Islamis, Bukan Komunis Islamis, Bukan Komunis | indonesia | DW.COM | 25.05.2016 Apa alasan dasar dari pemburuan komunis, seolah-olah para pendukung PKI masih berjaya & para “cheerleaders” ideologi komunisme masih segar-bugar sehingga membahayakan tatanan sospol Indonesia? Ulasan Sumanto al Qurtuby. Saya heran kenapa sejumlah aparat keamanan, pemerintah, tokoh agama dan masyarakat, partai politik, dan ormas Islam di Indonesia begitu bergemuruh memburu kaum komunis yang sudah “mati suri” sementara membiarkan “kaum Islamis” yang terang-benderang bergentayangan dimana-mana. Dalam konteks negara-bangsa Indonesia dewasa ini, kelompok Islamis-lah yang justru jauh lebih berbahaya bagi fondasi kenegaraan dan kebangsaan kita, bukan “hantu” komunis yang sudah lama terkubur. Sebelum saya jelaskan tentang “kelompok Islamis” (Islamist groups) itu, supaya tidak salah paham dan dituduh macam-macam, terlebih dulu saya ingin menegaskan bahwa saya bukanlah fans ideologi komunisme. Meskipun saya belajar dan mengajar tentang beberapa ide, konsep, dan teori-teori “duo” Karl Marx (1818 – 1883) dan Friedrich Engels (1820 – 1895) yang sangat brilian di kelas sosiologi dan antropologi yang saya ampu, tetapi saya sama sekali tidak berminat untuk mempraktikkan gagasan, konsep, ideologi, dasar-dasar politik, dan propaganda pendukung komunisme. 1 Suara Bisu Perempuan Korban Tragedi 65 "Uang saya hanya cukup untuk menyambung nyawa" Sumilah berusia 14 tahun ketika ia ditangkap tahun 1965. Tuduhannya: Dia adalah anggota dari gerakan perempuan "Gerwani". Aparat menghajarnya sampai pingsan. Mereka kemudian menyekap Sumilah di kamp Plantungan. Di sana baru diketahui bahwa ia korban salah tangkap. Di masa tua, Sumilah hidup di Yogyakarta dengan uang pas-pasan. Suara Bisu Perempuan Korban Tragedi 65 "Mereka memukuli ayahku hingga hampir mati" Ayah Kina diduga merupakan simpatisan Komunis. Ia ditangkap dan tak boleh bekerja. "Itu sebabnya saya mengambil peran sebagai pengganti ayah," kata dia. Kina berpakaian seperti anak laki-laki, bekerja di ladang an mengumpulkan kayu bakar. Masyarakat mengecapnya sebagai "anak komunis". Oleh karena itu, ia dan saudara-saudaranya kehilangan hak atas tanah ayah mereka . 2 Suara Bisu Perempuan Korban Tragedi 65 "Masih tersimpan luka di hati saya" Suami Lasinem ditangkap tahun 1969, disiksa & dikirim ke Pulau Buru. "Suamiku diangkut oleh kawannya sendiri, yang merupakan tentara. Dia dipukuli, punggungnya diinjak-injak sampai luka di sekujur tubuh," papar Lasinem. Perempuan ini ditinggalkan sendirian dengan anak-anaknya. Tahun 1972, mereka menyusul sang kepala keluarga ke Buru. Trauma ketakutan melekat di diri Lasinem hingga saat ini. Suara Bisu Perempuan Korban Tragedi 65 "Meski dipukuli bertubi-tubipun saya tidak menangis" Sri adalah seniman dan penyanyi yang tergabung dalam organisasi yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia. Pada tahun 1965 ia ditangkap, disiksa, dan dipenjara. "Depan kamar tidur kami penuh tahi," kenangnya. "Kotoran itu baunya tak tertahankan." Ketika dia dibebaskan pada tahun 1970, rumahnya sudah dirampas keluarga lain. Sri menjadi tunawisma. Di masa tua, ia tinggal bersama keponakannya. Suara Bisu Perempuan Korban Tragedi 65 "Aku harus meninggalkan bayi perempuanku" Berkali-kali Yohana ditangkap, ditahan, diinterogasi. Ketika ditangkap ke-2 kalinya, ia baru saja melahirkan. Ia dipisahkan dari bayinya masih menyusu. Dua tahun kemudian baru ia bertemu anak perempuannya lagi. "Pengalaman kekerasan itu menghantuiku terus," paparnya. Namun, sepanjang hayatnya, ia tak pernah 3 menceritakan apa yang menimpanya saat itu, bahkan pada keluarganya sekalipun. Suara Bisu Perempuan Korban Tragedi 