangunan jaringan irigasi perdesaan c. Manfaat Irigasi Irigasi sangat bermanfaat bagi pertanian, terutama di pedesaan. Dengan irigasi, sawah dapat digarap tiap tahunnya, dapat dipergunakan untuk peternakan, dan keperluan lain yang bermanfaat. 14 https://sites.google.com/site/kisaranteknik/assignments/teknik-irigasi (15 Oktober 2011) 16 2. Pengaturan Tentang irigasi Melalui kebijakan pengelolaan irigasi yang selama ini hanya ditangani pemerintah pada awalnya dapat memberikan dampak yang cukup baik, hal ini dapat dilihat dengan tercapainya swasembada pangan, khususnya beras pada tahun 1984. Namun keberhasilan tersebut tidak berkelanjutan mengingat dukungan prasarana irigasi banyak yang menurun kuantitas, kualitas maupun fungsinya, apalagi setelah Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1997. Penurunan fungsi prasarana irigasi tersebut antara lain disebabkan bahwa selama ini anggapan pengembangan irigasi menjadi tanggung jawab pemerintah, sehingga sebagian petani berpendapat bahwa mereka tidak turut bertanggung jawab. Dengan semakin kompleksnya permasalahan pengelolaan irigasi, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Inpres Nomor 3 tahun 1999 tentang Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) yang kemudian dilanjutkan dengan Reformasi Kebijakan Pengembangan dan Pengelolaan Irigasi yang akhirnya dengan diterbitkannya Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air sebagai pengganti Undang - Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001. Sejalan dengan pemberlakuan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006, maka Kebijakan Pengelolaan Irigasi akan dilakukan melalui pendekatan Pengelolaan Irigasi Partisipatif, yang secara substansial sebenarnya sudah lama dikenal melalui pola swadaya atau gotong royong. Melalui kebijakan tersebut, pengembangan (pembangunan/rehabilitasi) irigasi tidak hanya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah maupun pemerintah daerah, tetapi juga merupakan tanggungjawab petani. Pada dasarnya, pengelolaan irigasi partisipatif adalah suatu pendekatan strategis dalam pengelolaan infrastruktur irigasi melalui keikutsertaan petani dalam semua aspek penyelenggaraan irigasi, 17 termasuk perencanaan, desain, pelaksanaan, pengembangan (pembangunan / rehabilitasi), pembiayaan, pelaksanaan operasi dan pemeliharaan (O&P), pengawasan, pemantauan dan evaluasi serta penyempurnaan sistem dari waktu ke waktu secara berkelanjutan. Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan tersebut, kedepan kegiatan Pengembangan Pengelolaan Irigasi Partisipatif merupakan suatu kegiatan atau pola pembangunan yang menjadi salah satu prioritas untuk dilaksanakan yang disesuaikan dengan kondisi setempat. C. Tinjauan Umum Tentang Pemukiman 1. Pengertian Pemukiman Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat kita pisahkan dan berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan. Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur serta kegiatan yang berkaitandan yang ada di dalam pemukiman. Pemukiman dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan perumahan sesuai denganstandar yang berlaku, salah satunya dengan menerapkan persyaratan rumah sehat.15 Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunanb (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan. Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan menitiberatkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan pemukiman memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitikberatkan pada sesuatu yang 1515 bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia http://www.scribd.com/doc/19333723/DEFINISI-TANAH (diakases Tanggal 07 Desember 2011) 18 (human).Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakekatnya saling melengkapi. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, Bab I, Pasal 1 (5). 16 Permukiman yang dimaksudkan dalam Undang-undang ini mempunyai lingkup tertentu yaitu kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna. 2. Pengaturan Tentang Pemukiman Undang-undang nomor 17 tahun 2010 tentang perumahan dan kawasan permukiman ini secara keseluruhan mencerminkan adanya keberpihakan yang kuat sekaligus memberikan kepastian bermukim terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam UU ini, setidaknya ada beberapa hal penting yang diharapkan dapat mendorong peningkatan program di sektor properti Indonesia. Pertama, perumahan dan kawasan permukiman didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan pembiayaan, dan peran serta masyarakat. Penyelenggaraan perumahan merupakan tanggungjawab negara, dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. 16 elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab5hukum_agraria.pdf (diakses tanggal 05 Desember 2011) 19 Kedua, adanya pembagian tugas dan wewenang pemerintah dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sepenuhnya mengacu kepada otonomi daerah dan kemandirian daerah serta pembagian dan pemisahan fungsi regulator dan operator. Ketiga, Pemenuhan kebutuhan rumah sebagai kebutuhan dasar manusia Indonesia dilaksanakan melalui penyelenggaraan perumahan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau badan hukum serta peran serta masyarakat. UU ini diorientasikan dalam rangka menjamin kepastian bermukim yang menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur. Untuk memastikan ketersediaan rumah bagi MBR, diharapkan badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang. Sedangkan pemenuhan kebutuhan rumah untuk orang asing ditegaskan hanya dapat menghuni atau menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Terkait penyelenggaraan kawasan permukiman, yang didalamnya mencakup lingkungan hunian perkotaan maupun perdesaan beserta tempat kegiatan pendukung perikehidupan dan kehidupan, dapat dilakukan melalui pengembangan yang telah ada, pembangunan baru dan pembangunan kembali. Hal itu dilaksanakan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Dalam UU ini Pemerintah