Vol.7 No.3 2014 KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL (PERKOSAAN) DITINJAU DARI PERSPEKTIF KRIMINOLOGI Oleh : Ni Made Dwi Kristiani1 ABSTRACT This study aims to describe and analyze in depth abaout sexual violence (rape) from persepektive of criminology. The methods that are in the form of normative research approach conceptually, with the study of documents as well as primary and secondary legal materials. Arrangements regarding crimes of sexual violence (rape) subject to the provisions of Article 285 of the Penal Code which has elements that must be met, one of which is the absence of violence. Any element of violence is an element that distinguishes the crime of rape with another morality set forth in Penal Code. In the perspective of criminology that really is not an element of violence that will be the main point, but the element of consent. Elements of consent is a decisive and qualify an act as rape or not. In addition,it also examined the factors causing crimes of sexual violence (rape) and mitigation efforts. Keywords: Violent of Crime, Rape, Criminology 1 Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Alamat :Jalan Gunung Andakasa Gang Sedap Malam No. 2 Denpasar, e-mail:[email protected] 371 Vol.7 No.3 2014 Dalam arti luas, kejahatan tidak hanya I. PENDAHULUAN ditentukan oleh perundang-undangan dalam 1.1. Latar Belakang Seiring makin majunya perkembang- hukum pidana saja, melainkan an jaman, makin sarat pula beban sosial dan perbuatan-perbuatan beban adanya nestapa dan kerugian.4 kriminalitas dalam masyarakat. Perkembangan ini membawa dampak pada Kejahatan pula yang mengakibatkan kekerasan merupakan kehidupan sosial dari masyarakatnya, dilain salah satu bentuk kejahatan dalam masyarakat pihak pada tingkat kemajuan yang sedang yang perkembangannya semakin beragam dialami, juga membawa dampak timbulnya baik motif, sifat, bentuk, intensitas maupun berbagai bentuk kejahatan. modus operandinya. Sebagai suatu kenyataan Bentuk kejahatan dalam hukum sosial masalah kriminalitas ini tidak dapat pidana sebagai tindak pidana merupakan dihindari dan memang selalu ada, sehingga suatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan menimbulkan keresahan karena kriminalitas hukum pidana dan disertai dengan adanya dianggap sebagai suatu gangguan terhadap sanksi pidana untuk yang melanggarnya.2 kesejahteraan masyarakat serta lingkungan- Perbuatan pidana selalu menuju kepada sifat nya. perbuatan yang dilarang oleh peraturan Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi hukum dan pertanggungjawaban pidana seksual yang merupakan salah satu bentuk menuju pada orang yang melanggar dan dapat kejahatan kekerasan, bukan hanya menimpa dijatuhi pidana, sehingga yang dilarang oleh yang tergolong di bawah umur (anak-anak). aturan hukum adalah perbuatannya. Kejahatan dalam hukum perempuan dewasa, namun juga perempuan pidana adalah perbuatan pidana yangdiatur dalam Kejahatan kekerasan seksual ini juga tidak hanya berlangsung dilingkungan perusahaan, perkantoran, atau ditempat-tempat tertentu Buku ke-II KUHP dan dalam aturan-aturan yang memberikan peluang manusia berlainan lain di luar KUHP. Perbuatan pidana itu juga jenis dapat saling berkomunikasi, namun juga meliputi tindakan pelanggaran-pelanggaran.3 dapat terjadi di lingkungan keluarga. Diantara melibatkan 2 Bambang Poernomo, 1988, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 18 3 Roeslan Saleh, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana Cet-III, Aksara Baru, Jakarta, hal.17 372 kasus-kasus (mengorbankan) yang anak-anak perempuan di bawah umur, salah satu modus 4 Arif Gosita, 1983, Masalah Korban Kejahatan Kumpulan Karangan Edisi Pertama, Akademika Pressindo, Jakarta, hal.77 Vol.7 No.3 2014 operandinya yang digunakan adalah 1.2. Permasalahan penipuan. Diantara mereka adakalanya yang