dinamika ekspresi gen (ggpps, eas, pmt dan p5cs - Repository

advertisement
TUGAS AKHIR - SB141510
DINAMIKA EKSPRESI GEN (GGPPS, EAS, PMT
DAN P5CS) BEBERAPA VARIETAS TANAMAN
TEMBAKAU TIPE BURLEY PADA KONDISI
CEKAMAN KEKERINGAN
Wahyu Dwi Kurniawan
1513100060
Dosen Pembimbing:
Dr. Nurul Jadid, S.Si., M.Sc
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
LEMBAR PENGESAHAN
Surabaya
2017
LALPORAN KERJA PR
i
TUGAS AKHIR - SB141510
DINAMIKA EKSPRESI GEN (GGPPS, EAS, PMT
DAN P5CS) BEBERAPA VARIETAS TANAMAN
TEMBAKAU TIPE BURLEY PADA KONDISI
CEKAMAN KEKERINGAN
Wahyu Dwi Kurniawan
1513100060
Dosen Pembimbing:
Dr. Nurul Jadid, S.Si., M.Sc
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
LEMBAR PENGESAHAN
Surabaya
2017
ii
TUGAS AKHIR - SB141510
DYNAMIC EXPRESSION OF GGPPS, EAS, PMT
AND P5CS GENES IN SOME VARIETIES OF
BURLEY TOBACCO UNDER DROUGHT STRESS
Wahyu Dwi Kurniawan
1513100060
Dosen Pembimbing:
Dr. Nurul Jadid, S.Si., M.Sc
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
LEMBAR PENGESAHAN
2017
ii
DINAMIKA EKSPRESI GEN (GGPPS, EAS, PMT DAN P5CS)
PADA BEBERAPA VARIETAS TANAMAN TEMBAKAU
TIPE BURLEY DI KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN
Nama Mahasiswa
NRP
Jurusan
Dosen Pembimbing
: Wahyu Dwi Kurniawan
: 1513 100 060
: Biologi
: Dr. Nurul Jadid, S.Si., M.Sc
Abstrak
Kekeringan dapat memberikan dampak buruk bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tembakau (Nicotiana
tabacum). Tanaman mengembangkan beragam strategi sebagai
bentuk pertahanan terhadap cekaman kekeringan. Salah satu
mekanisme yaitu sintesis metabolit sekunder. Oleh karena itu,
pemahaman tentang regulasi genetik biosintesis metabolit
sekunder dalam kaitannya dengan mekanisme adaptasi tanaman
di kondisi kering sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dinamika ekspresi gen yang terlibat dalam biosintesis
metabolit sekunder dari golongan isoprenoid dan alkaloid pada
tanaman tembakau tipe Burley (varietas Jepon Mawar, Marakot
dan MKY) dikondisi kekeringan. Ekspresi gen NtGGPPS,
NtPMT, NtP5CS, dan NtEAS dari tiga varietas tembakau (var
Marakot, Jepon mawar dan MKY) yang telah dikultur secara in
vitro oleh Estiasih (2016) dan diberi cekaman PEG 0% dan 30%,
dianalisa secara deskriptif kuantitatif menggunakan quantitative
Real Time PCR (qRT-PCR). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat ekspresi gen NtGGPPS dan NtP5CS pada ketiga
varietas uji yang diberi cekaman PEG 30% mengalami
peningkatan dibandingkan dengan kontrol. Tingkat ekspresi dari
gen NtEAS dan NtPMT mengalami penurunan pada ketiga
varietas uji yang diberi cekaman PEG 30%.
Kata Kunci:Nicotiana tabacum, metabolit sekunder, qRT-PCR
iii
DYNAMIC EXPRESSION OF GGPPS, EAS, PMT AND P5CS
GENES IN SOME VARIETIES OF BURLEY TOBACCO
UNDER DROUGHT STRESS
Nama Mahasiswa
NRP
Jurusan
Dosen Pembimbing
: Wahyu Dwi Kurniawan
: 1513 100 060
: Biologi
: Dr. Nurul Jadid, S.Si., M.Sc
Abstract
Drought stress can negatively affect the growth and
development of tobacco plants (Nicotiana tabacum). Plants have
been developed a fascinating strategies to adapt under drought
stress, including synthesis of secondary metabolites. Therefore,
the knowledge of plant molecular responses that contribute to
regulation of secondary metabolites production under drought
stress is necessarily required. This study aims to determine the
dynamics expresssion of genes involved in the biosynthesis of
secondary metabolites from isoprenoids and alkaloids group in
some varieties of Burley tobacco (Jepon Mawar, Marakot and
MKY) under drought stress. The expression NtGGPPS, NtPMT,
NtP5CS, and NtEAS of three tobacco varieties which have been
previously cultured by Estiasih (2016) in MS medium and treated
with 0% and 30% PEG, were quantitatively analyzed using
quantitative Real Time PCR (qRT-PCR). The results showed that
the expression of NtGGPPS and NtP5CS, in all tobacco varieties,
increased during drought stress compared to control. Whereas, the
expression of NtPMT and NtEAS decreased when the three
tobacco varieties were exposed to drought stress.
Keywords : Nicotiana tabacum, secondary metabolite, qRT-PCR
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, rasa syukur dipanjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan Tugas Akhir dengan
judul DINAMIKA EKSPRESI GEN (GGPPS, EAS, PMT DAN
P5CS) BEBERAPA VARIETAS TANAMAN TEMBAKAU
TIPE
BURLEY
PADA
KONDISI
CEKAMAN
KEKERINGAN Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2016 –
Januari 2017. Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan suatu
syarat untuk memperoleh gelar strata 1 (S1) pada Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Dalam melakukan penelitian maupun penyusunan Tugas
Akhir tidak lepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada, Bapak Dr. Nurul
Jadid, S.Si., M.Sc, selaku pembimbing serta tim penguji Bapak
Dr.techn. Endry Nugroho Prasetyo, S.Si., MT selaku ketua sidang
dan Bapak Triono Bagus Saputro, S.Si., M.Biotech selaku dosen
penguji. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang tinggi kepada keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
Penelitian ini juga tidak lepas dari bantuan dan dukungan temanteman seperjuangan angkatan 2013, dan seluruh pihak yang telah
membantu.
Walaupun penulis menyadari masih banyak kekurangan,
namun besar harapan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat.
Surabaya, 25 Januari 2017
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……………………………………..i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................. ii
Abstrak ................................................................................ iii
Abstract ............................................................................... iv
KATA PENGANTAR.......................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................ viii
DAFTAR TABEL ............................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................ x
BAB I PENDAHULUAN ……………………………….....1
1.1
Latar Belakang……………………………………...1
1.2
Perumusan Masalah………………………………...3
1.3
Batasan Masalah…………………………………….3
1.4
Tujuan………………………………………………3
1.5
Manfaat……………………………………………..3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................... 5
2.1
Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Tembakau…….5
2.2
Tembakau Burley dan Varietas yang Digunakan…...6
2.3
Cekaman Kekeringan……………………………….7
2.4
Metabolit Sekunder pada Tanaman…………………8
vi
2.5
Gen Referensi NtEF-1α……………………………….14
2.6
Hipotesis Awal Tingkat Ekspresi Gen Marker……15
2.7
Quantitative Real Time PCR……………………....15
BAB III METODOLOGI ................................................... 19
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian……………………..19
3.2
Metode yang Digunakan…………………………..19
3.3
Analisis Hasil qRT-PCR…………………………..22
3.4
Rancangan Penelitian dan Analisa Data…………...23
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1
Tingkat Ekspresi Gen Penyandi Isoprenoid……….26
4.2
Tingkat Ekspresi Gen Penyandi Alkaloid…………30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................. 35
DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 37
LAMPIRAN ....................................................................... 49
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Bagian-Bagian Tanaman Nicotiana
Tabacum……………………………….
Struktur Kerangka Molekul Senyawa
Isoprenoid...............................................
Jalur Biosintesis Isoprenoid Pada Sel
Tanaman.................................................
Biosintesis Karotenoid............................
Jalur Biosintesis Capsidiol......................
Biosintesis Senyawa Nikotin ………….
Biosintesis Senyawa Prolin ……………
Grafik Ekspresi Gen NtGGPPS………
Biosintesis ABA melalui Karotenoid….
Grafik Ekspresi Gen NtEAS ...………...
Grafik Tingkat Ekspresi Gen NtPMT …
Fungsi Potensial Prolin …..……………
Grafik Tingkat Ekspresi Gen NtP5CS ...
viii
5
9
9
10
11
13
14
27
27
29
32
33
34
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Daftar Primer Tiap Gen.........................
Campuran Reaksi qRT-PCR.................
Tahap-Tahap qRT-PCR.........................
ix
20
22
23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Halaman
Nilai Parameter Primer……………………
39
Sequence Gen NtGGPPs………………….
40
Sequence Gen NtEAS…..………………….
43
Sequence Gen NtP5CS..…………………..
45
Sequence Gen NtPMT….………………….
47
Pengenceran RNA Total ………………….
49
Konsentreasi RNA Total Hasil Ekstraksi ...
52
Hasil Optimasi Suhu Annealing ………….
53
Biodata Penulis………………………….
54
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan spesies
tanaman dari genus Nicotiana yang paling banyak dibudidayakan.
Tanaman tersebut dimanfaatkan dalam industri berupa kosmetik
(Shaheda et al., 2014), bioenergi (Murthy, 2010) dan rokok (Ren
dan Timko, 2001). Tembakau merupakan komoditi penting dalam
perekonomian Indonesia. Tanaman ini, selain sebagai sumber
pendapatan petani namun juga secara tidak langsung mampu
menunjang penyerapan tenaga kerja dan pendapatan negara
melalui cukai produk rokok (Hanadyo, 2013). Tembakau tipe
Burley varietas Marakot, MKY dan Jepon mawar merupakan tiga
varietas yang banyak dibudidayakan di Indonesia selain varietas
Prancak 95, Dixie Bright serta Prilep (Estiasih, 2016). Tembakau
dibudidayakan pada daerah yang memiliki curah hujan relatif
rendah hingga sedang dari 1500-3500 mm/tahun (Tantawi, 2003).
Hal ini menunjukan bahwa tembakau tetap membutuhkan suplai
air untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga cekaman
kekeringan merupakan suatu permasalahan yang harus
ditanggulangi untuk menjaga produktifitas tanaman.
Kekeringan adalah ancaman nyata terhadap ketahanan pangan
dunia (Somerville dan Briscoe, 2001). Pertumbuhan populasi
manusia yang tinggi disertai dengan peningkatan jumlah
kebutuhan pangan dimasa mendatang memperburuk ancaman
terhadap kekeringan (Somerville dan Briscoe, 2001). Ancaman
kekeringan sulit untuk diprediksi karena dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti distribusi curah hujan, penguapan oleh faktor cuaca
dan kebutuhan tanah dalam menyimpan air untuk menjaga
kelembaban (Wery et al., 1994).