dan/atau pemerintah daerah ditetapkan sebagai penanggungjawab pemeliharaan dan perbaikan 20 prasarana, sarana, dan utilitas umum di permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman. Pemerintah daerah ke depan diwajibkan melakukan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Sementara dalam hal penyediaan tanah dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman merupakan tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk penetapannya di dalam rencana tata ruang wilayah yang merupakan tanggungjawab pemerintah daerah.17 Penyediaan tanah untuk pembangunan rumah dapat dilakukan, antara lain, melalui konsolidasi tanah yang apabila konsolidasi tanah tersebut diperuntukkan bagi penyediaan tanah untuk membangun rumah umum dan atau rumah swadaya, maka wajib mendapatkan kemudahan dan atau bantuan. Dalam hal pendanaan dan sistem pembiayaan yang memastikan ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman serta lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan dapat bersumber dari APBN, APBD dan atau sumber dana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 17 elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab5hukum_agraria.pdf (diakses tanggal 05 Desember 2011) 21 BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah suatu cara tekhnis yang dilakukan dalam proses penelitian. Penelitian adalah suatu upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematik untuk mewujudkan kebenaran. Menurut pendapat DR. Kartini Kartono, pengertian Metodologi adalah Metodologi berasal dari bahasa Yunani methodos berarti jalan sampai, meta dan hodos bararti jalan. Metodologi penelitian18 adalah cara-cara berpikir dan berbuat yang dipersiapkan dengan baik-baik untuk mengadakan penelitian dan untuk mencapai suatu tujuan penelitian. Penelitian merupakan suatu sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan baik dari segi teoritis maupun praktis. penelitian merupakan suatu bagian pokok dari ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk lebih mendalami segi kehidupan. 19 Namun demikian banyak orang yang mencampur adukkan Metode Penelitian dengan Prosedur Penelitian dan Teknik Penelitian. Ketiganya berbeda arti, berikut ini digambarkan point-point yang penting bagi ketiganya, yaitu metode penelitian yang membicarakan tentang tata cara pelaksanaan penelitian. prosedur penelitian memberikan urutan kerja penelitian. Kemudian teknik penelitian membicarakan mengenai alat-alat yang digunakan dalam mengukur atau mengumpulkan data penelitian, sehingga metode penelitian melingkupi prosedur dan teknik penelitian Proses dalam melaksanakan penelitian merupakan hal yang penting untuk mengetahui permasalahan yang terjadi, selanjutnya dapat berkembang 18 19 Kartini, Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial , (Bandung:Mandar Maju,1996), hal 20 Soejono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta; UI, Pres, 1986)Hal 3 22 menjadi suatu gagasan teori,konseptualisasi, maupun pemilihan metode. Sedangkan hasil akhir dalam suatu penelitian akan menjadi suatu gagasan teori baru yang merupakan proses yang tidak ada habisnya. Metode penelitian yang digunakan sebagaiman yang tercantum dalam buku pengantar penelitian hukum karangan Soerjono Soekanto untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan penelitian ini adalah : 1. Metode pendekatan Metode pendekatan yang digunakan ialah metode pendekatan yuridis normatif. Yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu Hukum, dan berusaha menelaah kaidah – kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat. Penelitian ini difokuskan pada masalah mengenai setatus penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman.20 2. Bahan Penelitian Sebagai bahan penelitian, peneliti menggunakan 2 (dua) jenis data, antara lain : a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung sebagai hasil penelitian lapangan. b. Data sekunder data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti melainkan dari pihak lain. Dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan, peraturan – peraturan serta dokumen – dokumen yang berhubungan dengan pembangunan pemukiman diatas tanah irigasi, diantaranya : 1) Undang – Undang no. 5 tahun 1974 Pokok Agraria, 2) Undang-undang no. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman 3) Undang – Undang no. 7 Th. 2004 tentang Sumber daya air 4) PP no.20 th 2006 tentang irigasi. 5) Perda no. 6 th. 2006 tentang izin pemekaran tanah pengairan. 6) Perda no. 22 Th. 2008 tentang irigasi. 3. Spesifikasi penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analitis, yaitu mengambarakan peraturan perundangan yang berlaku dikaitkan dengan 20 Kartini, Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial , (Bandung:Mandar Maju,1996), hal 20 23 teori – teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan yang dikaji.21 Penelitian ini bersifat deskriptif, yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena yang ada, mengenai pemukiman di tanah irigasi. 4. Metode Pengambilan Sampel Sedangkan sampel adalah sebagaian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil, dan begitu juga sebaliknya.22 Dalam menetapkan besar kecilnya sampel, tidaklah ada suatu ketetapan yang mutlak, artinya tidak ada ketentuan berapa persen suatu sampel harus diambil. Jadi pengertian sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasinya. Sampel yang diambil adalah para pihak yang terkait dengan pembangunan pemukiman di atas tanah irigasi berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, dimana para pihak yang mendukung penelitian ini, diantaranya : a. DPU b. BPN c. Praktisi Hukum di wilayah Kabupaten Magelang, seperti Advokad. d. Para pihak yang bermukim di tanah irigasi Teknik sampling atau penetapan sampel yang peneliti gunakan adalah dengan metode Non Random Sampling, yaitu tidak semua unsur dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Dalam Non Random Sampling , sampel yang dipilih berdasarkan ciri – ciri khusus yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diteliti, yangmana spesifikasinya tentang sampel yang ada kaitannya dengan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman. 21 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), Hal.121 21 Soejono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, UI, Pres, 1986,Hal 3 24 Kemudian yang terakhir menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan karakteristik yang ditetapkan terhadap elemen populasi target yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian.Bedanya, jika dalam sampling stratifikasi penarikan sampel dari setiap subpopulasi dilakukan dengan acak, maka dalam sampling kuota, ukuran serta sampel pada setiap sub- subpopulasi ditentukan sendiri oleh peneliti sampai jumlah tertentu tanpa acak.23 5. Alat Penelitian Alat penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan ini meliputi : a. Studi Kepustakaan Penulis mempelajari literatur – literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan mengenai penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman. b. Wawancara/Interview Wawaancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi untuk memperoleh informasi. Penulis memperoleh informasi mengenai penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman. Dilaksanakan dengan cara menanyaklan langsung kepada para responden dari sampel yang telah ditentukan, yaitu DPU, BPN, Masyarakat yang terkait, dan praktisi Hukum. Untuk membantu penyelenggaraan penelitian lapangan dengan wawancara ini, maka digunkan alat berupa : Panduan wawncara ini berupa point – point penting yang hendak digali dari narasumber, dalam proses lebih lanjut point tersebut dapat menjadi daftar pertanyaan, baik yang akan digunakan untuk wawancara langsung ataupun wawancara tidak langsung. Kemudian daftar pertanyaan merupakan bentuk konkrit dari panduan wawancara, yakni berupa point – point yang sudah berbentuk kalimat tanya yang dapat digunakan dalam wawancara tertulis sebagai alternatif dari tidak terlaksananya wawancara langsung dengan narasumber. 24 23 24 Soejono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta; UI, Pres, 1986)Hal 3 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor : Ghalia Indonesia, 1983), Hal.55 25 6. Teknik Penelitian Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, antara lain : a. Tahap Pendahuluan Pada tahap ini, peneliti melaksanakan pengajuan usaha mengenai penelitian yang akan dilaksanakan dengan menyusun suatu proposal yang mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal – hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum mengenai penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman. b. Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini peneliti kemudian melakukan pengumpulan bahan – bahan hukum dan sekiranya dipandang mempunyai relevansi dengan permasalahan pembangunan pemukiman di tanah irigasi. c. Tahap Akhir Pada tahap ini peneliti melakukan telaah atas isu hukum dan memberikan pembahasan berdasrkan hasil penelitian yang didapat dilapangan. 7. Analisis Data Data primer dan data sekunder setelah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisa dengan metode analisis kualitatif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Analisis kualitatif adalah pengolahan data dengan melalui tahapan-tahapan pengumpulan data, mengklasifikasikan, menghubungkan teori dan masalah yang ada, kemudian menarik kesimpulan guna menentukan atas jawaban permasalahan. Analisis ini merupakan langkah terhadap keseluruhan data yang telah peneliti peroleh serta dengan mempertahankan dasar hukum yang berkaitan dengan masalah mengenai pembangunan pemukiman di atas tanah irigasi, kemudian analis tersebut akan dilaporkan dalam bentuk penelitian. 26 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Wilayah dan Irigasi Di Kabupaten Magelang Secara Geografis Kabupaten Magelang terletak di antara 110˚ 01’ 51” dan 110˚ 26’ 58” Bujur Timur, 7˚ 19’ 13” dan 7˚ 42’ 16” Lintang Selatan, dengan luas wilayah 1.085,73 km2 ( 108.573 Ha ). Dilihat dari peta orientasi Propinsi Jawa Tengah, wilayah Kabupaten Magelang memiliki posisi yang strategis karena keberadaannya terletak di tengah-tengah, sehingga mudah dicapai dari berbagai arah. Secara geoekonomis, Kabupaten Magelang merupakan daerah perlintasan, jalur kegiatan ekonomi, yaitu Semarang-Magelang-Purwokerto dan 27 Semarang - Magelang - Yogyakarta - Solo. Secara administratif pemerintahan, Kabupaten Magelang berbatasan dengan : a) Sebelah Utara : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang b) Sebelah Timur : Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali c) Sebelah Selatan : Provinsi DIY dan Kabupaten Purworejo d) Sebelah Barat : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Temanggung e) Di tengah Kabupaten Magelang terdapat Kota Magelang Wilayah Kabupaten Magelang secara topografi merupakan dataran tinggi yang berbentuk menyerupai cawan (cekungan) karena dikelilingi oleh 5 (lima) gunung yaitu Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, Sumbing, dan Pegunungan Menoreh. Kondisi ini menjadikan sebagian besar wilayah Kabupaten Magelang merupakan daerah tangkapan air sehingga menjadikan tanah yang subur karena berlimpahnya sumber air dan sisa abu vulkanis. Kabupaten Magelang mempunyai iklim yang bersifat tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, dengan temperatur udara 20˚ C - 27˚ C. Kabupaten Magelang mempunyai curah hujan yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan banyak terjadi bencana tanah longsor di beberapa daerah pegunungan dan lereng gunung. Wilayah Kabupaten Magelang di bagian tengah merupakan tanah endapan/alluvial yang merupakan lapukan dari batuan induknya. Sedangkan di lereng dan kaki gunung merupakan tanah endapan vulkanis. a. Penggunaan tanah Luas penggunaan tanah di Kabupaten Magelang adalah 108.573 Ha ,dengan rincian sebagai berikut : 1) Sawah seluas 37.221 Ha, terdiri dari: Sawah Irigasi teknis : 6.624 Ha. Sawah