Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 Studi Kasus Pembelajaran Menulis Teks Anekdot pada Kurikulum 2013 di SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2016/2017 Indri Kusuma Wardani Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia Retno Winarni Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia St.Y. Slamet Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia Abstract Writing is an important but complex language skill. For this reason, the 2013 Indonesian National Curriculum has a strong focus on literary mastery as part of the study of Indonesian. This language study is text-based and includes anecdotes as one type of text students are required to understand. Nonetheless, many problems have been noted in achieving the required level of mastery among students. This study discusses the process used for teaching writing as well as the student learning process at SMA Negeri 1 Surakarta. The study was carried out from September to December 2016 and combined observational and interview data. The lessons, based on the movie Sentilan Sentilun, were found to be studentcentered and made use of authentic evaluation, but it was noted that student mastery still showed gaps in basic competencies related to the writing of anecdotes. Pendahuluan Menulis merupakan salah satu jenis komponen keterampilan berbahasa yang harus dikuasai peserta didik, di samping menyimak, berbicara, dan membaca. Menulis diyakini sebagai keterampilan berbahasa tingkat tinggi karena penulis harus menuangkan ide, gagasan, dan maksud kepada pembaca melalui media tulisan. Slamet (2009: 98) menyatakan bahwa menulis memerlukan keterampilan karena diperlukan latihan-latihan yang berkelanjutan, terus menerus dan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, Tarigan (2013: 4) menyatakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Hal ini berarti bahwa seseorang yang memiliki keterampilan menulis disebut orang yang terpelajar. Untuk menjawab tantangan zaman dan arus globalisasi, Kurikulum 2013 menjunjung tinggi budaya literasi. Terbukti dengan konsep pembelajaran bahasa Indonesia yang tidak hanya mengajarkan materi bahasa dan sastra kepada peserta didik. Kemendikbud (2016: 1) menyatakan bahwa lingkup materi mata pelajaran bahasa Indonesia meliputi bahasa (pengetahuan tentang Bahasa Indonesia); sastra (pemahaman, apresiasi, tanggapan, analisis, dan penciptaan karya sastra); dan literasi (perluasan kompetensi berbahasa Indonesia dalam berbagai tujuan khususnya yang berkaitan dengan membaca dan menulis). Oleh karena itu, guru harus memberi perhatian lebih untuk keterampilan menulis bagi siswa. Seturut dengan pendekatan pengembangan kurikulum bahasa yang digunakan negara-negara maju, Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan genre-based, genre pedagogy, dan content ISSN – 2206-0596 (Online) 45 Wardani, Winarni & Slamet language integrated learning (CLIL). Secara singkat, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan berbasis genre. Genre merupakan pengelompokan dari suatu peristiwa komunikasi. Setiap peristiwa komunikasi memiliki tujuan komunikatif yang khas dalam wujud komunikasinya. Kemendikbud (2016: 2) menyimpulkan bahwa genre merupakan makna dan tujuan sosial, tipe teks adalah bentuk fisiknya, maka pendekatan berbasis genre juga terkadang disebut berbasis teks. Menurut Mahsun (2013) yang dimaksud pembelajaran berbasis teks adalah siswa menggunakan bahasa tidak saja hanya dijadikan sebagai sarana komunikasi, tetapi sebagai sarana mengembangkan kemampuan berpikir. Pembelajaran berbasis teks dapat dinyatakan pembelajaran yang menjadikan teks sebagai dasar, asas, pangkal, dan tumpuan. Sudah banyak dibicarakan mengenai ketidakseimbangan materi bahasa dan sastra dalam pelajaran bahasa Indonesia di semua jenjang sekolah. Seperti halnya muatan materi bahasa Indonesia pada kelas X berikut ini. Muatan materi pelajaran bahasa Indonesia pada kelas X Sekolah Menengah Atas (SMA) meliputi: 1) Laporan Hasil Observasi; 2) Teks Eksposisi; 3) Anekdot; 4) Hikayat; 5) Ikhtisar Buku; 6) Teks Negosiasi; 7) Debat; 8) Cerita Ulang (Biografi); 9) Puisi; 10) Resensi Buku. Pada level kelas X ini, terdapat 3 materi sastra, yakni anekdot, hikayat, dan puisi. Persentase muatan materi sastra yang tidak seimbang ini disayangkan karena di dalam teks sastra terkandung nilai-nilai kehidupan, serta dapat membangun wawasan serta memacu siswa memunculkan sikap berdasarkan nilai, moral, dan etika. Teks anekdot merupakan sebuah cerita singkat, namun lucu dan isinya berupa sindiran (Priyatni, 2014: 92). Teks ini diklaim para pendidik sebagai materi sastra baru karena dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tidak tercantum. Fatimah (2015: 216-217) menjelaskan bahwa dalam dunia pembelajaran bahasa, istilah