65 "Mungkin takkan pernah lupa" Ketika Juriah beumur 7 tahun, ayah diasingkan ke Pulau Buru tahun 1966. Saat menginjak usia 18 tahun, Juriah dipaksa ikut pernikahan massal. Dia harus berjanji tidak pernah meninggalkan Buru. Meskipun penuh penderitaan, ia tetap di sana: "Jika kita datang ke tempat-tempat tertentu, kita akan berbicara tentang masa lalu dan terasa seolah-olah kita tertusuk pisau." Suara Bisu Perempuan Korban Tragedi 65 "Orang-orang belum tahu kebenarannya" "Begitu banyak hilang pada tahun 1965, tanpa pengadilan atau bukti-bukti keterlibatan dengan kasus 65," kata Migelina. Seluruh keluarganya dipenjara pada tahun 1965 - ia kehilangan orang tuanya dan kakaknya. Meski tragedi sudah berlalu berakhir, tetapi ia tetap mendoakan. Migelina percaya bahwa Tuhan memberinya kehidupan lebih panjang, untuk bisa mengetahui apa yang terjadi dengan keluarganya. Penulis: Monika Griebeler (Foto: Anne-Cecile Esteve) Saya membaca buku-buku Marx, Engels, dan beberapa pemikir Marxis seperti Antonio Gramsci, Maurice Bloch, Eric Wolf, atau Tan Malaka misalnya sebatas sebagai pengetahuan dan referensi akademik saja. Sebagai akademisi, bukan aktivis atau pegiat 4 politik, saya harus mempelajari berbagai sumber pengetahuan supaya imbang dan luas dalam melihat sebuah persoalan. Keluarga dan leluhurku juga tidak memiliki tautan sejarah dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Meskipun mengakui Marxisme sebagai sebuah teori dan konsep ekonomi-historis yang sangat luar biasa yang kemudian “dicuri” oleh para ideolog politik dan pendiri komunis seperti Vladimir Lenin (1970 – 1924), secara pribadi saya berpendapat bahwa gerakan komunisme dan ideologi politik komunis yang otoriter-totaliter itu tidak tepat dan memang berbahaya dalam konteks Indonesia yang sangat majemuk. Berlebihan dan mengada-ada Tetapi masalahnya, kembali ke pertanyaan awal saya di tulisan ini: apa alasan fundamental dari pemburuan komunis seolah-olah para pendukung PKI masih berjaya dan para “cheerleaders” ideologi komunisme masih segar-bugar sehingga membahayakan tatanan sosial-politik negara Indonesia? Komunisme Sudah Mati Dimangsa Kapitalisme Rusia Biang komunisme Eropa ini menyadari runtuhnya ideologi yang digagas Karl Marx dan dikembangkan oleh Lenin dan Stalin seiring bubarnya Uni Sovyet. Pemimpin Rusia saat ini, Vladimir Putin tidak lagi banyak bicara soal ideologi, melainkan lebih menekankan ekpsor migas, penjualan senjata dan berebut hegemoni kekuatan global. 5 Komunisme Sudah Mati Dimangsa Kapitalisme Cina Embahnya komunisme di Asia ini menyadari bahwa ekonomi lebih penting dari ideologi. Petinggi Partai Komunis di Beijing lebih panik saat ekspor anjlok dan konjungktur turun, ketimbang saat Kongres Rakyat macet. Cina masih terapkan sistem satu partai, tapi terus membangun zona ekonomi istimewa dimana-mana untuk genjot ekspor. Negara ini juga memberi utang 1 Trilyun US Dollar kepada Amerika Serikat. Komunisme Sudah Mati Dimangsa Kapitalisme Vietnam Negara Asia lain yang masih mengusung ideologi komunisme ini, sudah sejak dua dasawarsa banting setir mengutamakan pertumbuhan ekonomi. Komunis Vietnam digdaya pada tahun 70-an dengan menumbangkan kekuatan Amerika. Namun tahun 90-an menyadari, kemakmuran dan ekonomi lebih penting dibanding ideologi. 6 Komunisme Sudah Mati Dimangsa Kapitalisme Korea Utara Satu-satunya negara Asia yang diyakini masih setia pada ideologi komunisme adalah Korea Utara. Tapi Kim Jong Un kini lebih tertarik pada permainan kekuasaan global, dengan ancaman senjata nuklirnya ketimbang penguatan ideologi. Politik dinasti Kim kini kelihatan jauh lebih penting dari komunisme, yang lebih banyak digunakan menenangkan rakyat yang lapar dan miskin. Komunisme Sudah Mati Dimangsa Kapitalisme Kuba Komunisme di Kuba pelan-pelan sekarat bersama lengsernya Fidel Castro. Penerusnya yang juga adiknya Raul, lebih membuka diri untuk pertumbuhan ekonomi. Pelan tapi pasti Kuba membuka pasarnya dan berfokus pada kepentingan ekonomi ketimbang ideologi. Rakyat sudah muak dengan kemiskinan dan pembodohan selama 5 dasawarsa diktatur komunis. 