penerapan pembelajaran pohon matematika pada

advertisement
PENERAPAN PEMBELAJARAN POHON MATEMATIKA
PADA MATERI BANGUN DATAR SEGITIGA DAN SEGIEMPAT
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
SISWA KELAS VII-5 SMP NEGERI 13 BALIKPAPAN
Arfiana Herawati, Toto Nusantara, dan Subanji
Mahasiswa S2 Pendidikan matematika Universitas Negeri Malang, Dosen
Matematika, Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Dosen Matematika
Pascasarjana Universitas Negeri Malang
E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK: Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah dapat
mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan
dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat
prediksi, dan dugaan serta mencoba-coba dan mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa open ended dan
problem posing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pohon
Matematika merupakan perpaduan antara problem posing dan open ended serta
Pohon Matematika merupakan pembelajaran alternatif yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kreatifitas siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan di kelas
VII-5 SMP Negeri 13 Balikpapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan Pohon Matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif siswa kelas VII-5 SMP Negeri 13 Balikpapan. Pembelajaran dengan Pohon
Matematika yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa adalah
pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) menyajikan materi, (2)
memberikan masalah dan menyelesaikan bersama, (3) memberikan media pohon
matematika, (4) membangun masalah yang diketahui jawabnya atau menentukan
penyelesaian masalah open ended, (5) mengoreksi dan menilai masalah atau
jawaban yang disusun, (6) mendiskusikan masalah yang sulit.
Kata Kunci: Pohon Matematika, Berpikir kreatif
Trianto (2009:6) mengungkap-kan
bahwa banyak kritik yang ditujukan pada
cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah
informasi/konsep belaka. Penumpukan
informasi/konsep pada subjek didik dapat
saja kurang bermanfaat bahkan tidak
bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut
hanya dikomunikasikan oleh guru kepada
subjek didik melalui satu arah seperti
menuang air ke dalam sebuah gelas. Tidak
dapat disangkal, bahwa konsep merupakan
suatu hal yang sangat penting, namun
bukan terletak pada konsep itu sendiri,
tetapi terletak pada bagaimana konsep itu
dipahami oleh subjek didik. Pentingnya
pemahaman konsep dalam proses belajar
mengajar sangat mempengaruhi sikap,
keputusan, dan cara-cara memecahkan
masalah. Untuk itu yang terpenting terjadi
belajar yang bermakna dan tidak hanya
seperti menuang air dalam gelas pada
subjek didik. Dalam kondisi demikian
faktor kompetensi guru dituntut, dalam arti
guru harus mampu meramu wawasan
pembelajaran yang lebih menarik dan
disukai oleh peserta didik.
Keadaan seperti di atas juga
dirasakan peneliti sebagai pengalaman
sewaktu mengajar mata pelajaran mate-
503
Herawati, dkk, Pembelajaran Pohon Matematika, 504
matika. Kemampuan siswa dalam berpikir
kreatif,
komunikasi
dan
koneksi
matematis, serta pemecahan masalah
dirasakan masih kurang. Kalaupun
pembelajaran dicoba difokuskan pada
berpikir matematis tingkat tinggi, masih
dirasakan menyita waktu banyak dan
hasilnya tidak segera tampak sehingga
khawatir akan mengganggu porsi waktu
untuk belajar topik lainnya. Dan
berdasarkan wawancara peneliti dengan
guru matematika kelas VII-5 yang
mengajar di SMP Negeri 13 Balikpapan
pada
tanggal
20 Agustus
2012,
diungkapkan bahwa kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal yang berkaitan
dengan pemecahan masalah dirasakan
masih kurang, salah satunya adalah tentang
keliling dan luas bangun datar dalam
menyelesaikan masalah. Hal ini diperkuat
dari data ulangan harian siswa tentang
materi keliling dan luas bangun datar
segitiga dan segiempat dalam pemecahan
masalah, masih banyak siswa yang
mendapat nilai di bawah standar kriteria
ketuntasan minimal (KKM). Masih
rendahnya nilai siswa diduga karena siswa
kurang memahami konsep dari keliling dan
luas bangun datar. Siswa terbiasa
menghafal rumus dan menyelesaikan soalsoal dengan penyelesaian yang bersifat
tertutup atau jawaban tunggal sehingga
dirasakan kemampuan berpikir kreatif
siswa masih kurang. Hasil pengamatan di
kelas terhadap aktivitas siswa juga
memperlihatkan ada indikasi siswa kurang
aktif dan kreatif dalam belajar. Siswa
jarang menyampaikan ide atau gagasan
dan dalam meyelesaikan soal siswa kurang
berani untuk menyelesaikan dengan cara
yang berbeda dari contoh yang diberikan
oleh guru.