anekdot telah muncul dalam pembelajaran bahasa Inggris Kurikulum 2004. Sementara itu munculnya teks anekdot sebagai teks yang diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia baru disampaikan secara tersurat dalam Kurikulum 2013. Sesuai dengan prinsip pembelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum tersebut yakni berbasis teks, maka teks anekdot menjadi salah satu teks yang wajib dipelajari siswa. Hanya saja teks anekdot tidak diperkenalkan sejak SMP, tetapi baru dikenalkan mulai SMA/ MA. Keberhasilan peserta didik memiliki keterampilan menulis anekdot ditentukan oleh berbagai komponen yang saling berkaitan dalam sistem pembelajaran. Komponen-komponen tersebut meliputi tujuan pembelajaran, isi/materi, metode, media, dan evaluasi (Sanjaya, 2011: 59). Dengan karakteristik kelas X IS 2 yang sangat aktif serta memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, guru perlu menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat supaya dapat memenuhi kebutuhan pengetahuan peserta didik serta memberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitas mereka secara berkelompok. Selain itu, peserta didik membutuhkan media yang menarik supaya tidak jenuh dan kehilangan motivasi untuk mengikuti pembelajaran menulis teks anekdot. SMA Negeri 1 Surakarta merupakan sekolah pilihan yang pada tahun 2013 ditetapkan sebagai pilot project pemerintah pusat untuk pengimplementasian Kurikulum 2013. Hingga saat ini, Kurikulum 2013 senantiasa mengalami perubahan. Penyempurnaan kurikulum 2013 disertai permasalahan baru. Oleh karena itu, peneliti tertarik meneliti pembelajaran menulis teks anekdot di SMA Negeri 1 Surakarta. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana proses perencanaan pembelajaran menulis teks anekdot di SMA Negeri 1 Surakarta?; (2) Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran menulis teks anekdot di SMA Negeri 1 Surakarta?; (3) Bagaimana proses penilaian dalam pembelajaran menulis teks anekdot di SMA Negeri 1 Surakarta?; (4) Apa saja kendala dalam pembelajaran menulis teks ISSN – 2206-0596 (Online) 46 Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 anekdot di SMA Negeri 1 Surakarta? (5) Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasi masalah dalam pembelajaran menulis teks anekdot pada SMA Negeri 1 Surakarta. Kurikulum 2013 Kurikulum menurut Undang-Undang Nomor 20 Pasal 1 Butir 9 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran secara serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” (dalam Indriyanto, 2010: 27). Berdasarkan definisi kurikulum tersebut, kita dapat mengetahui pengertian sekaligus komponen pembangun kurikulum. Subandiyah menambahkan bahwa komponen utama kurikulum meliputi tujuan pendidikan, isi/materi, organisasi/strategi, media, proses belajar mengajar, sedangkan komponen penunjangnya adalah sistem administrasi, bimbingan dan penyuluhan, dan sistem evaluasi (Suparlan, 2011). Suparlan (2011) menjabarkan macam-macam kurikulum yang ditinjau dari proses penyusunannya meliputi kurikulum nasional, negara bagian, dan sekolah. Kurikulum nasional (national kurikulum), yakni kurikulum yang disusun oleh tim pengembang tingkat nasional dan digunakan secara nasional; kurikulum negara bagian (state curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh masing-masing negara bagian, misalnya di masing-masing Negara bagian di Amerika Serikat, dan digunakan oleh masing-masing negara bagian itu; sedangkan kurikulum sekolah (school curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh satuan pendidikan sekolah. Kurikulum sekolah lahir dari keinginan untuk melakukan diferensiasi dalam kurikulum. Kurikulum yang berlaku di Indonesia termasuk jenis kurikulum nasional, tetapi sekolah diberi wewenang untuk mengembangkan kurikulum nasional tersebut disesuaikan dengan sumber daya yang dimiliki. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum ke-XI yang pernah berlaku di Indonesia. Berikut ini urutan kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia, (1) Kurikulum tahun 1947 yang disebut Rencana Pelajaran Dirinci Dalam Rencana Pelajaran Terurai (17 tahun); (2) Kurikulum tahun 1964 Rencana Pendidikan Dasar (4 tahun); (3) Kurikulum tahun 1968 Kurikulum Sekolah Dasar (6 tahun); (4) Kurikulum tahun 1974 Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (1 tahun); (5) Kurikulum tahun 1975 Kurikulum Sekolah Dasar (9 tahun); (6) Kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (KCBSA) 1984 (10 tahun); (7) Kurikulum 1994 (3 tahun); (8) Kurikulum tahun 1997 Revisi Kurikulum 1994 (7 tahun); (9) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 (2 tahun); (10) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTPS) 2006 (7 tahun); (11) Kurikulum tahun 2013 yang mulai diberlakukan pada bulan Juli 2013 (Anonim, 2013). Berbagai pertimbangan mempengaruhi perubahan dan pergantian kurikulum dari masa ke masa, begitu pula dengan pergantian kurikulum dari KTSP menuju Kurikulum 2013. Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap pergantian kurikulum dapat berupa faktor politik, sosial, budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Namun, bagaimanapun hasil pertimbangan dan pengaruh faktor-faktor tersebut diharapkan tetap dalam tekad mewujudkan cita-cita dan tujuan pendidikan nasional. Seperti pendapat Mulyasa (2013: 3) yang mengungkapkan bahwa perubahan apapun yang dilakukan dalam bidang pendidikan, harus tetap dilandasi oleh semangat membentuk nilai-nilai karakter bangsa. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, salah satu dari tujuan nasional pendidikan adalah mewujudkan akhlak mulia (dalam Raharjo, 2007). ISSN – 2206-0596 (Online) 47 Wardani, Winarni & Slamet Pada kurikulum KTSP, konsep pembelajaran menitikberatkan pada kecakapan kognitif baru kemudian afektif dan psikomotorik. Memang, banyak siswa berprestasi baik dalam bidang akademik atau nonakademik tetapi terdapat penurunan kualitas proses belajar siswa. Banyak ditemukan fenomena tentang kemerosotan moral peserta didik, seperti mencontek hingga tindakan plagiarisme. Peristiwa-peristiwa ini lah yang menjadi alasan dan mengawali disusunnya Kurikulum 2013. Berlandaskan pada kenyataan tersebut, pemerintah melalui Kemendikbud berusaha untuk mewujudkan kondisi ideal tersebut dengan menyempurnakan pola pikir perumusan Kurikulum 2013 terlebih dahulu, yakni: (1) Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari kebutuhan; (2) Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan melalui Kompetensi Inti yang bebas mata pelajaran; (3) Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan (Mulyasa, 2013: 63). Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi ini diharapkan dapat menghasilkan manusia yang produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter. Oleh karena itu, tema yang diusung Kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan yang produktif, kreatif, inovatif, afektif; melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi (Mulyasa, 2013: 99). Adapun indikator-indikator perubahan yang menyatakan keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 menurut Mulyasa (2013: 11) adalah (1) adanya lulusan yang berkualitas, produktif, kreatif, dan mandiri; (2) adanya peningkatan mutu pembelajaran; (3) adanya peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan pendayagunaan sumber belajar; (4) Adanya peningkatan perhatian serta partisipasi masyarakat; (5) adanya peningkatan tanggung jawab sekolah; (6) Tumbuhnya sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara utuh di kalangan peserta didik; (7) Terwujudnya pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM); (8) terciptanya iklim yang aman, nyaman, dan tertib, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (joyfull learning); (9) adanya proses evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan (continuous quality improvement). Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa revitalisasi kurikulum merupakan upaya pemerintah mewujudkan kondisi ideal pembelajaran. Kurikulum 2013 berbasis kompetensi dan karakter yang mulai diimplementasikan di Indonesia pada Juni 2013 diharapkan dapat menyiapkan peserta didik tidak hanya cakap dalam ranah kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotoriknya sehingga mampu bersaing di dunia kerja dan era globalisasi. Proses Pembelajaran Menulis Teks Anekdot pada Kurikulum 2013: Hakikat Proses Pembelajaran Gagne (dalam Dahar, 2011: 2) menyatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku suatu organisasi sebagai akibat pengalaman. Pendapat ini menjelaskan bahwa suatu organisasi yang dalam hal ini adalah siswa disebut belajar apabila mengalami sebuah proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dialami siswa disebut pengalaman belajar. Proses pembelajaran yang berhasil akan membuat siswa mengalami perubahan sikap dan tingkah laku baik itu saat pembelajaran berlangsung atau setalahnya. Slavin (dalam Trianto, 2010) menambahkan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu. ISSN – 2206-0596 (Online) 48 Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 Robbins (dalam Trianto, 2010) menyatakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam dimensi belajar yaitu penciptaan hubungan, pengetahuan yang sudah dipahami, dan pengetahuan yang baru. Dapat dijelaskan bahwa belajar merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru, bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui (nol). Dapat dijelaskan juga bahwa siswa merupakan subjek belajar, siswa dituntut aktif mencari, menambah, dan mengembangkan informasi bukan objek belajar yang hanya menerima materi yang disampaikan guru. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Oemar Hamalik (dalam Suardi, 2012: 21) yang menyatakan bahwa pembelajaran berfungsi menyiapkan peserta didik untuk memasuki kehidupan nyata. Siswa pada hakikatnya belum siap atau sebenarnya memiliki kompetensi tetapi belum maksimal, bukan tidak memiliki kompetensi sama sekali sehingga perlu disiapkan dan sedang menyiapkan dirinya sendiri. Belajar merupakan proses, maka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan tingkah laku peserta didik pasti melalui tahapan demi tahapan. Gagne (dalam Dahar, 2011:124) mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act), yaitu (1) fase motivasi, (2) fase pengenalan, (3) fase perolehan, (4) fase retensi, (5) fase pemanggilan, (6) fase generalisasi, (7) fase penampilan, dan (8) fase umpan balik. Proses pembelajaran di dalam kelas atau Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) hendaknya juga mencakup tahapan-tahapan tersebut, mulai dari siswa membangun dan mencari informasi sendiri, memperoleh informasi dari guru, mengolah dan mengingat materi, mengalami perubahan penampilan (sikap dan tingkah laku) hingga mendapat konfirmasi dan refleksi dari guru. Siswa disebut belajar apabila mengalami perubahan pengetahuan, perubahan sikap, dan perubahan tingkah laku. Hal ini sesuai dengan pendapat Surjadi (1989:4) yang mengatakan bahwa belajar berlangsung apabila terjadi perubahan pada diri peserta didik. Perubahan itu meliputi penambahan informasi, pengembangan atau peningkatan pengertian, penerimaan sikap-sikap baru, perolehan penghargaan baru, dan pengerjaan sesuatu dengan mempergunakan apa yang telah dipelajari. Lebih lanjut Harsey dan Blanchard (dalam Raharjo, 2007: 235) menjelaskan bahwa terdapat empat level perubahan dalam diri peserta didik, yakni perubahan pengetahuan, perubahan sikap, perubahan perilaku, dan perubahan prestasi kelompok atau organisasi. Meskipun banyak sekali faktor yang mempengaruhi kesuksesan proses pembelajaran, tetapi terdapat komponen penting yang selalu ada di dalam proses pembelajaran di kelas yaitu guru dan siswa. Sanjaya (2006) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik. Hal ini didukung oleh pernyataan Uno (2008: 84), bahwa hakikat pembelajaran adalah perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan peserta didik. Trianto (2010:17) juga menyatakan bahwa pembelajaran merupakan usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan peserta didiknya (mengarahkan interaksi peserta didik dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa titik fokus dalam proses pembelajaran adalah siswa. Pihak yang harus mengalami proses belajar, mengalami perubahan pengetahuan, sikap, dan tingkah laku adalah siswa. Untuk dapat mengoptimalkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran, diperlukan faktor-faktor pendukung yang salah satunya adalah guru. Selain itu, Sanjaya (2006) menyatakan bahwa komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran meliputi tujuan, isi/materi, metode, media, dan evaluasi ISSN – 2206-0596 (Online) 49 Wardani, Winarni & Slamet Berbagai komponen pembelajaran tersebut terintegrasi dalam tahapan proses pembelajaran. Tahapan proses pembelajaran menurut Standar Proses meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan. evaluasi pembelajaran. Keterampilan Menulis Teks Anekdot Manusia memiliki empat jenis keterampilan berbahasa yang keempatnya merupakan satu kesatuan atau disebut catur-tunggal. Menurut Tarigan (2013: 1), keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu: (1) keterampilan menyimak (listening skill); (2) keterampilan berbicara (speaking skill); (3) keterampilan membaca (reading skill); dan (4) keterampilan menulis (writing skill). Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak pelatihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berpikir seseorang. Hamalik (2008) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak bertatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Menurut McCrimmon (dalam Slamet, 2012: 169), menulis merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas. Pendapat ini senada dengan pendapat Mary Lawrence (dalam Slamet, 2012: 171), menulis adalah mengomunikasikan apa dan bagaimana pikiran penulis. Slamet (2012: 171) menyatakan bahwa menulis merupakan serangkaian aktivitas (kegiatan) yang terjadi dan melibatkan beberapa fase (tahap), yaitu fase pramenulis (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan), dan pascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan). Dananjaja (1997: 11) berpendapat bahwa anekdot adalah kisah fiktif lucu pribadi seorang tokoh atau beberapa tokoh yang benar-benar ada. Hal tersebut senada dengan (Muthiah: 2012) yang menyatakan bahwa anekdot adalah