BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus (DM) 1. Definisi Clinical Diabetes Association [CDA] (2013), Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008), International Diabetes Federation (2014), dan World Health Organization (2005) mendefinisikan diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya hiperglikemia (kadar gula darah melebihi normal), yang terjadi akibat salah satu kondisi berikut yaitu tidak diproduksinya insulin atau tidak cukupnya produksi insulin atau bahkan ketidakeefektifan penggunaan insulin oleh tubuh. Adanya kondisi tersebut, menyebabkan glukosa gagal memasuki sel sehingga tidak dapat diubah menjadi energi. Jika terkena DM, strategi pengurangan risiko multifaktor dan perawatan medis yang kontinu sangat diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa (ADA, 2014). 2. Klasifikasi Diabetes a. Diabetes tipe 1 Diabetes tipe 1 sebelumnya dikenal sebagai insulin dependent, biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena kerusakan sel β (beta) yang diduga karena proses autoimun (CDA, 2013 dan WHO, 2014). DM tipe 1 ini ditandai dengan kekurangan produksi insulin absolut sehingga membutuhkan pemberian insulin harian (ADA, 2014; CDA, 2013; dan WHO, 2014). 13 14 a. Diabetes tipe 2 Diabetes tipe 2 yang sebelumnya disebut non insulin dependent dan biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2015), dapat disebabkan oleh resistensi insulin atau defisiensi insulin (ADA, 2014 dan CDA, 2013). Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah komplikasi muncul. Oleh karena itu, insidensinya tinggi yaitu sekitar 90% dari penderita diabetes di seluruh dunia dan sebagian besarnya merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (WHO, 2015). b. Diabetes gestational Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis selama kehamilan (ADA, 2014) dan ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2015). Wanita dengan diabetes gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan (IDF, 2014). c. Tipe diabetes lainnya Diabetes tipe lainnya disebabkan karena kondisi seperti beberapa hal berikut: 15 1) Maturity onset diabetes of the young (MODY) Tipe diabetes ini terjadi karena adanya kerusakan 6 monogenetik pada fungsi sel islet glukokinase atau pada beberapa faktor transkripsi seperti HNF-1 alpha, HNF-4alpha, IPF-1 yang kemudian membentuk pola dominan autosomal dan menyebabkan gangguan pelepasan insulin dan juga umumnya terjadi hiperglikemia sebelum usia 25 tahun (ADA, 2014; CDA, 2013; dan Pittas dan Greenberg, 2003). 2) Kerusakan genetik dalam aksi insulin Gen insulin mutan yaitu insulin yang memperlihatkan adanya gangguan ikatan (jarang terjadi) dan mutasi reseptor insulin sehingga terjadi gangguan pada kinerja insulin (ADA, 2014; CDA, 2013; dan Pittas & Greenberg, 2003). 3) Penyakit pankreas eksokrin Pankreas dapat mengalami kerusakan luas karena adanya kondisi trauma, infeksi, chronic necrotizing pancreatitisdan karsinoma pankreas, cystic fibrosis dan hemochromatosis sehingga menyebabkan penyakit DM (ADA, 2014 dan Pittas & Greenberg, 2003). 4) Endokrinopati Adanya kondisi seperti akromegali, sindrom cushing, glucagonoma dan pheochromocytoma, dapat menyebabkan diabetes karena terjadi kelebihan sekresi hormon yang merupakan 16 antagonis insulin yaitu hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon dan epinefrin (Pittas & Greenfberg, 2003). 5) Obat-obatan yang menginduksi penyakit diabetes Banyak golongan obat yang dapat merusak resistensi insulin atau sekresi insulin sehingga menyebabkan diabetes pada individu yaitu mengandung substansi seperti glukokortikoid sintetik, yaitu siklosporin A, asam nikotinat, interferon, pentamidin, diuretik thiazide (ADA, 2014; CDA, 2013; dan Pittas & Greenberg, 2003). 6) Infeksi Rubella kongenital adalah virus yang paling umum terlibat dalam perkembangan diabetes. Selain itu terdapat coxsackievirus B, adenovirus, gondok dan sitomegalovirus semuanya telah terlibat dalam menginduksi kejadian DM (Pittas & Greenberg, 2003). 