Laporan Penelitian

advertisement
Laporan Penelitian
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN TANAH
IRIGASI UNTUK BANGUNAN PEMUKIMAN
(Studi Kasus Di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang)
Di susun oleh :
NURWATI, SH.MH
MULYADI, SH.MH
ARDIKKA CHANDRA RUA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2011
i
HALAMAN PENGESAHAN
1.
Judul Penelitian
: Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Tanah
Irigasi Untuk Bangunan Pemukiman (Studi Kasus
Di
Desa
Sumberejo
Kecamatan
Mertoyudan
Kabupaten Magelang)
2.
Bidang Ilmu
3.
Peneliti
: Ilmu Hukum
a. Ketua Peneliti
1. Nama
: Nurwati, SH.MH
2. Pangkat/Gol/NIP
: Penata MudaI/Lektor/III c/875807033
3. Jabatan Fungsional
: Dosen
4. Jabatan Struktural
: -
5. Fakultas
: Fakultas Hukum
6. Perguruan Tinggi
: Universitas Muhammadiyah Magelang
7. Alamat
: Jl. Tidar No. 21 Magelang (0293) 362082
b. Anggota Peneliti I
1. Nama
: Mulyadi, SH.MH
2. Pangkat/Gol/NIS
: Pembina/LektorKepala/IV a/195402021980121001
3. Jabatan Fungsional
: Dosen
4. Jabatan Struktural
: Ketua Bagian Hukum Perdata
5. Fakultas
: Fakultas Hukum
6. Perguruan Tinggi
: Universitas Muhammadiyah Magelang
7. Alamat
: Jl. Tidar No. 21 Magelang (0293) 362082
c. Anggota Peneliti II
1. Nama
: Ardikka Chandra Rua
2. NPM
: 07.0201.0052
3. Jabatan
: Mahasiswa
4. Fakultas
: Fakultas Hukum
5. Perguruan Tinggi
: Universitas Muhammadiyah Magelang
6. Alamat
: Jl. Tidar No. 21 Magelang (0293) 362082
4.
Lokasi Penelitian
: Kota Magelang
5.
Waktu Pene;itian
:
6.
Biaya
: Rp. 3.000.000,00
6 (enam) bulan
ii
7.
Sumber Biaya
: Fakultas
Hukum
Universitas
Muhammadiyah
Magelang
Magelang, Juli 2011
Mengetahui
Ketua Tim Peneliti
Dekan Fakultas Hukum
Agna Susila, SH.MHum
Nurwati, SH.MH
NIS : 065408052
NIS : 875807033
Menyetujui
Ketua Pusat Pene;itian UMM
Dra. Retno Rusdjijati, M.Kes
NIP. 132051251
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan
judul: “Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Tanah Irigasi Untuk Bangunan
Pemukiman (Studi Kasus Di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten
Magelang)”.
Dalam penelitian ini penulis sadar bahwa tidak mungkin menyelesaikan hanya dengan
kemampuan yang ada pada diri penulis saja, akan tetapi dalam hal ini mendapat banyak
bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan segala petunjuk dan pikiran sehingga terwujudnya
penyusunan penelitian ini.
Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati lapang dada, maka saran dan kritik serta tegur sapa
yang bersifat membangun guna kesempurnaan penelitian ini akan penulis terima dengan
senang hati.
Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis tidak lupa menyampaikan
ucapan
terima kasih yang tak terhingga kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. H. Achmadi, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Magelang.
2.
Bapak Agna Susila SH. MHum. selaku Dekan pada Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Magelang.
3.
Bapak dan Ibu Dosen dan sekaligus Staf Administrasi di Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Magelang
Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT,
begitu pula andai kata ada kesalahan maupun kekhilafan penulis mohon maaf yang sebesarbesarnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Magelang, Juli 2011
Nurwati, SH.MH
Mulyadi, SH.MH
Ardikka Chandra Rua
iv
ABSTRAK
Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peran yang
sangat strategis dalam membentuk watak serta kepribadian bangsa Di Magelang
khususnya, masih banyak masyarakat yang tinggal di bibir irigasi, namun di Magelang
yang bertempat tinggal di area tanah irigasi bukan hanya orang tidak mampu saja
bahkan pengusahapun ada yang mendirikan bangunan di tanah irigasi. Di Magelang
tepatnya di Desa Sumberejo, kecamtan Mertoyudan, Kabupaten Magelang masih
banyak masyarakat yang menggunakan tanah irigasi untuk pemukiman. Adapun
permasalahan yang dibahasa adalah Proses perijinan dan kendala yang muncul dalam
proses perijinan tersebut.Dari uraian singkat tersebut maka penulis tertarik untuk
mengkaji lebih mendalam mengenai tanah irigasi atau tanah pengairan yang
dipergunakan untuk pemukiman, yakni dalam bentuk penelitian yang berjudul
“Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Tanah Irigasi Untuk Bangunan Pemukiman
(Studi Kasus Di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang)”.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif.
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang
mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.
Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri khas dari hak atas tanah
adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan
atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak–hak atas tanah yang
dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA.
Pemerintah memberikan kebijakan untuk mengijinkan tanah irigasi untuk
pemukiman warga dengan mengajukan permohonan ijin secara tertulis ke kantor Dinas
Pekerjaan Umum Kabupatn Magelang. Kemudian Pelaksanaan perijinan penggunaan
tanah irigasi untuk pemukiman dilakukan oleh pemilik tanah sendiri atau dengan
memberikan kuasa kepada orang lain untuk mengurusnya Ke Kantor Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Magelang. Setelah keluarnya Ijin penggunaan tanah irigasi untuk
pemukiman maka pemohon dapat menggunakan tanah irigasi tersebut untuk
pemukiman dengan ketentuan yang berlaku dalam surat keputusan perizinan yang
dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Magelang, sehingga tanah yang
digunakan masih berstatus tanah milik pemerintah.
Permasalahan yang muncul dalam perijinan penggunaan tanah irigasi untuk
pemukiman adalah berkenaan dengan waktu dan dana. Waktu yang dibutuhkan lebih
lama dari yang telah direncanakan karena proses yang dilalui oleh masyarakat tidak
mengindahkan ketentuan yang berlaku yaitu membangun perumahan tanpa ijin lokasi
singkat kata asal mendirikan bangunan begitu saja, padahal penggunaan tanah irigasi
ada aturannya sendiri. Sehingga hal tersebut akan memperlambat proses
perizinanKemudian masyarakat pada umumnya tidak menghiraukan aturan yang
berlaku, kurangnya pengetahuan dan apabila di tegur oleh pemerintah jawabnya
keadaan yang memaksa.
Kata Kunci : Pemukiman, Tanah Irigasi, Perijinan, Hak Atas tanah
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................... iv
ABSTRAK..................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
D. Kegunaan Penelitian................................................................... 5
E. Sistematika Penulisan................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 7
A. Tinjauan Tentang Hak Ats Tanah ............................................... 7
1. Pengertian Hak Atas Tanah.................................................... 7
2. Macam – Macam Hak Atas Tanah ......................................... 8
B. Tinjauan Tentang Irigasi ............................................................ 17
1. Pengertian Irigasi ................................................................... 17
2. Pengaturan Tanah Irigasi........................................................ 18
C. Tinjauan Umum Tentang Pemukiman ........................................ 19
1. Pengertian Pemukiman .......................................................... 19
2. Pengaturan Tentang Pemukiman ............................................ 21
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 24
A. Metode Pendekatan ................................................................... 25
B. Bahan Penelitian......................................................................... 25
C. Spesifikasi Penelitian ................................................................. 25
D. Metode Pengambilan Sampel ..................................................... 26
E. Alat Penelitian............................................................................ 27
F. Teknik Penelitian ....................................................................... 28
G. Analisa Data............................................................................... 28
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................. 30
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 30
vi
1. Gambaran Umum Wilayah dan Irigasi di Kabupaten
Magelang............................................................................... 30
2. Daftar Tarif Retribusi Izin Pemakaian Tanah Pengairan ......... 33
B. Pembahasan ............................................................................... 34
1. Prosedur perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman
di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten
Magelang............................................................................... 34
2. Permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan
perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman
di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten
Magelang............................................................................... 43
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 47
A. KESIMPULAN .......................................................................... 47
B. SARAN...................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai
peran yang sangat strategis dalam membentuk watak serta kepribadian
bangsa. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan perumahan pemerintah
melakukan usaha-usaha pembangunan perumahan dengan melibatkan
berbagai pihak baik perorangan maupun badan hukum. Usaha pemerintah
tersebut tidak terlepas dari tujuan negara untuk menciptakan kesejahteraan
bagi rakyatnya. Di Indonesia tujuan tersebut secara jelas tertuang dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Untuk mencapai
tujuan tersebut maka dilakukan pembangunan nasional yang pada
hakikatnya merupakan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang
menekankan pada keseimbangan lahiriah dan kepuasan batiniah. Untuk
itu pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Sebagai bagian dari
tujuan pembangunan nasional, tujuan kebijakan perumahan adalah untuk
menjamin bahwa semua rakyat Indonesia, khususnya golongan yang
berpenghasilan rendah, mempunyai akses untuk mendiami rumah yang
memadai dan terjangkau dalam suatu lingkungan yang sehat.1 Agar tujuan
pembangunan perumahan tercapai, pemerintah terus merumuskan
berbagai strategi dan program, antara lain membuat peraturan perundangundangan yang diperlukan, membentuk forum-forum untuk mendorong
pembangunan perumahan.
Terlepas dari program – program pemerintah yang terlihat
sempurna, sebenarnya masih banyak masyarakat kita yang belum
mendapatkan rumah tinggal yang layak seperti di di kolong jembatan,
bantaran sungai dan lain sebagainya. Di Magelang sendiri khususnya,
sungguh ironis masih banyak masyarakat yang tinggal di bibir irigasi,
namun di Magelang tersebut yang bertempat tinggal di area tanah irigasi
1
Ai, Strategi Dasar Pembangunan Perumahan, http://portaltataruang.
wordpress.com /2007/09/19 strategi-dasar-pem , diakses tanggal 16 Oktober 2011
1
bukan hanya orang tidak mampu saja bahkan pengusahapun ada yang
mendirikan bangunan di tanah irigasi.
Dari hal tersebut diatas perlu pengaturan yang jelas dan penegakan
hukum terhadap pemakaian tanah irigasi untuk pemukiman, sehingga
fungsi tanah sebagaimana di atur dalam UUPA pasal 6, bahwa tanah harus
memiliki fungsi sosial.
Hal tersebut diatas ditinjau dari peraturan perundang-undangan
yang ada khususnya dalam Undang Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sebenarnya sudah dilakukan
pembagian yakni terdapat pasal-pasal yang mengatur perolehan hak atas
tanah untuk kepentingan umum dan pasal-pasal yang mengatur perolehan
hak atas tanah selain kepetingan umum. Dalam kaitannya dengan
perolehan hak atas tanah untuk kepentingan pribadi terdapat adanya dua
pasal penting yaitu Pasal 18 dan Pasal 6 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA).
