pengaruh pengapuran dan pemupukan p

advertisement
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
1
PENGARUH PENGAPURAN DAN PEMUPUKAN P
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL
TANAMAN KEDELAI (Glycine max, L.)
PADA TANAH LATOSOL
Oleh:
A.J. Hari Soeseno Hardjoloekito
Universitas Soerjo Ngawi
ABSTRACT
This research of "The effect of liming and P fertilizer dosage on the growth and
yield of soybean plant (Glycine max, L.) in Latosol soil", had been conducted from
April 2001 until July 2001.
The method of the research use factorial design based on the Randomized Block
Design (RCBD) with two factors of treatment. The first factor was liming dosage (no
liming, liming dosage 1,5; 2,0; and 2,5) X Aldd ton of CaCO3 / ha and second factor
was SP-36 fertilizer dosage (0, 45, dose 90, dose 135) kg/ha and each combination of
treatment three times replicated.
The result of this research:
1. The treatment of liming dosage was significantly of linier on weight of dry seeds
per plant.
2. The treatment of application SP-36 fertilizer dosage was significantly of quadratic
on number of filled pods per plant and number of empty pods per plant.
3. On the liming application of P (SP-36) fertilizer with increase dosage showed
interaction effect on number of filled pods per plant and weight of pods per plant.
4. The highest yield of weight of dry seeds per plant reached by treatment
combination K2P3 (2,0 X Aldd ton of CaCO3/ha and SP-36 fertilizer dosage 135
kg/ha) namely 14,26 grams and the lowest yield was treatment combination K 0P0
(no liming and no SP-36 fertilizer) namely 6,54 grams.
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
PENDAHULUAN
Usaha pengembangan kedelai
semakin mendapat perhatian, seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk
dan jumlah pendapatan per kapita serta
kesadaran masyarakat terhadap menu
makanan yang bergizi. Hal ini menyebabkan kebutuhan kedelai makin
meningkat sebesar kurang lebih 7,6%
per tahun (Suprapto, 1985).
Kedelai
merupakan
sumber
protein yang besar artinya untuk
kesehatan
perkembangan
tubuh
manusia, terutama sekali akan terasa
artinya bagi negara-negara yang
konsumsi protein hewaninya masih
rendah.
Nilai biologis proteinnya cukup
tinggi dengan kandungan protein
antara 30% sampai 50%, mendekati
nilai protein susu sapi. Kadar
lemaknya antara 15% sampai 20%,
selain itu juga mengandung vitamin A,
B, C dan D (Samsudin, dkk. 1985).
Kedelai selain berguna untuk
mencukupi kebutuhan gizi tubuh, juga
berkhasiat sebagai obat beberapa jenis
penyakit. Hasil penelitian di Inggris
menunjukkan
bahwa
kedelai
berkhasiat sebagai pencegah kanker
dan jantung koroner. Timbulnya
kanker dalam tubuh karena senyawa
nitrosamin. Kedelai mengandung dua
senyawa penting, yaitu fenolik dan
asam lemak tak jenuh. Kedua senyawa
tersebut dapat menekan munculnya
bentuk senyawa nitro-samin, sehingga
berfungsi sebaagai penangkal kanker.
Di samping itu kadar lesitin dalam
kedelai
dapat
menghancurkan
timbunan lemak dalam tubuh, sehingga
secara tidak langsung dapat menekan
timbulnya penyakit darah tinggi dan
diare (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).
2
Produktivitas
kedelai
di
Indonesia masih sangat rendah
dibandingkan negara-negara penghasil
kedelai antara lain: Amerika, RRC,
Brasil dan Jepang (Purwoko, 1994).
Kedelai dalam keadaan optimum dapat
mencapai 2,5 ton/ha (Manwan dkk,
1991). Hasil rata-rata Nasional kedelai
masih di bawah 50% dari hasil
otimum, yaitu 0,7 sampai 0,8 ton/ha
(Sumarno dkk, 1989).
Kesehatan
tanaman
kedelai
sangat dipengaruhi oleh banyak
interaksi antara lain faktor abiotik
(iklim, gas, air, mineral, pH dan
sebagainya) di dalam tanah dan
permukaan akar tanaman. Tanaman
kedelai memerlukan P dalam relatif
banyak (Suprapto, 983). Sehingga
untuk meningkatkan hasil kedelai pada
tanah Latosol, pembagian pupuk P
mutlak diperlukan.
Rukmana dan Yuniarsih (1996)
mengatakan bahwa tanah Latosol
memiliki solum tanah tebal sampai
sangat tebal (130 – 500 cm), warna
tanah merah, coklat sampai kekuningkuningan, reaksi tanah (pH) antara 4,5
- 6,5 (asam sampai agak asam) dan
produktivitas rendah sampai sedang.
Pengapuran tanah asam mempengaruhi pH tanah, keadaan hara
tanah dan mengurangi pengaruh toksis
yang terdapat pada keadaan tanah yang
asam. Meningkatkan pH tanah dari
yang sangat rendah yang disebabkan
oleh pengapuran berpengaruh positif
terhadap dekomposisi bahan organik
karena terjadinya perubahan komposisi
mikroorganisme yang berperan dalam
proses dekomposisi (Jutono, 1983).
Manfaat pengapuran tanah di
antaranya adalah untuk menaikkan pH
tanah, menambah unsur Ca, Mg dan
ketersediaan P maupun Mo, mengurangi keracunan Fe, Mn dan Al,
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah dan mengaktifkan pembentukan bintil-bintil akar (Yuniarsih
dan Rukmana, 1996).
Kedelai termasuk famili legumenosae, dengan nama ilmiah (Glycine
max, L.), dan contoh varietas adalah
Willis. Varietas ini merupakan verietas
yang dianjurkan pemerintah karena
mempunyai keunggulan-keunggulan
tertentu.
Petani dalam meningkatkan
produktivitas kedelai tidak bisa hanya
mengandalkan penemuan baru yang
mempunyai keunggulan tertentu, tetapi
juga harus memperbaharui metode
bercocok tanam serta mengusahakan
cara bertanam yang benar. Sarief, S.
(1993) mengatakan bahwa pemberian
fosfat dalam jumlah yang besar akan
mempengaruhi
waktu
sehingga
berubah menjadi fraksi yang sukar
larut. Pengapuran pada tanah-tanah
masam dapat memperbaiki kesuburan
tanah, sebab akan menggiatkan
kehidupan mikroorganisme dan unsurunsur Mo, P dan Mg akan meningkat
dengan adanya pengapuran pada tanah
masam dan pada waktu yang
bersamaan akan menurunkan dengan
nyata konsentrasi Fe, Al dan Mn dalam
keadaan sangat masam dapat mencapai
konsentrasi yang bersifat racun bagi
tanaman.
Pemberian kapur setara dengan
1,5 X Aldd (1,5 ton CaCO3/ha setiap 1
me Aldd/100 g tanah) yang dikombinasikan dengan 250 kg TSP dapat
disarankan untuk meningkatkan produksi tanaman jagung (Sarief, S.,
1993).
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kedelai
3
Susunan tubuh tanaman kedelai
terdiri atas dua macam alat atau organ
utama, yaitu organ vegetatif dan organ
generatif. Organ vegetatif meliputi
akar, batang dan daun yang berfungsi
sebagai alat pengambil, pengangkut,
pengolah, pengedar dan penyimpan
makanan, sehingga disebut alat hara
(organ nutrivum). Organ generatif
meliputi bunga, buah dan biji yang
fungsinya sebagai alat berkembangbiak
(organ reproduktivum).
Kedelai termasuk familia leguminoseae, sub familia papilionoidae,
genus glycine, spesies max dan
termasuk tanaman berkeping dua
(Samsudin dan Dadan, Dj., 1985).
Kedelai yang dibudidayakan
diduga bersal dari Cina dan Korea.
Kedelai dikenal di Indonesia sebagai
bahan makanan dan pupuk hijau pada
tahun
1975
(Rhumpius
dalam
Suprapto, 1985).
