PENERAPAN PEMBELAJARAN POHON MATEMATIKA PADA MATERI BANGUN DATAR SEGITIGA DAN SEGIEMPAT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VII-5 SMP NEGERI 13 BALIKPAPAN Arfiana Herawati, Toto Nusantara, dan Subanji Mahasiswa S2 Pendidikan matematika Universitas Negeri Malang, Dosen Matematika, Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Dosen Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected], [email protected], [email protected] ABSTRAK: Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah dapat mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi, dan dugaan serta mencoba-coba dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa open ended dan problem posing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pohon Matematika merupakan perpaduan antara problem posing dan open ended serta Pohon Matematika merupakan pembelajaran alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan kreatifitas siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII-5 SMP Negeri 13 Balikpapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan Pohon Matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VII-5 SMP Negeri 13 Balikpapan. Pembelajaran dengan Pohon Matematika yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa adalah pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) menyajikan materi, (2) memberikan masalah dan menyelesaikan bersama, (3) memberikan media pohon matematika, (4) membangun masalah yang diketahui jawabnya atau menentukan penyelesaian masalah open ended, (5) mengoreksi dan menilai masalah atau jawaban yang disusun, (6) mendiskusikan masalah yang sulit. Kata Kunci: Pohon Matematika, Berpikir kreatif Trianto (2009:6) mengungkap-kan bahwa banyak kritik yang ditujukan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah informasi/konsep belaka. Penumpukan informasi/konsep pada subjek didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada subjek didik melalui satu arah seperti menuang air ke dalam sebuah gelas. Tidak dapat disangkal, bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh subjek didik. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan masalah. Untuk itu yang terpenting terjadi belajar yang bermakna dan tidak hanya seperti menuang air dalam gelas pada subjek didik. Dalam kondisi demikian faktor kompetensi guru dituntut, dalam arti guru harus mampu meramu wawasan pembelajaran yang lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Keadaan seperti di atas juga dirasakan peneliti sebagai pengalaman sewaktu mengajar mata pelajaran mate- 503 Herawati, dkk, Pembelajaran Pohon Matematika, 504 matika. Kemampuan siswa dalam berpikir kreatif, komunikasi dan koneksi matematis, serta pemecahan masalah dirasakan masih kurang. Kalaupun pembelajaran dicoba difokuskan pada berpikir matematis tingkat tinggi, masih dirasakan menyita waktu banyak dan hasilnya tidak segera tampak sehingga khawatir akan mengganggu porsi waktu untuk belajar topik lainnya. Dan berdasarkan wawancara peneliti dengan guru matematika kelas VII-5 yang mengajar di SMP Negeri 13 Balikpapan pada tanggal 20 Agustus 2012, diungkapkan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah dirasakan masih kurang, salah satunya adalah tentang keliling dan luas bangun datar dalam menyelesaikan masalah. Hal ini diperkuat dari data ulangan harian siswa tentang materi keliling dan luas bangun datar segitiga dan segiempat dalam pemecahan masalah, masih banyak siswa yang mendapat nilai di bawah standar kriteria ketuntasan minimal (KKM). Masih rendahnya nilai siswa diduga karena siswa kurang memahami konsep dari keliling dan luas bangun datar. Siswa terbiasa menghafal rumus dan menyelesaikan soalsoal dengan penyelesaian yang bersifat tertutup atau jawaban tunggal sehingga dirasakan kemampuan berpikir kreatif siswa masih kurang. Hasil pengamatan di kelas terhadap aktivitas siswa juga memperlihatkan ada indikasi siswa kurang aktif dan kreatif dalam belajar. Siswa jarang menyampaikan ide atau gagasan dan dalam meyelesaikan soal siswa kurang berani untuk menyelesaikan dengan cara yang berbeda dari contoh yang diberikan oleh guru. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka kegiatan kolaborasi antara guru, siswa, dan dosen untuk mengkonstruksi komponen-komponen pembelajaran matematika yang berpotensi untuk menumbuhkembangkan kemam-puan berpikir kreatif siswa perlu dilakukan. Guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, metode, pendekatan atau model pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dan banyak melibatkan siswa secara aktif serta berfikir kreatif dalam belajar. Untuk itu diperlukan suatu model pembelajaran yang lebih berorientasi pada siswa, dimana dalam kegiatan pembelajarannya lebih menekankan kepada keterlibatan siswa secara aktif dalam memahami konsep-konsep atau prinsip matematika. Dengan demikian memungkinkan pembelajaran yang dilakukan menjadi lebih bermakna karena siswa tidak hanya belajar untuk memahami sesuatu, tetapi juga belajar melakukan dan menemukan kosep-konsep secara mandiri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa open ended dan problem posing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Meskipun open ended sangat baik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa, namun banyak guru yang masih kesulitan menerapkannya. Hal ini dapat terjadi, karena “tidak mudah” untuk mengkonstruksi masalah yang memiliki jawaban atau prosedur penyelesaian tidak tunggal. Begitupun dalam menerapkan problem posing, “tidak mudah” bagi guru untuk memilih stimulus yang dapat digunakan untuk membangkitkan masalah. Karena itu, perlu ada pendekatan pembelajaran yang mampu memadukan open ended dan problem posing serta mudah pelaksanaannya bagi guru. Pembelajaran dengan Pohon Matematika merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasinya. Seperti yang diungkapkan oleh Subanji (2011) bahwa Pohon Matematika merupakan perpaduan antara problem posing dan open ended serta Pohon Matematika merupakan pembelajaran 505, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan kreativitas siswa. Pohon matematika merupakan suatu media yang dapat digunakan untuk mengembangkan kreativitas siswa. Pohon matematika memadukan pendekatan dari model open ended dan problem posing. Problem posing mengarahkan siswa untuk mengajukan masalah, sedangkan open ended mengarahkan kepada siswa untuk menyelesaikan soal yang memiliki jawaban atau cara penyelesaian tidak tunggal. Dalam pembelajaran dengan pohon matematika, guru menyajikan pohon sebagai pokok bahasan, dahan sebagai jawaban atau masalah. Jika dahan berisi jawaban, maka siswa diminta mengkonstruksi soal di daunnya. Jika dahan berisi masalah (syaratnya masalah harus open ended), maka siswa mencari semua jawaban sebagai daunnya. Untuk mengonstruksi pohon matematika ini, tentunya siswa harus memahami konsep secara utuh dan mendalam. Selain itu siswa harus berpikir lebih keras, untuk mengkaitkan antara konsep, masalah, dan jawaban yang disediakan. Dalam hal ini, siswa tidak cukup jika hanya mengingat prosedur yang dicontohkan oleh guru. Dalam pembelajaran matematika dengan pohon matematika, semakin banyak masalah yang dibuat, maka pohon tersebut semakin memiliki banyak daun, berarti semakin ‘ rindang’. Sebaliknya bila daun yang dibuat salah, maka daun tersebut menjadi ‘benalu’ yang mengurangi kesuburan pohon. Dari kerindangan pohon matematika ini, dapat dilihat kreativitas siswa (Subanji, 2011) Sebagai contoh pohon matematika adalah pohon luas persegi panjang, bisa dibuat dahan (stimulus) yaitu “ menentukan ukuran persegi panjang yang luasnya 60 cm2, siswa diminta untuk mencari sebanyak-banyaknya daun yang berupa gambar persegi panjang yang luasnya 60 cm2. Adapun contoh pohon luas persegi panjang disajikan pada gambar berikut. Buatlah sebanyak-banyaknya persegi panjang yang luasnya 60 cm2 dan tentukan ukurannya! Luas p.panjang panjang Gambar 1 Pohon Luas