Hak yang diperoleh dalam penggunaan tanah irigasi merupakan
hak pakai. Menurut pasal 41 UUPA, hak pakai adalah hak untuk
menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung
oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan
kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat
yang berwenang atau dalam perjanjian tanahnya. Hak pakai dapat
diberikan oleh pemerintah dengan penetapan dan juga oleh pemilik tanah,
baik perseorangan ataupun suatu badan hukum dengan perjanjian
autentik.2
Dari penelitian ditemukan beberapa kasus yang muncul dalam
penggunaan tanah irigasi, diantaranya pelanggaran batas tanah irigasi
yang diperbolehkan didirikan bangunan, kemudian masalah perijinan
penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman yang sampai saat ini masih
banyak pelanggaran yang tidak sesuai dengan Perda Kabupaten Magelang
no. 22 tahun 2008 tentang irigasi khususnya pasal 79 yang berbunyi ”
Sebagai usaha pengamanan jaringan irigasi beserta
2
bangunannya
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak- Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta 2005 hal; 114
2
ditetapkan garis sempadan jaringan irigasi untuk bangunan dan untuk
pagar”.
Perda Kabupaten Magelang no. 22 tahun 2008 tentang irigasi
mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan irigasi dari masalah yang
berkaitan dengan keperdataan, kelembagaan sampai dengan hal yang
berkaitan dengan pidana, diatur semua didalam perda tersebut, tinggal
bagaimana penegakannya.
Masalah yang tidak kalah menariknya yakni terkait perijinan
tanah irigasi yang dipergunakan untuk pemukiman yang mana saat ini
masih banyak pelanggaran yang terjadi dan belum ada penegakan hukum
yang nyata dari pemerintah daerah.
Pada dasarnya Pemerintah Kabupaten Magelang telah mempunyai
peraturan yang mengatur mengenai perijinan tanah irigasi yaitu Perda
Nomor 6 Tahun 2002 Tentang Izin Pemakaian Tanah Pengairan Atau
Tanah Jalan yang sampai saat ini masih berlaku, yang mana didalamnya
termuat aturan – aturan yang berkaitan dengan perizinan seperti diatur
dalam pasal 3 ayat 1 yang berbunyi “Setiap pemakaian tanah pengairan
atau tanah jalan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) dan ayat (2)
Peraturan Daerah ini, wajib mendapat izin terlebih dahulu dari Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk”. Dari isi pasal tersebut dapat kita lihat
bahwasannya pemerintah Kabupaten Magelang sudah memberikan aturan
yang jelas, namun dalam penegakannya yang belum maksimal.
Adapun peraturan daerah yang berkaitan dengan bangunan yaitu
Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 5 Tahun 2000 tentang
Bangunan, peraturan inipun masih banyak yang tidak menghiraukan,
sehingga perlu adanya penegasan.
Terlepas dari semua hal itu perlu adanya kepastian hukum. Selain
diperlukan perangkat hukum yang jelas, konsisten dalam penggunaan
konsep juga harus didasarkan pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku
secara universal. Sebagaimana diketahui bahwa prinsip hukum memegang
fungsi ganda yakni sebagai fondasi dari hukum positif dan sebagai batu
3
uji terhadap hukum positif itu karena prinsip hukum sebagai kaidah
penilai3.
Dari uraian singkat diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji
lebih mendalam mengenai tanah irigasi atau tanah pengairan yang
dipergunakan untuk pemukiman, yakni dalam bentuk penelitian yang
berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Tanah Irigasi
Untuk Bangunan
Pemukiman (Studi Kasus Di Desa Sumberejo
Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang)”.
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan ini, permasalahan yang akan dibahas adalah berikut :
1. Bagaimanakah prosedur perijinan penggunaan tanah irigasi untuk
pemukiman di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten
Magelang ?
2. Bagaimanakah
permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan
perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Desa
Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan yang dikemukakan diatas maka tujuan
diadakannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran mengenai prosedur perijinan penggunaan
tanah irigasi untuk pemukiman
2. Untuk mengetahui permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan
perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman.
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian tersebut dibagi 2 yaitu
secara teori dan secra praktis :
1. secara praktis diharapakan berguna terhadap objek yang diteliti
sehingga pelaksanaan perijinan penggunaan tanah sesuai dengan
undang – undang yang mengaturnya.
3
J.J.H. Bruggink,, Refleksi Tentang Hukum, Alih Bahasa Arief Sidarta, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1999, hal. 193
4
2. Secara teori bisa memberi sumbangan pemikiran / ilmu pengetahuan
dibidang Ilmu Hukum khususnya dibidang agraria.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi 5
(lima ) bab ; masing – masing bab dibagi dalam sub – sub bab dan sub –
sub bab dibagi lagi dalam anak sub bab yang banyaknya disesuaikan
dengan keperluan dan agar mempermudah pembaca dalam memahami
hubungan antara bab 1 dan bab lainnya.
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan ini berisi tentang:
Perumusan masalah,
Latar belakang masalah,
Tujuan penelitian,
Kegunaan penelitian,
Sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ke-2 ini penulis menguraikan istilah – istilah yang
disebut dalam judul, berdasarkan bahan bacaan. Selain itu penulis juga
menguraikan dari segi kepustakaan mengenai tanah irigasi dengan segala
aspek – aspek dan atau akibat hukum yang mengikutinya. Dalam bab ini
ada beberapa sub bab yaitu : pengetian Pengertian Irigasi, pengertian
pemanfaatan tanah pengairan, ketntuan perijinan, mekanisme ijin
pemanfaatan tanah pengairan dan yang terakhir pengenaan sewa tanah
pengairan.
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang metode yang
digunakan dalam penyusunan penelitian ini, yaitu ;
Metode Pendekatan, yaitu metode pendekatan yuridis normatif,
bahan penelitian, spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis,
sampling yaitu dengan cara menghimpun objek berdasarkan ciri – ciri
yang kemudian
menggunakan purposive sampling, alat penelitian
meliputi : studi perpustakaan yaitu penulis mempelajari literatur yang ada
kaitannya dengan masalah tanah irigasi dan wawancara adalah cara untuk
memperoleh informasi, metode analisis data penulis menggunakan data
5
primer dan skunder setelah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisa
dengan metode
analisis kualitatif berdasarkan peraturan perundang –
undangan..
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab IV ini penulis menjelasakan mengenai hasil – hasil
yang didapat dari penelitian yang diadakan beserta pembahasannya. Yaitu
meliputi:
1. Bagaimanakah prosedur perijinan penggunaan tanah irigasi untuk
pemukiman di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten
Magelang ?
2. Bagaimanakah
permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan
perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Desa
Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang?
BAB V PENUTUP
Setelah kita menelaah bab demi bab yang masing – masing saling
mengisi dan saling berkaitan sampai pada pengertian yang utuh maka
pada bab ke – 5 ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan atas
pembahasan dalam penelitian ini serta saran – saran yang berkaitan
dengan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman tersebut agar lebih
tertip dalam perizinannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Hak Atas Tanah
1. Pengertian Hak Atas Tanah
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada
seseorang yang
mempunyai hak
untuk mempergunakan atau
mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan
hak penggunaan atas tanah.
Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai
hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil
6
manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak–hak atas tanah yang
dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA.4
Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang
sebenarnya bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah
dan hak memungut hasil hutan karena hak–hak itu tidak memberi
wewenang untuk mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu.
Namun kedua hak tersebut tetap dicantumkan dalam pasal 16 UUPA
sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan sistematikanya
dengan sistematika hukum adat. Kedua hak tersebut merupakan
pengejawantahan (manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak–hak atas
tanah yang disebut dalam pasal 16, dijumpai juga lembaga–lembaga
hak atas tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah Nasional
diberi sifat “sementara”.
Hak–hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat
nanti sifatnya akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak–
hak tersebut menimbulkan pemerasan oleh golongan ekonomi kuat
pada golongan ekonomi lemah (kecuali hak menumpang). Hal ini tentu
saja tidak sesuai dengan asas–asas Hukum Tanah Nasional (pasal 11
ayat 1). 5
Selain itu, hak–hak tersebut juga bertentangan dengan jiwa dari
pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah pertanian pada dasarnya
harus dikerjakan dan diusahakan sendiri secara aktif oleh orang yang
mempunyai hak. Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan maka
yang akan mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang hak gadai.
Hak menumpang dimasukkan dalam hak–hak atas tanah dengan
eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA
menganggap hak menumpang mengandung unsur feodal yang
bertentangan dengan asas dari hukum agraria Indonesia. Dalam hak
menumpang terdapat hubungan antara pemilik tanah dengan orang lain
yang menumpang di tanah si A, sehingga ada hubungan tuan dan
budaknya. Feodalisme masih mengakar kuat sampai sekarang di
Indonesia yang oleh karena Indonesia masih dikuasai oleh berbagai
rezim. Sehingga rakyat hanya menunngu perintah dari penguasa
tertinggi. Sutan Syahrir dalam diskusinya dengan Josh Mc. Tunner,
pengamat Amerika (1948) mengatakan bahwa feodalisme itu
merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia yang masih rentan
dengan pemerintahan diktatorial. Kemerdekaan Indonesia dari Belanda
merupakan tujuan jangka pendek. Sedangkan tujuan jangka
4
elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab5hukum_agraria.pdf (diakses tanggal 05 Desember 2011)
55
Boedi Harsono, Hukum Tanah Nasional, Djambatan. Jakarta 1995 Hal. 73
7
panjangnya adalah membebaskan Indonesia dari pemerintahan yang
sewenang–wenang dan mencapai kesejahteraan masyarakat.6
2. Macam – Macam Hak Atas Tanah
a.
Hak Milik
Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat fungsi
sosial.Kata-kata “terkuat dan terpenuh” itu tidak berarti bahwa hak
milik merupakan hak yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat
diganggu gugat.7
Sifat-sifatnya :
1) Terkuat
2) Turun temurun dan dapat beralih.
3) Dapat menjadi 'induk" dari pada hak-hak atas tanah lain.
4) Dapat
dijadikan
jaminan
utang
dengan
dibebani
hak
tanggungan(hipotik atau credit verband).
5) Dapat dipindahkan kepada pihak lain.
6) Dapat dilepaskan oleh yang empunya.
7) Dapat diwakafkan.
Hak milik atas tanah dapat dipergunakan baik untuk usaha
pertanian maupun untuk mendirikan bangunan-bangunan dengan
memperhatikan/menyesuaikan dengan rencana tata guna tanah.
Pada azasnya hanya warga negara Indonesia yang dapat
mempunyai hak milik atas tanah baik sendiri maupun bersamasama dengan orang lain. Di samping itu Badan Hukum yang
bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan yang telah
ditunjuk oleh Pemerintah dapat mempunyai hak milik atas tanah,
sepanjang tanahnya dipergunakan langsung daiam bidang sosial
dan keagamaan. Jangka waktu hak milik atas tanah tidak terbatas.
