MONOGRAF I. PENDAHULUAN Sebagai negara yang menempatkan pendidikan pada posisi penting maka hal tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak mendapatkan pendidikan. Dengan demikian ini ditujukan bagi warga negara laki-laki maupun perempuan. Hal ini menunjukkan negara memiliki sikap kesetaraan terhadap warga negaranya. Penyikapan oleh negara tersebut belum cukup dirasakan utuh pada tataran praksis. Dunia pendidikan cenderung masih merupakan dunia laki-laki dan menyisakan sedikit tempat untuk perempuan. Masih nampak adanya pemiskinan kesempatan dalam menempuh pendidikan. Di dalam kehidupan masyarakat pada umumnya, gejala itu dapat dilihat dari pemberian prioritas utama kepada anak laki-laki untuk memperoleh pendidikan tinggi, pada keluarga yang memiliki anak perempuan dan laki-laki. Nampak terjadi diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, yaitu adanya perlakuan yang tidak berimbang antara kedua kelompok gender. Perlakuan yang ditunjukkan sebagaimana di atas disebut bias gender. Adapun dalam pelaksanaan pendidikan formal, pada aras kelas, bias gender terjadi pada materi ajar maupun dalam proses belajar mengajar. Bias tersebut juga terdapat pada materi ajar, dapat dilihat dalam buku-buku pelajaran, munculnya pada ilustrasi, baik dalam ilustrasi maupun narasi. Umumnya penulis menggambarkan perbedaan dari keduamya dalam peran, fungsi, kedudukan, dan tanggung jawab. Selain itu adanya kecenderungan guru untuk menempatkan posisi siswa laki-laki lebih tinggi dari siswa perempuan. Padahal, pendidikan seharusnya memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memperoleh posisi yang sejajar, dengan mengacu pada usaha, kerja keras dan bukan atas dasar hak istimewa. Oleh karena itu, materi ajar yang dikemas dalam buku-buku pelajaran, dan begitu juga pelaksanaan belajar mengajar dikelas harus berwawasan gender. Untuk dapat menghasilkan buku ajar yang berwawasan gender, dan merancangserta melaksanakan belajar mengajar di kelas, para guru memerlukan suatu rambu-rambu yang dapat berfungsi sebagai pedoman baginya untuk menulis bahan ajar dan merancang kegiatan belajar mengajar yang berwawasan gender. Untuk itulah diperlukan upaya melakukan pengembangan suatu bentuk Rambu-rambu Penulisan Bahan Ajar Berwawasan Gender. Kegiatan inilah yang dilakukan dalam penelitian ini. Kegiatan ini dilaksanakan dengan melalui berbagai tahap sebagai berikut: Studi Pendahuluan, Penyusunan Draft Awal, Uji Ahli, Penyusunan Draft Kedua, Uji Coba Lapangan, dan Penyusunan Draft Akhir. II. TEORI A. Konsep Gender Istilah Gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan bentukan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan. Pembedaan ini sangat penting karena selama ini kita seringkali mencampuradukkan ciri manusia yang bersifat kodrati dan tidak berubah, dengan ciri manusia yang bersifat nonkodrati yang sebenarnya dapat berubah atau diubah. Dengan kata lain masyarakat tidak membedakan yang mana sebetulnya jenis kelamin (kodrat) dan yang mana gender. Penanaman konsep gender dilakukan sebagai pengetahuan juga berupa penanaman sikap. Sehingga gendering merupakan konstruksi sosialpsikologis berarti secara historis dan budaya. Oleh karena itu mengimplementasikan gender pada bahan ajar bagi siswa perlu disajikan penanaman pengetahuan dan sikap mengenai hal-hal yang paling dekat dengan lingkungannya. Penanaman pengetahuan yang baru dan pembentukan sikap gender memerlukan langkah-langkah yang berbeda dengan pengetahuan lainnya mengingat gender merupakan suatu pemaknaan budaya yang telah melekat di masyarakat. Fenomena ketidakadilan adanya akibat bias diskriminasi gender dapat