TUGAS AKHIR - SB141510 DINAMIKA EKSPRESI GEN (GGPPS, EAS, PMT DAN P5CS) BEBERAPA VARIETAS TANAMAN TEMBAKAU TIPE BURLEY PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN Wahyu Dwi Kurniawan 1513100060 Dosen Pembimbing: Dr. Nurul Jadid, S.Si., M.Sc Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember LEMBAR PENGESAHAN Surabaya 2017 LALPORAN KERJA PR i TUGAS AKHIR - SB141510 DINAMIKA EKSPRESI GEN (GGPPS, EAS, PMT DAN P5CS) BEBERAPA VARIETAS TANAMAN TEMBAKAU TIPE BURLEY PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN Wahyu Dwi Kurniawan 1513100060 Dosen Pembimbing: Dr. Nurul Jadid, S.Si., M.Sc Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember LEMBAR PENGESAHAN Surabaya 2017 ii TUGAS AKHIR - SB141510 DYNAMIC EXPRESSION OF GGPPS, EAS, PMT AND P5CS GENES IN SOME VARIETIES OF BURLEY TOBACCO UNDER DROUGHT STRESS Wahyu Dwi Kurniawan 1513100060 Dosen Pembimbing: Dr. Nurul Jadid, S.Si., M.Sc Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya LEMBAR PENGESAHAN 2017 ii DINAMIKA EKSPRESI GEN (GGPPS, EAS, PMT DAN P5CS) PADA BEBERAPA VARIETAS TANAMAN TEMBAKAU TIPE BURLEY DI KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Pembimbing : Wahyu Dwi Kurniawan : 1513 100 060 : Biologi : Dr. Nurul Jadid, S.Si., M.Sc Abstrak Kekeringan dapat memberikan dampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman tembakau (Nicotiana tabacum). Tanaman mengembangkan beragam strategi sebagai bentuk pertahanan terhadap cekaman kekeringan. Salah satu mekanisme yaitu sintesis metabolit sekunder. Oleh karena itu, pemahaman tentang regulasi genetik biosintesis metabolit sekunder dalam kaitannya dengan mekanisme adaptasi tanaman di kondisi kering sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika ekspresi gen yang terlibat dalam biosintesis metabolit sekunder dari golongan isoprenoid dan alkaloid pada tanaman tembakau tipe Burley (varietas Jepon Mawar, Marakot dan MKY) dikondisi kekeringan. Ekspresi gen NtGGPPS, NtPMT, NtP5CS, dan NtEAS dari tiga varietas tembakau (var Marakot, Jepon mawar dan MKY) yang telah dikultur secara in vitro oleh Estiasih (2016) dan diberi cekaman PEG 0% dan 30%, dianalisa secara deskriptif kuantitatif menggunakan quantitative Real Time PCR (qRT-PCR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ekspresi gen NtGGPPS dan NtP5CS pada ketiga varietas uji yang diberi cekaman PEG 30% mengalami peningkatan dibandingkan dengan kontrol. Tingkat ekspresi dari gen NtEAS dan NtPMT mengalami penurunan pada ketiga varietas uji yang diberi cekaman PEG 30%. Kata Kunci:Nicotiana tabacum, metabolit sekunder, qRT-PCR iii DYNAMIC EXPRESSION OF GGPPS, EAS, PMT AND P5CS GENES IN SOME VARIETIES OF BURLEY TOBACCO UNDER DROUGHT STRESS Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Pembimbing : Wahyu Dwi Kurniawan : 1513 100 060 : Biologi : Dr. Nurul Jadid, S.Si., M.Sc Abstract Drought stress can negatively affect the growth and development of tobacco plants (Nicotiana tabacum). Plants have been developed a fascinating strategies to adapt under drought stress, including synthesis of secondary metabolites. Therefore, the knowledge of plant molecular responses that contribute to regulation of secondary metabolites production under drought stress is necessarily required. This study aims to determine the dynamics expresssion of genes involved in the biosynthesis of secondary metabolites from isoprenoids and alkaloids group in some varieties of Burley tobacco (Jepon Mawar, Marakot and MKY) under drought stress. The expression NtGGPPS, NtPMT, NtP5CS, and NtEAS of three tobacco varieties which have been previously cultured by Estiasih (2016) in MS medium and treated with 0% and 30% PEG, were quantitatively analyzed using quantitative Real Time PCR (qRT-PCR). The results showed that the expression of NtGGPPS and NtP5CS, in all tobacco varieties, increased during drought stress compared to control. Whereas, the expression of NtPMT and NtEAS decreased when the three tobacco varieties were exposed to drought stress. Keywords : Nicotiana tabacum, secondary metabolite, qRT-PCR iv KATA PENGANTAR Alhamdulillah, rasa syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan Tugas Akhir dengan judul DINAMIKA EKSPRESI GEN (GGPPS, EAS, PMT DAN P5CS) BEBERAPA VARIETAS TANAMAN TEMBAKAU TIPE BURLEY PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2016 – Januari 2017. Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan suatu syarat untuk memperoleh gelar strata 1 (S1) pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Dalam melakukan penelitian maupun penyusunan Tugas Akhir tidak lepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada, Bapak Dr. Nurul Jadid, S.Si., M.Sc, selaku pembimbing serta tim penguji Bapak Dr.techn. Endry Nugroho Prasetyo, S.Si., MT selaku ketua sidang dan Bapak Triono Bagus Saputro, S.Si., M.Biotech selaku dosen penguji. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Penelitian ini juga tidak lepas dari bantuan dan dukungan temanteman seperjuangan angkatan 2013, dan seluruh pihak yang telah membantu. Walaupun penulis menyadari masih banyak kekurangan, namun besar harapan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat. Surabaya, 25 Januari 2017 Penulis v DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL……………………………………..i LEMBAR PENGESAHAN.................................................. ii Abstrak ................................................................................ iii Abstract ............................................................................... iv KATA PENGANTAR.......................................................... v DAFTAR ISI ....................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ........................................................ viii DAFTAR TABEL ............................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ........................................................ x BAB I PENDAHULUAN ……………………………….....1 1.1 Latar Belakang……………………………………...1 1.2 Perumusan Masalah………………………………...3 1.3 Batasan Masalah…………………………………….3 1.4 Tujuan………………………………………………3 1.5 Manfaat……………………………………………..3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................... 5 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Tembakau…….5 2.2 Tembakau Burley dan Varietas yang Digunakan…...6 2.3 Cekaman Kekeringan……………………………….7 2.4 Metabolit Sekunder pada Tanaman…………………8 vi 2.5 Gen Referensi NtEF-1α……………………………….14 2.6 Hipotesis Awal Tingkat Ekspresi Gen Marker……15 2.7 Quantitative Real Time PCR……………………....15 BAB III METODOLOGI ................................................... 19 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian……………………..19 3.2 Metode yang Digunakan…………………………..19 3.3 Analisis Hasil qRT-PCR…………………………..22 3.4 Rancangan Penelitian dan Analisa Data…………...23 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 25 4.1 Tingkat Ekspresi Gen Penyandi Isoprenoid……….26 4.2 Tingkat Ekspresi Gen Penyandi Alkaloid…………30 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................. 35 DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 37 LAMPIRAN ....................................................................... 49 vii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Bagian-Bagian Tanaman Nicotiana Tabacum………………………………. Struktur Kerangka Molekul Senyawa Isoprenoid............................................... Jalur Biosintesis Isoprenoid Pada Sel Tanaman................................................. Biosintesis Karotenoid............................ Jalur Biosintesis Capsidiol...................... Biosintesis Senyawa Nikotin …………. Biosintesis Senyawa Prolin …………… Grafik Ekspresi Gen NtGGPPS……… Biosintesis ABA melalui Karotenoid…. Grafik Ekspresi Gen NtEAS ...………... Grafik Tingkat Ekspresi Gen NtPMT … Fungsi Potensial Prolin …..…………… Grafik Tingkat Ekspresi Gen NtP5CS ... viii 5 9 9 10 11 13 14 27 27 29 32 33 34 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Daftar Primer Tiap Gen......................... Campuran Reaksi qRT-PCR................. Tahap-Tahap qRT-PCR......................... ix 20 22 23 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Halaman Nilai Parameter Primer…………………… 39 Sequence Gen NtGGPPs…………………. 40 Sequence Gen NtEAS…..…………………. 43 Sequence Gen NtP5CS..………………….. 45 Sequence Gen NtPMT….…………………. 47 Pengenceran RNA Total …………………. 49 Konsentreasi RNA Total Hasil Ekstraksi ... 52 Hasil Optimasi Suhu Annealing …………. 53 Biodata Penulis…………………………. 