Kekeringan dapat memberikan efek buruk bagi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman (Xie, 2016). Pada bidang pertanian,
cekaman kekeringan mengakibatkan penurunan hasil panen
1
2
diseluruh dunia sehingga menimbulkan kerugian dari segi
ekonomi yang sangat besar (Xie, 2016). Cekaman kekeringan
menginduksi beberapa respon morfologi, fisiologi, biokimia dan
molekuler seperti perubahan arsitektur perakaran (Tuberosa et al.,
2002), hilangnya gradien potensial air, perubahan tekanan turgor,
penurunan laju fotosintesis (Cherian et al., 2006; Arora dan
Srivastava, 2002) penutupan stomata, pembentukan reactive
oxygen species (ROS) (Zarei, 2012; Shehab, 2010), pembentukan
lapisan lilin pada epidermis (Cameron, 2006), menyebabkan
perubahan kandungan dan komponen klorofil serta kerusakan
pada kloroplas (Shehab, 2010).
Kondisi cekaman lingkungan seperti kekeringan juga
menginduksi beberapa jalur metabolisme senyawa metabolit
sekunder sebagai respon adaptasinya (Bennet, 1989). Tiga
golongan metabolit sekunder yang paling intensif dipelajari
diantaranya adalah golongan isoprenoid, alkaloid dan fenol
(Mahmoud dan Croteau, 2002). Gen yang berperan dalam
biosintesis senyawa metabolit sekunder dan menjadi fokusan pada
penelitian ini berasal dari golongan isoprenoid seperti: NtGGPPS
dan NtEAS. Sedangkan pada golongan alkaloid menggunakan
marker gen NtPMT dan NtP5CS. Pada kondisi cekaman
kekeringan Rahimi et al. (2015) mengungkap bahwa ekspresi
gen NtGGPPs mengalami peningkatan. Namun, tingkat ekspresi
gen NtEAS mengalami penurunan level ekspresi (Mialoundama,
2009). Gen yang terlibat dalam biosintesis senyawa alkaloid
seperti gen NtP5CS mengalami peningkatan level ekspresi (Zhu
et al., 2016) dan ekspresi gen NtPMT meningkat oleh induksi
methyl jasmonate (MeJa) pada kondisi cekaman kekeringan (Li et
al., 2016) maupun menurun karena termasuk gen pertahanan yang
dapat ditekan tingkat ekspresinya oleh ABA (Zhou et al., 2008).
Kebutuhan untuk meningkatkan toleransi tembakau terhadap
cekaman kekeringan menjadi hal yang sangat penting guna
menjaga ketersediaannya dimasa mendatang (Farooq et al.,
2009). Saat ini tidak ada teknologi yang bersifat ekonomis untuk
memfasilitasi produksi tanaman dengan tingkat resistensi yang
3
tinggi terhadap kekeringan (Farooq et al., 2009). Namun,
pengembangan varietas tembakau budidaya untuk meningkatkan
ketahanannya terhadap kekeringan menjadi pendekatan
menjanjikan dalam membantu memenuhi kebutuhan di masa
mendatang (Farooq et al., 2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian berkelanjutan dalam memahami respon molekuler
dalam regulasi dan kontrol genetik biosintesis metabolit sekunder.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa dinamika respon gengen yang terlibat dalam biosintesis senyawa metabolit sekunder
dari tanaman tembakau (N. tabacum L.) tipe Burley varietas
MKY, Marakot dan Jepon Mawar pada kondisi cekaman
kekeringan.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
dinamika ekspresi gen GGPPS, EAS, PMT dan P5CS pada
tanaman tembakau tipe Burley (varietas Jepon Mawar, Marakot
dan MKY) pada kondisi kekeringan.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Sampel hasil kultur in-vitro tanaman Tembakau diperoleh
dari penelitian Estiasih (2016).
2. Suhu annealing pada reaksi qRT-PCR masing-masing
gen didapat dari hasil optimasi primer (Lampiran 8)
1.4 Tujuan
Tujuan penelitian untuk mengetahui dinamika ekspresi gen
GGPPS, EAS, PMT dan P5CS pada tanaman tembakau tipe
Burley (varietas Jepon Mawar, Marakot dan MKY) pada kondisi
kekeringan.
1.5 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai profil ekspresi gen GGPPS, EAS, PMT dan P5CS pada
tanaman tembakau tipe Burley (varietas Jepon Mawar, Marakot
dan MKY). Informasi tersebut selanjutnya dapat digunakan
4
sebagai data awal mengenai mekanisme pertahanan beberapa
varietas tembakau terhadap cekaman kekeringan dan kaitannya
dengan penerapan pada rekayasa genetika peningkatan ketahanan
terhadap cekaman kekeringan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Tembakau
Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum) merupakan
tanaman menahun (Perennial) yang berasal dari Amerika,
memiliki ciri morfologi pada Gambar 2.1 dengan tinggi antara 12 meter dan daun berbentuk antara memanjang sampai lanset
(Oblong-lanceolate) serta ujung meruncing (Acuminate) dan
berwarna hijau (Kishore, 2014). Tembakau memiliki bunga
berwarna putih-merah muda hingga kemerahan dengan panjang
4-5cm (Kishore, 2014).
a
b
c
d
Gambar 2.1 (a) Tembakau yang Tumbuh di Daerah Budidaya
(Kishore, 2014). (b) Bagian Daun (Balique, 2013). (c) Bagian Biji
(Carmody, 2015). (1d) Bagian Bunga (Mikhajlo, 2003).
Taksonomi dari tanaman tembakau sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Division
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida
Order
: Solanales
Family
: Solanaceae
Genus
: Nicotiana
Species
: Nicotiana tabacum
(Kishore, 2014).
5
6
2.2 Tembakau Tipe Burley dan Varietas yang Digunakan
Pada penelitian ini yang digunakan adalah tanaman
tembakau tipe Burley. Tembakau Burley mengandung minyak
yang tinggi, rendah kandungan gula dan memiliki rasa seperti
kacang. Tembakau Burley digunakan utamanya dalam campuran
rokok serta daun daunnya memiliki kandungan gula rendah dan
rasio gula nikotin yang sangat rendah (Geiss, 2007; Yulianti et
al., 2012; Akehurst, 1981). Varietas yang ingin diselidiki pola
ekspresi gen yang terlibat dalam biosintesis metabolit sekunder
meliputi varietas Marakot, MKY dan Jepon Mawar.
2.2.1 Marakot
Nicotiana tabacum varietas Marakot memiliki habitus
piramid dan tinggi sekitar 130 cm (111,3 cm – 148,7 cm). Batang
berwarna hijau kekuningan dan berbulu, berdiameter 2,31 cm
(1,89 cm – 2,73 cm). Daun berjumlah sedikit sekitar 17 lembar
(13 – 20 lembar), panjang daun mencapai 55 cm (52,4 cm – 57,6
cm), lebarnya 27,8 cm (25,1 cm – 30,6 cm) berbentuk bulat
memanjang, bertepi berombak, permukaan daun berploi dan
bentuk bunga Spherical (Estiasih, 2016).
2.2.2 Jepon Mawar
Nicotiana tabacum varietas Jepon Mawar memiliki
habitus silindris dan tinggi sedang sekitar 134,7 cm (119,6 cm –
149,8 cm). Batang berwarna hijau kekuningan dan berbulu,
berdiameter 2,9 cm (2,78 cm – 3,02 cm). Daun berjuamlah
sedang yaitu berkisar 23 lembar (20 – 26 lembar), panjang 62,5
cm (48,3 cm – 77,0 cm), lebar 36,8 cm (31,2 cm – 42,5 cm)
berbentuk bulat memanjang bertepi licin/rata, permuakaan daun
berploi dan bunga berbentuk bulat rata (Estiasih, 2016).
2.2.3 MKY
Nicotiana tabacum varietas MKY memiliki habitus
silindris dan tinggi 207 cm (180,3 cm – 233,7 cm). Batang
berwarna hijau dan berbulu, berdiameter 2,72 cm (2,19 cm – 3,25
cm). Daun berjumlah 25 lembar (20 – 30 lembar), panjang 57,2
cm (51 cm – 63,3 cm), lebar 32,3 cm (26,1 cm – 39 cm)
7
berbentuk ovate, tepi berombak, permukaan daun berploi dan
bunga berbentuk inverted conical (Estiasih, 2016).
2.3 Cekaman Kekeringan
Kekeringan didefinisikan sebagai pasokan air yang tidak
mencukupi sehingga menyebabkan penurunan produksi tanaman.
Kekeringan merupakan kesenjangan antara kebutuhan tanaman
terhadap air dan pasokan air (Blum, 2011).
Cekaman kekeringan dapat menurunkan hasil panen dan
mengancam kelangsungan hidup tanaman (Xoconostle-Cazares et
al., 2011; Jaleel et al., 2009). Kerugian hasil panen yang
disebabkan oleh kekeringan sangat besar jika dibandingkan faktor
lain. Cekaman kekeringan menyebabkan berkurangnya ukuran
daun, pemanjangan batang dan proliferasi akar (Farooq et al.,
2006).
Tanaman merespons dengan cepat perubahan status air
dengan perubahan berbagai morfologi, fisiologi, seluler, dan
molekuler yang terjadi secara paralel (Xoconostle-Cazares et al.,
2011). Tanaman menampilkan berbagai mekanisme untuk
mengatasi cekaman kekeringan. Mekanisme utamanya meliputi
pembatasan kehilangan air dengan cara meningkatkan resistensi
difusi dan penyerapan air melalui sistem perakaran yang prolifik
dan penggunaannya yang efisien, daun yang lebih kecil dan
sekulen untuk mengurangi transpirasi (Farooq et al., 2006). Pada
tingkat fisiologis dan metabolisme, kekeringan menyebabkan
penghambatan pertumbuhan tunas, penyesuaian luas daun,
penutupan stomata, pengurangan transpirasi, penghambatan
fotosintesis, pergeseran metabolisme karbon dan nitrogen, sintesis
zat terlarut kompatibel, dan cekaman oksidatif sekunder
(Xoconostle-Cazares et al., 2011).
Farooq et al (2006) menjelaskan fenomena yang terjadi pada
tanaman yang mengalami cekaman kekeringan, ion kalium
membantu dalam penyesuaian osmotik dan silikon meningkatkan
silifikasi endodermal akar dan meningkatkan keseimbangan air
sel. Osmolit berberat molekul rendah, yang meliputi glisin
betaine, prolin dan asam amino lain, asam organik, serta poliol,
8
sangat penting untuk mempertahankan fungsi sel di bawah
cekaman kekeringan. Zat pertumbuhan tanaman seperti asam
salisilat, auksin, gibberrellin, sitokinin, dan asam absisat
memodulasi respons tanaman terhadap kekeringan. Poliamina,
citrulin dan beberapa enzim bertindak sebagai antioksidan dan
mengurangi efek samping dari kekurangan air. Pada tingkat
molekul, beberapa gen responsif kekeringan dan faktor transkripsi
telah diidentifikasi, seperti gen yang mengikat elemen responsifdehidrasi, akuaporin, protein LEA (late embryogenesis abundant)
dan dehidrin.
Cekaman kekeringan melibatkan peningkatan jumlah protein
tidak aktif seperti terdenaturasi, teragregasi atau rusak oksidatif.
Tanaman merespons kekeringan dengan menyintesis protein
pelindung, seperti dehidrin atau protein LEA (Vaseva et al.,
2012). Akumulasi protein LEA digambarkan sebagai mekanisme
yang paling umum dikembangkan tanaman terhadap cekaman
kekeringan (Hanin et al., 2011)
Pemuliaan tanaman, baik secara konvensional maupun
melibatkan rekayasa genetik merupakan cara yang terbilang
efektif dan ekonomis dalam mengatasi kondisi lingkungan yang
kekurangan air (Ashraf, 2010). Akan tetapi, pendekatan seperti ini
membutuhkan dasar pengetahuan pada tingkat struktural dan
molekuler, bagaimana kekeringan mempengaruhi tanaman. Selain
itu, penanda toleransi kekeringan pada tanaman diperlukan untuk
memandu proses pemuliaan tanaman (Vaseva et al., 2012).
