Bersikap amanah (bisa dipercaya) adalah bagian dari akhlak

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Pendidikan Agama Islam
Pokok Bahasan:
Akhlak Pribadi Islami
Fakultas
Program Studi
Ekonomi dan Bisnis
Manajemen S1
Tatap Muka
06
Kode MK
Disusun Oleh
90002
Achmad Jamil
Akhlak Pribadi Islami
Akhlak menurut Hujjatul Islam al-Imam al-Gazali adalah "kemauan yang kuat tentang
sesuatu yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi adat yang membudaya yang
mengarah pada kebaikan, dan sesungguhnya akhlak adalah hal ikhwal yang melekat pada
jiwa dalam wujud tindakan dan perilaku".
Definisi di atas dapat ditarik beberapa pengertian bahwa sebuah perbuatan yang
dilakukan semata-mata bukan berdasarkan kebiasaan yang timbul dalam dirinya, maka tidak
dinamakan akhlak. Sebagai contoh seseorang yang dengan terpaksa harus bersikap ramah
di hadapan orang lain karena ingin mendapatkan sesuatu dari orang tersebut, maka sikap ini
belum dikatakan sebagai orang yang ramah. Namun apabila tindakan untuk berperilaku
ramah terlahir dari kesadaran jiwa dan perilaku ramah tersebut tampak dalam kehidupan
sehari-hari, dapat dikatakan sebagai akhlak ramah.
Beberapa Akhlak Pribadi Islami
1. Jujur (siddiq, honesty)
Kecocokan atau kesesuaian antara perkataan dan perbuatan adalah indikasi dari
sifat jujur. Lawan dari kejujuran adalah dusta atau berbohong. Sikap jujur adalah bagian
dari akhlak karimah (perilaku mulia). Kejujuran akan mengantarkan pelakunya meraih
derajat dan kehormatan yang tinggi, baik di mata Allah maupun di mata sesama
manusia. Kejujuran akan mengantarkan seseorang meraih surga yang penuh
kenikmatan dan senantiasa berada dalam keridaan Allah swt. Perihal bersikap jujur telah
banyak diterangkan dalam Al-Quran. Di antaranya terdapat dalam ayat-ayat berikut.
Artinya, "Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar" (QS. at-Taubah [9]: 119);
"Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka).
Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jika mereka
benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka"
(QS. Muhammad [47]: 21);
"Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena
kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima
tobat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"
(QS. al-Ahzab [33]: 24);
2015
2
Pendidikan Agama Islam
Dr. Achmad Jamil
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya
kepada
kerabatnya,
memerlukan
anak-anak
pertolongan)
dan
yatim,
orang-orang
orang-orang
yang
miskin,
musafir
meminta-minta;
(yang
dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar
dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang
yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa" (QS. alBaqarah [2]: 177).
Rasulullah saw, lewat hadis-hadisnya juga menganjurkan kepada umatnya agar
senantiasa bersikap jujur. Di antara sabda Rasulullah saw yang menerangkan tentang
anjuran bersikap jujur adalah sebagai berikut.
Artinya, "Dari Ibnu Mas'ud ra, dari Nabi saw bahwa beliau bersabda,
'Sesungguhnya kejujuran menunjukkan pada kebajikan dan kebajikan menunjukkan
jalan ke surga. Sesungguhnya seseorang yang jujur akan selalu melakukan kejujuran
sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta
menunjukkan pada kedurhakaan dan kedurhakaan menunjukkan jalan ke neraka.
Sesungguhnya seseorang yang berdusta akan selalu melakukan kedustaan sehingga
dicatat di sisi Allah sebagai pendusta'" (HR. Bukhari Muslim).
Kejujuran senantiasa mengarahkan umat manusia pada kebajikan, dan kebajikan
akan mengantarkan pelakunya meraih derajat tinggi di dalam surga. Seseorang yang
berlaku jujur akan selalu mempertahankan kejujuran itu hingga akhir hayatnya, sampai
dengan dia mendapatkan predikat orang yang sangat jujur, baik dalam pandangan Allah
maupun dalam pandangan sesama manusia. Sedangkan kedustaan hanya akan
mengantarkan seseorang pada kedurhakaan, yang pada akhirnya hanya akan
mengantarkan dirinya menjadi penghuni neraka. Demikian pula halnya orang yang suka
berdusta akan selalu berbuat dusta hingga dia mendapat predikat pendusta. Karena
seorang muslim hendaklah menghindari perbuatan dusta, sambil berhias diri dengan
sikap jujur dan dapat dipercaya sehingga dapat meraih kedudukan yang mulia.
