16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Parameter yang diamati dalam percobaan ini adalah Daya Berkecambah (DB), Kecepatan Tumbuh (Kct), Nilai Perkecambahan (NP), riap tinggi semai (RTS), riap diameter batang (RDB) dan riap jumlah daun (RJD). Rekapitulasi hasil pengamatan setiap parameter perkecambahan dan pertumbuhan awal sebagai respon dari perlakuan perendaman (A) dan perlakuan buah (B) terhadap semai bintaro (C. manghas) dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap setiap parameter perkecambahan dan pertumbuhan awal semai dapat dilihat pada Lampiran 3 dan rekapitulasinya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perendaman dan perlakuan buah terhadap parameter perkecambahan dan pertumbuhan awal semai bintaro (C. manghas) Parameter Daya Berkecambah (DB) Kecepatan Tumbuh (Kct) Nilai Perkecambahan (NP) Riap Tinggi Semai (RTS) Riap Diameter Batang (RDB) Riap Jumlah Daun (RJD) Perendaman (A) tn tn tn tn tn tn Perlakuan Buah(B) ** ** ** ** ** ** AxB tn tn tn tn tn tn ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 0,01; tn = tidak berpengaruh nyata Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 1) di atas terlihat bahwa semua parameter perkecambahan dan pertumbuhan awal semai hanya dipengaruhi oleh perlakuan terhadap buah saja. 4.1.1 Daya Berkecambah (DB) Kurva pengaruh perlakuan buah terhadap daya berkecambah benih bintaro disajikan pada Gambar 5. Pada perlakuan tanpa mengupas kulit buah (B0), kecambah mulai muncul pada hari ke-42 setelah tanam, kemudian meningkat dan sampai pada 105 HST daya berkecambah mencapai 78% dan laju berkecambah tertinggi dicapai pada 77 HST. Pada perlakuan ekstraksi (B1) kecambah mulai muncul pada hari ke-77 setelah tanam, kemudian meningkat dan sampai pada 105 HST daya berkecambah mencapai 20% dan laju berkecambah tertinggi dicapai pada 84 HST. Pada perlakuan pengupasan kulit buah (B2) kecambah mulai 17 muncul pada hari ke-38 setelah tanam, kemudian meningkat dan sampai pada 105 HST daya berkecambah mencapai 100% dan laju berkecambah tertinggi dicapai Daya Berkecambah (%) pada 84 HST. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Tanpa kupas kulit buah (B0) 93 100 75 78 83 Ekstraksi (B1) Kulit buah dikupas (B2) 60 65 57 42 25 2 38 3 42 7 49 13 8 0 56 15 18 20 13 84 91 98 105 5 77 Periode Pengamatan (HST) Gambar 5 Kurva pengaruh perlakuan buah terhadap daya berkecambah bintaro (C. manghas) Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap daya berkecambah bintaro disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap daya berkecambah bintaro (C. manghas) Perlakuan B2 B0 B1 Rata-rata DB (%) 100a 78b 20c huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji 0,05 Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 2), rata-rata daya berkecambah (DB) benih bintaro dengan perlakuan kulit buah dikupas (B2) memperlihatkan respon daya berkecambah yang tertinggi (100%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (B0 dan B1). Daya berkecambah (DB) dari benih bintaro dengan perlakuan tanpa mengupas kulit buah (B0) lebih tinggi (78%) daripada daya berkecambah benih bintaro dengan perlakuan ekstraksi (B1) yang menunjukkan nilai daya berkecambah sebesar 20%. 18 4.1.2 Kecepatan Tumbuh (Kct) Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap kecepatan tumbuh benih bintaro disajikan Tabel 3. Tabel 3 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap kecepatan tumbuh benih bintaro (C. manghas) Perlakuan B2 B0 B1 Rata-rata Kct (%/etmal) 1,18a 0,93b 0,23c huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji 0,05 Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 3), rata-rata kecepatan tumbuh (Kct) benih bintaro dengan perlakuan kulit buah dikupas (B2) memperlihatkan respon kecepatan tumbuh yang lebih cepat (1,18%/etmal) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (B0 dan B1). Kecepatan tumbuh benih bintaro dengan perlakuan tanpa mengupas kulit buah (B0) lebih cepat (0,93%/etmal) daripada kecepatan tumbuh benih bintaro dengan perlakuan ekstraksi (B1) yang menunjukkan nilai kecepatan tumbuh sebesar 0,23%/etmal. 