irigasi setengah teknis : 5.412 Ha. Sawah Irigasi sederhana : 16.529 Ha. 28 Sawah Irigasi tadah hujan : 8.236 Ha. 2) Lahan kering, seluas 71.341 hektar terdiri dari Rumah dan pekarangan : 17.025 Ha. Tegalan/ kebun : 36.237 Ha. Hutan negara : 7.874 Ha. Hutan rakyat : 2.939 Ha. Padang rumput : 2 Ha. Kolam perikanan : 145 Ha. Perkebunan negara/swasta : 234 Ha. 3) Lain-lain : 4.234 Ha b. Karakteristik Lahan 1) Tinggi tempat Kabupaten Magelang memiliki beberapa gunung yaitu gunung Merapi (2.911 m dpl), Merbabu (3.199 m dpl), Sumbing (3.296 m dpl), Telomoyo (1.894 m dpl) dan Andong (1.736 m dpl). Ketinggian wilayah dari permukaan laut berkisar antara 154 m dpl – 3.296 m dpl dengan penggolongan sbb: Wilayah dengan Ketinggian 154 - 500 m dpl sebanyak 47% Wilayah dengan Ketinggian 500 – 1000 m dpl sebanyak 35% Wilayah dengan Ketinggian > 1000 m dpl sebanyak 18%. Hal ini memberikan indikasi bahwa Kabupaten Magelang memiliki potensi untuk budidaya berbagai jenis tanaman dataran rendah maupun dataran tinggi.25 2) Kemiringan lahan Kemiringan lahan di Kabupaten Magelang terbagi menjadi : Daerah datar (kemiringan 0 – 15%) meliputi Kecamatan Mertoyudan, Mungkid, Muntilan, Salam, Ngluwar dan Secang Daerah bergelombang – berbukit (kemiringan 16 – 40%) meliputi 25 Data Statistik Pemerintah Kabupaten Magelang 29 Kecamatan Tempuran, Salaman, Borobudur, Srumbung, Dukun, Sawangan, Candimulyo, Tegalrejo, Grabag dan Bandongan Daerah bergunung-gunung dengan lembah yang curam (kemiringan > 40%) meliputi Kecamatan Ngablak, Pakis, Windusari, Kaliangkrik dan Kajoran 3) Tipe tanah Tipe tanah di Kabupaten Magelang sebagian besar latosol dan regosol, sebagian lainnya: andosol, mediteran merah kuning dan aluvial. Rata-rata mempunyai kedalaman efektif tanah yang cukup 30 – 90 cm, dengan tektur tanah sebagian besar sedang dan lainnya bertekstur halus dan kasar. 4) Daerah Aliran Sungai Di Kabupaten Magelang memiliki 2 daerah aliran sungai (DAS), yaitu DAS Progo dan DAS Bogowonto, yang memungkinkan terjaminnya air untuk pertanian. DAS Progo meliputi wilayah kecamatan Windusari, Secang, Bandongan, Mertoyudan, Tempuran, Borobudur, Mungkid, Candimulyo, Tegalrejo, Muntilan, Salam, dan Ngluwar. DAS Bogowonto meliputi Kecamatan Kajoran dan Borobudur. 2. Daftar Tarif Retribusi Izin Pemakaian Tanah Pengairan DAFTAR TARIF RETRIBUSI IZIN PEMAKAIAN TANAH PENGAIRAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2002 NO Uraian Tarif Retribusi (Rp) INDEKS FUNGSI Saluran Saluran Tersier Skunder Biaya Administrasi (Rp) Saluran Primer Dalam Kota Luar Kota Dalam Kota Luar Kota Dalam Kota Luar Kota 1 Bangunan Jembatan 750,00/M2/Tahun 10.000,00 3,50 2,00 3,00 1,50 2,50 1,00 2 Bangunan/Rumah semi permanen 400,00/M2/Tahun 10.000,00 3,50 2,00 3,00 1,50 2,50 1,00 3 Bangunan/Rumah darurat beserta halamn 250,00/M2/Tahun 10.000,00 3,50 2,00 3,00 1,50 2,50 1,00 4 Tempat Penjemuran/ penimbunan bahan material 450,00/M2/Tahun 10.000,00 3,50 2,00 3,00 1,50 2,50 1,00 5 Kios/Warung/Toko/Gudang dan sejenisnya 500,00/M2/Tahun 10.000,00 3,50 2,00 3,00 1,50 2,50 1,00 6 Usaha/Perusahaan/Industri beserta halaman 600,00/M2/Tahun 10.000,00 3,50 2,00 3,00 1,50 2,50 1,00 30 Pemasangan/pemancangan tiang reklame 40.000,00/M2/Tahun 10.000,00 3,50 2,00 3,00 1,50 2,50 1,00 a Sawah 2 kali panen 60,00/M2/Tahun 10.000,00 3,50 2,00 3,00 1,50 2,50 1,00 b Sawah 1 kali panen 30,00/M2/Tahun 10.000,00 3,50 2,00 3,00 1,50 2,50 1,00 c Tegalan 10.000,00 3,50 2,00 3,00 1,50 2,50 1,00 7 Pertanian 8 2 200,00/M /Tahun Keterangan : 1. Retribusi = Luas Tanah Dikalikan Tarif Retribusi 2. Perijinan = Biaya Administrasi Dikalikan Indeks Saluran Dikalikan Indeks Luasan DAFTAR TARIF RETRIBUSI IZIN PEMAKAIAN TANAH PENGAIRAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2002 JENIS TARIF RETRIBUSI INDIKASI LUASAN N O LUASAN LUASAN LUASAN LUASAN LUASAN LUASAN LUASAN INDEKS 0-50 1,50 51-100 2,00 101-250 2,50 251-500 3,00 0-50 1,50 51-100 2,00 101-250 2,50 251-500 3,00 0-50 1,50 51-100 2,00 101-250 2,50 251-500 3,00 0-50 1,50 51-100 2,00 101-250 2,50 251-500 3,00 0-50 2,00 51-100 2,50 101-250 3,00 251-500 3,50 0-50 2,00 51-100 2,50 101-250 3,00 251-500 3,50 0-25 3,00 26-50 4,00 51-75 5,00 76-100 6,00 0-500 1,00 501-1000 1,25 0-500 1,00 501-1000 1,25 0-500 1,00 501-1000 1,25 BANGUNAN/RUMAH 1 Bangunan Jembatan Bangunan/Rumah semi permanen Bangunan/Rumah darurat beserta halamn Tempat Penjemuran/ penimbunan bahan material KIOS /WARUNG Kios/Warung/Toko/Gu dang dan sejenisnya Usaha/Perusahaan/ Industri beserta halaman PAPAN REKLAME Pemasangan/pemanca ngan tiang reklame BERCOCOK TANAM Pertanian 2 3 4 5 6 7 8 a b c Sawah 2 kali panen Sawah 1 kali panen Tegalan 1.00110.000 1.00110.000 1.00110.000 1,50 1,50 1,50 Keterangan : 1. Retribusi = Luas Tanah Dikalikan Tarif Retribusi 2. Perijinan = Biaya Administrasi Dikalikan Indeks Saluran Dikalikan Indeks Luasan B. Pembahasan 31 Dalam penulisan ini, permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Prosedur perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bpak Sajuri selaku Kepala bidang pengairan lapangan di Dinas Pekerjaaan Umum, beliau berkata “bahwa pada dasarnya prosedur pengajuan izin penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman itu sangatlah mudah hanyalah masyarakat kurang paham karena berbagai hal misalnya SDM yang kurang, kurang pedulinya masyarakat dengan masalah perizinan.” 26 Perizinan dilakukan langsung oleh pemohon artinya si pemohon langsung dengan sendirinya melakukan proses permohonan ijin penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman dengan prosedur yang telah diatur dalam peraturan perundang - undangann Atau dapat juga dikuasakan kepada orang lain karena si pemohon tidak dapat melakukan proses permohonan sendiri karena berhalangan atau sebab lain yang menjadikan tidak bisa mengajukan permohonan sendiri. Tentunya tetap memenuhi persyaratan – persyaratan yang telah ditentukan. Adapun persyartan yang harus dilengkapi tersebut antara lain adalah :27 1) Pengisian formulir permohonan ijin penggunaan tanah irigasi yang telah disediakan oleh Dinas Lingungan Hidup dan ESDM. 2) Surat pengantar dari Desa atau Kelurahan Surat pengantar dari Desa atau Kelurahan sangatlah penting dalam pengajuan permohonan ijin karena terkait dengan data kependudukan. 