Menurut
Sumarno
(1984),
klasifikasi dari tanaman kedelai, adalah
sebagai berikut:
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio : Angisopermae
Klasis
: Dicotyledoneae
Ordo
: Polypetales
Familia
: Leguminosae
Sub familia : Papilonadeae
Genus
: Glycine
Spesies
: Glycine max
Di Indonesia kedelai dapat
tumbuh dan berproduksi dengan baik
di dataran rendah sampai ketinggian
900 m dpl. Umumnya kondisi iklim
yang cocok adalah daerah yang
mempunyai suhu antara 250C sampai
270C, kelembaban udara rata-rata 65%,
penyinaran matarai 12 jam/hari atau
minimal 10 jam/hari dan curah hujan
yang paling optimum antara 100
sampai 200 mm/bulan. Tanaman
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
kedelai juga mempunyai daya adaptasi
yang luas terhadap berbagai jenis tanah
(Yuniarsih dan Rukmana, 1996).
B. Kapur
Pengapuran dimaksudkan untuk
memperbaiki kondisi tanah bereaksi
masam sehingga cukup baik bagi
pertumbuhan tanaman. Kemasaman
merupakan sifat menonjol dari tanah
yang terdapat di daerah bersuhu tropik.
Kalsit merupakan kapur giling atau
kapur tohor merupakan kapur mentah
yang belum mengalami pembakaran.
Syarat dari kapur kalsit yang akan kita
pakai harus kalsit yang sudah
memenuhi standar, harus mempunyai
butiran 20 mesh dan 60 mesh, sedang
kadar CaCO3-nya harus 90%.
Penentuan kebutuhan kapur
dilakukan beberapa tahap, sebagai
berikut:
a. Menentukan golongan tanah yang
bermasalah.
b. Setelah diketahui masuk golongan
tanah bermasalah maka selanjutnya ditentukan persentase kejenuhan aluminium. Apabila kejenuhan Al kurang dari 20% tidak
diperlukan pengapuran dan sebaliknya bila besarnya lebih dari
20% maka perlu pengapuran.
c. Jumlah kapur yang diperlukan
ditentukan dengan rumus (1,5
sampai 2,0) X jumlah Aldd dalam
satuan ton kapur per hektar
(Jutono, 1983).
Ada beberapa keuntungan bila
tanah masam diberi kapur.
1. Struktur tanah menjadi baik dan
dampaknya kehidupan mikroorganisme dalam tanah lebih giat.
2. Kelarutan zat-zatnya yang bersifat
meracun tanaman menjadi menu-
4
3.
run dan unsur lain yang tak
banyak terbuang.
Jenis tanaman dapat ditanam
dengan leluasa (Lingga, P., 1992).
C. Tanah Latosol
Tanah latosol mempunyai kandungan seskuioksida (Fe-oksida dan
Al-oksida) yang tinggi, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kekahatan P
tersedia.
Ketersediaan fosfat dalam tanah
sangat dipengaruhi oleh pH tanah.
Pada pH rendah biasanya fosfat akan
terfiksasi oleh Fe dan Al, sedangkan
pada pH tinggi, fosfat akan terfiksasi
oleh Ca.
Fosfat akan tersedia optimal pada
pH 6-7. Selain dipengaruhi oleh pH
tanah, ketersediaan fosfat juga ditentukan oleh jenis bahan induk tanah, jenis
mineral tanah, bahan organik tanah,
kelembaban atau kelengasan tanah,
suhu tanah, aerasi tanah, jenis pupuk
dan tingkat pemupukan. Jenis bahan
induk tanah akan menjadi dasar tingkat
kandungan fosfat di dalam tanah setelah terjadinya proses pelapukan bahan
induk tanah (Setyamidjaja, 1986).
Suprapto (1985) mengatakan
bahwa secara keseluruhan masalah
fosfat adalah ketersediaan dan jumlahnya yang sedikit di dalam tanah serta
fiksasinya yang mencolok.
Menurut Rinsema, W.T. (1983)
rendahnya unsur fosfat di dalam tanah
yang dapat diserap oleh tanaman
karena unsur fosfat termasuk unsur
yang tidak mobil dan hanya dapat
diserap oleh tanaman dalam bentuk
H 2 PO 4 dan HP42 .
Pengaruh kemasaman tanah akan
menyebabkan unsur fosfor menjadi
kurang tersedia, seringkali terjadi
kekurangan unsur kalium dan keter-
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
sediaan molibdenum sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Dalam suasana
asam, akan banyak dijumpai aluminium, ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan akar, merusak tudung akar dan pertumbuhan
bagian atas akan memburuk (Jutono,
1983).
Menurut Sumarno, dkk. (1989),
pada tanah latosol dengan pH sekitar
5,5 pun kedelai mampu memberikan
hasil. Pemberian kapur sebanyak 2-3
ton/ha bagi tanah-tanah ber-pH di
bawah 5,5, pada umumnya dapat
menaikkan hasil.
D. Pupuk P
Menurut Rajagukguk dan Jutono
(1983), pada tanah dengan keadaan
paling ideal sekalipun apabila dipupuk
P sebagian besar P yang diberikan
tidak tersedia bagi tanaman.
Pupuk P adalah salah satu jenis
pupuk buatan. Pupuk buatan ialah
pupuk yang dibuat oleh pabrik dari
bahan kimia anorganik dengan kadar
tinggi (Anonim, 1989). Fosfor (P)
sebagai ortofosfat memegang peranan
penting dalam perbanyakan reaksi
enzim yang tergantung kepada fosforilase karena fosfor merupakan bagian
dari inti sel dan sangat penting dalam
pembelahan sel, perkembangan jaringan meristem. Fosfor diambil tanaman
2
dalam bentuk H2PO4 dan HP4 .
Pupuk SP-35 mengandung lebih
tinggi unsur haranya warnanya abuabu dan berbentuk butiran. Pupuk ini
mengandung gypsum dan kadar hara P
yang terkandungnya lebih tinggi, yaitu
antara 36% - 38%. Dalam tanah kedudukan P stabil sebab P dalam tanah
berbentuk organik dan anorganik yang
tidak mudah dibawa oleh air dan
terpegang kuat dalam tanah sehingga
5
pupuk P mempunyai kerja susulan.
Karena pupuk P lambat larut maka
pemberiannya diberikan menjelang
musim tanam atau pada pertengahan
usia tanam.
Pada tanah-tanah dengan kandungan N dan P rendah pemupukan 50
kg/ha Urea + 75-90 kg TSP dapat
dianjurkan untuk tanaman kedelai
(Sumarno, dkk., 1989).
Pemupukan dengan menggunakan pupuk fosfat (P) sangat berguna
untuk merangsang pertumbuhan akar
baru dari benih tanaman muda, juga
merupakan bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein dan
membantu asimilasi dan pernafasan.
Faedah lain ialah mempercepat
pembuangan, pemasakan biji dan buah
(Anonim, 1989).
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan
metode percobaan faktorial dengan
pola dasar Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri atas dua faktor
perlakuan dengan 16 kombinasi, tiaptiap kombinasi perlakuan diulang 6
kali dan diambil 3 sampel pengamatan.
Adapun faktor-faktornya adalah
sebagai berikut:
a. Faktor I adalah dosis kapur (K)
K0 : tanpa kapur
K1 : 1,5 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 17,189 g
CaCO3/polibag
K2 : 2,0 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 22,918 g
CaCO3/polibag
K3 : 2,5 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 28,648 g
CaCO3/polibag
b. Faktor II adalah dosis SP-36 (P)
P0 : tanpa kapur
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
P1 : SP-36 45 kg/ha setara
dengan 0,18 g/tanaman
P2 : SP-36 90 kg/ha setara
dengan 0,36 g/tanaman
P3 : SP-36 135 kg/ha setara
dengan 0,54 g/tanaman
Kombinasi perlakuan adalah sebagai
berikut:
K0P0 : tanpa kapur dan tanpa
pupuk SP-36
KoP1 : tanpa kapur dan dosis
pupuk SP-36 45 kg/ha
setara
dengan
0,18
g/polibag.