54 x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan spesies tanaman dari genus Nicotiana yang paling banyak dibudidayakan. Tanaman tersebut dimanfaatkan dalam industri berupa kosmetik (Shaheda et al., 2014), bioenergi (Murthy, 2010) dan rokok (Ren dan Timko, 2001). Tembakau merupakan komoditi penting dalam perekonomian Indonesia. Tanaman ini, selain sebagai sumber pendapatan petani namun juga secara tidak langsung mampu menunjang penyerapan tenaga kerja dan pendapatan negara melalui cukai produk rokok (Hanadyo, 2013). Tembakau tipe Burley varietas Marakot, MKY dan Jepon mawar merupakan tiga varietas yang banyak dibudidayakan di Indonesia selain varietas Prancak 95, Dixie Bright serta Prilep (Estiasih, 2016). Tembakau dibudidayakan pada daerah yang memiliki curah hujan relatif rendah hingga sedang dari 1500-3500 mm/tahun (Tantawi, 2003). Hal ini menunjukan bahwa tembakau tetap membutuhkan suplai air untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga cekaman kekeringan merupakan suatu permasalahan yang harus ditanggulangi untuk menjaga produktifitas tanaman. Kekeringan adalah ancaman nyata terhadap ketahanan pangan dunia (Somerville dan Briscoe, 2001). Pertumbuhan populasi manusia yang tinggi disertai dengan peningkatan jumlah kebutuhan pangan dimasa mendatang memperburuk ancaman terhadap kekeringan (Somerville dan Briscoe, 2001). Ancaman kekeringan sulit untuk diprediksi karena dipengaruhi oleh banyak faktor seperti distribusi curah hujan, penguapan oleh faktor cuaca dan kebutuhan tanah dalam menyimpan air untuk menjaga kelembaban (Wery et al., 1994). Kekeringan dapat memberikan efek buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Xie, 2016). Pada bidang pertanian, cekaman kekeringan mengakibatkan penurunan hasil panen 1 2 diseluruh dunia sehingga menimbulkan kerugian dari segi ekonomi yang sangat besar (Xie, 2016). Cekaman kekeringan menginduksi beberapa respon morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler seperti perubahan arsitektur perakaran (Tuberosa et al., 2002), hilangnya gradien potensial air, perubahan tekanan turgor, penurunan laju fotosintesis (Cherian et al., 2006; Arora dan Srivastava, 2002) penutupan stomata, pembentukan reactive oxygen species (ROS) (Zarei, 2012; Shehab, 2010), pembentukan lapisan lilin pada epidermis (Cameron, 2006), menyebabkan perubahan kandungan dan komponen klorofil serta kerusakan pada kloroplas (Shehab, 2010). Kondisi cekaman lingkungan seperti kekeringan juga menginduksi beberapa jalur metabolisme senyawa metabolit sekunder sebagai respon adaptasinya (Bennet, 1989). Tiga golongan metabolit sekunder yang paling intensif dipelajari diantaranya adalah golongan isoprenoid, alkaloid dan fenol (Mahmoud dan Croteau, 2002). Gen yang berperan dalam biosintesis senyawa metabolit sekunder dan menjadi fokusan pada penelitian ini berasal dari golongan isoprenoid seperti: NtGGPPS dan NtEAS. Sedangkan pada golongan alkaloid menggunakan marker gen NtPMT dan NtP5CS. Pada kondisi cekaman kekeringan Rahimi et al. (2015) mengungkap bahwa ekspresi gen NtGGPPs mengalami peningkatan. Namun, tingkat ekspresi gen NtEAS mengalami penurunan level ekspresi (Mialoundama, 2009). Gen yang terlibat dalam biosintesis senyawa alkaloid seperti gen NtP5CS mengalami peningkatan level ekspresi (Zhu et al., 2016) dan ekspresi gen NtPMT meningkat oleh induksi methyl jasmonate (MeJa) pada kondisi cekaman kekeringan (Li et al., 2016) maupun menurun karena termasuk gen pertahanan yang dapat ditekan tingkat ekspresinya oleh ABA (Zhou et al., 2008). Kebutuhan untuk meningkatkan toleransi tembakau terhadap cekaman kekeringan menjadi hal yang sangat penting guna menjaga ketersediaannya dimasa mendatang (Farooq et al., 2009). Saat ini tidak ada teknologi yang bersifat ekonomis untuk memfasilitasi produksi tanaman dengan tingkat resistensi yang 3 tinggi terhadap kekeringan (Farooq et al., 2009). Namun, pengembangan varietas tembakau budidaya untuk meningkatkan ketahanannya terhadap kekeringan menjadi pendekatan menjanjikan dalam membantu memenuhi kebutuhan di masa mendatang (Farooq et al., 2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian berkelanjutan dalam memahami respon molekuler dalam regulasi dan kontrol genetik biosintesis metabolit sekunder. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa dinamika respon gengen yang terlibat dalam biosintesis senyawa metabolit sekunder dari tanaman tembakau (N. tabacum L.) tipe Burley varietas MKY, Marakot dan Jepon Mawar pada kondisi cekaman kekeringan. 1.2 Perumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana dinamika ekspresi gen GGPPS, EAS, PMT dan P5CS pada tanaman tembakau tipe Burley (varietas Jepon Mawar, Marakot dan MKY) pada kondisi kekeringan. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Sampel hasil kultur in-vitro tanaman Tembakau diperoleh dari penelitian Estiasih (2016). 2. Suhu annealing pada reaksi qRT-PCR masing-masing gen didapat dari hasil optimasi primer (Lampiran 8) 1.4 Tujuan Tujuan penelitian untuk mengetahui dinamika ekspresi gen GGPPS, EAS, PMT dan P5CS pada tanaman tembakau tipe Burley (varietas Jepon Mawar, Marakot dan MKY) pada kondisi kekeringan. 1.5 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai profil ekspresi gen GGPPS, EAS, PMT dan P5CS pada tanaman tembakau tipe Burley (varietas Jepon Mawar, Marakot dan MKY). Informasi tersebut selanjutnya dapat digunakan 4 sebagai data awal mengenai mekanisme pertahanan beberapa varietas tembakau terhadap cekaman kekeringan dan kaitannya dengan penerapan pada rekayasa genetika peningkatan ketahanan terhadap cekaman kekeringan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Tembakau Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum) merupakan tanaman menahun (Perennial) yang berasal dari Amerika, memiliki ciri morfologi pada Gambar 2.1 dengan tinggi antara 12 meter dan daun berbentuk antara memanjang sampai lanset (Oblong-lanceolate) serta ujung meruncing (Acuminate) dan berwarna hijau (Kishore, 2014). Tembakau memiliki bunga berwarna putih-merah muda hingga kemerahan dengan panjang 4-5cm (Kishore, 2014). a b c d Gambar 2.1 (a) Tembakau yang Tumbuh di Daerah Budidaya (Kishore, 2014). (b) Bagian Daun (Balique, 2013). (c) Bagian Biji (Carmody, 2015). (1d) Bagian Bunga (Mikhajlo, 2003). Taksonomi dari tanaman tembakau sebagai berikut : Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Solanales Family : Solanaceae Genus : Nicotiana Species : Nicotiana tabacum (Kishore, 2014). 5 6 2.2 Tembakau Tipe Burley dan Varietas yang Digunakan Pada penelitian ini yang digunakan adalah tanaman tembakau tipe Burley. Tembakau Burley mengandung minyak yang tinggi, rendah kandungan gula dan memiliki rasa seperti kacang. Tembakau Burley digunakan utamanya dalam campuran rokok serta daun daunnya memiliki kandungan gula rendah dan rasio gula nikotin yang sangat rendah (Geiss, 2007; Yulianti et al., 2012; Akehurst, 1981). Varietas yang ingin diselidiki pola ekspresi gen yang terlibat dalam biosintesis metabolit sekunder meliputi varietas Marakot, MKY dan Jepon Mawar. 2.2.1 Marakot Nicotiana tabacum varietas Marakot memiliki habitus piramid dan tinggi sekitar 130 cm (111,3 cm – 148,7 cm). Batang berwarna hijau kekuningan dan berbulu, berdiameter 2,31 cm (1,89 cm – 2,73 cm). Daun berjumlah sedikit sekitar 17 lembar (13 – 20 lembar), panjang daun mencapai 55 cm (52,4 cm – 57,6 cm), lebarnya 27,8 cm (25,1 cm – 30,6 cm) berbentuk bulat memanjang, bertepi berombak, permukaan daun berploi dan bentuk bunga Spherical (Estiasih, 2016). 2.2.2 Jepon Mawar Nicotiana tabacum varietas Jepon Mawar memiliki habitus silindris dan tinggi sedang sekitar 134,7 cm (119,6 cm – 149,8 cm). Batang berwarna hijau kekuningan dan berbulu, berdiameter 2,9 cm (2,78 cm – 3,02 cm). Daun berjuamlah sedang yaitu berkisar 23 lembar (20 – 26 lembar), panjang 62,5 cm (48,3 cm – 77,0 cm), lebar 36,8 cm (31,2 cm – 42,5 cm) berbentuk bulat memanjang bertepi licin/rata, permuakaan daun berploi dan bunga berbentuk bulat rata (Estiasih, 2016). 2.2.3 MKY Nicotiana tabacum varietas MKY memiliki habitus silindris dan tinggi 207 cm (180,3 cm – 233,7 cm). Batang berwarna hijau dan berbulu, berdiameter 2,72 cm (2,19 cm – 3,25 cm). Daun berjumlah 25 lembar (20 – 30 lembar), panjang 57,2 cm (51 cm – 63,3 cm), lebar 32,3 cm (26,1 cm – 39 cm) 7 berbentuk ovate, tepi berombak, permukaan daun berploi dan bunga berbentuk inverted conical (Estiasih, 2016). 2.3 Cekaman Kekeringan Kekeringan didefinisikan sebagai pasokan air yang tidak mencukupi sehingga menyebabkan penurunan produksi tanaman. Kekeringan merupakan kesenjangan antara kebutuhan tanaman terhadap air dan pasokan air (Blum, 2011). Cekaman kekeringan dapat menurunkan hasil panen dan mengancam kelangsungan hidup tanaman (Xoconostle-Cazares et al., 2011; Jaleel et al., 2009). Kerugian hasil panen yang disebabkan oleh kekeringan sangat besar jika dibandingkan faktor lain. Cekaman kekeringan menyebabkan berkurangnya ukuran daun, pemanjangan batang dan proliferasi akar (Farooq et al., 2006). Tanaman merespons dengan cepat perubahan status air dengan perubahan berbagai morfologi, fisiologi, seluler, dan molekuler yang terjadi secara paralel (Xoconostle-Cazares et al., 2011). Tanaman menampilkan berbagai mekanisme untuk mengatasi cekaman kekeringan. Mekanisme utamanya meliputi pembatasan kehilangan air dengan cara meningkatkan resistensi difusi dan penyerapan air melalui sistem perakaran yang prolifik dan penggunaannya yang efisien, daun yang lebih kecil dan sekulen untuk mengurangi transpirasi (Farooq et al., 2006). Pada tingkat fisiologis dan metabolisme, kekeringan menyebabkan penghambatan pertumbuhan tunas, penyesuaian luas daun, penutupan stomata, pengurangan transpirasi, penghambatan fotosintesis, pergeseran metabolisme karbon dan nitrogen, sintesis zat terlarut kompatibel, dan cekaman oksidatif sekunder (Xoconostle-Cazares et al., 2011). Farooq et al (2006) menjelaskan fenomena yang terjadi