2.4 Metabolit Sekunder pada Tanaman
Metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis dari
hasil metabolisme primer. Tanaman mensekresikan metabolit
sekunder sebagai respon adaptasi terhadap kondisi lingkungan
tempat organisme tersebut tumbuh. Secara garis besar, metabolit
sekunder pada tanaman dibagai menjadi 3 golongan (Mahmoud
dan Croteau, 2002) yaitu : Isoprenoid, Alkaloid dan Fenol.
2.4.1 Isoprenoid
Isoprenoid merupakan golongan terbesar dari senyawa
hasil sintesis secara alami. Senyawa dalam golongan isoprenoid
9
mulai dari yang berstruktur linier hingga polisiklik dan memiliki
ukuran dari struktur molekul 5 atom karbon hemiterpene hingga
membentuk karet alam. Seluruh senyawa tersebut disintesis
melalui proses kondensasi dari isopren (Gambar 2.2) (Bretmaier,
2006). Senyawa golongan isoprenoid memiliki rangka molekul
yang sama, tersusun atas unit isoprene berikut:
Gambar 2.2 Struktur Kerangka Molekul Senyawa Isoprenoid
(Ramawat dan Jean-Michel, 2013).
Isoprenoid disintesis oleh tanaman melalui 2 jalur yaitu
jalur mevalonat dan jalur non-mevalonat (Gambar 2.3) (Quideu et
al., 2011). Jalur mevalonat terjadi pada bagian sitosol sel tanaman
sedangkan jalur non-mevalonat terjadi pada bagian plastida
tanaman (Quideu et al., 2011).
Gambar 2.3 Jalur Biosintesis Isoprenoid Pada Sel Tanaman
(Rizello et al., 2014).
10
Isoprenoid dikelompokkan menjadi beberapa kelompok
berdasarkan jumlah atom C pada molekul penyusunnya meliputi
hemiterpen (C5), monoterpen (C10), sesquiterpen (C15), diterpen
(C20), sesterterpen (C25), triterpen (C30), and politerpen (>C30)
(Ramawat dan Jean-Michel, 2013).
Senyawa politerpen yang memiliki atom carbon lebih dari 30
salah satu contohnya adalah karoten. Karoten memiliki rumus
molekul C40H64 (Ramawat dan Jean-Michel, 2013) disintesis oleh
tanaman pada bagian plastida melalui mekanisme seperti Gambar
2.4 yang berperan meregulasi penyerapan cahaya selama proses
fotosintesis, fotoproteksi melalui penghilangan energi dan
mendetoksifikasi senyawa racun. Karoten berperan sebagai
prekursor ABA dan strigolakton (Demmig-Adams et al., 1996;
Nelson et al., 2003; Van Norman and Sieburth, 2007; Xie et al.,
2010), dan senyawa volatil (terpen) (Mendes-Pinto, 2009).
GGPPs
Gambar 2.4 Biosintesis Karotenoid (modifikasi dari Moreno et
al., 2016).
11
Senyawa isoprenoid lain yang juga memiliki peran
penting dalam mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman
selain karoten adalah capsidiol. Capsidiol merupakan jenis
isoprenoid dari kelompok sesquiterpen yang memiliki rumus
molekul C15H24O2 disintesis dengan senyawa prekursor berupa
FPP (Gambar 2.5) (Ramawat & Jean-Michel, 2013).
Capsidiol diakumulasi oleh tanaman tembakau dan cabai
untuk merespon infeksi jamur (Maldonado et al., 2008). Bagian
tanaman yang biasanya diinfeksi adalah bagian akar dan daun.
Proses infeksi ditandai oleh pembentukan reactive oksigen
species (ROS), termasuk senyawa H2O2 (Arreola et al., 2007).
Perlakuan penambahan senyawa H2O2 pada penelitian Arreola et
al (2007) menunjukan peningkatan produksi capsidiol.
Capsidiol disintesis oleh tanaman melalui jalur mevalonat
dibagian sitosol (Gambar 2.5)
Gambar 2.5 Jalur Biosintesis Capsidiol (Rizello et al., 2014).
12
2.4.2 Alkaloid
Alkaloid merupakan kelompok senyawa yang disintesis
secara alami yang mengandung unsur atom nitrogen pada struktur
dasar penyusun senyawa tersebut. Alkaloid tidak hanya
mengandung unsur nitrogen, karbon, serta hidrogen saja
melainkan juga ada senyawa yang termasuk golongan alkaloid
yang mengandung oksigen, sulfur dan beberapa komponen lain
seperti klorin, bromin, dan fosfor namun sangat jarang ditemukan
(Andreas, 2009).
Alkaloid sebagian besar merupakan senyawa turunan dari
amina yang diproduksi dari dekarboksilasi asam amino seperti
histidin, lisin, ornitin, triptofan, and tirosin(Ramawat dan JeanMichel, 2013). Alkaloid dibedakan berdasarkan kesamaan unsur
rangka karbon penyusun seperti, indol-, isokuinolin-, and piridinlike atau berdasarkan prekursornya seperti ornitin, lisin, tirosin,
triptofan dan lain sebagainya (Anizewski, 2007). Contoh senyawa
alkaloid yang merupakan turunan dari ornitin adalah nikotin dan
prolin.
Nikotin termasuk jenis senyawa penting dalam tanaman
tembakau. Hal ini karena nikotin mengandung stimulus fisiologi
adiktif dalam produk olahan tembakau yang didistribusikan
melalui xilem untuk diakumulasi didalam daun (Mothes et al.,
1958; Alworth and Rapaport, 1965; Palazón et al., 1997;
Baldwin, 1999).
Nikotin dan senyawa alkaloid lain yang terkandung
dalam tanaman tembakau memiliki beberapa fungsi bagi tanaman
tersebut diantaranya proteksi terhadap serangga atau hewan
herbivora yang lain, substansi peregulasi pertumbuhan dan
detoksifikasi (Bush et al., 1993; Wink,1998). Kandungan nikotin
dalam tanaman tembakau berkisar antara 0.007–2.9% dry weight
(DW) dan pada kalus mencapai 0.05–3.75% DW (Verpoorte et
al., 1991).
Nikotin disintesis dari senyawa prekursor utamanya
berupa ornitin maupun arginin yang melibatkan beberapa enzim
13
seperti ODC (Ornitin Decarboksilase) dan PMT (Putrescine NMetil Transferase) melalui jalur sintesis seperti Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Biosintesis Senyawa Nikotin (Laurentius, 2002)
Prolin diakumulasi sebagai respon terhadap cekaman
kondisi lingkungan yang berkorelasi dengan aktivasi gen P5CS
pada jalur biosintesisnya (Hong et al., 2000; Szekely et al., 2008;
Silva-Ortega et al., 2008). Prolin merupakan senyawa osmolit
yang diproduksi oleh tanaman pada kondisi tercekam, prolin
melindungi sel dari kerusakan melalui mekanisme osmoregulasi
sebagai penghilang unsur reactive oxygen species (ROS)
(Matysik et al., 2002). Penelitian Kaul et al (2008) menunjukkan
14
bahwa prolin efektif untuk menghilangkan unsur 1O2 dan OH
yang merupakan komponen dari ROS (Kaul et al., 2008).
Prolin disintesis oleh tanaman dari senyawa utama berupa
glutamate dengan beberapa enzim yang terlibat didalam jalur
biosintesisnya. Salah satu enzim tersebut adalah P5CS yang
ditunjukan pada Gambar 2.7 berikut.
Gambar 2.7 Biosintesis Senyawa Prolin (Hayat, 2012).
2.5 Gen Referensi NtEF-1α
Real Time PCR apabila dibandingkan dengan metode
Northern blotting atau Reverse transcription PCR maka metode
Real Time PCR lebih sensitif, spesifik dan kuantitatif. (Bustin &
Nolan, 2004; Gachon et al., 2004).
Akurasi dari Real Time PCR dipengaruhi oleh beberapa
variabel meliputi kualitas dan kuantitas template mRNA (dan
cDNA), efisiensi variasi dalam reaksi dan perbedaan diantara sel
atau jaringan di seluruh aktivitas transkripsional maupun mRNA
(Bustin, 2002). Variabel tersebut secara umum di kontrol oleh gen
15
referensi. Ekspresi gen referensi tidak mengalami perubahan
terhadap perlakuan dalam penelitian. Gen-gen yang masuk
didalam golongan gen referensi termasuk jenis Housekeeping
gene (Bustin, 2002).
Gen referensi pada tembakau terdapat beberapa jenis
diantaranya 18S rRNA, EF-1α, Ntubc2, α- dan β-tubulin, PP2A,
L25 dan actin. Gen referensi yang biasa digunakan untuk
menganalisis ekspresi gen tanaman tembakau dengan
menggunakan metode Real Time PCR adalah gen NtEF-1α
(Czechowski et al., 2005). Menurut penelitian Schmidt et al
(2010) menunjukan bahwa dari kedelapan jenis gen referensi
pada tembakau yang memiliki stabilitas ekspresi tertinggi adalah
gen NtEF-1α (Schmidt et al., 2010).
2.6 Hipotesis Awal Tingkat Ekspresi Gen Marker
Tingkat ekspresi gen marker penelitian ini pada kondisi
cekaman kekeringan akan memberikan tingkat ekspresi yang
meningkat maupun menurun terhadap gen referensi. Rahimi et al
(2015) mengungkap bahwa ekspresi gen NtGGPPs mengalami
peningkatan ekspresi sebesar 4.4 kali lipat pada tanaman Ginseng
(Panax ginseng).
Tingkat ekspresi gen EAS dipengaruhi oleh laju sintesis ABA,
pada tanaman mutan yang memiliki kandungan ABA rendah
maka tingkat ekspresi gen ini meningkat sebesar 2 kali lipat
(Mialoundama et al., 2009) sehingga pada kondisi kekeringan
yang mengakumulasi ABA maka ekspresi gen ini akan menurun.
Tingkat ekspresi gen P5CS di tanaman Alfalfa (Medicago sativa
cv. Pianguan) meningkat sejalan dengan peningkatan sintesis
prolin (Zhu et al., 2016). Ekspresi gen PMT meningkat pada
kondisi cekaman kekeringan (Li et al., 2016)
2.7 Quantitative Real Time Polymerase Chain Reaction
(qRT-PCR)
Pengujian Real Time PCR berdasarkan fluoresensi menjadi
metode pengujian untuk deteksi RNA, DNA dan cDNA. Teknik
ini sangat sensitif yang memungkinkan amplifikasi terjadi secara
16
bersama-sama serta kuantitas sekuens asam nukleat dapat
diketahui (Black et al., 2002). Disamping memiliki sensitivitas
lebih tinggi, kelebihan pengujian Real Time PCR jika
dibandingkan dengan PCR konvensional adalah lebih dinamis,
risiko kontaminasi silang lebih sedikit, kemampuan aplikasi
penggunaannya untuk pengujian lebih banyak (Black et al.,
2002).
Tahapan-tahapan umum yang dilakukan selama pengujian
Real Time PCR dimulai dari isolasi RNA atau DNA sampai
analisis data (Pardal, 2010). Prinsip kerja Real Time PCR adalah
mendeteksi dan mengkuantifikasi reporter fluoresensi (Pardal,
2010). Sinyal fluoresensi akan meningkat seiring dengan
bertambahnya amplifikasi DNA PCR dalam reaksi (Pardal, 2010).
Reaksi selama fase eksponensial dapat dipantau dengan mencatat
jumlah emisi fluoresensi pada setiap siklus (Pardal, 2010).
Peningkatan hasil amplifikasi PCR pada fase eksponensial
berhubungan dengan jumlah inisiasi target gen (Pardal, 2010).
Makin tinggi tingkat ekspresi target gen maka deteksi emisi
fluoresence makin cepat terjadi (Pardal, 2010).
Kuantitas urutan DNA target dicapai dengan menentukan
jumlah siklus amplifikasi (Pardal, 2010). Jumlah siklus
amplifikasi diperlukan untuk menghasilkan produk PCR
berdasarkan fluoresensi di awal fase eksponensial PCR serta
untuk melewati garis ambang fluoresensi/siklus threeshold (Ct)
(Pardal, 2010).
Siklus Ct adalah prinsip dasar dari Real Time PCR dan
sebagai bagian yang sangat penting untuk memperoleh data yang
akurat. Nilai Ct dalam Real Time PCR sangat berkorelasi dengan
kuantitas urutan DNA target (Giglio et al., 2003). Apabila
kuantitas urutan DNA target tinggi di awal reaksi, nilai Ct akan
lebih cepat diketahui. Namun demikian, nilai Ct akan lebih sering
ditemukan pada fase eksponesial di setiap siklus amplifikasi PCR.
Hal ini yang menjadi alasan utama bahwa nilai Ct lebih mampu
mengukur jumlah amplifikasi DNA target dari awal reaksi (Giglio
et al., 2003).
17
Real Time PCR satu tahap dapat meminimalkan variasi
perlakuan laboratorium karena reaksi kedua enzim terjadi dalam
satu tabung (Giglio et al., 2003). Reaksi reverse transcriptase
pada proses Real Time PCR dua tahap dilakukan terpisah dari
pengujian Real Time PCR. Prosedur Real Time PCR dua tahap
akan bekerja lebih baik ketika menggunakan suatu DNA binding
dye seperti SYBR green I karena akan lebih mempermudah untuk
mengeliminasi primer-dimer melalui manipulasi Tm (Giglio et
al., 2003). SYBR green I merupakan salah satu jenis DNA
binding dye yang mempunyai kemampuan mengikat 100 kali
lebih tinggi dan relatif lebih ramah lingkungan jika dibandingkan
dengan ethidium bromide (Giglio et al., 2003). Bahkan, DNA
binding dye ini lebih mudah diterapkan karena tidak memerlukan
adanya probe yang spesifik dan biaya yang dibutuhkan relatif
terjangkau. Real Time PCR dua tahap memberikan kemungkinan
untuk terjadinya peningkatan kontaminasi DNA (Vandesompele
et al., 2002; Giglio et al., 2003).
18
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2016 hingga Januari
2016 di Laboratorium TDDC (Tropical Disease Diagnostic
Center) Surabaya.
3.2 Metode yang Digunakan
3.2.1 Desain Primer
Desain Primer dibuat dan dianalisa menggunakan aplikasi
Beacon Designer 8.14 (Thornton & Chhandak, 2010). Pada
aplikasi di pilih Open Sequence From Entrez dan dimasukkan
nomer aksesi tiap gen yang digunakan, lalu secara online aplikasi
akan menyalin sekuen gen tersebut. Nomer aksesi masing-masing
gen meliputi NtGGPPS (Acc.No GQ911583.1), NtEAS (Acc.No
L04680), NtPMT (Acc.No AF126811), NtP5CS (Acc.No
HM854026), dan gen NtEF-1α (Acc.No AF12009-3) didapat dari
Genbank di laman www.ncbi.nlm.nih.gov.
Tabel 3.1 Daftar Primer Tiap Gen
Gen
No. Aksesi
GGPPS
GQ911583.1
EAS
L04680
PMT
AF126811
P5CS
HM854026
Primer (5’→3’)
Forward
GATGTTACAAAGTCGTCGG
Reverse
TTTCCAATCCCAGCAGTT
Forward
TTGATTGACATTATTGAACG
Reverse
ATGATGAACTTACCAGGA
Forward
ATGGATATGTGGCAGGTC
Reverse
GGAGAGGAAGAGTCTATGG
Forward
GGACTGATGGAAGATTAGC
Reverse
TCATAGCCTTGCGAGTTA
19
Amplicon
94 Bp
176 Bp
130 Bp
79 Bp
20
Daftar sequence gen yang telah dmasukkan kemudian
dipilih satu per satu dan masuk pada bagian Primer Search.
Dipilih Avoid Template Structure dan Avoid Cross Homology.
Setelah itu pada bagian Advance diatur dengan nilai sesuai pada
Lampiran 1. Setelah itu primer dari sebuah gen dapat dicari
dengan memilih Search hingga didapatkan daftar primer beserta
dengan analisis primernya. Primer forward dan reverse yang
digunakan pada penelitian ini sesuai Tabel 3.1.
3.2.2 Analisa Ekspresi Gen
a. Ekstraksi RNA Total
Sampel planlet tembakau diperoleh dari penelitian Estiasih
(2016). Planlet tersebut kemudian digerus dengan nitrogen cair.
Ekstraksi RNA dilakukan menggunakan Total RNA Mini Kit
(Plant Geneid). Kit terdiri dari beberapa zat meliputi RB Buffer,
PRB Buffer, W1 Buffer, Wash Buffer, dan Rnase-free water.
Sampel yang telah dihaluskan kemudian ditempatkan ke
tabung mikrosentrifus 1,5 ml. Eksraksi RNA terdiri dari empat
langkah, pertama adalah lisis. 500 µl RB Buffer dan 5 µl βmerchaptoethanol ditambahkan pada sampel. Kemudian dicampur
menggunakan vortex untuk selanjutnya diinkubasi di suhu 60 oC
selama 5 menit. Kolom filter ditempatkan dalam tabung koleksi 2
ml, kemudian campuran sampel ditransfer ke kolom, lalu
dilakukan sentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan
1.000 rpm dan Filtrat ditransfer ke tabung mikrosentrifus.
Langkah kedua adalah pengikatan RNA (RNA Binding).
Ethanol absolut sebanyak 250 µl ditambahkan pada filtrat
kemudian dihomogenkan. Kolom RB ditempatkan dalam tabung
koleksi 2 ml kemudian campuran ditransfer ke kolom RB.
Sentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 15.000 rpm.
Cairan dibuang lalu kolom RB ditempatkan kembali dalam
tabung koleksi 2 ml. Langkah ketiga adalah pencucian (Wash).
400 µl Buffer W1 ditambahkan ke pusat kolom RB.
Disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 30 detik.
Cairan yang terdapat pada tabung penampung dibuang dan kolom
RB ditempatkan kembali pada tabung penampung 2 ml.
21
Ditambahkan 600 µl Wash Buffer ke bagian tengah kolom RB,
disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 30 detik.
Cairan yang terdapat pada tabung penampung dibuang kemudian
kolom RB ditempatkan kembali pada tabung penampung 2 ml.
Lalu 600 µl Wash Buffer ditambahkan ke pusat kolom RB.
Disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 1 menit.
Cairan yang berada pada tabung penampung dibuang, kolom RB
ditempatkan kembali pada tabung penampung. Disentrifugasi
kembali dengan kecepatan 15.000 rpm selama 3 menit untuk
mengeringkan matriks kolom.
Langkah keempat adalah elusi RNA (RNA Elution). Kolom
RB diletakkan dalam tabung mikrosentrifugasi 1,5 ml.
Ditambahkan 50 µl RNase free water, didiamkan selama 2 menit
untuk memastikan RNase free water benar-benar terserap.
Disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 1 menit
untuk mendapatkan RNA yang murni.
b. Kuantifikasi Konsentrasi RNA Total
Kuantifikasi konsentrasi RNA total dilakukan menggunakan
Nano Drop (Thermo ScientificTM Nano Drop 2000). Pertama,
komputer yang terhubung dengan Nano Drop dinyalakan dan
software dijalankan. Tempat sampel pada Nano Drop dibersihkan
menggunakan tissue bersih. RNase free water diukur terlebih
dahulu sebagai Blank. Sampel diteteskan pada alat Nano Drop
yang otomatis akan mengukur konsentrasi RNA total.
c. Real Time PCR
Ekspresi gen dianalisa menggunakan quantitative Real Time
PCR (qRT-PCR). qRT-PCR dilakukan menggunakan KAPA
SYBR® FAST Universal One-Step qRT-PCR Kit (KAPA
Byosistem). Terdapat 4 langkah analisa qRT-PCR. Pertama,
mempersiapkan campuran Master PCR (mengandung MgCl2)
harus dipastikan bahwa semua reagen di-thawing dan dikocok.
Campuran KAPA RT harus disimpan diatas es untuk mencegah
sintesis cDNA secara alami. Adapun template RNA yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki konsentrasi 15 ng/µl dari
22
setiap sampel tiap perlakuan. Volume yang dibutuhkan dari
masing-masing komponen dijelaskan dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Campuran Reaksi qRT-PCR
Komponen
Nuclease Free Water
2X KAPA SYBR
10µM Forward Primer
10µM Reverse Primer
50X KAPA RT Mix
Template RNA
Total
Jumlah (µl)
(menyesuaikan)
5
0,2
0,2
0,2
(15 ng)
10
Langkah kedua adalah mengatur reaksi individual.
Volume yang sesuai dari semua komponen PCR ditransfer ke
masing-masing tabung PCR. Kemudian tabung ditutup dan dispindown. Langkah ketiga, PCR dilakukan dengan protokol yang
ditunjukkan Tabel 3.2. Adapun siklus PCR yang digunakan
adalah sebanyak 39 siklus.
Tabel 3.3 Tahap-Tahap qRT-PCR
Langkah
Reverse Transcription
Inaktivasi Enzim
Denaturasi
Annealing/Ekstensi/
Data acquisition
Temperatur (oC)
42
95
95
61,3
Durasi
5 menit
3 menit
3 detik
20 detik
Langkah keempat adalah analisis hasil dengan penghitungan
Ct yang didapatkan dari qRT-PCR.
3.3 Analisis Hasil qRT-PCR
Data yang didapatkan dari qRT-PCR dihitung menggunakan
metode Livak. Metode Livak merupakan kuantifikasi relatif
berkaitan dengan sinyal qRT-PCR dari transkrip target dalam
kelompok perlakuan dengan sampel yang lain seperti misalnya
kontrol tidak diberi perlakuan. Metode ini adalah cara yang
23
mudah untuk menganalisis perubahan relatif ekspresi gen dari
eksperimen qRT-PCR (Livak dan Schmittgen, 2001) untuk
mendapatkan nilai tingkat ekspresi mRNA gen target. Langkahlangkah penghitungan adalah sebagai berikut:
a. Normalisasi CT (gen target) terhadap CT (gen referensi)
∆CT(kalibrator)= CT(kalibrator) - CT (referensi kalibrator)
∆CT (tes)=CT (target tes)-CT (referensi tes)
b. Normalisasi ∆CT sampel terhadap ∆CT kalibrator
∆ ∆CT = ∆CT (tes)-∆CT (kalibrator)
c. Kalkulasi rasio ekspresi
Rasio ekspresi = 2-∆ ∆CT
3.4 Rancangan Penelitian dan Analisa Data
Data pada penelitian ini diolah menggunakan metode livak
dan dinyatakan dengan tingkat ekspresi suatu gen terhadap gen
referensi. Selanjutnya, data dianalisa secara deskriptif kuantitatif.