Berdasarkan latar belakang yang telah tidak mengetahui kalau dirinya akan dijadikan dipaparkan di atas, maka didapat suatu obyek perkosaan, dicabuli, dan kemudian permasalahan diperdagangkan. Kasus perdagangan seksual kekerasan seksual (perkosaan) dalam tinjauan anak-anak wanita di bawah umur itu hukum pidana Indonesia dengan perspektif menunjukkan bahwa hak asasi perempuan kriminologi. yaitu kajian mengenai sudah dilanggar sejak usia dini (di bawah umur). Tidak sedikit anak-anak di bawah 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian umur dan perempuan dewasa yang menjadi seksual korban kejahatan kekerasan seksual. Istilah kekerasan seksual adalah perbuatan yang dapat dikategorikan hubungan dan tingkah laku seksual yang tidak wajar, mengenai (perkosaan) kekerasan dari perspektif kriminologi mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus. 1. Tujuan Umum: untuk mengetahui sehingga menimbulkan kerugian dan akibat pengaturan dan kebijakan dalam lapangan yang serius bagi para korban.5 Kekerasan hukum seksual (perkosaan) membawa dampak pada kekerasan seksual (perkosaan) terhadap fisik dan psikis yang permanen dan berjangka persoalan-persoalan hukum yang meliputi panjang. Kekerasan seksual yang akan lebih legitimasi hukum, arah perubahan tujuan dibahas disini adalah khususnya kejahatan hukum (displacement of goal), efektivitas seksual pemerkosaan, maka sangat penting hukum, ditelusuri penyebab enforcement) dan pengembangan teori, timbulnya kejahatan tersebut, khususnya konsep, asas-asas, doktrin hukum pidana kejahatan kekerasan seksual pemerkosaan. pada umumnya. pula faktor-faktor pidana khususnya mengenai penegakan hukum (law Kejahatan kekerasan seksual (perkosaan) 2. Tujuan Khusus: Tujuan khusus penelitian yang tidak surut oleh perkembangan jaman, ini berkaitan dengan mendeskripsikan dan kemajuan teknologi, dan kemajuan pola pikir menganalisis secara mendalam tentang manusia, menjadi salah satu kejahatan yang kekerasan sangat meresahkan masyarakat di tengah- perspektif kriminologi, yang meliputi tengah teori-teori, faktor penyebab dan upaya perkembangan-perkembangan tersebut. seksual penanggulangannya (perkosaan) karena dari terdapat berbagai macam dan ragamnya kejahatan 5 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, PT. Refika Aditama, Bandung, hal.32 kekerasan seksual yang semakin tidak 373 Vol.7 No.3 2014 terkendali, mengkhawatirkan kelangsung- kejahatan ini jelas-jelas merupakan bentuk an hidup berbangsa dan bernegara. perilaku yang tidak bermoral dan keji yang selain melanggar HAM, juga mengakibatkan derita fisik, sosial, maupun psikologis bagi II. METODE PENELITIAN adalah kaum perempuan.Perkosaan dan penanganan- merupakan penelitian normatif. Dalam upaya nya selama ini menjadi salah satu indikasi dan pemecahan pendekatan bukti lemahnya perlindungan (pengayoman) dilakukan secara konseptual, dengan studi hak asasi manusia, khususnya perempuan dari dokumen terhadap perundang-undangan yang tindakan kekerasan seksual yang tergolong sedang berlaku di Indonesia. Pendekatan pada masalah bersifat terhadap perempuan telah dinyatakan pula memberi oleh Konvensi PBB yang telah menjangkau Metode konseptual yang masalah dalam yang dilakukan maka penelitian ini bertujuan gambaran struktur hukum secara vertikal.6 kekerasan terberat. Perlindungan perlindungan perempuan sampai ke dalam Bahan hukum yang digunakan adalah urusan rumah tangga, tidak sebatas hak bahan hukum primer dan sekunder. Bahan perempuan di luar rumah atau sektor publik. hukum primer adalah UUDNRI 1945 dan Hal itu dapat dijadikan tolok ukur mengenai KUHP. Sedangkan bahan hukum sekunder peningkatan berupa pandangan-pandangan para sarjana khususnya perempuan, meskipun KUHP kita dalam buku-buku literatur maupun artikel belum mengatur mengenai perkosaan oleh yang menunjang pemahaman bahan hukum suami kepada istri.Perkosaan ditempatkan primer, dibantu dengan informasi melalui sebagai contoh perbuatan kriminalitas yang internet. melanggar HAM perempuan karena lebih kepedulian memposisikan III. HASIL DAN PEMBAHASAN terhadap keunggulan HAM diskriminasi gender. 