3. Manifestasi Klinis a. Pada permulaan gejala akan timbul keluhan “TRIAS” 1) Polidipsia (banyak minum) Polidipsia atau rasa haus berlebihan terjadi karena tingginya glukosa darah yang menyebabkan perubahan proses pada ginjal yaitu difusi (pertukaran zat dari tekanan rendah ke tinggi) menjadi osmosis (pertukaran zat dari tinggi ke rendah) sehingga pada akhirnya meningkatkan osmolaritas darah dan 17 membuatnya lebih terkonsentrasi (Diabetes Research Wellness Foundation [DRWF], 2015). Kondisi tersebut menyebabkan air yang ada di pembuluh darah terambil oleh ginjal sehingga pembuluh darah menjadi kekurangan air yang menyebabkan penderita menjadi cepat haus (Polidipsia). 2) Poliuria (banyak buang air kecil) Poliuria atau peningkatan frekuensi buang air kecil yaitu karena hiperfiltrasi pada ginjal sehingga kecepatan filtrasi ginjal juga meningkat. Akibatnya, glukosa dan natrium yang diserap ginjal menjadi berlebihan sehingga urin yang dihasilkan banyak dan membuat penderita menjadi cepat pipis (Poliuri). 3) Polifagia (rasa lapar yang semakin besar) namun berat badan menurun Polifagia (rasa lapar yang semakin besar) (ADA, 2014; dan Pittas & Greenberg, 2003) terjadi akibat glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel target dan berubah menjadi glikogen untuk disimpan di dalam hati sebagai cadangan energi karena insulin tidak bekerja maksimal. Oleh karena itu, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot serta penurunan nafsu makan sehingga menjadi kurus, mengeluh lapar, lelah, kurang konsentrasi, dan mengantuk (ADA, 2014 dan Price& Wilson, 2005). 18 b. Kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan ≥ 200 mg/dl (normal: 100140 mg/dl) (Tjokroprawiro, 2006). c. Kadar glukosa darah pada waktu puasa ≥ 126 mg/dl (normal: 70-120 mg/dl) (Tjokroprawiro, 2006). 4. Faktor Risiko Menurut American Diabetes Association (2014), faktor risiko diabetes antara lain: a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah 1) Riwayat keluarga terkena DM Diabetes melitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Mengetahui adanya risiko DM terutama jika memiliki riwayat keluarga terkena DM seperti orang tua dan saudara kandung, maka dapat membantu seseorang memahami dan mengambil langkahlangkah untuk menurunkan risiko DM (ADA, 2014). 2) Usia Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena diabetes DM. Meningkatnya risiko DM ini dikaitkan dengan tejadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh. DM tipe 2 terjadi pada orang dewasa setengah baya, yang paling sering setelah usia 45 (American Heart Association [AHA], 2012). Di Indonesia, tingkat diabetes didiagnosis di kalangan orang berusia 65-74 (DEPKES RI, 2009). 19 Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009), kategori umur manusia yaitu balita 0-5 tahun, kanak-kanak 5-11 tahun, remaja awal 12-16 tahun, remaja akhir 17-25 tahun, dewasa awal 26-35 tahun, dewasa akhir 36-45 tahun, lansia awal 46-55 tahun, lansia akhir 56-65 tahun, dan manula 65 tahun ke atas. 3) Ras dan Etnis Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan bahwa bangsa Asia lebih berisiko terserang diabetes melitus dibandingkan bangsa Barat (IDF, 2009) karena secara keseluruhan bangsa Asia kurang berolahraga dibandingkan bangsa-bangsa di benua Barat. Selain itu, kelompok etnik tertentu juga berpengaruh terutama Cina, India, dan Melayu lebih berisiko terkena diabetes mellitus (Rahayu, 2012). b. Faktor risiko yang dapat diubah 1) Obesitas Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak tubuh dengan kriteria indeks massa tubuh (IMT)>25 (WHO, 2015). Obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya resistensi insulin karena penumpukan lemak tubuh akan memblokir kerja insulin dan glukosa darah yang tidak dapat diangkut ke dalam sel sehingga kadar gula darah akan meningkat (AHA, 2012; IDF, 2009; dan Rahayu, 2012). 20 2) Hipertensi Hipertensi merupakan suatu keadaan tingginya tekanan darah melebihi 140/90 mmHg melalui pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut (WHO, 2015). Hipertensi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan resistensi insulin dan kondisi hipertensi juga seringkali terjadi ketika seseorang telah terkena diabetes dengan insidensi yang meningkat dua kali lipat (AHA, 2012 dan IDF, 2009). 3) Stres Kondisi stres kronik dikaitkan dengan kecendrungan pola konsumsi makanan berlemak sehingga lemak tubuh menumpuk dan dapat memblokir kerja insulin (Rahayu, 2012). 