KoP2 : tanpa kapur dan dosis
pupuk SP-36 90 kg/ha
setara
dengan
0,36
g/polibag.
KoP3 : tanpa kapur dan dosis
pupuk SP-36 135 kg/ha
setara
dengan
0,54
g/polibag.
K1P0 : 1,5 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 17,189 dan
tanpa pupuk SP-36.
K1P1 : 1,5 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 17,189 dan
dosis pupuk SP-36 45
kg/ha setara dengan 0,18
g/polibag.
K1P2 :1,5 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 17,189 dan
dosis pupuk SP-36 90 kg/ha
setara
dengan
0,36
g/polibag.
K1P3 : 1,5 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 17,189 dan
dosis pupuk SP-36 135
kg/ha setara dengan 0,54
g/polibag.
K2P0 : 2,0 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 22,918 dan
tanpa pupuk SP-36.
K2P1 : 2,0 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 22,918 dan
dosis pupuk SP-36 45 kg/ha
6
K2P2 :
K2P3 :
K3P0 :
K3P1 :
K3P2 :
K3P3 :
setara
dengan
0,18
g/polibag.
2,0 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 22,918 dan
dosis pupuk SP-36 90 kg/ha
setara
dengan
0,36
g/polibag.
2,0 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 22,918 dan
dosis pupuk SP-36 135
kg/ha setara dengan 0,54
g/polibag.
2,5 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 28,649 dan
tanpa pupuk SP-36.
2,5 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 28,649 dan
dosis pupuk SP-36 45 kg/ha
setara
dengan
0,18
g/polibag.
2,5 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 28,649 dan
dosis pupuk SP-36 90 kg/ha
setara
dengan
0,36
g/polibag.
2,5 X Aldd ton CaCO3/ha
setara dengan 28,649 dan
dosis pupuk SP-36 135
kg/ha setara dengan 0,54
g/polibag.
B. Bahan dan Alat Penelitian
a. Bahan yang digunakan
1. Benih kedelai varietas Willis
2. Kapur tohor
3. Pupuk dasar SP-36
4. Pupuk buatan yang terdiri
dari Urea, KCl, ZA
5. Matador, Dithane M-45 dan
b.
Furadan 3G
Alat yang digunakan
1.
Polibag
2.
Cangkul
3.
Penyaring tanah
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
4.
5.
6.
7.
7
a) Diberikan pada saat 3-4
Timbangan
Meteran
Alat tulis
Penyemprot
C. Pelaksanaan Penelitian
a. Persiapan penelitian
b.
c.
Tanah bagian atas dibersihkan
dari seresah dan dicangkul
sedalam ± 20cm, lalu dikering
anginkan di tempat yang tidak
terkena sinar matahari secara
langsung. Tanah diayak dengan
ayakan berdiameter 0,5 cm
untuk mendapatkan campuran
yang homogen. Campurkan
dengan kapur tohor sesuai
dengan perlakuan, kemudian
masukkan campuran tanah sebanyak ± 6 kg dan kapur tohor ke
dalam polibag sesuai dengan
perlakuan untuk penanaman.
Pemberian kapur
Waktu pemberian kapur dilakukan sekitar 2-4 minggu sebelum
tanam atau bersamaan dengan
kegiatan pengolahan tanah. Cara
pemberian kapur dengan mencampurkan tanah dalam keadaan
kering angin. Kebutuhan kapur
sesuai dengan perlakuan.
Pemberian pupuk
1.
Pupuk dasar
a) Diberikan sebelum tanam
b) Terdiri atas dosis pupuk
SP-36 sesuai dengan perlakuan, KCl 50 kg/ha setara
dengan 0,2 g/tanaman, ZA
75 kg/ha setara dengan 0,3
g/tanaman dan ½ dosis
Urea 50 kg/ha setara dengan 0,2 g/tanaman (0,1
g/tanaman).
2. Pupuk lanjutan
d.
e.
minggu sesudah tanam
bersamaan
dengan
penyiangan.
b) Terdiri atas ½ dosis
pupuk Urea yaitu 50
kg/ha
setara
setara
dengan 0,2 g/tanaman
(0,1 g/tanaman).
Penanaman
Penanaman dilakukan 2 minggu setelah pemberian kapur.
Sebelum ditanam, benih diuji
daya kecambahnya terlebih
dahulu, jika memenuhi persyaratan dapat ditanam.
Pemeliharaan
1. Penyiraman, dilakukan setiap hari.
2. Penyulaman, yaitu mengganti benih yang mati
dengna benih yang baru.
Waktu penyulaman pada
umur 7 - 10 hari setelah
tanam.
3. Penyiangan, dilakukan pada
saat tanaman berumur 2-4
minggu
setelah
tanam,
bersamaan dengan kegiatan
pemupukan.
Penyiangan
berikutnya pada saat tanaman selesai berbunga.
4. Pemberantasan hama dan
penyakit
Untuk pencegahan maupun
pemberantasan hama lalat
bibit maka pada saat tanam
tanah setiap polibag ditaburi
dengan Furadan 3G. Selain
menggunakan Furadan 3G
juga memakai Matador pada
konsentrasi 2 cc/l air.
Penyemprotan
dilakukan
setelah tanaman berumur 2
minggu. Setelah tanaman
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
f.
g.
berumur 1 bulan disemprot
dengan
Dithane
M-45
dengan konsentrasi 2 g/l air.
Penyemprotan
dilakukan
setiap 1 minggu sekali
sampai tanaman berumur 2
minggu sebelum panen.
Panen
Panen dilakukan apabila daundaun telah kering dan mulai
rontok. Batang sudah kuning
kecoklatan dan mengering,
90%
berwarna
kuning
kecoklatan.
Pengamatan
Parameter yang diamati adalah
sebagai berikut:
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur
mulai dari permukaan tanah
sampai bagian titik tumbuh.
Pengukuran
dimulai
2
minggu sesudah tanam dan
berakhir pada saat panen
dengan interval waktu 2
minggu sekali.
2. Jumlah polong isi per
tanaman
Pengamatan
dilakukan
dengan menghitung polong
yang berisi terdiri atas
polong bernas dan tidak
bernas pada setiap tanaman,
dilakukan setelah panen.
3. Jumlah polong hampa per
tanaman
Pengamatan dilakukan dengan menghitung polong
-polong yang tidak terdiri
dan polong yang tidak
bernas, dilakukan setelah
panen.
4. Berat polong tiap tanaman (g)
Pengamatan dilakukan dengan menimbang semua
8
h.
polong baik polong isi maupun polong hampa tiap
tanaman setelah tanaman
dipanen.
5. Berat 100 biji (g)
Pengamatan dilakukan setelah panen dengan menimbang 100 biji kedelai yang
telah dikeringkan dengan
sinar matahari selama 1 hari.
6. Berat biji kering per
tanaman (g)
Penimbangan
dilakukan
dengan biji kedelai yang
telah dikeringkan dengan
sinar matahari selama 1 hari
7. Berat segar brangkasan (g)
Berat basah brangkasan
dilakukan dengan menimbang seluruh bagian tanaman kecuali polong tanaman
dipanen.
8. Berat kering brangkasan (g)
Penimbangan
dilakukan
setelah brangkasan dikeringkan dengan oven pada
suhu 700C - 800C selama 3
hari sampai beratnya konstan.
Pelaksanaan
Penelitian ini dimulai bulan
April 2001 sampai Juli 2001.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tinggi Tanaman
Data hasil pengukuran tinggi
tanaman secara langsung disajikan
pada lampiran 1. Untuk memperjelas
data tersebut, dilakukan perhitungan
sidik ragam dengan uji metode
ortogonal polinomial (MOP) yang
disajikan pada lampiran 2.
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
Dari hasil perhitungan tinggi
tanaman yang dapat dilihat pada
lampiran 1 menunjukkan tinggi tanaman tertinggi pada kombinasi perlakuan K1P0 (1,5 X Aldd ton CaCO3/ha
dan tanpa pupuk SP-36) yaitu 112,83
cm
sedangkan
tinggi
tanaman
terrendah pada kombinasi perlakuan
K2P3 (2,0 X Aldd ton CaCO3/ha dan
pupuk SP-36 dosis 90 kg/ha). Diperjelas dengan diagram batang purata
tinggi tanaman pada lampiran 17.