Rasulullah saw bersabda,
Artinya, "Terus meneruslah dalam melakukan kejujuran, sekalipun kamu melihat
kebinasaan di dalamnya. Sebab, sesungguhnya dalam kejujuran terdapat keselamatan"
(HR. Ibnu Abi Dunya).
2015
3
Pendidikan Agama Islam
Dr. Achmad Jamil
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Seorang muslim hendaknya selalu melakukan kejujuran sekalipun dirinya
mengalami kehancuran, mendapatkan ancaman maupun tekanan. Sebab, pada
hakikatnya di dalam kejujuran terdapat kesuksesan, keselamatan, dan kemuliaan.
Hanya orang yang jujur sajalah yang akan meraih derajat tinggi, kebahagiaan lahir dan
batin, serta keberhasilan yang luar biasa.
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Hasan bin Ali bin Abi Talib, dia berkata,
Artinya, "Aku hafal sebuah hadis dari Rasulullah yang menegaskan, 'Tinggalkanlah
apa yang meragukan dirimu, beralihlah pada sesuatu yang tidak meragukan dirimu.
Sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan dan kedustaan adalah keraguan'" (HR.
Tirmizi).
Dalam masalah perdagangan, Nabi saw juga memerintahkan agar umatnya jujur
dalam jual beli. Melalui riwayat Abi Khalid Hakim bin Hizam ra, beliau telah bersabda,
Artinya, "Jual beli adalah dengan khiar selama keduanya belum berpisah. Bila
keduanya jujur dan berterus terang, keduanya mendapat berkah dalam jual beli itu. Bila
keduanya menyembunyikan sesuatu dan berdusta, dihapuslah berkah jual belinya itu"
(HR. Bukhari Muslim).
2. Bersikap Amanah
Bersikap amanah (bisa dipercaya) adalah bagian dari akhlak karimah. Sebab,
orang yang tidak dapat dipercaya (suka berkhianat) berarti memiliki salah satu dari
tanda-tanda orang munafik. Perihal bersikap amanah telah banyak diterangkan di dalam
Al-Quran, di antaranya adalah sebagai berikut.
Artinya, "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh" (QS. al-Ahzab [33]: 72);
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat" (QS. an-Nisa' [4]: 58);
2015
4
Pendidikan Agama Islam
Dr. Achmad Jamil
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
"Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya"
(QS. al-Mu'minun [23]: 8);
"Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kamu memercayai
sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu
(para
saksi)
menyembunyikan
persaksian.
Dan
barang
siapa
yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya;
dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. al-Baqarah [2]: 283).
Rasulullah saw, melalui beberapa hadisnya juga menganjurkan kepada umatnya
agar senantiasa bersikap amanah apabila dipercaya oleh orang lain.
Nabi saw bersabda,
Artinya, "Sebaik-baik golongan di antara kamu adalah yang hidup sezaman
denganku, kemudian orang-orang yang hidup mengiringi mereka, kemudian orang-orang
yang hidup mengiringi mereka." Imran berkata, "Aku tidak mengetahui sabda Nabi saw
apakah dua atau tiga kali." Sabda Nabi selanjutnya, "Kemudian sesudah mereka akan
ada suatu kaum yang menyaksikan, namun tidak dapat dijadikan saksi. Mereka
berkhianat dan tidak dapat dipercaya, mereka bernazar dan mereka tidak memenuhinya,
dan muncul di kalangan mereka orang-orang yang kegemukan" (HR. Bukhari Muslim).