4) Riwayat diabetes gestasional Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5 % pada ibu hamil. Biasanya diabetes akan hilang setelah anak lahir. Namun, dapat pula terjadi DM lanjutan. Ibu hamil yang menderita DM akan melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4000 gram (IDF, 2009). Apabila hal ini terjadi, maka ibu kemungkinan besar akan terkena DM tipe 2 (AHA, 2012). 21 5) Diet yang tidak sehat Kondisi kurang gizi (malnutrisi) maupun kelebihan berat badan dapat dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (Rahayu, 2012). 6) Kurang aktifitas fisik Aktifitas fisik secara teratur dapat menambah sensitifitas insulin, melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor risiko terjadinya diabetes melitus (AHA, 2012). Glukosa dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin (IDF, 2009). Prevalensi DM mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang aktif (Rahayu, 2012). 7) Alkohol Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas yang dikenal dengan istilah pankreatitis sehingga dapat menimbulkan gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat menyebabkan DM (Rahayu, 2012). 8) Kerusakan toleransi glukosa atau impaired glucose tolerance (IGT) Adanya kerusakan toleransi glukosa yaitu kondisi glukosa yang tinggi namun belum cukup dikatakan DM, menjadi risiko yang hampir akan menandakan terjadinya DM (IDF, 2009). 22 Kriteria diagnosis IGT yaitu 140 mg/dL - 199 mg/dL (ADA, 2014) atau 7.8 mmol/L-11.0 mmol/L (CDA, 2013). 9) Buruknya nutrisi selama kehamilan Nutrisi sangat penting untuk janin saat hamil. Apabila nutrisi buruk, maka akan meningkatkan risiko terkena DM (IDF, 2009). 5. Patofisiologi Ketika makanan dikunyah di dalam mulut, makanan akan dipecah menjadi komponen yang lebih kecil. Gula dan karbohidrat dipecah menjadi glukosa untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi (Rahayu, 2012). Pada orang normal, hormon insulin yang diproduksi oleh sel-sel beta pankreas, berfungsi mengatur seberapa banyak glukosa dalam darah (ADA, 2014; CDA, 2013; dan WHO, 2015). Ketika ada kelebihan glukosa dalam darah, insulin merangsang sel-sel untuk menyerap cukup glukosa dari darah untuk energi yang mereka butuhkan. Insulin juga merangsang hati untuk menyerap dan menyimpan glukosa berlebih di dalam darah (Rahayu, 2012). Pelepasan insulin dipicu setelah makan bila ada glukosa darah. Ketika kadar glukosa darah turun, selama aktivitas fisik misalnya, kadar insulin juga akan turun (ADA, 2014 dan CDA, 2013). Insulin yang tinggi akan menstimulasi penyerapan glukosa, glikolisis (pemecahan glukosa), dan glikogenesis (pembentukan penyimpanan glukosa yang disebut glikogen), serta pengambilan dan sintesis asam amino, protein, dan lemak 23 (Rahayu, 2012). Insulin rendah akan menstimulasi terjadinya glukoneogenesis (pemecahan berbagai substrat untuk melepaskan glukosa), glikogenolisis (pemecahan glikogen untuk melepaskan glukosa), lipolisis (pemecahan lemak untuk melepaskan glukosa), dan proteolisis (pemecahan protein untuk melepaskan glukosa). Insulin bertindak melalui reseptor insulin (IDF, 2009). a. Patofisiologi diabetes tipe 1 Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2014 dan CDA, 2013). Kondisi tersebut merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel antiislet dalam darah (WHO, 2015). National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu. Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi insulin (NIDDK, 2014). Oleh karena itu, diabetes tipe 1 selalu membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral. 24 b. Patofisiologi diabetes tipe 2 Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014). Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif. c. Patofisiologi diabetes gestasional Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan adanya reseptor insulin yang rusak (NIDDK, 2014 dan ADA, 2014). 