3.1. Kekerasan Seksual (Perkosaan) dalam Perkosaan menjadi salah satu tolok Tinjauan Hukum Pidana Indonesia ukur pelanggaran HAM yang cukup parah dengan Perspektif Kriminologi terhadap perempuan. Apa yang diperbuat Perkosaan tidak bisa dipandang pelaku merupakan bukti kesewenang- sebagai kejahatan yang hanya menjadi urusan wenangan dan kekejian yang bertentangan privat (individu korban), namun harus dengan watak diri manusia yang seharusnya dijadikan sebagai problem publik karena menghormati 6 Bruggink.J.J, 1998, Refleksi Tentang Hukum:Pengertian Dasar Dalam Teori Hukum, Alih Bahasa ArifSidharta, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal.3 374 dan melindungi hak-hak sesamanya, apalagi terhadap perempuan. Mengenai kejahatan kekerasan seksual Vol.7 No.3 2014 (perkosaan) ini, tidak hanya merenggut dicantumkannya kehormatan seorang perempuan, namun juga rumusan merenggut hak-hak asasinya. perkosaan merupakan dilakukan dengan Dari perspektif yuridis, yang merujuk unsur pasalnya, memaksa maka jelas dalam bahwa perbuatan sengaja. yang Dapat pada ketentuan KUHP tidak ditemukan dikatakannya tindakan perkosaan apabila defnisi secara jelas mengenai kejahatan telah terjadi persetubuhan antara pelaku dan kekerasan, akan tetapi hanyadisebutkan dalam korban. Pasal 89 :membuat orang pingsan atau tidak persetubuhan maka perbuatan dimaksud berdaya disamakan dengan menggunakan dapat dikualifikasikan dengan tindak pidana kekerasan. Dari rumusan pasal tersebut dapat percobaan perkosaan untuk bersetubuh (Pasal dikatakan merupakan 285 Jo. Pasal 53 KUHP) dan tindak pidana kejahatan yang dilakukan dan disertai dengan perkosaan untuk berbuat cabul (Pasal 289 menggunakan kekuatan fisik yang berakibat KUHP). pingsan bahwa dan kekerasan tidak tidak sampai terjadi Dengan Dari ketentuan-ketentuan mengenai pemahaman tindak pidana perkosaan tersebut, dirumuskan kekerasan dapat dilakukan dengan ancaman pula suatu sanksi pidana yang diberikan bagi (psikologis) dan tindakan nyata (fisik). pelaku kejahatan. Dalam ketentuan Pasal 285 berkembangnya Kejahatan berdaya. Apabila jaman, kekerasan seksual KUHP dinyatakan bahwa ancaman pidana (perkosaan) jika dikaji berdasarkan pada maksimum yang diterima oleh pelaku adalah perspektif kriminologi, menunjuk pada motif duabelas tahun penjara. Sanksi minimalnya dan perilaku, dimana hal tersebut memiliki tidak ada, sehingga memungkinkan pelaku motif pemuasan nafsu seksual. dijerat dengan hukuman yang lebih ringan Pengaturan mengenai kejahatan di jauh dari efek yang ditimbulkan dari Indonesia diatur dalam peraturan yang telah perbuatan yang dilakukannya terhadap korban dikodifikasi yaitu KUHP. Terdapat dua jenis kejahatan kekerasan seksual (perkosaan). tindak pidana perkosaan dalam KUHP, yaitu : Keterkaitan antara hukum pidana dan 1. Pasal 285 diatur mengenai tindak pidana kriminologi dapat dikaitkan secara teoritik, perkosaan untuk bersetubuh namun secara praktik sangat terbatas 2. Pasal 289 mengatur mengenai tindak keterkaitannya dan pengaruhnya. Hukum pidana perkosaan untuk berbuat cabul. pidana memusatkan perhatian kepada faktor- Dalam Pasal 285 KUHP tidak faktor penyebab telah terjadinya kejahatan. ditegaskan apa yang menjadi unsur kesalahan, Kriminologi ditunjukkan untuk baik itu sengaja atau alpa. Namun dengan mengungkapkan motif pelaku kejahatan 375 Vol.7 No.3 2014 sedangkan hukum pidana kepada hubungan seriousness.9 antara perbuatan dan akibat (hukum sebab Dalam ketentuan Pasal 285 KUHP akibat).7 Faktor motif dapat ditelusuri dengan yang secara yuridis mengatur kejahatan bukti-bukti yang memperkuat adanya