MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 1 PENGARUH PENGAPURAN DAN PEMUPUKAN P TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max, L.) PADA TANAH LATOSOL Oleh: A.J. Hari Soeseno Hardjoloekito Universitas Soerjo Ngawi ABSTRACT This research of "The effect of liming and P fertilizer dosage on the growth and yield of soybean plant (Glycine max, L.) in Latosol soil", had been conducted from April 2001 until July 2001. The method of the research use factorial design based on the Randomized Block Design (RCBD) with two factors of treatment. The first factor was liming dosage (no liming, liming dosage 1,5; 2,0; and 2,5) X Aldd ton of CaCO3 / ha and second factor was SP-36 fertilizer dosage (0, 45, dose 90, dose 135) kg/ha and each combination of treatment three times replicated. The result of this research: 1. The treatment of liming dosage was significantly of linier on weight of dry seeds per plant. 2. The treatment of application SP-36 fertilizer dosage was significantly of quadratic on number of filled pods per plant and number of empty pods per plant. 3. On the liming application of P (SP-36) fertilizer with increase dosage showed interaction effect on number of filled pods per plant and weight of pods per plant. 4. The highest yield of weight of dry seeds per plant reached by treatment combination K2P3 (2,0 X Aldd ton of CaCO3/ha and SP-36 fertilizer dosage 135 kg/ha) namely 14,26 grams and the lowest yield was treatment combination K 0P0 (no liming and no SP-36 fertilizer) namely 6,54 grams. Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 PENDAHULUAN Usaha pengembangan kedelai semakin mendapat perhatian, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan jumlah pendapatan per kapita serta kesadaran masyarakat terhadap menu makanan yang bergizi. Hal ini menyebabkan kebutuhan kedelai makin meningkat sebesar kurang lebih 7,6% per tahun (Suprapto, 1985). Kedelai merupakan sumber protein yang besar artinya untuk kesehatan perkembangan tubuh manusia, terutama sekali akan terasa artinya bagi negara-negara yang konsumsi protein hewaninya masih rendah. Nilai biologis proteinnya cukup tinggi dengan kandungan protein antara 30% sampai 50%, mendekati nilai protein susu sapi. Kadar lemaknya antara 15% sampai 20%, selain itu juga mengandung vitamin A, B, C dan D (Samsudin, dkk. 1985). Kedelai selain berguna untuk mencukupi kebutuhan gizi tubuh, juga berkhasiat sebagai obat beberapa jenis penyakit. Hasil penelitian di Inggris menunjukkan bahwa kedelai berkhasiat sebagai pencegah kanker dan jantung koroner. Timbulnya kanker dalam tubuh karena senyawa nitrosamin. Kedelai mengandung dua senyawa penting, yaitu fenolik dan asam lemak tak jenuh. Kedua senyawa tersebut dapat menekan munculnya bentuk senyawa nitro-samin, sehingga berfungsi sebaagai penangkal kanker. Di samping itu kadar lesitin dalam kedelai dapat menghancurkan timbunan lemak dalam tubuh, sehingga secara tidak langsung dapat menekan timbulnya penyakit darah tinggi dan diare (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). 2 Produktivitas kedelai di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara-negara penghasil kedelai antara lain: Amerika, RRC, Brasil dan Jepang (Purwoko, 1994). Kedelai dalam keadaan optimum dapat mencapai 2,5 ton/ha (Manwan dkk, 1991). Hasil rata-rata Nasional kedelai masih di bawah 50% dari hasil otimum, yaitu 0,7 sampai 0,8 ton/ha (Sumarno dkk, 1989). Kesehatan tanaman kedelai sangat dipengaruhi oleh banyak interaksi antara lain faktor abiotik (iklim, gas, air, mineral, pH dan sebagainya) di dalam tanah dan permukaan akar tanaman. Tanaman kedelai memerlukan P dalam relatif banyak (Suprapto, 983). Sehingga untuk meningkatkan hasil kedelai pada tanah Latosol, pembagian pupuk P mutlak diperlukan. Rukmana dan Yuniarsih (1996) mengatakan bahwa tanah Latosol memiliki solum tanah tebal sampai sangat tebal (130 – 500 cm), warna tanah merah, coklat sampai kekuningkuningan, reaksi tanah (pH) antara 4,5 - 6,5 (asam sampai agak asam) dan produktivitas rendah sampai sedang. Pengapuran tanah asam mempengaruhi pH tanah, keadaan hara tanah dan mengurangi pengaruh toksis yang terdapat pada keadaan tanah yang asam. Meningkatkan pH tanah dari yang sangat rendah yang disebabkan oleh pengapuran berpengaruh positif terhadap dekomposisi bahan organik karena terjadinya perubahan komposisi mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi (Jutono, 1983). Manfaat pengapuran tanah di antaranya adalah untuk menaikkan pH tanah, menambah unsur Ca, Mg dan ketersediaan P maupun Mo, mengurangi keracunan Fe, Mn dan Al, Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah dan mengaktifkan pembentukan bintil-bintil akar (Yuniarsih dan Rukmana, 1996). Kedelai termasuk famili legumenosae, dengan nama ilmiah (Glycine max, L.), dan contoh varietas adalah Willis. Varietas ini merupakan verietas yang dianjurkan pemerintah karena mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu. Petani dalam meningkatkan produktivitas kedelai tidak bisa hanya mengandalkan penemuan baru yang mempunyai keunggulan tertentu, tetapi juga harus memperbaharui metode bercocok tanam serta mengusahakan cara bertanam yang benar. Sarief, S. (1993) mengatakan bahwa pemberian fosfat dalam jumlah yang besar akan mempengaruhi waktu sehingga berubah menjadi fraksi yang sukar larut. Pengapuran pada tanah-tanah masam dapat memperbaiki kesuburan tanah, sebab akan menggiatkan kehidupan mikroorganisme dan unsurunsur Mo, P dan Mg akan meningkat dengan adanya pengapuran pada tanah masam dan pada waktu yang bersamaan akan menurunkan dengan nyata konsentrasi Fe, Al dan Mn dalam keadaan sangat masam dapat mencapai konsentrasi yang bersifat racun bagi tanaman. Pemberian kapur setara dengan 1,5 X Aldd (1,5 ton CaCO3/ha setiap 1 me Aldd/100 g tanah) yang dikombinasikan dengan 250 kg TSP dapat disarankan untuk meningkatkan produksi tanaman jagung (Sarief, S., 1993). TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kedelai 3 Susunan tubuh tanaman kedelai terdiri atas dua macam alat atau organ utama, yaitu organ vegetatif dan organ generatif. Organ vegetatif meliputi akar, batang dan daun yang berfungsi sebagai alat pengambil, pengangkut, pengolah, pengedar dan penyimpan makanan, sehingga disebut alat hara (organ nutrivum). Organ generatif meliputi bunga, buah dan biji yang fungsinya sebagai alat berkembangbiak (organ reproduktivum). Kedelai termasuk familia leguminoseae, sub familia papilionoidae, genus glycine, spesies max dan termasuk tanaman berkeping dua (Samsudin dan Dadan, Dj., 1985). Kedelai yang dibudidayakan diduga bersal dari Cina dan Korea. Kedelai dikenal di Indonesia sebagai bahan makanan dan pupuk hijau pada tahun 1975 (Rhumpius dalam Suprapto, 1985). Menurut Sumarno (1984), klasifikasi dari tanaman kedelai, adalah sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angisopermae Klasis : Dicotyledoneae Ordo : Polypetales Familia : Leguminosae Sub familia : Papilonadeae Genus : Glycine Spesies : Glycine max Di Indonesia kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 900 m dpl. Umumnya kondisi iklim yang cocok adalah daerah yang mempunyai suhu antara 250C sampai 270C, kelembaban udara rata-rata 65%, penyinaran matarai 12 jam/hari atau minimal 10 jam/hari dan curah hujan yang paling optimum antara 100 sampai 200 mm/bulan. Tanaman Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 kedelai juga mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis tanah (Yuniarsih dan Rukmana, 1996). B. Kapur Pengapuran dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi tanah bereaksi masam sehingga cukup baik bagi pertumbuhan tanaman. Kemasaman merupakan sifat menonjol dari tanah yang terdapat di daerah bersuhu tropik. Kalsit merupakan kapur giling atau kapur tohor merupakan kapur mentah yang belum mengalami pembakaran. Syarat dari kapur kalsit yang akan kita pakai harus kalsit yang sudah memenuhi standar, harus mempunyai butiran 20 mesh dan 60 mesh, sedang kadar CaCO3-nya harus 90%. Penentuan kebutuhan kapur dilakukan beberapa tahap, sebagai berikut: a. Menentukan golongan tanah yang bermasalah. b. Setelah diketahui masuk golongan tanah bermasalah maka selanjutnya ditentukan persentase kejenuhan aluminium. Apabila kejenuhan Al kurang dari 20% tidak diperlukan pengapuran dan sebaliknya bila besarnya lebih dari 20% maka perlu pengapuran. c. Jumlah kapur yang diperlukan ditentukan dengan rumus (1,5 sampai 2,0) X jumlah Aldd dalam satuan ton kapur per hektar (Jutono, 1983). Ada beberapa keuntungan bila tanah masam diberi kapur. 1. Struktur tanah menjadi baik dan dampaknya kehidupan mikroorganisme dalam tanah lebih giat. 2. Kelarutan zat-zatnya yang bersifat meracun tanaman menjadi menu- 4 3. run dan unsur lain yang tak banyak terbuang. Jenis tanaman dapat ditanam dengan leluasa (Lingga, P., 1992). C. Tanah Latosol Tanah latosol mempunyai kandungan seskuioksida (Fe-oksida dan Al-oksida) yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kekahatan P tersedia. Ketersediaan fosfat dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Pada pH rendah biasanya fosfat akan terfiksasi oleh Fe dan Al, sedangkan pada pH tinggi, fosfat akan terfiksasi oleh Ca. Fosfat akan tersedia optimal pada pH 6-7. Selain dipengaruhi oleh pH tanah, ketersediaan fosfat juga ditentukan oleh jenis bahan induk tanah, jenis mineral tanah, bahan organik tanah, kelembaban atau kelengasan tanah, suhu tanah, aerasi tanah, jenis pupuk dan tingkat pemupukan. Jenis bahan induk tanah akan menjadi dasar tingkat kandungan fosfat di dalam tanah setelah terjadinya proses pelapukan bahan induk tanah (Setyamidjaja, 1986). Suprapto (1985) mengatakan bahwa secara keseluruhan masalah fosfat adalah ketersediaan dan jumlahnya yang sedikit di dalam tanah serta fiksasinya yang mencolok. Menurut Rinsema, W.T. (1983) rendahnya unsur fosfat di dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman karena unsur fosfat termasuk unsur yang tidak mobil dan hanya dapat diserap oleh tanaman dalam bentuk H 2 PO 4 dan HP42 . Pengaruh kemasaman tanah akan menyebabkan unsur fosfor menjadi kurang tersedia, seringkali terjadi kekurangan unsur kalium dan keter- Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 sediaan molibdenum sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Dalam suasana asam, akan banyak dijumpai aluminium, ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan akar, merusak tudung akar dan pertumbuhan bagian atas akan memburuk (Jutono, 1983). Menurut Sumarno, dkk. (1989), pada tanah latosol dengan pH sekitar 5,5 pun kedelai mampu memberikan hasil. Pemberian kapur sebanyak 2-3 ton/ha bagi tanah-tanah ber-pH di bawah 5,5, pada umumnya dapat menaikkan hasil. D. Pupuk P Menurut Rajagukguk dan Jutono (1983), pada tanah dengan keadaan paling ideal sekalipun apabila dipupuk P sebagian besar P yang diberikan tidak tersedia bagi tanaman. Pupuk P adalah salah satu jenis pupuk buatan. Pupuk buatan ialah pupuk yang dibuat oleh pabrik dari bahan kimia anorganik dengan kadar tinggi (Anonim, 1989). Fosfor (P) sebagai ortofosfat memegang peranan penting dalam perbanyakan reaksi enzim yang tergantung kepada fosforilase karena fosfor merupakan bagian dari inti sel dan sangat penting dalam pembelahan sel, perkembangan jaringan meristem. Fosfor diambil tanaman 2 dalam bentuk H2PO4 dan HP4 . Pupuk SP-35 mengandung lebih tinggi unsur haranya warnanya abuabu dan berbentuk butiran. Pupuk ini mengandung gypsum dan kadar hara P yang terkandungnya lebih tinggi, yaitu antara 36% - 38%. Dalam tanah kedudukan P stabil sebab P dalam tanah berbentuk organik dan anorganik yang tidak mudah dibawa oleh air dan terpegang kuat dalam tanah sehingga 5 pupuk P mempunyai kerja susulan. Karena pupuk P lambat larut maka pemberiannya diberikan menjelang musim tanam atau pada pertengahan usia tanam. Pada tanah-tanah dengan kandungan N dan P rendah pemupukan 50 kg/ha Urea + 75-90 kg TSP dapat dianjurkan untuk tanaman kedelai (Sumarno, dkk., 1989). Pemupukan dengan menggunakan pupuk fosfat (P) sangat berguna untuk merangsang pertumbuhan akar baru dari benih tanaman muda, juga merupakan bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein dan membantu asimilasi dan pernafasan. Faedah lain ialah mempercepat pembuangan, pemasakan biji dan buah (Anonim, 1989). METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode percobaan faktorial dengan pola dasar Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas dua faktor perlakuan dengan 16 kombinasi, tiaptiap kombinasi perlakuan diulang 6 kali dan diambil 3 sampel pengamatan. Adapun faktor-faktornya adalah sebagai berikut: a. Faktor I adalah dosis kapur (K) K0 : tanpa kapur K1 : 1,5 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 17,189 g CaCO3/polibag K2 : 2,0 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 22,918 g CaCO3/polibag K3 : 2,5 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 28,648 g CaCO3/polibag b. Faktor II adalah dosis SP-36 (P) P0 : tanpa kapur Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 P1 : SP-36 45 kg/ha setara dengan 