sebuah teks yang berisi pengalaman seseorang yang tidak biasa. Pengalaman yang tidak biasa tersebut disampaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk menghibur si pembaca. Teks Anekdot sering juga disebut dengan cerita jenaka karena kelucuannya. Hal ini senada dengan Martin (2003) yang menerangjelaskan bahwa anekdot merupakan salah satu jenis humor bahkan anekdot sering dianggap sebagai humor itu sendiri. Istilah humor muncul pada abad ke-18 seiring dengan dimulainya masa pendekatan humanistic. Istilah humor digunakan untuk membedakan perilaku tertawa yang disebabkan hal-hal kurang positif seperti saling ledek(comedy), celaan (sarcasm), sindiran (satire), dan keanehan yang terjadi pada orang lain (ridicule). Berbeda dengan penjelasan Danandjaja maupun Muthiah, beberapa ahli memaknai secara lebih luas tentang teks anekdot. Graham dalam Fatimah (2013: 218) menyatakan bahwa kata anekdot digunakan untuk memaknai kata “joke” dari bahasa Inggris yang bermakna suatu narasi atau percakapan yang lucu (humorous). Senada dengan berbagai pandangan terakhir, Wijana (1995: 24) menjelaskan bahwa teks humor adalah teks atau wacana bermuatan humor untuk bersendau gurau, menyindir, atau mengkritik secara tidak langsung segala macam kepincangan atau ketidak beresan yang tengah terjadi di masyarakat penciptanya. ISSN – 2206-0596 (Online) 50 Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 Priyatni (2015: 92) menjelaskan bahwa teks anekdot merupakan sebuah cerita singkat, namun lucu dan isinya berupa sindiran. Teks yang memaparkan cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan yang isinya berupa kritik atau sindiran terhadap kebijakan, layanan publik, perilaku penguasa, atau suatu fenomena/kejadian ini disebut teks anekdot. Tujuan teks anekdot adalah memberikan sindiran/kritik terhadap kebijakan, layanan publik, perilaku penguasa, atau suatu fenomena/kejadian dengan cara yang lebih menghibur dan menarik (lucu dan mengesankan). Gerot dan Wignell (dalam Wachidah, 2004: 10) menyatakan bahwa teks anekdot pada umumnya terdiri atas lima bagian atau struktur generik, yaitu abstract, orientation, crisis, reaction, dan coda. . Metode Penelitian Penelitian tentang pembelajaran menulis teks anekdot pada Kurikulum 2013 dilakukan di SMA Negeri 1 Surakarta yang beralamat di Jalan Monginsidi Nomor 40, Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari pada tahun ajaran 2016/2017. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, mulai dari bulan September hingga Desember 2017. Pendekatan penelitian pada penelitian ini adalah kualitatif deskripstif melalui metode studi kasus. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sumber data berasal dari peristiwa proses pembelajaran, informan (guru dan siswa), dan dokumen. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam, dan analisis dokumen. Validitas data diperoleh melalui triangulasi sumber data, triangulasi metode, dan review informan. Teknik analisis data menggunakan model interaktif, yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data (penyajian data), dan penarikan kesimpulan. Hasil dan Pembahasan Cartono dan Toto (2006: 1) menyatakan bahwa kurikulum, proses pembelajaran, dan penilaian merupakan tiga dimensi yang saling berkaitan, kurikulum merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan yang menjadi landasan program pembelajaran, proses pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Sedangkan penilaian merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapaian kurikulum dan berhasil tidaknya proses pembelajaran yang dilakukan guru. Oleh karena itu, untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran menulis teks anekdot di SMA Negeri 1 Surakarta, maka perlu diamati dan dianalisis proses perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Perencanaan Pembelajaran Menulis Teks Anekdot di SMA Negeri 1 Surakarta pada Kurikulum 2013 Perencanaan pembelajaran atau disebut desain pembelajaran yang merupakan tahapan awal proses pembelajaran. Morrison, dkk (dalam Gafur, 2012: 3) menyatakan “Instructional design is a strategic planning of a course. It is a blueprint that you design and follow. It helps us connect all the dots to form a clear picture of teaching and learning events”. Desain pembelajaran merupakan pola atau rancangan pembelajaran yang disusun secara sistematis sehingga proses pembelajaran berlangsung secara optimal dalam arti tujuan pembelajaran tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Perencanaan pembelajaran yang dilakukan guru bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Surakarta adalah mengkaji silabus dan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). ISSN – 2206-0596 (Online) 51 Wardani, Winarni & Slamet Departemen Pendidikan Nasional mendefinisikan silabus