gender, tampil seperti : dalam a. bentuk marjinalisasi (pemiskinan), b. subordinasi (penomorduaan), c. pandangan streotipe, d. kekerasaan, e. beban kerja (Simatauw M. dkk, 2001). B. Teori Belajar Untuk mendorong terjadinya strategi belajar yang dianjurkan aliran konstruktif, dapat dilakukan pembelajaran melalui beberapa metode seperti : 1. Pembelajaran Induktif. Hilda Taba mengembangkan model mengajar, dimana ia mengemukakan strategi mengajar yang meningkatkan kemampuan para siswa untuk menangani informasi. Model mengajar ini dikembangkan dengan asumsi bahwa dalam mengajar, situasi kelas merupakan kerjasama dari sejumlah kegiatan siswa. Model pembelajaran seperti ini dinilai dapat digunakan sebagai pengenalan pengalaman baru. Konsep gender bagi siswa pada saat masih merupakan konsep baru yang belum banyak dikenal oleh siswa. 2. Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran ini merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. Pembelajaran ini mempunyai enam unsur kunci seperti : pembelajaran bermakna, penerapan pengetahuan, berpikir tingkat yang lebih tinggi, kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar, responsive terhadap budaya dan penilaian autentik (University of Washington, 2001). Model pembelajaran ini dinilai sangat tepat untuk digunakan sebagai pengenalan konsep ketidaksetaraan, marginalisasi, diskriminasi, dan streotipe dapat dikembangkan saat pembelajaran. 3. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran ini cenderung mengacu pada belajar kelompok siswa, dengan menggunakan empat pendekatan : a). STAD, pembelajaran dilakukan dengan melibatkan siswa secara heterogen, mereka perlu bekerjasama menyelesaikan tugas-tugasnya, diskusi, setiap minggu ada penilaian, diumumkan tim-tim dengan skor tinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi artinya perlakuan yang diberikan adil baik kepada siswa laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berkompetisi. b). Jigsaw, cara ini tanpa melihat jenis kelamin memiliki kesempatan belajar bagian tertentu dari materi ajar dan sama-sama memiliki tanggungjawab kepada temannya untuk mentransformasi isi dari pelajaran yang telah dipelajarinya. c). Investigasi Kelompok, model pembelajaran ini memerlukan cara yang mengajarkan siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik, serta norma dan struktur kelas yang lebih rumit. Siswa dikelompokkan dengan kawannya yang cenderung memiliki minat yang sama, kemudian memilih topik yang ingin diselidiki, selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikannya. d). Pendekatan struktural, cara ini memiliki kemiripan dengan cara lain hanya saja ia dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Ada struktur yang dikembangkan untuk perolehan isi akademik, ada yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. 4. Proses Belajar Mengajar PBM tidak terlepas dari tiga komponen utama yaitu; guru, siswa dan bahan ajar. Ahli lain menyatakan proses belajar merupakan interaksi antara berbagai unsur, dengan unsur utama adalah siswa, kebutuhan sebagai sumber, serta situasi belajar yang memberikan kemungkinan kegiatan belajar. Meskipun demikian guru merupakan faktor yang cukup menentukan, seperti melakukan pengembangan bahan ajar serta perangkat lainnya. C. Perkembangan Siswa Perkembangan siswa ditinjau dari rentang usia SD/MI, sampai dengan SLTA/MA.. Umumnya para ahli perkembangan melihat dari segi aspek perkembangan setiap masa itu mencakup perkembangan; fisik, kognitif (terutama ini), emosi, sosial, moral dan kepribadian. Khusus pada penelitian ini yang dibahas adalah perkembangan kognitif, sehingga dapat diperkirakan kesanggupan