6. Kriteria diagnosis a. Fasting plasma glucose (FPG) atau gula darah puasa (GDP) adalah gula darah yang diukur pada saat seseorang tidak makan atau minum sesuatu yang mengandung gula selama delapan jam terakhir. Kriteria diagnosis FPG adalah 126 mg/dL atau 7.0 mmol/L (ADA, 2014). Nilai normal gula darah puasa adalah antara 70 dan 100 mg/dL. 25 b. Two-hour plasma glucose atau gula darah 2 jam setelah makan (GDPP) yaitu kadar gula darah yang diambil (diukur) pada saat 2 jam setelah makan. Kriteria diagnosis GDPP yaitu 200 mg/dL atau 11 mmol/L). c. A1C yaitu tes darah yang menyediakan informasi tingkat rata-rata kadar glukosa darah seseorang, sering disebut juga gula darah selama 3 bulan terakhir. Tes A1C kadang-kadang disebut hemoglobin A1C, HbA1c, atau tes glycohemoglobin. Penentuan A1C dilakukan dengan puasa selama minimal 8 jam pada orang dewasa (CDA, 2013). Kriteria diagnosis A1C ini yaitu ambang batasnya ≥6.5% (ADA, 2014). d. Gula Darah Sesat (GDS). Pengukuran kadar gula darah kapan saja selain waktu di atas, nilai normalnya adalah 70 – 200 mg/dL. 7. Tes diagnostik a. Secara sederhana Tjokroprawiro (2006) menjabarkan beberapa cara untuk mengetahui adanya glukosa dalam urin yang merupakan salah satu tanda DM: 1) Urin akan dikerumuni semut jika mengandung glukosa. 2) Urin terasa manis (Dr. Thomas Willis dari Inggris sebagai orang pertama yang menjilat urin) 3) Kemaluan terasa gatal setelah buang air kecil 4) Pemeriksaan glukosa di dalam urin dengan cara reaksi Fehling (reaksi rebus urine), menggunakan kertas strip (BM test, glukotest, diastix), dan reaksi dengan tablet (clinitest). 26 b. Menurut American Diabetes Association (2014), terdapat beberapa tes asimptomatik yang direkomendasikan sesuai dengan jenis diabetesnya, yaitu: 1) Tes diagnostik asimptomatik DM Tipe 1 Informasikan pasien diabetes tipe 1 mengenai skrining keluarga untuk risiko pewarisan gen DM tipe 1 (ADA, 2014). 2) Tes diagnostik asimptomatik DM Tipe 2 Jika pada orang tanpa ada faktor risiko maka pengujian harus dimulai pada usia 45 tahun. Jika tes normal, tes ulang setidaknya dengan interval 3 tahun. Untuk pengujian diabetes atau pradiabetes yaitu dengan tes A1C, FPG (Fasting Plasma Glucose), atau OGTT (Oral Glucose Tolerance Test). Jika teridentifikasi pradiabetes, maka segera tangani risikonya (ADA, 2014). 3) Tes diagnostik asimptomatik Gestational DM (GDM) Screening diagnosis diabetes tipe 2 dapat dilakukan saat kunjungan prenatal pertama (24-28 minggu kehamilan pada wanita hamil yang sebelumnya tidak diketahui memiliki diabetes), dan 6-12 minggu postpartum (dengan menggunakan OGTT dan kriteria diagnostik nonpregnancy). Jika terdapat riwayat GDM, maka pengecekan diabetes dilakukan setidaknya setiap 3 tahun (ADA, 2014). 27 8. Komplikasi a. Komplikasi akut 1) Hiperglikemia dengan ketoasidosis atau ketoasidosis diabetik (DKA) DKA seringkali pada diabetes tipe 1 terjadi karena adanya hiperglikemia, hiperketonemia, dan asidosis metabolik (Pittas dan Greenberg, 2003). Kurangnya insulin dan bergantungnya pembentukan energi dari asam lemak menyebabkan pemecahan lipid yang tidak terkontrol ini akhirnya terjadi pembentukan keton dan menyebabkan asidosis dan ketonemia. Ini adalah keadaan darurat medis (DRWF, 2015). 2) Hyperosmolar Hyperglikemic Sindrom Nonketotic (HHNS) HHNS seringkali pada diabetes tipe 2 ditandai dengan adanya hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis (Pittas dan Greenberg, 2003). HHNS ini disebabkan oleh kenaikan gula darah secara ekstrim. Ini seringkali terlihat pada diabetes tipe 2 yaitu terdapat insulin yang cukup untuk menekan sintesis keton namun karena tingginya gula darah maka menyebabkan konsentrasi berlebihan atau osmolaritas darah yang kemudian menyebabkan diuresis dan rusaknya pembuluh darah dan shock kardiovaskular. Ini adalah keadaan darurat medis (DRWF, 2015). 28 b. Komplikasi kronis 1) Retinopati Retinopati diabetes (komplikasi mikrovaskular) terjadi akibat kerusakan pembuluh darah pada retina mata karena terpapar glukosa darah yang tinggi dalam jangka waktu lama (International Diabetes Federation [IDF], 2009; dan Pittas & Greenberg, 2003) 2) Nefropati Nefropati (komplikasi mikrovaskular) ditandai dengan adanya kerusakan pembuluh darah kecil pada ginjal yaitu glomeruli sehingga kemungkinan akan dapat menyebabkan gagal ginjal (Pittas & Greenberg, 2003). 3) Neuropati perifer Neuropati perifer (komplikasi mikrovaskular) merupakan kematian saraf perifer yang erat kaitannya dengan numbness (mati rasa), tingling (kesemutan), lambatnya penyembuhan luka, hingga risiko ulkus kaki (DRWF, 2015). 4) Neuropati otonom Neuropati jenis ini akan menyebabkan disfungsi gastrointestinal, urogenital, dan gejala jantung serta seksual. 5) Luka kaki diabetes Luka kaki diabetes (komplikasi mikrovaskuler) mengarah pada luka kronis yang sulit disembuhkan (Khanolkar dkk, 2008). Luka yang mudah terinfeksi tersebut, jika terkontaminasi bakteri 29 akan menjadi gangren sehingga makin sulit pada perawatannya serta beresiko terhadap amputasi (Khanolkar dkk, 2008). 6) Peningkatan kerentanan terhadap infeksi (misalnya kandidiasis vagina berulang atau infeksi saluran kemih) Hiperglikemik dan glikosuria selalu menyebabkan jangkitan jamur dan pruritus dan vulvovaginitis sering terjadi akibat infeksi candida (Pittas & Greenberg, 2003). 7) Hipertensi Hipertensi (komplikasi makrovaskular) erat hubungannya dengan DM karena beberapa kriteria yaitu peningkatan tekanan darah, obesitas, dislipidemia dan peningkatan glukosa darah (Saseen & Carter, 2005). 8) Dislipidemia Pada kondisi dislipidemia (komplikasi makrovaskular) yaitu seringkali terjadi kelainan metabolisme lipoprotein karena adanya gangguan pada insulin yang berperan dalam regulasi pengaturan lemak dan karbohidrat (IDF, 2009). 9. Pengelolaan dan Pencegahan a. Empat pilar utama pengelolaan DM adalah 1) Pengelolaan makan Berdasarkan penelitian Center for Chronic Diseases (2011), salah satu pencegahan dan pengendalian penyakit diabetes adalah pengelolaan pola makan yang telah terbukti menunjukkan 30 penurunkan insiden DM sebesar 52% selama 4 tahun (SalasSalvado dkk, 2011). Namun, perilaku pengelolaan pola makan penderita DM ini, nyatanya masih menjadi tantangan yang besar (Primanda, Kritpracha, & Thaniwattanannon, 2011). Diet khusus penderita DM dikenal dengan istilah 3J yaitu singkatan dari jumlah, jadwal, dan jenis diet (Tjokroprawiro, 2006). 2) Aktifitas fisik Ketercapaian pengelolaan DM maupun pencegahannya, salah satunya didukung dengan aktivitas fisik (Sarwono, 2002). Aktivitas fisik akan membakar kalori dan mengurangi low desity lipoprotein (LDL) atau kolesterol jahat yang akan meningkatkan risiko terkena DM (Rahayu, 2012). 3) Obat-obatan Diabetes Research Wellness Foundation (2015) menyatakan bahwa belum ada penyembuhan untuk kedua jenis diabetes tipe 1 dan 2 ini, namun ada banyak cara mengontrol diabetes tersebut. Pengobatan hanya dirancang untuk membantu tubuh untuk mengontrol kadar gula dalam darah dan apabila gula darah terkontrol dengan baik maka dapat menjadi kunci terhindarnya komplikasi diabetes (Sarwono, 2002). Diabetes tipe 1 membutuhkan insulin yang disuntikkan menggantikan insulin hilang dalam tubuh. Sedangkan jenis pengobatan diabetes 2 akan bervariasi tergantung pada kadar gula darah (ADA, 2014). 31 4) Edukasi Edukasi DM dilakukan secara komprehensif untuk meningkatkan motivasi pasien dalam berperilaku sehat (ADA, 2014). b. Pencegahan diabetes 1) Pengelolaan makan Diet yang dianjurkan yaitu diet rendah kalori, rendah lemak, rendah lemak jenuh, diet tinggi serat. Diet ini dianjurkan untuk mencegah risiko DM ataupun mengelola DM (Goldenberg dkk, 2013). Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Adapun pengaturan pola makan dapat dilakukan dengan mengatur 3J yaitu singkatan dari jumlah, jadwal, dan jenis diet (Tjokroprawiro, 2006). a) Jumlah yaitu jumlah kalori setiap hari yang diperlukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan energi. Jumlah kalori ditentukan sesuai dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) dan ditentukan dengan satuan kilo kalori (kkal). berat badan dalam kg Berat badan ideal = (tinggi badan kuadrat dalam m)2 Setelah itu kalori dapat ditentukan dengan melihat indikator berat badan ideal yaitu : 32 Tabel 1. Kisaran kalori tubuh Indikator Berat badan ideal Kurus <18,5 Normal 18,5-22,9 Gemuk >23 Kalori 2.300 - 2.500 kkal 1.700 - 2.100 kkal 1.300 - 1.500 kkal Contohnya: berat badan kg Berat badan ideal = (tinggi badan m)2 50 = (1,6)2 = 19,5 (kategori berat badan normal) Oleh karena itu jumlah kalori yang dibutuhkan yaitu 1700-2100 kalori. Contoh menu makanan 1700 kalori Tabel 2. Menu makanan 1700 kalori Pagi Singkong 1 potong (120 gr) Ikan mujair 1 potong (60 gr) Susu kedelai ½ gelas Sayur kangkung (100 gr) Minyak 1 sdm (5 gr) Siang Nasi 3/2 gelas (200 gr) Udang segar 5 ekor (35 gr) Tahu 1 biji besar (110 gr) Katuk (100 gr) Jeruk manis 1 buah (110 gr) Minyak 2 sdm (10 gr) Malam Nasi 3/2 gelas (200 gr) Ikan kembung 1 potong (40 gr) Tahu 2 biji (110 gr) Daun singkong (150 gr) Minyak 1 sdm (5 gr) Selingan 1: Pepaya 1 potong (110 gr) Selingan 2: Jus jambu biji ½ buah (100 gr) Selingan 3: Melon 1 potong (190 gr) 33 b) Jadwal makan diatur untuk mencapai berat badan ideal. Sebaiknya jadwal