niat perkosaan, terdapat unsur-unsur yang harus melakukan ini dipenuhi, yaitu salah satunya adalah adanya keterkaitan tersebut berperan dalam proses kekerasan. Adanya unsur kekerasan tersebut penyidikan atas terjadinya suatu kejahatan. merupakan kejahatan. Dari uraian unsur yang membedakan Dalam perspektif teori kriminologi, pemerkosaan dengan kejahatan kesusilaan terdapat tiga perspektif dalam melakukan yang lain yang diatur dalam KUHP. Berbeda analisis terhadap masalah kejahatan, yaitu : halnya 1. macrotheories, adalah teori-teori yang perspektif kriminologi yang dijadikan tolak menjelaskan kejahatan dipandang dari ukur adalah persetujuan bukanlah kekerasan segi struktur sosial dan dampaknya. yang menjadi hal pokok.Unsur persetujuan 2. microtheories, adalah teori-teori yang dengan tersebut perspektif yang yuridis, dari menentukan dan menjelaskan alasan melakukan kejahatan mengkualifikasi suatu perbuatan sebagai dipandang dari segi psikologi, sosiologis perkosaan.10 Menurut Steven Box dan J.E. atau biologis. Sahetapy 3. bridging theories adalah teori-teori yang menjelaskan struktur sosial dan juga pengertian perkosaan secara kriminologis didasarkan atas tidak adanya consent dari pihak wanita.11 menjelaskan bagaimana seseorang atau sekelompok orang menjadi penjahat.8 Menganalisis model kejahatan 3.2 Faktor-Faktor Penyebab Kejahatan Kekerasan Seksual (Perkosaan) dengan Kemajuan kekerasan di Indonesia dapat menggunakan salah satu perspektif teori kriminologi, yaitu teori yang dikembangkan oleh Hoefnagels. Diungkapkan bahwa para ahli kriminologi pada umumnya sering bertumpu pada teori kuasa kejahatan dan pelakunya, namun kurang memperhatikan aspek stigma dan ilmu dan teknologi, perkembangan kependudukan dan struktur masyarakat serta perubahan nilai-nilai sosial dan budaya ikut mempengaruhi dan memberikan dampak yang tersendiri kepada motif, sifat, bentuk, frekuensi, intensitas, maupun modus operandi kejahatan kekerasan. Banyak faktor secara langsung atau tidak langsung ikut memberi warna dan dampak 7 Romli Atmasasmita, 1992, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Refika Aditama, Bandung, hal.5 8 Ibid, hal.71-72 376 9 Ibid, hal. 75 Made Darma Weda, 1996, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.70 11 Ibid, hal. 71 10 Vol.7 No.3 2014 tersendiri terhadap timbulnya kejahatan kekerasan. mendapat Menurut Abdulsyani, terdapat dua sumber Faktor agama, seseorang yang kurang penyebab terjadinyatindakan siraman rohani sehingga kurang terbina mentalnya dan moralnya. Faktor pendidikan, seseorang yang kriminal, yaitu sumber pertama adalah faktor kurang mendapatkan pendidikan dalam intern seperti sakit jiwa, daya emosional, melakukan sesuatu tidak mau berfikir rendahnya mental, panjang, kedudukan individu pendidikan individu, anomi, dalam umur, sex, masyarakat, masalah ia cenderung melakukan perbuatan yang menyimpang hiburan individu. Sedangkan faktor kedua adalah sehingga atau tindakan kejahatan. Faktor pergaulan yang salah dapat faktor ekstern, yaitu bersumber dari luar diri membentuk mental kepribadian yang individu seperti faktor ekonomi, agama, kurang baik. 12 bacaan dan film. J. E. Sahetapy, memberikan sehingga mental kepribadiannya pun gambaran tentang latar belakang orang melakukan kejahatan menurut hasil Faktor lingkungan yang kurang baik, jelek. Faktor ekonomi, seseorang yang kesulitan pengamatannya dalam praktek terutama ekonomi apabila ditinjau dari segi pemasyarakatan keperluan hidup, terutama para pendatang bahwa orang yang melakukan kejahatan (transmigran ataupun urbanisasi) yang adalah pengaruh dari luar dirinya. Seseorang tidak mempunyai keterampilan untuk itu selalu diwarnai oleh keadaan keluarganya, bekerja, dapat pula membentuk mental tidak mampu mencukupi 13 lingkungan, dan masyarakat pergaulannya. Seseorang melakukan kepribadian kejahatan oleh