Terjadinya Hak Milik ada beberapa hal antara lain adalah
sebagai berikut :
1) Menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
6
Basuki, Sunaryo. Hukum Tanah Nasional Landasan Hukum Penguasaan dan Penggunaan Tanah. Buku
Ajar Mata Kuliah Hukum Agraria, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok,
2002/2003. Hal.67
7
Bachsan Mustofa, Hukum Agraria Dalam Persepektif, Remaja Karya Bandung 1988. Hal 47
8
2) Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
3) Ketentuan undang-undang.
Peralihan hak atau Pemindahan hak dan Pendaftaran hak
milik sebaagai berikut :
1) Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
2) Hak Milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan
pembebasannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan
menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.
3) Pendaftaran tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai pemilikan dan hapusnya hak milik serta syahnya
peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Kemudian adapun hapusnya Hak Milik dapat dikarenakan
beberapa hal yaitu sebagai berikut :
1) karena pencabutan hak.
2) karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya.
3) Karena diterlantarkan yang pengertiannya akan ditentukan
dalam peraturan perundangan.
4) karena ketentuan pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2 Undang-Undang
Pokok Agraria yaitu :
8
Pasal 21 ayat 3 : Orang Asing yang sesudah berlakunya
Undang-Undang Pokok Agraria (24-9-1960) memperoleh hak
milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta
karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang
mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-Undang
tersebut kehilangan kewarganegaraannya melepaskan hak
miliknya itu dalam jangka waktu satu tahun.
Pasal 26 ayat 2 : Setiap jual-beli, penukaran,
penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatanperbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak
langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada
seorang warga negara yang di samping kewarganegaraan
Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada
suatu badan hukum (kecuali badan hukum keagamaan dan
sosial yang ditetapkan oleh Pemerintah), adalah batai karena
hukum. Dan yang terakhir adalah dikarenakan tanahnya
musnah.
8
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia.Djambatan,Jakarta 2006. Hal.36
9
b. Hak Guna Usaha
Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara dalam waktu yang tertentu
guna perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. Hak Guna
Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah.9
Tujuan penggunaan tanah yang dipunyai dengan hak
guna usaha adalah terbatas, yaitu :
1) pada usaha pertanian/perkebunan.
2) pada usaha perikanan.
3) pada usaha peternakan.
Yang dapat mempunyai hak guna usaha adalah sebagai
berikut :
1) Warga Negara Indonesia.
2) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
Adapun jangka waktu Hak Guna Usaha dapat diberikan
untuk waktu paling lama 25 tahun.Atas permintaan pemegang hak
dan mengingat keadaan perusahaannya, jangka waktu tersebut
dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun.Untuk
perusahaan tertentu yang memerlukan waktu yang lebih lama
dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35
tahun.10
Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah. Dan
Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan.
Pengertian
"beralih" menunjuk pada berpindahnya Hak Guna Usaha kepada
pihak lain karena pemiliknya meninggal dunia dan beralihnya hak
tersebut terjadi karena hukum.
Pengertian "dialihkan" menunjuk pada berpindahnya
Hak Guna Usaha kepada pihak lain karena perbuatan hukum yang
sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak tersebut memperoleh
hak itu (hibah, jual beli dll).
Adapun hapusnya Hak Guna Usaha yaitu sebagai berikut :
9
Parlindungan,AP, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, Mandar Maju, Bandung 1989. Hal.98
10
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak- Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta 2005. Hal 56
10
1) Jangka waktunya berakhir.
2) Dihentikan
sebelum jangka
waktunya
berakhir
karena
sesuatu syarat tidak dipenuhi.
3) Dilepaskan
oleh
pemegang
haknya
sebelum jangka
waktunya berakhir.
4) Dicabut untuk kepentingan umum.
5) Diterlantarkan yang pengertiannya akan ditentukan dalam
peraturan perundangan.
6) Tanahnya rnusnah.
7) Ketentuan dalam pasal 30 ayat 2 Undang-Undang Pokok
Agraria yaitu: orang atau badan hukum yang mempunyai hak
guna usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai
subyek hukum tersebut di atas dalam jangka waktu satu tahun
wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain
yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap
pihak yang memperoleh hak guna usaha jika ia tidak memenuhi
syarat tersebut. Jika hak guna usaha yang bersangkutan tidak
dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut maka
hak itu hapus karena hukum.
c.
Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri
dengan jangka waktu tertentu.11
Penggunaan tanah yang dipunyai dengan hak Guna
Bangunan terutama untuk mendirikan/mempunyai bangunanbangunan, tetapi di samping itu diperbolehkan untuk menanam
sesuatu dan memelihara ternak, asal tujuannya yang pokok tetap
dilaksanakan.
Adapun tujuan penggunaannya untuk mendirikan dan
atau mempunyai bangunan-bangunan. Yang dapat mempunyai hak
Guna Bangunan adalah warga negara Indonesia dan Badan-Badan
1111
Notonegoro, Politik Hukum Dan Pembengunan Agraria di Indonesia,Bina Aksara Jakarta
1984. Hal. 84
11
Hukum
yang
didirikan
menurut
Hukum
Indonesia
dan
berkedudukan di Indonesia.
Hak Guna Bangunan dapat diberikan untuk jangka waktu
20 tahun dan paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang
haknya dan mengingat keperluan
serta
keadaan
bangunan-
bangunannya jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan
waktu paling lama 20 tahun.
Hak Guna Bangunan terjadi :
1) Mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
2) Karena penetapan Pemerintah.
3) Mengenai tanah milik, karena perjanjian yang berbentuk otentik
antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang
akan memperoleh hak Guna Bangunan itu, yang bermaksud
menimbulkan hak tersebut.
Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain. Dalam hal-hal yang tertentu setiap pemindahan hak
guna bangunan memerlukan ijin dari yang berwenang.Setiap
peralihan/pemindahan hak Guna Bangunan wajib didaftarkan pada
Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan.
Pendaftaran tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai syahnya peralihan hak tersebut.
Hak Guna Bangunan hapus karena :
1) Jangka waktunya berakhir.
2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu
syarat tidak dipenuhi.
3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir.
4) Dicabut untuk kepentingan umum.
5) Diterlantarkan yang pengertiannya akan ditentukan dalam
peraturan perundangan.
6) Tanahnya musnah.
12
7) Ketentuan dalam pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Pokok
Agraria,yaitu : orang atau badan hukum yang mempunyai hak
guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai
subyek hukum seperti tersebut angka (3) dalam jangka waktu 1
tahun wajibmelepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak
lain yangmemenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap
pihak yangmemperoleh hak guna bangunan, jika ia tidak
mematuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang
bersangkutan tidakdilepaskan atau dialihkan dalam jangka
waktu tersebut, maka hakitu hapus karena hukum.
d. HakPakai
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau
memungut dari hasil tanah yang, langsung dikuasai oleh Negara
atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan
kewajiban yang ditentukan dalam Keputusan pemberiannya atau
dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian
sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah.12
Dari perumusan ini kita mengetahui bahwa hak pakai
merupakan hak atas tanah, baik tanah-tanah bangunan maupun
tanah pertanian.Perkataan "menggunakan" menunjuk pada tanah
bangunan sedangkan "memungut hasil" menunjuk pada tanah
pertanian.Hak Pakaidapat diberikan oleh Pemerintah (dengan
penetapan) dan juga olehpemilik tanah (perseorangan & badan
hukum dengan suatu perjanjian).
Yang boleh mempunyai hak pakai ialah :
1) Warga Negara Indonesia.
2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
3) Badan-Badan
Hukum
yang
didirikan
menurut
Hukum
Indonesiadan berkedudukan di Indonesia.
4) Badan-Badan Hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia.
12
Soedharyo Soimin. 2001. Status Hak dan Pembebasan Tanah, Jakarta. Sinar Grafika. Hal 85
13
Hak Pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu
atau
selama
tanahnya
dipergunakan
untuk
keperluan
tertentu.Dalam praktek pada umumnya pemberian Hak Pakai oleh
Pemerintah jangka waktunya 10 tahun.
Hak Pakai yang diberikan di atas tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara, maka haknya dapat dipindahkan kepada
pihak lain dengan ijin pejabat yang berwenang. Hak Pakai atas
tanah Milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain jika hal itu
dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Di samping
itu Hak Pakai juga harus didaftarkan untuk pengeluaran
sertipikatnya.
Hapusnya Hak Pakai
1) Jangka waktunya berakhir.
2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu
syarat tidak dipenuhi, termasuk persyaratan yang harus
dipenuhi oleh pemegang haknya bersangkutan dengan
statusnya (misalnya orang asing yang tidak lagi bertempat
tinggal di Indonesia). Termasuk juga dalam golongan ini jika
tanahnya diterlantarkan, syarat mana bersumber pada pasal 6
Undang-Undang Pokok Agraria.
3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir.
4) Dicabut untuk kepentingan umum.
5) Tanahnya musnah.
e.
Hak Pengelolaan
Hak Pengelolaan adalah hak untuk menguasai atas tanah
yang langsung dikuasai oleh Negara yang memberi wewenang
kepada pemegang haknya untuk :13
13
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak- Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta 2005 hal.76
14
Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang
bersangkutan menggunakan tanah tersebut untuk pelaksanaan
tugasnya.
1) Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak
ketigadengan Hak Pakai dengan jangka waktu 6 tahun
(Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1965).
2) Menerima uang pemasukan dan/atau uang wajib tahunan.
Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada :
1) Departemen-Departemen dan Jawatan-Jawatan Pemerintah.
2) Badan-Badan Hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Hak Pengelolaan terjadi karena penetapan Pemerintah.
Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu selama tanah
tersebut dipergunakan oleh pemegang haknya. Hak Pengelolaan
dapat dipindahkan hanya dengan ijin Pemerintah dan wajib
didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Hapusnya Hak Pengelolaan
1) Karena dilepaskan oleh pemegang haknya.
2) Dibatalkan karena tanahnya tidak dipergunakan spsuai dengan
pemberian haknya.
3) Dicabut untuk kepentingan umum.
4) Karena berakhir jangka waktunya (kalau pemberian haknya
diberikan untuk jangka waktu tertentu).
B. Tinjauan Umum Tentang Irigasi
1. Pengertian Irigasi
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk
menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan,
irigasi air bawahtanah, irigasi pompa dan irigasi rawa. Semua proses
kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan tempat media
pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila ada air, baik
bertindak sebagai pelaku (subjek) atau air sebagai media (objek).
Proses-proses utama yang menciptakan kesuburan tanah atau
sebaliknya yang mendorong degradasi tanah hanya dapat berlangsung
15
apabila terdapat kehadiran air. Oleh karena itu, tepat kalau dikatakan
air merupakan sumber kehidupan.14
Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang
tersedia kepada sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
Dengan demikian tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur
sesuai kebutuhan tanaman pada saat persediaan lengas tanah tidak
mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga
tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi yang efisien
selain
dipengaruhi oleh tatacara aplikasi, juga ditentukan oleh
kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan
tanaman.
a. Fungsi Irigasi
1) memasok kebutuhan air tanaman
2) menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan
3) menurunkan suhu tanah
4) mengurangi kerusakan akibat frost
5) melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah
b. Tujuan Irigasi
1) Irigasi bertujuan untuk membantu para petani dalam mengolah
lahan pertaniannya, terutama bagi para petani di pedesaan yang
sering kekurangan air.