3) Surat Pernyataan yang dibuat oleh pemohon yang menyatakan bahwa benar – benar akan menggunakan tanah irigasi untuk pemukiman dan siap menerima konsekuensinya, seperti membayar retribusi, apabila ijin tidak dapat diperpanjang siap untuk meninggalakan lokasi pemukiman, dan lain sebagainya. 4) Foto copy KTP dan KK 5) Foto copy NPWP Perorangan/Badan Hukum 26 27 Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011 Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011 32 Untuk syarat NPWP ini dilampirkan apabila memang telah mempunyai. Syarat permohonan yang ini biasanya lebih banyak perorangan, karena dari hasi reaserch kebanyakan yang menggunakan tanah irigasi adalah perorangan yang digunakan untuk pemukiman, walaupun ada juga untuk usaha, namun faktanya pengusahapun tidak ada ijinnya juga tetap mendirikan bangunan juga, menurut data yang diperoleh dari DPU dan ESDM salah satu pengusaha yang tidak ada ijinnya adalah Rumah makan Mbok Sabar. Bapak Sajuri mengatakan “pihak DPU dan ESDM tidak bisa melakukan eksekusi hany bisa melakukan teguran – teguran untuk eksekusi wewenangnya SATPOL PP selaku penegak Peraturan Daerah, walaupun dalam kenyataan tidak ada yang dieksekusi oleh SATPOL PP.”28 Setelah melakukan wawancara dengan Lurah Sumberejo terkait masalah perijinan yang terjadi di Kelurahan Sumberejo beliau berpendapat bahwa “ apabila ada yang melanggar pihak kelurahan hanya bisa memberikan teguran atau peringatan, mengingat Kelurahan tidak mempunyai wewenang untuk melakukan eksekusi”.29 6) Gambar lokasi tanah Gambar lokasi ini dibuat sendiri oleh pemohon dan diajukan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan ESDM. Kemudian nanti gambar tersebut dipelajari dan disurvei oleh petugas untuk memastikan kebenaran dilapangan. 7) Persetujuan tetangga terdekat yang dilegalisir Kades/Lurah, Camat Surat persetujuan tetangga ini dibuat pada saat sebelum permohonan diajukan, karena surat persetujuan tesebut merupakan kelengkapan administrasi. Apabila persyaratan sudah lengkap semua kemudian pemohon memasukkan permohonan ke Kantor DPU dan ESDM. Kantor DPU dan ESDM memnyampaikan berkas kepada BPPD untuk dilakukan penelitian administrasi, penelitian administrasi ini bertujuan untuk mengetahui kebenaran – kebenaran daripada syarat formil yang telah ditentukan oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan ESDM. 28 29 Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011 Wawancara dengan Bp. Lurah Sumberejo. Tanggal 20 November 2011 33 Kemudian bersama tim teknis lainnya melakukan tinjauan ke lapangan. Tim teknis ini meliputi pihak – pihak dari DPU dan ESDM, BPN, dan BPPD Pemerintah Kabupaten Magelang. Setelah dilakukan peninjauan dilakukan rapat tim teknis untuk memberikan rekomendasi kepada bupati, berupa pertimbangan diterima atau ditolak permohonan dari yang selanjutnya disampaikan kepada bupati untuk diputuskan. Pertibangan ditolak maupun di terima ini ditentukan anara laian : a. Permohonan Diterima 1) Permohonan akan diterima apabila telah memenuhi syarat – syarat administrasi yang telah ditentukan dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dalam prakteknya penulis menemukan bahwa semua sudah berjalan sebagaimana mestinya awalaupun masih ada saja yang melakukan pelanggaran seperti apabila permohonan ditolak tetap ada yang nekat membangun pemukiman diatas tanah irigasi dan sampai saaat inipun tidak ada atindakan dari pemerintah. 2) Permohonan akan diterima apabila lokasi yang pemohon ajukan dinilai oleh petugas tidak mengganggu lingkungan seperti badan irigasi menjadi sempit karena pembangunan terlalu dekat, dikhawatirkan terjadi pencemaran lingkungan karena yang mempunyai rumah membuang sampah rumah tangga langsung ke irigasi dan masih banyak permasalahan lainnya. Kemudian lokasi tersebut dinyatakan aman untk pemukiman oleh petugas, artinya apabila tanah irigasi tersebut digunakan untuk pemukiman tidak dimungkinkan longsor akibat abrasi dari air irigasi. b. Permohonan Ditolak Permohonan izin akan ditolak apabila petugas menilai atau menyimpulkan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan permohonan izin ditolak baik secara yuridis maupun secara defacto, antara lain yaitu : 1) Syarat – syarat formil seperti kelengkapan administrasi belum terpenuhi semua. 34 2) Adanya unsur penipuan yaitu adanya indikasi ketidak cocokan antara bukti administrasi dan fakta yang ada di lapangan. Misalnya letak wilayah, persetujuan warga sekitar. 3) Tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Magelang sesuai dengan asas RTRW Kabupaten Magelang dalam Perda nomor 2 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang yakni asas pengaturan ruang agar tercapai lingkungan yang serasi, efisien dalam mengakomodasi kepentingan kegiatan manusia, nyaman, harmonis dan berkelanjutan Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya proses perizinan sebenarnya tidak terlalu lama yaitu paling lama 2 bulan dari proses pengajuan hingga putusan. Dalam prakteknya yang ditemukan dilapangan didapatkan proses perijinan lancar atau tidaknya tergantung si pemohon, artinya apabila si pemohon sudah mengikuti aturan yang berlaku maka akan capt pula prosesnya. Ada yang mengajukan perijinan selesai dalam waktu satu bulan ada pula yang dua bulan tergantung si pemohon. Adapun setelah Keputusan bupati yang telah selesai dikembalikan kepada BPPD, baik yang diterima maupun ditolak dan selanjutnya dikirim kembali ke DPU dan ESDM. Pemohon mengambil izin yang telah selesai di DPU dan ESDM sambil membayar retribusi yang telah ditentukan dalam lampiran izin. Setelah permohonan di dikabulkan pemegang izin diwajibkan :30 a. Membayar biaya izin pemakaian tanah pengairan sebesar Rp. 10.000,- dikalikan indeks fungsi