Musim Kemarau Datang, Sistem Irigasi Mikro di Lahan Kering Jadi Pilihan Oleh : Joko Wiyono Kemarau datang, kegundahan petani lahan keing semakin meningkat. Terbatasnya persediaan air irigasi untuk usaha taninya selalu menjadi masalah. Lantas terobosan baru apa yang dapat menjawab kegundahan petani di lahan kering? Irigasi mikro adalah salah satu terobosan yang bisa dilakukan. Teknologi ini adalah suatu istilah bagi sistem irigasi yang mengaplikasikan air hanya di sekitar zona penakaran tanaman. Irigasi mikro ini meliputi irigasi tetes (drip irrigation), microspray dan mini-sprinkler. BBP Mekanisasi Pertanian telah melakukan pengembangan sistem irigasi mikro. Lokasi pengembangan pertama dilakukan di kebun percobaan BBP Mektan Serpong. Pengembangan sistem irigasi tetes (drip) diterapkan untuk budidaya cabai dan jagung manis. Sistem irigasi sprinkler diterapkan pada tanaman kacang tanah. Pengujian kinerja terhadap sistem irigasi tetes diperoleh bahwa tingkat keseragaman tetesan untuk tanaman cabai mencapai 82.82% (SU) dan 88.74% (DU) sedangkan untuk tanaman jagung 83.46% (SU) dan 88.21% (DU). Dengan hasil uji tersebut dapat dikatakan bahwa sistem irigasi tetes yang digunakan untuk tanaman cabai dan jagung termasuk dalam katagori BAIK. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keseragaman tersebut antara lain adalah: kondisi filter air, kondisi lubang emitter yang tersumbat oleh tanah, perubahan koefisien gesek pada pipa lateral karena tumbuhnya lumut dsb. Sedangkan untuk sistem irigasi curah diperoleh hasil tingkat keseragamannya mencapai 89.91% (CU). Dengan demikian sistem irigasi curah yang digunakan untuk tanaman kacang tanah termasuk kategori BAIK menurut standard Christiansen. Hasil ubinan tanaman cabai rata-rata pada lahan irigasi tetes adalah 4.4 ton/ha. Menurut Kusuma Inderawati (1982), potensi hasil yang dapat dicapai oleh tanaman cabai mencapai 6.21 ton/ha bila dilakukan perlakuan yang tepat terhadap jarak tanam, pH tanah 6 dan pemberian air yang tepat waktu dan kebutuhan. Hasil biji jarak petak sampel bervariasi karena tingkat keseragaman tetesan juga bervariasi. Hasil maksimum yang mampu dicapai adalah 5.55 ton/ha pada tingkat keseragaman 91.50%. Hasil ubinan tanaman kacang tanah rata-rata adalah 2.46 ton/ha. Hasil panen ubinan diperoleh bahwa produksi tanaman kacang tanah bervariasi mulai dari yang terendah 1.68 ton/ha sampai tertinggi 3.13 ton/ha. Hasil biji pada petak sampel bervariasi karena tingkat keseragaman curahan juga bervariasi. Kenampakan fisik tanaman di lapangan mendukung tingkat keseragaman distribusi curahan lebih baik dibanding irigasi tetes. Hasil ubinan panen jagung untuk pemberian air dengan irigasi tetes mencapai 6,6 ton/ha. Hasil yang dicapai oleh irigasi tersebut hampir sama dengan rata-rata hasil potensial jagung varietas Semar yaitu 6 – 8 ton/ha. Selisih hasil yang dicapai antara penelitian di Serpong dan hasil potensialnya diperkirakan karena total air yang diberikan dalam satu periode musim tanam untuk metode irigasi tetes adalah 336,39 mm. Untuk mencapai kondisi potensial hasil diperlukan total air minimal 420 mm/musim serta syarat agronomis yang baik. Hasil maksimum yang mampu dicapai 7.8 ton/ha. Sehingga diduga hasil panen jagung masih dapat ditingkatkan lagi dengan meningkatkan tingkat keseragaman curahan sistem irigasi yang digunakan. Lokasi pengembangan berikutnya adalah di lahan pasang surut Kalimantan Selatan yang dilaksanakan tahun anggaran 2006. Sistem irigasi yang diterapkan adalah irigasi tetes (drip) dengan menggunakan komponen emiter yang lebih murah (bekas tutup botol aqua). Hal ini merupakan terobosan baru untuk menjawab penggunaan teknologi tepat guna. Atas dasar beberapa terobosan baru yang telah dilakukan oleh BBP Mektan, diharapkan mampu mengurangi kesulitan petani di musim kemarau. Juga disadari bahwa terobosan penerapan irigasi mikro di lahan kering membutuhkan investasi awal yang mahal. Untuk mengurangi beban petani, peran pemerintah dan dinas terkait sangat diperlukan dalam pendampingan kelembagaan. Penguatan kelembagaan di tingkat petani harus segera dilakukan, karena dengan kelembagaan yang kuat dapat mengelola sistem irigasi mikro dengan baik. Semoga petani kita di lahan kering berkurang rasa gundahnya. Joko Wiyono Penulis dari BBP Mektan, Serpong Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 23 Agustus 2006