Berdasarkan hasil perhitungan
sidik ragam dengan uji ortogonal
polinomial dapat dilihat bahwa semua
perlakuan yaitu dosis pengapuran,
dosis pupuk SP-36 maupun kombinasi
dosis pengapuran dan dosis pupuk SP36 berpengaruh tidak berbeda nyata
terhadap tinggi tanaman.
Adanya pengaruh tidak berbeda
nyata ini diduga disebabkan keadaan
lingkungan tempat penelitian yang
lebih dominan berpengaruh dibandingkan dengan faktor perlakuan. Diduga
suhu udara dalam rumah kaca tanah
lebih menentukan pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan perlakuan
pengapuran maupun pemupukan SP-36
yang dilakukan.
Perlakuan pengapuran yang
dilakukan
berpengaruh
terhadap
peningkatan pH tanah penelitian yaitu
antara 6 sampai 6,5 sehingga menyebabkan keberadaan unsur hara akan
lebih tersedia bagi tanaman namun
adanya peningkatan suhu yang relatif
tinggi diduga melebihi suhu maksimum tanaman maka menyebabkan
penyerapan unsur hara tersebut dari
dalam tanah oleh akar terganggu. Hal
ini menyebabkan semua perlakuan
yang diberikan tidak menunjukkan
pengaruh secara nyata terhadap tinggi
tanaman.
Sesuai
pendapat
Setyamidjaja, D. (1986) yang mengata-
9
kan bahwa tujuan pemberian kapur
pada tanah adalah untuk menaikkan
derajat keasaman (pH) tanah pada
lahan-lahan yang reaksi tanahnya asam
menjadi mendekati netral dengan harga
pH sekitar 6,5 sehingga sebagian unsur
hara dalam tanah dalam keadaan
tersedia bagi tanaman. Selanjutnya
oleh Sarief, S. (1993) dikatakan bahwa
tanaman untuk pertumbuhannya diperlukan suatu keadaan tata air, udara dan
temperatur yang seimbang sehingga
memudahkan akar tanaman menyerap
unsur hara. Pertumbuhan tanaman
yang baik akan dapat meningkatkan
tinggi suatu tanaman.
Menurut Harjadi, S.S. (1979),
suhu udara yang ekstrim akan dapat
merusak tanaman, suhu terlalu dingin
membekukan dan suhu yang terlalu
tinggi dapat mematikan tanaman.
Kerusakan akibat suhu tinggi dapat
dihubungkan dengan kekeringan. Pembakaran pada tanaman yang tumbuh
pada suhu yang tinggi biasanya
merupakan akibat dari kehilangan air
pada kegiatan transpirasi yang terlalu
banyak bila dibandingkan dengan
absorbsi air.
B. Jumlah Polong Isi per Tanaman
Data hasil perhitungan jumlah
polong isi per tanaman secara lengkap
disajikan pada lampiran 3. Untuk
memperjelas data tersebut kemudian
dilakukan perhitungan sidik ragam
dengan uji metode ortogonal polinomial (MOP) yang disajikan pada
lampiran 3.
Berdasarkan hasil perhitungan
sidik ragam dengan uji ortogonal
polinomial pada jumlah polong isi per
tanaman (lampiran 3) dapat dilihat
perlakuan dosis pupuk SP-36 berpengaruh nyata pada jenjang kuadratik;
perlakuan dosis pengapuran berpeng-
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
10
aruh tidak berbeda nyata terhadap
jumlah polong isi per tanaman.
Interaksi kedua perlakuan menunjukkan pengaruh sangat nyata antara
jenjang kubik perlakuan pengapuran
dengan jenjang linier perlakuan dosis
pupuk SP-36. Adapun persamaan
menciptakan suatu kadar zat hara yang
tinggi (unsur P) dalam tanah dan
secara potensial sangat menaikkan
jumlah hara yang diserap oleh akar
tanaman (Golsworthy, P.R. dan N.M.
Fisher, 1989). Unsur fosfor sangat
diperlukan untuk pembentukan atau
pertumbuhan generatif tanaman. Fosregresinya, adalah:
for selain sangat penting dalam proses
2
dan penggandaan sel
Y = 68,8818904 + 1,800 X − 0,0001070 Xpembelahan
dalam
tanaman
juga berperan dalam
R 2 = 0,00061578
pemasakan biji. Pengaruh kekurangan
Y = 68,8818904 + 1,800X − ,0 0001070X 2
unsur P pada hasil produksi tanaman
adalah polong yang dihasilkan
R2 = ,0 00061578
berukuran lebih kecil dan jumlahnya
sedikit (Osman, F., 1996).
Hasil analisis menunjukkan
Menurut Buckman, H.O. dan
bahwa dengan pemberian pupuk SP-36
N.C. Brady (1982), pertumbuhan
sampai pada dosis tertentu (P1) akan
tanaman yang baik dapat tercapai bila
terjadi peningkatan jumlah polong isi
faktor keliling yang mempengaruhi
per tanaman yaitu pupuk SP-36 sampai
pertumbuhannya
berada
dalam
pada dosis tertentu (P1) akan terjadi
keadaan berimbang dan menguntungpeningkatan jumlah polong isi per
kan. Bila salah satu faktor-faktor
tanaman yaitu 73,375, namun apabila
tersebut tidak dalam keseimbangan
dosis yang diberikan ditambah ((P2 dan
dengan faktor lain maka faktor ini
P3) hasil yang diperoleh justru akan
dapat mengurangi atau bahkan mengmenurun yaitu berturut-turut 72,667
hambat kehidupan tanaman. Karena
dan 66,500. Purata jumlah polong isi
penelitian dilakukan dalam rumah kaca
per tanaman terendah diperoleh pada
maka suhu udara atau temperatur
perlakuan tanpa pemberian pupuk SPdalam rumah kaca tersebut lebih
36 (PO) yaitu 62,625. Hal ini berarti
berpengaruh terhadap pertumbuhan
dosis pupuk SP-36 yang diberikan
maupun perkembangan tanaman. Hal
berpengaruh terhadap proses pengisian
ini menyebabkan belum adanya
biji termasuk pembentukan polong isi
pengaruh nyata perlakuan dosis
per tanaman. Selanjutnya ditegaskan
pengapuran terhadap jumlah polong isi
oleh Isbandi, D. (1993) bahwa tangper tanaman.
gapan tanaman terhadap unsur hara
Apabila semua faktor yang
menunjukkan maksimal pada batasmempengaruhi pertumbuhan tanaman
batas tertentu dan pada jumlah yang
dalam keadaan sesuai dengan kebutulebih tinggi justru hasil tanaman akan
han tanaman maka suhu udara
menurun karena pertumbuhannya
merupakan faktor yang menentukan
terhambat atau unsur tersebut berubah
atau bahkan penghambat proses-proses
sifat menjadi racun bagi tanaman.
metabolisme dalam tubuh tanaman.
Adanya pengaruh nyata ini dapat
Sitompul, S.M. dan B. Guritno (1995)
dijelaskan bahwa dengan adanya
menjelaskan bahwa salah satu aspek
pemupukan SP-36 maka akan dapat
sangat penting dalam hubungan
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
tanaman dengan lingkungan adalah
tanggapan tanaman itu sendiri terhadap
lingkungannya. Lingkungan tanaman
merupakan gabungan dari berbagai
unsur yang dapat dikelompokkan ke
dalam dua bagian, yaitu unsur
penyusun lingkungan di atas tanah
maupun lingkungan di dalam tanah.
Apabila faktor lingkungan di dalam
tanah dalam keadaan sesuai bagi
tanaman maka laju pertumbuhannya
akan ditentukan oleh faktor lingkungan
di atas tanah. Salah satu faktor tersebut
yaitu suhu udara.