0,18 g/tanaman P2 : SP-36 90 kg/ha setara dengan 0,36 g/tanaman P3 : SP-36 135 kg/ha setara dengan 0,54 g/tanaman Kombinasi perlakuan adalah sebagai berikut: K0P0 : tanpa kapur dan tanpa pupuk SP-36 KoP1 : tanpa kapur dan dosis pupuk SP-36 45 kg/ha setara dengan 0,18 g/polibag. KoP2 : tanpa kapur dan dosis pupuk SP-36 90 kg/ha setara dengan 0,36 g/polibag. KoP3 : tanpa kapur dan dosis pupuk SP-36 135 kg/ha setara dengan 0,54 g/polibag. K1P0 : 1,5 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 17,189 dan tanpa pupuk SP-36. K1P1 : 1,5 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 17,189 dan dosis pupuk SP-36 45 kg/ha setara dengan 0,18 g/polibag. K1P2 :1,5 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 17,189 dan dosis pupuk SP-36 90 kg/ha setara dengan 0,36 g/polibag. K1P3 : 1,5 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 17,189 dan dosis pupuk SP-36 135 kg/ha setara dengan 0,54 g/polibag. K2P0 : 2,0 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 22,918 dan tanpa pupuk SP-36. K2P1 : 2,0 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 22,918 dan dosis pupuk SP-36 45 kg/ha 6 K2P2 : K2P3 : K3P0 : K3P1 : K3P2 : K3P3 : setara dengan 0,18 g/polibag. 2,0 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 22,918 dan dosis pupuk SP-36 90 kg/ha setara dengan 0,36 g/polibag. 2,0 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 22,918 dan dosis pupuk SP-36 135 kg/ha setara dengan 0,54 g/polibag. 2,5 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 28,649 dan tanpa pupuk SP-36. 2,5 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 28,649 dan dosis pupuk SP-36 45 kg/ha setara dengan 0,18 g/polibag. 2,5 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 28,649 dan dosis pupuk SP-36 90 kg/ha setara dengan 0,36 g/polibag. 2,5 X Aldd ton CaCO3/ha setara dengan 28,649 dan dosis pupuk SP-36 135 kg/ha setara dengan 0,54 g/polibag. B. Bahan dan Alat Penelitian a. Bahan yang digunakan 1. Benih kedelai varietas Willis 2. Kapur tohor 3. Pupuk dasar SP-36 4. Pupuk buatan yang terdiri dari Urea, KCl, ZA 5. Matador, Dithane M-45 dan b. Furadan 3G Alat yang digunakan 1. Polibag 2. Cangkul 3. Penyaring tanah Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 4. 5. 6. 7. 7 a) Diberikan pada saat 3-4 Timbangan Meteran Alat tulis Penyemprot C. Pelaksanaan Penelitian a. Persiapan penelitian b. c. Tanah bagian atas dibersihkan dari seresah dan dicangkul sedalam ± 20cm, lalu dikering anginkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari secara langsung. Tanah diayak dengan ayakan berdiameter 0,5 cm untuk mendapatkan campuran yang homogen. Campurkan dengan kapur tohor sesuai dengan perlakuan, kemudian masukkan campuran tanah sebanyak ± 6 kg dan kapur tohor ke dalam polibag sesuai dengan perlakuan untuk penanaman. Pemberian kapur Waktu pemberian kapur dilakukan sekitar 2-4 minggu sebelum tanam atau bersamaan dengan kegiatan pengolahan tanah. Cara pemberian kapur dengan mencampurkan tanah dalam keadaan kering angin. Kebutuhan kapur sesuai dengan perlakuan. Pemberian pupuk 1. Pupuk dasar a) Diberikan sebelum tanam b) Terdiri atas dosis pupuk SP-36 sesuai dengan perlakuan, KCl 50 kg/ha setara dengan 0,2 g/tanaman, ZA 75 kg/ha setara dengan 0,3 g/tanaman dan ½ dosis Urea 50 kg/ha setara dengan 0,2 g/tanaman (0,1 g/tanaman). 2. Pupuk lanjutan d. e. minggu sesudah tanam bersamaan dengan penyiangan. b) Terdiri atas ½ dosis pupuk Urea yaitu 50 kg/ha setara setara dengan 0,2 g/tanaman (0,1 g/tanaman). Penanaman Penanaman dilakukan 2 minggu setelah pemberian kapur. Sebelum ditanam, benih diuji daya kecambahnya terlebih dahulu, jika memenuhi persyaratan dapat ditanam. Pemeliharaan 1. Penyiraman, dilakukan setiap hari. 2. Penyulaman, yaitu mengganti benih yang mati dengna benih yang baru. Waktu penyulaman pada umur 7 - 10 hari setelah tanam. 3. Penyiangan, dilakukan pada saat tanaman berumur 2-4 minggu setelah tanam, bersamaan dengan kegiatan pemupukan. Penyiangan berikutnya pada saat tanaman selesai berbunga. 4. Pemberantasan hama dan penyakit Untuk pencegahan maupun pemberantasan hama lalat bibit maka pada saat tanam tanah setiap polibag ditaburi dengan Furadan 3G. Selain menggunakan Furadan 3G juga memakai Matador pada konsentrasi 2 cc/l air. Penyemprotan dilakukan setelah tanaman berumur 2 minggu. Setelah tanaman Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 f. g. berumur 1 bulan disemprot dengan Dithane M-45 dengan konsentrasi 2 g/l air. Penyemprotan dilakukan setiap 1 minggu sekali sampai tanaman berumur 2 minggu sebelum panen. Panen Panen dilakukan apabila daundaun telah kering dan mulai rontok. Batang sudah kuning kecoklatan dan mengering, 90% berwarna kuning kecoklatan. Pengamatan Parameter yang diamati adalah sebagai berikut: 1. Tinggi tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai bagian titik tumbuh. Pengukuran dimulai 2 minggu sesudah tanam dan berakhir pada saat panen dengan interval waktu 2 minggu sekali. 2. Jumlah polong isi per tanaman Pengamatan dilakukan dengan menghitung polong yang berisi terdiri atas polong bernas dan tidak bernas pada setiap tanaman, dilakukan setelah panen. 3. Jumlah polong hampa per tanaman Pengamatan dilakukan dengan menghitung polong -polong yang tidak terdiri dan polong yang tidak bernas, dilakukan setelah panen. 4. Berat polong tiap tanaman (g) Pengamatan dilakukan dengan menimbang semua 8 h. polong baik polong isi maupun polong hampa tiap tanaman setelah tanaman dipanen. 5. Berat 100 biji (g) Pengamatan dilakukan setelah panen dengan menimbang 100 biji kedelai yang telah dikeringkan dengan sinar matahari selama 1 hari. 6. Berat biji kering per tanaman (g) Penimbangan dilakukan dengan biji kedelai yang telah dikeringkan dengan sinar matahari selama 1 hari 7. Berat segar brangkasan (g) Berat basah brangkasan dilakukan dengan menimbang seluruh bagian tanaman kecuali polong tanaman dipanen. 8. Berat kering brangkasan (g) Penimbangan dilakukan setelah brangkasan dikeringkan dengan oven pada suhu 700C - 800C selama 3 hari sampai beratnya konstan. Pelaksanaan Penelitian ini dimulai bulan April 2001 sampai Juli 2001. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tinggi Tanaman Data hasil pengukuran tinggi tanaman secara langsung disajikan pada lampiran 1. Untuk memperjelas data tersebut, dilakukan perhitungan sidik ragam dengan uji metode ortogonal polinomial (MOP) yang disajikan pada lampiran 2. Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 Dari hasil perhitungan tinggi tanaman yang dapat dilihat pada lampiran 1 menunjukkan tinggi tanaman tertinggi pada kombinasi perlakuan K1P0 (1,5 X Aldd ton CaCO3/ha dan tanpa pupuk SP-36) yaitu 112,83 cm sedangkan tinggi tanaman terrendah pada kombinasi perlakuan K2P3 (2,0 X Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 90 kg/ha). Diperjelas dengan diagram batang purata tinggi tanaman pada lampiran 17. Berdasarkan hasil perhitungan sidik ragam dengan uji ortogonal polinomial dapat dilihat bahwa semua perlakuan yaitu dosis pengapuran, dosis pupuk SP-36 maupun kombinasi dosis pengapuran dan dosis pupuk SP36 berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Adanya pengaruh tidak berbeda nyata ini diduga disebabkan keadaan lingkungan tempat penelitian yang lebih dominan berpengaruh dibandingkan dengan faktor perlakuan. Diduga suhu udara dalam rumah kaca tanah lebih menentukan pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan perlakuan pengapuran maupun pemupukan SP-36 yang dilakukan. Perlakuan pengapuran yang dilakukan berpengaruh terhadap peningkatan pH tanah penelitian yaitu antara 6 sampai 6,5 sehingga menyebabkan keberadaan unsur hara akan lebih tersedia bagi tanaman namun adanya peningkatan suhu yang relatif tinggi diduga melebihi suhu maksimum tanaman maka menyebabkan penyerapan unsur hara tersebut dari dalam tanah oleh akar terganggu. Hal ini menyebabkan semua perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan pengaruh secara nyata terhadap tinggi tanaman. Sesuai pendapat Setyamidjaja, D. (1986) yang mengata- 9 kan bahwa tujuan pemberian kapur pada tanah adalah untuk menaikkan derajat keasaman (pH) tanah pada lahan-lahan yang reaksi tanahnya asam menjadi mendekati netral dengan harga pH sekitar 6,5 sehingga sebagian unsur hara dalam tanah dalam keadaan tersedia bagi tanaman. Selanjutnya oleh Sarief, S. (1993) dikatakan bahwa tanaman untuk pertumbuhannya diperlukan suatu keadaan tata air, udara dan temperatur yang seimbang sehingga memudahkan akar tanaman menyerap unsur hara. Pertumbuhan tanaman yang baik akan dapat meningkatkan tinggi suatu tanaman. Menurut Harjadi, S.S. (1979), suhu udara yang ekstrim akan dapat merusak tanaman, suhu terlalu dingin membekukan dan suhu yang terlalu tinggi dapat mematikan tanaman. Kerusakan akibat suhu tinggi dapat dihubungkan dengan kekeringan. Pembakaran pada tanaman yang tumbuh pada suhu yang tinggi biasanya merupakan akibat dari kehilangan air pada kegiatan transpirasi yang terlalu banyak bila dibandingkan dengan absorbsi air. B. Jumlah Polong Isi per Tanaman Data hasil perhitungan jumlah polong isi per tanaman secara lengkap disajikan pada lampiran 3. Untuk memperjelas data tersebut kemudian dilakukan perhitungan sidik ragam dengan uji metode ortogonal polinomial (MOP) yang disajikan pada lampiran 3. Berdasarkan hasil perhitungan sidik ragam dengan uji ortogonal polinomial pada jumlah polong isi per tanaman (lampiran 3) dapat dilihat perlakuan dosis pupuk SP-36 berpengaruh nyata pada jenjang kuadratik; perlakuan dosis pengapuran berpeng- Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 10 aruh tidak berbeda nyata terhadap jumlah polong isi per tanaman. Interaksi kedua perlakuan menunjukkan pengaruh sangat nyata antara jenjang kubik perlakuan pengapuran dengan jenjang linier perlakuan dosis pupuk SP-36. Adapun persamaan menciptakan suatu kadar zat hara yang tinggi (unsur P) dalam tanah dan secara potensial sangat menaikkan jumlah hara yang diserap oleh akar tanaman (Golsworthy, P.R. dan N.M. Fisher, 1989). Unsur fosfor sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan generatif tanaman. Fosregresinya, adalah: for selain sangat penting dalam proses 2 dan penggandaan sel Y = 68,8818904 + 1,800 X − 0,0001070 Xpembelahan dalam tanaman juga berperan dalam R 2 = 0,00061578 pemasakan biji. Pengaruh kekurangan Y = 68,8818904 + 1,800X − ,0 0001070X 2 unsur P pada hasil produksi tanaman adalah polong yang dihasilkan R2 = ,0 00061578 berukuran lebih kecil dan jumlahnya sedikit (Osman, F., 1996). Hasil analisis menunjukkan Menurut Buckman, H.O. dan bahwa dengan pemberian pupuk SP-36 N.C. Brady (1982), pertumbuhan sampai pada dosis tertentu (P1) akan tanaman yang baik dapat tercapai bila terjadi peningkatan jumlah polong isi faktor keliling yang mempengaruhi per tanaman yaitu pupuk SP-36 sampai pertumbuhannya berada dalam pada dosis tertentu (P1) akan terjadi keadaan berimbang dan menguntungpeningkatan jumlah polong isi per kan. Bila salah satu faktor-faktor tanaman yaitu 73,375, namun apabila tersebut tidak dalam keseimbangan dosis yang diberikan ditambah ((P2 dan dengan faktor lain maka faktor ini P3) hasil yang diperoleh justru akan dapat mengurangi atau bahkan mengmenurun yaitu berturut-turut 72,667 hambat kehidupan tanaman. Karena dan 66,500. Purata jumlah polong isi penelitian dilakukan dalam rumah kaca per tanaman terendah diperoleh pada maka suhu udara atau temperatur perlakuan tanpa pemberian pupuk SPdalam rumah kaca tersebut lebih 36 (PO) yaitu 62,625. Hal ini berarti berpengaruh terhadap pertumbuhan dosis pupuk SP-36 yang diberikan maupun perkembangan tanaman. Hal berpengaruh terhadap proses pengisian ini menyebabkan belum adanya biji termasuk pembentukan polong isi pengaruh nyata perlakuan dosis per tanaman. Selanjutnya ditegaskan pengapuran terhadap jumlah polong isi oleh Isbandi, D. (1993) bahwa tangper tanaman. gapan tanaman terhadap unsur hara Apabila semua faktor yang menunjukkan maksimal pada batasmempengaruhi pertumbuhan tanaman batas tertentu dan pada jumlah yang dalam keadaan sesuai dengan kebutulebih tinggi justru hasil tanaman akan han tanaman maka suhu udara menurun karena pertumbuhannya merupakan faktor yang menentukan terhambat atau unsur tersebut berubah atau bahkan penghambat proses-proses sifat menjadi racun bagi tanaman. metabolisme dalam tubuh tanaman. Adanya pengaruh nyata ini dapat Sitompul, S.M. dan B. Guritno (1995) dijelaskan bahwa dengan adanya menjelaskan bahwa salah satu aspek pemupukan SP-36 maka akan dapat sangat penting dalam hubungan Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 tanaman dengan lingkungan adalah tanggapan tanaman itu sendiri terhadap lingkungannya. Lingkungan tanaman merupakan gabungan dari berbagai unsur yang dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu unsur penyusun lingkungan di atas tanah maupun lingkungan di dalam tanah. Apabila faktor lingkungan di dalam tanah dalam keadaan sesuai bagi tanaman maka laju pertumbuhannya akan ditentukan oleh faktor lingkungan di atas tanah. Salah satu faktor tersebut yaitu suhu udara. Terbukti bahwa dengan adanya pengapuran yang diikuti dengan penambahan pupuk SP-36 dapat meningkatkan pH tanah latosol yaitu dari pH sebelum tanam diketahui sebesar 5-5,5 menjadi 6-6,5 setelah panen. Adanya peningkatan pH diduga akan menjadikan unsur hara dalam tanah menjadi lebih tersedia bagi tanaman sehingga dapat dikatakan bahwa faktor lingkungan di dalam tanah tercukupi bagi tanaman. Adanya pengaruh tidak nyata perlakuan pengapuran dan pemupukan SP-36 terhadap jumlah polong isi disebabkan oleh suhu udara dalam rumah kaca yang relatif tinggi sehingga menghambat penyerapan hara dari dalam tanah maupun proses-proses metabolisme dalam tubuh tanaman. Didukung pendapat Harjadi, S.S. (1979) yang menyatakan bahwa sejumlah proses-proses pertumbuhan mempunyai hubungan kuantitatif dengan suhu. Di antaranya yaitu respirasi, sebagian dari reaksi fotosintesis, berbagai gejala pendewasaan, pematangan, pembungaan, pembantukan buah dan biji. Hasil perhitungan jumlah polong isi per tanaman yang dapat dilihat pada lampiran 3 menunjukkan tinggi 11 tanaman tertinggi pada kombinasi perlakuan K2P3 (2,0 X Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 45 kg/ha) yaitu sebesar 83,00 sedangkan jumlah polong isi per tanaman terendah pada kombinasi K2P3 (2,0 X Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 90 kg/ha) yaitu 50,33. Diperjelas dengan diagram batang pada lampiran 18. Apabila diamati dari hasil perhitungan purata jumlah polong isi per tanaman juga dipengaruhi oleh proses pengisian polong. Proses pengisian polong sangat ditentukan oleh kekuatan dari polong itu sendiri sebagai daerah penyimpanan dalam berkompetisi mengalihkan fotosintat sebagai daerah penyimpanan. Harjadi, S.S. (1979) menjelaskan bahwa banyaknya polong isi pertanaman dipengaruhi oleh jumlah fotosintat yang disimpan dalam polong selain juga persaingan antara organ reproduktif itu sendiri seperti terlalu banyak polong yang ada dalam mendapatkan hasil fotosintesis tersebut. Menurut Isbandi, D. (1983) apabila jumlah polong yang terbentuk terlalu banyak maka akan mengakibatkan rendahnya pertumbuhan maupun perkembangan polong itu sendiri. C. Jumlah Polong Hampa per Tanaman Data hasil perhitungan jumlah polong hampa per tanaman secara lengkap disajikan pada lampiran 5. Untuk memperjelas data tersebut kemudian dilakukan perhitungan sidik ragam dengan uji metode ortogonal polinomial (MOP) yang disajikan pada lampiran 6, diagram pada lampiran 19. Berdasarkan hasil perhitungan sidik ragam dengan uji ortogonal Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 polinomial pada jumlah polong hampa per tanaman (lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk SP36 berpengaruh nyata pada jenjang kuadratik sedangkan perlakuan dosis pengapuran maupun kombinasi dosis pengapuran dan dosis pupuk SP-36 berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap jumlah polong hampa per tanaman. Adapun persamaan regresinya, adalah: Y = 4,4574153 + 1,200 X − 0,3629 X 2 R 2 = 0,12961723 Y = 4, 574153+ 1,20 X − 0,3629X2 R2 = 0,12961723 Hasil analisis menunjukkan peningkatan jumlah polong hampa per tanaman sebanding dengan peningkatan dosis pupuk SP-36 yang diberikan sampai pada dosis 45 kg/ha (P1). Apabila dosis pupuk SP-36 yang diberikan ditambah (perlakuan P2 dan P3) dapat dilihat adanya penurunan jumlah polong hampa per tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa dosis pupuk SP-36 berpengaruh terhadap pembentukan polong hampa per tanaman pada tanaman kedelai. Adanya unsur P dalam jumlah cukup dalam tanah memacu pembentukan polong per tanaman yang semakin tinggi. Karena menurut Setyamidjaja, D. (1986), fosfat di dalam tubuh tanaman dapat mempercepat pembuangan, pembentukan maupun pemasakan biji dan polong. Jumlah polong hampa yang terbentuk dipengaruhi oleh kekuatan polong tersebut untuk berkompetisi sebagai daerah pemanfaatan dalam mengalihkan hasil-hasil fotosintesis. Adanya polong hampa karena adanya persaingan dalam memperoleh fotosin- 12 tat yang terbentuk antara organ reproduktif itu sendiri maupun dengan organ-organ vegetatif. Apabila jumlah polong yang terbentuk terlalu banyak sedang hasil fotosintesis yang terbentuk rendah maka akan mengakibatkan rendahnya pertumbuhan maupun perkembangan polong itu sendiri. Jumlah polong hampa per tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk SP-36 dosis 45 kg/ha (P1) yaitu 8,083 dan jumlah polong hampa per tanaman terendah pada perlakuan tanpa pemberian pupuk SP-36 (P0) yaitu sebanyak 4,083. Hal ini membuktikan bahwa semakin banyak polong yang terbentuk maka ada kecenderungan akan semakin tinggi pula polong hampa yang ada, sebaliknya semakin sedikit jumlah polong per tanaman maka polong hampa pertanaman juga relatif rendah. Perlakuan dosis pengapuran maupun kombinasi kedua perlakuan berpengaruh tidak terbeda nyata pada jumlah polong hampa per tanaman. Keadaan ini menerangkan bahwa faktor lingkungan lebih dominan dibandingkan faktor tanah tempat tanaman tumbuh dalam proses pengisian biji. Dibuktikan adanya peningkatan derajat keasaman tanah (pH) setelah panen yaitu mendekati normal. Dengan adanya keadaan ini seharusnya tanaman dapat melakukan proses fotosintesis dengan optimal diperoleh fotosintat yang relatif tinggi dan akan dipergunakan untuk pembentukan organ baru maupun disimpan sebagai cadangan makanan. Lebih lanjut di terangkan karena pada penelitian dilakukan di dalam rumah kaca dengan pengaruh suhu yang lebih tinggi maka diduga keadaan suhu ini akan lebih berpengaruh pada proses Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 kehidupan tanaman secara keseluruhan. Dwijoseputro, D. (1984) menyatakan bahwa suatu reaksi kimia biasa umumnya dipercepat oleh kenaikan temperatur, lain halnya dengan reaksireaksi biokimia di dalam maupun di luar sel hidup. Di dalam batas-batas tertentu maka kegiatan enzim sangat dipengaruhi oleh temperatur. Kebanyakan enzim tidak menunjukkan kegiatan lagi pada temperatur 400C, bahkan dapat mematikan banyak enzim yang berarti terhentinya pertumbuhan. Dipertegas oleh Harjadi, S.S. (1979) bahwa terhentinya pertumbuhan pada suhu tinggi merupakan suatu gambaran dari kesinambungan metabolisme yang terganggu. Bila kecepatan respirasi tertambah lebih cepat akibat peningkatan suhu/ temperatur dari pada kecepatan fotosintesis, akan terdapat kekurangan pangan di dalam tubuh tanaman. Lebih lanjut hal ini berpengaruh pada pengisian polong dan pembentukan polong hampa. Selain itu adanya bunga yang muncul menjelang panen dan melakukan penyerbukan juga diduga berpengaruh terhadap pembentukan polong hampa per tanaman. Hal ini menurut Isbandi, D. (1983) bahwa polong hampa disebabkan sudah menurunnya ketersediaan asimilat karena daun-daun yang gugur menjelang panen. Rata-rata jumlah polong hampa per tanaman tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan K3P1 (2,5 X Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 45 kg/ha) yaitu sebesar 8,83 sedangkan jumlah polong hampa per tanam terendah pada kombinasi K3P3 (2,5 X Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 90 kg/ha) yaitu sebesar 2,00. 