24
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Organisme harus dapat merespon perubahan kondisi
lingkungan untuk tetap bisa bertahan. Respon organisme terhadap
cekaman lingkungan baik dalam bentuk perubahan morfologi,
fisiologi maupun respon molekuler merupakan manifestasi dari
regulasi ekspresi genetik. Regulasi ekspresi genetik tersebut dapat
terjadi pada tahap transkripsional maupun translasional (Albert et
al., 2010). Pada penelitian ini, dinamika ekspresi gen dianalisis
pada level transkriptomik menggunakan mRNA. Perubahan level
mRNA dianalisis menggunakan quantitative Real Time PCR.
Metode tersebut menggunakan fluorosensi zat kimia (SYBR
Green) yang mengindikasikan bahwa konsentrasi produk PCR
berkorelasi dengan intensitas fluorosensi (Wong, 2005).
Hasil reaksi digambarkan dengan nilai Ct (treshold cycle)
yang merupakan nilai relatif dari konsentrasi hasil amplifikasi
gen target dalam reaksi PCR (Heid et al., 1996). Analisa data
untuk Real Time PCR dapat menggunakan dua metode yaitu
kuantifikasi absolut dan relatif. Kuantifikasi absolut digunakan
untuk menentukan jumlah salinan transkrip awal, sedangkan
kuantifikasi relatif mendeskripsikan perubahan ekspresi gen
target relatif terhadap gen referensi (housekeeping gene). Hasil Ct
yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan metode Livak
(Livak dan Schmittgen, 2001) dan dinyatakan dalam rasio mRNA
relatif. Real Time PCR dipengaruhi oleh beberapa faktor untuk
menghasilkan reaksi yang optimal, diantaranya adalah konsentrasi
dan kemurnian RNA (template) serta penetapan suhu annealing
masing-masing primer (Rychlik et al., 1990).
4.1 Tingkat Ekspresi Gen Penyandi Isoprenoid
Isoprenoid merupakan golongan senyawa dengan berat
molekul rendah yang disintesis oleh tanaman (Bouvier et al.,
2005). Golongan isoprenoid disintesis pada bagian plastid,
mitokondria dan dibagian retikulum endoplasma, memiliki
25
26
struktur yang bervariasi dari struktur dasar C5, isopentenyl
difosfat dan atau dimethylallyl diphosphate (Bouvier et al., 2005).
Sintesis senyawa isoprenoid pada tanaman tembakau tipe
Burley varietas Marakot, MKY dan Jepon Mawar pada kondisi
cekaman kekeringan dilihat dari gen yang berperan dalam proses
biosintesis senyawa tersebut. NtGGPPS dan NtEAS adalah 2 gen
yang digunakan untuk mengetahui tingkat sintesis beberapa
senyawa isoprenoid seperti karoten dan capsidiol. Shadi et al
(2015) mengungkapkan bahwa gen NtGGPPS dapat diinduksi
oleh adanya cekaman kekeringan. Meningkatnya level ekspresi
gen tersebut menyebabkan akumulasi karotenoid sebagai senyawa
prekursor Asam Absisat (ABA) (Shadi et al., 2015). Sementara
itu,
Mialoundama et al (2009) juga menyatakan bahwa
peningkatan level ekspresi gen EAS menggambarkan akumulasi
dari senyawa capsidiol.
4.1.1 Tingkat Ekspresi Gen NtGGPPS
NtGGPPS merupakan enzim Geranylgeranyl diphosphat
synthase yang memiliki peranan mengkatalisis reaksi kondensasi
dari isopentenyl diphosphat dengan dimethylallyl diphosphat
membentuk Geranylgeranyl diphosphat (Gambar 2.4). GGPP
merupakan senyawa prekursor dalam pembentukan karotenoid
(Shadi et al., 2015). Karotenoid disintesis oleh tanaman dibagian
plastida. Karotenoid memiliki peranan dalam regulasi penyerapan
cahaya selama proses fotosintesis dan fotoproteksi organ
fotosintetik dengan cara mengatur produksi ROS yang berlebih
sebagai akibat adanya stres oksidatif (Giuliano et al., 2008).
Selain itu, karotenoid juga berperan sebagai prekursor ABA (Xie
et al., 2010), dan senyawa volatile (Mendes-Pinto, 2009).
Tingkat ekspresi gen NtGGPPS pada varietas Marakot,
Jepon Mawar dan MKY mengindikasikan terjadinya peningkatan
akibat cekaman kekeringan. Peningkatan ekspresi gen NtGGPPS
tertinggi terdapat pada varietas MKY (15.56 kali lipat dibanding
kontrol). Sedangkan, peningkatan ekspresi gen NtGGPPS pada
varietas marakot sebesar 8.34 kali lipat dan pada Jepon Mawar
sebesar 1.63 kali lipat seperti Gambar 4.1
27
Ekspresi mRNA Relatif
20
15.56
15
8.34
10
5
1
1
1
1.63
0
Marakot
MKY
Jepon Mawar
Varietas
Kontrol
PEG 30%
Gambar 4.1 Grafik Ekspresi Gen NtGGPPS
Gambar 4.2 Biosintesis ABA melalui Karotenoid (Modifikasi
Covington et al., 2008).
28
Ekspresi dari gen ini akan meningkatkan akumulasi dari
karotenoid yang kemudian juga akan meningkatkan produksi
hormon ABA karena karotenoid merupakan prekursor ABA
(Gambar 4.2) (Shadi et al., 2015).
Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh
Estiasih (2016) menyebutkan bahwa tingkat eskpresi gen ABA2
pengkode enzim ZEP (zeaxanthin epoxidase) yang terlibat dalam
biosintesis ABA pada varietas MKY memiliki tingkat ekspresi
tertinggi sebesar 1.7 kali lipat pada tanaman yang diberi cekaman
PEG 30% diikuti berturut-turut dengan Marakot dan Jepon
Mawar. Akumulasi ABA mengakibatkan penutupan stomata
sebagai respon pertahanan fisik terhadap kekeringan (Estiasih,
2016). Selain itu, penelitian sebelumnya juga mengungkapkan
bahwa cekaman kekeringan mampu menginduksi produksi ROS
dalam jumlah berlebih yang selanjutnya dapat memicu terjadinya
stres oksidatif (Cruz de Carvalho, 2008). Tanaman
mengembangkan mekanisme pertahanan terhadap stres oksidatif
tersebut dengan cara mensintesis senyawa maupun protein yang
berfungsi sebagai antioksidan (Giuliano et al., 2008).
GGPP merupakan senyawa prekursor beberapa jenis
karotenoid yang memiliki fungsi sebagai antioksidan, seperti beta
karoten (Gambar 2.4) (Giuliano et al., 2008). Liu et al (2015)
menyatakan bahwa over ekspresi GGPPS menyebabkan tanaman
tomat menjadi lebih toleran terhadap cekaman kekeringan. Selain
itu, peningkatan level transkripsi dari GGPPS juga
mempengaruhi biosintesis dari hormon GA (Giberellin) yang
meningkatkan akumulasi karbohidrat, amino-N dan nitrogen total
(El-Meleigy et al., 1999 ; Aliyev et al., 2000). Peningkatan
ekspresi gen GGPPS akibat cekaman kekeringan pada tanaman
tembakau juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Shadi, et al (2015) yang menunjukan adanya kenaikan level
transkripsi gen GGPPS tanaman ginseng (Panax ginseng) pada
kondisi cekaman kekeringan.
29
4.1.2 Tingkat Ekspresi Gen NtEAS
NtEAS merupakan gen yang mengkode enzim 5-epiaristolochene synthase (EAS). NtEAS mengkatalisis pembentukan
5-epi-aristolochene sebagai prekursor pembentukan capsidiol dari
senyawa farnesyl diphosphate dalam Alur biosintesis capsidiol
(Mialoundama et al., 2009).
Capsidiol adalah senyawa isoprenoid yang berfungsi
sebagai fitoaleksin (Thomma et al., 1999). Fitoaleksin secara
umum merupakan substansi lipofilik yang seringkali diakumulasi
pada bagian tanaman yang terinfeksi untuk menghambat
perkembangan jamur dan bakteri pathogen (Kuc dan Rush, 1985).
Bagian tanaman yang biasanya diinfeksi adalah bagian akar dan
daun. Proses infeksi ditandai oleh pembentukan reactive oksigen
species (ROS), termasuk senyawa H2O2 (Arreola et al., 2007).
Perlakuan penambahan senyawa H2O2 pada penelitian Arreola et
al (2007) menunjukan peningkatan produksi capsidiol.
Ekspresi mRNA Relatif
1.05
1
1
1
1
0.95
0.9
0.856
0.877
0.844
0.85
0.8
0.75
Marakot
MKY
Jepon Mawar
Varietas
Kontrol
PEG 30%
Gambar 4.3 Grafik Ekspresi Gen NtEAS
30
Pada penelitian ini, diperoleh hasil bahwa tanaman
tembakau yang tercekam kekeringan (diinduksi oleh senyawa
PEG 30%) mengalami penurunan tingkat ekspresi jika
dibandingkan dengan kontrol. Penurunan ekspresi gen NtEAS
tertinggi terdapat pada varietas Jepon Mawar (0.844 kali lipat
dibanding kontrol). Sedangkan, penurunan ekspresi gen NtEAS
pada varietas marakot sebesar 0,856 kali lipat dan pada MKY
sebesar 0.844 kali lipat seperti yang ditunjukan pada Gambar 4.3
Mialoundama et al (2009) menyatakan bahwa ABA
meregulasi secara negatif sintesa Capsidiol. Hasil penelitian yang
menunjukkan adanya penurunan ekspresi gen EAS memiliki
korelasi dengan hasil penelitian Estiasih (2016). Pada penelitian
Estiasih (2016) menunjukan adanya peningkatan ekspresi gen
ABA2 yang terlibat dalam biosintesis ABA pada tanaman yang
dicekam dengan PEG 30%. Hal ini juga menjelaskan bahwa
sintesis capsidiol bersifat independen terhadap biosintesis ABA.
Penurunan sintesis capsidiol mengakibatkan tanaman
cenderung lebih rentan terinfeksi oleh organisme patogen. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Mayek-Perez et al (2002) yang
menyebutkan bahwa tanaman kacang (Phaseolus vulgaris) yang
tercekam kekeringan menjadi lebih rentan terhadap serangan
bakteri Macrophomina phaseolina.
4.2 Tingkat Ekspresi Gen Penyandi Alkaloid
Alkaloid sebagian besar merupakan senyawa turunan dari
amina yang diproduksi dari dekarboksilasi asam amino seperti
histidin, lisin, ornitin, triptofan, and tirosin (Ramawat dan JeanMichel, 2013). Alkaloid berperan dalam metabolism, katabolisme
dan fisiologi tanaman sebagai produk akhir metabolism atau
produk metabolit sekunder, sumber penyimpan nitrogen, senyawa
aktif dalam menghadapi cekaman biotik, regulator partumbuhan
dan atau sebagai pengganti mineral didalam tanaman seperti
potassium dan kalsium (Waller, 1978).
