BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan pasar modern yang sangat pesat akan membuat pemerintah melihat peluang untuk menarik investor untuk berinvestasi di negaranya (Collett & Wallace, 2006). Deregulasi sektor usaha riil yang bertujuan untuk meningkatkan Investasi Asing Langsung (IAL) telah berdampak pada pengembangan jaringan supermarket (Reardon & Hopkins, 2006). Menurut Reardon et al. (2003) dan Shepherd (2005), di berbagai negara, dipercaya bahwa supermarket dan sejenisnya telah mendominasi 50% lebih ritail makanan. Traill (2006), menggunakan berbagai asumsi dan memprediksi bahwa menjelang 2015, pangsa pasar supermarket akan mencapai 61% di Argentina, Meksiko, Polandia, 67% di Hongaria dan 76% di Brazil. Pesatnya pembangunan pasar modern dirasakan oleh banyak pihak berdampak pada penurunan jumlah penjualan pedagang tradisional sehingga mereka akan berpotensi kehillangan profesi sebagai pedagang tradisional. Penelitian yang dilakukan Nielsen (2005), terlihat bahwa sejak munculnya pasar modern pada tahun 2001, kontribusi omset pasar modern yang hanya bermula 24,8% meningkat menjadi 34,4% pada Juni tahun 2006 dan sebaliknya pada pasar tradisional omsetnya menurun dari 75,2% tahun 2001 menjadi 65,6% pada Juni 2006. Ini juga sejalan dengan Data Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) yang menyebutkan bahwa hypermart telah menyebabkan gulung tikarnya pasar tradisional dan kios pedagang kecil-menengah. Salah satu penyebab meningkatnya jumlah penjualan di pasar modern adalah urbanisasi yang memacu pertumbuhan penduduk di perkotaan yang juga menyebabkan peningkatan pendapatan perkapita. Pasar tradisional sejak dari dulu sudah dianggap sebagai tempat untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat. WJ Stanton dalam Sudirmansyah (2011) mengatakan bahwa pasar merupakan orang-orang yang mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhan, uang untuk berbelanja serta kemauan untuk membelanjakannya. Pasar adalah tempat dimana calon penjual dan pembeli melakukan transaksi untuk mendapatkan barang dan jasa melalui sejumlah pengorbanan. Transaksi adalah kesepakatan dalam kegiatan jual-beli yang mempunyai syarat adanya barang yang diperjualbelikan, terdapat juga pedagang, pembeli, kesepakatan harga barang, dan tidak ada paksaan dari pihak manapun (Fadly, 2009). Pasar tradisional mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Kotler (2005) berpendapat bahwa pasar merupakan kumpulan semua pembeli dan potensial atas tawaran tertentu. Pasar dapat membantu pembangunan dengan menyediakan barang dan jasa bagi produsen, konsumen, maupun pemerintah. Pasar tradisional dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara yang berasal dari pajak dan retribusi. Pfeffermann (2000: 3) menyebutkan bahwa sektor informal, termasuk pedagang yang terdapat di pasar tradisional, menyumbang 58% kesempatan kerja dan mampu membebaskan seseorang dari belenggu kemiskinan. Penyerapan tenaga kerja yang dapat mengurangi angka pengangguran merupakan keuntungan lain yang diperoleh dari keberadaan pasar tradisional. Pasar tradisional merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan hak dari Pemerintah Daerah yang dapat diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu periode pemerintahan yang bersangkutan. Defitri (2011) mengatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber PAD yang salah satunya berasal dari retribusi pelayanan pasar. Pasar sangat berperan dan berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena akan menunjang pembangunan perekonomian suatu daerah sehingga keberadaan pasar tradisional harus mendapatkan perhatian yang lebih intensif dari pemerintah daerah. Di Provinsi Bali dan di Kota Denpasar khususnya perkembangan pasar-pasar modern tidak dapat dipungkiri lagi semakin menjamur dan semakin luas keberadaannya sehingga menggusur keberadaan pasar tradisional. Penyebab utama dari kalahnya pasar tradisional dalam persaingan dengan pasar modern adalah manajemen yang tidak teratur dan infrastruktur yang tidak tertata sehingga pasar modern mengambil keuntungan dari hal tersebut. Menurut Wiboonpongse