Persegi Panjang Jika dahan berisi jawaban, maka siswa mengkonstruksi soal di daunnya. Dalam tugas ini kemampuan yang dituntut dari siswa tidak hanya sekedar menyelesaikan masalah tetapi juga harus mengkonstruksi masalah. Dengan demikian pengetahuan siswa tentang prosedur penyelesaian masalah tidak cukup untuk membangun pohon matematika. Siswa harus mampu mengkaitkan berbagai konsep sehingga menjadi bahan untuk membangun daun dari pohon matematika. Sebagai contoh pohon matematika keliling persegi panjang. Bisa dibuat dahan (stimulus) yaitu Herawati, dkk, Pembelajaran Pohon Matematika, 506 “ sebuah informasi mengenai kebun yang berbentuk persegi panjang dengan luas 120 m2”. Siswa diminta membuat soal sebanyak-banyaknya beserta jawabannya berkaitan dengan informasi yang diberikan. Adapun contoh pohon keliling persegi panjang disajikan pada gambar berikut. Ajukan pertanyaan sebanyak-banyaknya dari informasi berikut! Kakek mempunyai sebidang tanah berbentuk persegi panjang yang luasnya yang luasnya 120 m2. Harga 1 m2 tanah tersebut adalah Rp 350.000,- Keliling p. ppanjang Gambar 2 Pohon keliling persegi panjang METODE Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif sedangkan jenis penelitiannya adalah penelitian tindakan kelas. Instrumen pada penelitian ini terdiri dari lembar validasi instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran, lembar observasi aktivitas guru dan siswa serta tes hasil belajar. Data pada penelitian ini meliputi data hasil validasi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian yang berasal dari validator, data hasil observasi aktivitas guru dan siswa yang berasal dari observer, dan data hasil tes di akhir tindakan yang berasal dari siswa. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan langkah-langkah menganalisis data menurut Mills dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan. Data dalam penelitian ini yaitu data hasil validasi, data hasil observasi aktivitas siswa dan guru serta hasil tes siswa selanjutnya direduksi, dipaparkan dan ditarik kesimpulan berdasarkan kriteria keberhasilan untuk masing-masing data tersebut. Berdasarkan hasil kesimpulan ini, ketiga data tersebut dibandingkan yaitu membandingkan data hasil validasi dari validator, data hasil observasi dari observer dan data hasil tes siswa dari siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran Pohon Matematika yang dilaksanakan dalam penelitian ini mengikuti model Pohon Matematika dengan sintaksnya adalah sebagai berikut: (1) Menyajikan materi. Dengan berdasarkan prinsip konstruktivisme, guru hanya memberikan strategi agar siswa mampu menemukan sendiri rumus luas dan keliling bangun datar (2) Memberikan masalah dan menyelesaikan bersama. Guru memperkenalkan soal-soal dengan pendekatan open ended dan problem posing dengan memberikan informasi atau masalah dan menyelesaikannya bersama agar 507, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 siswa lebih terbiasa mengerjakan soal-soal berbentuk open ended atau problem posing dalam pembelajaran dengan Pohon Matematika (3) Memberikan media pohon matematika. Pohon Matematika terdiri dari pohon dan dahan. Pohon berisi pokok bahasan dan dahan berisi jawaban/ informasi atau masalah, (3) Membangun masalah yang diketahui jawabnya atau menentukan penyelesaian masalah open ended. Siswa menumbuhkan daun pada dahan Pohon matematika dengan membuat soal dari soal/informasi yang diberikan atau menyelesaikan soal yang penyelesaiannya terbuka (5) Mengoreksi dan menilai masalah atau jawaban yang disusun. Jawaban atau soal yang dibuat saling ditukarkan antar kelompok untuk diperiksa kebenaran jawaban dan menjawab soal yang dibuat oleh kelompok lain (6) Mendiskusikan masalah yang sulit. Jika ada soal/masalah yang dianggap sulit oleh siswa, maka soal tersebut akan didiskusikan oleh guru bersama siswa. Kemampuan berpikir kreatif siswa dilihat selama proses pembelajaran yaitu dari hasil kerja siswa melalui Lembar Kerja Siswa