7 Komunisme Sudah Mati Dimangsa Kapitalisme Laos Sejak lebih dari satu dekade Laos yang berpartai tunggal sibuk menggulirkan liberalisasi pasar untuk membenahi perkonomian. Hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi di atas 8% hampir setiap tahun. Tapi serupa Cina, jiran Indonesia itu masih setia pada konsep Marxis/ Leninis dan tidak segan menangkap atau menghilangkan paksa aktivis kemanusiaan jika diperlukan. Penulis: Agus Setiawan/rzn (dari berbagai sumber) Jika alasannya karena “potensi makar”, saya kira terlalu berlebihan dan mengada-ada. Saat ini komunisme itu hidup segan mati tak mau. Uni Soviet sebagai negara asal-usul komunis sudah hancur berantakan berkeping-keping. Rusia, sebagai “pewaris” Soviet, tidak lagi berpartai tunggal (Partai Komunis) tetapi sistem demokrasi multi-partai. Rusia bahkan kini menjelma menjadi “negara agamis” dan Vladimir Putin (l. 1952) sendiri sebagai tokoh sentral Russia adalah seorang pengikut Kristen taat yang oleh Presiden Suriah Bashar Assad disebut sebagai “the sole defender of Christian civilization.” Kemudian China juga menjelma menjadi ‘negara gado-gado”: setengah komunis, setengah kapitalis. Dulu, PKI banyak pengagumnya karena mereka “jualan” isu-isu yang menyentuh lapisan masyarakat bawah seperti buruh, petani, dan nelayan sehingga laris-manis. Tetapi sejak dibabat habis oleh rezim Orde Baru, para pendukung partai palu-arit ini nyaris tak tersisa lagi. Lalu, apa sebetulnya yang dikhawatirkan dari “makhluk” yang bernama komunis ini? Komunis susah bangkit lagi di Indonesia karena masyarakat kini sudah cerdas, dewasa, dan lumayan makmur sehingga “dagangan” komunis akan susah laku. Sehingga kalaupun sisa-sisa aktivis dan simpatisan PKI membuat partai politik pun saat ini, saya yakin masyarakat tidak akan meliriknya. Catatan lagi, jika alasannya karena kaum komunis pernah membuat makar di Indonesia sehingga perlu diganyang dimana-mana, sejarah 8 makar atau pemberontakan politik di Indonesia juga bukan hanya monopoli PKI. Sejarah makar di tanah air Ada sejumlah kelompok politik, termasuk yang berafiliasi ke ideologi Islam seperti DT/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) tercatat pernah melakukan upaya makar terhadap pemerintah yang sah. Sejarah bahkan mencatat DI/TII sampai empat kali melakukan percobaan penggulingan kekuasaan, sementara PKI hanya dua kali. Sebagaimana PKI yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan Komunisme, DI/TII juga sama ingin mengganti Pancasila dengan ideologi “Islamisme”. Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965 Dunia Terbelah Dua Pada dekade 60an dunia didera konflik ideologi antara Amerika dan Uni Sovyet. Akibatnya perang proksi menjalar ke berbagai belahan Bumi. Jerman terbelah dua dan negara berkembang menjadi lahan lain perseteruan dua adidaya tesebut. Tahun 1963 Amerika Serikat gagal menjatuhkan benteng Komunisme di Kuba. Presiden baru AS, Lyndon B. Johnson, lalu beralih menginvasi Vietnam Utara. 