pada tanaman yang mengalami cekaman kekeringan, ion kalium membantu dalam penyesuaian osmotik dan silikon meningkatkan silifikasi endodermal akar dan meningkatkan keseimbangan air sel. Osmolit berberat molekul rendah, yang meliputi glisin betaine, prolin dan asam amino lain, asam organik, serta poliol, 8 sangat penting untuk mempertahankan fungsi sel di bawah cekaman kekeringan. Zat pertumbuhan tanaman seperti asam salisilat, auksin, gibberrellin, sitokinin, dan asam absisat memodulasi respons tanaman terhadap kekeringan. Poliamina, citrulin dan beberapa enzim bertindak sebagai antioksidan dan mengurangi efek samping dari kekurangan air. Pada tingkat molekul, beberapa gen responsif kekeringan dan faktor transkripsi telah diidentifikasi, seperti gen yang mengikat elemen responsifdehidrasi, akuaporin, protein LEA (late embryogenesis abundant) dan dehidrin. Cekaman kekeringan melibatkan peningkatan jumlah protein tidak aktif seperti terdenaturasi, teragregasi atau rusak oksidatif. Tanaman merespons kekeringan dengan menyintesis protein pelindung, seperti dehidrin atau protein LEA (Vaseva et al., 2012). Akumulasi protein LEA digambarkan sebagai mekanisme yang paling umum dikembangkan tanaman terhadap cekaman kekeringan (Hanin et al., 2011) Pemuliaan tanaman, baik secara konvensional maupun melibatkan rekayasa genetik merupakan cara yang terbilang efektif dan ekonomis dalam mengatasi kondisi lingkungan yang kekurangan air (Ashraf, 2010). Akan tetapi, pendekatan seperti ini membutuhkan dasar pengetahuan pada tingkat struktural dan molekuler, bagaimana kekeringan mempengaruhi tanaman. Selain itu, penanda toleransi kekeringan pada tanaman diperlukan untuk memandu proses pemuliaan tanaman (Vaseva et al., 2012). 2.4 Metabolit Sekunder pada Tanaman Metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis dari hasil metabolisme primer. Tanaman mensekresikan metabolit sekunder sebagai respon adaptasi terhadap kondisi lingkungan tempat organisme tersebut tumbuh. Secara garis besar, metabolit sekunder pada tanaman dibagai menjadi 3 golongan (Mahmoud dan Croteau, 2002) yaitu : Isoprenoid, Alkaloid dan Fenol. 2.4.1 Isoprenoid Isoprenoid merupakan golongan terbesar dari senyawa hasil sintesis secara alami. Senyawa dalam golongan isoprenoid 9 mulai dari yang berstruktur linier hingga polisiklik dan memiliki ukuran dari struktur molekul 5 atom karbon hemiterpene hingga membentuk karet alam. Seluruh senyawa tersebut disintesis melalui proses kondensasi dari isopren (Gambar 2.2) (Bretmaier, 2006). Senyawa golongan isoprenoid memiliki rangka molekul yang sama, tersusun atas unit isoprene berikut: Gambar 2.2 Struktur Kerangka Molekul Senyawa Isoprenoid (Ramawat dan Jean-Michel, 2013). Isoprenoid disintesis oleh tanaman melalui 2 jalur yaitu jalur mevalonat dan jalur non-mevalonat (Gambar 2.3) (Quideu et al., 2011). Jalur mevalonat terjadi pada bagian sitosol sel tanaman sedangkan jalur non-mevalonat terjadi pada bagian plastida tanaman (Quideu et al., 2011). Gambar 2.3 Jalur Biosintesis Isoprenoid Pada Sel Tanaman (Rizello et al., 2014). 10 Isoprenoid dikelompokkan menjadi beberapa kelompok berdasarkan jumlah atom C pada molekul penyusunnya meliputi hemiterpen (C5), monoterpen (C10), sesquiterpen (C15), diterpen (C20), sesterterpen (C25), triterpen (C30), and politerpen (>C30) (Ramawat dan Jean-Michel, 2013). Senyawa politerpen yang memiliki atom carbon lebih dari 30 salah satu contohnya adalah karoten. Karoten memiliki rumus molekul C40H64 (Ramawat dan Jean-Michel, 2013) disintesis oleh tanaman pada bagian plastida melalui mekanisme seperti Gambar 2.4 yang berperan meregulasi penyerapan cahaya selama proses fotosintesis, fotoproteksi melalui penghilangan energi dan mendetoksifikasi senyawa racun. Karoten berperan sebagai prekursor ABA dan strigolakton (Demmig-Adams et al., 1996; Nelson et al., 2003; Van Norman and Sieburth, 2007; Xie et al., 2010), dan senyawa volatil (terpen) (Mendes-Pinto, 2009). GGPPs Gambar 2.4 Biosintesis Karotenoid (modifikasi dari Moreno et al., 2016). 11 Senyawa isoprenoid lain yang juga memiliki peran penting dalam mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman selain karoten adalah capsidiol. Capsidiol merupakan jenis isoprenoid dari kelompok sesquiterpen yang memiliki rumus molekul C15H24O2 disintesis dengan senyawa prekursor berupa FPP (Gambar 2.5) (Ramawat & Jean-Michel, 2013). Capsidiol diakumulasi oleh tanaman tembakau dan cabai untuk merespon infeksi jamur (Maldonado et al., 2008). Bagian tanaman yang biasanya diinfeksi adalah bagian akar dan daun. Proses infeksi ditandai oleh pembentukan reactive oksigen species (ROS), termasuk senyawa H2O2 (Arreola et al., 2007). Perlakuan penambahan senyawa H2O2 pada penelitian Arreola et al (2007) menunjukan peningkatan produksi capsidiol. Capsidiol disintesis oleh tanaman melalui jalur mevalonat dibagian sitosol (Gambar 2.5) Gambar 2.5 Jalur Biosintesis Capsidiol (Rizello et al., 2014). 12 2.4.2 Alkaloid Alkaloid merupakan kelompok senyawa yang disintesis secara alami yang mengandung unsur atom nitrogen pada struktur dasar penyusun senyawa tersebut. Alkaloid tidak hanya mengandung unsur nitrogen, karbon, serta hidrogen saja melainkan juga ada senyawa yang termasuk golongan alkaloid yang mengandung oksigen, sulfur dan beberapa komponen lain seperti klorin, bromin, dan fosfor namun sangat jarang ditemukan (Andreas, 2009). Alkaloid sebagian besar merupakan senyawa turunan dari amina yang diproduksi dari dekarboksilasi asam amino seperti histidin, lisin, ornitin, triptofan, and tirosin(Ramawat dan JeanMichel, 2013). Alkaloid dibedakan berdasarkan kesamaan unsur rangka karbon penyusun seperti, indol-, isokuinolin-, and piridinlike atau berdasarkan prekursornya seperti ornitin, lisin, tirosin, triptofan dan lain sebagainya (Anizewski, 2007). Contoh senyawa alkaloid yang merupakan turunan dari ornitin adalah nikotin dan prolin. Nikotin termasuk jenis senyawa penting dalam tanaman tembakau. Hal ini karena nikotin mengandung stimulus fisiologi adiktif dalam produk olahan tembakau yang didistribusikan melalui xilem untuk diakumulasi didalam daun (Mothes et al., 1958; Alworth and Rapaport, 1965; Palazón et al., 1997; Baldwin, 1999). Nikotin dan senyawa alkaloid lain yang terkandung dalam tanaman tembakau memiliki beberapa fungsi bagi tanaman tersebut diantaranya proteksi terhadap serangga atau hewan herbivora yang lain, substansi peregulasi pertumbuhan dan detoksifikasi (Bush et al., 1993; Wink,1998). Kandungan nikotin dalam tanaman tembakau berkisar antara 0.007–2.9% dry weight (DW) dan pada kalus mencapai 0.05–3.75% DW (Verpoorte et al., 1991). Nikotin disintesis dari senyawa prekursor utamanya berupa ornitin maupun arginin yang melibatkan beberapa enzim 13 seperti ODC (Ornitin Decarboksilase) dan PMT (Putrescine NMetil Transferase) melalui jalur sintesis seperti Gambar 2.6. Gambar 2.6 Biosintesis Senyawa Nikotin (Laurentius, 2002) Prolin diakumulasi sebagai respon terhadap cekaman kondisi lingkungan yang berkorelasi dengan aktivasi gen P5CS pada jalur biosintesisnya (Hong et al., 2000; Szekely et al., 2008; Silva-Ortega et al., 2008). Prolin merupakan senyawa osmolit yang diproduksi oleh tanaman pada kondisi tercekam, prolin melindungi sel dari kerusakan melalui mekanisme osmoregulasi sebagai penghilang unsur reactive oxygen species (ROS) (Matysik et al., 2002). Penelitian Kaul et al (2008) menunjukkan 14 bahwa prolin efektif untuk menghilangkan unsur 1O2 dan OH yang merupakan komponen dari ROS (Kaul et al., 2008). Prolin disintesis oleh tanaman dari senyawa utama berupa glutamate dengan beberapa enzim yang terlibat didalam jalur biosintesisnya. Salah satu enzim tersebut adalah P5CS yang ditunjukan pada Gambar 2.7 berikut. Gambar 2.7 Biosintesis Senyawa Prolin (Hayat, 2012). 2.5 Gen Referensi NtEF-1α Real Time PCR apabila dibandingkan dengan metode Northern blotting atau Reverse transcription PCR maka metode Real Time PCR lebih sensitif, spesifik dan kuantitatif. (Bustin & Nolan, 2004; Gachon et al., 2004). Akurasi dari Real Time PCR dipengaruhi oleh beberapa variabel meliputi kualitas dan kuantitas template mRNA (dan cDNA), efisiensi variasi dalam reaksi dan perbedaan diantara sel atau jaringan di seluruh aktivitas transkripsional maupun mRNA (Bustin, 2002). Variabel tersebut secara umum di kontrol oleh gen 15 referensi. Ekspresi gen referensi tidak mengalami perubahan terhadap perlakuan dalam penelitian. Gen-gen yang masuk didalam golongan gen referensi termasuk jenis Housekeeping gene (Bustin, 2002). Gen referensi pada tembakau terdapat beberapa jenis diantaranya 18S rRNA, EF-1α, Ntubc2, α- dan β-tubulin, PP2A, L25 dan actin. Gen referensi yang biasa digunakan untuk menganalisis ekspresi gen tanaman tembakau dengan menggunakan metode Real Time PCR adalah gen NtEF-1α (Czechowski et al., 2005). Menurut penelitian Schmidt et al (2010) menunjukan bahwa dari kedelapan jenis gen referensi pada tembakau yang memiliki stabilitas ekspresi tertinggi adalah gen NtEF-1α (Schmidt et al., 2010). 