dan setelah pembelajaran yaitu dari hasil tes siswa. Asesmen selama pembelajaran meliputi aspek kognitif berdasarkan kriteria kelancaran, fleksibilitas, dan kebaruan. Tabel 1 Rubik Asesmen Kemampuan Berpikir Kreatif Kriteria berpikir kreatif Indikator Siswa mampu membuat banyak masalah Mengajukan masalah yang dapat dipecahkan Kemampuan berpikir lancar Siswa mampu menyelesaikan masalah dan (fluency) Menyelesaikan masalah memberikan banyak jawaban terhadap masalah tersebut Siswa mampu mengajukan masalah yang Mengajukan masalah dapat dipecahkan dengan cara-cara yang Kemampuan berpikir berbeda luwes Siswa mampu menggunakan beragam (flexibility) Menyelesaikan masalah strategi penyelesaian masalah Siswa mampu mengajukan masalah yang Mengajukan masalah bersifat baru, unik, atau tidak biasa Kemampuan berpikir kebaruan Siswa mampu menggunakan strategi yang (novelty) Menyelesaikan masalah bersifat baru, unik, atau tidak biasa dalam menyelesaikan masalah (Sumber: dimodifikasi dari Mahmudi, 2010) Berikut disajikan hasil kerja siswa dari salah satu kelompok dalam menumbuhkan daun pada Pohon Matematika. Herawati, dkk, Pembelajaran Pohon Matematika, 508 Jawaban memenuhi aspek kebaruan Jawaban fleksibel Hasil jawaban siswa dalam menumbuhkan daun Pohon Matematika berisi soal cerita yang berkaitan dengan luas jajargenjang. Siswa diminta mencari ukuran alas dan tinggi dari suatu kue yang bentuknya jajar genjang yang luasnya adalah 60 cm2. Siswa tidak mengalami kendala karena pada penyajian materi siswa sudah mengetahui rumus luas jajargenjang. Siswa menuliskan ukuran alas dan tinggi yang mungkin pada daun Pohon Matematika. Kelompok 2 dapat menumbuhkan 8 daun, diantaranya dengan 5 daun siswa menuliskan alas dan tinggi dengan bilangan asli. Jawaban antara daun yang satu dengan yang lain menggunakan bilangan berbeda. Berarti siswa sudah fasih dalam menjawab soal. Siswa menuliskan alas dan tinggi dengan bilangan desimal pada 2 daun yang menunjukkan kefleksibiltasan siswa dalam menjawab soal dan 1 daun dengan satuan yang berbeda. Siswa menentukan alasnya 0,2 m dan tingginya 0,03 m sehingga luasnya 0,006 m2 atau 60 cm2. Jawaban siswa ini memenuhi aspek kebaruan karena berbeda dengan kelompok lain yang menjawab dengan menggunakan satuan cm. Soal fleksibel Soal memenuhi aspek kebaruan Hasil jawaban siswa dalam menumbuhkan daun Pada Pohon Matematika ini, siswa diminta membuat soal berdasarkan gambar jajargenjang yang diberikan. Siswa menuliskan soal pada daun Pohon Matematika. Dari hasil pekerjaan kelompok 2 didapatkan bahwa kelompok ini mampu menumbuhkan 6 daun. 3 soal yang dibuat siswa menanyakan tentang 509, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 luas, keliling, dan berapa pasang jumlah sisi yang sejajar. Jika siswa dapat menjawab dengan benar, siswa memenuhi aspek kefasihan. 1 daun berisi soal dengan penyelesaian terbuka, yaitu siswa menanyakan alas dan tinggi yang mungkin jika luasnya 48 cm2. Penyelesaian terbuka menunjukkan siswa sudah fleksibel dalam membuat soal. 1 soal dikatakan baru, yaitu siswa menanyakan jumlah sudut-sudut yang berdekatan. Dari hasil pengamatan, soal ini tidak dibuat oleh kelompok lain sehingga termasuk dalam aspek kebaruan dalam kemampuan berpikir kreatif. Jawaban memenuhi aspek kebaruan Hasil jawaban siswa dalam menumbuhkan daun Pohon Matematika berisi soal cerita yang berkaitan dengan keliling segitiga. Soal ini juga mengaitkan pemahaman siswa dengan keliling persegi yang telah dipelajari sebelumnya. Siswa harus mengetahui konsep keliling persegi dan segitiga untuk menyelesaikannya. Dari hasil jawaban yang diberikan, kelompok 2 mampu menumbuhkan sembilan daun dengan jawaban setiap daun berbeda. Dengan keragaman jawaban diberikan, siswa sudah memenuhi aspek kefasihan. Dari 3 daun siswa,memberikan jawaban sisi-sisi untuk segitiga sama kaki yaitu dengan sisi-sisi 20 cm; 10 cm; 10 cm yang kelilingnya adalah 40 cm. Daun berikutnya dengan sisi-sisi 10,5 cm; 10,5; 19 yang