sehingga atau kejahatan. kepribadian Sedangkan faktor-faktor penyebab seseorang atau individu yang kurang baik seseorang melakukan kejahatan kekerasan (negatif), dari faktor eksternal antara lain : sehingga mental jelek melakukan perbuatan yang menyimpang kekerasan dilihat dari faktor intern, yaitu disebabkan yang cenderung untuk melakukan kejahatan. Mental kepribadian ini terbentuk dari beberapa faktor antara lain : Faktor korban, Abdulsyani, 1987, Sosiologi Krimina-litas, CV. Remadja Karya, Bandung, hal. 44-45 13 J.E. Sahetapy, 1983, Kejahatan Kekerasan Suatu Pendekatan Interdisipliner, Sinar Wijaya, Surabaya, hal. 82. berperanan terhadap timbulnya kejahatan. Korban biasanya 12 korban sebagian besar dinilai mempunyai nilai lebih dari orang-orang disekitarnya, seperti berpenampilan mewah dan mencolok, membawa barang377 Vol.7 No.3 2014 barang mewah dan umumnya lengah, tersebut karena telah mengetahui lebih dalam sehingga ada niat atau kesempatan bagi pihak korban. pelaku kejahatan tersebut untuk Kejahatan pencurian dengan kekerasan. pelaku.Kejiwaan Faktor perekonomian makro yaitu terjadi dipengaruhi oleh lingkungannya, tetapi juga krisis ekonomi dan harga barang-barang oleh pengalaman masa lalu.Seperti halnya atau meningkat, pelaku pernah merasa sakit hati dan depresi membuat karena pernah mengalami suatu kejadian seseorang yang dalam kondisi demikian secara langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya kejahatan dengan jalan yang tidak benar atau membuatnya berinisiatif untuk melampias- melakukan kejahatan. kannya kepada seseorang bahkan bisa hingga Faktor penggunaan narkotika, seseorang beberapa orang korban. banyaknya pokok pengangguran keadaan tidak terlepas kebutuhan faktor juga melakukan aksinya, terutama kejahatan dari perkosaan seseorang kekerasan kejiwaan tidak seksual hanya yang obat-obatan Selain itu dapat pula faktor pemicu terlarang dia akan melakukan apa saja timbulnya pemerkosaan yang dirangsang oleh dengan jalan yang tidak benar bahkan pengaruh lingkungan di sekitar pelaku, seperti sampai melakukan kejahatan kekerasan halnya untuk menyaksikan hal-hal yang berkaitan dengan yang telah kecanduan mendapatkan sesuatu yang pelaku setelah melihat atau pornoaksi dan pornografi dan timbul hasrat diinginkannya. kejahatan seksual pelaku. Sehingga pelaku ingin kekerasan yang berkaitan dengan kesusilaan. melampiaskan hasratnya tersebut dengan Berbagai macam faktor-faktor penyebab berbagai terjadinya kejahatan tersebut, salah satunya perkosaan. Perkosaan merupakan cara, Dari adalah didukung oleh situasi dan kondisi salah setiap satunya tindak adalah kejahatan lingkungan serta posisi korban berada, yang pemerkosaan terdapat keterkaitan antara dapat memicu niat pelaku untuk melakukan pihak pelaku, pihak korban, dan situasi serta kejahatan seksual (perkosaan) tersebut.Tidak kondisi lingkungan yang memegang peranan jarang pula kejahatan tersebut dipengaruhi masing-masing sebagai pemicu adanya suatu oleh faktor memanfaatkan hubungan antara kejahatan pelaku dan korban, seperti hubungan darah, perkosaan.14 kekerasan seksual, yaitu saudara, kerabat, dan lain-lain. Sehingga 14 pelaku lebih mudah melakukan perkosaan 378 Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki, 1995, Pelecehan Seksual, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, hal.180 Vol.7 No.3 2014 Terhadap pelaku terjadinya merupakan faktor pemerkosaan masyarakat, maka dari itu individuyang upaya penanggulangannya. perlu adanya menyalurkan hasrat seksualnya secara tidak Penanggulangan kejahatan mencakup wajar. Pihak korban (dalam kasus-kasus tindakan preventif dan represif terhadap tertentu) merupakan faktor kriminogen, yang kejahatan. secara langsung maupun tidak langsung preventif yaitu usaha yang menunjukkan mendorong timbulnya kejahatan perkosaan. pembinaan, Lingkungan merupakan faktor pendukung