2) Meningkatkan Produksi Pangan terutama beras
3) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air irigasi
4) Meningkatkan intensitas tanam
5) Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat desa dalam
pembangunan jaringan irigasi perdesaan
c. Manfaat Irigasi
Irigasi sangat bermanfaat bagi pertanian, terutama di
pedesaan. Dengan irigasi, sawah dapat digarap tiap tahunnya,
dapat dipergunakan untuk peternakan, dan keperluan lain yang
bermanfaat.
14
https://sites.google.com/site/kisaranteknik/assignments/teknik-irigasi (15 Oktober 2011)
16
2. Pengaturan Tentang irigasi
Melalui kebijakan pengelolaan irigasi yang
selama ini hanya
ditangani pemerintah pada awalnya dapat memberikan dampak yang
cukup baik, hal ini dapat dilihat dengan tercapainya swasembada
pangan,
khususnya beras pada tahun 1984. Namun keberhasilan
tersebut tidak berkelanjutan mengingat dukungan prasarana irigasi
banyak yang menurun kuantitas, kualitas maupun fungsinya, apalagi
setelah Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1997.
Penurunan fungsi prasarana irigasi tersebut antara lain disebabkan
bahwa selama ini anggapan pengembangan irigasi menjadi tanggung
jawab pemerintah, sehingga sebagian petani berpendapat bahwa
mereka tidak turut bertanggung jawab.
Dengan semakin kompleksnya permasalahan pengelolaan irigasi,
maka pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Inpres Nomor 3
tahun 1999 tentang Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi
(PKPI) yang kemudian dilanjutkan dengan Reformasi Kebijakan
Pengembangan dan Pengelolaan Irigasi yang akhirnya dengan
diterbitkannya Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air sebagai pengganti Undang - Undang Nomor 11 Tahun 1974
tentang Pengairan dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006
tentang Irigasi sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 77
Tahun 2001.
Sejalan dengan pemberlakuan Undang – Undang Nomor
7
Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006, maka
Kebijakan Pengelolaan Irigasi akan dilakukan melalui pendekatan
Pengelolaan Irigasi Partisipatif, yang secara substansial sebenarnya
sudah lama dikenal melalui pola swadaya atau gotong royong. Melalui
kebijakan tersebut, pengembangan (pembangunan/rehabilitasi) irigasi
tidak hanya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
maupun pemerintah daerah, tetapi juga merupakan tanggungjawab
petani. Pada dasarnya, pengelolaan irigasi partisipatif adalah suatu
pendekatan strategis dalam pengelolaan infrastruktur irigasi melalui
keikutsertaan petani dalam semua aspek penyelenggaraan irigasi,
17
termasuk
perencanaan,
desain,
pelaksanaan,
pengembangan
(pembangunan / rehabilitasi), pembiayaan, pelaksanaan operasi dan
pemeliharaan (O&P), pengawasan, pemantauan dan evaluasi serta
penyempurnaan sistem dari waktu ke waktu secara berkelanjutan.
Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan tersebut, kedepan
kegiatan Pengembangan Pengelolaan Irigasi Partisipatif merupakan
suatu kegiatan atau pola pembangunan yang menjadi salah satu
prioritas untuk dilaksanakan yang disesuaikan dengan kondisi
setempat.
C. Tinjauan Umum Tentang Pemukiman
1. Pengertian Pemukiman
Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat
kita pisahkan dan berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi,
industrialisasi dan pembangunan. Pemukiman dapat diartikan sebagai
perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur serta kegiatan
yang berkaitandan yang ada di dalam pemukiman. Pemukiman dapat
terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan
perumahan sesuai denganstandar yang berlaku, salah satunya dengan
menerapkan persyaratan rumah sehat.15
Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah
bangunanb (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang
memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari
berbagai segi kehidupan.
Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya.
Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang
artinya adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya
pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau
kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya.
Perumahan menitiberatkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan
land settlement. Sedangkan pemukiman memberikan kesan tentang
pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di
dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitikberatkan pada sesuatu
yang
1515
bukan
bersifat
fisik
atau
benda
mati
yaitu
manusia
http://www.scribd.com/doc/19333723/DEFINISI-TANAH (diakases Tanggal 07 Desember 2011)
18
(human).Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua
hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada
hakekatnya saling melengkapi.
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan (Undang-undang Republik Indonesia
nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, Bab I, Pasal
1 (5). 16
Permukiman yang dimaksudkan dalam Undang-undang ini
mempunyai lingkup tertentu yaitu kawasan yang didominasi oleh
lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang
dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja
terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga
fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
2. Pengaturan Tentang Pemukiman
Undang-undang nomor 17 tahun 2010 tentang perumahan dan
kawasan permukiman ini secara keseluruhan mencerminkan adanya
keberpihakan yang kuat sekaligus memberikan kepastian bermukim
terhadap masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam UU ini, setidaknya ada beberapa hal penting yang
diharapkan dapat mendorong peningkatan program di sektor properti
Indonesia.
Pertama, perumahan dan kawasan permukiman didefinisikan
sebagai
satu
kesatuan
sistem
yang
terdiri
atas
pembinaan,
penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman,
pemeliharaan dan perbaikan, peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan
pembiayaan, dan peran serta masyarakat. Penyelenggaraan perumahan
merupakan tanggungjawab negara, dan pembinaannya dilaksanakan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
16
elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab5hukum_agraria.pdf (diakses tanggal 05 Desember 2011)
19
Kedua, adanya pembagian tugas dan wewenang pemerintah
dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman sepenuhnya mengacu kepada otonomi daerah
dan kemandirian daerah serta pembagian dan pemisahan fungsi
regulator dan operator.
Ketiga, Pemenuhan kebutuhan rumah sebagai kebutuhan dasar
manusia Indonesia dilaksanakan melalui penyelenggaraan perumahan
yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau badan hukum
serta peran serta masyarakat.
UU ini diorientasikan dalam rangka menjamin kepastian
bermukim yang menjamin hak setiap warga negara untuk menempati,
menikmati, dan atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi dan teratur.
Untuk memastikan ketersediaan rumah bagi MBR, diharapkan
badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib
mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang.
Sedangkan pemenuhan kebutuhan rumah untuk orang asing
ditegaskan hanya dapat menghuni atau menempati rumah dengan cara
hak sewa atau hak pakai yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait
penyelenggaraan
kawasan
permukiman,
yang
didalamnya mencakup lingkungan hunian perkotaan maupun perdesaan
beserta tempat kegiatan pendukung perikehidupan dan kehidupan,
dapat dilakukan melalui pengembangan yang telah ada, pembangunan
baru dan pembangunan kembali.
Hal itu dilaksanakan untuk mewujudkan wilayah yang
berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung
perikehidupan
dan
penghidupan
yang
terencana,
menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata
ruang.
Dalam UU ini Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
ditetapkan sebagai penanggungjawab pemeliharaan dan perbaikan
20
prasarana, sarana, dan utilitas umum di permukiman, lingkungan
hunian, dan kawasan permukiman.
Pemerintah daerah ke depan diwajibkan melakukan pencegahan
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan
masyarakat.
Sementara
dalam hal penyediaan tanah
dalam rangka
pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman
merupakan tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah,
termasuk penetapannya di dalam rencana tata ruang wilayah yang
merupakan tanggungjawab pemerintah daerah.17
Penyediaan tanah untuk pembangunan rumah dapat dilakukan,
antara lain, melalui konsolidasi tanah yang apabila konsolidasi tanah
tersebut diperuntukkan bagi penyediaan tanah untuk membangun
rumah umum dan atau rumah swadaya, maka wajib mendapatkan
kemudahan dan atau bantuan.
Dalam hal pendanaan dan sistem pembiayaan yang memastikan
ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk
pemenuhan
kebutuhan
rumah,
perumahan,
permukiman
serta
lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan dapat bersumber dari
APBN, APBD dan atau sumber dana lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
17
elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab5hukum_agraria.pdf (diakses tanggal 05 Desember 2011)
21
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode adalah suatu cara tekhnis yang dilakukan dalam proses
penelitian. Penelitian adalah suatu upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang
dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar,
hati-hati dan sistematik untuk mewujudkan kebenaran.
Menurut pendapat DR. Kartini Kartono, pengertian Metodologi adalah
Metodologi berasal dari bahasa Yunani methodos berarti jalan sampai, meta
dan hodos bararti jalan. Metodologi penelitian18 adalah cara-cara berpikir dan
berbuat yang dipersiapkan dengan baik-baik untuk mengadakan penelitian dan
untuk mencapai suatu tujuan penelitian. Penelitian merupakan suatu sarana
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan baik dari segi teoritis maupun
praktis. penelitian merupakan suatu bagian pokok dari ilmu pengetahuan yang
bertujuan untuk lebih mendalami segi kehidupan. 19
Namun demikian banyak orang yang mencampur adukkan Metode
Penelitian dengan Prosedur Penelitian dan Teknik Penelitian. Ketiganya
berbeda arti, berikut ini digambarkan point-point yang penting bagi ketiganya,
yaitu metode penelitian yang membicarakan tentang tata cara pelaksanaan
penelitian. prosedur penelitian memberikan urutan kerja penelitian. Kemudian
teknik penelitian membicarakan mengenai alat-alat yang digunakan dalam
mengukur atau mengumpulkan data penelitian, sehingga metode penelitian
melingkupi prosedur dan teknik penelitian
Proses dalam melaksanakan penelitian merupakan hal yang penting
untuk mengetahui permasalahan yang terjadi, selanjutnya dapat berkembang
18
19
Kartini, Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial , (Bandung:Mandar Maju,1996), hal 20
Soejono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta; UI, Pres, 1986)Hal 3
22
menjadi suatu gagasan teori,konseptualisasi, maupun pemilihan metode.
Sedangkan hasil akhir dalam suatu penelitian akan menjadi suatu gagasan teori
baru yang merupakan proses yang tidak ada habisnya.
Metode penelitian yang digunakan sebagaiman yang tercantum dalam
buku pengantar penelitian hukum karangan Soerjono Soekanto untuk
memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan penelitian ini adalah :
1. Metode pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan ialah metode pendekatan yuridis
normatif. Yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang menekankan
pada ilmu Hukum, dan berusaha menelaah kaidah – kaidah hukum
yang berlaku dalam masyarakat. Penelitian ini difokuskan pada
masalah mengenai setatus penggunaan tanah irigasi untuk
pemukiman.20
2. Bahan Penelitian
Sebagai bahan penelitian, peneliti menggunakan 2 (dua) jenis data,
antara lain :
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung sebagai
hasil penelitian lapangan.
b. Data sekunder data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya
oleh peneliti melainkan dari pihak lain. Dilakukan dengan cara
penelitian kepustakaan, peraturan – peraturan serta dokumen –
dokumen yang berhubungan dengan pembangunan pemukiman
diatas tanah irigasi, diantaranya :
1) Undang – Undang no. 5 tahun 1974 Pokok Agraria,
2) Undang-undang no. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman
3)
Undang – Undang no. 7 Th. 2004 tentang Sumber daya air
4) PP no.20 th 2006 tentang irigasi.
5) Perda no. 6 th. 2006 tentang izin pemekaran tanah pengairan.
6) Perda no. 22 Th. 2008 tentang irigasi.
3. Spesifikasi penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analitis, yaitu
mengambarakan peraturan perundangan yang berlaku dikaitkan dengan
20
Kartini, Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial , (Bandung:Mandar Maju,1996), hal 20
23
teori – teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang
menyangkut permasalahan yang dikaji.21 Penelitian ini bersifat
deskriptif, yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk
menggambarkan fenomena yang ada, mengenai pemukiman di tanah
irigasi.
4. Metode Pengambilan Sampel
Sedangkan
sampel
adalah
sebagaian
dari
jumlah
dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Makin besar jumlah
sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi
semakin kecil, dan begitu juga sebaliknya.22
Dalam menetapkan besar kecilnya sampel, tidaklah ada suatu
ketetapan yang mutlak, artinya tidak ada ketentuan berapa persen suatu
sampel harus diambil.
Jadi pengertian sampel adalah bagian dari populasi yang
dianggap mewakili populasinya. Sampel yang diambil adalah para
pihak yang terkait dengan pembangunan pemukiman di atas tanah
irigasi berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, dimana para
pihak yang mendukung penelitian ini, diantaranya :
a.
DPU
b.
BPN
c.
Praktisi Hukum di wilayah Kabupaten Magelang, seperti Advokad.
d.
Para pihak yang bermukim di tanah irigasi
Teknik sampling atau penetapan sampel yang peneliti gunakan
adalah dengan metode Non Random Sampling, yaitu tidak semua
unsur dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk
menjadi sampel. Dalam Non Random Sampling , sampel yang dipilih
berdasarkan ciri – ciri khusus yang mempunyai hubungan dengan
permasalahan yang diteliti, yangmana spesifikasinya tentang sampel
yang ada kaitannya dengan penggunaan tanah irigasi untuk
pemukiman.
21
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003),
Hal.121
21
Soejono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, UI, Pres, 1986,Hal 3
24
Kemudian yang terakhir menggunakan teknik purposive sampling
yaitu
teknik penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan
karakteristik yang ditetapkan terhadap elemen populasi target yang
disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian.Bedanya, jika dalam
sampling stratifikasi penarikan sampel dari setiap subpopulasi
dilakukan dengan acak, maka dalam sampling kuota, ukuran serta
sampel pada setiap sub- subpopulasi ditentukan sendiri oleh peneliti
sampai jumlah tertentu tanpa acak.23
5. Alat Penelitian
Alat penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan ini
meliputi :
a.
Studi Kepustakaan
Penulis mempelajari literatur – literatur yang ada kaitannya
dengan permasalahan mengenai penggunaan tanah irigasi untuk
pemukiman.
b.
Wawancara/Interview
Wawaancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi
untuk memperoleh informasi. Penulis memperoleh informasi
mengenai penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman.
Dilaksanakan dengan cara menanyaklan langsung kepada para
responden dari sampel yang telah ditentukan, yaitu DPU, BPN,
Masyarakat yang terkait, dan praktisi Hukum.
Untuk membantu penyelenggaraan penelitian lapangan dengan
wawancara ini, maka digunkan alat berupa :
Panduan wawncara ini berupa point – point penting yang
hendak digali dari narasumber, dalam proses lebih lanjut point
tersebut dapat menjadi daftar pertanyaan, baik yang akan
digunakan untuk wawancara langsung ataupun wawancara tidak
langsung.
Kemudian daftar pertanyaan merupakan bentuk konkrit dari
panduan wawancara, yakni berupa point – point yang sudah
berbentuk kalimat tanya yang dapat digunakan dalam wawancara
tertulis sebagai alternatif dari tidak terlaksananya wawancara
langsung dengan narasumber. 24
23
24
Soejono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta; UI, Pres, 1986)Hal 3
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor : Ghalia Indonesia, 1983), Hal.55
25
6. Teknik Penelitian
Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
dalam beberapa tahapan, antara lain :
a. Tahap Pendahuluan
Pada tahap ini, peneliti melaksanakan pengajuan usaha
mengenai penelitian yang akan dilaksanakan dengan
menyusun suatu proposal yang mengidentifikasi fakta
hukum dan mengeliminir hal – hal yang tidak relevan untuk
menetapkan isu hukum mengenai penggunaan tanah irigasi
untuk pemukiman.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti kemudian melakukan pengumpulan
bahan – bahan hukum dan sekiranya dipandang mempunyai
relevansi dengan permasalahan pembangunan pemukiman
di tanah irigasi.
c. Tahap Akhir
Pada tahap ini peneliti melakukan telaah atas isu hukum dan
memberikan pembahasan berdasrkan hasil penelitian yang
didapat dilapangan.
7. Analisis Data
Data primer dan data sekunder setelah terkumpul
selanjutnya diolah dan dianalisa dengan metode analisis kualitatif
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Analisis
kualitatif adalah pengolahan data dengan melalui tahapan-tahapan
pengumpulan data, mengklasifikasikan, menghubungkan teori dan
masalah
yang
ada,
kemudian
menarik
kesimpulan
guna
menentukan atas jawaban permasalahan. Analisis ini merupakan
langkah terhadap keseluruhan data yang telah peneliti peroleh serta
dengan mempertahankan dasar hukum yang berkaitan dengan
masalah mengenai pembangunan pemukiman di atas tanah irigasi,
kemudian analis tersebut akan dilaporkan dalam bentuk penelitian.
26
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Wilayah dan Irigasi Di Kabupaten Magelang
Secara Geografis Kabupaten Magelang terletak di antara 110˚ 01’
51” dan 110˚ 26’ 58” Bujur Timur, 7˚ 19’ 13” dan 7˚ 42’ 16” Lintang
Selatan, dengan luas wilayah 1.085,73 km2 ( 108.573 Ha ).
Dilihat dari peta orientasi Propinsi Jawa Tengah, wilayah Kabupaten
Magelang memiliki posisi yang strategis karena keberadaannya terletak
di tengah-tengah, sehingga mudah dicapai dari berbagai arah. Secara
geoekonomis, Kabupaten Magelang merupakan daerah perlintasan,
jalur kegiatan ekonomi, yaitu Semarang-Magelang-Purwokerto dan
27
Semarang - Magelang - Yogyakarta - Solo. Secara administratif
pemerintahan, Kabupaten Magelang berbatasan dengan :
a) Sebelah Utara
: Kabupaten Temanggung dan
Kabupaten
Semarang
b) Sebelah Timur
: Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali
c) Sebelah Selatan
: Provinsi DIY dan Kabupaten Purworejo
d) Sebelah Barat
:
Kabupaten
Wonosobo
dan
Kabupaten
Temanggung
e) Di tengah Kabupaten Magelang terdapat Kota Magelang
Wilayah Kabupaten Magelang secara topografi merupakan dataran
tinggi yang berbentuk menyerupai cawan (cekungan) karena
dikelilingi oleh 5 (lima) gunung yaitu Gunung Merapi, Merbabu,
Andong, Telomoyo, Sumbing, dan Pegunungan Menoreh. Kondisi
ini menjadikan sebagian besar wilayah Kabupaten Magelang
merupakan daerah tangkapan air sehingga menjadikan tanah yang
subur karena berlimpahnya sumber air dan sisa abu vulkanis.
Kabupaten Magelang mempunyai iklim yang bersifat tropis
dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, dengan
temperatur udara 20˚ C - 27˚ C. Kabupaten Magelang mempunyai
curah hujan yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan banyak terjadi
bencana tanah longsor di beberapa daerah pegunungan dan lereng
gunung.
Wilayah Kabupaten Magelang di bagian tengah merupakan tanah
endapan/alluvial yang merupakan lapukan dari batuan induknya.
Sedangkan di lereng dan kaki gunung merupakan tanah endapan
vulkanis.
a. Penggunaan tanah
Luas penggunaan tanah di Kabupaten Magelang adalah
108.573 Ha ,dengan rincian sebagai berikut :
1) Sawah seluas 37.221 Ha, terdiri dari:
Sawah Irigasi teknis
: 6.624 Ha.
Sawah irigasi setengah teknis
: 5.412 Ha.
Sawah Irigasi sederhana
: 16.529 Ha.
28
Sawah Irigasi tadah hujan
: 8.236 Ha.
2) Lahan kering, seluas 71.341 hektar terdiri dari
Rumah dan pekarangan
: 17.025 Ha.
Tegalan/ kebun
: 36.237 Ha.
Hutan negara
:
7.874 Ha.
Hutan rakyat
: 2.939 Ha.
Padang rumput
:
2 Ha.
Kolam perikanan
:
145 Ha.
Perkebunan negara/swasta
:
234 Ha.
3) Lain-lain
: 4.234 Ha
b. Karakteristik Lahan
1) Tinggi tempat
Kabupaten Magelang memiliki beberapa gunung yaitu
gunung Merapi (2.911 m dpl), Merbabu (3.199 m dpl), Sumbing
(3.296 m dpl), Telomoyo (1.894 m dpl) dan Andong (1.736 m
dpl). Ketinggian wilayah dari permukaan laut berkisar antara 154
m dpl – 3.296 m dpl dengan penggolongan sbb: Wilayah dengan
Ketinggian 154 - 500 m dpl sebanyak 47% Wilayah dengan
Ketinggian 500 – 1000 m dpl sebanyak 35% Wilayah dengan
Ketinggian > 1000 m dpl sebanyak 18%. Hal ini memberikan
indikasi bahwa Kabupaten Magelang memiliki potensi untuk
budidaya berbagai jenis tanaman dataran rendah maupun dataran
tinggi.25
2) Kemiringan lahan
Kemiringan lahan di Kabupaten Magelang terbagi menjadi :
Daerah datar (kemiringan 0 – 15%) meliputi Kecamatan
Mertoyudan, Mungkid, Muntilan, Salam, Ngluwar dan Secang
Daerah bergelombang – berbukit (kemiringan 16 – 40%) meliputi
25
Data Statistik Pemerintah Kabupaten Magelang
29
Kecamatan Tempuran, Salaman, Borobudur, Srumbung, Dukun,
Sawangan, Candimulyo, Tegalrejo, Grabag dan Bandongan
Daerah
bergunung-gunung
dengan
lembah
yang
curam
(kemiringan > 40%) meliputi Kecamatan Ngablak, Pakis,
Windusari, Kaliangkrik dan Kajoran
3) Tipe tanah
Tipe tanah di Kabupaten Magelang sebagian besar latosol
dan regosol, sebagian lainnya: andosol, mediteran merah kuning
dan aluvial. Rata-rata mempunyai kedalaman efektif tanah yang
cukup 30 – 90 cm, dengan tektur tanah sebagian besar sedang
dan lainnya bertekstur halus dan kasar.