luasan tanah : Rp. 10.000,- X 3 X 1,5 = Rp. 45.000,- (empat puluh lima ribu rupiah) 30 Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011 35 b. Membayar retribusi pemakaian tanah 30 m2 x Rp.400,- = Rp. 12.000,- (dua belas ribu rupiah) dan dibayar tiap 1 tahun. c. Menjaga, memelihara dan mengamankan kelestarian lingkungan hidup. Kemudian pemegang ijin pemakain tanah irigasi ini tidak diperkenankan : a. Menggunakan tanah diluar peruntukannya b. Mendirikan bangunan rumah yang bersifat permanen /menanam tanaman keras ditanggul saluran irigasi. c. Memindahtangankan penguasaan kepada pihak lain d. Menanam atau mengerjakan tanah 3m dari kaki tanggul dan atau 6 m dari tebing sungai. e. Mengganggu lalu lintas jalan raya /umum dalam pemasangan reklame. Adapun proses atau tahapan permohonan ijin penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman yakni sebagai berikut : a. Mengajukan permohonan ijin bermaterai Rp.6000 (enam ribu rupiah) kepada Bupati melalui Kepala Dinas DPU dan ESDM dengan melampirkansyarat – syarat yang telah ditentukan. b. Memeriksa kelengkapan administrasi bertujuan untuk memastikan apkah syarat – syarat admistrasi yang diitentukan sudah sesuai atuuran apa belum, dan juga memeriksa keabsahan daripada syarat – syarat administrasi yang telah dilampirkan. c. Survey peninjauan ke lapangan d. Penetapan retribusi e. Pembayaran retribusi oleh pemohon (Besarnya retribusi yang harus dibayar sesuai dengan ketentuan dalam Perda No. 6 Tahun 2002 tentang retribusi penggunaan kekayaan daerah) f. Pembuatan surat ijin g. Penandatangan Surat Keputusan Ijin kepada Bupati yang mana bentuk daripada Surat Ijin ini adalah Keputusan Kpala Dinas Pekerjaan Umum dan Energi Sumber Daya Mineral. 36 Bentuk hak yang diperoleh adalah hak pakai sebagaimana menurut pasal 41 UUPA, hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang atau dalam perjanjian tanahnya. Hak pakai dapat diberikan oleh pemerintah dengan penetapan dan juga oleh pemilik tanah, baik perseorangan ataupun suatu badan hukum dengan perjanjian autentik. h. Penyerahan surat ijin kepada pemohon Kepala Badan Pertanahan Nasional kabupaten Magelang menambahkan bahwa pada prinsipnya semua tanah itu harus mempunyai fungsi sosisl dan bermanfaat bagi kehidupan bersama di muka bumi ini,sehingga dapat dipahami bahwa penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman selama tidak menggangu fungsi utama tanah tersebut sah – sah saja. Kemudian terkait dengan prosedur perijinan itu semua wewenang DPU dan ESDM, karena yang mengelola tanah irigasi adalah dpu dan ESDM.31 Sedangkan hasil wawancara dengan Ny. Rubiah seorang yang mengajukan permohonan ijin penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman, beliau mengatakan bahwa dalam proses perijinan tidak ada kendala apapun karena beliau telah melaksanakan dengan prosedur yang telah ditentukan oleh pemerintah sehingga proses perijian lancar. Kemudian untuk besarnya retribusi Ny. Rubiah tidak merasa keberatan karena besarnya retribusi masih wajar dan itupun dibayar selama satu tahun sekali, mengingat kapasitas Ny. Rubiah adalah seorang pedagang kecil.32 Akan tetapi Ny. Rubiah masih mengeluhkan masih adanya masyarakat yang menggunakan tanah irigasi untuk pemukiman namun tidak pernah ada penertiban. Bp. Ir. Haryono Yahmo selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Magelang, beliau menambahkan bahwa pada asanya prosedur ataupun proses perijinan 31 32 Wawancara dengan Kepala BPN Kab. Magelang, tanggal 25 November 2011. wawancara dengan Ny. Rubiah tanggal 11 November 2011 37 yang telah di atur dan ditetapkan selama ini tidak ada tujuan untuk memberatkan masyarakat, hal tersebut bertujuan untuk menertibkan dan untuk mencapai visi misi Kabupaten Magelang yaitu menciptakan lingkungan yang indah dan tertata rapi.33 Kemudian berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang. Pada pasal 2 Perda tersebut termaktub bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah mempunyai asas pengaturan ruang agar tercapai lingkungan yang serasi, efisien dalam mengakomodasi kepentingan kegiatan manusia, nyaman, harmonis dan berkelanjutan. Pasal ini menerangkan dengan jelas bahwa penggunaan lingkungan harus harmonis dan berkelanjutan seperti halnya apabila dikaitkan dengan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman juga harus melihat keharmonisan lingkungan sekitar dan dampak dari pada penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman tersebut apakah baik atau tidak. Terkait dengan masalah penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman Bp. Drs. Agus selaku Kaur Umum di lingkungan Sat Pol PP Kabupaten Magelang, beliau menambahkan bahwa pada dasarnya para pengguna tanah irigasi yang atidak mempunyai ijin telah diberi surat teguran atau peringatan untuk melakukan perijinan secara resmi. apabila sudah tidak dihiraukan maka Sat Pol PP melakukan tindakan sesuai dengan tugasnya yaitu penegak Peraturan Daerah.34 Walaupun saat ini masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat dalam hal penggunaan tanah irigasi, namun pada prinsipnya Sat Pol PP tidak tinggal diam mengenai penegakan Peraturan Daerah Kabupaten Magelang. Bapak Edi Sutrisno, SH selaku Advokad yang berkedudukan di Kecamatan Mertoyudan beliau menambahkan bahwa permasalahan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Kelurahan Sumberejo apabila dilihat dari sisi hukum sudah sesuai aturan main walaupun pada 33 Wawancara dengan Bp. Ir. Haryono Yahmo Kepala DPUdan ESDM Kab. Magelang, Tanggal 15 November 2011 34 Wawancara dengan Bp. Drs. Agus, Kaur Umum Sat Pol PP Kab. Magelang, Tanggal 8 Februari 2012 38 kenyataannya masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. 