ABSTRAK Di abad pertengahan berkembang mitologi Jepang abad pertengahan ( Chusei Nihongi ) dengan isi yang berbeda dari mitologi sebelumnya. Mitologi Jepang abad pertengahan tetap berpedoman pada Nihonshoki tapi dikembangkan hingga menjadi sangat berbeda dengan versi aslinya. Mitologi Jepang abad pertengahan ditemukan dalam epik perang seperti Taiheki, buku penggubahan syair dan anotasinya, serta berbagai Engi (buku catatan asal-usul dan sejarah milik kuil agama Buddha dan Shinto). Dalam mitologi Jepang abad pertengahan, berbagai kami dalam Kojiki dan Nihonshoki berdasarkan teori Honji Suijaku dikenali sebagai perwujudan sementara para Buddha dan Bodhisattva atau dianggap sejajar. Selain itu, mitologi Jepang abad pertengahan bercampur dengan unsur-unsur yang diambil dari seni dan cerita rakyat, mitologi berbagai daerah, serta menampilkan tingkat kedewaan dan benda-benda yang tidak ada di dalam Kojiki dan Nihonshoki. Menurut kepercayaan Jepang bahwa Dunia berawal di Takamonahara di sana lahir berbagai kami seperti Kotoatmasuki dan Kaminoyonayo Kami yang lahir paling akhir adalah dua bersaudara Izanagi (Izanaki) dan Izanami. Universitas Sumatera Utara Masyarakat Jepang terkenal sebagai masyarakat yang patuh terhadap adat istiadat yang telah diturumkan oleh para leluhurnya. Dalam penyelenggaraan ritus atau upacara keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Jepang, banyak hal yang dipersiapkan seperti halnya dalam penyambutan kehadiran dewa-dewa di bumi. Masyarakat Jepang percaya bahwa pada saat upacara atau ritual-ritual dilakukan, dewa akan turun dari langit melalui pohon yang besar dan tinggi menjulang dan pohon tersebut akan berfungsi sebagai yorishiro atau tempat bersemayamnya para dewa. Pohon yang paling tepat untuk dijadikan yorishiro adalah pohon yang senantiasa hijau sepanjang tahun dan menjulang tinggi. Pohon yang biasa digunakan adalah pohon cemara. Dari anggapan tentang yorishiro, kemudian muncul pemikiran untuk membangun yashiro atau jinja (kuil untuk tempat beribadah penganut Shinto), di tempat yang tinggi dan di sekitarnya banyak terdapat pohon cemara (Matsuhara, 1986 : 157). Ketika diadakan upacara-upacara untuk dewa, ranting-ranting pohon dari tanaman yang senantiasa hijau ini dipajang tegak lurus dan mereka percaya bahwa itulah tangga bagi dewa yang akan mendengarkan permohonan atau memberi keselamatan dan kebahagiaan bagi keluarga, kelompok atau wilayah pada tahun itu. Ranting-ranting itu diambil dari pohon cemara atau sakaki (pohon yang Universitas Sumatera Utara digunakan untuk oharai atau upacara penyucian dalam kepercayaan Shinto). Ada beberapa konsep yang mengatakan pohon memiliki nilai tersendiri dalam religi atau keberadaan kepercayaan jepang, maka ada beberapa pohon yang dianggap bermakna. Dan pohon cemara bermakna sebagai kepercayaan umum Shinto. Hal tersebut menyebabkan masyarakat Jepang menghargai keberadaan pohon dan tidak sembarangan menebangnya. 3 Universitas Sumatera Utara