4) Daerah Aliran Sungai
Di Kabupaten Magelang memiliki 2 daerah aliran sungai
(DAS), yaitu DAS Progo dan DAS Bogowonto, yang
memungkinkan terjaminnya air untuk pertanian. DAS Progo
meliputi wilayah kecamatan Windusari, Secang, Bandongan,
Mertoyudan, Tempuran, Borobudur, Mungkid, Candimulyo,
Tegalrejo, Muntilan, Salam, dan Ngluwar. DAS Bogowonto
meliputi Kecamatan Kajoran dan Borobudur.
2. Daftar Tarif Retribusi Izin Pemakaian Tanah Pengairan
DAFTAR TARIF RETRIBUSI IZIN PEMAKAIAN TANAH PENGAIRAN
BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG
NOMOR 6 TAHUN 2002
NO
Uraian
Tarif Retribusi (Rp)
INDEKS FUNGSI
Saluran
Saluran Tersier
Skunder
Biaya
Administrasi
(Rp)
Saluran Primer
Dalam
Kota
Luar
Kota
Dalam
Kota
Luar
Kota
Dalam
Kota
Luar
Kota
1
Bangunan Jembatan
750,00/M2/Tahun
10.000,00
3,50
2,00
3,00
1,50
2,50
1,00
2
Bangunan/Rumah semi
permanen
400,00/M2/Tahun
10.000,00
3,50
2,00
3,00
1,50
2,50
1,00
3
Bangunan/Rumah darurat
beserta halamn
250,00/M2/Tahun
10.000,00
3,50
2,00
3,00
1,50
2,50
1,00
4
Tempat Penjemuran/
penimbunan bahan material
450,00/M2/Tahun
10.000,00
3,50
2,00
3,00
1,50
2,50
1,00
5
Kios/Warung/Toko/Gudang
dan sejenisnya
500,00/M2/Tahun
10.000,00
3,50
2,00
3,00
1,50
2,50
1,00
6
Usaha/Perusahaan/Industri
beserta halaman
600,00/M2/Tahun
10.000,00
3,50
2,00
3,00
1,50
2,50
1,00
30
Pemasangan/pemancangan
tiang reklame
40.000,00/M2/Tahun
10.000,00
3,50
2,00
3,00
1,50
2,50
1,00
a
Sawah 2 kali panen
60,00/M2/Tahun
10.000,00
3,50
2,00
3,00
1,50
2,50
1,00
b
Sawah 1 kali panen
30,00/M2/Tahun
10.000,00
3,50
2,00
3,00
1,50
2,50
1,00
c
Tegalan
10.000,00
3,50
2,00
3,00
1,50
2,50
1,00
7
Pertanian
8
2
200,00/M /Tahun
Keterangan :
1. Retribusi = Luas Tanah Dikalikan Tarif Retribusi
2. Perijinan = Biaya Administrasi Dikalikan Indeks Saluran Dikalikan
Indeks Luasan
DAFTAR TARIF RETRIBUSI IZIN PEMAKAIAN TANAH PENGAIRAN
BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG
NOMOR 6 TAHUN 2002
JENIS TARIF RETRIBUSI
INDIKASI LUASAN
N
O
LUASAN
LUASAN
LUASAN
LUASAN
LUASAN
LUASAN
LUASAN
INDEKS
0-50
1,50
51-100
2,00
101-250
2,50
251-500
3,00
0-50
1,50
51-100
2,00
101-250
2,50
251-500
3,00
0-50
1,50
51-100
2,00
101-250
2,50
251-500
3,00
0-50
1,50
51-100
2,00
101-250
2,50
251-500
3,00
0-50
2,00
51-100
2,50
101-250
3,00
251-500
3,50
0-50
2,00
51-100
2,50
101-250
3,00
251-500
3,50
0-25
3,00
26-50
4,00
51-75
5,00
76-100
6,00
0-500
1,00
501-1000
1,25
0-500
1,00
501-1000
1,25
0-500
1,00
501-1000
1,25
BANGUNAN/RUMAH
1
Bangunan Jembatan
Bangunan/Rumah
semi permanen
Bangunan/Rumah
darurat beserta halamn
Tempat Penjemuran/
penimbunan bahan
material
KIOS /WARUNG
Kios/Warung/Toko/Gu
dang dan sejenisnya
Usaha/Perusahaan/
Industri beserta
halaman
PAPAN REKLAME
Pemasangan/pemanca
ngan tiang reklame
BERCOCOK
TANAM
Pertanian
2
3
4
5
6
7
8
a
b
c
Sawah 2 kali panen
Sawah 1 kali panen
Tegalan
1.00110.000
1.00110.000
1.00110.000
1,50
1,50
1,50
Keterangan :
1. Retribusi = Luas Tanah Dikalikan Tarif Retribusi
2. Perijinan = Biaya Administrasi Dikalikan Indeks Saluran Dikalikan
Indeks Luasan
B. Pembahasan
31
Dalam penulisan ini, permasalahan yang akan dibahas
adalah
sebagai berikut :
1. Prosedur perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di
Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bpak Sajuri selaku Kepala
bidang pengairan lapangan di Dinas Pekerjaaan Umum, beliau berkata
“bahwa pada dasarnya prosedur pengajuan izin penggunaan tanah irigasi
untuk pemukiman itu sangatlah mudah hanyalah masyarakat kurang
paham karena berbagai hal misalnya SDM yang kurang, kurang
pedulinya masyarakat dengan masalah perizinan.” 26
Perizinan dilakukan langsung oleh pemohon artinya si pemohon
langsung dengan sendirinya melakukan proses permohonan ijin
penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman dengan prosedur yang telah
diatur dalam peraturan perundang - undangann
Atau dapat juga dikuasakan kepada orang lain karena si
pemohon tidak dapat melakukan proses permohonan sendiri karena
berhalangan atau sebab lain yang menjadikan tidak bisa mengajukan
permohonan
sendiri.
Tentunya
tetap
memenuhi
persyaratan
–
persyaratan yang telah ditentukan.
Adapun persyartan yang harus dilengkapi tersebut antara lain
adalah :27
1) Pengisian formulir permohonan ijin penggunaan tanah irigasi yang
telah disediakan oleh Dinas Lingungan Hidup dan ESDM.
2) Surat pengantar dari Desa atau Kelurahan
Surat pengantar dari Desa atau Kelurahan sangatlah penting dalam
pengajuan permohonan ijin karena terkait dengan data kependudukan.
3) Surat Pernyataan yang dibuat oleh pemohon yang menyatakan bahwa
benar – benar akan menggunakan tanah irigasi untuk pemukiman dan
siap menerima konsekuensinya, seperti membayar retribusi, apabila
ijin tidak dapat diperpanjang siap untuk meninggalakan lokasi
pemukiman, dan lain sebagainya.
4) Foto copy KTP dan KK
5) Foto copy NPWP Perorangan/Badan Hukum
26
27
Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011
Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011
32
Untuk syarat NPWP ini dilampirkan apabila memang telah
mempunyai. Syarat permohonan yang ini biasanya lebih banyak
perorangan, karena dari hasi reaserch kebanyakan yang menggunakan
tanah irigasi adalah perorangan yang digunakan untuk pemukiman,
walaupun ada juga untuk usaha, namun faktanya pengusahapun tidak
ada ijinnya juga tetap mendirikan bangunan juga, menurut data yang
diperoleh dari DPU dan ESDM salah satu pengusaha yang tidak ada
ijinnya adalah Rumah makan Mbok Sabar.
Bapak Sajuri mengatakan “pihak DPU dan ESDM tidak bisa
melakukan eksekusi hany bisa melakukan teguran – teguran untuk
eksekusi wewenangnya SATPOL PP selaku penegak Peraturan
Daerah, walaupun dalam kenyataan tidak ada yang dieksekusi oleh
SATPOL PP.”28
Setelah melakukan wawancara dengan Lurah Sumberejo terkait
masalah perijinan yang terjadi di Kelurahan Sumberejo beliau
berpendapat bahwa “ apabila ada yang melanggar pihak kelurahan
hanya bisa memberikan teguran atau peringatan, mengingat
Kelurahan tidak mempunyai wewenang untuk melakukan
eksekusi”.29
6) Gambar lokasi tanah
Gambar lokasi ini dibuat sendiri oleh pemohon dan diajukan kepada
Dinas Lingkungan Hidup dan ESDM. Kemudian nanti gambar
tersebut dipelajari dan disurvei oleh petugas untuk memastikan
kebenaran dilapangan.
7) Persetujuan tetangga terdekat yang dilegalisir Kades/Lurah, Camat
Surat persetujuan tetangga ini dibuat pada saat sebelum permohonan
diajukan, karena surat persetujuan tesebut merupakan kelengkapan
administrasi.
Apabila persyaratan sudah lengkap semua kemudian pemohon
memasukkan permohonan ke Kantor DPU dan ESDM. Kantor DPU dan
ESDM memnyampaikan berkas kepada BPPD untuk dilakukan
penelitian administrasi, penelitian administrasi ini bertujuan untuk
mengetahui kebenaran – kebenaran daripada syarat formil yang telah
ditentukan oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan
ESDM.
28
29
Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011
Wawancara dengan Bp. Lurah Sumberejo. Tanggal 20 November 2011
33
Kemudian bersama tim teknis lainnya melakukan tinjauan ke
lapangan. Tim teknis ini meliputi pihak – pihak dari DPU dan ESDM,
BPN, dan BPPD Pemerintah Kabupaten Magelang. Setelah dilakukan
peninjauan dilakukan rapat tim teknis untuk memberikan rekomendasi
kepada bupati, berupa pertimbangan diterima atau ditolak permohonan
dari yang selanjutnya disampaikan kepada bupati untuk diputuskan.
Pertibangan ditolak maupun di terima ini ditentukan anara laian :
a.
Permohonan Diterima
1) Permohonan akan diterima apabila telah memenuhi syarat –
syarat administrasi yang telah ditentukan dan sesuai dengan
keadaan
yang
sebenarnya.
Dalam
prakteknya
penulis
menemukan bahwa semua sudah berjalan sebagaimana
mestinya
awalaupun
masih
ada
saja
yang melakukan
pelanggaran seperti apabila permohonan ditolak tetap ada yang
nekat membangun pemukiman diatas tanah irigasi dan sampai
saaat inipun tidak ada atindakan dari pemerintah.
2) Permohonan akan diterima apabila lokasi yang pemohon ajukan
dinilai oleh petugas tidak mengganggu lingkungan seperti
badan irigasi menjadi sempit karena pembangunan terlalu
dekat, dikhawatirkan terjadi pencemaran lingkungan karena
yang mempunyai rumah membuang sampah rumah tangga
langsung ke irigasi dan masih banyak permasalahan lainnya.
Kemudian lokasi tersebut dinyatakan aman untk pemukiman
oleh petugas, artinya apabila tanah irigasi tersebut digunakan
untuk pemukiman tidak dimungkinkan longsor akibat abrasi
dari air irigasi.
b.