makannya diatur dengan interval 3 jam sekali dengan 3x makan besar dan 3x makan selingan. Tabel 3. Jadwal makan pencegahan DM No 1 2 3 4 5 6 Jadwal Makan besar I Selingan 1 Makan besar II Selingan 2 Makan besar III Selingan 3 Waktu pukul 07.00 pukul 10.00 pukul 13.00 pukul 16.00 pukul 19.00 pukul 22.00 c) Jenis adalah jenis makanan yang sebaiknya dikonsumsi yaitu Tabel 4. Jenis makanan pencegahan DM Jenis Anjuran Karbohidrat 1. Memilih karbohidrat kompleks (nasi, (45%-60% lentil, oats, kentang, jagung, ubi jalar, atau 1/4 dan lainnya) bukan yang sederhana (gula piring) pasir, gula merah, sirup jagung, madu, sirup maple, molasses, selai, jelly, soft drink, permen, produk gandum putih, kue, yogurt, susu, cokelat, buah, jus buah, biskuit, dan lainnya). 2. Memilih roti gandum bukan roti putih, beras merah bukan beras putih, pasta gandum bukan pasta halus. Lemak 1. Memilih jenis lemak yang baik akan (36-40%) menurunkan risiko penyakit yang berhubungan dengan kolesterol. 2. Memilih lemak tak jenuh (minyak zaitun, minyak canola, minyak jagung, atau minyak bunga matahari) bukan lemak jenuh (mentega, lemak hewan, minyak kelapa atau minyak sawit). Protein (16- 1. Memilih kacang, sepotong buah segar 18% atau ¼ atau bebas gula yoghurt untuk camilan. piring) 2. Memilih potongan daging putih, daging unggas dan makanan laut bukannya daging olahan atau daging merah. Sayuran 1. Beberapa jenis sayuran yang kaya akan 34 ( ½ piring) 2. Buah 1. 2. 3. Gula 1. kandungan pati, seperti kentang dan labu, juga harus dibatasi dengan hatihati. Makan setidaknya tiga porsi sayuran setiap hari, termasuk sayuran berdaun hijau seperti bayam, selada atau kale. Makan sampai tiga porsi buah segar setiap hari. Membatasi jenis buah-buahan yang mengandung kadar glukosa dan sukrosa yang tinggi. Buah seperti mangga dapat menyebabkan lonjakan kadar gula darah pada penderita diabetes. Sebagai alternatif, buah yang kaya gula dengan buah dengan kandungan serat tinggi sangat dianjurkan seperti apel, pir, dan raspberry. Memilih sumber gula alami daripada memilih soda dan minuman dengan pemanis buatan Ketika ingin mengonsumsi makanan, tips yang dapat dilakukan yaitu melihat label makanan. Pada serving size, lihat kemasan pada bagian belakang yaitu misalnya 5, dan kandungannya tertulis 250 kkal, jadi jika seseorang menghabiskan 1 produk tersebut, maka orang tersebut menghabiskan jatah 1250 kkal. Oleh karena itu, dengan memperhatikan label makanan, maka seseorang akan lebih waspada terkait jumlah kebutuhan kalori hariannya. 2) Aktifitas fisik Aktifitas fisik yang ditujukan untuk menjaga kebugaran tubuh. Aktivitas fisik baiknya dilaksanakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% 35 denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu (Goldenberg dkk, 2013). Denyut nadi maksimal adalah maksimal denyut nadi yang dapat dilakukan pada saat melakukan aktivitas maksimal. Denyut nadi maksimal dapat dikatakan sebagai batas kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas secara normal. Artinya bila seseorang melakukan suatu aktifitas yang memacu jantung untuk berdenyut, apabila melebihi angka denyut nadi max sebaiknya segera istirahat, karena hal ini sangat berbahaya bagi jantung serta organ tubuh yang lain. Jika masih dipaksakan yang terjadi adalah kram jantung yang membuat serangan jantung. Rumus : 220 – Usia Misal usia saya sekarang adalah 34 tahun, maka jumlah denyut nadi maksimal saya adalah 220 – 34 = 186. Denyut Jantung Maksimal (Maximum Heart Rate) diukur dengan rumus = 208 - (0.7 x umur). Jika latihan selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal) atau maka artinya batas maksimal untuk sebaiknya berhenti berolahraga yaitu 208 - (0.7 x umur)= 208 - (0.7 x 34) = 184,2 dan 50% x 184,2 = 92,1. Sedangkan apabila latihan selama 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal) maka >70% x 184,2 = >128,94. 36 B. Program Promosi Kesehatan 1. Definisi Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui proses pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI, 2011). Promosi kesehatan bertujuan untuk menghentikan perilaku beresiko tinggi dan menggantikannya dengan perilaku yang aman atau beresiko rendah. Program promosi dirancang seefektif mungkin dan berdasarkan realitas kehidupan sehari-hari masyarakat sasaran setempat. 