13 D. Berat Polong per Tanaman Data hasil perhitungan berat polong per tanaman secara lengkap disajikan pada lampiran 7. Untuk memperjelas data tersebut kemudian dilakukan perhitungan sidik ragam dengan uji metode ortogonal polinomial (MOP) yang disajikan pada lampiran 8. Berdasarkan hasil perhitungan sidik ragam dengan uji ortogonal polinomial pada jumlah polong hampa per tanaman (pada lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk SP-36 berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap berat polong per tanaman. Kombinasi dosis pengapuran dan dosis pupuk SP-36 menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada jenjang interaksi antara kubik pada dosis pengapuran dengan kuadratik pada perlakuan dosis pupuk SP-36. Adapun persamaan regresinya, adalah sebagai berikut: Y = 56,3261561 + 0,0001253 X R 2 = 0,00112121 Y = 56,3261561 + 0,0001253 X R 2 = 0,00112121 Berat polong per tanaman ditentukan oleh jumlah polong isi maupun jumlah polong hampa per tanaman yang terbentuk yang diikuti dengan berkurangnya jumlah polong hampa per tanaman maka berat polong per tanaman akan relatif tinggi. Dari hasil perhitungan berat polong isi per tanaman yang dapat dilihat pada lampiran 7 menunjukkan berat polong per tanaman tertinggi pada kombinasi perlakuan K1P1 (1,5 X Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 45 kg/ha) yaitu sebesar 63,939 g Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 sedangkan berat polong per tanaman terendah pada kombinasi K0P1 (tanpa pemberian kapur dan pupuk SP-36 dosis 45 kg/ha) yaitu 50,054 g. Diperjelas dengan diagram purata berat polong per tanaman pada lampiran 20. Adanya pengaruh tidak berbeda nyata perlakuan pengapuran maupun pemberian pupuk SP-36 diduga disebabkan adanya penghambatan penyerapan unsur hara maupun pertumbuhan tanaman oleh suhu udara terhadap pembentukan dan pengisian polong yang lebih lanjut menentukan berat polong. Sesuai pendapat Sitompul, S.M. dan B. Guritno (1995) yang menyatakan bahwa apabila faktor lingkungan di dalam tanah dalam keadaan sesuai bagi tanaman maka laju pertumbuhan maupun produksi suatu tanaman akan lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan di atas tanah. Temperatur mempunyai pengaruh yang besar terhadap kegaitan fotosintesis dan respirasi. Apabila temperatur terus menerus di atas 300C maka kegiatan-kegiatan respirasi tanaman setelah 2-3 jam akan tampak berkurang. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh non-aktifnya enzim, tertimbunnya CO2, berkurangnya O2 dan berkurangnya persediaan substrat (Dwijoseputro, D., 1994). Hal ini akan berpengaruh terhadap pembentukan maupun berat polong per tanaman yang terbentuk. Karena suhu mempunyai pengaruh kuat pada reaksi biokimia dan fisiologi tanaman, juga menentukan tingkatan berbagai tugas organ tanaman, seperti absorbsi unsur mineral dan air. Fotosintesis menjadi lebih lambat pada suhu tinggi, akibatnya laju pertumbuhan terganggu. Hal ini menjelaskan adanya pengaruh tidak berbeda nyata perlakuan 14 pengapuran maupun pemberian pupuk SP-36 terhadap berat polong per tanaman. Padahal perlakuan yang diberikan diketahui telah dapat meningkatkan pH tanah penelitian (tanah latosol) menjadi 6-6,5 sehingga unsur hara lebih tersedia dalam tanah. Sesuai pendapat Agustina, L. (1990) yang menyatakan bahwa tersedianya unsur hara sangat erat hubungannya dengan pH. Secara umum ketersediaan maksimum pada kisaran pH 6,0 – 7,0. Untuk lebih jelasnya maka adanya peningkatan pH tanah oleh pengapuran dijelaskan Setyamidjaja, D. (1986) bahwa dengan dilaksanakannya pengapuran senyawa-senyawa kalsium, diharapkan kompleks absorbsi tanah akan terisi dengan kation-kation Ca2+ sehingga pH tanah yang semula asam akan berubah menjadi lebih tinggi sampai akhirnya mendekati netral karena kelebihan kation H+ dalam larutan tanah dinetralkan oleh ion-ion OH menjadi air (H2O). E. Berat 100 Biji Data hasil pengukuran berat 100 biji secara lengkap disajikan pada lampiran 9. Untuk memperjelas data tersebut kemudian dilakukan perhitungan sidik ragam dengan uji metode ortogonal polinomial (MOP) yang disajikan pada lampiran 10. Berdasarkan hasil perhitungan sidik ragam dengan uji ortogonal polinomial terhadap berat 100 biji menunjukkan bahwa semua perlakuan yaitu dosis pengapuran, dosis pupuk SP-36 maupun kombinasi dosis pengapuran dan dosis pupuk SP-36 berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap berat berat 100 biji. Menurut Isbandi, D. (1983) bahwa pertumbuhan tanaman yang Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 baik dapat tercapai bila faktor keliling yang mempengaruhi pertumbuhannya berada dalam keadaan berimbang dan menguntungkan. Faktor keliling tersebut diantaranya adalah kadar air, udara dan unsur hara dalam tanah. Apabila salah satu faktor tersebut dalam keadaan kurang menguntungkan (berlebih maupun kurang) maka akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman. Berdasarkan keterangan di atas dapat dijelaskan bahwa dalam penelitian walaupun perlakuan yang diberikan berpengaruh baik dalam meningkatkan pH tanah yang lebih lanjut akan menjadikan unsur hara tanah lebih tersedia dan menguntungkan bagi tanaman, namun faktor suhu udara yang relatif tinggi diduga lebih dominan mempengaruhi tumbuhan termasuk dalam pembantukan maupun proses pengisian polong dan biji. Dapat diingat adanya hukum minimum Leibig yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan tanaman diatur oleh adanya faktor yang berada dalam jumlah minimum dan besar kecilnya laju pertumbuhan ditentukan oleh peningkatan dan penurunan faktor tersebut. Selain yang telah dijelaskan di depan, pengaruh suhu lingkungan terhadap tanaman juga dapat dipandang dari laju transpirasi, yaitu di dalam hubungannya dengan tekanan uap air di dalam daun dan tekanan uap di luar daun. Karena udara di luar daun tidak di dalam ruang yang terbatas/ sempit seperti halnya udara di dalam daun, maka tekanan uap akan lebih tinggi yang terkurung di dalam daun. Akibat