Terbukti bahwa dengan adanya
pengapuran yang diikuti dengan
penambahan pupuk SP-36 dapat
meningkatkan pH tanah latosol yaitu
dari pH sebelum tanam diketahui
sebesar 5-5,5 menjadi 6-6,5 setelah
panen. Adanya peningkatan pH diduga
akan menjadikan unsur hara dalam
tanah menjadi lebih tersedia bagi
tanaman sehingga dapat dikatakan
bahwa faktor lingkungan di dalam
tanah tercukupi bagi tanaman. Adanya
pengaruh tidak nyata perlakuan
pengapuran dan pemupukan SP-36
terhadap jumlah polong isi disebabkan
oleh suhu udara dalam rumah kaca
yang
relatif
tinggi
sehingga
menghambat penyerapan hara dari
dalam tanah maupun proses-proses
metabolisme dalam tubuh tanaman.
Didukung pendapat Harjadi, S.S.
(1979) yang menyatakan bahwa
sejumlah proses-proses pertumbuhan
mempunyai
hubungan
kuantitatif
dengan suhu. Di antaranya yaitu
respirasi, sebagian dari reaksi fotosintesis, berbagai gejala pendewasaan,
pematangan, pembungaan, pembantukan buah dan biji.
Hasil perhitungan jumlah polong
isi per tanaman yang dapat dilihat pada
lampiran 3 menunjukkan tinggi
11
tanaman tertinggi pada kombinasi
perlakuan K2P3 (2,0 X Aldd ton
CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 45
kg/ha) yaitu sebesar 83,00 sedangkan
jumlah polong isi per tanaman
terendah pada kombinasi K2P3 (2,0 X
Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36
dosis 90 kg/ha) yaitu 50,33. Diperjelas
dengan diagram batang pada lampiran
18.
Apabila diamati dari hasil
perhitungan purata jumlah polong isi
per tanaman juga dipengaruhi oleh
proses pengisian polong. Proses
pengisian polong sangat ditentukan
oleh kekuatan dari polong itu sendiri
sebagai daerah penyimpanan dalam
berkompetisi mengalihkan fotosintat
sebagai daerah penyimpanan. Harjadi,
S.S. (1979) menjelaskan bahwa
banyaknya polong isi pertanaman
dipengaruhi oleh jumlah fotosintat
yang disimpan dalam polong selain
juga
persaingan
antara
organ
reproduktif itu sendiri seperti terlalu
banyak polong yang ada dalam
mendapatkan
hasil
fotosintesis
tersebut. Menurut Isbandi, D. (1983)
apabila jumlah polong yang terbentuk
terlalu banyak maka akan mengakibatkan rendahnya pertumbuhan
maupun perkembangan polong itu
sendiri.
C. Jumlah Polong Hampa per
Tanaman
Data hasil perhitungan jumlah
polong hampa per tanaman secara
lengkap disajikan pada lampiran 5.
Untuk memperjelas data tersebut
kemudian dilakukan perhitungan sidik
ragam dengan uji metode ortogonal
polinomial (MOP) yang disajikan pada
lampiran 6, diagram pada lampiran 19.
Berdasarkan hasil perhitungan
sidik ragam dengan uji ortogonal
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
polinomial pada jumlah polong hampa
per tanaman (lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk SP36 berpengaruh nyata pada jenjang
kuadratik sedangkan perlakuan dosis
pengapuran maupun kombinasi dosis
pengapuran dan dosis pupuk SP-36
berpengaruh tidak berbeda nyata
terhadap jumlah polong hampa per
tanaman. Adapun persamaan regresinya, adalah:
Y = 4,4574153 + 1,200 X − 0,3629 X 2
R 2 = 0,12961723
Y = 4, 574153+ 1,20 X − 0,3629X2
R2 = 0,12961723
Hasil analisis menunjukkan
peningkatan jumlah polong hampa per
tanaman sebanding dengan peningkatan dosis pupuk SP-36 yang
diberikan sampai pada dosis 45 kg/ha
(P1). Apabila dosis pupuk SP-36 yang
diberikan ditambah (perlakuan P2 dan
P3) dapat dilihat adanya penurunan
jumlah polong hampa per tanaman.
Hal ini menunjukkan bahwa dosis
pupuk SP-36 berpengaruh terhadap
pembentukan polong hampa per
tanaman pada tanaman kedelai.
Adanya unsur P dalam jumlah cukup
dalam tanah memacu pembentukan
polong per tanaman yang semakin
tinggi. Karena menurut Setyamidjaja,
D. (1986), fosfat di dalam tubuh
tanaman dapat mempercepat pembuangan, pembentukan maupun pemasakan biji dan polong.
Jumlah polong hampa yang
terbentuk dipengaruhi oleh kekuatan
polong tersebut untuk berkompetisi
sebagai daerah pemanfaatan dalam
mengalihkan hasil-hasil fotosintesis.
Adanya polong hampa karena adanya
persaingan dalam memperoleh fotosin-
12
tat yang terbentuk antara organ
reproduktif itu sendiri maupun dengan
organ-organ vegetatif. Apabila jumlah
polong yang terbentuk terlalu banyak
sedang
hasil
fotosintesis
yang
terbentuk rendah maka akan mengakibatkan rendahnya pertumbuhan
maupun perkembangan polong itu
sendiri. Jumlah polong hampa per
tanaman tertinggi diperoleh pada
perlakuan pemberian pupuk SP-36
dosis 45 kg/ha (P1) yaitu 8,083 dan
jumlah polong hampa per tanaman
terendah pada perlakuan tanpa
pemberian pupuk SP-36 (P0) yaitu
sebanyak 4,083. Hal ini membuktikan
bahwa semakin banyak polong yang
terbentuk maka ada kecenderungan
akan semakin tinggi pula polong
hampa yang ada, sebaliknya semakin
sedikit jumlah polong per tanaman
maka polong hampa pertanaman juga
relatif rendah.
Perlakuan dosis pengapuran
maupun kombinasi kedua perlakuan
berpengaruh tidak terbeda nyata pada
jumlah polong hampa per tanaman.
Keadaan ini menerangkan bahwa
faktor lingkungan lebih dominan
dibandingkan faktor tanah tempat
tanaman tumbuh dalam proses
pengisian biji. Dibuktikan adanya
peningkatan derajat keasaman tanah
(pH) setelah panen yaitu mendekati
normal. Dengan adanya keadaan ini
seharusnya tanaman dapat melakukan
proses fotosintesis dengan optimal
diperoleh fotosintat yang relatif tinggi
dan akan dipergunakan untuk pembentukan organ baru maupun disimpan
sebagai cadangan makanan. Lebih
lanjut di terangkan karena pada
penelitian dilakukan di dalam rumah
kaca dengan pengaruh suhu yang lebih
tinggi maka diduga keadaan suhu ini
akan lebih berpengaruh pada proses
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
kehidupan tanaman secara keseluruhan.
Dwijoseputro, D. (1984) menyatakan bahwa suatu reaksi kimia biasa
umumnya dipercepat oleh kenaikan
temperatur, lain halnya dengan reaksireaksi biokimia di dalam maupun di
luar sel hidup. Di dalam batas-batas
tertentu maka kegiatan enzim sangat
dipengaruhi oleh temperatur. Kebanyakan enzim tidak menunjukkan
kegiatan lagi pada temperatur 400C,
bahkan dapat mematikan banyak
enzim yang berarti terhentinya
pertumbuhan. Dipertegas oleh Harjadi,
S.S. (1979) bahwa terhentinya pertumbuhan pada suhu tinggi merupakan
suatu gambaran dari kesinambungan
metabolisme yang terganggu. Bila
kecepatan respirasi tertambah lebih
cepat akibat peningkatan suhu/
temperatur dari pada kecepatan
fotosintesis, akan terdapat kekurangan
pangan di dalam tubuh tanaman. Lebih
lanjut hal ini berpengaruh pada
pengisian polong dan pembentukan
polong hampa.
Selain itu adanya bunga yang
muncul
menjelang
panen
dan
melakukan penyerbukan juga diduga
berpengaruh terhadap pembentukan
polong hampa per tanaman. Hal ini
menurut Isbandi, D. (1983) bahwa
polong hampa disebabkan sudah
menurunnya ketersediaan asimilat
karena daun-daun yang gugur menjelang panen.