sebagai rencana pembelajaran pada satu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar (Akbar, 2013: 7). Terdapat perubahan yang signifikan mengenai penyusunan silabus pada Kurikulum 2013. Mulyasa (2013: 80) menyatakan bahwa dalam Kurikulum 2013, pengembangan silabus tidak lagi oleh guru, tetapi sudah disiapkan oleh tim pengembang kurikulum, baik di tingkat pusat maupun wilayah. Hal ini sesuai dengan Permendikbud No. 81 A Tahun 2013 pada lampiran IV menyatakan bahwa tahap pertama dalam pembelajaran menurut standar proses yaitu perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. (Mulyasa, 2007: 212). Berdasarkan Permendikbud No.81 A Tahun 2013, RPP paling sedikit harus memuat tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian. Komponenkomponen tersebut secara operasional diwujudkan dalam format berikut: (a) identitas RPP yang meliputi sekolah, mata pelajaran, kelas/semester, materi pokok, alokasi waktu; (b) tubuh RPP yang meliputi Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar dan Indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media, alat, dan sumber pembelajaran, langkahlangkah kegiatan pembelajaran, dan penilaian; (c) penutup RPP yang meliputi pengesahan dan lampiran. Komponen RPP yang disusun oleh guru-guru bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Surakarta memiliki format yang sama dan lengkap, tidak adanya lampiran karena lampiran penilaian dan materi dicantumkan dalam tubuh RPP. Selain kelengkapan komponen, perlu diperhatikan juga bobot isi dan unsur bahasa RPP karena semakin jelas RPP akan semakin mudah dipahami dan dilaksanakan oleh guru. Bobot isi RPP dapat dilihat dari ketepatan, kejelasan, dan kelengkapan setiap komponen. Perumusan tujuan pembelajaran pada RPP bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Surakarta telah mengandung unsur audience dan behavior sesuai dengan Permendikbud No. 81 A Tahun 2013. Tiga dari empat RPP yang dianalisis menggunakan pengorganisasian materi sesuai dengan pendapat Merril. Merril (dalam Gafur, 2012: 66) bahwa isi (materi) pelajaran dibedakan menjadi empat macam, yakni fakta, konsep, prinsip, dan prosedur (fact, concept, procedure, dan principle). Metode pembelajaran yang digunakan adalah Contextual Teaching and Learning (CTL) yang di dalamnya mencakup enam komponen belajar, yaitu konstruktivisme, inkuiri, questioning, learning community, mdelling, authentic assessment. Media pembelajaran yang direncanakan menggunakan video Sentilan Sentilun. Secara garis besar, RPP telah memiliki pedoman dan prosedur penilaian yang lengkap. Penilaian yang dilakukan meliputi penilaian proses dan hasil. Penilaian proses ditekankan pada motivasi belajar siswa saat mengikuti pembelajaran menulis teks anekdot, sedangkan penilaian hasil berupa produk teks anekdot. Dalam RPP telah tercantum rubrik penilaian untuk motivasi belajar serta rubrik menulis teks anekdot. Kesalahan unsur bahasa dalam RPP bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Surakarta seharusnya dapat diminimalisasi sehingga RPP jelas dan mudah dipahami. Guru dapat menggunakan ISSN – 2206-0596 (Online) 52 Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 pedoman Ejaan yang Disempurnakan (EyD) untuk pedoman penulisan kata, kelompok kata, ejaan, penulisan daftar pustaka, dan penomoran. Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Teks Anekdot di SMA Negeri 1 Surakarta pada Kurikulum 2013 Paradigma konsep mengajar telah mengalami perubahan dari mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran menjadi mengajar sebagai proses mengatur lingkungan. Sanjaya (2006: 102) menyatakan bahwa paradigma konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan yang memiliki karakteristik: (a) mengajar berpusat pada siswa; (b) siswa sebagai subjek belajar; (c) proses pembelajaran berlangsung di mana saja; (d) pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan. Mulyasa (2013: 125) menyatakan bahwa pada umumnya, kegiatan pembelajaran mencakup kegiatan awal atau pembukaan, kegiatan inti atau pembentukan kompetensi dan karakter, serta kegiatan akhir atau penutup, pernyataan ini sesuai dengan Permendikbud No. 81 A Tahun 2013. Mulyasa (2013: 125) menyatakan bahwa kegiatan awal atau pembukaan pembelajaran berbasis kompetensi dalam menyukseskan implementasi Kurikulum 2013 mencakup pembinaan keakraban dan pretes. Berdasarkan hasil observasi, guru bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Surakarta telah melakukan pembinaan keakraban dan pretes pada pembukaan pembelajaran. Kemendikbud Indonesia mengusung pendekatan scientific dan pembelajaran berorientasi pada keaktifan peserta didik (student centered learning). Permendikbud No. 81 A Tahun 2013 menyatakan bahwa kegiatan inti dijabarkan lebih lanjut menjadi rincian dari kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, yakni mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. Guru bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Surakarta telah berusaha menerapkan pendekatan saintifik dengan melaksanakan urutan kegiatan dari mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. Selain itu, guru telah menerapkan metode yang mampu menarik antusiasme siswa sehingga guru tidak mendominasi pembelajaran, yakni dengan menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Guru juga menyisipkan penanaman pendidikan karakter secara tidak langsung pada setiap kegiatan belajar. Tahap terakhir pada pelaksanaan pembelajaran adalah kegiatan penutup. Mulyasa (2013: 129) menyatakan bahwa kegiatan akhir pembelajaran atau penutup dapat dilakukan dengan memberikan tugas dan post test. Pada kegiatan penutup, guru bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Surakarta melakukan post test, menyimpulkan pembelajaran bersama siswa, memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, dan memberikan tugas. Tugas akhir yang diberikan adalah menulis menulis teks anekdot dengan tema pendidikan, budaya, politik, dan sosial. Siswa diberi kebebasan untuk memilih tema tersebut. Penilaian Pembelajaran Menulis Teks Anekdot di SMA Negeri 1 Surakarta pada Kurikulum 2013 Arifin (2012: 178) menyatakan bahwa model penilaian yang digunakan dalam kurikulum 2004 adalah Penilaian Berbasis Kelas (classroom-based assessment). Kita ketahui bahwa Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan kurikulum berbasis kompetensi maka Penilaian Berbasis Kelas (PBK) masih berlaku. Akbar (2013: 91) menjelaskan bahwa penilaian berbasis kelas merupakan penilaian menyeluruh dan terpadu mencakup proses dan hasil belajar siswa. ISSN – 2206-0596 (Online) 53 Wardani, Winarni & Slamet Jihad dan Abdul (2013: 94) menyatakan bahwa penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti penilaian untuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta didik (portofolio), dan penilaian diri. Melalui berbagai cara penilaian terhadap peserta didik maka dapat dihasilkan hasil penilaian yang otentik. Sesuai dengan Permendikbud No. 81 A Tahun 2013, untuk melaksanakan penilaian dengan acuan kriteria yang jelas maka guru harus mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Guru telah mengupayakan pelaksanaan evaluasi pembelajaran secara maksimal dengan melakukan penilaian pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada pembelajaran menulis teks anekdot, guru melakukan penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses yang menekankan pada motivasi belajar siswa dinilai dengan lima indikator, yaitu tekun, ulet, minat, prestasi, dan mandiri. Sedangkan penilaian keterampilan menulis dilihat dari produk teks anekdot yang disusun siswa, dinilai dengan kriteria isi, struktur, diksi, kalimat, dan mekanik. Sebagai gambaran riil, peneliti melakukan observasi di salah satu kelas, yakni X IS 2 SMA Negeri 1 Surakarta. Berdasarkan hasil observasi dan analisis dokumen, dapat diketahui bahwa motivasi belajar siswa dan keterampilan menulis teks anekdot siswa kelas X IS 2 cukup baik. Lima aspek yang menjadi indikator penilaian motivasi belajar, yakni tekun, ulet, minat, prestasi, dan mandiri. Aspek tekun sebesar 84,05%, aspek ulet sebesar 78,26%, aspek minat sebesar 79,71%, aspek prestasi sebesar 75,36%, dan aspek mandiri sebesar 75,36%. Sedangkan lima aspek yang menjadi indikator penilaian keterampilan menulis meliputi isi, struktur, diksi, kalimat, dan mekanik. Aspek isi sebesar 94,2%, aspek struktur sebesar 94,78%, aspek diksi sebesar 85,22%, aspek kalimat sebesar 82,51%, dan aspek mekanik sebesar 71,3%. Hambatan dan Solusi yang Dilakukan Guru untuk Mengatasi Hambatan Pembelajaran Menulis Teks Anekdot di SMA Negeri 1 Surakarta pada Kurikulum 2013 Hambatan yang dihadapi guru dalam pembelajaran menulis teks anekdot di SMA Negeri 1 Surakarta adalah: (1) penjelasan mengenai teks anekdot dalam buku teks bahasa Indonesia terbitan pemerintah terbatas. Pemaparan didominasi dengan contoh teks anekdot dan latihanlatihan soal; (2) sumber teori mengenai teks anekdot terbatas bahkan cenderung kurang sehingga menghambat kreativitas guru dalam mengembangkan bahan ajar; (3) peserta didik lebih menyukai membaca dan bermain peran dalam pembelajaran teks anekdot dibandingkan dengan menulis teks anekot. Padahal Kompetensi Dasar mengonversi teks anekdot menjadi jenis teks lain, seperti teks drama telah dihapus dalam silabus terbaru; (4) memang teks anekdot bernuansa humor dan bertujuan untuk mengkritik orang lain, namun terdapat peserta didik yang menonjolkan kritikan mereka bagi pemerintah dengan tajam dan melupakan muatan humornya. Langkah yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah: (1) bekerja sama dengan peneliti untuk mencari buku-buku landasan teori tentang teks anekdot serta bahan-bahan bacaaan berupa teks anekdot; (2) mengakses artikel-artikel jurnal untuk memperluas wawasan; (3) menggunakan metode dan media pembelajaran yang inovatif untuk menarik minat siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis teks anekdot; (4) menegaskan hakikat teks anekdot kepada siswa sehingga bukan fokus pada kritik saja tetapi melupakan muatan humor. ISSN – 2206-0596 (Online) 54 Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 Simpulan dan Saran Pada tahap perencanaan pembelajaran menulis teks anekdot, guru melakukan pengkajian silabus serta pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Guru SMA Negeri 1 Surakarta memiliki perangkat pembelajaran yang lengkap: (1) silabus dari pemerintah; (2) RPP menulis teks anekdot dengan komponen yang lengkap dan berbobot, hanya masih terdapat beberapa kesalahan ejaan. Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru adalah menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) serta mengunakan media video Sentilan Sentilun. Penilaian yang dilakukan guru meliputi penilaian proses dan hasil. Penilaian proses menekankan pada motivasi belajar siswa, sedangkan penilaian hasil diambil dari produk tulisan teks anekdot siswa. Berdasarkan hasil observasi, tingkat motivasi belajar dan keterampilan menulis teks anekdot di SMA Negeri 1 Surakarta baik. Hambatan yang dihadapi guru adalah keterbatasan pemaparan materi pada buku teks, keterbatasan buku referensi, siswa kurang berminat mengikuti pembelajaran menulis teks ankekdot, siswa kurang memahami hakikat teks anekdot. Berdasarkan kondisi ini, guru sebaiknya memiliki Focus Group Discussion (FGD), baik dengan guru lain atau peneliti dari universitas; proaktif mencari bahan referensi tentang teks anekdot, baik buku maupun artikel jurnal; menerapkan metode dan media pembelajaran yang menarik dan inovatif. Referensi Akbar, Sa’dun. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: PT Rema Rosdakarya. Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran: Prinsp, Teknik, Prosedur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Cartono dan Toto Sutarto G. Utari. 2006. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: Prisma Press. Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Danandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain- lain. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. Fatimah, Nuraini. 2013. “Teks Anekdot sebagai Sarana Pengembangan Kompetensi Bahasa dan Karakter Siswa” dalam Prosiding Seminar Nasional: Teks Sebagai Sarana Pembelajaran Menyongsong Kurikulum 2013. FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta. Gafur, Abdul. 2012. Desain Pembelajaran: Konsep, Model, dan Aplikasinya dalam Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara. Indriyanto. 2012. “Pengembangan Kurikulum Sebagai Intervensi Kebijakan Peningkatan Mutu Pendidikan” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 18 (4): 440-452. ISSN – 2206-0596 (Online) 55 Wardani, Winarni & Slamet Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo. Kemendikbud. 2016. Silabus Mata Pelajaran Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah/ Sekolah Menengah Kejuruan/ Madrasah Aliyah Kejuruan (SMA/MA/SMK/MAK). Jakarta: Kemendikbud. Martin, R. 2003. “Sense of humor”. Dalam S. J. Lopez& C.R. Snyder (Ed.), Positive Psychological assessment A handbook of models and measures (pp. 313-316) Washington, DC: American Psycological Association. Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyasa, E. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Priyatni, Endah Tri. 2014. Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Sanjaya, Wina. 2015. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Prenadamedia Group. Sardiman A.M. 2012. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Slamet, St. Y. & Khundharu Saddhono. 2012. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia: Teori dan Aplikasi. Karanganyar: CakraBooks. Slamet, St. Y. 2009. Dasar-dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: UNS Press. Suparlan. 2011. Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Tarigan, Henry Guntur. 2013. Menulis: Sebagai Sutau Keterampilan Berbahasa. Bandung: CV Angkasa. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Uno, Hamzah B dan Satria Koni. 2008. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Wachidah, Siti. 2004. Pembelajaran Teks Anekdot. Jakarta: Departemen Penddidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjut Pertama. ISSN – 2206-0596 (Online) 56 Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 Wijana, I dewa Putu. 1995. “Pemanfaatan Teks Humor dalam Pegajaran Aspek- Aspek Kebahasaan”, II/1995. Halaman 23-30. ISSN – 2206-0596 (Online) 57