mereka menangkap berbagai konsep dalam hal ini konsep yang berwawasan gender. D. Kurikulum Berbasis Kompetensi Kurikulum ini merupakan merupakan kajian ulang terhadap kurikulum 1994. KBK berorientasi pada a) hasil dan implikasi yang diharapkan pada diri siswa melalui serangkaian pengalaman belajar dan b) keberagaman yang dapat diwujudkan sesuai dengan kebutuhannya. Kurikulum ini memiliki 9 prinsip dan salah satu prinsipnya adalah “kesamaan dalam memperoleh kesempatan” . Mengingat kurikulum merupakan pijakan global maka masih dibutuhkan rambu-rambu untuk menerjemahkannya menjadi bahan ajar, dalam hal ini pedoman yang dirancang untuk memudahkan guru dalam menulis bahan ajar dan kegiatan belajar mengajar yang berwawasan gender. E. Materi Bahan Ajar Salah satu wujud dari bahan ajar/materi bahan ajar adalah buku pelajaran, dan menurut Cunnings buku merupakan komponen yang sangat penting disamping guru dan siswa. Perangkat buku pelajaran itu terdiri dari 3 komponen, yaitu buku siswa, buku guru dan buku kerja siswa. Buku pelajaran memiliki fungsi yang meliputi ; sumber yang disajikan, untuk kegiatan siswa, sebagai acuan siswa ketika belajar, dorongan untuk berkegiatan di kelas, perwujudan silabus, sebagai sumber dalam tugas mandiri, bantuan bagi guru yang kurang berpengalaman. Topik dan bahan dalam buku pelajaran harus memiliki wacana yang dipilih berdasarkan konteks sosial, budaya dan kehidupan siswa sehingga menarik minat siswa. Bahan yang kontekstual dan mengandung topik yang menarik mampu memberi informasi, tantangan, dorongan memperkaya pengalaman, meningkatkan kepekaan bathin dan sosial, mengembangkan kepercayaan diri, mengembangkan kemampuan untuk memperhitungkan, serta meningkatkan keberanian siswa dalam mengambil keputusan. F. Evaluasi Pembelajaran. Dalam rangka menjaring hasil kerja siswa, maka pelaksanan penilaian dapat berbentuk, tes tertulias, penampilan (performance), penugasan atau proyek, dan portofolio. Tugas yang diberikan dapat berbentuk tugas individual maupun tugas kelompok. Dalam membuat penilaian yang akurat dan adil guru harus bersikap optimal yaitu : 1) memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja siswa dari sejumlah penilaian yang dilakukan dengan berbagai strategi dan cara, 2) membuat keputusan yang adil terhadap penguasaan kemampuan siswa dengan mempertimbangkan hasil kerja yang dikumpulkan. Guru menetapkan tingkat pencapaian siswa berdasarkan hasil belajarnya pada kurun waktu tertentu dan dalam berbagai rentang situasi. III. METODOLOGI Proses pengembangan rambu-rambu penulisan berwawasan ajar dilakukan dalam rangkaian kegiatan yang tersistematis dengan melalui langkah-langkah dibawah ini : 1. Studi pendahuluan ; merupakan bentuk studi terhadap dokumen dan pustaka atas buku-buku pelajaran dan artikel-artikel lain yang ada dalam Jurnal Perempuan, dengan menggunakan analisis gender. Kesemuanya ditelaah pada uraian materi, bahasa yang digunakan, contoh uraian, serta ilustrasi. Meliputi 6 kelompok mata pelajaran. Mendidkusikan hasil analisis materi bahan ajar dan penelitian, kemudian menyusun laporan hasil studi pendahuluan. 2. Penyusunan Draft I . Berdasarkan studi pendahuluan, tim penyusunan menyusun draft 1 rambu-rambu bahan ajar berwawasan gender, yang terdiri dari 3 bab, yaitu pendahuluan, kajian teoritik serta penulisan bahan ajar dan kegiatan belajar mengajar. 