dan Sriboonchitta (2006), pedagang tradisional mempunyai karakteristik yang kurang baik dalam strategi perencanaan terbatasnya akses permodalan yang disebabkan jaminan (collateral) yang tidak mencukupi, tidak adanya skala ekonomi, tidak mempunyai jalinan kerja sama dengan pemasok besar, pengelolaan pengadaan barang yang buruk, dan lemahnya kemampuan dalam menyesuaikan keinginan konsumen. Smeru (2007) menjelaskan hal yang harus dilakukan untuk mempertahankan eksistensi pasar tradisional adalah dengan membuat dan memperbaiki infrastruktur sekitar pasar dan sistem pengelolaan dipasar itu sendiri. Pasar modern yang menawarkan pelayanan yang baik dan penataan barang yang menarik telah sukses mencuri perhatian masyarakat. Menurut Nahdliyulizza (2010) Pasar tradisional dapat bertahan jika terdapat beberapa factor seperti : 1)Aspek karakter (tawar menawar); 2)Pasar tradisional wajib ada untuk menyerap produksi; 3)Aspek khas (praktis); 4)Adanya revitalisasi pasar tradisional; 5)Penambahan jumlah dan ragam komoditas para pedagang Dampak dari keberadaan pasar modern dan tidak tertatanya pasar tradisional akan menyebabkan pemasukan penjualan dari pedagang pasar tradisional akan terus menurun (Pengkajian Koperasi dan UKM 2006). Jika hal ini dibiarkan oleh pemerintah maka eksistensi pasar tradisional lama kelamaan akan mulai hilang seiring berjalannya waktu. Pasar tradisional mempunyai peran dan fungsi yang tidak hanya sebagai tempat perdagangan, tetapi juga sebagai peninggalan kebudayaan yang telah ada sejak jaman dahulu (Kupita, dan Bintoro. 2012: 46). Didalam segmen pasar, banyak yang beranggapan pasar tradisional dan pasar modern memiliki segmen pasar yang berbeda, tetapi kenyataannya keduanya memiliki segmen pasar yang sama hal ini yang menyebabkan terjadinya persaingan bebas diantara pasar tradisional dan pasar modern. Menurut Susilo (2012) pasar tradisional yang kalah akibat persaingan secara bebas dikarenakan pasar modern yang memiliki berbagai keunggulan seperti menjual produk dengan harga yang lebih murah, kualitas produk terjamin, banyak pilihan cara untuk pembayaran. Menurut (Kupita, dan Bintoro, 2012: 46) Ada beberapa ancaman yang muncul ketika pasar modern mendominasi dan pasar tradisional tidak dapat bersaing, yaitu: 1. Mematikan warung-warung tradisional karena mengubah kebiasaan konsumen. Posisi yang berdekatan antar supermarket, hypermarket atau minimarket melalui keunggulan yang dimiliki dibandingkan dengan pasar tradisional di kota-kota besar telah menyebabkan berpindahnya pembeli dari pasar tradisional ke pasar modern 2. Perputaran uang di daerah, awalnya sebagian uang tersebut merupakan konstribusi dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM), tetapi seiring dengan berkurangnya UKM dan pasar tradisional akibat kalah bersaing dengan pasar modern otomatis akan mengecilkan peran mereka. Sementara disisi lain, pasar modern tidak memberikan sumbangan secara signifikan pada perekonomian lokal karena pendapatan yang diperolah dari pasar modern hanya berupa Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan pajak reklame. 3. Panjangnya masa kerja pasar modern cenderung beroperasi selama tujuh hari dalam seminggu (365 hari atau 366 dalam setahun) dari mulai pukul 09.00 sampai pukul 22.00 malam, bahkan sampai pukul 24.00 tanpa hari libur. Pemandangan justru berbeda dengan pasar tradisional yang jam waktu kerjanya amat terbatas karena pedagang harus menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen dan meluangkan waktu bekerja untuk keluarganya. Mengatasi hal tersebut pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern dan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 53/MDag/Per/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, merupakan suatu kebijakan yang dilkeluarkan oleh pemerintah yang akan melindungi keberadaan pasar tradisional dan akan memberikan regulasi bagi pasar tradisional dan modern untuk bersaing secara sehat. Kasali (2007) mengatakan didalam era persaingan seperti sekarang pasar tradisional yang dikelola tanpa diiringi oleh inovasi akan menyebabkan pasar menjadi tidak kompetitif dan tidak