kelilingnya juga 40 cm. Serta sisi-sisi yang berukuran cm; cm; cm yang kelilingnya adalah 40 cm. Untuk daun yang lain siswa memberikan ukuranukuran sisi untuk segitiga sebarang. Hal ini bisa dikatakan siswa sudah memenuhi aspek fleksibiltas karena siswa mampu menuliskan ukuran untuk segitiga sama kaki dan segitiga sebarang. Siswa juga menunjukkan aspek kebaruan, dengan menuliskan ukuran sisi yang merupakan bilangan pecahan, karena jawaban ini berbeda dari kelompok lain. Setiap akhir siklus pembelajaran, peneliti memberikan tes kreatif secara tertulis yang bentuk soalnya adalah open ended dan problem posing. Setelah diadakan tes dua kali, terjadi peningkatan skor tes kemampuan berpikir kreatif antara siklus I dan siklus II. Secara keseluruhan persentase peningkatan dapat dilihat dari tabel berikut ini. Herawati, dkk, Pembelajaran Pohon Matematika, 510 Tabel 1. Kemampuan berpikir kreatif siswa pada siklus I dan siklus II Kemampuan Kategori Kemampuan berpikir kreatif Siklus I 26,9% Kurang baik Meningkat 15,06% Siklus II 41,96% PENUTUP Kesimpulan Melalui penerapan pembela-jaran dengan Pohon Matematika pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa meningkat dari kategori kurang baik menjadi kategori cukup baik. Perolehan persentase kemampuan berpikir kreatif siswa pada siklus I sebesar 26,90% dan pada siklus II sebesar 41,96%. Ini berarti terjadi peningkatan persentase kemampuan berpikir kreatif siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 15,06%. Cukup baik Saran Dalam pembelajaran matema-tika di kelas, peneliti menyarankan kepada guru yang mengajar matematika dapat menggunakan media Pohon Matematika untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi, dan dugaan serta mencoba-coba dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2007. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas Elwan, A. (2000). Effectiveness of Problem Posing Strategies on Prospective Mathematics Teachers’ Problem Solving Performance. Journal of Science and Mathematics Education in Southeast Asia. Herman, Tatang. 2005. Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Hudojo, H. 1998. Pendidikan Matematika Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah disajikan pada seminar Nasional “ Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Era Globa- lisasi”. Program Pascasar-jana IKIP Malang: 4 april. Mahmudi, Ali. 2010. Pengaruh Strategi MHM Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Persepsi Terhadap Kreativitas. Makalah termuat pada Jurnal Cakrawala Pendidikan. Yogyakarta: UNY Milles and Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rosidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Munandar, U. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineca Cipta M, Pittalis dkk. 2004. A Structural Model For Problem Posing. Cyprus: University of Cyprus, Department of Education 511, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 NCTM. 2005. Teaching Children Mathematics: Posing and Solving Problem. Reston: The National Council of Teaching Mathematics, Inc. Siswono, Tatag Y.E. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya: UNESA University Press Silver, Edward & Cai, Jinfa. 1996. An Analysis of Arithmetic Problem Posing By Middle School Students. Journal For Research In Mathematics Education, Volume 27. No. 5, p. 521-539 Subanji. 2011. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang Subanji. 2012. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Makalah Seminar Nasional Pendidikan Matematika di MGMP Blitar, 29 November 2012 Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta Suherman, E dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Univer-sitas Pendidikan Indonesia. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Surabaya: Kencana Prenada Media Group Van de Walle, John. 2007. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Erlangga Wardhani, I.G.A.K. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka