BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Stres 1.1 Pengertian Stres Akademik

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Stres
1.1 Pengertian Stres Akademik
Stres merupakan suatu fenomena yang pernah atau akan dialami oleh
seseorang dalam kehidupannya dan tidak seorang pun dapat terhindar dari
padanya. Berdasarkan terminologinya, istilah stres berasal dari bahasa Latin
“singere” yang berarti keras atau sempit (strictus). Istilah ini mengalami
perubahan seiring dengan perkembangan penelaahan yang berlanjut dari waktu ke
waktu dari straise, strest, stresce, dan stress (Yosep, 2007).
Menurut Santrock (2005), stres merupakan respon individu terhadap
keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor) yang mengancam dan
mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping).Stres adalah
realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari, disebabkan oleh
perubahan yang memerlukan penyesuaian (Keliat, 1998). Sarafino (1990)
mendefinisikan stres sebagai kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara
individu dengan lingkungannya yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutantuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya dari sistem-sistem biologis,
psikologis dan sosial seseorang.
Kuliah adalah pengalaman yang penuh dengan stres atau tekanan.Stres
akademik muncul ketika harapan untuk pencapaian prestasi akademik meningkat,
baik dari orang tua, guru ataupun teman sebaya dan stress ini meningkat setiap
Universitas Sumatera Utara
tahunnya seiring dengan tuntutan terhadap anak yang berbakat dan berprestasi
yang tidak pernah berhenti. Baumel dalam Wulandari (2011)menyatakan bahwa
stres akademik merupakan stres yang disebabkanoleh stressor akademik, yaitu
yang bersumber dari proses belajar mengajar atau yang berhubungan dengan
kegiatan belajar yang meliputi lama belajar, banyak tugas, birokrasi, mendapatkan
beasiswa, keputusan menentukan jurusan, dan karir serta kecemasan ujian dan
manajemen waktu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stres di bidang
akademik adalah respon individu akibat kesenjangan antara tuntutan lingkungan
terhadap prestasi akademik dengan kemampuan untuk mencapainya sehingga
situasi tersebut mengakibatkan perubahan respon dalam diri individu tersebut,
baik secara fisik maupun psikologis.
1.2 Faktor-Faktor Penyebab Stres
Penyebab stress atau stressor adalah setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang tersebut
terpaksa mengadakan adaptasi untuk menanggulangi stressor yang timbul (Yosep,
2007). Menurut Yosep (2007), pada umumnya penyebab stres dapat digolongkan
sebagai berikut:
1. Perkawinan, yaitu masalah pertengkaran, perpisahan, perceraian, dan keadaan
kematian salah satu pasangan yang dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam
kondisi stres.
Universitas Sumatera Utara
2. Masalah orang tua, yaitu permasalahan yang dihadapi orang tua, misalnya
tidak punya anak, kebanyakan anak, kenakalan anak, anak yang sakit, dan
kondisi pertengkaran dengan mertua, besan, dan ipar yang tidak baik.
3. Hubungan interpersonal, berupa gangguan yang timbul dari hubungan dengan
orang terdekat seperti teman dekat, konflik dengan kekasih, konflik antara
bawahan dan atasan.
4. Pekerjaan, misalnya pekerjaan yang terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok,
jabatan, kenaikan pangkat, pensiun, dan kehilangan pekerjaan.
5. Lingkungan hidup, berupa gangguan yang dialami di daerah tempat tinggal,
misalnya
disebabkan
oleh
hidup
dalam
lingkungan
yang
tingkat
kriminalitasnya tinggi, penggusuran, dan pindah tempat tinggal.
6. Keuangan, yaitu masalah keuangan yang tidak sehat, misalnya pendapatan
jauh lebih rendah daripada pengeluaran, terlibat hutang, usaha yang gagal, dan
permasalahan warisan.
7. Hukum, yaitu keterlibatan seseorang dalam permasalahan hukum seperti
tuntutan hukum, pengadilan, dan penjara.
8. Perkembangan, yaitu gangguan yang timbul akibat perkembangan fisik dan
mental seseorang yang tidak baik sehingga menimbulkan kondisi stres, bahkan
jatuh dalam kondisi cemas dan depresi.
9. Penyakit fisik atau cedera, misalnya akibat penyakit, kecelakaan, operasi,
aborsi, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
10. Faktor keluarga, yaitu faktor penyebab stres yang dialami oleh anak dan
remaja yang disebabkan hubungan keluarga yang tidak baik, misalnya
komunikasi orang tua dan anak yang tidak baik, kedua orang tua jarang di
rumah, orang tua kurang sabar dalam mendidik anak, dan lain sebagainya.
11. Faktor penyebab stres lainnya, seperti bencana alam, kebakaran, kehamilan di
luar nikah, dan lain sebagainya.
1.3 Faktor-Faktor Penyebab Stres Akademik
Stressor adalah situasi atau keadaan yang menimbulkan stres atau memicu
terjadinya stres (Santrock, 2005). Wilks dalam Calaguas (2011), menyatakan
bahwa banyak faktor yang berkontribusi terhadap pengalaman stres mahasiswa,
tetapi secara khusus stres akademik yang dialami berkaitan dengan manajemen
waktu, masalah keuangan, interaksi dengan dosen, tujuan pribadi, kegiatan sosial,
penyesuaian dengan lingkungan sekolah, dan kurangnya dukungan.
Berdasarkan penelitian Ross dkk (1999), terdapat empat kategori sumber
stres, yaitu: 1) masalah interpersonal berupa pertengkaran dengan teman atau
masalah dengan orang tua; 2) masalah intrapersonal misalnya perubahan pola
makan dan waktu tidur; 3) masalah akademik yang berupa aktivitas yang
berhubungan dengan peningkatan beban tugas mahasiswa yang harus dikerjakan,
pindah sekolah, ketinggalan pelajaran, dan perselisihan dengan dosen; dan 4)
lingkungan, misalnya kendaraan yang mogok, komputer yang rusak, dan masalah
keuangan.
Universitas Sumatera Utara
Kohn & Frazer (1986) mendeskripsikan pengalaman penyebab stress
menjadi tiga bagian, yaitu: 1) physical stressors berupa suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan; 2) psychological stressor berupa belajar untuk
menghadapi ujian, tugas yang berlebihan, lupa mengerjakan tugas; 3)
psychosocial stressor yang terjadi akibat interaksi interpersonal.
Berdasarkan penelitian Calaguas (2011), faktor penyebab stres yang sering
dialami oleh mahasiswa di Philipina ada delapan kategori, yaitu:
1. Stressor yang berkaitan dengan pendaftaran dan penerimaan perkuliahan,
yaitu mengikuti prosedur pendaftaran, mengambil/menambahkan mata
pelajaran, dan validasi mata pelajaran.
2. Stressor yang berkaitan dengan mata pelajaran, yaitu mempersiapkan ujian,
melewati ujian tertulis, melewati ujian lisan, lulus dalam ujian praktek,
berpartisipasi dalam diskusi kelas, memahami diskusi kelas, melakukan
penelitian, menyelesaikan karya tulis, mencari bahan referensi, menyelesaikan
tugas, berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan.
3. Stressor yang berkaitan dengan dosen, yaitu menghadapi dosen pengajar yang
perfectionist, metode pengajaran dosen, penyesuaian dengan dosen yang
memperlakukan mahasiswa dengan tidak adil, permasalahan dengan dosen.
4. Stressor yang berkaitan dengan teman sekelas, yaitu berdebat dengan teman
sekelas, tidak menyukai teman sekelas, persaingan dengan teman sekelas,
teman sekelas yang suka mengganggu, tingkah laku teman sekelas.
Universitas Sumatera Utara
5. Stressor yang berkaitan dengan jadwal kuliah, yaitu kehadiran mengikuti
perkuliahan, waktu kosong yang terlalu banyak, waktu kosong yang terlalu
sedikit, partisipasi dalam kegiatan ekstrakulikuler, menghadiri pertemuan
organisasi dan menghadiri kegiatan kampus.
6. Stressor yang berkaitan dengan ruang kelas, yaitu kelas yang sangat penuh,
ventilasi kelas yang buruk, pencahayaan kelas yang buruk, kelas yang kotor,
kelas yang bising, kelas dengan tempat yang terbatas, dan gangguan dari
dalam dan luar kelas.
7. Stressor yang berkaitan dengan keuangan, yaitu penganggaran keuangan,
pengeluaran yang tidak terduga, dan penghematan uang untuk rencanarencana.
8. Stressor yang berkaitan dengan harapan, yaitu khawatir terhadap masa depan
dan mendapatkan pekerjaan setelah lulus kuliah, harapan dari orang tua,
harapan kerabat, harapan dosen, dan menangani harapan diri.
1.4 Tahapan Stres
Gejala-gejala stres pada seseorang seringkali tidak disadari karena
perjalanan awal tahapan stres berjalan secara lambat dan baru dirasakan saat
tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari.
Amberg dalam Hawari (2001) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Stres tahap I
Merupakan tahapan stres yang paling ringan, dan biasanya disertai dengan
perasaan-perasaan semangat bekerja besar, penglihatan “tajam” tidak
sebagaimana biasanya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya tanpa menyadari cadangan energi dihabiskan, disertai rasa gugup
yang berlebihan, merasa senang dengan pekerjaan tersebut dan semakin
bertambah semangat, tetapi tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
b. Stres tahap II
Pada tahap ini dampak stres yang semula “menyenangkan” mulai menghilang
dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena kurang istirahat.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan adalah merasa letih ketika bangun
pagi, merasa mudah lelah sesudah makan siang, lekas merasa capai menjelang
sore hari, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel
discomfort), detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar), otototot punggung dan tengkuk terasa tegang dan tidak bisa santai.
c. Stres tahap III
Merupakan keadaan yang akan terjadi apabila seseorang tetap memaksakan
dirinya dalam pekerjaan tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stres
tahap II. Keluhan-keluhan pada tahap ini seperti gangguan usus dan lambung
yang semakin nyata, ketegangan otot-otot, perasaan ketidaktenangan dan
ketegangan emosional yang semakin meningkat, gangguan pola tidur
(insomnia), koordinasi tubuh terganggu. Pada tahapan ini, seseorang harus
Universitas Sumatera Utara
berkonsultasi pada dokter atau terapis, beban stres hendaknya dikurangi dan
tubuh beristirahat.
d. Stres tahap IV
Tidak jarang seseorang yang memeriksakan diri ke dokter karena keluhankeluhan yang dialami pada stres tahap III, dinyatakan tidak sakit oleh dokter
dikarenakan tidak adanya kelainan fisik yang ditemukan pada organ tubuhnya.
Bila hal ini terjadi dan orang tersebut tetap memaksakan diri untuk bekerja
tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul. Gejalanya
adalah bosan terhadap aktivitas kerja yang semula terasa menyenangkan,
kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai (adequate),
ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari, gangguan pola
tidur disertai mimpi-mimpi yang menegangkan, seringkali menolak ajakan
(negativism) karena tidak ada semangat dan kegairahan, daya konsentrasi dan
daya ingat menurun dan timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya.
e. Stres tahap V
Keadaan lanjutan yang ditandai dengan keadaan kelelahan fisik dan mental
yang
semakin
mendalam
(physical
and
psychological
exhaustion),
ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan
sederhana, gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal
disorder), dan timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin
meningkat serta mudah bingung dan panik.
Universitas Sumatera Utara
f. Stres tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang akan mengalami serangan
panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Stres pada tahap ini ditandai
dengan gejala debaran jantung teramat keras, susah bernapas (sesak dan
megap-megap), sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran,
ketiadaan tenaga untuk melakukan hal-hal yang ringan, pingsan atau kolaps
(collapse).
1.5 Reaksi Stres
Menurut Helmi dalam Safaria & Saputra (2009), ada empat macam reaksi
stres, yaitu reaksi psikologis, fisiologis, proses berpikir dan tingkah laku. Keempat
reaksi ini dapat berwujud negatif maupun positif. Reaksi yang bersifat negatif
antara lain sebagai berikut:
1. Reaksi psikologis, biasanya lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti mudah
marah, sedih dan tersinggung.
2. Reaksi fisiologis, biasanya muncul dalam bentuk keluhan fisik, seperti pusing,
nyeri tengkuk, tekanan darah naik, nyeri lambung, gatal-gatal di kulit dan
rambut rontok.
3. Reaksi proses berpikir (kognitif), biasanya tampak dalam gejala sulit
berkonsentrasi, mudah lupa, dan sulit megambil keputusan.
Universitas Sumatera Utara
4. Reaksi perilaku, biasanya tampak dari perilaku-perilaku menyimpang seperti
minum-minuman beralkohol, mengkonsumsi obat-obatan, frekuensi merokok
meningkat, dan menghindari bertemunya teman.
1.6 Dampak Stressor
Menurut Kozier dan Erb dalam Keliat (1998), dampak stressor
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
a. Sifat stressor
Jika seseorang mempersepsikan stressor sebagai keadaan yang mengancam
kehidupannya dan berakibat buruk baginya, maka tingkat stres yang dialami
akan terasa berat. Namun, bila stressor yang sama dipersepsikan dengan baik,
maka tingkat stres yang dialami akan lebih ringan.
b. Jumlah stressor yang dihadapi dalam waktu bersamaan
Apabila terdapat banyak stressor sedang dialami oleh seseorang, maka
penambahan stressor kecil dapat menjadi pencetus yang mengakibatkan reaksi
yang berlebihan.
c. Lamanya pemaparan terhadap stressor
Pemaparan yang intensif terhadap stressor dapat menyebabkan kelelahan dan
ketidakmampuan menghadapi stressor.
d. Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi seseorang menghadapi stressor
yang sama. Misalnya, seseorang yang dirawat di rumah sakit satu tahun yang
lalu dengan pengalaman negatif terhadap perawat, maka akan merasa lebih
Universitas Sumatera Utara
cemas lagi ketika harus di rawat di rumah sakit yang sama untuk kedua
kalinya.
e. Tingkat perkembangan
Pada tingkat perkembangan tertentu, terdapat jumlah dan intensitas stressor
yang berbeda sehingga resiko terjadinya stres pada tiap tingkat perkembangan
berbeda-beda.
2. Koping
2.1 Pengertian Koping
Proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi yang penuh
dengan stres. Koping adalah respon individu terhadap situasi yang mengancam
dirinya baik fisik maupun psikologis (Rasmun, 2004). Menurut Keliat (1998),
koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah,
menyesuaikan diri dengan perubahan, respon terhadap situasi yang mengancam.
Jadi dapat dikatakan koping adalah proses dimana seseorang berusaha mengatur
ketidakcocokan antara tuntutan dan sumber yang muncul dalam situasi yang
penuh stres atau dengan kata lain cara yang dilakukan individu untuk
menyelesaikan masalahnya.
2.2 Respon Koping
Koping dapat diidentifikasikan melalui respon, manifestasi (tanda dan
gejala) dan pernyataan melalui wawancara. Keliat (1998) menyatakan bahwa
koping dapat dikaji melalui beberapa aspek berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Respon Fisiologis
Manifestasi tubuh terhadap stres dapat dirasakan melalui pelebaran pupil
mata, sekresi keringat yang meningkat, denyut nadi yang meningkat, kulit
menjadi dingin, tekanan darah meningkat, frekuensi dan kedalaman
pernapasan, pengeluaran urin yang menurun, mulut kering, kewaspadaan
mental dan ketegangan otot yang meningkat, gula darah meningkat, letargi,
dan mungkin penurunan fungsi fisiologis dan tonus otot.
b. Reaksi Psiko-Sosial
Koping yang dapat dikaji pada diri individu terkait dengan aspek psikososial
adalah:
a. Reaksi yang berorientasi pada ego yang sering disebut sebagai mekanisme
pertahanan mental, yaitu berupa reaksi penyangkalan (denial), proyeksi
(menyalahkan orang lain), regresi (penolakan), mengisar (displacement),
isolasi
(keinginan
untuk
menyendiri),
dan
supresi
(menunda
menyelesaikan masalah).
b. Reaksi yang berkaitan dengan respon verbal, seperti menangis untuk
menurunkan perasaan tegang terhadap situasi yang menyedihkan, tertawa
untuk mengurangi ketegangan, teriak sebagai respon pada ketakutan,
frustasi atau marah, memukul dan meyepak sebagai respon terhadap
ancaman fisik, menggenggam dan meremas sebagai respon untuk
mengurangi ketegangan dan perasaan sedih, mencerca sebagai respon yang
diarahkan pada sumber stres. Mekanisme pertahanan mental dan respon
Universitas Sumatera Utara
verbal tidak menyelesaikan masalah secara tuntas karena itu perlu
dikembangkan kemampuan menyelesaikan masalah.
c. Reaksi yang berorientasi pada penyelesaian masalah. Koping ini
melibatkan proses kognitif, afektif, dan psikomotor, seperti berbicara
dengan orang lain (teman maupun anggota keluarga) tentang masalahnya
dan mencari jalan keluar dari informasi orang lain, mencari tahu lebih
banyak tentang situasi yang dihadapi melalui buku atau orang yang ahli,
melakukan kegiatan ibadah yang teratur untuk meningkatkan percaya diri
dan mengembangkan pikiran positif, melakukan latihan penanganan stres,
misalnya latihan pernapasan dan meditasi, membuat berbagai alternatif
tindakan dalam menangani situasi, dan belajar dari pengalaman yang lalu
atau dengan kata lain tidak mengulang kesalahan yang sama.