3. Uji Ahli Draft yang telah tersusun untuk selanjutnya direview oleh ahli. Review yang dilakukan para ahli bertujuan untuk mengetahui Ketepatan penulisan. Para ahli melakukan analisis dan koreksi atas draft yang telah disusun, meliputi keterbacaan, muatan gender dan kesesuaian kurikulum. Penganalisaan para ahli yang memiliki kredibilitas di bidangnya masing-masing. Adapun yang dilakukan adalah analisis pada konten, fokus analisis disesuaikan dengan tujuannya. Alat ukur yang digunakan untuk review adalah dalam bentuk angket terbuka dengan memberi peluang dua pilihan jawaban, yaitu: memadai dan tidak memadai dan diikuti dengan keterangan atau sasaran sebagai penjelasan atas pilihan jawaban yang dibuat oleh ketiga ahli. Review dilakukan pada keseluruhan isi rambu-rambu penulisan yang dihasilkan, meliputi dasar berpikir, landasan konsep teoritis dan draft 1. 4. Penyusunan Draft II Berdasarkan koreksi dari tiga ahli, tim penyusun melakukan perbaikan atas draft I, sehingga terjadi beberapa perubahan, dalam hal ini menyangkut isi dari pedoman rambu-rambu berwawasan gender. Hasil revisi ini disebut dengan draft II rambu-rambu penulisan bahan ajar berwawasan gender. 5. Ujicoba Lapangan Ujicoba selanjutnya adalah ujicoba lapangan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keterterimaan dan kesesuaian rambu-rambu yang telah disusun apabila diterapkan di lapangan. Kegiatan ini dilakukan pada lima propinsi, yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan. Adapun responden adalah para guru, mulai dari tingkat SD dan/atau MI, SMP/MTs, dan SMU/MA, meliputi mata pelajaran kelompok IPA, IPS, Agama, Kertakes dan Penjaskes. Jumlah responden dengan target 60 orang ternyata beberapa berhalangan pada hari pelaksanaan, sehingga jumlah yang ada 56 orang. Alat ukur yang digunakan adalah instrumen untuk mengukur tingkat keterterimaan yang dimaksud yakni kejelasan isi rambu-rambu penulisan bahan ajar yang mengacu pada KBK, Wawasan Gender, dan keterbacaan/kejelasan bahasa. Waktu pelaksanaan ujicoba adalah minggu ke 3 dan 4 bulan September 2003. IV. H A S I L Ujicoba di lapangan melibatkan 56 responden yakni guru dari tingkat SD/MI sampai dengan SMA/MA. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pedoman penulisan bahan ajar yang berwawasan gender 91,11% dapat diterima, dengan nilai rerata dari jawaban responden adalah 37, 56%. Adapun substansi yang dinilai dan kriteria penilaiannya, adalah 96% untuk pendahuluan mudah dipahami, 98% menyatakan sistematika penulisan runtut; kerangka penulisan cocok, dapat diterapkan dan mudah dipahami, masing-masing simpulan itu dinyatakan oleh 93%, 89%, dan 88% responden; topik hasil belajar penting, dan mudah dipahami, masingmasing dinyatakan dengan 89% dan 95% responden; indikator hasil belajar penting, dapat diterapkan, dan mudah dipahami, masing-masing simpulan itu dinyatakan oleh 95%, 95%, dan 89%; topik tentang materi, penting dan mudah dipahami, masing-masing dinyatakan 89% dan 93%; topik tentang latihan, penting, mudah dipahami, dan dapat diterapkan, masing-masing 96%, 89%, 88%; topik tentang evaluasi penting, mudah dipahami, dapat diterapkan, masing-masing dinyatakan 95%, 93% dan 95%; topik kegiatan belajar-mengajar (KBM) penting, mudah dipahami, dan dapat diterapkan dinyatakan 89%, 91%, dan 95%; topik prinsip-prinsip KBM, penting, mudah dan dapat diterapkan, masing-masing dinyatakan oleh 93%, 93%, dan 98%; topik langkah pembelajaran, penting, mudah dipahami, dan dapat diterapkan,91%, 98% dan 96%; Topik kegiatan guru, penting, mudah dipahami dan diterapkan di nyatakan 86%, 95%, dan 96%; topik kegiatan siswa, penting, mudah dipahami, dan dapat diterapkan, dinyatakan 84%, 95%, 95%; gambar dengan penjelasan penyertanya, memadai dinyatakan 91%; ilustrasi naratif, mudah dipahami, dinyatakan 91%; tata letak memadai, dinyatakan 84 %; alur pikir, memadai dinyatakan 88%; sistematika penulisan memadai dinyatakan 