9 Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965 Adu Jotos di Negeri Orang Bagaimana kedua adidaya menjadikan negara berkembang sebagai catur politik terlihat dari banyaknya perang proksi. Dekade 1960an mencatat sedikitnya 50 konflik semacam itu, yang terbanyak selama Perang Dingin. Uni Sovyet dan Cina terutama getol memasok senjata buat pemberontak komunis. (Gambar: Pemimpin Cina Mao Tse Tung dan penguasa Sovyet Nikita Khrushchev di Beijing, 1959) Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965 Pemberontakan Komunis Malaysia Lima tahun sebelum peristiwa G30S, Malaysia telah mendahului lewat perang antara Malayan National Liberation Army yang didukung Partai Komunis dan tentara persemakmuran pimpinan Inggris. Konflik serupa terjadi di Kongo, India, Bolivia dan Kolombia. Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965 Primadona Perang Dingin Indonesia adalah medan perang lain antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet. Mulai dekade 50an, Presiden Soekarno menjadi primadona politik yang diperebutkan oleh Presiden AS John F. Kennedy dan penguasa Uni Sovyet, Nikita Khrushchev. 10 Saat itu Indonesia sudah menjadi salah satu kekuatan terbesar di Asia Tenggara dan mulai diperhitungkan di dunia. Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965 Petualangan di Timur Soekarno yang mulai menua justru merasa Indonesia cukup kuat untuk menanggalkan asas netralitas dan menghidupkan poros Moskow-Beijing-Jakarta. Memasuki dekade 1960an, Uni Sovyet tercatat sebagai pemberi bantuan terbesar ke Indonesia, melebihi negara lain. Petualangan politik itu kemudian ternyata berujung fatal buat Indonesia Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965 Manuver Sukarno Hubungan Indonesia dan barat remuk setelah Amerika Serikat membantu pemberontakan PRRI/Permesta tahun 1958. Sebagai balasan Sukarno memerintahkan agresi militer terhadap Malaysia buat menentang pembentukan negara persemakmuran oleh Inggris. Soekarno saat itu beralasan dirinya menentang neo kolonialisme. Realitanya ia menyokong pemberontakan kelompok Komunis Malaysia di Serawak. 11 Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965 Harapan di Tangan Tentara AS pun mulai berupaya menggembosi Partai Komunis Indonesia. Mereka mengkhawatirkan Soekarno yang mulai tua akan mewariskan tahta kepada PKI. Kendati dimusuhi Jakarta, dinas rahasia barat tetap menjalin kontak dengan TNI yang dianggap satu-satunya harapan memberangus komunisme di Indonesia. Hingga peristiwa 65, AS telah melatih setidaknya 4000 perwira TNI. Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965 Bantuan dari Jerman Tahun 1971 mingguan Jerman Der Spiegel melaporkan pada 1965 dinas rahasia BND bekerjasama dengan CIA memerangi PKI di Indonesia. BND antara lain membantu TNI dengan memasok senjata api, alat komunikasi dan uang senilai 300.000 DM atau sekitar 700 ribu Euro. 12 Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965 Pujian Gehlen buat Suharto Tahun 1965 BND memiliki seorang agen rahasia, eks perwira NAZI, Rudolf Oebsger-Röder yang menyamar sebagai wartawan di Jakarta. Reinhard Gehlen (gambar), Presiden BND, menulis dalam memoarnya bahwa keberhasilan Suharto "menumpas PKI patut dihargai setinggi tingginya." Gehlen mengaku kehilangan "dua teman dekat" yang ikut dibunuh pada peristiwa G30S, salah satunya Brigjen Donald Isaac Pandjaitan Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965 Propaganda Kiriman Barat National Security Archive di AS mencatat dinas rahasia Inggris, MI6, yang beroperasi dari Singapura, menggandeng dinas rahasia Australia buat merancang propaganda hitam terhadap PKI, etnis Cina dan Sukarno. MI6 bahkan memanipulasi pemberitaan media asing seperti BBC. Propaganda yang banyak berkaca pada pemberontakan komunis Malaysia itu lalu diadopsi berbagai media Indonesia yang dikuasai TNI 13 Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965 Daftar Maut Amerika Tidak banyak kejelasan mengenai keterlibatan langsung dinas rahasia asing terhadap pembantaian simpatisan PKI. Yang jelas sejarah mencatat bagaimana Kedutaan Besar Amerika Serikat menyerahkan daftar berisikan 5000 nama jajaran pimpinan PKI kepada TNI. Dokumen tersebut, kata Robert J. Martens, atase politik di kedubes AS, "adalah bantuan besar buat TNI." Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965 Darah Disambut Pesta Di hari-hari pembantaian itu dunia merayakan kehancuran PKI di Indonesia. PM Australia Harold Holt (ki.) berkomentar "dengan dibunuhnya 500 ribu sampai 1 juta simpatisan Komunis, aman untuk berasumsi bahwa reorientasi (di Indonesia) sedang berlangsung." Ironisnya Uni Sovyet cuma bereaksi dingin dengan menyebut pembantaian tersebut sebagai "insiden yang tragis." Penulis: Rizki Nugraha/hp (dari berbagai sumber) Hal yang sama juga dilakukan oleh para pentolan “partai Islamis” Masyumi (Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang dulu ikut membekingi pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatra. Sejak Masyumi dikendalikan oleh Muhammad Natsir (1908 – 1993), kelompok ini gencar mengusung konsep Negara Islam 14 dan mengupayakan penggantian Pancasila dengan ideologi Islam sehingga Presiden Sukarno membubarkannya pada tahun 1960. Masyumi memang telah dibubarkan tetapi para aktivis dan simpatisannya masih bertebaran dimana-mana: di ormas-ormas keislaman, pemerintah, partai politik, dan bahkan aparat keamanan. Bahkan kini, kaum Islamis atau para “cheerleaders” ideologi Islamisme yang sangat bernafsu mengganti tatanan sosial-politik-kenegaraan Indonesia yang mereka anggap “tidak Islami” untuk kemudian diganti dengan sistem kepolitikan-pemerintahan Islam semakin beragam. Bukan hanya para mantan aktivis dan pendukung Masyumi saja, tetapi dari berbagai kelompok keislaman lain seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan sejumlah kelompok “Salafi ekstrim” yang bertebaran di berbagai tempat di Indonesia. Sumanto al Qurtuby blogger dan akademisi Meski mereka tidak memiliki kaitan sejarah dan afiliasi dengan Masyumi tetapi mereka memiliki semangat, pandangan, dan tujuan yang kurang lebih sama dengan Masyumi (atau DI/TII), yakni mengubah Indonesia menjadi “Negara Islam” (apapun bentuknya termasuk “Negara Khilafah” yang diusung HTI) serta mengganti ideologi Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 yang mereka anggap kafir-sesat-sekuler itu dengan sistem kepolitikan-pemerintahan-kenegaraan yang berbasis pada ajaran dan ideologi Islam. Dengan demikian, jika komunis yang sudah menjadi “hantu kuburan” saja dianggap berbahaya apalagi kaum Islamis yang masih sehat wal afiat dan setiap hari kampanye dan propaganda jualan “Negara Islam” seraya mengutuk “Negara Indonesia”. Kaum Islamis inilah seharusnya yang harus disikat, bukan kaum komunis yang sudah di alam akhirat. Penulis: Sumanto al Qurtuby, staf pengajar Antropologi Budaya dan Kepala General Studies Scientific Research, King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi. Ia memperoleh PhD dari Boston University dan penulis buku Religious Violence and Conciliation: Christians and Muslims in the Moluccas (London and New York: Routledge, 2016). 15 Suharto — Jalan Darah Menuju Istana Prajurit Tak Bertuan Suharto banyak berurusan dengan pemberontakan Darul Islam selama meniti karir militernya. Pasca kemerdekaan ia juga aktif memberantas kelompok kiri di antara pasukannya. Tahun 1959, ia nyaris dipecat oleh Jendral Nasution dan diseret ke mahkamah militer oleh Kolonel Ahmad Yani karena meminta uang kepada perusahaanperusahaan di Jawa Tengah. Namun karirnya diselamatkan oleh Jendral Gatot Subroto. Dua Musuh di Bawah Bayang Soekarno Seperti banyak prajurit yang lain, Suharto mencurigai kedekatan Soekarno dan pimpinan Partai Komunis Indonesia (dalam gambar D.N. Aidit). Terutama sejak pemberontakan komunis di Madiun 1948, eksistensi PKI sangat bergantung pada dukungan Soekarno. 