Rata-rata jumlah polong hampa
per tanaman tertinggi diperoleh pada
kombinasi perlakuan K3P1 (2,5 X Aldd
ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis
45 kg/ha) yaitu sebesar 8,83 sedangkan
jumlah polong hampa per tanam
terendah pada kombinasi K3P3 (2,5 X
Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36
dosis 90 kg/ha) yaitu sebesar 2,00.
13
D. Berat Polong per Tanaman
Data hasil perhitungan berat
polong per tanaman secara lengkap
disajikan pada lampiran 7. Untuk
memperjelas data tersebut kemudian
dilakukan perhitungan sidik ragam
dengan uji metode ortogonal polinomial (MOP) yang disajikan pada
lampiran 8.
Berdasarkan hasil perhitungan
sidik ragam dengan uji ortogonal
polinomial pada jumlah polong hampa
per tanaman (pada lampiran 8)
menunjukkan bahwa perlakuan dosis
pupuk SP-36 berpengaruh tidak
berbeda nyata terhadap berat polong
per tanaman. Kombinasi dosis
pengapuran dan dosis pupuk SP-36
menunjukkan pengaruh berbeda nyata
pada jenjang interaksi antara kubik
pada dosis pengapuran dengan
kuadratik pada perlakuan dosis pupuk
SP-36. Adapun persamaan regresinya,
adalah sebagai berikut:
Y = 56,3261561 + 0,0001253 X
R 2 = 0,00112121
Y = 56,3261561 + 0,0001253 X
R 2 = 0,00112121
Berat polong per tanaman
ditentukan oleh jumlah polong isi
maupun jumlah polong hampa per
tanaman yang terbentuk yang diikuti
dengan berkurangnya jumlah polong
hampa per tanaman maka berat polong
per tanaman akan relatif tinggi.
Dari hasil perhitungan berat
polong isi per tanaman yang dapat
dilihat pada lampiran 7 menunjukkan
berat polong per tanaman tertinggi
pada kombinasi perlakuan K1P1 (1,5 X
Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36
dosis 45 kg/ha) yaitu sebesar 63,939 g
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
sedangkan berat polong per tanaman
terendah pada kombinasi K0P1 (tanpa
pemberian kapur dan pupuk SP-36
dosis 45 kg/ha) yaitu 50,054 g.
Diperjelas dengan diagram purata berat
polong per tanaman pada lampiran 20.
Adanya pengaruh tidak berbeda
nyata perlakuan pengapuran maupun
pemberian pupuk SP-36 diduga
disebabkan
adanya penghambatan
penyerapan unsur hara maupun
pertumbuhan tanaman oleh suhu udara
terhadap pembentukan dan pengisian
polong yang lebih lanjut menentukan
berat
polong.
Sesuai
pendapat
Sitompul, S.M. dan B. Guritno (1995)
yang menyatakan bahwa apabila faktor
lingkungan di dalam tanah dalam
keadaan sesuai bagi tanaman maka laju
pertumbuhan maupun produksi suatu
tanaman akan lebih dipengaruhi oleh
faktor lingkungan di atas tanah.
Temperatur mempunyai pengaruh yang besar terhadap kegaitan
fotosintesis dan respirasi. Apabila
temperatur terus menerus di atas 300C
maka
kegiatan-kegiatan
respirasi
tanaman setelah 2-3 jam akan tampak
berkurang. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh non-aktifnya enzim,
tertimbunnya CO2, berkurangnya O2
dan berkurangnya persediaan substrat
(Dwijoseputro, D., 1994). Hal ini akan
berpengaruh terhadap pembentukan
maupun berat polong per tanaman
yang terbentuk.
Karena suhu mempunyai pengaruh kuat pada reaksi biokimia dan
fisiologi tanaman, juga menentukan
tingkatan berbagai tugas organ
tanaman, seperti absorbsi unsur
mineral dan air. Fotosintesis menjadi
lebih lambat pada suhu tinggi,
akibatnya laju pertumbuhan terganggu.
Hal ini menjelaskan adanya pengaruh
tidak
berbeda
nyata
perlakuan
14
pengapuran maupun pemberian pupuk
SP-36 terhadap berat polong per
tanaman. Padahal perlakuan yang
diberikan diketahui telah dapat
meningkatkan pH tanah penelitian
(tanah latosol) menjadi 6-6,5 sehingga
unsur hara lebih tersedia dalam tanah.
Sesuai pendapat Agustina, L. (1990)
yang menyatakan bahwa tersedianya
unsur hara sangat erat hubungannya
dengan pH. Secara umum ketersediaan
maksimum pada kisaran pH 6,0 – 7,0.
Untuk lebih jelasnya maka
adanya peningkatan pH tanah oleh
pengapuran dijelaskan Setyamidjaja,
D. (1986) bahwa dengan dilaksanakannya pengapuran senyawa-senyawa
kalsium,
diharapkan
kompleks
absorbsi tanah akan terisi dengan
kation-kation Ca2+ sehingga pH tanah
yang semula asam akan berubah
menjadi lebih tinggi sampai akhirnya
mendekati netral karena kelebihan
kation H+ dalam larutan tanah
dinetralkan oleh ion-ion OH menjadi
air (H2O).
E. Berat 100 Biji
Data hasil pengukuran berat 100
biji secara lengkap disajikan pada
lampiran 9. Untuk memperjelas data
tersebut
kemudian
dilakukan
perhitungan sidik ragam dengan uji
metode ortogonal polinomial (MOP)
yang disajikan pada lampiran 10.
Berdasarkan hasil perhitungan
sidik ragam dengan uji ortogonal
polinomial terhadap berat 100 biji
menunjukkan bahwa semua perlakuan
yaitu dosis pengapuran, dosis pupuk
SP-36 maupun kombinasi dosis
pengapuran dan dosis pupuk SP-36
berpengaruh tidak berbeda nyata
terhadap berat berat 100 biji.
Menurut Isbandi, D. (1983)
bahwa pertumbuhan tanaman yang
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
baik dapat tercapai bila faktor keliling
yang mempengaruhi pertumbuhannya
berada dalam keadaan berimbang dan
menguntungkan.
Faktor
keliling
tersebut diantaranya adalah kadar air,
udara dan unsur hara dalam tanah.
Apabila salah satu faktor tersebut
dalam keadaan kurang menguntungkan
(berlebih maupun kurang) maka akan
menjadi faktor pembatas pertumbuhan
tanaman.
Berdasarkan keterangan di atas
dapat
dijelaskan
bahwa
dalam
penelitian walaupun perlakuan yang
diberikan berpengaruh baik dalam
meningkatkan pH tanah yang lebih
lanjut akan menjadikan unsur hara
tanah lebih tersedia dan menguntungkan bagi tanaman, namun faktor
suhu udara yang relatif tinggi diduga
lebih
dominan
mempengaruhi
tumbuhan termasuk dalam pembantukan maupun proses pengisian polong
dan biji. Dapat diingat adanya hukum
minimum Leibig yang menyatakan
bahwa laju pertumbuhan tanaman
diatur oleh adanya faktor yang berada
dalam jumlah minimum dan besar
kecilnya laju pertumbuhan ditentukan
oleh peningkatan dan penurunan faktor
tersebut.
Selain yang telah dijelaskan di
depan, pengaruh suhu lingkungan
terhadap tanaman juga dapat dipandang dari laju transpirasi, yaitu di
dalam hubungannya dengan tekanan
uap air di dalam daun dan tekanan uap
di luar daun. Karena udara di luar daun
tidak di dalam ruang yang terbatas/
sempit seperti halnya udara di dalam
daun, maka tekanan uap akan lebih
tinggi yang terkurung di dalam daun.
Akibat dari pada perbedaan tekanan ini
maka uap air mudah berdifusi dari
dalam
daun ke udara bebas
(Dwijoseputro, D., 1994). Hal ini
15
menyebabkan daun menjadi kering dan
berpengaruh
pada
penghambatan
proses fotosintesis yang menghasilkan
fotosintat relatif rendah dan menentukan pembentukan masing-masing biji
termasuk beratnya.