4.1.3 Nilai Perkecambahan (NP) Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap nilai perkecambahan benih bintaro disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap nilai perkecambahan bintaro (C. manghas) Perlakuan B2 B0 B1 Nilai Perkecambahan 0,51a 0,37b c 0,03 huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji 0,05 Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 4), rata-rata nilai perkecambahan (NP) benih bintaro dengan perlakuan kulit buah dikupas (B2) memperlihatkan respon nilai perkecambahan yang lebih tinggi (0,51) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (B0 dan B1). Nilai perkecambahan benih bintaro dengan perlakuan tanpa mengupas kulit buah (B0) lebih tinggi (0,37) daripada NP benih bintaro dengan perlakuan ekstraksi (B1) yang menunjukkan nilai NP sebesar 0,03. 19 4.1.4 Riap Tinggi Semai Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap mingguan tinggi semai bintaro disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap mingguan tinggi semai (RTS) bintaro (C. manghas) Perlakuan B2 B0 B1 Riap Tinggi (cm/minggu) 8,33a 7,11a 2,15b huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji 0,05 Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 5), rata-rata riap tinggi semai (RTS) yang berasal dari buah yang dikupas kulitnya (B2) (8,33 cm/minggu) relatif sama dengan RTS yang berasal dari buah yang tidak dikupas kulitnya (B0) (7,11 cm/minggu). RTS dari kedua perlakuan tersebut (B0 dan B2) lebih tinggi dibandingkan dengan RTS yang berasal dari buah yang diekstraksi (2,15 cm/minggu). 4.1.5 Riap Diameter Batang Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap mingguan diameter batang bintaro disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap mingguan diameter batang semai (RDB) bintaro (C. manghas) Perlakuan B2 B0 B1 Riap Diameter (mm/minggu) 1,48a 1,26a 0,40b huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji 0,05 Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 6), rata-rata riap diameter batang (RDB) semai yang berasal dari buah yang dikupas kulitnya (B2) (1,48 mm/minggu) relatif sama dengan RDB yang berasal dari buah yang tidak dikupas kulitnya (B0) (1,26 mm/minggu). RDB dari kedua perlakuan tersebut (B0 dan B2) lebih besar dibandingkan dengan RDB dari semai yang berasal dari buah yang diekstraksi (B1) (0,40 mm/minggu). 4.1.6 Riap Jumlah Daun Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap jumlah daun semai bintaro disajikan pada Tabel 7. 20 Tabel 7 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap mingguan jumlah daun semai (RJD) bintaro (C. manghas) Perlakuan B2 B0 B1 Riap Jumlah Daun (helai/minggu) 2,6a 2,3a 0,8b huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji 0,05 Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 7), rata-rata riap jumlah daun (RJD) semai yang berasal dari buah yang dikupas kulitnya (B2) (2,6 helai/minggu) relatif sama dengan RJD yang berasal dari buah yang tidak dikupas kulitnya (B0) (2,3 helai/minggu). RJD dari kedua perlakuan tersebut (B0 dan B2) lebih besar dibandingkan dengan RJD dari semai yang berasal dari buah yang diekstraksi (B1) (0,8 helai/minggu). 4.2 Pembahasan 4.2.1 Perkecambahan Berdasarkan hasil pengamatan, perkecambahan bintaro mempunyai sifat toleran terhadap naungan. Hal ini diperlihatkan saat penelitian selama periode 30 Hari Setelah Tanam (HST) di dalam rumah kaca dengan intensitas cahaya tinggi, kecambah tidak muncul. Namun setelah satu minggu dipindahkan kebawah tegakan Pinus merkusii kecambah mulai muncul pada hari ke-38. Berdasarkan hasil penelitian ini, perlakuan buah berpengaruh terhadap daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan nilai perkecambahan (Tabel 1). Pada buah yang tidak dikupas kulitnya, kecambah mulai muncul pada hari 42 setelah tanam, kemudian meningkat dan sampai pada hari 105 setelah tanam daya berkecambah mencapai 78%. Pada buah yang dikupas kulitnya, kecambah mulai muncul pada hari 38 setelah tanam, kemudian meningkat dan sampai pada hari 105 setelah tanam daya berkecambah mencapai 100%. Perkecambahan benih, kecambah muncul pada hari 77 setelah tanam, kemudian meningkat dan pada hari 105 setelah tanam daya berkecambah hanyai mencapai 20%. Proses perkecambahan suatu benih dipengaruhi oleh struktur buah dan benih. Struktur buah bintaro