Rasulullah saw menegaskan bahwa sebaik-baik golongan adalah golongan
sahabat, kemudian golongan tabiin kemudian golongan tabiut tabiin. Setelah itu, akan
muncul pengkhianatan-pengkhianatan. Sulit sekali mencari orang yang dapat dipercaya,
bahkan sangat sulit lagi mencari kesaksian seseorang. Mereka melihat kejadian di
depan mata, namun bila diangkat menjadi saksi pasti berkhianat. Bahkan, kesaksian
mereka bisa dibeli hingga yang salah bisa menang dan yang benar bisa kalah. Artinya,
sikap amanah sudah porak-poranda, yang ada tinggal para pengkhianat, bernazar tidak
dipenuhi, bahkan makan barang yang haram sudah menjadi kebiasaan hingga
digambarkan muncullah manusia-manusia yang kegemukan karena apa pun yang
dimakan tanpa harus melihat halal dan haram.
Bahkan, termasuk kebesaran jiwa seseorang adalah tetap menegakkan sikap
amanah kepada orang-orang yang telah berkhianat terhadap kita. Rasulullah bersabda,
2015
5
Pendidikan Agama Islam
Dr. Achmad Jamil
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Artinya, "Tunaikanlah amanat kepada orang yang memercayakannya kepadamu,
dan janganlah berkhianat kepada orang yang mengkhianati dirimu" (HR. Ahmad dan
Abu Dawud).
Dalam hadis ini dijelaskan bahwa Rasul memerintahkan kepada umatnya agar
senantiasa bersikap amanah. Apabila diberi amanat oleh seseorang, hendaklah
menyampaikannya kepada yang berhak menerima. Dan apabila dikhianati oleh
seseorang jangan sampai membalas dengan pengkhianatan. Tetapi, hendaklah dibalas
dengan tetap menegakkan sikap amanah. Dengan demikian, mereka akan menjadi umat
yang paripurna, menjadi teladan dan senantiasa meraih kebahagiaan.
Sikap amanah adalah bagian dari cabang iman hingga bila ditinggalkan
menjadikan iman seseorang tidak sempurna. Karena itu, setiap mukmin harus selalu
menjaga sikap amanah demi meraih kesempurnaan iman. Demikian pula halnya orang
yang suka mengingkari janji, dia tidak mempunyai agama yang kuat. Sebab, menepati
janji adalah bagian dari perintah agama yang harus ditegakkan, kapan pun dan di mana
pun.
Rasulullah saw bersabda,
Artinya, "Tidak ada iman yang sempurna bagi orang yang tidak dapat dipercaya,
dan tidak ada agama yang sempurna bagi orang yang tidak menepati janji" (HR.
Ahmad).
Dari Abdullah bin Mas'ud ra, ia telah berkata, "Berperang di jalan Allah adalah
menghapus seluruh dosa, kecuali amanat." Abdullah bin Mas'ud selanjutnya berkata,
"Pada hari Kiamat nanti ada seorang hamba yang didatangkan. Bila dia terbunuh di
jalan, kepadanya dikatakan, 'Tunaikanlah amanatmu!'” Lalu dia menjawab, "Ya Tuhanku,
bagaimanakah aku harus mendatangkannya, sementara dunia telah musnah?" Lalu ada
dikatakan, "Berangkatlah kalian dengan membawa lelaki itu ke neraka Hawiyah."
Kemudian amanat diwujudkan sebagaimana keadaannya pada waktu diberikan
kepadanya, lalu dia melihat serta mengetahui. Kemudian dia menjatuhkan dari mengejar
amanat itu hingga menemukannya. Lalu dia membawa amanat itu di atas pundaknya
sehingga ketika dia menduga telah keluar dari nereka, maka amanat itu kemudian
tergelincir dari kedua pundaknya. Dia pun kemudian menjatuhkan diri mengejar amanat
itu hingga menemukannya. Yang demikian dia lakukan untuk selama-lamanya. Abdullah
bin Mas'ud kemudian berkata, "Salat adalah amanat, wudu adalah amanat, timbangan
adalah amanat, takaran adalah amanat, dan beberapa hal yang senantiasa dihitunghitung adalah amanat. Dan amanat yang paling berat adalah titipan-titipan."
2015
6
Pendidikan Agama Islam
Dr. Achmad Jamil
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Merendahkan Diri (tawadu')
Merendahkan diri adalah bagian dari akhlak karimah yang harus dimiliki oleh setiap
muslim. Sikap merendahkan diri sering disebut dengan tawadu'. Hanya orang yang
tawadu' sajalah yang akan meraih penghormatan dari sesama manusia, serta
mendapatkan keridaan dari Tuhannya. Perihal sikap tawadu', banyak diterangkan dalam
Al-Quran. Di antaranya adalah sebagai berikut.