Y = 10,6081613 + 0,04219 X
R 2 = 0,11148042
Berat 100 biji
Y = 10,6081613 + 0,04219 X
ditentukan oleh berat
maupun
besarnya
tiap-tiap biji. Semakin besar dan
semakin tua biji maka akan dapat
meningkatkan berat per biji yang
terbentuk di samping kemampuan
berkompetisi dalam mendapatkan
fotosintat dari sumbernya. Hal ini lebih
lanjut berpengaruh pada berat 100 biji.
Dari hasil perhitungan berat 100
biji yang dapat dilihat dalam lampiran
9 menunjukkan berat 100 biji tertinggi
pada kombinasi perlakuan K2P2 (2,0 X
Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36
dosis 90 kg/ha) yaitu sebesar 16,99 g,
sedangkan berat 100 biji terrendah
pada kombinasi K3P2 (1,5 X Aldd ton
CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 90
kg/ha) yaitu sebesar 11,70 g.
Diperjelas dengan diagram purata berat
100 biji yang disajikan pada lampiran
21.
R 2 = 0,11148042
F. Berat Biji Kering per Tanaman
Data hasil perhitungan berat
kering per tanaman secara lengkap
disajikan pada lampiran 11. Untuk
memperjelas data tersebut maka
dilakukan perhitungan sidik ragam
dengan
uji
metode
ortogonal
polinomial (MOP) yang disajikan pada
lampiran 12.
Berdasarkan hasil perhitungan
sidik ragam dengan uji ortogonal
polinomial berat biji kering per
tanaman menunjukkan perlakuan dosis
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
pengapuran menunjukkan pengaruh
berbeda nyata pada jenjang linier,
sedangkan perlakuan dosis pupuk SP36
maupun
kombinasi
dosis
pengapuran dan dosis pupuk SP-36
berpengaruh tidak berbeda nyata
terhadap berat kering per tanaman.
Adapun persamaan regresinya, adalah
sebagai berikut:
Adanya pengaruh beda nyata
pada
jenjang
linier
perlakuan
pengapuran menunjukkan bahwa dosis
pengapuran yang diberikan belum
menunjukkan maksimum terhdap berat
iji kering per tanaman, sehingga belum
diperoleh berat biji kering tertinggi.
Hal ini dijelaskan oleh pendapat
Setyamidjaja, D. (1986) yang menyatakan bahwa suatu pemupukan (pengapuran) akan terlihat hasilnya apabila
diberikan dalam jumlah yang cukup
bagi kebutuhan tanaman. Pemupukan
yang diberikan dalam jumlah yang
kurang
maka
tanaman
kurang
menunjukkan peningkatan hasil secara
optimal.
Pemberian kapur dalam tanah
bagi tanaman selain dapat menaikkan
derajad keasaman (pH) tanah juga
dapat menambah kadar Ca yang larut
dalam tanah dalam jumlah yang lebih
tinggi. Hal ini diduga sangat
berpengaruh pada pembentukan dan
perkembangan biji yang lebih lanjut
menentukan berat biji kering per
tanaman Sarief, S. (1986) menyatakan
bahwa penambahan kandungan Ca
dalam tanaman melalui pengapuran
perlu dilakukan untuk memperoleh
produksi maksimum. Penambahan
kandungan Ca pada tanah mempunyai
efek yang baik terhadap pertumbuhan
dan pembentukan polong pada
16
tanaman kacang-kacangan dengan
polong yang lebih berisi.
Adanya pengaruh tidak berbeda
nyata perlakuan dosis pupuk SP-36
maupun kombinasi kedua perlakuan
terhadap berat biji per tanaman dapat
dijelaskan
bahwa
berat
kering
merupakan jumlah nutrisi yang
dikandung bahan tanaman. Banyaknya
bahan kering yang terkandung bahan
tanaman
termasuk
biji
sangat
tergantung dari laju fotosintesis yang
disimpan. Artinya menurut Gardner
dkk. (1991) bahwa pembagian fotosintat juga dipengaruhi oleh kekuatan biji
sebagai daerah pemanfaatan dalam
mengalihkan fotosintat dan ketersediaan relatif dari sumbernya selain
jumlah polong yang terbentuk. Apabila
laju respirasi bertambah lebih cepat
dari pda laju fotosintesis karena
pengaruh suhu yang tinggi maka
fotosintat yang dihasilkan relatif
rendah dan kurang untuk pertumbuhan
tanaman termasuk pengisian biji
sehingga berat biji per tanaman yang
terbentuk akan menjadi rendah.
Adanya peningkatan suhu ini
menunjukkan bahwa salah satu
manfaat dari rumah kaca selain kondisi
lingkungan / iklim lebih homogen juga
akan dapat menaikkan suhu udara.
Sehingga apabila keadaan cuaca kering
(kemarau) maka suhu di dalam
ruangan akan lebih tinggi dibanding
dengan suhu di luar ruangan/alam
bebas. Hal ini diduga menyebabkan
perlakuan yang diberikan baik dosis
pengapuran maupun dosis pupuk SP36 tidak berpengaruh nyata pada berat
biji per tanaman (lampiran 12).
Hasil perhitungan berat biji
kering per tanaman yang dapat dilihat
pada lampiran 11 menunjukkan berat
biji kering per tanaman tertinggi pada
kombinasi perlakuan K2P2 (2,0 X Aldd
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis
90 kg/ha) yaitu sebesar 16,99 g,
sedangkan berat 100 biji terendah pada
kombinasi K3P2 (2,5 X Aldd ton
CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 90
kg/ha) yaitu sebesar 11,70 g. Hal ini
diperjelas dengan diagram purata berat
biji kering per tanaman yang disajikan
pada lampiran 22.
G. Berat Segar Brangkasan
Data hasil perhitungan berat
segar brangkasan secara lengkap
disajikan pada lampiran 13. Untuk
memperjelas data tersebut maka
dilakukan perhitungan sidik ragam
dengan uji metode ortogonal polinomial (MOP) yang disajikan pada
lampiran 14.
Berdasarkan hasil perhitungan
sidik ragam dengan uji ortogonal
polinomial terhadap berat segar brangkasan menunjukkan bahwa semua
perlakuan yaitu dosis pengapuran dan
dosis pupuk SP-36 berpengaruh tidak
berbeda nyata terhadap berat segar
brangkasan.
Purata berat segar brangkasan
menunjukkan hasil tertinggi pada
kombinasi perlakuan K3P2 (2,5 X Aldd
ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis
90 kg/ha) yaitu sebesar 74,063 g,
sedangkan berat segar brangkasan
terrendah pada kombinasi K0P1 (tanpa
pemberian kapur dan pupuk SP-36
dosis 45 kg/ha) yaitu sebesar 55,679 g
(lampiran 13), dan diperjelas dengan
diagram purata berat segar brangkasan
pada lampiran 23.
Pertumbuhan dan perkembangan
tanaman terdiri dari dua fase generatif
dan fase vegetatif. Pada pertumbuhan
tanaman tersebut akan terjadi beberapa
proses penting yaitu pembelahan,
pemanjangan sel dan deferensiasi sel.
Proses ini berjalan cepat dan
17
memerlukan
suplai
karbohidrat,
akibatnya pertumbuhan yang terjadi
pada tanaman akan berpengaruh
terhadap semua organ tanaman baik
akar, batang daun maupun biji. Lebih
lanjut selama pertumbuhan dan
perkembangan tersebut dipengaruhi
faktor dari dalam seperti genetis
maupun faktor lingkungan seperti
suplai unsur hara, air, suhu dan cahaya
yang faktor-faktor ini dapat sebagai
faktor pembatas bagi pertumbuhan
maupun
perkembangan
tanaman
apabila keberadaannya tidak menguntungkan bagi tanaman (Harjadi, S.S.
1979).