2. Sasaran promosi kesehatan a. Sasaran primer Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat (KEMENKES RI, 2011). b. Sasaran sekunder Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lainlain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat 37 pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa (KEMENKES RI, 2011). c. Sasaran tersier Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya (KEMENKES RI, 2011). 3. Strategi Promosi Kesehatan a. Pemberdayaan Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau kelompok masyarakat menjalani tahap tahu, mau dan mampu mempraktikkan (DEPKES RI, 2006). Berhasil tidaknya suatu pemberdayaan, erat kaitannya dengan kemitraan serta penggunaan metode dan teknik yang tepat. Untuk membuat klien tahu dan sadar, kuncinya terletak pada keberhasilan memahami masalah. Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan fakta-fakta dan mendramatisasi masalah. Fase terakhir yaitu dari mau ke mampu melaksanakan. 38 b. Bina suasana Untuk memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana. c. Advokasi Advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihakpihak tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan program promosi kesehatan baik dari segi materi maupun non materi (KEMENKES RI, 2011). d. Kemitraan Dalam melaksanakan program-program kesehatan perlu kerja sama/kemitraan dengan program lain di lingkungan kesehatan, maupun sektor lain yang terkait (Notoatmodjo, 2007). 4. Pelaksana Promosi Kesehatan a. Setiap petugas kesehatan b. Petugas khusus promosi kesehatan (disebut penyuluh kesehatan masyarakat) 5. Langkah-langkah promosi kesehatan a. Pengenalan kondisi tempat b. Identifikasi masalah kesehatan c. Musyawarah kerja d. Perencanaan partisipatif e. Pelaksanaan kegiatan 39 f. Pembinaan kelestarian (KEMENKES RI, 2011). C. Tingkat pengetahuan dan Sikap 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah kesan dimana dalam pikiran manusia sebagai hasil dalam penggunaan panca indera, yang berbeda dengan kepercayaan (belief), takhayul (superstitious), maupun penerapan-penerapan yang keliru (misinformations) (Sarwono, 2002). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga pengetahuan akan mendukung terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan mempunyai enam tingkatan antara lain: a. Tahu (Know) Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Pada tahap ini seseorang mampu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan. b. Memahami (Comprehension) Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 40 c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis adalah kemampuan untuk menghubungkan bagianbagian dalam bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek tersebut berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada (Notoatmodjo, 2007). Menurut Ontario Ministry of Health and Long Term Care (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain: a. Pendidikan Pendidikan mempengaruhi proses belajar karena semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Individu dengan pendidikan tinggi maka akan cenderung mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari 41 media massa sehingga semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. b. Informasi / media massa Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. c. Sosial budaya dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran akan dapat berdampak baik atau buruk. Selain itu, status sosial dan ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga tentunya akan membawa pengaruh pada pengetahuan seseorang. 42 d. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. e. Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. f. Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin meluas. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Akan tetapi ketika usia lanjut, terjadi kemunduran baik fisik maupun mental seperti penurunan daya tangkap dan pola pikir seseorang. Oleh karna itu, pemahaman akan sesuatu semakin berkurang. 43 2. Sikap Sikap adalah suatu bentuk reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek, sebuah bentuk evaluasi memihak atau tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Soekidjo, 2003 dan Saifudin, 2005). Empat tingkatan sikap yaitu a. Menerima/receiving Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b. Merespon/responding Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. c. Menghargai/valuting Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d. Bertanggung jawab/responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. 