Untuk mengatasi permasalahan
tersebut maka kegiatan kolaborasi antara
guru, siswa, dan dosen untuk mengkonstruksi komponen-komponen pembelajaran
matematika yang berpotensi untuk
menumbuhkembangkan
kemam-puan
berpikir kreatif siswa perlu dilakukan.
Guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, metode, pendekatan atau
model pembelajaran yang menyenangkan
bagi siswa dan banyak melibatkan siswa
secara aktif serta berfikir kreatif dalam
belajar. Untuk itu diperlukan suatu model
pembelajaran yang lebih berorientasi pada
siswa, dimana dalam kegiatan pembelajarannya lebih menekankan kepada
keterlibatan siswa secara aktif dalam
memahami konsep-konsep atau prinsip
matematika. Dengan demikian memungkinkan pembelajaran yang dilakukan
menjadi lebih bermakna karena siswa tidak
hanya belajar untuk memahami sesuatu,
tetapi juga belajar melakukan dan
menemukan kosep-konsep secara mandiri.
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa open ended dan problem posing
dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif siswa. Meskipun open ended sangat
baik untuk mengembangkan kemampuan
berpikir kreatif siswa, namun banyak guru
yang masih kesulitan menerapkannya. Hal
ini dapat terjadi, karena “tidak mudah”
untuk mengkonstruksi masalah yang
memiliki jawaban atau prosedur penyelesaian tidak tunggal. Begitupun dalam
menerapkan problem posing, “tidak
mudah” bagi guru untuk memilih stimulus
yang dapat digunakan untuk membangkitkan masalah. Karena itu, perlu ada
pendekatan pembelajaran yang mampu
memadukan open ended dan problem
posing serta mudah pelaksanaannya bagi
guru. Pembelajaran dengan Pohon Matematika merupakan salah satu alternatif
yang dapat digunakan untuk mengatasinya.
Seperti yang diungkapkan oleh Subanji
(2011)
bahwa
Pohon
Matematika
merupakan perpaduan antara problem
posing dan open ended serta Pohon
Matematika merupakan pembelajaran
505, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
alternatif yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kreativitas siswa.
Pohon matematika merupakan
suatu media yang dapat digunakan untuk
mengembangkan kreativitas siswa. Pohon
matematika memadukan pendekatan dari
model open ended dan problem posing.
Problem posing mengarahkan siswa untuk
mengajukan masalah, sedangkan open
ended mengarahkan kepada siswa untuk
menyelesaikan soal yang memiliki jawaban atau cara penyelesaian tidak tunggal.
Dalam pembelajaran dengan pohon
matematika, guru menyajikan pohon
sebagai pokok bahasan, dahan sebagai
jawaban atau masalah. Jika dahan berisi
jawaban, maka siswa diminta mengkonstruksi soal di daunnya. Jika dahan berisi
masalah (syaratnya masalah harus open
ended), maka siswa mencari semua
jawaban
sebagai
daunnya.
Untuk
mengonstruksi pohon matematika ini,
tentunya siswa harus memahami konsep
secara utuh dan mendalam. Selain itu
siswa harus berpikir lebih keras, untuk
mengkaitkan antara konsep, masalah, dan
jawaban yang disediakan. Dalam hal ini,
siswa tidak cukup jika hanya mengingat
prosedur yang dicontohkan oleh guru.
Dalam pembelajaran matematika dengan
pohon matematika, semakin banyak
masalah yang dibuat, maka pohon tersebut
semakin memiliki banyak daun, berarti
semakin ‘ rindang’. Sebaliknya bila daun
yang dibuat salah, maka daun tersebut
menjadi ‘benalu’ yang mengurangi
kesuburan pohon. Dari kerindangan pohon
matematika ini, dapat dilihat kreativitas
siswa (Subanji, 2011)
Sebagai contoh pohon matematika
adalah pohon luas persegi panjang, bisa
dibuat
dahan (stimulus) yaitu “
menentukan ukuran persegi panjang yang
luasnya 60 cm2, siswa diminta untuk
mencari sebanyak-banyaknya daun yang
berupa gambar persegi panjang yang
luasnya 60 cm2. Adapun contoh pohon luas
persegi panjang disajikan pada gambar
berikut.
Buatlah sebanyak-banyaknya
persegi panjang yang luasnya 60
cm2 dan tentukan ukurannya!