Sintesis senyawa alkaloid pada tanaman tembakau tipe
Burley varietas Marakot, MKY dan Jepon Mawar pada kondisi
cekaman kekeringan dilihat dari beberapa gen yang berperan
31
utama dalam proses biosintesis senyawa yang termasuk dalam
golongan alkaloid. NtPMT dan NtP5CS adalah 2 gen yang
digunakan untuk mengetahui tingkat sintesis beberapa senyawa
alkaloid seperti nikotin dan prolin.
4.2.1 Tingkat Ekspresi Gen NtPMT
PMT merupakan gen yang terdapat dalam tanaman
tembakau dan terlibat dalam biosintesis senyawa alkaloid seperti
nikotin. PMT bertindak sebagai penyandi enzim Putrescine Nmethyltransferase (PMT). PMT dan enzim N-Methylputrescine
oxidase (MPO) mengkatalisis pembentukan N-methylputrescine
dari senyawa putrescine dan 4-methylaminobutanol dari Nmethylputrescine (Mizusaki et al., 1972). Peningkatan ekspresi
gen PMT disebabkan oleh serangan herbivora, pelukaan daun,
pemberian asam jasmonat atau metil jasmonat dibagian akar
tanaman (Hara et al., 2000).
Nikotin adalah senyawa metabolit sekunder yang banyak
dimanfaatkan sebagai bahan dasar di bidang farmasi, biopestisida dan reagen biokimia (Li et al., 2016). Senyawa nikotin
banyak dihasilkan oleh beberapa spesies tanaman tembakau
berfungsi sebagai senyawa racun yang menyerang bagian reseptor
spesifik pada system saraf herbivor (Shoji et al., 2000). Nikotin
tidak hanya bertindak dalam sistem pertahanan tumbuhan dalam
menghadapi cekaman herbivora dan serangga, melainkan juga
berperan dalam menambah nilai jual dari daun tembakau (Li et
al., 2016). Nikotin secara dominan disintesis dibagian akar dan
diakumulasi pada bagian daun (Li et al., 2016).
Hasil analisa tingkat ekspresi gen NtPMT pada tiap
varietas tembakau uji menunjukan terjadinya tren penurunan.
Penurunan ekspresi gen NtPMT tertinggi terdapat pada varietas
Jepon Mawar (0.12 kali lipat dibanding kontrol). Sedangkan,
penurunan ekspresi gen NtPMT pada varietas marakot sebesar
0.36 kali lipat dan pada MKY sebesar 0.77 kali lipat (Gambar
4.4).
32
1.2
Ekspresi mRNA Relatif
1
1
1
1
0.77
0.8
0.6
0.4
0.36
0.12
0.2
0
Marakot
MKY
Jepon Mawar
Varietas
Kontrol
PEG 30%
Gambar 4.4 Grafik Tingkat Ekspresi Gen NtPMT
Biosintesis nikotin dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,
meliputi tahap perkembangan, hormone serta faktor cekaman
biotik dan abiotik (Li et al., 2016). Biosintesis nikotin mengalami
peningkatan secara drastic 2,5 kali lipat saat tanaman berada pada
fase S3 (sudah berbunga) hingga fase S5 (daun pada pangkal
kedua terbawah layu) (Li et al., 2016). Selain itu, penelitian Winz
dan Baldwin (2001) menunjukkan bahwa biosintesis nikotin
mengalami peningkatan ketika tanaman berada pada kondisi
kekeringan. Meskipun demikian, setiap spesies atau varietas
tanaman memiliki mekanisme respon yang berbeda (Estiasih,
2016). Hasil analisa level ekspresi gen NtPMT pada penelitian ini
mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat ekspresi pada tiap
varietas tanaman tembakau yang diberi cekaman PEG 30% jika
dibandingkan dengan kontrol.
33
4.2.2 Tingkat Ekspresi Gen NtP5CS
△1-pyrroline-5-carbo
xylate synthetase (P5CS) adalah enzim yang berperan dalam
sintesis senyawa prolin. P5CS akan mengkatalis glutamate
menjadi glutamate-γ-semialdehyde (GSA). GSA kemudian akan
mengalami perubahan struktur menjadi pyrroline -5-carboxylic
acid (P5C). Prolin terbentuk melalui proses reduksi dari P5C oleh
enzim
△1-dihydropyrrolre-5-carboxylate reductase (P5CR)
(Zheng et al., 2014).
Prolin pertama kali dipublikasi pada tahun 1954 sebagai
substansi yang dapat meregulasi tekanan osmotik dan akan
diakumulasi ketika tanaman berada pada kondisi cekaman
kekeringan (Kemble dan MacPherson, 1954). Akumulasi tinggi
prolin oleh tanaman berpengaruh signifikan terhadap ketahanan
tanaman tersebut dalam menghadapi cekaman kekeringan (Anjum
et al., 2012). Prolin dapat meningkatkan resistensi tanaman
terhadap cekaman lingkungan melalui berbagai mekanisme yang
dapat terjadi. Mekanisme prolin dalam meningkatkan resistensi
tersebut meliputi stabilisasi protein dan enzim antioksidan,
scavenging ROS, dan menyeimbangkan redox (Gambar 4.5)
Gambar 4.5 Fungsi Potensial Prolin Dalam Meningkatkan
Resistensi Tanaman
Hasil Penelitian ini menunjukkan peningkatan ekspresi
gen NtP5CS hingga 2 kali lipat dibandingkan kontrol.
34
Peningkatan ekspresi gen NtP5CS tertinggi terdapat pada varietas
Jepon Mawar (2,9 kali lipat dibanding kontrol). Sedangkan,
peningkatan ekspresi gen NtP5CS pada varietas marakot sebesar
2.51 kali dan pada MKY sebesar 1.66 kali lipat (Gambar 4.5).
Ekspresi mRNA Relatif
3.5
2.9
3
2.51
2.5
2
1.5
1.66
1
1
1
1
0.5
0
Marakot
MKY
Jepon Mawar
Varietas
Kontrol
PEG 30%
Gambar 4.6 Grafik Tingkat Ekspresi Gen NtP5CS
Peningkatan ekspresi dari gen NtP5CS tersebut sesuai
dengan penelitian dari Zhu et al (2016) yang mengungkapkan
bahwa eskpresi gen P5CS diinduksi oleh senyawa PEG.
Peningkatan level ekspresi tersebut terjadi hingga 14 kali lebih
besar dibandingkan kontrol pada tanaman Medicago sativa cv.
Pianguan. Selain itu, overekspresi gen P5CS juga mengakibatkan
peningkatan sintesa prolin hingga 10 – 18 kali lebih besar pada
tanaman tembakau dan padi dibandingkan dengan tanaman wildtype. Overekspresi gen tersebut mengakibatkan tanaman menjadi
lebih resisten terhadap cekaman kekeringan (Zheng et al., 2014).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
2.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa tingkat
ekspresi gen NtGGPPs dan NtP5CS mengalami peningkatan pada
seluruh varietas uji, namun level ekspresi gen NtEAS dan NtPMT
mengalami penurunan pada ketiga varietas uji. Meskipun
memeliki kecenderungan hasil yang seragam mengenai
peningkatan dan penurunan ekspresi sebuah gen pada ketiga
varietas, nyatanya setiap varietas memiliki regulasi ekspresi gen
yang berbeda-beda. Ekspresi gen NtGGPPS meningkat hingga
15,56 kali lipat pada varietas MKY, 8,34 kali lipat pada Marakot
dan 1.63 kali lipat pada Jepon Mawar. Tingkat ekspresi gen
NtEAS mengalami penurunan yaitu 0,856 kali lipat di varietas
Marakot, 0,877 kali lipat di varietas Jepon Mawar dan 0,844 kali
lipat di varietas MKY. Tingkat ekspresi gen yang terlibat dalam
biosintesis alkaloid seperti NtP5CS mengalami kenaikan cukup
signifikan yaitu sebesar 2,5 kali lipat di Marakot, 2,9 kali lipat di
Jepon Mawar dan 1,6 kali lipat pada varietas MKY. Sedangkan,
tingkat ekspresi gen NtPMT mengalami penurunan yaitu 0,36 kali
lipat pada Marakot, 0,1 kali lipat pada Jepon Mawar dan 0,77 kali
lipat pada varietas MKY.
2.2 Saran
Penelitian lanjutan diharapkan dapat menunjukkan tingkat
ekspresi dari gen yang berperan dalam biosintesis senyawa
metabolit sekunder berupa fenol. Selain itu, perlu pengembangan
penelitian lebih lanjut dalam memahami ekspresi gen yang
terlibat dalam biosintesis antioksidan pada kondisi cekaman
kekeringan, sehingga didapatkan gambaran lebih luas mengenai
respon molecklar tanaman terhadap kekeringan.
35
36
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR PUSTAKA
Albert, B., Dennis, B., Karen, H., Alexander, J., Julian, L.,
Martin, R., Keith, R., dan Peter, W. 2010. Essential Cell Biology
Third Ed. New York : Garland Science
Aliyev, R. Т., Coskuncelebi, K., Beyazoglu, O., dan Hacieva, S. I.
2000. Alterations in the genome of wheat seedlings grown under
drought stress and the effect of gibberellic acid on these
alterations. Review Biology. 93:183–189.
Alworth, W.L dan Rapaport, H. 1965. Biosynthesis of the
nicotine alkaloids in Nicotiana glutinosa: interrelationships
among nicotine, nornicotine, anabasine and anatabine. Arch.
Biochem. Biophys. 112: 45–53.
Andreas,L. 2009. Molecular, Clinical and Environmental
Toxicology. Basel : Birkhäuser Basel
Anjum, S.A., M. Farooq., X.Y. Xie., X.J. Liu., dan M.F. Ijaz.
2012. Antioxidant defense system and proline accumulation
enables hot pepper to perform better under drought. Sci. Hortic.
140: 66-73.
Arora, A., Sairam, R.K., dan Srivastava, G.C. 2002. Oxidative
Stress and antioxidant systems in plants. Curr. Sci. 82: 12271238.
Arreola-Cortes .A., Castro-Mercado .E., Lozoya-Gloria .E.,
Garcia-Pineda E. (2007). Capsidiol production in pepper fruits
(Capsicum annuum) induced by arachidonic acid is dependent of
an oxidative burst. Physiol. Mol. Plant Pathol. 70: 69-76.
37
38
Ashraf, M. 2010. Inducing drought tolerance in plants: Recent
advances. Biotechnol. 28: 169-183.
Baldwin, I.T. 1999. Inducible nicotine production in native
Nicotiana as an example of adaptive phenotypic plasticity. J.
Chem. Ecol. 25: 3–30.
Balique, F., Colson, P., Barry, A.O., Nappez, C., Ferretti, A.,
Moussawi, K.A., Ngounga, T., Lepidi, H., Ghigo, E., Mege, J.L.,
Lecoq, H., Raoult. 2013. Tobacco mosaic virus in the lungs of
mice following intra-tracheal inoculation. PLoS ONE. 8: 1-12.
Bennett, J.W., dan Bentley, R. 1989. What's in a name? Microbial secondary metabolism. Adv Appl Microbiol 34:1-28.