2.6 Hipotesis Awal Tingkat Ekspresi Gen Marker Tingkat ekspresi gen marker penelitian ini pada kondisi cekaman kekeringan akan memberikan tingkat ekspresi yang meningkat maupun menurun terhadap gen referensi. Rahimi et al (2015) mengungkap bahwa ekspresi gen NtGGPPs mengalami peningkatan ekspresi sebesar 4.4 kali lipat pada tanaman Ginseng (Panax ginseng). Tingkat ekspresi gen EAS dipengaruhi oleh laju sintesis ABA, pada tanaman mutan yang memiliki kandungan ABA rendah maka tingkat ekspresi gen ini meningkat sebesar 2 kali lipat (Mialoundama et al., 2009) sehingga pada kondisi kekeringan yang mengakumulasi ABA maka ekspresi gen ini akan menurun. Tingkat ekspresi gen P5CS di tanaman Alfalfa (Medicago sativa cv. Pianguan) meningkat sejalan dengan peningkatan sintesis prolin (Zhu et al., 2016). Ekspresi gen PMT meningkat pada kondisi cekaman kekeringan (Li et al., 2016) 2.7 Quantitative Real Time Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) Pengujian Real Time PCR berdasarkan fluoresensi menjadi metode pengujian untuk deteksi RNA, DNA dan cDNA. Teknik ini sangat sensitif yang memungkinkan amplifikasi terjadi secara 16 bersama-sama serta kuantitas sekuens asam nukleat dapat diketahui (Black et al., 2002). Disamping memiliki sensitivitas lebih tinggi, kelebihan pengujian Real Time PCR jika dibandingkan dengan PCR konvensional adalah lebih dinamis, risiko kontaminasi silang lebih sedikit, kemampuan aplikasi penggunaannya untuk pengujian lebih banyak (Black et al., 2002). Tahapan-tahapan umum yang dilakukan selama pengujian Real Time PCR dimulai dari isolasi RNA atau DNA sampai analisis data (Pardal, 2010). Prinsip kerja Real Time PCR adalah mendeteksi dan mengkuantifikasi reporter fluoresensi (Pardal, 2010). Sinyal fluoresensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya amplifikasi DNA PCR dalam reaksi (Pardal, 2010). Reaksi selama fase eksponensial dapat dipantau dengan mencatat jumlah emisi fluoresensi pada setiap siklus (Pardal, 2010). Peningkatan hasil amplifikasi PCR pada fase eksponensial berhubungan dengan jumlah inisiasi target gen (Pardal, 2010). Makin tinggi tingkat ekspresi target gen maka deteksi emisi fluoresence makin cepat terjadi (Pardal, 2010). Kuantitas urutan DNA target dicapai dengan menentukan jumlah siklus amplifikasi (Pardal, 2010). Jumlah siklus amplifikasi diperlukan untuk menghasilkan produk PCR berdasarkan fluoresensi di awal fase eksponensial PCR serta untuk melewati garis ambang fluoresensi/siklus threeshold (Ct) (Pardal, 2010). Siklus Ct adalah prinsip dasar dari Real Time PCR dan sebagai bagian yang sangat penting untuk memperoleh data yang akurat. Nilai Ct dalam Real Time PCR sangat berkorelasi dengan kuantitas urutan DNA target (Giglio et al., 2003). Apabila kuantitas urutan DNA target tinggi di awal reaksi, nilai Ct akan lebih cepat diketahui. Namun demikian, nilai Ct akan lebih sering ditemukan pada fase eksponesial di setiap siklus amplifikasi PCR. Hal ini yang menjadi alasan utama bahwa nilai Ct lebih mampu mengukur jumlah amplifikasi DNA target dari awal reaksi (Giglio et al., 2003). 17 Real Time PCR satu tahap dapat meminimalkan variasi perlakuan laboratorium karena reaksi kedua enzim terjadi dalam satu tabung (Giglio et al., 2003). Reaksi reverse transcriptase pada proses Real Time PCR dua tahap dilakukan terpisah dari pengujian Real Time PCR. Prosedur Real Time PCR dua tahap akan bekerja lebih baik ketika menggunakan suatu DNA binding dye seperti SYBR green I karena akan lebih mempermudah untuk mengeliminasi primer-dimer melalui manipulasi Tm (Giglio et al., 2003). SYBR green I merupakan salah satu jenis DNA binding dye yang mempunyai kemampuan mengikat 100 kali lebih tinggi dan relatif lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan ethidium bromide (Giglio et al., 2003). Bahkan, DNA binding dye ini lebih mudah diterapkan karena tidak memerlukan adanya probe yang spesifik dan biaya yang dibutuhkan relatif terjangkau. Real Time PCR dua tahap memberikan kemungkinan untuk terjadinya peningkatan kontaminasi DNA (Vandesompele et al., 2002; Giglio et al., 2003). 18 “Halaman ini sengaja dikosongkan” BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2016 hingga Januari 2016 di Laboratorium TDDC (Tropical Disease Diagnostic Center) Surabaya. 3.2 Metode yang Digunakan 3.2.1 Desain Primer Desain Primer dibuat dan dianalisa menggunakan aplikasi Beacon Designer 8.14 (Thornton & Chhandak, 2010). Pada aplikasi di pilih Open Sequence From Entrez dan dimasukkan nomer aksesi tiap gen yang digunakan, lalu secara online aplikasi akan menyalin sekuen gen tersebut. Nomer aksesi masing-masing gen meliputi NtGGPPS (Acc.No GQ911583.1), NtEAS (Acc.No L04680), NtPMT (Acc.No AF126811), NtP5CS (Acc.No HM854026), dan gen NtEF-1α (Acc.No AF12009-3) didapat dari Genbank di laman www.ncbi.nlm.nih.gov. Tabel 3.1 Daftar Primer Tiap Gen Gen No. Aksesi GGPPS GQ911583.1 EAS L04680 PMT AF126811 P5CS HM854026 Primer (5’→3’) Forward GATGTTACAAAGTCGTCGG Reverse TTTCCAATCCCAGCAGTT Forward TTGATTGACATTATTGAACG Reverse ATGATGAACTTACCAGGA Forward ATGGATATGTGGCAGGTC Reverse GGAGAGGAAGAGTCTATGG Forward GGACTGATGGAAGATTAGC Reverse TCATAGCCTTGCGAGTTA 19 Amplicon 94 Bp 176 Bp 130 Bp 79 Bp 20 Daftar sequence gen yang telah dmasukkan kemudian dipilih satu per satu dan masuk pada bagian Primer Search. Dipilih Avoid Template Structure dan Avoid Cross Homology. Setelah itu pada bagian Advance diatur dengan nilai sesuai pada Lampiran 1. Setelah itu primer dari sebuah gen dapat dicari dengan memilih Search hingga didapatkan daftar primer beserta dengan analisis primernya. Primer forward dan reverse yang digunakan pada penelitian ini sesuai Tabel 3.1. 3.2.2 Analisa Ekspresi Gen a. Ekstraksi RNA Total Sampel planlet tembakau diperoleh dari penelitian Estiasih (2016). Planlet tersebut kemudian digerus dengan nitrogen cair. Ekstraksi RNA dilakukan menggunakan Total RNA Mini Kit (Plant Geneid). Kit terdiri dari beberapa zat meliputi RB Buffer, PRB Buffer, W1 Buffer, Wash Buffer, dan Rnase-free water. Sampel yang telah dihaluskan kemudian ditempatkan ke tabung mikrosentrifus 1,5 ml. Eksraksi RNA terdiri dari empat langkah, pertama adalah lisis. 500 µl RB Buffer dan 5 µl βmerchaptoethanol ditambahkan pada sampel. Kemudian dicampur menggunakan vortex untuk selanjutnya diinkubasi di suhu 60 oC selama 5 menit. Kolom filter ditempatkan dalam tabung koleksi 2 ml, kemudian campuran sampel ditransfer ke kolom, lalu dilakukan sentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 1.000 rpm dan Filtrat ditransfer ke tabung mikrosentrifus. Langkah kedua adalah pengikatan RNA (RNA Binding). Ethanol absolut sebanyak 250 µl ditambahkan pada filtrat kemudian dihomogenkan. Kolom RB ditempatkan dalam tabung koleksi 2 ml kemudian campuran ditransfer ke kolom RB. Sentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 15.000 rpm. Cairan dibuang lalu kolom RB ditempatkan kembali dalam tabung koleksi 2 ml. Langkah ketiga adalah pencucian (Wash). 400 µl Buffer W1 ditambahkan ke pusat kolom RB. Disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 30 detik. Cairan yang terdapat pada tabung penampung dibuang dan kolom RB ditempatkan kembali pada tabung penampung 2 ml. 21 Ditambahkan 600 µl Wash Buffer ke bagian tengah kolom RB, disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 30 detik. Cairan yang terdapat pada tabung penampung dibuang kemudian kolom RB ditempatkan kembali pada tabung penampung 2 ml. Lalu 600 µl Wash Buffer ditambahkan ke pusat kolom RB. Disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 1 menit. Cairan yang berada pada tabung penampung dibuang, kolom RB ditempatkan kembali pada tabung penampung. Disentrifugasi kembali dengan kecepatan 15.000 rpm selama 3 menit untuk mengeringkan matriks kolom. Langkah keempat adalah elusi RNA (RNA Elution). Kolom RB diletakkan dalam tabung mikrosentrifugasi 1,5 ml. Ditambahkan 50 µl RNase free water, didiamkan selama 2 menit untuk memastikan RNase free water benar-benar terserap. Disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 1 menit untuk mendapatkan RNA yang murni. b. Kuantifikasi Konsentrasi RNA Total Kuantifikasi konsentrasi RNA total dilakukan menggunakan Nano Drop (Thermo ScientificTM Nano Drop 2000). Pertama, komputer yang terhubung dengan Nano Drop dinyalakan dan software dijalankan. Tempat sampel pada Nano Drop dibersihkan menggunakan tissue bersih. RNase free water diukur terlebih dahulu sebagai Blank. Sampel diteteskan pada alat Nano Drop yang otomatis akan mengukur konsentrasi RNA total. c. Real Time PCR Ekspresi gen dianalisa menggunakan quantitative Real Time PCR (qRT-PCR). qRT-PCR dilakukan menggunakan KAPA SYBR® FAST Universal One-Step qRT-PCR Kit (KAPA Byosistem). Terdapat 4 langkah analisa qRT-PCR. Pertama, mempersiapkan campuran Master PCR (mengandung MgCl2) harus dipastikan bahwa semua reagen di-thawing dan dikocok. Campuran KAPA RT harus disimpan diatas es untuk mencegah sintesis cDNA secara alami. Adapun template RNA yang digunakan dalam penelitian ini memiliki konsentrasi 15 ng/µl dari 22 setiap sampel tiap perlakuan. Volume yang dibutuhkan dari masing-masing komponen dijelaskan dalam Tabel 3.2. Tabel 3.2 Campuran Reaksi qRT-PCR Komponen Nuclease Free Water 2X KAPA SYBR 10µM Forward Primer 10µM Reverse Primer 50X KAPA RT Mix Template RNA Total Jumlah (µl) (menyesuaikan) 5 0,2 0,2 0,2 (15 ng) 10 Langkah kedua adalah mengatur reaksi