nyaman. Beberapa tahun belakangan pemerintah Kota Denpasar telah berupaya untuk mempertahankan dan makin meningkatkan eksistensi pasar tradisional melalui revitalisasi pasar tradisional. Revitalisasi pasar merupakan salah satu bentuk dari program yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan pengembangan pembangunan Kota Denpasar. Program revitalisasi dikeluarkan untuk menghapus citra kurang baik yang biasanya melekat pada pasar tradisional. Ayuningsasi (2010) menggambarkan pasar tradisional identik dengan kondisi yang kumuh, kotor, dan bau sehingga memberikan suasana yang tidak nyaman. Berbagai citra buruk yang selama ini melekat di pasar tradisional berusaha untuk diperbaiki sehingga pengunjung pasar tradisional meningkat. Tata kelola pasar dan kondisi fisik yang menjadi titik lemah harus diperbaiki untuk menambah jumlah konsumen di pasar tradisional. Menurut Danisworo (2000) revitalisasi merupakan upaya untuk membangun kembali atau memvitalkan kembali suatu kota yang mengalami kelunturan karena perkembangan jaman. Pendekatan revitalisasi ini juga harus bisa mengenali potensi-potensi yang ada di kota tersebut. Revitalisai pasar tradisional ini sangat bermanfaat karena akan memberikan dampak yang nyata untuk pendapatan para pedagang yang ada didalamnya. Dalam program revitalisasi ini pedagang juga diberikan pengetahuan tentang bagaimana teknik penataan barang dan teknik marketing yang baik. Max Weber (1977: 11-42) menyebutkan bahwa pasar yang di kategorikan sebagai tradisional ini tumbuh seiring dengan per tumbuhan kota. Di dalam fungsinya menghubungkan antara produsen dan konsumen, kota mengembangkan pasar tradisional. Sementara itu, keberadaan fungsi kota sebagai pusat pemerintahan dan benteng (keamanan) memberikan jaminan pasar untuk terhindar dari ancaman keamanan. Revitalisasi pasar tradisional itu sangat penting dilakukan untuk mempertahankan usaha kecil mikro dalam persaingan usaha. .Munoz (2001) juga menyatakan bahwa pada kondisi tertentu pasar tradisional juga bisa berkembang secara berkelanjutan (sustainable market). Pemerintah harus menyikapi hal ini agar pasar tradisional ini bisa berkembang secara berkelanjutan dengan membuat berbagai program salah satunya yang sedang dijalankan saat ini adalah merevitalisasi pasar tradisional. Pemerintah Kota Denpasar telah bekerjasama pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Kementerian Perdagangan RI dalam menganggarkan dana untuk merevitalisasi Pasar Nyanggelan ini. Sembilan pasar yang telah direvitalisasi pada tahun 2013 menggunakan anggaran dari APBD induk Kota Denpasar tahun 2013 dan Kementerian Perdagangan. Rinciannya, Rp 3 miliar dana APBD digunakan untuk merevitalisasi Pasar Yadnya Desa Kesiman, Pasar Banjar Kaja Desa Pedungan, Pasar Tegal Arum, Pasar Desa Peguyangan, dan Pasar Renon. Sedangkan dana Rp 6,5 miliar yang bersumber dari Kementerian Perdagangan RI digunakan untuk merevitalisasi Pasar Nyanggelan Desa Panjer, Pasar Kerta Waringin Sari, Pasar Desa Poh Gading, dan Pasar Desa PadangSambian. Berikut merupakan perkembangan jumlah pedagang pasar di Pasar Nyanggelan Desa Panjer. (Kompas.com) Sumber: Kantor Pasar Nyanggelan, 2015 (data diolah) Dari gambar 1.1 dapat dilihat saat setelah direvitalisasi jumlah kios sebanyak 43 buah, los pasar pagi sebanyak 105 buah, warung kuliner sebanyak 11 buah, kapling senggol sebanyak 15 buah dan pedasaran sebanyak 19 buah, jumlah ini sudah bertambah dari jumlah tempat berdagang sebelum direvitalisasi yang hanya berjumlah total 189 yang kini setelah direvitalisasi berjumlah 193 buah yang semuanya sudah dibenahi. Pemerintah telah menyediakan bangunan baru yang lebih permanen dan nyaman, selain itu pemerintah juga telah menata ulang kembali para pedagang agar berjualan lebih teratur dan tidak menggangu lalu lintas. Parkir disana juga telah ditata sedemikian rupa sehingga parkir pengendara motor terlihat rapi. Revitalisasi atau pembenahan pasar tradisional dari sisi kondisi fisik ini juga bertujuan untuk menghilangkan kesan kumuh dan kotornya pasar tradisional.Ada asumsi lain, karena menunjukkan kesan jorok, pasar tradisional dinilai