terhadap masyarakat umum sebelum terjadi bagi posisi pelaku dan korban dalam gejolak perbuatan kejahatan. Sedangkan 15 melakukan tindak pidana perkosaan. tindakan Mengenai faktor kriminogen tersebut, Made Darma Weda mempunyai pendapat, Tindakan pencegahan pendidikan represif dan yaitu atau penyadaran usaha yang menunjukkan upaya pemberantasan terhadap tindakan kejahatan yang sedang terjadi.17 bahwa terdapat “victim precipitation”, yaitu Dalam lingkungan masyarakat, dapat peranan korban baik dari segi posisi dan diupayakan upaya penanggulangan melalui perilaku korban yang dengan sengaja maupun pendidikan hukum (law education) yang tidak sengaja mendorong adanya tindak dapat diajarkan sejak dini. Manusia dididik pidana perkosaan. Victim precipitation ini untuk menghormati dan melindungi hak-hak dapat berupa pakaian yang digunakan korban, asasi sesamanya, dengan cara mencegah diri tempat korban sedang berada dilingkungan dan perbuatannya yang cenderung dapat dan posisi yang sepi, dan korban dalam merugikan, merampas, dan memperkosa hak- keadaan seorang diri.16 hak manusia lainnya. Pendidikan hukum itu mengandung 3.3 Upaya Penanggulangan Kejahatan Kekerasan Seksual (Perkosaan) Masalah kejahatan yang anggota masyarakat yang belum pernah selalu mengganggu keamanan dan kenyamanan sosial adalah merupakan suatu masalah yang besar bagi umat manusia diseluruh dunia. Kejahatan dapat dikatakan sebagai suatu perilaku manusia yang aspek preventif dan represif, dimana bagi menyimpang, bertentangan dengan hukum, serta merugikan berbuat kejahatan dikendalikan dan perkosaan dididik agar adalah tidak terjerumus dalam perbuatan jahat tersebut yang merugikan diri dan orang lain, sedangkan secara represif adalah mendidik pelaku kejahatan tersebut agar tidak mengulangi kejahatan yang sudah pernah dilakukannya. Sehingga muncul perasaan 15 16 Ibid Made Darma Weda, Op.Cit, hal.77 17 Abdulsyani, Op.Cit., hal 135 379 Vol.7 No.3 2014 segan dan tidak berani mengulangi tindakan serupa. Dalam rangka menanggulangi kejahatan kekerasan seksual (perkosaan), Upaya lainnya dapat dilihat dari segi pemerintah perlu melakukan penataan hukum pidana, yaitu sanksi hukum pidana kembali dan memperbaharui kebijakan dan yang idealnya merupakan sanksi yang bersifat sistem ultimum remedium, yang artinya setelah diperuntukkan agar dapat mencegah tindak sanksi lain tidak cukup ampuh diterapkan pidana dapat dijadikan upaya penanggulangan secara berkesinambungan represif. Sanksi hukum pidana merupakan kejahatan seksual tersebut. reaksi (jawaban/solusi) terhadap terjadinya suatu delik hukum dan terlebih dapat dahulu bekerja dalam yang secara memerangi Barda Nawawi Arief memberikan (pelanggaran/kejahatan). berpendapat yaitu dengan merumuskan garis Pembinaan bagi pelaku merupakan tujuan kebijakan sistem hukum yang juga digunakan utama sebagai dalam upaya represif dalam acuan dan tolak ukur dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual penerapan dan pelaksanaan pidana dan oleh (pemerkosaan). aparat pelaksana pidana.19 Upaya pemerkosaan mencegah dengan cara terjadinya mengetahui Dengan adanya suatu kebijakan pengaturan tersebut diharapkan tujuan hukum dan berupa “kemanfaatan” dapat tercapai, yang kemudian berikhtiar menghilangkan faktor- oleh Jeremy Bentham lebih dikonkritkan faktor yang menjadi penyebab tidaklah dengan teori Utilitarian.Jeremy Bentham mudah. Hal ini disebabkan banyaknya faktor menyatakan, “Baik tidaknya hukum diukur yang dapat menjadi penyebab terjadinya melalui manfaat dari hukum tersebut kepada pemerkosaan. Meskipun demikian, upaya umat manusia, yakni apakah hukum yang penanggulangan sebaiknya terus dilakukan bersangkutan membawa manfaat yang paling dengan lain. besar kepada sebanyak mungkin manusia, penerangan (the greatest happiness of the greatest penyebab terjadinya mencontoh Misalnya dengan