Permohonan Ditolak
Permohonan izin
akan ditolak apabila petugas menilai atau
menyimpulkan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan
permohonan izin ditolak baik secara yuridis maupun secara defacto,
antara lain yaitu :
1) Syarat – syarat formil seperti kelengkapan administrasi belum
terpenuhi semua.
34
2) Adanya unsur penipuan yaitu adanya indikasi ketidak cocokan
antara bukti administrasi dan fakta yang ada di lapangan.
Misalnya letak wilayah, persetujuan warga sekitar.
3) Tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Magelang sesuai dengan asas RTRW Kabupaten
Magelang dalam Perda nomor 2 tahun 2003 tentang Rencana
Tata
Ruang Wilayah
Kabupaten
Magelang yakni
asas
pengaturan ruang agar tercapai lingkungan yang serasi, efisien
dalam mengakomodasi kepentingan kegiatan manusia, nyaman,
harmonis dan berkelanjutan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya proses perizinan
sebenarnya tidak terlalu lama yaitu paling lama 2 bulan dari proses
pengajuan hingga putusan. Dalam prakteknya yang ditemukan
dilapangan didapatkan proses perijinan lancar atau tidaknya tergantung
si pemohon, artinya apabila si pemohon sudah mengikuti aturan yang
berlaku maka akan capt pula prosesnya. Ada yang mengajukan perijinan
selesai dalam waktu satu bulan ada pula yang dua bulan tergantung si
pemohon.
Adapun
setelah
Keputusan
bupati
yang
telah
selesai
dikembalikan kepada BPPD, baik yang diterima maupun ditolak dan
selanjutnya dikirim kembali ke DPU dan ESDM. Pemohon mengambil
izin yang telah selesai di DPU dan ESDM sambil membayar retribusi
yang telah ditentukan dalam lampiran izin. Setelah permohonan di
dikabulkan pemegang izin diwajibkan :30
a.
Membayar biaya izin pemakaian tanah pengairan sebesar Rp.
10.000,- dikalikan indeks fungsi luasan tanah :
Rp. 10.000,- X 3 X 1,5 = Rp. 45.000,- (empat puluh lima ribu
rupiah)
30
Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011
35
b.
Membayar retribusi pemakaian tanah 30 m2 x Rp.400,- = Rp.
12.000,- (dua belas ribu rupiah) dan dibayar tiap 1 tahun.
c.
Menjaga, memelihara dan mengamankan kelestarian lingkungan
hidup.
Kemudian pemegang ijin pemakain tanah irigasi ini tidak
diperkenankan :
a.
Menggunakan tanah diluar peruntukannya
b.
Mendirikan bangunan rumah yang bersifat permanen /menanam
tanaman keras ditanggul saluran irigasi.
c.
Memindahtangankan penguasaan kepada pihak lain
d.
Menanam atau mengerjakan tanah 3m dari kaki tanggul dan atau 6
m dari tebing sungai.
e.
Mengganggu lalu lintas jalan raya /umum dalam pemasangan
reklame.
Adapun proses atau tahapan permohonan ijin penggunaan tanah
irigasi untuk pemukiman yakni sebagai berikut :
a.
Mengajukan permohonan ijin bermaterai Rp.6000 (enam ribu
rupiah) kepada Bupati melalui Kepala Dinas DPU dan ESDM
dengan melampirkansyarat – syarat yang telah ditentukan.
b.
Memeriksa kelengkapan administrasi bertujuan untuk memastikan
apkah syarat – syarat admistrasi yang diitentukan sudah sesuai
atuuran apa belum, dan juga memeriksa keabsahan daripada syarat
– syarat administrasi yang telah dilampirkan.
c.
Survey peninjauan ke lapangan
d.
Penetapan retribusi
e.
Pembayaran retribusi oleh pemohon (Besarnya retribusi yang
harus dibayar sesuai dengan ketentuan dalam Perda No. 6 Tahun
2002 tentang retribusi penggunaan kekayaan daerah)
f.
Pembuatan surat ijin
g.
Penandatangan Surat Keputusan Ijin kepada Bupati yang mana
bentuk daripada Surat Ijin ini adalah Keputusan Kpala Dinas
Pekerjaan Umum dan Energi Sumber Daya Mineral.
36
Bentuk hak yang diperoleh adalah hak pakai sebagaimana menurut
pasal 41 UUPA, hak pakai adalah hak untuk menggunakan
dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh
negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan
kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang atau dalam perjanjian tanahnya. Hak
pakai dapat diberikan oleh pemerintah dengan penetapan dan juga
oleh pemilik tanah, baik perseorangan ataupun suatu badan hukum
dengan perjanjian autentik.
h.
Penyerahan surat ijin kepada pemohon
Kepala Badan Pertanahan Nasional kabupaten Magelang
menambahkan bahwa pada prinsipnya semua tanah itu harus mempunyai
fungsi sosisl dan bermanfaat bagi kehidupan bersama di muka bumi
ini,sehingga dapat dipahami bahwa penggunaan tanah irigasi untuk
pemukiman selama tidak menggangu fungsi utama tanah tersebut sah –
sah saja. Kemudian terkait dengan prosedur perijinan itu semua
wewenang DPU dan ESDM, karena yang mengelola tanah irigasi adalah
dpu dan ESDM.31
Sedangkan hasil wawancara dengan Ny. Rubiah seorang yang
mengajukan
permohonan
ijin
penggunaan
tanah
irigasi
untuk
pemukiman, beliau mengatakan bahwa dalam proses perijinan tidak ada
kendala apapun karena beliau telah melaksanakan dengan prosedur yang
telah ditentukan oleh pemerintah sehingga proses perijian lancar.
Kemudian untuk besarnya retribusi Ny. Rubiah tidak merasa keberatan
karena besarnya retribusi masih wajar dan itupun dibayar selama satu
tahun sekali, mengingat kapasitas Ny. Rubiah adalah seorang pedagang
kecil.32 Akan tetapi Ny. Rubiah masih mengeluhkan masih adanya
masyarakat yang menggunakan tanah irigasi untuk pemukiman namun
tidak pernah ada penertiban.
Bp. Ir. Haryono Yahmo selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum
dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Magelang, beliau
menambahkan bahwa pada asanya prosedur ataupun proses perijinan
31
32
Wawancara dengan Kepala BPN Kab. Magelang, tanggal 25 November 2011.
wawancara dengan Ny. Rubiah tanggal 11 November 2011
37
yang telah di atur dan ditetapkan selama ini tidak ada tujuan untuk
memberatkan masyarakat, hal tersebut bertujuan untuk menertibkan dan
untuk mencapai visi misi Kabupaten Magelang yaitu menciptakan
lingkungan yang indah dan tertata rapi.33
Kemudian berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten
Magelang
berdasarkan
Peraturan
Daerah
Kabupaten
Magelang Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Magelang. Pada pasal 2 Perda tersebut termaktub bahwa
Rencana Tata Ruang Wilayah mempunyai asas pengaturan ruang agar
tercapai lingkungan yang serasi, efisien dalam mengakomodasi
kepentingan kegiatan manusia, nyaman, harmonis dan berkelanjutan.
Pasal ini menerangkan dengan jelas bahwa penggunaan lingkungan
harus harmonis dan berkelanjutan seperti halnya apabila dikaitkan
dengan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman juga harus melihat
keharmonisan lingkungan sekitar dan dampak dari pada penggunaan
tanah irigasi untuk pemukiman tersebut apakah baik atau tidak.
Terkait dengan masalah penggunaan tanah irigasi untuk
pemukiman Bp. Drs. Agus selaku Kaur Umum di lingkungan Sat Pol PP
Kabupaten Magelang, beliau menambahkan bahwa pada dasarnya para
pengguna tanah irigasi yang atidak mempunyai ijin telah diberi surat
teguran atau peringatan untuk melakukan perijinan secara resmi. apabila
sudah tidak dihiraukan maka Sat Pol PP melakukan tindakan sesuai
dengan tugasnya yaitu penegak Peraturan Daerah.34 Walaupun saat ini
masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat dalam hal
penggunaan tanah irigasi, namun pada prinsipnya Sat Pol PP tidak
tinggal diam mengenai penegakan Peraturan Daerah Kabupaten
Magelang.
Bapak Edi Sutrisno, SH selaku Advokad yang berkedudukan di
Kecamatan Mertoyudan beliau menambahkan bahwa permasalahan
penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Kelurahan Sumberejo
apabila dilihat dari sisi hukum sudah sesuai aturan main walaupun pada
33
Wawancara dengan Bp. Ir. Haryono Yahmo Kepala DPUdan ESDM Kab. Magelang, Tanggal 15
November 2011
34
Wawancara dengan Bp. Drs. Agus, Kaur Umum Sat Pol PP Kab. Magelang, Tanggal 8 Februari 2012
38
kenyataannya
masih banyak
pelanggaran
yang dilakukan
oleh
masyarakat. 35
Dari hasil uraian penelitian mengenai pelaksanaan perijinan
penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman menurut hemat penulis
bahwa proses dalam masalah permohonan ijin penggunaan tanah irigasi
untuk pemukiman di Desa Sumberejo Kecamatan Mertoyudan
Kabupaten Magelang sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu
mengacu pada teori dan peraturan perundang – undangan yang berlaku
khususnya Peraturan Daerah nomor 22 tahun 2008 tentang irigasi.
Undang-undang nomor 17 tahun 2010 tentang perumahan dan
kawasan permukiman secara keseluruhan mencerminkan adanya
keberpihakan yang kuat sekaligus memberikan kepastian bermukim
terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Seperti halnya kebanyakan
masyarakat yang menempati tanah irigasi merupakan masyarakat
golongan menengah kebawah, walaupun juga ada msyarakat menengah
atas yang menggunakan. Namun setidaknya hal ini harus ditertibkan,
baik perijinannya maupun dampak daripada penggunaan tanah irigasi
tersebut.
meskipun
masih
banyak
pelanggaran,
seperti
halnya
penggunaan tanah irigasi yang dugunakan untuk usaha (RM. Mbok
Sabar), harus ditertibkan supaya tidak ada kecemburuan sosial.
2. Permasalahan
yang
muncul
dalam
pelaksanaan
perijinan
penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman di Desa Sumberejo
Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis terhadap
pelaksanaan
perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman,
maka permasalahan yang muncul dan yang sangat kelihatan adalah
kurangnya kesadaran masyarakat akan perizinan, namun hal ini tidak
serta merta dari masyarakat akan tetapi dari pihak pemerintahpun kurang
adanya sosialisasi mengnai Perda no. 6 th. 2006 tentang Izin Pemakaian
Tanah Pengairan Atau Tanah Jalan Kabupaten Magelang.