88%, ilustrasi memadai dinyatakan 73%;ukuran buku memadai dinyatakan 75%; dan jenis serta ukuran huruf yang digunakan dalam draft rambu-rambu penulisan bahan ajar berwawasan gender memadai keseluruhan responden menjawab 84% menyatakan ya. Berdasarkan jenis kelamin responden perempuan 90,99% dan laki-laki 91,22% menyatakan draft rambu-rambu penulisan bahan ajar berwawasan gender baik. Artinya yang dimaksud yakni jelas isinya mengacu kurikulum berbasis kompetensi, dan mengandung wawasan gender; juga dari segi kebahasan yakni penggunaan bahasanya jelas. Data berdasarkan wilayah menunjukkan : Jawa Timur 94.46%, Jawa Barat 91.80%, Sulawesi Selatan 90.48%, Sumatra Barat 91.13%, Bali 87.48% responden yang menyatakan baik dan jelas isinya serta kebahasaan yakni penggunaan bahasanya jelas mencakup pilihan kata yang digunakan, sistematika penulisan dengan keruntutan penyampaiannya sehingga mudah dipahami. Berdasarkan analisis tersebut, disimpulkan draft Rambu-Rambu Penulisan Bahan Ajar Berwawasan Gender yang diujicobakan dapat diterapkan untuk digunakan sebagaimana tujuan yang mendasari perancangannya. Namun demikian, perlu diperbaiki dahulu merujuk kepada kritik dan saran-saran dibuat daftar istilah dan definisi/pengertiannya. V. IMPLIKASI 1. Berdasarkan saran-saran dan kritik di atas untuk selanjutnya dilakukan ; 2. Perbaikan dengan membuat daftar istilah dan definisi/ pengertiannya, yang dimaksud adalah istilah-istilah teknis yang berhubungan dengan KBK serta Wawasan Gender. 3. Dibuat daftar isi untuk menjadi bagian dari Rambu-Rambu Penulisan Bahan Ajar Berwawasan Gender produk akhir pengembangan. 4. Perlunya perbaikan tampilan pada proses pencetakan. 5. Sosialisasi Rambu-ramabu ini kepada guru dan penulis bahan ajar. Sekaligus sosialisasi wawasan kesadaran gender dan wawasan KBK kepada guru maupun penulis. 6. Perlunya pelatihan kemampuan penerapan KBM yang mengacu kepada KBK dan Wawasan Gender. 7. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan yang ditujukan untuk menghasilkan prototipe bahan ajar berwawasan gender untuk tingkat Pendidikan SD/MI,SLTP/MTs, dan SMAUMA. DAFTAR PUSTAKA Adam Geralf R. & Gullotta Thomas (1983), Adolencent life experience. California California : Brooks/Cole Publishing Company. Ardhana, Wayan (1997) “Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik : Pemecahan Masalah Belajar di Abad XXI., Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran, di Malang, 26 Juni 1997. Brooks, J.G. dan Brooks, M.G. (1993). In search of understanding : the case for constructivist classrooms. Alexandria, Va. ; ASCD Carin and Sun (1985). Teanching Science Through Discovery. Charles Merill Publishing Co Colombus Toronto. Dahar R.W. (1989) Teori-teori Belajar. Bandung : Penerbit Erlangga Good, T.L. dan Brophy, J., (1995). Contemporary Educational Psychology. 5th ed. N.Y.: Longman Publishers USA. Hurlock E. (1991), Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan dari “ Developmental Psychology: A Life-Span Aproach.” 1980. Jakarta : Erlangga. Hullfish el al. (1981), Reflective Thinking The Method of Education, Ohio Puskur (2002) Pengembangan Silabus KBK, Jakarta : Litbang Depdiknas. Puskur (2002) Pelaksanaan KBK, Jakarta: Litbang Depdiknas. Puskur Balitbang (2002) Kurikulum Hasil Belajar Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta: Litbang Depdiknas. Puskur Balitbang (2002) Kurikulum Hasil Belajar Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, Jakarta : Litbang Depdiknas. Puskur Balitbang (2002) Kurikulum Hasil Belajar Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Sekolah Menengah Madrasah Aliyah , Jakarta : Litbang Depdiknas. Atas dan