Artinya, "Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan" (QS. alFurqan [25]: 63);
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang
yang beriman" (QS. asy-Syu'ara [26]: 215);
"Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang
yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan
Allah, dan yang tidak takut pada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Mahaluas (pemberianNya), lagi Maha Mengetahui" (QS. al-Ma'idah [5]: 54);
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.
Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tandatanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat
mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar" (QS. al-Fath [48]: 29).
2015
7
Pendidikan Agama Islam
Dr. Achmad Jamil
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Rasulullah saw lewat hadis-hadisnya juga menganjurkan kepada umatnya agar
senantiasa bersikat tawadu', baik dalam beribadah maupun dalam bertingkah laku. Di
antara sabda-sabda Rasulullah saw yang menerangkan tentang anjuran bersikap
tawadu' adalah sebagai berikut.
Artinya, "Sesungguhnya Allah swt telah memberikan wahyu kepadaku agar kamu
sekalian saling merendahkan diri sehingga tidak ada lagi seseorang yang berlaku zalim
terhadap orang lain, dan tidak ada lagi seseorang yang sombong terhadap orang lain"
(HR. Muslim).
Apabila di antara umat manusia saling mengembangkan sikap merendahkan diri,
tentu keadaan dunia ini akan menjadi aman, tenteram, dan penuh kebahagiaan. Sebab,
tidak akan ada lagi orang yang menzalimi orang lain, dan tidak akan ada lagi orang yang
sombong, membanggakan diri, dan semena-mena terhadap orang lain. Karena itu,
setiap individu muslim harus berupaya untuk memiliki sifat dan sikap tawadu' sehingga
kekhalifahan di bumi yang mereka emban benar-benar bisa terlaksanakan dengan baik.
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,
Artinya, "Sedekah tidak akan mengurangi harta kekayaan, dan Allah tidak akan
menambah terhadap seseorang yang memberi maaf kepada orang lain kecuali
kemuliaan, serta tidaklah seseorang yang senantiasa merendahkan diri karena Allah
kecuali Allah akan meninggikan derajat kemuliaannya" (HR. Muslim).
Sementara orang, ada yang berpendapat bahwa sedekah akan mengurangi
bahkan menguras harta kekayaan. Namun, pada hakikatnya sedekah sama sekali tidak
akan mengurangi harta kekayaan, justru akan menambah berkah dan pahala di sisi
Allah. Pada hakikatnya, tawadu' tidak akan mengantarkan seseorang menjadi rendah
dan terhina, justru akan mengantarkan diri orang tersebut menjadi orang mulia lagi
terhormat. Sebaliknya, kesombongan terhadap sesama bukan akan mengantarkan
seseorang meraih keunggulan maupun kemuliaan, melainkan malah mengantarkan
dirinya menjadi orang yang hina lagi terasingkan.
Demikianlah ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Rasul dalam memberikan
tuntunan kepada umat manusia agar memiliki sikap tawadu' (merendahkan diri bukan
rendah diri), baik dalam pergaulan keseharian maupun dalam bermasyarakat sehingga
kemuliaan hakiki dan keridaan Allah dapat diraih dengan baik.
2015
8
Pendidikan Agama Islam
Dr. Achmad Jamil
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4. Bersyukur
Sikap selanjutnya yang merupakan akhlak islami adalah bersyukur. Orang yang
senantiasa mensyukuri nikmat Allah, akan mendapatkan curahan nikmat yang lebih
besar lagi. Tetapi sebaliknya, orang yang mengufuri (ingkar) nikmat, akan selalu
mendapatkan kesengsaraan dan azab Allah. Sebagian dari cara mensyukuri nikmat
Allah adalah bersyukur terhadap sesama. Sebab, orang yang tidak bisa bersyukur
terhadap sesama, berarti dia tidak pernah bersyukur kepada Allah. Perihal mensyukuri
nikmat banyak diterangkan dalam Al-Quran. Di antaranya adalah sebagai berikut.