tidak sehat, dapat menjadi tempat penyebaran penyakit,seperti pada kasus SARS dan Avian Influenza di Hongkong (Webster, 2004: 234). Revitalisasi ini tidak hanya bertujuan untuk membenahi kondisi fisik tetapi juga akan menata ulang struktur pasar membenahi sistem pengelolaan pasar. Masih kurangnya kemampuan SDM pedagang dan pengelola pasar dalam hal teknis dan pengelolaan juga menjadi sasaran revitalisasi (Lukman,dkk: 2012). Para pedagang dan pengelola pasar juga harus dituntut mampu untuk melihat bagaimana prilaku konsumen dalam berbelanja di pasar tradisional. Chen (2005) menyebutkan bahwa mayoritas prilaku konsumen akan memilih tempat berbelanja yang sudah dikategorikan jenis barang barangnya. Menurut Engel et al (2001) perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului tindakan ini. Perhatian pada prilaku konsumen, diharapkan pasar tradisional mampu memberikan pelayanan terbaik kepada para konsumen dan pada akhirnya nanti akan mampu bersaing dengan pasar modern. Program revitalisasi ini juga bertujuan untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional itu sendiri sehingga dapat berkompetisi dengan pasar modern. Porter (2008) menjelaskan mengenai Lima Kekuatan Strategi Pembentuk Persaingan Industri dimana lima faktor yang menentukan kekuatan persaingan dalam suatu industri adalah; (1) ancaman dari produk pengganti, (2) ancaman pesaing lainnya, (3) ancaman yang berasal dari pendatang baru, (4) daya tawar pemasok, serta (5) daya tawar yang dimiliki oleh konsumen. Pasar tradisional sebagai roda penggerak pembangunan perekonomian harus mampu meningkatkan kembali daya saingnya melalui program revitalisasi pasar tradisional. Program revitalisasi pasar bertujuan untuk meningkatkan daya saing pasar dan mengaktifkan kembali kegiatan pasar tradisional agar dapat bersaing dengan pasar modern sehingga bukan hanya meningkatkan pendapatan pedagang tapi juga meningkatkan daya saing untuk memperluas pangsa pasar, dengan demikian maka program ini diharapkan mampu untuk meningkatlan pemasukan para pedagang yang ada didalamnya. Berikut adalah nama pasar yang sudah direvitalisasi dan memiliki pemasukan tertinggi di Kota Denpasar Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar Tahun 2015 Gambar 1.2 menunjukan bahwa pasar tradisional Nyanggelan Desa Panjer kecamatan Denpasar Selatan, merupakan pasar dengan pemasukan terbesar kedua yaitu Rp 3.000.000.000 setelah Pasar Agung Peninjoan dengan pemasukan sebesar Rp13.200.000.000 . Hal ini menunjukan bahwa pasar Nyanggelan ini memiliki peran yang sangat penting dan strategis untuk memajukan dan menggerakan roda perekonomian di Kota Denpasar. Kelurahan Panjer adalah salah satu wilayah di daerah penyanggah pembangunan kota, yang cukup strategis dipandang dari segala sudut dekat dengan pusat pemerintahan, banyak lembaga pendidikan lanjutan dan berada pada pusat bisnis Denpasar. Berdasarkan gambar diatas bisa dikatakan pasar Nyanggelan merupakan pasar desa yang cukup potensial dikembangkan sejajar dengan pertumbuhan perekonomian Kota Denpasar, baik aspek fisik maupun komponen pelaku perekonomian di dalamnya (pedagang kecil). Pasar Nyanggelan Desa Pakraman Panjer merupakan salah satu dari 6 pasar yang telah direvitalisasi dan juga merupakan urutan ke 2 dari 5 besar pasar tradisional di Kota Denpasar dengan omset tertinggi tahun 2013. Pasar ini juga setiap tahunnya memperoleh penghargaan dengan berbagai kategori dalam festival pasar tradisional di Kota Denpasar, salah satunya yaitu memperoleh Juara III Festival Pasar Tradisional Tahun 2015, maka tidak heran Pasar Desa Nyanggelan setiap tahunnya selalu berbenah diri . Secara bertahap berdasarkan skala prioritas memperbaiki dan penataan pembangunan fisik dan pembangunan non fisik. Faktor suatu pasar dapat dikatakan berjalan optimal dan efisien adalah 1)Pola penyebaran sarana perdagangan yang baik; 2)Kondisi fisik pasar yang memadai; 3)Pengelolaan pasar yang baik; 4)Barang yang dijual bervariasi; 5) Waktu pelayanan pasar (Victor, 2006). Para pedagang dipasar ini biasanya menjual berbagai macam kebutuhan pokok yang lumayan lengkap seperti sembako, bumbu