2.3 Fungsi Koping
Menurut Lazarus & Folkman dalam Safaria & Saputra (2009), koping
memiliki dua fungsi umum, yaitu fungsinya dapat berupa fokus ke titik
permasalahannya, serta melakukan regulasi emosi dalam merespon masalah.
Lazarus & Folkman dalam Safaria & Saputra (2009) menyatakan bahwa
koping yang berpusat pada masalah (problem-focused coping) adalah fungsi
koping yang bertujuan untuk mengatur atau mengatasi masalah penyebab stres
dan mencari sumber penyelesaian masalah. Pengelolaan koping ini dapat berupa
tindakan merumuskan masalah, membuat alternatif-alternatif jalan keluar,
mempertimbangkan segala kemungkinan yang berhubungan dengan alternatif
Universitas Sumatera Utara
yang akan diambil, memilih alternatif yang terbaik, dan mengambil keputusan
untuk bertindak. Setiap hari dalam kehidupan kita secara tidak langsung koping
berpusat pada masalah sering kita gunakan, saat kita bernegosiasi untuk membeli
sesuatu di toko, saat kita membuat jadwal pelajaran, mengikuti perawatan
psikologis, atau belajar untuk meningkatkan kemampuan (kursus bahasa Inggris,
menjahit, pelatihan komputer).
Folkman & Lazarus juga mengidentifikasi beberapa aspek koping yang
berpusat pada masalah, yaitu:
1. Seeking informational support, yaitu mencoba untuk memperoleh informasi
dari orang lain, seperti dokter, psikolog, atau guru
2. Confrontive coping, yaitu melakukan penyelesaian masalah secara konkrit
3. Planful problem solving, yaitu menganalisa setiap situasi yang menimbulkan
masalah serta berusaha mencari solusi secara langsung terhadap masalah yang
dihadapi.
Koping yang berpusat pada emosi (emotion-focused coping) adalah fungsi
koping yang bertujuan untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi yang
menimbulkan masalah. Koping yang berpusat pada emosi cenderung dilakukan
apabila individu merasa tidak mampu mengubah kondisi yang stressful, sehingga
yang diatur individu adalah mengatur emosinya. Sebagai contoh yang jelas, ketika
seseorang yang dicintai meninggal dunia, orang biasanya mencari dukungan
emosi dan mengalihkan diri atau menyibukkan diri dengan melakukan pekerjaanpekerjaan rumah atau kantor. Menurut Sarafino (1998), individu dapat mengatur
respon emosionalnya dengan beberapa cara, antara lain dengan mencari dukungan
Universitas Sumatera Utara
emosi dari sahabat atau keluarga, meakukan aktivitas yang disukai, seperti
olahraga atau menonton film untuk mengalihkan perhatian dari masalah, bahkan
tidak jarang dengan menggunakan alkohol dan obat-obatan.
Folkman & Lazarus dalam Safaria & Saputra (2009) juga mengidentifikasi
beberapa aspek koping yang berpusat pada emosi yang didapat dari penelitianpenelitiannya, yaitu:
1. Seeking social emotional support, yaitu mencoba untuk memperoleh dukungan
secara emosional maupun sosial dari orang lain
2. Distancing, yaitu mengeluarkan upaya kognitif untuk melepaskan diri dari
masalah atau membuat sebuah harapan positif
3. Escape avoidance, yaitu mengkhayal mengenai situasi atau melakukan tindakan
atau menghindar dari situasi yang tidak menyenangkan dimana individu
melakukan fantasi andaikan permasalahannya pergi dan mencoba untuk tidak
memikirkan tentang masalah dengan tidur atau menggunakan alkohol
4. Self control, yaitu mencoba untuk mengatur perasaan diri sendiri atau tindakan
dalam hubungannya untuk menyelesaikan masalah
5. Accepting responsibility, yaitu menerima untuk menjalankan masalah yang
dihadapinya sementara mencoba untuk memikirkan jalan keluarnya
6. Positive reappraisal, yaitu mencoba untuk membuat suatu arti positif dari
situasi dalam masa perkembangan kepribadian, kadang-kadang dengan sifat
yang religius.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Mekanisme Koping
Menurut Keliat (1998), mekanisme koping terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Mekanisme koping adaptif, yaitu suatu usaha yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah akibat adanya stressor atau tekanan, yang bersifat
positif, rasional, dan konstruktif.