Artinya, "Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku" (QS. alBaqarah [2]: 152);
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'" (QS. Ibrahim [14]: 7);
"Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: 'Bersyukurlah
kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), sesungguhnya ia
bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, sesungguhnya
Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji'" (QS. Luqman [31]: 12);
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambahtambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu" (QS. Luqman [31]: 14);
"Dan Dia-lah Yang telah menciptakan bagi kamu sekalian pendengaran, penglihatan
dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur" (QS. al-Mu’minun [23]: 78).
Yang dimaksud dengan bersyukur di ayat ini ialah menggunakan alat-alat tersebut
untuk memerhatikan bukti-bukti kebesaran dan keesaan Tuhan, yang dapat membawa
mereka beriman kepada Allah swt serta taat dan patuh kepada-Nya. Kaum musyrik
memang tidak berbuat demikian.
Rasulullah saw, melalui hadis-hadisnya juga menganjurkan kepada umatnya agar
senantiasa bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan Allah swt. Di antara sabda
Rasul yang menerangkan tentang anjuran mensyukuri nikmat Allah adalah sebagai
berikut.
2015
9
Pendidikan Agama Islam
Dr. Achmad Jamil
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Artinya, "Orang yang memberi makan yang senantiasa bersyukur atas nikmat Allah
adalah bagaikan orang yang berpuasa dengan penuh kesabaran" (HR. Tirmizi).
Bersedekah dengan disertai rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah
kepadanya akan mendapatkan pahala sama dengan pahala orang yang berpuasa
dengan penuh kesabaran. Artinya, sedekah yang dimaksudkan untuk mensyukuri
nikmat, pahalanya adalah sangat besar.
Rasulullah bersabda,
Artinya, "Orang yang paling bersyukur kepada Allah di antara kamu sekalian adalah
orang yang paling bersyukur kepada sesama manusia" (HR. Tabrani dan Ahmad).
Dalam sabda beliau yang lain,
Artinya, "Sesungguhnya Allah adalah baik, cinta pada kebaikan, dan sangat
senang bila melihat bekas-bekas nikmat yang telah diberikan kepada hamba-Nya. Dan
Allah sangat benci terhadap kesengsaraan dan berpura-pura sengsara" (HR. Baihaqi).
Allah sangat mencintai seseorang yang selalu bersyukur dalam menerima
anugerah-Nya. Sebab, Allah adalah baik, dan suka pada kebaikan. Sedang bersyukur
adalah bagian dari amal kebajikan. Sebaliknya, Allah sangat membenci seseorang yang
tidak pernah mau bersyukur dan berpura-pura sengsara. Artinya, Allah sangat
membenci orang yang tidak pandai mensyukuri nikmat. Maka dari itu, Rasul selalu
memerintahkan seorang muslim untuk menyebut-nyebut pemberian Allah kepadanya.
Artinya, "Barang siapa diberi kebaikan, hendaklah dia menyebutnya. Barang siapa
menyebut kebaikan yang telah diterima, dia telah mensyukuri pemberian itu. Dan barang
siapa menyembunyikan pemberian, berarti dia telah kufur terhadap nikmat" (HR.
Tabrani).
Melalui beberapa hadis di atas, seseorang yang diberi nikmat oleh Allah,
hendaklah menyebut-nyebut kenikmatan tersebut sebagai bentuk kesyukuran, bukan
sebagai bentuk kesombongan. Sedang bagi orang yang tidak mau menyebut-nyebut
kenikmatan yang telah diterima, berarti dia telah mengufuri pemberian Allah. Sebab, dia
tidak merasa bahwa apa yang dimiliki adalah pemberian dan anugerah dari sisi Allah
swt. Karena itu, setiap muslim harus pandai-pandai mensyukuri pemberian dan karunia
Allah swt.
2015
10
Pendidikan Agama Islam
Dr. Achmad Jamil
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka :
1. Srijanti, Purwanto, wahyudi : Etika Membangun Masyarakat Modern.Edisi 2. Graha
Ilmu. Yogyakarta.2007
https://www.google.co.id/#q=akhlak+pribadi+islam+doc
2015
11
Pendidikan Agama Islam
Dr. Achmad Jamil
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download