individual. Volume yang sesuai dari semua komponen PCR ditransfer ke masing-masing tabung PCR. Kemudian tabung ditutup dan dispindown. Langkah ketiga, PCR dilakukan dengan protokol yang ditunjukkan Tabel 3.2. Adapun siklus PCR yang digunakan adalah sebanyak 39 siklus. Tabel 3.3 Tahap-Tahap qRT-PCR Langkah Reverse Transcription Inaktivasi Enzim Denaturasi Annealing/Ekstensi/ Data acquisition Temperatur (oC) 42 95 95 61,3 Durasi 5 menit 3 menit 3 detik 20 detik Langkah keempat adalah analisis hasil dengan penghitungan Ct yang didapatkan dari qRT-PCR. 3.3 Analisis Hasil qRT-PCR Data yang didapatkan dari qRT-PCR dihitung menggunakan metode Livak. Metode Livak merupakan kuantifikasi relatif berkaitan dengan sinyal qRT-PCR dari transkrip target dalam kelompok perlakuan dengan sampel yang lain seperti misalnya kontrol tidak diberi perlakuan. Metode ini adalah cara yang 23 mudah untuk menganalisis perubahan relatif ekspresi gen dari eksperimen qRT-PCR (Livak dan Schmittgen, 2001) untuk mendapatkan nilai tingkat ekspresi mRNA gen target. Langkahlangkah penghitungan adalah sebagai berikut: a. Normalisasi CT (gen target) terhadap CT (gen referensi) ∆CT(kalibrator)= CT(kalibrator) - CT (referensi kalibrator) ∆CT (tes)=CT (target tes)-CT (referensi tes) b. Normalisasi ∆CT sampel terhadap ∆CT kalibrator ∆ ∆CT = ∆CT (tes)-∆CT (kalibrator) c. Kalkulasi rasio ekspresi Rasio ekspresi = 2-∆ ∆CT 3.4 Rancangan Penelitian dan Analisa Data Data pada penelitian ini diolah menggunakan metode livak dan dinyatakan dengan tingkat ekspresi suatu gen terhadap gen referensi. Selanjutnya, data dianalisa secara deskriptif kuantitatif. 24 “Halaman ini sengaja dikosongkan” BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Organisme harus dapat merespon perubahan kondisi lingkungan untuk tetap bisa bertahan. Respon organisme terhadap cekaman lingkungan baik dalam bentuk perubahan morfologi, fisiologi maupun respon molekuler merupakan manifestasi dari regulasi ekspresi genetik. Regulasi ekspresi genetik tersebut dapat terjadi pada tahap transkripsional maupun translasional (Albert et al., 2010). Pada penelitian ini, dinamika ekspresi gen dianalisis pada level transkriptomik menggunakan mRNA. Perubahan level mRNA dianalisis menggunakan quantitative Real Time PCR. Metode tersebut menggunakan fluorosensi zat kimia (SYBR Green) yang mengindikasikan bahwa konsentrasi produk PCR berkorelasi dengan intensitas fluorosensi (Wong, 2005). Hasil reaksi digambarkan dengan nilai Ct (treshold cycle) yang merupakan nilai relatif dari konsentrasi hasil amplifikasi gen target dalam reaksi PCR (Heid et al., 1996). Analisa data untuk Real Time PCR dapat menggunakan dua metode yaitu kuantifikasi absolut dan relatif. Kuantifikasi absolut digunakan untuk menentukan jumlah salinan transkrip awal, sedangkan kuantifikasi relatif mendeskripsikan perubahan ekspresi gen target relatif terhadap gen referensi (housekeeping gene). Hasil Ct yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan metode Livak (Livak dan Schmittgen, 2001) dan dinyatakan dalam rasio mRNA relatif. Real Time PCR dipengaruhi oleh beberapa faktor untuk menghasilkan reaksi yang optimal, diantaranya adalah konsentrasi dan kemurnian RNA (template) serta penetapan suhu annealing masing-masing primer (Rychlik et al., 1990). 4.1 Tingkat Ekspresi Gen Penyandi Isoprenoid Isoprenoid merupakan golongan senyawa dengan berat molekul rendah yang disintesis oleh tanaman (Bouvier et al., 2005). Golongan isoprenoid disintesis pada bagian plastid, mitokondria dan dibagian retikulum endoplasma, memiliki 25 26 struktur yang bervariasi dari struktur dasar C5, isopentenyl difosfat dan atau dimethylallyl diphosphate (Bouvier et al., 2005). Sintesis senyawa isoprenoid pada tanaman tembakau tipe Burley varietas Marakot, MKY dan Jepon Mawar pada kondisi cekaman kekeringan dilihat dari gen yang berperan dalam proses biosintesis senyawa tersebut. NtGGPPS dan NtEAS adalah 2 gen yang digunakan untuk mengetahui tingkat sintesis beberapa senyawa isoprenoid seperti karoten dan capsidiol. Shadi et al (2015) mengungkapkan bahwa gen NtGGPPS dapat diinduksi oleh adanya cekaman kekeringan. Meningkatnya level ekspresi gen tersebut menyebabkan akumulasi karotenoid sebagai senyawa prekursor Asam Absisat (ABA) (Shadi et al., 2015). Sementara itu, Mialoundama et al (2009) juga menyatakan bahwa peningkatan level ekspresi gen EAS menggambarkan akumulasi dari senyawa capsidiol. 4.1.1 Tingkat Ekspresi Gen NtGGPPS NtGGPPS merupakan enzim Geranylgeranyl diphosphat synthase yang memiliki peranan mengkatalisis reaksi kondensasi dari isopentenyl diphosphat dengan dimethylallyl diphosphat membentuk Geranylgeranyl diphosphat (Gambar 2.4). GGPP merupakan senyawa prekursor dalam pembentukan karotenoid (Shadi et al., 2015). Karotenoid disintesis oleh tanaman dibagian plastida. Karotenoid memiliki peranan dalam regulasi penyerapan cahaya selama proses fotosintesis dan fotoproteksi organ fotosintetik dengan cara mengatur produksi ROS yang berlebih sebagai akibat adanya stres oksidatif (Giuliano et al., 2008). Selain itu, karotenoid juga berperan sebagai prekursor ABA (Xie et al., 2010), dan senyawa volatile (Mendes-Pinto, 2009). Tingkat ekspresi gen NtGGPPS pada varietas Marakot, Jepon Mawar dan MKY mengindikasikan terjadinya peningkatan akibat cekaman kekeringan. Peningkatan ekspresi gen NtGGPPS tertinggi terdapat pada varietas MKY (15.56 kali lipat dibanding kontrol). Sedangkan, peningkatan ekspresi gen NtGGPPS pada varietas marakot sebesar 8.34 kali lipat dan pada Jepon Mawar sebesar 1.63 kali lipat seperti Gambar 4.1 27 Ekspresi mRNA Relatif 20 15.56 15 8.34 10 5 1 1 1 1.63 0 Marakot MKY Jepon Mawar Varietas Kontrol PEG 30% Gambar 4.1 Grafik Ekspresi Gen NtGGPPS Gambar 4.2 Biosintesis ABA melalui Karotenoid (Modifikasi Covington et al., 2008). 28 Ekspresi dari gen ini akan meningkatkan akumulasi dari karotenoid yang kemudian juga akan meningkatkan produksi hormon ABA karena karotenoid merupakan prekursor ABA (Gambar 4.2) (Shadi et al., 2015). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Estiasih (2016) menyebutkan bahwa tingkat eskpresi gen ABA2 pengkode enzim ZEP (zeaxanthin epoxidase) yang terlibat dalam biosintesis ABA pada varietas MKY memiliki tingkat ekspresi tertinggi sebesar 1.7 kali lipat pada tanaman yang diberi cekaman PEG 30% diikuti berturut-turut dengan Marakot dan Jepon Mawar. Akumulasi ABA mengakibatkan penutupan stomata sebagai respon pertahanan fisik terhadap kekeringan (Estiasih, 2016). Selain itu, penelitian sebelumnya juga mengungkapkan bahwa cekaman kekeringan mampu menginduksi produksi ROS dalam jumlah berlebih yang selanjutnya dapat memicu terjadinya stres oksidatif (Cruz de Carvalho, 2008). Tanaman mengembangkan mekanisme pertahanan terhadap stres oksidatif tersebut dengan cara mensintesis senyawa maupun protein yang berfungsi sebagai antioksidan (Giuliano et al., 2008). GGPP merupakan senyawa prekursor beberapa jenis karotenoid yang memiliki fungsi sebagai antioksidan, seperti beta karoten (Gambar 2.4) (Giuliano et al., 2008). Liu et al (2015) menyatakan bahwa over ekspresi GGPPS menyebabkan tanaman tomat menjadi lebih toleran terhadap cekaman kekeringan. Selain itu, peningkatan level transkripsi dari GGPPS juga mempengaruhi biosintesis dari hormon GA (Giberellin) yang meningkatkan akumulasi karbohidrat, amino-N dan nitrogen total (El-Meleigy et al., 1999 ; Aliyev et al., 2000). Peningkatan ekspresi gen GGPPS akibat cekaman kekeringan pada tanaman tembakau juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shadi, et al (2015) yang menunjukan adanya kenaikan level transkripsi gen GGPPS tanaman ginseng (Panax ginseng) pada kondisi cekaman kekeringan. 29 4.1.2 Tingkat Ekspresi Gen NtEAS NtEAS merupakan gen yang mengkode enzim 5-epiaristolochene synthase (EAS). NtEAS mengkatalisis pembentukan 5-epi-aristolochene sebagai prekursor pembentukan capsidiol dari senyawa farnesyl diphosphate dalam Alur biosintesis capsidiol (Mialoundama et al., 2009). Capsidiol adalah senyawa isoprenoid yang berfungsi sebagai fitoaleksin (Thomma et al., 1999). Fitoaleksin secara umum merupakan substansi lipofilik yang seringkali diakumulasi pada bagian tanaman yang terinfeksi untuk menghambat perkembangan jamur dan bakteri pathogen (Kuc dan Rush, 1985). Bagian tanaman yang biasanya diinfeksi adalah bagian akar dan daun. Proses infeksi ditandai oleh pembentukan reactive oksigen species (ROS), termasuk senyawa H2O2 (Arreola et al., 2007). Perlakuan penambahan senyawa H2O2 pada penelitian Arreola et al (2007) menunjukan peningkatan produksi capsidiol. Ekspresi mRNA Relatif 1.05 1 1 1 1 0.95 0.9 0.856 0.877 0.844 0.85 0.8 0.75 Marakot MKY Jepon Mawar Varietas Kontrol PEG 30% Gambar 4.3 Grafik Ekspresi Gen NtEAS 30 Pada penelitian ini, diperoleh hasil bahwa tanaman tembakau yang tercekam kekeringan (diinduksi oleh senyawa PEG 30%) mengalami penurunan tingkat ekspresi jika dibandingkan dengan kontrol. Penurunan ekspresi gen NtEAS tertinggi terdapat pada varietas Jepon Mawar (0.844 kali lipat dibanding kontrol). Sedangkan, penurunan ekspresi gen NtEAS pada varietas marakot sebesar 0,856 kali lipat dan pada MKY sebesar 0.844 kali lipat seperti yang ditunjukan pada Gambar 4.3 Mialoundama et al (2009) menyatakan bahwa ABA meregulasi secara negatif sintesa Capsidiol. Hasil penelitian yang menunjukkan adanya penurunan ekspresi gen EAS memiliki korelasi dengan hasil penelitian Estiasih (2016). Pada penelitian Estiasih (2016) menunjukan adanya peningkatan ekspresi gen ABA2 yang terlibat dalam biosintesis ABA pada tanaman yang dicekam dengan PEG 30%. Hal ini juga menjelaskan bahwa sintesis capsidiol bersifat independen terhadap biosintesis ABA. Penurunan sintesis capsidiol mengakibatkan tanaman cenderung lebih rentan terinfeksi oleh organisme patogen. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mayek-Perez et al (2002) yang menyebutkan bahwa tanaman kacang (Phaseolus vulgaris) yang tercekam kekeringan menjadi lebih rentan terhadap serangan bakteri Macrophomina phaseolina. 4.2 Tingkat Ekspresi Gen Penyandi Alkaloid Alkaloid sebagian besar merupakan senyawa turunan dari amina yang diproduksi dari dekarboksilasi asam amino seperti histidin, lisin, ornitin, triptofan, and tirosin (Ramawat dan JeanMichel, 2013). Alkaloid berperan dalam metabolism, katabolisme dan fisiologi tanaman sebagai produk akhir metabolism atau produk metabolit sekunder, sumber penyimpan nitrogen, senyawa aktif dalam menghadapi cekaman biotik, regulator partumbuhan dan atau sebagai pengganti mineral didalam tanaman seperti potassium dan kalsium (Waller, 1978). Sintesis senyawa alkaloid pada tanaman tembakau tipe Burley varietas Marakot, MKY dan Jepon Mawar pada kondisi cekaman kekeringan dilihat dari beberapa gen yang berperan 31 utama dalam proses biosintesis senyawa yang termasuk dalam golongan alkaloid. NtPMT dan NtP5CS adalah 2 gen yang digunakan untuk mengetahui tingkat sintesis beberapa senyawa alkaloid seperti nikotin dan prolin. 4.2.1 Tingkat Ekspresi Gen NtPMT PMT merupakan gen yang terdapat dalam tanaman tembakau dan terlibat dalam biosintesis senyawa alkaloid seperti nikotin. PMT bertindak sebagai penyandi enzim Putrescine Nmethyltransferase (PMT). PMT dan enzim N-Methylputrescine oxidase (MPO) mengkatalisis pembentukan N-methylputrescine dari senyawa putrescine dan 4-methylaminobutanol dari Nmethylputrescine (Mizusaki et al., 1972). Peningkatan ekspresi gen PMT disebabkan oleh serangan herbivora, pelukaan daun, pemberian asam jasmonat atau metil jasmonat dibagian akar tanaman (Hara et al., 2000). Nikotin adalah senyawa metabolit sekunder yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar di bidang farmasi, biopestisida dan reagen biokimia (Li et al., 2016). Senyawa nikotin banyak dihasilkan oleh beberapa spesies tanaman tembakau berfungsi sebagai senyawa racun yang menyerang bagian reseptor spesifik pada system saraf herbivor (Shoji et al., 2000). Nikotin tidak hanya bertindak dalam sistem pertahanan tumbuhan dalam menghadapi cekaman herbivora dan serangga, melainkan juga berperan dalam menambah nilai jual dari daun tembakau (Li et al., 2016). Nikotin secara dominan disintesis dibagian akar dan diakumulasi pada bagian daun (Li et al., 2016). Hasil analisa tingkat ekspresi gen NtPMT pada tiap varietas tembakau uji menunjukan terjadinya tren penurunan. Penurunan ekspresi gen NtPMT tertinggi terdapat pada varietas Jepon Mawar (0.12 kali lipat dibanding kontrol). Sedangkan, penurunan ekspresi gen NtPMT pada varietas marakot sebesar 0.36 kali lipat dan pada MKY sebesar 0.77 kali lipat (Gambar 4.4). 32 1.2 Ekspresi mRNA Relatif 1 1 1 1 0.77 0.8 0.6 0.4 0.36 0.12 0.2 0 Marakot MKY Jepon Mawar Varietas Kontrol PEG 30% Gambar 4.4 Grafik Tingkat Ekspresi Gen NtPMT Biosintesis nikotin dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, meliputi tahap perkembangan, hormone serta faktor cekaman biotik dan abiotik (Li et al., 2016). Biosintesis nikotin mengalami peningkatan secara drastic 2,5 kali lipat saat tanaman berada pada fase S3 (sudah berbunga) hingga fase S5 (daun pada pangkal kedua terbawah layu) (Li et al., 2016). Selain itu, penelitian Winz dan Baldwin (2001) menunjukkan bahwa biosintesis nikotin mengalami peningkatan ketika tanaman berada pada kondisi kekeringan. Meskipun demikian, setiap spesies atau varietas tanaman memiliki mekanisme respon yang berbeda (Estiasih, 2016). Hasil analisa level ekspresi gen NtPMT pada penelitian ini mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat ekspresi pada tiap varietas tanaman tembakau yang diberi cekaman PEG 30% jika dibandingkan dengan kontrol. 33 4.2.2 Tingkat Ekspresi Gen NtP5CS △1-pyrroline-5-carbo xylate synthetase (P5CS) adalah enzim yang berperan dalam sintesis senyawa prolin. P5CS akan mengkatalis glutamate menjadi glutamate-γ-semialdehyde (GSA). GSA kemudian akan mengalami perubahan struktur menjadi pyrroline -5-carboxylic acid (P5C). Prolin terbentuk melalui proses reduksi dari P5C oleh enzim △1-dihydropyrrolre-5-carboxylate reductase (P5CR) (Zheng et al., 2014). Prolin pertama kali dipublikasi pada tahun 1954 sebagai substansi yang dapat meregulasi tekanan osmotik dan akan diakumulasi ketika tanaman berada pada kondisi cekaman kekeringan (Kemble dan MacPherson, 1954). Akumulasi tinggi prolin oleh tanaman berpengaruh signifikan terhadap ketahanan tanaman tersebut dalam menghadapi cekaman kekeringan (Anjum et al., 2012). Prolin dapat meningkatkan resistensi tanaman terhadap cekaman lingkungan melalui berbagai mekanisme yang dapat terjadi. Mekanisme prolin dalam meningkatkan resistensi tersebut meliputi stabilisasi protein dan enzim antioksidan, scavenging ROS, dan menyeimbangkan redox (Gambar 4.5) Gambar 4.5 Fungsi Potensial Prolin Dalam Meningkatkan Resistensi Tanaman Hasil Penelitian ini menunjukkan peningkatan ekspresi gen NtP5CS hingga 2 kali lipat dibandingkan kontrol. 34 Peningkatan ekspresi gen NtP5CS tertinggi terdapat pada varietas Jepon Mawar (2,9 kali lipat dibanding kontrol). Sedangkan, peningkatan ekspresi gen NtP5CS pada varietas marakot sebesar 2.51 kali dan pada MKY sebesar 1.66 kali lipat (Gambar 4.5). Ekspresi mRNA Relatif 3.5 2.9 3 2.51 2.5 2 1.5 1.66 1 1 1 1 0.5 0 Marakot MKY Jepon Mawar Varietas Kontrol PEG 30% Gambar 4.6 Grafik Tingkat Ekspresi Gen NtP5CS Peningkatan ekspresi dari gen NtP5CS tersebut sesuai dengan penelitian dari Zhu et al (2016) yang mengungkapkan bahwa eskpresi gen P5CS diinduksi oleh senyawa PEG. Peningkatan level ekspresi tersebut terjadi hingga 14 kali lebih besar dibandingkan kontrol pada tanaman Medicago sativa cv. Pianguan. Selain itu, overekspresi gen P5CS juga mengakibatkan peningkatan sintesa prolin hingga 10 – 18 kali lebih besar pada tanaman tembakau dan padi dibandingkan dengan tanaman wildtype. Overekspresi gen tersebut mengakibatkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap cekaman kekeringan (Zheng et al., 2014). BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 2.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa tingkat ekspresi gen NtGGPPs dan NtP5CS mengalami peningkatan pada seluruh varietas uji, namun level ekspresi gen NtEAS dan NtPMT mengalami penurunan pada ketiga varietas uji. Meskipun memeliki kecenderungan hasil yang seragam mengenai peningkatan dan penurunan ekspresi sebuah gen pada ketiga varietas, nyatanya setiap varietas memiliki regulasi ekspresi gen yang berbeda-beda. Ekspresi gen NtGGPPS meningkat hingga 15,56 kali lipat pada varietas MKY, 8,34 kali lipat pada Marakot dan 1.63 kali lipat pada Jepon Mawar. Tingkat ekspresi gen NtEAS mengalami penurunan yaitu 0,856 kali lipat di varietas Marakot, 0,877 kali lipat di varietas Jepon Mawar dan 0,844 kali lipat di varietas MKY. Tingkat ekspresi gen yang terlibat dalam biosintesis alkaloid seperti NtP5CS mengalami kenaikan cukup signifikan yaitu sebesar 2,5 kali lipat di Marakot, 2,9 kali lipat di Jepon Mawar dan 1,6 kali lipat pada varietas MKY. Sedangkan, tingkat ekspresi gen NtPMT mengalami penurunan yaitu 0,36 kali lipat pada Marakot, 0,1 kali lipat pada Jepon Mawar dan 0,77 kali lipat pada varietas MKY. 2.2 Saran Penelitian lanjutan diharapkan dapat menunjukkan tingkat ekspresi dari gen yang berperan dalam biosintesis senyawa metabolit sekunder berupa fenol. Selain itu, perlu pengembangan penelitian lebih lanjut dalam memahami ekspresi gen yang terlibat dalam biosintesis antioksidan pada kondisi cekaman kekeringan, sehingga didapatkan gambaran lebih luas mengenai respon molecklar tanaman terhadap kekeringan. 35 36 “Halaman ini sengaja dikosongkan” DAFTAR PUSTAKA Albert, B., Dennis, B., Karen, H., Alexander, J., Julian, L., Martin, R., Keith, R., dan Peter, W. 2010. Essential Cell Biology Third Ed. New York : Garland Science Aliyev, R. Т., Coskuncelebi, K., Beyazoglu, O., dan Hacieva, S. I. 2000. Alterations in the genome of wheat seedlings grown under drought stress and the effect of gibberellic acid on these alterations. Review Biology. 93:183–189. Alworth, W.L dan Rapaport, H. 1965. Biosynthesis of the nicotine alkaloids in Nicotiana glutinosa: interrelationships among nicotine, nornicotine, anabasine and anatabine. Arch. Biochem. Biophys. 112: 45–53. Andreas,L. 2009. Molecular, Clinical and Environmental Toxicology. Basel : Birkhäuser Basel Anjum, S.A., M. Farooq., X.Y. Xie., X.J. Liu., dan M.F. Ijaz. 2012. Antioxidant defense system and proline accumulation enables hot pepper to perform better under drought. Sci. Hortic. 