Black, E.M., Lowings, J.P., Smith, J., Heaton, P.R., McElhinney,
L.M. 2002. A rapid RT-PCR method to differentiate six
established genotypes of rabies and rabies-related viruses using
TaqMan technology. J Virol Methods. 105:25-35.
Bouvier, F., Alain, R., dan Bilal, C. 2005. Biogenesis, molecular
regulation and function of plant Isoprenoids. Progress in Lipid
Research. 44:357–429
Blum, A. 2011. Breeding for Water-Limited Environments.
New York : Springer-Verlag.
Bretmaier, E. 2006.Terpenes: Flavors, Fragrances, Pharmaca,
Pheromones. Weinheim:Wiley-VCH,
Bush, L.P., Fannin, F.F., Chelvarajan, R.L dan Burton, H.R.
1993. Biosynthesis and metabolism of nicotine and related
alkaloids. Dalam: Garrod, J.W dan Wahren, J. Nicotine and
Related Alkaloids: Absorbtion, Distribution, Metabolism and
Excretion. London:Chapman and Hall,.
39
Bustin, S.A. 2002. Quantification of mRNA using real-time
reverse transcription PCR (RT-PCR): trends and problems. J Mol
Endocrinol. 29:23–29.
Cameron, K.D., Teece, M.A., dan Smart, L.B. 2016. Increased
accumulation of cultivar wax and expression of lipid transfer
protein in response to periodic drying events in leave of tree
tobacco. Plant Phys. 140 : 176-183.
Cherian, S., Reddy, M.P., dan Fereira, R.B. 2006. Transgenic
plants with improved dehydration-stress tolerance: progress and
future prospects. Biologia Plantarum.
Covington, M.F., Julin, N.M., Marty, S., Steve, A.K., dan Stacey,
L.H. 2008. Global transcriptome analysis reveals circadian
regulation of key pathways in plant growth and development.
Genome biology. 9: 30.
Cruz de Carvalho, M.H. 2008. Drought stress and reactive oxygen
species: Production, scavenging and signaling. Plant Signaling
and Behavior. 3: 156-165.
Czechowski, T., Stitt, M., Altmann, T., Udvardi, M.K., Scheible,
W.R. 2005. Genome-wide identification and testing of superior
reference genes for transcript normalization in Arabidopsis. Plant
Physiol. 139:5–17.
Demmig-Adams, B., Gilmore, A.M., Adams, W.W. 1996.
Carotenoids 3: in vivo function of carotenoids in higher plants.
FASEB Journal. 10, 403–412.
El-Meleigy, E. A., Hassanein, R. A., & Abdel Kader, D. Z.
(1999). Improvement of drought tolerance in Araches hypogaea
L. plant by some growth substances 1. Growth and productivity.
40
Bulletin Faculty Science Association University. 28: 159–185.
Estiasih, E. 2016. Profil Ekspresi Gen Responsif Terhadap
Cekaman Kekeringan Beberapa tanaman tembakau tipe Burley.
Skripsi. Surabaya : Program Pendidikan S1 Jurusan Biologi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Farooq, A., Wahid, N., Kobayashi, D., Fujita dan S.M.A. Basra.
2006. Plant Drought Stress: Effects, Mechanisms and
Management. Cell Mol Biol Lett. 11:536-56.
Gachon, C., Mingam, A., Charrier, B. 2004.Real-time PCR: what
relevance to plant studies.J Exp Bot. 55:1445–1454
Giglio, S., Monis, P.T., Saint, C.P. 2003. Demonstration of
preferential binding of SYBR Green I to specific DNA fragments
in real-time multiplex PCR. Nucleic Acids Res. 31:1-5.
Giuliano, G., Raffaela, T., Gianfranco, D., Peter, B., dan Mark, A.
T. 2008. Metabolic engineering of carotenoid biosynthesis in
plants. Cell Press. 26.
Hanadyo, R., Hadiastono, T., dan Martosudiro, M. 2013.
Pengaruh pemberian pupuk daun cair terhadap intensitas serangan
Tobacco Mosaic Virus (TMV), pertumbuhan dan produksi
tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum). Jurnal HPT. 1: 28-36.
Hanin, M., Brini, C., Ebel,Y., Toda, S., Takedadan Masmoudi.
2011. Plant dehydrins and stress tolerance, versatile proteins for
complex mechanisms. Plant Signal Behav. 6: 1503–1509.
Hara, K., Yagi, M., Koizumi, N., Kusano, T., dan Sano, H. 2000.
Screening of wound-responsive genes identifies an immediateearly expressed gene encoding a highly charged protein
41
mechanically wounded tobacco plants. Plant Cell Physiol. 41:
684–691.
Heid, C. A., Stevens, J., Kenneth, J. L. and Williams, P. M. 1996.
Real Time Quantitative PCR. USA: Cold Spring Harbor
Laboratory Press.
Hong, Z.L., Lakkineni, K., Zhang, Z.H., Verma, D.P.S. 2000
Removal of feedback inhibition of 1-Pyrroline–5.-Carboxylate
synthetase results in increased proline accumulation and
protection of plants from osmotic stress. Plant Physiol. 122:
1129–1136.
Jaleel C. A., P. Manivannan, A. Wahid, M. Farooq, H. J. AlJuburi, R. Somasundaram and R. Panneerselvam. 2009. Drought
Stress in Plants: A Review on Morphological Characteristics and
Pigments Composition. International Journal of Agriculture
And Biology. 46: 1560–8530.
Kaul, S., Sharma, S.S., Mehta, I.K. 2008. Free radical scavenging
potential of L-proline: evidence from in vitro assays. Amino
Acids. 34: 315–320.
Kemble, A.R. dan H.T. MacPherson. 1954. Liberation of amino
acids in perennial rye grass during wilting. Biochem. J. 58: 46.
Kishore, 2014. Secrets in the Smoke: Prehistoric Tobacco Use
in Tennessee. 30 Days of Tennessee Archaeology
Kuc, J., Rush, J.S. 1985. Phytoalexins. Arch Biochem Biophys
236: 455-472.
Laurentius, H.N dan Robert, V. 2002.Secondary metabolism in
tobacco. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 68: 105–125.
42
Li, F., Huizhen, Z., Shaoxin, W., Wanfu, X., Chao, D., Weiqun,
L., dan Hongxiang, G. 2016. Identification of Topping
Responsive Proteins in Tobacco Roots. Frontiers in Plant
Science. 7:1-11.
Liu, L., Zhiyong, S., Min, Z., dan Qiaomei, W. 2015. Regulation
of Carotenoid Metabolism in Tomato. Molecular Plant. 8:28-39.
Livak, K. J. and Schmittgen, T. D. 2001. Analysis of Relative
Gene Expression Data Using Real-Time Quantitative PCR and
the 2-ΔΔCT Method. Methods 25: 402–408.
Mahmoud, S.S dan Croteau, R.B. 2002. Strategies for transgenic
manipulation of monoterpene biosynthesis in plants. Trends in
Plant Science. 7: 366-373.
Maldonado, B.L.D., Betancourt, J dan Lozoya, G,E. 2008. Local
and systemic gene expression of sesquiterpene phytoalexin
biosynthetic enzymes in plant leaves. European J. Plant Path.
121: 439-449.
Mayek-Perez N., Garcia-Espinosa R., Lopez-Castaneda C.,
Acosta-Gallegos J. A., Simpson J. 2002. Water relations,
histopathology and growth of common bean (Phaseolus vulgaris
L.) during pathogenesis of Macrophomina phaseolina under
drought stress. Physiol. Mol. Plant Pathol. 60:185–195.
Mendes, P.M.M. 2009. Carotenoid breakdown products
thenorisoprenoids-in wine aroma. Archives of Biochemistry and
Biophysics. 483: 236–245.
Mialoundama, A.S., Dimitri, H., Delphine, D., Alain, R., Bilal,
C., dan Florence, B. 2009. Abscisic Acid Negatively Regulates
Elicitor-Induced Synthesis of Capsidiol in Wild Tobacco. Plant
Physiology. 150: 1556-1566.
43
Mikhaljo., Elena., Zubko., Klaus, A., Benhard, G dan Yuri, Y.G.
2003. New CMS‐ associated Phenotypes in Cybrids Nicotiana
tabacum L. (+Hyoscyamus niger L.). Annals of Botany. 92: 281288.
Moreno, A., Cerda, K., Simpson, I., Lopez, D., E. Carrera., M.
Handford dan C. Stange1. 2016. Increased Nicotiana tabacum
fitness through positive regulation of carotenoid, gibberellin and
chlorophyll pathways promoted by Daucus carota lycopene βcyclase (Dclcyb1) expression. Journal of Experimental Botany.
56:1-14.
Mothes, K dan Romeike, A. 1958.Die Alkaloide. In: Ruhland
W (ed) Handbuch der Pflanzen-physiologie. Berlin: SpringerVerlag.
Murthy, S. 2010. Performance of tobacco oil-based bio-diesel fuel
in a single cylinder direct injection engine. International
Journal of the Physical Sciences. 5: 2066-2074.
National Center for Biotechnology Information. 2014. Gene
Expression.<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/probe/docs/applexpress
ion/> [28-7-2016].
Nelson, J.L., Bernstein, P.S., Schmidt, M.C., Von, T.M.S dan
Askew, E.W. 2003. Dietary modification and moderate
antioxidant supplementation differentially affect serum
carotenoids, antioxidant levels and markers of oxidative stress in
older humans. Journal of Nutrition. 133: 3117–3123.
Palazón, J., Cusidó, R.M., Roig, C dan Piñol, M.T. 1997. Effect
of rol genes from Agrobacterium rhizogenes TL-DNA on nicotine
production in tobacco root cultures. Plant Physiol. Biochem. 35:
155–162.
44
Pardal, S.J. 2010. Menguji ekspresi gen menggunakan real time
PCR. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 32:1314.
Plant Cell Biology. 2006. Plant Hormones-Ethylene. < http://plan
tcellbiology.masters.grkraj.org/html/Plant_Growth_And_Develop
ment7-Plant_Hormones-Ethylene.htm> [19-01-2017]
Rahimi, A., Yu, J.K., Balusamy, S.R.D., Altanzul, K., Johan, S.,
Deok, C.Y. 2015. Isolation and characterization of Panax ginseng
geranylgeranyl-diphosphate synthase genes responding to drought
stress. Eur J Plant Pathol. 142:747–758
Ramawat dan Jean, M. 2013. Natural Products Phytochemistry,
Botany and Metabolism of Alkaloids, Phenolics and Terpenes.
Berlin:Springer-Verlag
Rizzello, Angelo, D.P., Miriana, D., Federica, B., Giovanni, M
dan Sofia, C. 2014. Enhanced Production of Bioactive Isoprenoid
Compounds from Cell Suspension Cultures of Artemisia annua L.
Using β-Cyclodextrins. Int. J. Mol. Sci. 15: 19092-19105
Ren, N., dan Timko, M.P. 2001. AFLP analysis of genetic
polymorphism and evolutionary relationships among cultivated
and wild Nicotiana species. Genome. 44: 559-571.
Rychlik, W., Spencer, W.J., dan R.E.Rhoads. 1990. Optimization
of the annealing temperature for DNA amplification in vitro.
Nucleic Acids Research.18: 6409-6412
Schmidt,G., dan Sven, K.D. 2010. Stable internal reference genes
for normalization of real-time RT-PCR in tobacco (Nicotiana
tabacum) during development and abiotic stress. Mol Genet
Genomics. 283:233–241.