44 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap (Azwar, 2006): a. Pengalaman pribadi Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap. Sikap mudah terbentuk jika melibatkan faktor emosional karena akan lebih mendapatkan penghayatan. b. Kebudayaan Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan Azwar 2005). Lingkungan (termasuk kebudayaan) akan membentuk kepribadian seseorang. c. Orang lain yang dianggap penting Orang-orang yang dimaksud disini adalah orang yang dapat mendukung dan memotivasi individu untuk melakukan perubahan yang diharapkan. Apabila individu tidak mendapat dukungan maka kecendrungan perubahan sikap positif individu kurang optimal. d. Media massa Sebagai mempunyai sarana pengaruh komunikasi, besar dalam berbagai media pembentukan opini massa dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam 45 mempresepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. e. Institusi atau Lembaga Pendidikan dan Agama Institusi atau Lembaga Pendidikan dan Agama berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, maka sistem kepercayaan ini ikut berperan dalam menentukan sikap seseorang. f. Faktor Emosional Suatu sikap merupakan pernyataan dari yang didasari oleh emosi, yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego. Faktor emosional ini erat kaitannya dengan perbedaan gender D. Media audio visual Bentuk-bentuk media pembelajaran itu sendiri terdapat berbagai macam bentuk. Klasifikasi menurut pemakaiannya ada tiga macam bentuk media yang digunakan, yaitu media auditif, media visual, dan media audio visual. Media audio visual mempunyai unsur memadukan antara media auditif dan media visual (Djaramah & Zein, 2010). Manfaat media audio visual antara lain membantu memberikan konsep pertama atau kesan yang benar, mendorong minat, meningkatkan pengertian yang lebih baik, melengkapi sumber belajar yang lain, menambah variasi metode mengajar, menghemat waktu, meningkatkan keingintahuan intelektual, cenderung mengurangi ucapan dan pengulangan kata yang tidak 46 perlu, membuat ingatan terhadap pelajaran lebih lama dan dapat memberikan konsep baru dari sesuatu diluar pengalaman biasa (Suprijanto, 2005). Menurut Suprijanto (2005), jenis-jenis media audio visual yaitu: 1. Media audio visual diam Media audio visual diam yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam, seperti a. Film bingkai suara (sound slides) b. Film rangkai suara 2. Media Audio Visual Gerak Media audio visual gerak adalah media intruksional modern yang memadukan aspek penglihatan, pendengaran dan gerakan, serta menampilkan unsur gambar yang bergerak. Jenis media yang termasuk dalam kelompok ini adalah televisi, video, dan film bergerak. a. Film Film melukiskan gambar hidup dan suara memberinya daya tarik tersendiri. Jenis media ini pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan dan dokumentasi. b. Video Video sebagai media audio visual yang menampilkan gerak, dan pesan yang disajikan dapat bersifat fakta (kejadian/peristiwa penting, berita), maupun fiktif (seperti misalnya cerita), bisa bersifat informatif, edukatif maupun intruksional. Video dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang 47 rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap. c. Televisi (TV) Jenis media ini pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan dan dokumentasi dengan dijangkau melalui siaran dari udara ke udara dan dapat dihubungkan melalui satelit. 48 E. Kerangka Konsep Faktor yang mempengaruhi pengetahuan a) Pendidikan b) Informasi / Media Massa c) Sosial budaya dan ekonomi d) Lingkungan e) Pengalaman f) Usia Pengetahuan Promosi kesehatan melalui audiovisual Sikap Faktor yang mempengaruhi sikap a) b) c) d) e) f) Pengalaman pribadi Kebudayaan Orang lain yang dianggap penting Media massa Institusi atau lembaga pendidikan dan agama, Faktor emosional Keterangan: = diteliti = tidak diteliti (Efendi & Makhfudli , 2009) 49 F. Hipotesis Atau Keterangan Empirik H1 : Ada peningkatan pengetahuan dan sikap setelah diberikan promosi kesehatan dengan media visual pada warga Pedukuhan Kasihan Bantul.