35
Wawancara dengan Bp. Edi Sutrisno, SH Advokad. tanggal 8 Februari 2012
39
Ny. Rubiah berpendapat “masih banyak masyarakat yang
membangun diatas tanah tirigasi namunn tidak ada ijinnya, itupun yang
melakukan bukan hanya orang kalangan menengah kebawah bahkan
orang menengah atas, fakta dilapangan seperti Rumah Makan Mbok
Sabar yang sampai saat ini tidak ada tindakan dari pemerintah.”36
hasil wawancara dengan Bp. Isman beliau mengaku memang
belum mempunyai ijin dalam pendirian bangunan diatas tanah irigasi di
daerah Sumberejo, karena kurang paham dalam proses perijinan dan
juga tidak mau repot dengan masalah perijinan. sehingga menurut
wawancara tersebut bahwa masalah perijinan bearawal dari sipengguna
tanah irigasi tersebut.
Selanjutnya Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan
menambahkan terkait dengan masalah waktu, “waktu yang dibutuhkan
lebih lama dari yang telah direncanakan, karena proses yang dilalui oleh
masyarakat tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku misalnya
pemukiman sudah dibangun terlebih dahulu tanpa ijin lokasi, singkat
kata asal mendirikan bangunan begitu saja, padahal penggunaan tanah
irigasi ada aturannya sendiri.”
37
Sehingga hal tersebut akan
memperlambat proses perizinan. Kemudian masyarakat pada umumnya
tidak menghiraukan aturan yang berlaku, kurangnya pengetahuan dan
apabila di tegur oleh pemerintah jawabnya keadaan yang memaksa
artinya kurang mampu membangun rumah di tanah bukan tanah irigasi.
Apabila terjadi hal tersebut diatas yaitu membangun pemukiman
tanpa ijin akan ada akibat hukumnya yaitu bisa jadi pengajuan
permohonan ijin di tolak karena telah menyalai aturan yang berlaku
bahkan akan ada pembongkaran paksa.38 Namun dalam kenyataan yang
terjadi di Kabupaten Magelang belum pernah ada pembongkatran secara
paksa walaupun banyak yang tidak mempunyai ijin, hal ini dapat kita
lihat bahwa penegakan Peraturan Daerah Kabupaten Magelang belum
berjalan dengan baik.
36
37
38
Waancara dengan Ny. Rubiah (pemohon ijin) pada tanggal 5 November 20
Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011
Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011
40
Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Magelang
menambahkan “pada prinsipnya fungsi tanah itu sudah dikelompokkan
sesuai kebutuhannya masing – masing namun saat ini dengan keadaan
perekonomian negara yang kurang stabil banyak masyarakat yang
kurang mampu tidak bisa mempunyai temapat tinggal dan lokasi tempat
tinggal
yang layak, sehingga mereka berinisiatif untuk membangun
seadanya dimanapun tempatnya salah satunya di tanah irigasi.” 39
Hal ini dari pihak BPN tidak mempunyai wewenang untuk
mengatur tanah irigasi karena tanah irigasi yang mengelola DPU dan
ESDM sehingga BPN hanya bisa memberikan solusi bagi pemerintah
dalam hal status tanah yang digunakan untuk pemukiman tersebut, yaitu
setatusnya hak pakai yang harus diperbaharui sesuai ketentuan
perundang – undangan.
Bapak Sajuri menambahkan “Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Magelang membrikan pertimbangan hukum bahwa berdasarkan fakta –
fakta di lapangan, pemohon benar – benar merupakan seseorang yang
membutuhkan tanah irigasi untuk pemukiman, karena melihat dari segi
sosiologis.”40
Terkait dengan permasalahan yang muncul dalam proses
perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman Pihak kelurahan
menambahkan “bahwa setiap permasalahan yang muncul pada waktu
perijinan antara lain kurangnya pengetahuan si pemohon sehingga
menghambat proses perijinan, kemudian apabila ada warga yang
mendirikan bangunan tanpa ijin pihak desa/kelurahan hanya bisa
menegur sa”.41
Sebagaimana diatur dalam pasal 13 Peraturan Daerah Kabupaten
Magelang Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Magelang yang menerangkan bahwa Penyediaan dan
pengaturan
prasarana
dan
sarana
irigasi
dilakukan
dengan
memperhatikan sebesar-besarnya upaya konservasi tanah dan air untuk
39
Wawancara Kepala BPN kab. Magelang, Tanggal 25 November 2011
Wawancara dengan Bp. Sajuri selaku kepala Bidang Pengairan. Tanggal 25 November 2011
41
Wawancara dengan Kelurahan Sumberejo. Tanggal 15 November 2011
40
41
kawasan budidaya pertanian Penyediaan dan pengaturan prasarana dan
sarana irigasi dilakukan dengan memperhatikan sebesarbesarnya upaya
konservasi tanah dan air untuk kawasan budidaya pertanian.
Dari pasal 13 tersebut dapat kita ketahui bahwa perijinan
penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman yang dikabulkan oleh
pemerintah harus memperhatikan pula fungsi utama daripada irigasi
yaitu sebagai pengairan pertanian, jangan sampai setelah tanah irigasi
dipergunakan untuk pemukiman akan mengakibatkan pencemaran
lingkungan misalkan pencemaran irigasi sehingga banyak sampah –
sampah yang dibuang ke aliran irigasi.
Seperti telah diketahui bahwa tanah irigasi yang digunakan untuk
pemukiman adalah tanah negara tidak dapat dialih fungsikan, yang mana
akan
mempunyai
akibat
hukum
dibelaknagnya
namun
apabila
penggunaan tanah irigasi tersebut dilakukan dengan niat ibadah maka
hasilnyapun akan bernilai ibadah.
Permasalahan yang muncul dalam proses permohonan ijin
penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman seperti kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang perijinan sehingga memperlambat
proses perijinan, kemudian kurangnya kesadaran masyarakat dan dari
pihak pemerintahpun sangat kurang memberikan sosialisasi mengenai
penggunaan tanah irigasi. Hal ini dapat diatasi apabila para pihak baik
masyarakat dan pemerintah bersinergi untuk melaksanakan peraturan
perundang – undangan yang ada untuk mewujutkan kehidupan bernegara
yang tertata.
42
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan
penulis terhadap pelaksanaan perijinan penggunaan tanah irigasi untuk
pemukiman dengan permasalahan yang dikemukakan di dalam Bab I
Pendahuluan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.
Pelaksanaan perijinan penggunaan tanah irigasi untuk pemukiman
dilakukan oleh pemilik tanah sendiri atau
dengan memberikan kuasa
kepada orang lain untuk mengurusnya Ke Kantor Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Magelang. Setelah keluarnya Ijin penggunaan tanah irigasi
untuk pemukiman maka pemohon dapat menggunakan tanah irigasi
tersebut untuk pemukiman dengan ketentuan yang berlaku dalam surat
keputusan perizinan yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Magelang, sehingga tanah yang digunakan masih berstatus
tanah milik pemerintah.
2.
Permasalahan yang muncul dalam perijinan penggunaan tanah irigasi
untuk pemukiman adalah berkenaan dengan waktu dan dana. Waktu yang
dibutuhkan lebih lama dari yang telah direncanakan karena proses yang
dilalui oleh masyarakat tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku yaitu
membangun perumahan tanpa ijin lokasi singkat kata asal mendirikan
bangunan begitu saja, padahal penggunaan tanah irigasi ada aturannya
sendiri.
Sehingga
hal
tersebut
akan
memperlambat
proses
perizinanKemudian masyarakat pada umumnya tidak menghiraukan aturan
yang berlaku, kurangnya pengetahuan dan apabila di tegur oleh pemerintah
jawabnya keadaan yang memaksa.
47
B. SARAN
1. Hendakanya Pemerintah Kabupaten Magelang bekerja sama dengan
instansi lain memberikan penyuluhan
mengenai bagaimana prosedur
dalam pengajuan izin penggunaan tanah Irigasi untuk pemukiman,
sehingga mengurangi pelanggaran Peraturan Daerah kabupaten Magelang.
2. Kepada Dinas Pekerjaan Umum yang menangani bidang pekerjaan umum
khususnya masalah pemanfaatan tanah pengairan hendaklah memberikan
penjelasan kepada para pihak yang bersangkutan dalam hal ini pemohon
atau pengguna tanah irigasi.
3. Kepada pemohon diharapkan surat keputusan tersebut dapat dijadikan
pegangan sehingga dapat memberikan gambaran dan pengetahuan atas
hak – hak dan kewajiban yang timbul dari izin penggunaan tanah irigasi
tersebut.
4. Dengan adanya pengawasan yang terpadu antara instansi-instansi yang
terkait yaitu Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan pemerintah Kabupaten
Magelang, maka dapat diminimalkan adanya penyimpangan penggunaan
tanah irigasi yang mungkin terjadi. Selain itu diperlukan kerjasama yang
baik antara pemerintah dan masyarakat, agar berpartisipasi untuk menjaga
lingkungan hidup khususnya irigasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku.
48
DAFTAR PUSTAKA
a.
Buku –Buku
A P Perlindungan.. Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Bandung. Mandar
Maju 1998
Amirudin dan Zaenal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Edisi
Pertama, Cetakan Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004
Bachsan Mustofa, Hukum Agraria Dalam Persepektif, Remaja Karya
Bandung 1988
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2003
Basuki, Sunaryo. Hukum Tanah Nasional Landasan Hukum Penguasaan dan
Penggunaan Tanah. Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Agraria, Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2002/2003.
Boedi Harsono, Undang – Undang Pokok Agraria Sedjarah Penjusunan Isi
dan Pelaksanaanja, Djambatan. Jakarta 1970
J.J.H. Bruggink,, Refleksi Tentang Hukum, Alih Bahasa Arief Sidarta, PT
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999,
Moh. Nazir, Metode Penelitian,Bogor : Ghalia Indonesia, 1983
Notonegoro, Politik Hukum Dan Pembengunan Agraria di Indonesia,Bina
Aksara Jakarta 1984.
Kartini, Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial , (Bandung:Mandar
Maju,1996),
Parlindungan,AP, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, Mandar Maju,
Bandung 1989.
P3 HT , Pokok-Pokok Kebijaksanaan Pertanahan Di Indonesia.,
Pertanahan Nasional , Jakarta, 1995
Badan
Rony Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Gahlia
Indonesia, Jakarta, 1990,
Soedharyo Soimin. 2001. Status Hak dan Pembebasan Tanah, Jakarta. Sinar
Grafika.
49
Soejono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta; UI, Pres, 1986)
Supriadi. Hukum Agraria, Jakarta. Sinar Grafika 2007.
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak- Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta
2005
b. Peraturan Perundang – Undangan
Undang Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria
Undang – Undang no. 7 Th. 2004 (Sumber daya air)
Undang-undang Republik IndonesiaNomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan
dan Permukiman
Undang Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah jo Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
PP no.20 th 2006 tentang irigasi.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 06/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Perda no. 6 th. 2006 tentang Izin Pemakaian Tanah Pengairan Atau Tanah
Jalan Kabupaten Magelang.
Perda no. 22 Th. 2008 tentang Irigasi
c.
Website
http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1294
http://www.sumbarprov.go.id/detail_artikel.php?id=195
Ai, Strategi Dasar Pembangunan Perumahan,
wordpress.com /2007/09/19 strategi-dasar-pem
http://portaltataruang.
50
Download