memiliki tiga lapisan, yang terdiri dari lapisan terluar (pericarp), lapisan serat seperti sabut kelapa (mesocarp) dan biji yang dilapisi kulit biji yang tipis atau testa (endocarp). Embrio bintaro terdapat pada biji dan terlindungi lapisan yang berserabut yang keras. Embrio adalah suatu tanaman baru 21 yang terjadi dari bersatunya gamet-gamet jantan dan betina pada proses pembuahan (Sutopo 2010). Berdasarkan struktur buah bintaro, dapat diketahui bahwa benih bintaro memiliki dormansi mekanis. Schmidt (2000) melaporkan bahwa dormansi mekanis menunjukkan kondisi dimana pertumbuhan embrio secara fisik dihalangi karena struktur penutup yang keras. Buah bintaro yang dikupas kulitnya memiliki daya berkecambah 100%, kecepatan tumbuh 1,18%/etmal dan nilai perkecambahan 0,5 tertinggi dibandingkan dengan buah yang tanpa dikupas kulitnya dan diekstraksi. Hal ini diduga terjadi karena kulit buah dapat menghalangi masuknya air ke dalam embrio dan menghambat keluarnya kecambah dari dalam benih. Kulit buah yang resisten secara mekanis dapat segera menyerap air, tetapi menahan pembengkakan dan penonjolan embrio (Gardner 1991). Sutopo (2004) melaporkan bahwa kulit buah menyebabkan dormansi dengan cara kulit yang keras dapat impermeabel terhadap air, gas atau dapat menghambat embrio secara mekanis. Buah bintaro tanpa dikupas kulitnya memiliki daya berkecambah 78%, kecepatan tumbuh 0,93%/etmal dan nilai perkecambahan 0,37 yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ekstraksi, namun lebih rendah dibandingkan dengan buah yang dikupas kulitnya. Hal ini dikarenakan, pada buah bintaro yang sudah masak terdapat jalur yang terbuka dan membelah dua bagian mesocarp (Gambar 6). Bagian berserabut pada jalur tersebut lebih tipis dibandingkan sisi berserabut lainnya. Sehingga, embrio dapat tumbuh keluar melalui jalur terbuka tersebut. Namun, penyerapan air pada buah bintaro yang tanpa dikupas kulitnya lebih lambat dibandingkan buah yang dikupas kulitnya sehingga memiliki semua parameter perkecambahan yang lebih rendah dibanding buah yang dikupas. A B Gambar 6 Jalur perkecambahan buah bintaro pada buah yang masak (A) dan pertumbuhan embrio (B) 22 Menurut Widyawati et al. (2010), perkecambahan aren (Arenga pinnata) yang diberi perlakuan awal amplas pada bagian operkulum benih memperlihatkan kondisi yang lebih baik dibandingkan benih yang diamplas seluruh bagian permukaan benih. Hal ini terjadi karena pada benih aren terdapat bagian yang disebut operkulum, yaitu semacam sumbat kecil serta di bawahnya terdapat embrio. Kecambah akan muncul menembus kulit benih melalui operkulum tersebut. Menurut Nasrullah (1987), pada penelitian perkecambahan kelapa menunjukkan bahwa rata-rata benih dengan perlakuan dikupas lebih cepat berkecambah dan lebih tinggi daya kecambahnya dari pada benih yang tanpa dikupas. Pengurangan volume sabut 1/3 bagian (perlakuan benih dikupas dua bidang) cenderung menurunkan viabilitas bibit kelapa. Hal ini disebabkan pada perlakukan pengurangan volume sabut 1/3 bagian, banyak tempurung yang retak dan rusak sehingga penguapan air terjadi dan mudah terkontaminasi cendawan kedalam endosperma. Ekstraksi benih pada buah bintaro memiliki daya berkecambah 20%, kecepatan tumbuh 0,23%/etmal dan nilai perkecambahan 0,37 terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena struktur biji bintaro yang mempunyai endokarp yang tipis dan embrio yang lunak sehingga rentan terjadi gangguan. Pada penelitian ini lamanya waktu perendaman dalam air kelapa dan air biasa selama 4 hari diduga mempengaruhi rendahnya parameter perkecambahan. Akibat imbibisi yang berlebihan pada benih sehingga ruang dalam benih padat air dan menghambat respirasi. Menurut Gardner (1991), respirasi sangat penting untuk menghasilkan energi yang digunakan dalam proses metabolisme perkecambahan. Berdasarkan penelitian, perendaman selama 4 hari, dengan menggunakan air kelapa maupun air biasa tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perkecambahan benih bintaro. Hal ini diduga karena waktu perendaman selama 4 hari kurang lama untuk buah bintaro. Kondisi ini terjadi karena ukuran buah bintaro yang besar menyebabkan penyerapan air sampai ke benih diperlukan waktu yang lama. Sedangkan, pada benih bintaro, waktu perendaman selama 4 hari terlalu lama. Menurut Winarni (2009), perendaman terhadap benih kayu afrika menggunakan air kelapa selama 1 jam memberikan pengaruh terhadap 23 perkecambahan. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata daya berkecambah benih kayu afrika selama masa pengamatan 50 HST, dengan perlakuan perendaman air kelapa selama 1 jam (86,67%) lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman air biasa selama 1 hari yang menunjukkan nilai DB sebesar 65,33%. 4.2.2 Pertumbuhan Awal Pertumbuhan kecambah terjadi melalui serangkaian yang kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Menurut Sutopo (2010), tahap pertama pertumbuhan kecambah dimulai dari penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dari kegiatan-kegiatan sel dan enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti, karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahanbahan telah terurai di daerah merismatik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh. Pada penelitian ini, semai bintaro muncul pertama kali menghasilkan penonjolan akar kemudian timbul epikotil, hipokotil dan kotiledon. Bagian anakan terbagi menjadi hipokotil dan epikotil. Hipokotil tidak membesar atau hanya sedikit membesar sehingga kotiledon tetap berada di bawah tanah selama perkecambahan dan tidak melakukan fotosintesis. Perkecambahan pada benih bintaro bergantung pada cadangan makanan di dalam benih. Berdasarkan penelitian ini, perlakuan buah berpengaruh terhadap riap tinggi semai, riap diameter batang dan riap jumlah daun (Tabel 1). Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 5), terlihat bahwa riap tinggi semai (RTS) yang berasal dari perlakuan awal pengupasan kulit buah adalah 8,33 cm/minggu dan buah yang tidak dikupas kulitnya adalah 7,11 cm/minggu, lebih tinggi dibandingkan dengan riap tinggi semai (RTS) yang berasal dari perlakuan ekstraksi yang menunjukkan (2,15 cm/minggu). Hasil uji Duncan (Tabel 6), terlihat bahwa riap diameter batang (RDB) semai yang berasal dari perlakuan awal pengupasan kulit buah adalah 1,48 mm/minggu dan buah yang tidak dikupas kulitnya adalah 1,26 24 mm/minggu lebih besar dibandingkan dengan riap diameter batang (RDB) semai yang berasal dari perlakuan ekstraksi (0,40 mm/minggu). Hasil uji Duncan (Tabel 7), terlihat bahwa riap jumlah daun (RJD) semai yang berasal dari perlakuan awal pengupasan kulit buah adalah 2,6 helai/minggu dan buah yang tidak dikupas kulitnya adalah 2,3 helai/minggu lebih besar dibandingkan dengan riap jumlah daun pada semai yang berasal dari perlakuan ekstraksi (0,8 helai/minggu). Hal ini diduga karena perkecambahan dari buah yang dikupas kulitnya dan tidak dikupas kulitnya memiliki kekuatan tumbuh dan kemampuan berkecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ekstraksi. Menurut Lensari (2009) kemampuan berkecambah yang baik dapat mengoptimalkan cadangan makanan dalam benih menjadi energi. Energi tersebut digunakan dalam pertumbuhan dan perkembangan kecambah. Kondisi perkembangan embrio yang baik memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengumpulkan cadangan makanan sebagai energi. Berdasarkan pengamatan selama penelitian, buah bintaro memiliki jumlah biji sebanyak satu sampai dua biji per buah. Sampai saat ini belum diketahui bagaimana membedakan buah yang berbiji satu dan buah yang berbiji dua. Kondisi ini baru bisa diketahui ketika ekstraksi biji dan dari perkecambahan bintaro. Selama periode pengamatan terdapat dua anakan (semai) yang tumbuh pada beberapa buah bintaro, yaitu sebanyak 20% dari total anakan yang tumbuh dari buah yang ditanam (Gambar 7). Gambar 7 Dua anakan bintaro tumbuh dari satu buah 25 Perendaman tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan awal. Hal ini diduga karena waktu perendaman kurang lama pada buah bintaro, namun pada benih bintaro waktu perendaman terlalu lama. Perendaman air kelapa digunakan sebagai penambah hormon pertumbuhan sudah banyak dilakukan penelitian. Salah satunya adalah penelitian Bey (2006) yang menggunakan air kelapa terhadap biji anggrek bulan secara in vitro. Air kelapa terbukti dapat mempercepat pertumbuhan daun pada anggrek bulan.