35 Dari hasil uraian penelitian mengenai pelaksanaan perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman menurut hemat penulis bahwa proses dalam masalah permohonan ijin penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu mengacu pada teori dan peraturan perundang – undangan yang berlaku khususnya Peraturan Daerah nomor 22 tahun 2008 tentang irigasi. Undang-undang nomor 17 tahun 2010 tentang perumahan dan kawasan permukiman secara keseluruhan mencerminkan adanya keberpihakan yang kuat sekaligus memberikan kepastian bermukim terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Seperti halnya kebanyakan masyarakat yang menempati tanah irigasi merupakan masyarakat golongan menengah kebawah, walaupun juga ada msyarakat menengah atas yang menggunakan. Namun setidaknya hal ini harus ditertibkan, baik perijinannya maupun dampak daripada penggunaan tanah irigasi tersebut. meskipun masih banyak pelanggaran, seperti halnya penggunaan tanah irigasi yang dugunakan untuk usaha (RM. Mbok Sabar), harus ditertibkan supaya tidak ada kecemburuan sosial. 2. Permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis terhadap pelaksanaan perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman, maka permasalahan yang muncul dan yang sangat kelihatan adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan perizinan, namun hal ini tidak serta merta dari masyarakat akan tetapi dari pihak pemerintahpun kurang adanya sosialisasi mengnai Perda no. 6 th. 2006 tentang Izin Pemakaian Tanah Pengairan Atau Tanah Jalan Kabupaten Magelang. 35 Wawancara dengan Bp. Edi Sutrisno, SH Advokad. tanggal 8 Februari 2012 39 Ny. Rubiah berpendapat “masih banyak masyarakat yang membangun diatas tanah tirigasi namunn tidak ada ijinnya, itupun yang melakukan bukan hanya orang kalangan menengah kebawah bahkan orang menengah atas, fakta dilapangan seperti Rumah Makan Mbok Sabar yang sampai saat ini tidak ada tindakan dari pemerintah.”36 hasil wawancara dengan Bp. Isman beliau mengaku memang belum mempunyai ijin dalam pendirian bangunan diatas tanah irigasi di daerah Sumberejo, karena kurang paham dalam proses perijinan dan juga tidak mau repot dengan masalah perijinan. sehingga menurut wawancara tersebut bahwa masalah perijinan bearawal dari sipengguna tanah irigasi tersebut. Selanjutnya Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan menambahkan terkait dengan masalah waktu, “waktu yang dibutuhkan lebih lama dari yang telah direncanakan, karena proses yang dilalui oleh masyarakat tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku misalnya pemukiman sudah dibangun terlebih dahulu tanpa ijin lokasi, singkat kata asal mendirikan bangunan begitu saja, padahal penggunaan tanah irigasi ada aturannya sendiri.” 37 Sehingga hal tersebut akan memperlambat proses perizinan. Kemudian masyarakat pada umumnya tidak menghiraukan aturan yang berlaku, kurangnya pengetahuan dan apabila di tegur oleh pemerintah jawabnya keadaan yang memaksa artinya kurang mampu membangun rumah di tanah bukan tanah irigasi. Apabila terjadi hal tersebut diatas yaitu membangun pemukiman tanpa ijin akan ada akibat hukumnya yaitu bisa jadi pengajuan permohonan ijin di tolak karena telah menyalai aturan yang berlaku bahkan akan ada pembongkaran paksa.38 Namun dalam kenyataan yang terjadi di Kabupaten Magelang belum pernah ada pembongkatran secara paksa walaupun banyak yang tidak mempunyai ijin, hal ini dapat kita lihat bahwa penegakan Peraturan Daerah Kabupaten Magelang belum berjalan dengan baik. 36 37 38 Waancara dengan Ny. Rubiah (pemohon ijin) pada tanggal 5 November 20 Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011 Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011 40 Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Magelang menambahkan “pada prinsipnya fungsi tanah itu sudah dikelompokkan sesuai kebutuhannya masing – masing namun saat ini dengan keadaan perekonomian negara yang kurang stabil banyak masyarakat yang kurang mampu tidak bisa mempunyai temapat tinggal dan lokasi tempat tinggal yang layak, sehingga mereka berinisiatif untuk membangun seadanya dimanapun tempatnya salah satunya di tanah irigasi.” 39 Hal ini dari pihak BPN tidak mempunyai wewenang untuk mengatur tanah irigasi karena tanah irigasi yang mengelola DPU dan ESDM sehingga BPN hanya bisa memberikan solusi bagi pemerintah dalam hal status tanah yang digunakan untuk pemukiman tersebut, yaitu setatusnya hak pakai yang harus diperbaharui sesuai ketentuan perundang – undangan. Bapak Sajuri menambahkan “Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Magelang membrikan pertimbangan hukum bahwa berdasarkan fakta – fakta di lapangan, pemohon benar – benar merupakan seseorang yang membutuhkan tanah irigasi untuk pemukiman, karena melihat dari segi sosiologis.”40 Terkait dengan permasalahan yang muncul dalam proses perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman Pihak kelurahan menambahkan “bahwa setiap permasalahan yang muncul pada waktu perijinan antara lain kurangnya pengetahuan si pemohon sehingga menghambat proses perijinan, kemudian apabila ada warga yang mendirikan bangunan tanpa ijin pihak desa/kelurahan hanya bisa menegur sa”.41 Sebagaimana diatur dalam pasal 13 Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang yang menerangkan bahwa Penyediaan dan pengaturan prasarana dan sarana irigasi dilakukan dengan memperhatikan sebesar-besarnya upaya konservasi tanah dan air untuk 39 Wawancara Kepala BPN kab. Magelang, Tanggal 25 November 2011 Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011 41 Wawancara dengan Kelurahan Sumberejo. Tanggal 15 November 2011 40 41 kawasan budidaya pertanian Penyediaan dan pengaturan prasarana dan sarana irigasi dilakukan dengan memperhatikan sebesarbesarnya upaya konservasi tanah dan air untuk kawasan budidaya pertanian. Dari pasal 13 tersebut dapat kita ketahui bahwa perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman yang dikabulkan oleh pemerintah harus memperhatikan pula fungsi utama daripada irigasi yaitu sebagai pengairan pertanian, jangan sampai setelah tanah irigasi dipergunakan untuk pemukiman akan mengakibatkan pencemaran lingkungan misalkan pencemaran irigasi sehingga banyak sampah – sampah yang dibuang ke aliran irigasi. Seperti telah diketahui bahwa tanah irigasi yang digunakan untuk pemukiman adalah tanah negara tidak dapat dialih fungsikan, yang mana akan mempunyai akibat hukum dibelaknagnya namun apabila penggunaan tanah irigasi tersebut dilakukan dengan niat ibadah maka hasilnyapun akan bernilai ibadah. Permasalahan yang muncul dalam proses permohonan ijin penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman seperti kurangnya pengetahuan masyarakat tentang perijinan sehingga memperlambat proses perijinan, kemudian kurangnya kesadaran masyarakat dan dari pihak pemerintahpun sangat kurang memberikan sosialisasi mengenai penggunaan tanah irigasi. Hal ini dapat diatasi apabila para pihak baik masyarakat dan pemerintah bersinergi untuk melaksanakan peraturan perundang – undangan yang ada untuk mewujutkan kehidupan bernegara yang tertata. 