16 Tanpanya PKI akan lumat oleh tentara. Permusuhan ABRI dan PKI tidak cuma beraroma politis, melainkan juga dipenuhi unsur kebencian. Bibit Perpecahan Suharto sibuk membenahi karir ketika permusuhan ABRI dan PKI mulai memanas. Buat mencegah PKI memenangkan pemilu dan menguasai pemerintahan, ABRI yang saat itu dipimpin duet Ahmad Yani dan A.H. Nasution mengajukan mosi menjadikan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Saat itu, konstelasi politik sudah mulai bergeser: Soekarno tidak lagi melihat ABRI sebagai sekutu utamanya, melainkan PKI. Berkaca Pada Tiongkok Meniru gerakan kaum komunis di Tiongkok, PKI berupaya memperluas kuasa dengan niat mempersenjatai petani dan praktik land reform. Soekarno menyetujui yang kedua dengan mengesahkan UU Pokok Agraria 1960. Tiga tahun kemudian, PKI melakukan aksi 17 sepihak dengan merebut tanah milik para Kyai di Jawa dan membagikannya pada petani miskin. Langkah itu menciptakan musuh baru buat PKI, yakni kelompok Islam. Sikap Diam Suharto Enam jam sebelum peristiwa G30S, Kolonel Abdul Latief mendatangi Soeharto buat mengabarkan perihal rencana Cakrabirawa menculik tujuh Jendral. Latief saat itu mengira, Suharto adalah loyalis Soekarno dan akan memberikan dukungan. Kesaksian Latief menyebut, Suharto cuma berdiam diri. Setelah peristiwa penculikan jendral, Suharto yang menjabat Panglima Kostrad lalu mengambil alih komando ABRI. 18 Kehancuran PKI, Kebangkitan Suharto Pada 30 September, pasukan pengamanan Presiden, Cakrabirawa, mengeksekusi tujuh dari 11 pimpinan ABRI yang diduga kuat ingin mengkudeta Soekarno. Suharto lalu memerintahkan pembubaran PKI dan penangkapan orang-orang yang terlibat. Letnan Kolonel Untung, komandan Cakrabirawa yang sebenarnya kenalan dekat Suharto dan ikut dalam operasi pembebasan Irian Barat, ditangkap, diadili dan dieksekusi. Demo dan Propaganda Pergerakan Suharto setelah G30S semata-mata diniatkan demi melucuti kekuasaan Soekarno. Ia antara lain mengirimkan prajurit RPKAD buat menguasai Jakarta, termasuk Istana Negara. Panglima Kostrad itu juga lihai menunggangi sikap antipati mahasiswa terhadap Sukarno yang dimabuk kuasa. Saat Soekarno bimbang ihwal keterlibatan PKI dalam G30S, mahasiswa turun ke jalan menuntutnya mundur dari jabatan. 19 Malam Pogrom, Tahun Kebiadaban Di tengah aksi demonstrasi mahasiswa di Jakarta, ABRI memobilisasi kekuatan buat memusnahkan pendukung PKI di Jawa dan Bali. Dengan memanfaatkan kebencian kaum santri dan kelompok nasionalis, tentara mengorganisir pembunuhan massal. Jumlah korban hingga kini tidak jelas. Pakar sejarah menyebut antara 500.000 hingga tiga juta orang tewas. Tidak semuanya simpatisan PKI. Eksekusi Disusul Eksodus Selain menangkap dan mengeksekusi, massa dikerahkan menghancurkan toko-toko, kantor dan rumah milik mereka yang diduga pendukung komunis. Sebagian yang mampu, memilih untuk mengungsi ke luar negeri. Termasuk di antaranya Sobron, adik kandung pimpinan PKI D.N. Aidit yang hijrah ke Tiongkok dan lalu ke Perancis dan bermukim di sana hingga wafat tahun 2007. 20 Kelahiran Orde Baru Setelah peristiwa G30S, Suharto yang notabene telah menjadi orang nomor satu di kalangan militer, membiarkan Soekarno berada di jabatannya, sembari menata peralihan kekuasaan. Selama 18 bulan, Suharto menyingkirkan semua loyalis Soekarno dari tubuh ABRI, menggandeng parlemen, mahasiswa dan kekuatan Islam, serta mengakhiri konfrontasi Malaysia. Kekuasaan Soekarno berakhir resmi di tangan MPRS. Penulis: rzn/as 21