140: 66-73. Arora, A., Sairam, R.K., dan Srivastava, G.C. 2002. Oxidative Stress and antioxidant systems in plants. Curr. Sci. 82: 12271238. Arreola-Cortes .A., Castro-Mercado .E., Lozoya-Gloria .E., Garcia-Pineda E. (2007). Capsidiol production in pepper fruits (Capsicum annuum) induced by arachidonic acid is dependent of an oxidative burst. Physiol. Mol. Plant Pathol. 70: 69-76. 37 38 Ashraf, M. 2010. Inducing drought tolerance in plants: Recent advances. Biotechnol. 28: 169-183. Baldwin, I.T. 1999. Inducible nicotine production in native Nicotiana as an example of adaptive phenotypic plasticity. J. Chem. Ecol. 25: 3–30. Balique, F., Colson, P., Barry, A.O., Nappez, C., Ferretti, A., Moussawi, K.A., Ngounga, T., Lepidi, H., Ghigo, E., Mege, J.L., Lecoq, H., Raoult. 2013. Tobacco mosaic virus in the lungs of mice following intra-tracheal inoculation. PLoS ONE. 8: 1-12. Bennett, J.W., dan Bentley, R. 1989. What's in a name? Microbial secondary metabolism. Adv Appl Microbiol 34:1-28. Black, E.M., Lowings, J.P., Smith, J., Heaton, P.R., McElhinney, L.M. 2002. A rapid RT-PCR method to differentiate six established genotypes of rabies and rabies-related viruses using TaqMan technology. J Virol Methods. 105:25-35. Bouvier, F., Alain, R., dan Bilal, C. 2005. Biogenesis, molecular regulation and function of plant Isoprenoids. Progress in Lipid Research. 44:357–429 Blum, A. 2011. Breeding for Water-Limited Environments. New York : Springer-Verlag. Bretmaier, E. 2006.Terpenes: Flavors, Fragrances, Pharmaca, Pheromones. Weinheim:Wiley-VCH, Bush, L.P., Fannin, F.F., Chelvarajan, R.L dan Burton, H.R. 1993. Biosynthesis and metabolism of nicotine and related alkaloids. Dalam: Garrod, J.W dan Wahren, J. Nicotine and Related Alkaloids: Absorbtion, Distribution, Metabolism and Excretion. London:Chapman and Hall,. 39 Bustin, S.A. 2002. Quantification of mRNA using real-time reverse transcription PCR (RT-PCR): trends and problems. J Mol Endocrinol. 29:23–29. Cameron, K.D., Teece, M.A., dan Smart, L.B. 2016. Increased accumulation of cultivar wax and expression of lipid transfer protein in response to periodic drying events in leave of tree tobacco. Plant Phys. 140 : 176-183. Cherian, S., Reddy, M.P., dan Fereira, R.B. 2006. Transgenic plants with improved dehydration-stress tolerance: progress and future prospects. Biologia Plantarum. Covington, M.F., Julin, N.M., Marty, S., Steve, A.K., dan Stacey, L.H. 2008. Global transcriptome analysis reveals circadian regulation of key pathways in plant growth and development. Genome biology. 9: 30. Cruz de Carvalho, M.H. 2008. Drought stress and reactive oxygen species: Production, scavenging and signaling. Plant Signaling and Behavior. 3: 156-165. Czechowski, T., Stitt, M., Altmann, T., Udvardi, M.K., Scheible, W.R. 2005. Genome-wide identification and testing of superior reference genes for transcript normalization in Arabidopsis. Plant Physiol. 139:5–17. Demmig-Adams, B., Gilmore, A.M., Adams, W.W. 1996. Carotenoids 3: in vivo function of carotenoids in higher plants. FASEB Journal. 10, 403–412. El-Meleigy, E. A., Hassanein, R. A., & Abdel Kader, D. Z. (1999). Improvement of drought tolerance in Araches hypogaea L. plant by some growth substances 1. Growth and productivity. 40 Bulletin Faculty Science Association University. 28: 159–185. Estiasih, E. 2016. Profil Ekspresi Gen Responsif Terhadap Cekaman Kekeringan Beberapa tanaman tembakau tipe Burley. Skripsi. Surabaya : Program Pendidikan S1 Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Farooq, A., Wahid, N., Kobayashi, D., Fujita dan S.M.A. Basra. 2006. Plant Drought Stress: Effects, Mechanisms and Management. Cell Mol Biol Lett. 11:536-56. Gachon, C., Mingam, A., Charrier, B. 2004.Real-time PCR: what relevance to plant studies.J Exp Bot. 55:1445–1454 Giglio, S., Monis, P.T., Saint, C.P. 2003. Demonstration of preferential binding of SYBR Green I to specific DNA fragments in real-time multiplex PCR. Nucleic Acids Res. 31:1-5. Giuliano, G., Raffaela, T., Gianfranco, D., Peter, B., dan Mark, A. T. 2008. Metabolic engineering of carotenoid biosynthesis in plants. Cell Press. 26. Hanadyo, R., Hadiastono, T., dan Martosudiro, M. 2013. Pengaruh pemberian pupuk daun cair terhadap intensitas serangan Tobacco Mosaic Virus (TMV), pertumbuhan dan produksi tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum). Jurnal HPT. 1: 28-36. Hanin, M., Brini, C., Ebel,Y., Toda, S., Takedadan Masmoudi. 2011. Plant dehydrins and stress tolerance, versatile proteins for complex mechanisms. Plant Signal Behav. 6: 1503–1509. Hara, K., Yagi, M., Koizumi, N., Kusano, T., dan Sano, H. 2000. Screening of wound-responsive genes identifies an immediateearly expressed gene encoding a highly charged protein 41 mechanically wounded tobacco plants. Plant Cell Physiol. 41: 684–691. Heid, C. A., Stevens, J., Kenneth, J. L. and Williams, P. M. 1996. Real Time Quantitative PCR. USA: Cold Spring Harbor Laboratory Press. Hong, Z.L., Lakkineni, K., Zhang, Z.H., Verma, D.P.S. 2000 Removal of feedback inhibition of 1-Pyrroline–5.-Carboxylate synthetase results in increased proline accumulation and protection of plants from osmotic stress. Plant Physiol. 122: 1129–1136. Jaleel C. A., P. Manivannan, A. Wahid, M. Farooq, H. J. AlJuburi, R. Somasundaram and R. Panneerselvam. 2009. Drought Stress in Plants: A Review on Morphological Characteristics and Pigments Composition. International Journal of Agriculture And Biology. 46: 1560–8530. Kaul, S., Sharma, S.S., Mehta, I.K. 2008. Free radical scavenging potential of L-proline: evidence from in vitro assays. Amino Acids. 34: 315–320. Kemble, A.R. dan H.T. MacPherson. 1954. Liberation of amino acids in perennial rye grass during wilting. Biochem. J. 58: 46. Kishore, 2014. Secrets in the Smoke: Prehistoric Tobacco Use in Tennessee. 30 Days of Tennessee Archaeology Kuc, J., Rush, J.S. 1985. Phytoalexins. Arch Biochem Biophys 236: 455-472. Laurentius, H.N dan Robert, V. 2002.Secondary metabolism in tobacco. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 68: 105–125. 42 Li, F., Huizhen, Z., Shaoxin, W., Wanfu, X., Chao, D., Weiqun, L., dan Hongxiang, G. 2016. Identification of Topping Responsive Proteins in Tobacco Roots. Frontiers in Plant Science. 7:1-11. Liu, L., Zhiyong, S., Min, Z., dan Qiaomei, W. 2015. Regulation of Carotenoid Metabolism in Tomato. Molecular Plant. 8:28-39. Livak, K. J. and Schmittgen, T. D. 2001. Analysis of Relative Gene Expression Data Using Real-Time Quantitative PCR and the 2-ΔΔCT Method. Methods 25: 402–408. Mahmoud, S.S dan Croteau, R.B. 2002. Strategies for transgenic manipulation of monoterpene biosynthesis in plants. Trends in Plant Science. 7: 366-373. Maldonado, B.L.D., Betancourt, J dan Lozoya, G,E. 2008. Local and systemic gene expression of sesquiterpene phytoalexin biosynthetic enzymes in plant leaves. European J. Plant Path. 121: 439-449. Mayek-Perez N., Garcia-Espinosa R., Lopez-Castaneda C., Acosta-Gallegos J. A., Simpson J. 2002. Water relations, histopathology and growth of common bean (Phaseolus vulgaris L.) during pathogenesis of Macrophomina phaseolina under drought stress. Physiol. Mol. Plant Pathol. 60:185–195. Mendes, P.M.M. 2009. Carotenoid breakdown products thenorisoprenoids-in wine aroma. Archives of Biochemistry and Biophysics. 483: 236–245. Mialoundama, A.S., Dimitri, H., Delphine, D., Alain, R., Bilal, C., dan Florence, B. 2009. Abscisic Acid Negatively Regulates Elicitor-Induced Synthesis of Capsidiol in Wild Tobacco. Plant Physiology. 150: 1556-1566. 43 Mikhaljo., Elena., Zubko., Klaus, A., Benhard, G dan Yuri, Y.G. 2003. New CMS‐ associated Phenotypes in Cybrids Nicotiana tabacum L. (+Hyoscyamus niger L.). Annals of Botany. 92: 281288. Moreno, A., Cerda, K., Simpson, I., Lopez, D., E. Carrera., M. Handford dan C. Stange1. 2016. Increased Nicotiana tabacum fitness through positive regulation of carotenoid, gibberellin and chlorophyll pathways promoted by Daucus carota lycopene βcyclase (Dclcyb1) expression. Journal of Experimental Botany. 56:1-14. Mothes, K dan Romeike, A. 1958.Die Alkaloide. In: Ruhland W (ed) Handbuch der Pflanzen-physiologie. Berlin: SpringerVerlag. Murthy, S. 2010. Performance of tobacco oil-based bio-diesel fuel in a single cylinder direct injection engine. International Journal of the Physical Sciences. 5: 2066-2074. National Center for Biotechnology Information. 2014. Gene Expression.<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/probe/docs/applexpress ion/> [28-7-2016]. Nelson, J.L., Bernstein, P.S., Schmidt, M.C., Von, T.M.S dan Askew, E.W. 2003. Dietary modification and moderate antioxidant supplementation differentially affect serum carotenoids, antioxidant levels and markers of oxidative stress in older humans. Journal of Nutrition. 133: 3117–3123. Palazón, J., Cusidó, R.M., Roig, C dan Piñol, M.T. 1997. Effect of rol genes from Agrobacterium rhizogenes TL-DNA on nicotine production in tobacco root cultures. Plant Physiol. Biochem. 35: 155–162. 44 Pardal, S.J. 2010. Menguji ekspresi gen menggunakan real time PCR. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 32:1314. Plant Cell Biology. 