dari pada perbedaan tekanan ini maka uap air mudah berdifusi dari dalam daun ke udara bebas (Dwijoseputro, D., 1994). Hal ini 15 menyebabkan daun menjadi kering dan berpengaruh pada penghambatan proses fotosintesis yang menghasilkan fotosintat relatif rendah dan menentukan pembentukan masing-masing biji termasuk beratnya. Y = 10,6081613 + 0,04219 X R 2 = 0,11148042 Berat 100 biji Y = 10,6081613 + 0,04219 X ditentukan oleh berat maupun besarnya tiap-tiap biji. Semakin besar dan semakin tua biji maka akan dapat meningkatkan berat per biji yang terbentuk di samping kemampuan berkompetisi dalam mendapatkan fotosintat dari sumbernya. Hal ini lebih lanjut berpengaruh pada berat 100 biji. Dari hasil perhitungan berat 100 biji yang dapat dilihat dalam lampiran 9 menunjukkan berat 100 biji tertinggi pada kombinasi perlakuan K2P2 (2,0 X Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 90 kg/ha) yaitu sebesar 16,99 g, sedangkan berat 100 biji terrendah pada kombinasi K3P2 (1,5 X Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 90 kg/ha) yaitu sebesar 11,70 g. Diperjelas dengan diagram purata berat 100 biji yang disajikan pada lampiran 21. R 2 = 0,11148042 F. Berat Biji Kering per Tanaman Data hasil perhitungan berat kering per tanaman secara lengkap disajikan pada lampiran 11. Untuk memperjelas data tersebut maka dilakukan perhitungan sidik ragam dengan uji metode ortogonal polinomial (MOP) yang disajikan pada lampiran 12. Berdasarkan hasil perhitungan sidik ragam dengan uji ortogonal polinomial berat biji kering per tanaman menunjukkan perlakuan dosis Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 pengapuran menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada jenjang linier, sedangkan perlakuan dosis pupuk SP36 maupun kombinasi dosis pengapuran dan dosis pupuk SP-36 berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap berat kering per tanaman. Adapun persamaan regresinya, adalah sebagai berikut: Adanya pengaruh beda nyata pada jenjang linier perlakuan pengapuran menunjukkan bahwa dosis pengapuran yang diberikan belum menunjukkan maksimum terhdap berat iji kering per tanaman, sehingga belum diperoleh berat biji kering tertinggi. Hal ini dijelaskan oleh pendapat Setyamidjaja, D. (1986) yang menyatakan bahwa suatu pemupukan (pengapuran) akan terlihat hasilnya apabila diberikan dalam jumlah yang cukup bagi kebutuhan tanaman. Pemupukan yang diberikan dalam jumlah yang kurang maka tanaman kurang menunjukkan peningkatan hasil secara optimal. Pemberian kapur dalam tanah bagi tanaman selain dapat menaikkan derajad keasaman (pH) tanah juga dapat menambah kadar Ca yang larut dalam tanah dalam jumlah yang lebih tinggi. Hal ini diduga sangat berpengaruh pada pembentukan dan perkembangan biji yang lebih lanjut menentukan berat biji kering per tanaman Sarief, S. (1986) menyatakan bahwa penambahan kandungan Ca dalam tanaman melalui pengapuran perlu dilakukan untuk memperoleh produksi maksimum. Penambahan kandungan Ca pada tanah mempunyai efek yang baik terhadap pertumbuhan dan pembentukan polong pada 16 tanaman kacang-kacangan dengan polong yang lebih berisi. Adanya pengaruh tidak berbeda nyata perlakuan dosis pupuk SP-36 maupun kombinasi kedua perlakuan terhadap berat biji per tanaman dapat dijelaskan bahwa berat kering merupakan jumlah nutrisi yang dikandung bahan tanaman. Banyaknya bahan kering yang terkandung bahan tanaman termasuk biji sangat tergantung dari laju fotosintesis yang disimpan. Artinya menurut Gardner dkk. (1991) bahwa pembagian fotosintat juga dipengaruhi oleh kekuatan biji sebagai daerah pemanfaatan dalam mengalihkan fotosintat dan ketersediaan relatif dari sumbernya selain jumlah polong yang terbentuk. Apabila laju respirasi bertambah lebih cepat dari pda laju fotosintesis karena pengaruh suhu yang tinggi maka fotosintat yang dihasilkan relatif rendah dan kurang untuk pertumbuhan tanaman termasuk pengisian biji sehingga berat biji per tanaman yang terbentuk akan menjadi rendah. Adanya peningkatan suhu ini menunjukkan bahwa salah satu manfaat dari rumah kaca selain kondisi lingkungan / iklim lebih homogen juga akan dapat menaikkan suhu udara. Sehingga apabila keadaan cuaca kering (kemarau) maka suhu di dalam ruangan akan lebih tinggi dibanding dengan suhu di luar ruangan/alam bebas. Hal ini diduga menyebabkan perlakuan yang diberikan baik dosis pengapuran maupun dosis pupuk SP36 tidak berpengaruh nyata pada berat biji per tanaman (lampiran 12). Hasil perhitungan berat biji kering per tanaman yang dapat dilihat pada lampiran 11 menunjukkan berat biji kering per tanaman tertinggi pada kombinasi perlakuan K2P2 (2,0 X Aldd Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 90 kg/ha) yaitu sebesar 16,99 g, sedangkan berat 100 biji terendah pada kombinasi K3P2 (2,5 X Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 90 kg/ha) yaitu sebesar 11,70 g. Hal ini diperjelas dengan diagram purata berat biji kering per tanaman yang disajikan pada lampiran 22. G. Berat Segar Brangkasan Data hasil perhitungan berat segar brangkasan secara lengkap disajikan pada lampiran 13. Untuk memperjelas data tersebut maka dilakukan perhitungan sidik ragam dengan uji metode ortogonal polinomial (MOP) yang disajikan pada lampiran 14. Berdasarkan hasil perhitungan sidik ragam dengan uji ortogonal polinomial terhadap berat segar brangkasan menunjukkan bahwa semua perlakuan yaitu dosis pengapuran dan dosis pupuk SP-36 berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap berat segar brangkasan. Purata berat segar brangkasan menunjukkan hasil tertinggi pada kombinasi perlakuan K3P2 (2,5 X Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 90 kg/ha) yaitu sebesar 74,063 g, sedangkan berat segar brangkasan terrendah pada kombinasi K0P1 (tanpa pemberian kapur dan pupuk SP-36 dosis 45 kg/ha) yaitu sebesar 55,679 g (lampiran 13), dan diperjelas dengan diagram purata berat segar brangkasan pada lampiran 23. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman terdiri dari dua fase generatif dan fase vegetatif. Pada pertumbuhan tanaman tersebut akan terjadi beberapa proses penting yaitu pembelahan, pemanjangan sel dan deferensiasi sel. Proses ini berjalan cepat dan 17 memerlukan suplai karbohidrat, akibatnya pertumbuhan yang terjadi pada tanaman akan berpengaruh terhadap semua organ tanaman baik akar, batang daun maupun biji. Lebih lanjut selama pertumbuhan dan perkembangan tersebut dipengaruhi faktor dari dalam seperti genetis maupun faktor lingkungan seperti suplai unsur hara, air, suhu dan cahaya yang faktor-faktor ini dapat sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan maupun perkembangan tanaman apabila keberadaannya tidak menguntungkan bagi tanaman (Harjadi, S.S. 1979). Menurut Harjadi, S.S. (1979) bahwa proses-proses fisik dan kimiawi dikendalikan oleh suhu dan kemudian mengendalikan reaksi biologi yang berlangsung dalam tanaman. Misalnya suhu menentukan tingkat absorbsi unsur mineral dan air oleh akar tanaman. Dikatakan oleh Dwijoseputro, D. (1994) bahwa suhu merupakan faktor yang penting dalam metabolisme dan aktivitas pertumbuhan yang terjadi pada tanaman. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan tanaman kedelai sebab dengan meningkatnya suhu akan menyebabkan meningkatnya respirasi dan akan banyak substrat yang dibongkar untuk proses tersebut sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lambat atau terhambat. H. Berat Kering Brangkasan Data hasil perhitungan berat kering brangkasan secara lengkap disajikan pada lampiran 15. Untuk memperjelas data tersebut maka dilakukan perhitungan sidik ragam dengan uji metode ortogonal polinomial (MOP) yang disajikan pada lampiran 16. Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 Berdasarkan hasil perhitungan sidik ragam dengan uji ortogonal polinomial terhadap berat kering brangkasan menunjukkan bahwa semua perlakuan yaitu dosis pengapuran, dosis pupuk SP-36 maupun kombinsi dosis pengapuran dan dosis pupuk SP-36 berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap berat kering brangkasan. Adanya pengaruh tidak berbeda nyata pada semua perlakuan terhadap berat kering trangkasan menunjukkan bahwa faktor lingkungan lebih dominan dibandingkan faktor perlakuan. Setyamidjaya, D. (1986) menjelaskan bahwa pengaruh dari pemberian kapur adalah untuk meningkatkan pH tanah sehingga menjadi lebih tinggi dan mendekati netral. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan pH tanah penelitian yaitu sebelum penelitian pHnya antara 5-5,5 tetapi setelah panen pH tanahnya menjadi 6-6,5. Adanya pengaruh tidak berbeda nyata diduga disebabkan oleh pengaruh suhu udara yang lebih dominan mempengaruhi proses-proses metabolisme dalam tanaman dan berpengaruh pada berat tanaman secara keseluruhan termsuk berat keringnya. Menurut Sitompul, S.M. dan B. Guritno (995) bahwa salah satu faktor dalam pertumbuhan tanaman yang menentukan berat tanaman adalah produksi biomass yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tanaman atau sebagai cadangan makanan yang secara kasar berasal dari fotosintesis. Menurut Dwijoseputro, D. (1994), berat kering brangkasan merupakan banyaknya nutrisi yang dikandung tanaman. Oleh karena itu berat kering tanaman tergantung dari laju respirasi dan laju 18 fotosintesis serta unsur hara yang diserap tanaman. Purata berat kering brnagkasan menunjukkan hasil tertinggi pada kombinasi perlakuan K3P2 (2,5 X Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 135 kg/ha) yaitu sebesar 26,798 g, sedangkan berat kering brangkasan terrendah pada kombinasi K2P1 (2,0 X Aldd ton CaCO3/ha dan pupuk SP-36 dosis 45 kg/ha) yaitu sebesar 19,268 g. Selanjutnya diperjelas dengan diagram purata berat kering brangkasan yang disajikan pada lampiran 24. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan, sebagai berikut: 1. Perlakuan dosis pengapuran berpengaruh nyata pada jenjang linier terhadap berat biji kering per tanaman. 2. Perlakuan dosis pupuk P (SP-36) berpengaruh nyata pada jenjang kaudratik terhadap jumlah polong isi per tanaman dan jumlah polong hampa per tanaman. 3. Pada perlakuan pengapuran dengan peningkatan dosis pupuk P (SP-36) menunjukkan adanya interaksi pada pengamatan jumlah polong isi per tanaman dan berat polong tiap tanaman. 4. Hasil tertinggi berat biji kering per tanaman dicapai pada perlakuan K2P3 (2,0 X Aldd ton CaCO3/ha dan dosis pupuk SP-36 135 kg/ha) yaitu 14,26 g dan hasil purata terrendah pada perlakuan K0P0 (tanpa pengapuran dan tanpa pupuk SP-36) yaitu 6,54 g. DAFTAR PUSTAKA Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 Agustina, L. 1990. Nutrisi Tanaman. Jakarta : Rineka Karya. Anonim, 1984. Palawija. Jakarta : Gema Penyuluhan Pertanian Direktorat Jendral Tanaman Pangan. ____, 1989. “Pupuk Akar” dalam Trubus. Jakarta : Trubus Seri Teknologi XV/171/89. ____, 1991. Kedelai. Jakarta : Kanisius. Buckman, H.O. dan N.C. Brandy. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta : Bharata Karya Aksara. Darmawijaya, M.I. 1990. Klasifikasi Tanah. Dasar-dasar Teori bagi Penelitian Tanah dan Pelaksana Penelitian di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Dwijoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Pertumbuhan. Gramedia. Jakarta. Gardner, P.F., R.B. Pearce and R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Ditrjemahkan oleh Herawati Susilo, Jakarta : UI Press. Harjadi, S.S. 1979. Pengantar Argonomi. Jakarta : PT Gramedia. Isbandi, D. 1983. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Yogyakarta : Dep. Agronomi Fak. Pertanian UGM. ____, 1991. Fisiologi Tanaman. Yogyakarta : Fak. Pertanian UGM. Jutono. 1983. Dampak Pengapuran terhadap Beberapa Sifat Mikrobiologi Tanah. Yogyakarta : Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM. 19 Lingga, P. 1992. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Penebar Swadaya. Najiayati, S. dan Danarti. 1998. Palawija. Budidaya dan Analisa Usaha Tani. Jakarta : Penebar Swadaya. Rajagukguk, B. 1983. Prosiding Seminar Alternatif Program Pengapuran Tanah-tanah Mineral Masam di Indonesia. Yogyakarta : Fak. Pertanian UGM. Rinsema, W.T. 1983. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta : Bharata Karya Aksara. Sarief, S. 1993. Kesuburan dan Pemupukan Tanah. Bandung : Pusaka Buana. Samsudin dan Dadan Djakamiharja. 1985. Budidaya Kedelai. Jakarta : Pusaka Buana. Setyamidjaja, 1986. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta : Simplek. Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta : UGM. Sumarno. 1984. Kedelai dan Cara Budidayanya. Jakarta : Yasaguna. Sumarno, E.S. Rajit, H. Kuntyastuti, Darmayanti, S.A. Kasno, Suwasik dan K. Pirngadi. 1989. Hasil Penelitian Kacangkacangan. Potensi, Sumbagnan dan Tantangan. Risalah Rimposium II : Penelitian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Dep. Pertanian. Buku No. II. Suprapto, 1985. Bertanam Kedelai. Jakarta : Penebar Swadaya. Yuniarsih dan Rukmana. 1996. Kedelai. Budidaya dan pasca Panen. Yogyakarta : Kanisius. Drs. A.J. Hari Soeseno HL, Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycene max, L) Pada Tanah Latosol