dapur, alat-alat persembahyangan dan lain-lain. Pasar ini sebelumnya adalah pasar tradisional yang tidak tertata dan terkesan kotor dan kumuh, para pedagang yang berdagang dengan bebas dan tidak ada yang mengatur sehingga timbul kemacetan disetiap paginya, sehingga masyarakat enggan untuk berbelanja di pasar tradisional dan lebih memilih untuk berbelanja dipasar modern karena situasinya yang lebih aman dan nyaman untuk para pembeli. Pengelola pasar di Pasar Nyanggelan juga sudah diberikan pengarahan atau instruksi untuk tetap menjaga kondisi aman dan nyaman di pasar tersebut. Pasar tradisional yang dulunya terlihat kotor dan kumuh kini terlihat bersih dan nyaman seperti hal nya pasar modern, tetapi tidak menghilangkan salah satu ciri khas pasar tradisional yaitu kegiatan tawar menawar yang tetap terjadi. Kondisi seperti ini diharapkan bisa dijaga sehingga dapat kembali menarik minat masyarakat untuk kembali membeli kebutuhan pokok dipasar tradisional. Dengan direalisasikannya program revitalisasi di pasar tradisional Nyanggelan ini diharapkan mampu untuk memberikan efek positif terhadap para pedagang yang ada didalamnya dan bisa lebih menggerakkan lagi roda perekonomian untuk kemajuan pembangunan ekonomi di kota Denpasar khususnya dan Bali pada umumnya. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana efektivitas program revitalisasi pasar tradisional di Pasar Nyanggelan Desa Pakraman Panjer? 2. Bagaimana dampak dari program revitalisasi terhadap pengelolaan pasar di Pasar Nyanggelan Desa Pakraman Panjer? 3. Bagaimana dampak dari program revitalisasi terhadap jumlah pengunjung di Pasar Nyanggelan Desa Pakraman Panjer? 4. Bagaimana dampak dari program revitalisasi terhadap pendapatan pedagang pasar di Pasar Nyanggelan Desa Pakraman Panjer? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan tersebut yang menjadi tujuan penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas program revitalisasi pasar di pasar Nyanggelan 2. Untuk mengetahui dan menganalisis dampak dari program revitalisasi pasar tradisional terhadap pengelolaan di pasar Nyanggelan 3. Untuk mengetahui dan menganalisis dampak dari program revitalisasi pasar tradisional terhadap jumlah pengunjung di pasar Nyanggelan 4. Untuk mengetahui dan menganailis dampak dari program revitalisasi pasar tradisional terhadap pendapatan pedagang pasar Nyanggelan. 1.4 Kegunaan penelitian Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian tersebut, maka kegunaan penelitian ini adalah: 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapakan akan menjadi referensi dan memberikan sumbangan konseptual untuk pertimbangan untuk upaya mengembangkan pengelolaan pasar dan meningkatkan pendapatan pedagang pasar tradisional melalui revitalisasi 2. Kegunaan praktis Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah untuk mengeluarkan berbagai kebijakan dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan pedagang pasar dan mengembalikan eksistensi pasar tradisional 1.5 Sistematika Penulisan Pembahasan penelitian ini disusun berdasarkan urutan beberapa bab secara sistematis, sehingga antara bab satu dengan bab lainnya mempunyai hubungan yang erat. Adapun penyajiannya adalah sebagai berikut. Bab I : Pendahuluan Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II : Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini menguraikan kajian pustaka dan rumusan hipotesis. Dalam kajian pustaka dibahas mengenai konsep ekonomi kerakyatan, konsep pasar, konsep revitalisasi, konsep pengelolaan pasar, konsep pasar tradisional, konsep pendapatan, konsep efektivitas, serta rumusan hipotesis. Bab III : Metode Penelitian Dalam bab ini diuraikan mengenai desain penelitian, lokasi dan ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode pengumpulan sampel, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data. Bab IV : Data Pembahasan Hasil Penelitian Dalam bab ini diuraikan gambaran umum lokasi penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Bab V : Simpulan dan Saran Dalam bab ini dikemukakan simpulan-simpulan mengenai hasil pembahasan dan saran-saran yang akan ditujukan sebagai masukan.