2. Mekanisme koping maladaptif, yaitu suatu usaha yang dilakukan individu
dalam menyelesaikan masalah akibat adanya stressor atau tekanan, yang
bersifat negatif, merugikan dan destruktif serta tidak dapat menyelesaikan
masalah dengan tuntas.
3. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan pendekatan Problem
Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran dimana
dirancang masalah-masalah yang menuntut mahasiswa mendapatkan pengetahuan
yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki
strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim
(Direktorat Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2008). Kurikulum
yang dikonsepkan ini, lebih didasarkan pada rumusan kompetensi yang harus
dicapai/dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi yang sesuai atau mendekati
kompetensi
yang
kepentingan/stakeholders
dibutuhkan
(competence
oleh
based
masyarakat
curriculum).
pemangku
Luaran
hasil
pendidikan (outcomes) yang diharapkan sesuai dengan societal needs,
industrial/business needs, dan professional needs, dengan pengertian bahwa
Universitas Sumatera Utara
outcomes merupakan kemampuan mengintegrasikan intellectual skill, knowledge
dan afektif dalam sebuah perilaku secara utuh (Direktorat Akademik Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, 2008).
Berdasarkan Kepmendiknas No. 232/U/200, kurikulum ini terdiri atas
kelompok-kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Mata
Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK), Mata Kuliah Keahlian Berkarya
(MKB), Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), serta Mata Kuliah Berkehidupan
Bersama (MBB). Kurikulum ini tidak hanya menekankan pada hard skill saja,
namun mengembangkan soft skill sesuai bidang ilmunya.
Pola pembelajaran yang sebelumnya terpusat pada dosen dianggap kurang
memadai untuk mencapai tujuan pengajaran yang berbasis kompetensi. Berbagai
alasan yang dapat dikemukakan adalah: (i) perkembangan IPTEK dan Seni yang
sangat pesat dengan berbagai kemudahan untuk mengaksesnya merupakan materi
pembelajaran yang sulit dapat dipenuhi oleh seorang dosen, (ii) perubahan
kompetensi kekaryaan yang berlangsung sangat cepat memerlukan materi dan
proses pembelajaran yang lebih fleksibel, (iii) kebutuhan untuk mengakomodasi
demokratisasi partisipatif dalam proses pembelajaran di pergruan tinggi. Oleh
karena itu, pembelajaran ke depan di dorong menjadi berpusat pada mahasiswa
(SCL) dengan memfokuskan pada tercapainya kompetensi yang diharapkan. Hal
ini berarti mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka
sendiri, kemudian berupaya keras mencapai kompetensi yang diinginkan.
Pola pembelajaran KBK memandang pengetahuan sebagai sebuah hasil
konstruksi atau bentukan dari orang yang belajar, sehingga belajar adalah sebuah
Universitas Sumatera Utara
proses mencari dan membentuk/mengkonstruksi pengetahuan, jadi bersifat aktif,
dan spesifik caranya. Pola pembelajaran yang dipraktekkan adalah dosen hanya
sebagai fasilitator dan motivator dengan menyediakan beberapa strategi belajar
yang memungkinkan mahasiswa (bersama dosen) memilih, menemukan dan
menyusun pengetahuan serta cara mengembangkan ketrampilannya (method of
inquiry and discovery). Dengan paradigma inilah proses pembelajaran (learning
process) dilakukan.
Terdapat beragam metode pembelajaran untuk SCL, di antaranya adalah
Small Group Discussion, Role-Play & Simulation, Case Study, Discovery
Learning, Self-Directed Learning, Cooperative Learning, Collaborative Learning,
Contextual Instruction, Project Based Learning, dan Problem Based Learning and
Inquiry. Selain model tersebut, masih banyak model pembelajaran lain yang
belum dapat disebutkan satu persatu, bahkan setiap pendidik/dosen dapat pula
mengembangkan
model
pembelajarannya
sendiri
(Direktorat
Akademik
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2008). Metode pembelajaran KBK yang
diterapkan di Fakultas Keperawatan USU adalah metode ceramah, tutorial,
praktikum dan skill lab.
Universitas Sumatera Utara
Download