pemerkosaan negara-negara memberi (lampu) pada tempat-tempat yang sepi dan people).”20 gelap. Selain itu pemberian penyuluhan secara khusus pada masyarakat juga merupakan upaya penanggulangan yang 18 dapat dilakukan sejak dini. 18 380 Made Darma Weda, Op.Cit, hal 80 19 Barda Nawawi Arief, 1996, Kebijakan legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 3 20 Munir Fuady, 2007, Dinamika Teori Hukum, Cetakan Pertama, Penerbit: Ghalia Indonesia, Bogor, hal 25 Vol.7 No.3 2014 IV. PENUTUP pembaharuan sistem hukum dan kebijakan 4.1. Simpulan dalam hukum pidana. Secara yuridis pengaturan mengenai 4.2. Saran kejahatan kekerasan seksual (perkosaan) Terjadinya perkosaan Indonesia memiliki unsur-unsur yang harus dipenuhi, peningkatan, diharapkan agar pemerintah salah satunya adalah adanya kekerasan. Indonesia memperbaharui produk perundang- Adanya unsur kekerasan tersebut merupakan undangan unsur khususnya membedakan pemerkosaan cenderung di diatur dalam ketentuan Pasal 285 KUHP yang yang yang kasus mengenai perkosaan mengalami kejahatan seksual itu dengan dengan kejahatan kesusilaan yang lain yang memperhatikan dan mengoptimalkan sanksi diatur perspektif pidana yang bersifat lebih memberatkan agar kriminologi unsur consent dijadikan acuan timbul efek jera. Disamping itu masyarakat dan kunci penting dalam penentuan dan diharapkan lebih meningkatkan kewaspadaan pengkualifikasian suatu perbuatan sebagai terhadap perkembangan jaman dan teknologi. perkosaan atau tidak. Mengenai faktor-faktor Selain itu pendidikan moral dan agama tetap penyebab seseorang melakukan kejahatan menjadi prioritas, dengan memegang teguh kekerasan seksual pemerkosaan terdiri dari 3 nilai Pancasila. Untuk memaksimalkan upaya (tiga) faktor penting, yaitu personal pelaku, penanggulangan korban, dan situasi.Upaya penanggulangan masyarakat dan konsistensi dari aparat yang dapat dilakukan oleh masyarakat serta penegak hukum. dalam KUHP. Dari diharapkan partisipasi aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan tersebut antara lain : Dalam DAFTAR PUSTAKA lingkungan masyarakat, dapat diupayakan upaya penanggulangan melalui pendidikan BUKU hukum (law education) yang dapat diajarkan Abdulsyani, 1987, Sosiologi Kriminalitas, sejak dini.Upaya lainnya berdasarkan hukum pidana, yaitu sanksi hukum pidana yang bersifat ultimum remedium, yang artinya setelah sanksi lain tidak cukup ampuh diterapkan dapat dijadikan upaya penanggulangan secara represif serta perlu diikuti dengan adanya penataan kembali dan CV. Remadja Karya, Bandung Arief, Barda Nawawi, 1996, Kebijakan legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang Atmasasmita,Romli 1992, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Refika Aditama, Bandung 381 Vol.7 No.3 2014 Fuady, Munir, 2007, Dinamika Teori Hukum, Cetakan Pertama, Penerbit: Ghalia Indonesia, Bogor Gosita,Arif, 1983, Masalah Korban Kejahatan Kumpulan Karangan Edisi Pertama, Akademika Pressindo, Jakarta, hal.77 J.,Bruggink.J., 1998, Refleksi Tentang Hukum:Pengertian Dasar Dalam Teori Hukum, Alih Bahasa ArifSidharta, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, Poernomo,Bambang 1988, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta Saleh,Roeslan, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana Cet-III, Aksara Baru, Jakarta, hal.17 Wahid,Abdul dan Muhammad Irfan, 2001, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, PT. Refika Aditama, Bandung Weda, Made Darma 1996, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta Prasetyo, Eko dan Suparman Marzuki, 1995, Pelecehan Seksual, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta PERUNDANG-UNDANGAN Sahetapy, J.E., 1983, Kejahatan Kekerasan Suatu Pendekatan Interdisipliner, Sinar Wijaya, Surabaya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 382 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945