Menurut Harjadi, S.S. (1979)
bahwa proses-proses fisik dan kimiawi
dikendalikan oleh suhu dan kemudian
mengendalikan reaksi biologi yang
berlangsung dalam tanaman. Misalnya
suhu menentukan tingkat absorbsi
unsur mineral dan air oleh akar
tanaman.
Dikatakan
oleh
Dwijoseputro, D. (1994) bahwa suhu
merupakan faktor yang penting dalam
metabolisme dan aktivitas pertumbuhan yang terjadi pada tanaman. Suhu
yang tinggi dapat menyebabkan
penghambatan pertumbuhan tanaman
kedelai sebab dengan meningkatnya
suhu akan menyebabkan meningkatnya
respirasi dan akan banyak substrat
yang dibongkar untuk proses tersebut
sehingga
pertumbuhan
tanaman
menjadi lambat atau terhambat.
H. Berat Kering Brangkasan
Data hasil perhitungan berat
kering brangkasan secara lengkap
disajikan pada lampiran 15. Untuk
memperjelas data tersebut maka
dilakukan perhitungan sidik ragam
dengan
uji
metode
ortogonal
polinomial (MOP) yang disajikan pada
lampiran 16.
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
Berdasarkan hasil perhitungan
sidik ragam dengan uji ortogonal
polinomial terhadap berat kering
brangkasan
menunjukkan
bahwa
semua perlakuan yaitu dosis pengapuran, dosis pupuk SP-36 maupun
kombinsi dosis pengapuran dan dosis
pupuk SP-36 berpengaruh tidak
berbeda nyata terhadap berat kering
brangkasan.
Adanya pengaruh tidak berbeda
nyata pada semua perlakuan terhadap
berat kering trangkasan menunjukkan
bahwa faktor lingkungan lebih
dominan dibandingkan faktor perlakuan. Setyamidjaya, D. (1986) menjelaskan bahwa pengaruh dari pemberian
kapur adalah untuk meningkatkan pH
tanah sehingga menjadi lebih tinggi
dan mendekati netral. Hal ini terbukti
dengan adanya peningkatan pH tanah
penelitian yaitu sebelum penelitian pHnya antara 5-5,5 tetapi setelah panen
pH tanahnya menjadi 6-6,5. Adanya
pengaruh tidak berbeda nyata diduga
disebabkan oleh pengaruh suhu udara
yang lebih dominan mempengaruhi
proses-proses metabolisme dalam
tanaman dan berpengaruh pada berat
tanaman secara keseluruhan termsuk
berat keringnya.
Menurut Sitompul, S.M. dan B.
Guritno (995) bahwa salah satu faktor
dalam pertumbuhan tanaman yang
menentukan berat tanaman adalah
produksi biomass yang digunakan
untuk
membentuk
bagian-bagian
tanaman atau sebagai cadangan
makanan yang secara kasar berasal
dari
fotosintesis.
Menurut
Dwijoseputro, D. (1994), berat kering
brangkasan merupakan banyaknya
nutrisi yang dikandung tanaman. Oleh
karena itu berat kering tanaman
tergantung dari laju respirasi dan laju
18
fotosintesis serta unsur hara yang
diserap tanaman.
Purata berat kering brnagkasan
menunjukkan hasil
tertinggi pada
kombinasi perlakuan K3P2 (2,5 X Aldd
ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis
135 kg/ha) yaitu sebesar 26,798 g,
sedangkan berat kering brangkasan
terrendah pada kombinasi K2P1 (2,0 X
Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36
dosis 45 kg/ha) yaitu sebesar 19,268 g.
Selanjutnya diperjelas dengan diagram
purata berat kering brangkasan yang
disajikan pada lampiran 24.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan
dan analisis yang dilakukan, dapat
disimpulkan, sebagai berikut:
1. Perlakuan dosis pengapuran
berpengaruh nyata pada jenjang
linier terhadap berat biji kering per
tanaman.
2. Perlakuan dosis pupuk P (SP-36)
berpengaruh nyata pada jenjang
kaudratik terhadap jumlah polong
isi per tanaman dan jumlah polong
hampa per tanaman.
3. Pada perlakuan pengapuran
dengan peningkatan dosis pupuk P
(SP-36) menunjukkan adanya
interaksi pada pengamatan jumlah
polong isi per tanaman dan berat
polong tiap tanaman.
4. Hasil tertinggi berat biji kering per
tanaman dicapai pada perlakuan
K2P3 (2,0 X Aldd ton CaCO3/ha
dan dosis pupuk SP-36 135 kg/ha)
yaitu 14,26 g dan hasil purata
terrendah pada perlakuan K0P0
(tanpa pengapuran dan tanpa
pupuk SP-36) yaitu 6,54 g.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009
ISSN 1978 – 6239
Agustina, L. 1990. Nutrisi Tanaman.
Jakarta : Rineka Karya.
Anonim, 1984. Palawija. Jakarta :
Gema Penyuluhan Pertanian
Direktorat Jendral Tanaman
Pangan.
____, 1989. “Pupuk Akar” dalam
Trubus. Jakarta : Trubus Seri
Teknologi XV/171/89.
____, 1991. Kedelai. Jakarta :
Kanisius.
Buckman, H.O. dan N.C. Brandy.
1982. Ilmu Tanah. Jakarta :
Bharata Karya Aksara.
Darmawijaya, M.I. 1990. Klasifikasi
Tanah. Dasar-dasar Teori bagi
Penelitian Tanah dan Pelaksana
Penelitian
di
Indonesia.
Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Dwijoseputro, D. 1994. Pengantar
Fisiologi
Pertumbuhan.
Gramedia. Jakarta.
Gardner, P.F., R.B. Pearce and R.L.
Mitchell.
1991.
Fisiologi
Tanaman
Budidaya.
Ditrjemahkan oleh Herawati
Susilo, Jakarta : UI Press.
Harjadi, S.S. 1979. Pengantar
Argonomi.
Jakarta
:
PT
Gramedia.
Isbandi,
D.
1983.
Fisiologi
Pertumbuhan
dan
Perkembangan
Tanaman.
Yogyakarta : Dep. Agronomi
Fak. Pertanian UGM.
____, 1991. Fisiologi Tanaman.
Yogyakarta : Fak. Pertanian
UGM.
Jutono. 1983. Dampak Pengapuran
terhadap
Beberapa
Sifat
Mikrobiologi Tanah. Yogyakarta :
Laboratorium
Mikrobiologi
Fakultas Pertanian UGM.
19
Lingga, P. 1992. Petunjuk Penggunaan
Pupuk. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Najiayati, S. dan Danarti. 1998.
Palawija. Budidaya dan Analisa
Usaha Tani. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Rajagukguk, B. 1983. Prosiding
Seminar Alternatif Program
Pengapuran
Tanah-tanah
Mineral Masam di Indonesia.
Yogyakarta : Fak. Pertanian
UGM.
Rinsema, W.T. 1983. Pupuk dan Cara
Pemupukan. Jakarta : Bharata
Karya Aksara.
Sarief, S. 1993. Kesuburan dan
Pemupukan Tanah. Bandung :
Pusaka Buana.
Samsudin dan Dadan Djakamiharja.
1985.
Budidaya
Kedelai.
Jakarta : Pusaka Buana.
Setyamidjaja, 1986. Pupuk dan Cara
Pemupukan. Jakarta : Simplek.
Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995.
Analisis Pertumbuhan Tanaman.
Yogyakarta : UGM.
Sumarno. 1984. Kedelai dan Cara
Budidayanya. Jakarta : Yasaguna.
Sumarno, E.S. Rajit, H. Kuntyastuti,
Darmayanti,
S.A.
Kasno,
Suwasik dan K. Pirngadi. 1989.
Hasil
Penelitian
Kacangkacangan. Potensi, Sumbagnan
dan
Tantangan.
Risalah
Rimposium II : Penelitian
Tanaman
Pangan.
Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Dep. Pertanian. Buku
No. II.
Suprapto, 1985. Bertanam Kedelai.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Yuniarsih dan Rukmana. 1996.
Kedelai. Budidaya dan pasca
Panen. Yogyakarta : Kanisius.
Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L)
Pada Tanah Latosol
Download