45
Shadi, R., Yu-Jin, K., Balusamy, S.R.D., Altanzul, K., Johan, S.,
dan Deok-Chun, Y. 2015. Isolation and characterization of Panax
ginseng geranylgeranyl-diphosphate synthase genes responding to
drought stress. Eur J Plant Pathol. 142:747–758
Shaheda, A., Duraivel, S., Niharika, R.P., Anusha dan Sayyed,
M.Q. 2014. A Review On Natural Bioactive Compounds As
Potential Anti-Wrinkle Agents. World Journal Of Pharmacy
And Pharmaceutical Sciences. 3: 528-544.
Shehab, G.G., Osama, K.A., dam Hossam, S. 2010. Effects of
various chemical agents for alleviation of drought stress in rice
plants (Oryza sativa L.). Not. Bot. Hort. Agrobot. Cluj. 38: 149148.
Shoji, T., Yamada, Y., dan Hashimoto, T., 2000. Jasmonate
induction of Putrescine N-methyltransferase genes in the root of
Nicotiana sylvestris. Plant Cell Physiol. 41: 831–839.
Silva, O.C.O., Ochoa, A.A.E., Reyes, A.J.A, Aguado, S.G.A dan
Jimenez, B.J.F. 2008. Salt stress increases the expression of p5cs
gene and induces proline accumulation in cactus pear. Plant
Physiol. Biochem. 46: 82–92.
Somerville, C., dan John, B. 2001. Genetic Engineering And
Water. JSTOR. 292: 2217
Szekely, G., Abraham, E., Cseplo, A., Rigo, G., Zsigmond, L.,
Csiszar, J., Ayaydin, F., Strizhov, N., Jasik, J., Schmelzer, E.,
Koncz, C dan Szabados, L. 2008. Duplicated P5CS genes of
Arabidopsis play distinct roles in stress regulation and
developmental control of proline biosynthesis. Plant J. 53: 11–
28.
46
Thomma, B.P.H.J., Kristel, E., Koenraad, F.M.J.T., dan Willem,
F.B. 1999. Requirement of Functional Ethylene-Insensitive 2
Gene for Efficient Resistance of Arabidopsis to Infection by
Botrytis cinerea. Plant Physiology. 121: 1093-1101
Thornton, B dan Chhandak, B. 2010. Real-Time PCR (qPCR)
Primer Design Using Free Online Software. Biochemistry and
Molecular Biologi Education. 39 :145-154.
Tuberosa, R., Maria, C.S., Pierangelo, L., Marcela, M.G., Silvio,
S., dan Sergio, C. 2002. Identification of QTLs for root
characteristics in maize grown in hydroponics and analysis of
their overlap with QTLs for grain yield in the field at two water
regimes. Plant Molecular Biology. 48: 697-712.
Vandesompele, J., De Paepe, A dan Speleman, F. 2002.
Elimination of
primer-dimer
artifacts
and genomic
coamplification using a two-step SYBR green I realtime RT-PCR.
Anal Biochem. 303:95-98.
Van, N.J.M dan Sieburth, L.E. 2007. Dissecting the biosynthetic
pathway for the bypass1 root-derived signal. Plant Journal. 49:
619–628.
Vaseva, I., J., Sabotič, J., Šuštar-Vozlič, V., Meglič, M., Kidrič,
K., Demirevskadan L. Simova-Stoilova. 2012. The response of
plants to drought stress: The role of dehydrins, chaperones,
Proteases and protease inhibitors In maintaining cellular Protein
function. In Drought New Research. 35 :1-45
Verpoorte, R., Van, d.H.R., Van, G.W.M dan Ten, H.J.G.
1991.Plant biotechnology for the production of alkaloids:
present status and prospects. In: Brossi A (ed) The Alkaloids.
San Diego: Academic Press Inc.
47
Waller, G.R. 1974. Alkaloid biology and metabolism in plant.
New York : Plenum Press.
Wink, M. 1998. Modes of action of alkaloids. In: Roberts, M.F
& Wink, M.(eds) Alkaloids: Biochemistry, Ecology, and
Medicinal Applications. New York: Plenum Press.
Winz, R. A., dan Baldwin, I. T. 2001. Molecular interactions
between the specialist herbivore Manduca sexta (Lepidop-tera,
Sphingidae) and its natural host Nicotiana attenuata. IV. Insectinduced
ethylene
reduces
jasmonateinduced
nicotine
accumulation by regulating putrescine N-methyltrans-ferase
transcripts. Plant Physiol. 125, 2189–2202.
Wong, M. L. and Medrano, J. F. 2005. Review: Real-time PCR
for mRNA quantitation. BioTechniques 39.
Xie, X., Yoneyama, K dan Yoneyama, K. 2010. The strigolactone
story. Annual Review of Phytopathology. 48: 93–117.
Xoconostle, C.B., F. A. Ramirez.O., L. Flores.E dan R. Ruiz.M.
2011. Drought tolerance in crop plants. Am. J. Plant Physiol. 5:
241–256.
Zarei, S., Ali, A.E., dan Jalil, A. 2010. The role of over
expression of P5CS gene on proline, catalase, ascorbate
peroxidase activity and lipid peroxidation of transgenic tobacco
(Nicotiana tabacum L.) plant under in vitro drought stress.
Journal of Cell and Molecular Research. 4:43-49
Zheng, L., Z. Dang, H. Li, H. Zhang, S. Wu dan Y. Wang. 2014.
Isolation and characterization of a Δ1-pyrroline-5-carboxylate
synthetase (NtP5CS) from Nitraria tangutorum Bobr. and
functional comparison with its Arabidopsis homologue. Mol.
Biol. Rep. 41: 563-572.
48
Zhu, H.S., Xiu, J.Y., Xiang, Z., Wu, D.Y., dan Kuan, H.D. 2016.
The Activity And Gene Expression Levels of P5CS and δ-OAT
in Medicago sativa cv. Pianguan Under Drought Stress. Pak. J.
Bot. 48: 137-142.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai Parameter Primer (Modifikasi Thornton dan
Chhandak, 2010)
49
50
Lampiran 2. Sequnece gen NtGGPPs (GQ911583.1) (NCBI)
>gb|GQ911583.1|:4-1104 Nicotiana tabacum geranylgeranyl
diphosphate synthase (GGPPS1) mRNA, complete cds
51
52
Lampiran 3. Sequnece gen NtEAS (L04680) (NCBI)
>(gi|170342:348-458, 586-850, 938-1313, 1390-1608, 17401878, 2034-2279, 2393-2689) Nicotiana tabacum 5-epiaristolochene gene, complete cds
53
54
Lampiran 4. Sequnece gen NtP5Cs (HM854026) (NCBI)
>gb|HM854026.1|:173-2332 Nicotiana tabacum delta 1-pyrroline5-carboxylate synthetase (P5CS) mRNA, complete cds
55
56
57
Lampiran 5. Sequnece gen NtPMT (AF126811) (NCBI)
>(gi|6523840:1135-1444, 1695-1771, 1866-2093, 2182-2254,
2364-2435, 2530-2725, 2885-3017, 3113-3169) Nicotiana
tabacum cultivar Xanthi putrescine N-methyltransferase (PMT3)
gene, complete cds
58
59
Lampiran 6. Pengenceran RNA Total
1. Pengenceran RNA Total Varietas MKY
a. Konsentrasi PEG 0 %
 M 1 x V 1 = M2 x V 2
64.5 x V1 = 15 x 10
V1
= 2.33 µl

M 1 x V 1 = M2 x V 2
81.0 x V1 = 15 x 10
V1
= 1.85 µl

M1 x V1 = M2 xV2
133.6 x V1 = 15 x 10
V1
= 1.12 µl
b. Konsentrasi PEG 30 %
 M 1 x V 1 = M2 x V 2
38.8 x V1 = 15 x 10
V1
= 3.87 µl

M 1 x V 1 = M2 x V 2
36.2 x V1 = 15 x 10
V1
= 4.14 µl

M1 x V1 = M2 xV2
57.2 x V1 = 15 x 10
V1
= 2.62 µl
2. Pengenceran RNA Total Varietas Marakot
a. Konsentrasi PEG 0 %
 M 1 x V 1 = M2 x V 2
28 x V1 = 15 x 10
V1
= 5.36 µl
60

M 1 x V 1 = M2 x V 2
125.4 x V1 = 15 x 10
V1
= 1.2 µl

M1 x V1 = M2 xV2
102.7 x V1 = 15 x 10
V1
= 1.46 µl
b. Konsentrasi PEG 30 %
 M 1 x V 1 = M2 x V 2
92.9 x V1 = 15 x 10
V1
= 1.61 µl

M1 x V1 = M2 x V2
173 x V1 = 15 x 10
V1
= 0.87 µl

M1 x V1 = M2 xV2
87.1 x V1 = 15 x 10
V1
= 1.72 µl
3. Pengenceran RNA Total Varietan Jepon Mawar
a. Konsentrasi PEG 0 %
 M 1 x V 1 = M2 x V 2
210.2 x V1= 15 x 10
V1
= 0.71 µl

M 1 x V 1 = M2 x V 2
75.7 x V1 = 15 x 10
V1
= 1.98 µl

M1 x V1 = M2 xV2
183.6 x V1 = 15 x 10
V1
= 0.82 µl
61
b. Konsentrasi PEG 30 %
 M 1 x V 1 = M2 x V 2
92.4 x V1 = 15 x 10
V1
= 1.62 µl

M 1 x V 1 = M2 x V 2
46.8 x V1 = 15 x 10
V1
= 3.21 µl

M1 x V1 = M2 xV2
166.4 x V1 = 15 x 10
V1
= 0.9 µl
62
Lampiran 7. Konsentreasi RNA Total Hasil Ekstraksi
Tembakau Varietas
MKY
Marakot
Jepon Mawar
Perlakuan konsentrasi PEG (ng/µl)
0%
30%
64.5
38.8
81.0
36.2
133.6
57.2
28.0
92.9
125.4
173.0
102.7
87.1
210.2
92.4
75.7
46.8
183.6
166.4
63
Lampiran 8. Hasil Optimasi Suhu Annealing
Gen
NtGGPPS
NtEAS
NtPMT
NtP5CS
Suhu Annealing oC
50
47
55
57
64
Lampiran 8. Biodata Penulis
BIODATA PENULIS
Penulis
dilahirkan
di
Surabaya, 09 Desember 1994.
Riwayat pendidikan meliputi TK
Anita Surabaya (1999-2001), SDN
Kaliasin V Surabaya (2001-2007),
SMPN 37 Surabaya (2007-2010),
SMAN 3 Surabaya (2010-2013) dan
S1 Biologi ITS (2013- selesai).
Pengalaman Organisasi yang diikuti
selama
menempuh
jenjang
pendidikan di ITS adalah Staff
Departemen Riset dan Teknologi
Himpunan Mahasiswa Biologi ITS (HIMABITS 2014 -2015) dan
Ketua Departemen Riset dan Teknologi HIMABITS 2015-2016.
Sedangkan Riwayat kepanitiaan yang pernah diikuti penulis
meliputi Sie Keamanan dan Perijinan BOF 7 2013, Sie
Perlengkapan BOF 8 2014, Sie Perlengkapan BOF 9 2015, Sie
Acara PKTI Himabits 2014, Sie Acara LOT Himabits 2015 dan
masih banyak yang lainnya.
Download