2006. Plant Hormones-Ethylene. < http://plan tcellbiology.masters.grkraj.org/html/Plant_Growth_And_Develop ment7-Plant_Hormones-Ethylene.htm> [19-01-2017] Rahimi, A., Yu, J.K., Balusamy, S.R.D., Altanzul, K., Johan, S., Deok, C.Y. 2015. Isolation and characterization of Panax ginseng geranylgeranyl-diphosphate synthase genes responding to drought stress. Eur J Plant Pathol. 142:747–758 Ramawat dan Jean, M. 2013. Natural Products Phytochemistry, Botany and Metabolism of Alkaloids, Phenolics and Terpenes. Berlin:Springer-Verlag Rizzello, Angelo, D.P., Miriana, D., Federica, B., Giovanni, M dan Sofia, C. 2014. Enhanced Production of Bioactive Isoprenoid Compounds from Cell Suspension Cultures of Artemisia annua L. Using β-Cyclodextrins. Int. J. Mol. Sci. 15: 19092-19105 Ren, N., dan Timko, M.P. 2001. AFLP analysis of genetic polymorphism and evolutionary relationships among cultivated and wild Nicotiana species. Genome. 44: 559-571. Rychlik, W., Spencer, W.J., dan R.E.Rhoads. 1990. Optimization of the annealing temperature for DNA amplification in vitro. Nucleic Acids Research.18: 6409-6412 Schmidt,G., dan Sven, K.D. 2010. Stable internal reference genes for normalization of real-time RT-PCR in tobacco (Nicotiana tabacum) during development and abiotic stress. Mol Genet Genomics. 283:233–241. 45 Shadi, R., Yu-Jin, K., Balusamy, S.R.D., Altanzul, K., Johan, S., dan Deok-Chun, Y. 2015. Isolation and characterization of Panax ginseng geranylgeranyl-diphosphate synthase genes responding to drought stress. Eur J Plant Pathol. 142:747–758 Shaheda, A., Duraivel, S., Niharika, R.P., Anusha dan Sayyed, M.Q. 2014. A Review On Natural Bioactive Compounds As Potential Anti-Wrinkle Agents. World Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences. 3: 528-544. Shehab, G.G., Osama, K.A., dam Hossam, S. 2010. Effects of various chemical agents for alleviation of drought stress in rice plants (Oryza sativa L.). Not. Bot. Hort. Agrobot. Cluj. 38: 149148. Shoji, T., Yamada, Y., dan Hashimoto, T., 2000. Jasmonate induction of Putrescine N-methyltransferase genes in the root of Nicotiana sylvestris. Plant Cell Physiol. 41: 831–839. Silva, O.C.O., Ochoa, A.A.E., Reyes, A.J.A, Aguado, S.G.A dan Jimenez, B.J.F. 2008. Salt stress increases the expression of p5cs gene and induces proline accumulation in cactus pear. Plant Physiol. Biochem. 46: 82–92. Somerville, C., dan John, B. 2001. Genetic Engineering And Water. JSTOR. 292: 2217 Szekely, G., Abraham, E., Cseplo, A., Rigo, G., Zsigmond, L., Csiszar, J., Ayaydin, F., Strizhov, N., Jasik, J., Schmelzer, E., Koncz, C dan Szabados, L. 2008. Duplicated P5CS genes of Arabidopsis play distinct roles in stress regulation and developmental control of proline biosynthesis. Plant J. 53: 11– 28. 46 Thomma, B.P.H.J., Kristel, E., Koenraad, F.M.J.T., dan Willem, F.B. 1999. Requirement of Functional Ethylene-Insensitive 2 Gene for Efficient Resistance of Arabidopsis to Infection by Botrytis cinerea. Plant Physiology. 121: 1093-1101 Thornton, B dan Chhandak, B. 2010. Real-Time PCR (qPCR) Primer Design Using Free Online Software. Biochemistry and Molecular Biologi Education. 39 :145-154. Tuberosa, R., Maria, C.S., Pierangelo, L., Marcela, M.G., Silvio, S., dan Sergio, C. 2002. Identification of QTLs for root characteristics in maize grown in hydroponics and analysis of their overlap with QTLs for grain yield in the field at two water regimes. Plant Molecular Biology. 48: 697-712. Vandesompele, J., De Paepe, A dan Speleman, F. 2002. Elimination of primer-dimer artifacts and genomic coamplification using a two-step SYBR green I realtime RT-PCR. Anal Biochem. 303:95-98. Van, N.J.M dan Sieburth, L.E. 2007. Dissecting the biosynthetic pathway for the bypass1 root-derived signal. Plant Journal. 49: 619–628. Vaseva, I., J., Sabotič, J., Šuštar-Vozlič, V., Meglič, M., Kidrič, K., Demirevskadan L. Simova-Stoilova. 2012. The response of plants to drought stress: The role of dehydrins, chaperones, Proteases and protease inhibitors In maintaining cellular Protein function. In Drought New Research. 35 :1-45 Verpoorte, R., Van, d.H.R., Van, G.W.M dan Ten, H.J.G. 1991.Plant biotechnology for the production of alkaloids: present status and prospects. In: Brossi A (ed) The Alkaloids. San Diego: Academic Press Inc. 47 Waller, G.R. 1974. Alkaloid biology and metabolism in plant. New York : Plenum Press. Wink, M. 1998. Modes of action of alkaloids. In: Roberts, M.F & Wink, M.(eds) Alkaloids: Biochemistry, Ecology, and Medicinal Applications. New York: Plenum Press. Winz, R. A., dan Baldwin, I. T. 2001. Molecular interactions between the specialist herbivore Manduca sexta (Lepidop-tera, Sphingidae) and its natural host Nicotiana attenuata. IV. Insectinduced ethylene reduces jasmonateinduced nicotine accumulation by regulating putrescine N-methyltrans-ferase transcripts. Plant Physiol. 125, 2189–2202. Wong, M. L. and Medrano, J. F. 2005. Review: Real-time PCR for mRNA quantitation. BioTechniques 39. Xie, X., Yoneyama, K dan Yoneyama, K. 2010. The strigolactone story. Annual Review of Phytopathology. 48: 93–117. Xoconostle, C.B., F. A. Ramirez.O., L. Flores.E dan R. Ruiz.M. 2011. Drought tolerance in crop plants. Am. J. Plant Physiol. 5: 241–256. Zarei, S., Ali, A.E., dan Jalil, A. 2010. The role of over expression of P5CS gene on proline, catalase, ascorbate peroxidase activity and lipid peroxidation of transgenic tobacco (Nicotiana tabacum L.) plant under in vitro drought stress. Journal of Cell and Molecular Research. 4:43-49 Zheng, L., Z. Dang, H. Li, H. Zhang, S. Wu dan Y. Wang. 2014. Isolation and characterization of a Δ1-pyrroline-5-carboxylate synthetase (NtP5CS) from Nitraria tangutorum Bobr. and functional comparison with its Arabidopsis homologue. Mol. Biol. Rep. 41: 563-572. 48 Zhu, H.S., Xiu, J.Y., Xiang, Z., Wu, D.Y., dan Kuan, H.D. 2016. The Activity And Gene Expression Levels of P5CS and δ-OAT in Medicago sativa cv. Pianguan Under Drought Stress. Pak. J. Bot. 48: 137-142. LAMPIRAN Lampiran 1. Nilai Parameter Primer (Modifikasi Thornton dan Chhandak, 2010) 49 50 Lampiran 2. Sequnece gen NtGGPPs (GQ911583.1) (NCBI) >gb|GQ911583.1|:4-1104 Nicotiana tabacum geranylgeranyl diphosphate synthase (GGPPS1) mRNA, complete cds 51 52 Lampiran 3. Sequnece gen NtEAS (L04680) (NCBI) >(gi|170342:348-458, 586-850, 938-1313, 1390-1608, 17401878, 2034-2279, 2393-2689) Nicotiana tabacum 5-epiaristolochene gene, complete cds 53 54 Lampiran 4. Sequnece gen NtP5Cs (HM854026) (NCBI) >gb|HM854026.1|:173-2332 Nicotiana tabacum delta 1-pyrroline5-carboxylate synthetase (P5CS) mRNA, complete cds 55 56 57 Lampiran 5. Sequnece gen NtPMT (AF126811) (NCBI) >(gi|6523840:1135-1444, 1695-1771, 1866-2093, 2182-2254, 2364-2435, 2530-2725, 2885-3017, 3113-3169) Nicotiana tabacum cultivar Xanthi putrescine N-methyltransferase (PMT3) gene, complete cds 58 59 Lampiran 6. Pengenceran RNA Total 1. Pengenceran RNA Total Varietas MKY a. Konsentrasi PEG 0 % M 1 x V 1 = M2 x V 2 64.5 x V1 = 15 x 10 V1 = 2.33 µl M 1 x V 1 = M2 x V 2 81.0 x V1 = 15 x 10 V1 = 1.85 µl M1 x V1 = M2 xV2 133.6 x V1 = 15 x 10 V1 = 1.12 µl b. Konsentrasi PEG 30 % M 1 x V 1 = M2 x V 2 38.8 x V1 = 15 x 10 V1 = 3.87 µl M 1 x V 1 = M2 x V 2 36.2 x V1 = 15 x 10 V1 = 4.14 µl M1 x V1 = M2 xV2 57.2 x V1 = 15 x 10 V1 = 2.62 µl 2. Pengenceran RNA Total Varietas Marakot a. Konsentrasi PEG 0 % M 1 x V 1 = M2 x V 2 28 x V1 = 15 x 10 V1 = 5.36 µl 60 M 1 x V 1 = M2 x V 2 125.4 x V1 = 15 x 10 V1 = 1.2 µl M1 x V1 = M2 xV2 102.7 x V1 = 15 x 10 V1 = 1.46 µl b. Konsentrasi PEG 30 % M 1 x V 1 = M2 x V 2 92.9 x V1 = 15 x 10 V1 = 1.61 µl M1 x V1 = M2 x V2 173 x V1 = 15 x 10 V1 = 0.87 µl M1 x V1 = M2 xV2 87.1 x V1 = 15 x 10 V1 = 1.72 µl 3. Pengenceran RNA Total Varietan Jepon Mawar a. Konsentrasi PEG 0 % M 1 x V 1 = M2 x V 2 210.2 x V1= 15 x 10 V1 = 0.71 µl M 1 x V 1 = M2 x V 2 75.7 x V1 = 15 x 10 V1 = 1.98 µl M1 x V1 = M2 xV2 183.6 x V1 = 15 x 10 V1 = 0.82 µl 61 b. Konsentrasi PEG 30 % M 1 x V 1 = M2 x V 2 92.4 x V1 = 15 x 10 V1 = 1.62 µl M 1 x V 1 = M2 x V 2 46.8 x V1 = 15 x 10 V1 = 3.21 µl M1 x V1 = M2 xV2 166.4 x V1 = 15 x 10 V1 = 0.9 µl 62 Lampiran 7. Konsentreasi RNA Total Hasil Ekstraksi Tembakau Varietas MKY Marakot Jepon Mawar Perlakuan konsentrasi PEG (ng/µl) 0% 30% 64.5 38.8 81.0 36.2 133.6 57.2 28.0 92.9 125.4 173.0 102.7 87.1 210.2 92.4 75.7 46.8 183.6 166.4 63 Lampiran 8. Hasil Optimasi Suhu Annealing Gen NtGGPPS NtEAS NtPMT NtP5CS Suhu Annealing oC 50 47 55 57 64 Lampiran 8. Biodata Penulis BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Surabaya, 09 Desember 1994. Riwayat pendidikan meliputi TK Anita Surabaya (1999-2001), SDN Kaliasin V Surabaya (2001-2007), SMPN 37 Surabaya (2007-2010), SMAN 3 Surabaya (2010-2013) dan S1 Biologi ITS (2013- selesai). Pengalaman Organisasi yang diikuti selama menempuh jenjang pendidikan di ITS adalah Staff Departemen Riset dan Teknologi Himpunan Mahasiswa Biologi ITS (HIMABITS 2014 -2015) dan Ketua Departemen Riset dan Teknologi HIMABITS 2015-2016. Sedangkan Riwayat kepanitiaan yang pernah diikuti penulis meliputi Sie Keamanan dan Perijinan BOF 7 2013, Sie Perlengkapan BOF 8 2014, Sie Perlengkapan BOF 9 2015, Sie Acara PKTI Himabits 2014, Sie Acara LOT Himabits 2015 dan masih banyak yang lainnya.