42 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis terhadap pelaksanaan perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman dengan permasalahan yang dikemukakan di dalam Bab I Pendahuluan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Pelaksanaan perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman dilakukan oleh pemilik tanah sendiri atau dengan memberikan kuasa kepada orang lain untuk mengurusnya Ke Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Magelang. Setelah keluarnya Ijin penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman maka pemohon dapat menggunakan tanah irigasi tersebut untuk pemukiman dengan ketentuan yang berlaku dalam surat keputusan perizinan yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Magelang, sehingga tanah yang digunakan masih berstatus tanah milik pemerintah. 2. Permasalahan yang muncul dalam perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman adalah berkenaan dengan waktu dan dana. Waktu yang dibutuhkan lebih lama dari yang telah direncanakan karena proses yang dilalui oleh masyarakat tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku yaitu membangun perumahan tanpa ijin lokasi singkat kata asal mendirikan bangunan begitu saja, padahal penggunaan tanah irigasi ada aturannya sendiri. Sehingga hal tersebut akan memperlambat proses perizinanKemudian masyarakat pada umumnya tidak menghiraukan aturan yang berlaku, kurangnya pengetahuan dan apabila di tegur oleh pemerintah jawabnya keadaan yang memaksa. 47 B. SARAN 1. Hendakanya Pemerintah Kabupaten Magelang bekerja sama dengan instansi lain memberikan penyuluhan mengenai bagaimana prosedur dalam pengajuan izin penggunaan tanah Irigasi untuk pemukiman, sehingga mengurangi pelanggaran Peraturan Daerah kabupaten Magelang. 2. Kepada Dinas Pekerjaan Umum yang menangani bidang pekerjaan umum khususnya masalah pemanfaatan tanah pengairan hendaklah memberikan penjelasan kepada para pihak yang bersangkutan dalam hal ini pemohon atau pengguna tanah irigasi. 3. Kepada pemohon diharapkan surat keputusan tersebut dapat dijadikan pegangan sehingga dapat memberikan gambaran dan pengetahuan atas hak – hak dan kewajiban yang timbul dari izin penggunaan tanah irigasi tersebut. 4. Dengan adanya pengawasan yang terpadu antara instansi-instansi yang terkait yaitu Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan pemerintah Kabupaten Magelang, maka dapat diminimalkan adanya penyimpangan penggunaan tanah irigasi yang mungkin terjadi. Selain itu diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, agar berpartisipasi untuk menjaga lingkungan hidup khususnya irigasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. 48 DAFTAR PUSTAKA a. Buku –Buku A P Perlindungan.. Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Bandung. Mandar Maju 1998 Amirudin dan Zaenal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004 Bachsan Mustofa, Hukum Agraria Dalam Persepektif, Remaja Karya Bandung 1988 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003 Basuki, Sunaryo. Hukum Tanah Nasional Landasan Hukum Penguasaan dan Penggunaan Tanah. Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Agraria, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2002/2003. Boedi Harsono, Undang – Undang Pokok Agraria Sedjarah Penjusunan Isi dan Pelaksanaanja, Djambatan. Jakarta 1970 J.J.H. Bruggink,, Refleksi Tentang Hukum, Alih Bahasa Arief Sidarta, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, Moh. Nazir, Metode Penelitian,Bogor : Ghalia Indonesia, 1983 Notonegoro, Politik Hukum Dan Pembengunan Agraria di Indonesia,Bina Aksara Jakarta 1984. Kartini, Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial , (Bandung:Mandar Maju,1996), Parlindungan,AP, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, Mandar Maju, Bandung 1989. P3 HT , Pokok-Pokok Kebijaksanaan Pertanahan Di Indonesia., Pertanahan Nasional , Jakarta, 1995 Badan Rony Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Gahlia Indonesia, Jakarta, 1990, Soedharyo Soimin. 2001. Status Hak dan Pembebasan Tanah, Jakarta. Sinar Grafika. 49 Soejono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta; UI, Pres, 1986) Supriadi. Hukum Agraria, Jakarta. Sinar Grafika 2007. Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak- Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta 2005 b. Peraturan Perundang – Undangan Undang Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria Undang – Undang no. 7 Th. 2004 (Sumber daya air) Undang-undang Republik IndonesiaNomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman Undang Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah jo Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah PP no.20 th 2006 tentang irigasi. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Perda no. 6 th. 2006 tentang Izin Pemakaian Tanah Pengairan Atau Tanah Jalan Kabupaten Magelang. Perda no. 22 Th. 2008 tentang Irigasi c. Website http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1294 http://www.sumbarprov.go.id/detail_artikel.php?id=195 Ai, Strategi Dasar Pembangunan Perumahan, wordpress.com /2007/09/19 strategi-dasar-pem http://portaltataruang. 50