Luas p.panjang
panjang
Gambar 1 Pohon Luas Persegi Panjang
Jika dahan berisi jawaban, maka siswa
mengkonstruksi soal di daunnya. Dalam
tugas ini kemampuan yang dituntut dari
siswa tidak hanya sekedar menyelesaikan
masalah tetapi juga harus mengkonstruksi
masalah. Dengan demikian pengetahuan
siswa tentang prosedur penyelesaian
masalah tidak cukup untuk membangun
pohon matematika. Siswa harus mampu
mengkaitkan berbagai konsep sehingga
menjadi bahan untuk membangun daun
dari pohon matematika. Sebagai contoh
pohon matematika keliling persegi
panjang. Bisa dibuat dahan (stimulus) yaitu
Herawati, dkk, Pembelajaran Pohon Matematika, 506
“ sebuah informasi mengenai kebun yang
berbentuk persegi panjang dengan luas 120
m2”. Siswa diminta membuat soal
sebanyak-banyaknya beserta jawabannya
berkaitan dengan informasi yang diberikan. Adapun contoh pohon keliling
persegi panjang disajikan pada gambar
berikut.
Ajukan pertanyaan sebanyak-banyaknya
dari informasi berikut!
Kakek mempunyai sebidang tanah berbentuk
persegi panjang yang luasnya yang luasnya
120 m2. Harga 1 m2 tanah tersebut adalah
Rp 350.000,-
Keliling p. ppanjang
Gambar 2 Pohon keliling persegi panjang
METODE
Pendekatan penelitian ini adalah
penelitian kualitatif sedangkan jenis
penelitiannya adalah penelitian tindakan
kelas. Instrumen pada penelitian ini terdiri
dari lembar validasi instrumen penelitian
dan perangkat pembelajaran, lembar
observasi aktivitas guru dan siswa serta tes
hasil belajar.
Data pada penelitian ini meliputi
data hasil validasi perangkat pembelajaran
dan instrumen penelitian yang berasal dari
validator, data hasil observasi aktivitas
guru dan siswa yang berasal dari observer,
dan data hasil tes di akhir tindakan yang
berasal dari siswa. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan langkah-langkah
menganalisis data menurut Mills dan
Huberman yaitu reduksi data, penyajian
data, penarikan kesimpulan.
Data dalam penelitian ini yaitu data
hasil validasi, data hasil observasi aktivitas
siswa dan guru serta hasil tes siswa
selanjutnya direduksi, dipaparkan dan
ditarik kesimpulan berdasarkan kriteria
keberhasilan untuk masing-masing data
tersebut. Berdasarkan hasil kesimpulan ini,
ketiga data tersebut dibandingkan yaitu
membandingkan data hasil validasi dari
validator, data hasil observasi dari observer
dan data hasil tes siswa dari siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembelajaran Pohon Matematika
yang dilaksanakan dalam penelitian ini
mengikuti model Pohon Matematika
dengan sintaksnya adalah sebagai berikut:
(1) Menyajikan materi. Dengan berdasarkan prinsip konstruktivisme, guru hanya
memberikan strategi agar siswa mampu
menemukan sendiri rumus luas dan
keliling bangun datar (2) Memberikan
masalah dan menyelesaikan bersama. Guru
memperkenalkan soal-soal dengan pendekatan open ended dan problem posing
dengan memberikan informasi atau masalah dan menyelesaikannya bersama agar
507, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
siswa lebih terbiasa mengerjakan soal-soal
berbentuk open ended atau problem posing
dalam pembelajaran dengan Pohon
Matematika (3) Memberikan media pohon
matematika. Pohon Matematika terdiri dari
pohon dan dahan. Pohon berisi pokok
bahasan dan dahan berisi jawaban/
informasi atau masalah, (3) Membangun
masalah yang diketahui jawabnya atau
menentukan penyelesaian masalah open
ended. Siswa menumbuhkan daun pada
dahan
Pohon
matematika
dengan
membuat soal dari soal/informasi yang
diberikan atau menyelesaikan soal yang
penyelesaiannya terbuka (5) Mengoreksi
dan menilai masalah atau jawaban yang
disusun. Jawaban atau soal yang dibuat
saling ditukarkan antar kelompok untuk
diperiksa
kebenaran
jawaban
dan
menjawab soal yang dibuat oleh kelompok
lain (6) Mendiskusikan masalah yang sulit.
Jika ada soal/masalah yang dianggap sulit
oleh siswa, maka soal tersebut akan
didiskusikan oleh guru bersama siswa.
Kemampuan berpikir kreatif siswa
dilihat selama proses pembelajaran yaitu
dari hasil kerja siswa melalui Lembar
Kerja Siswa dan setelah pembelajaran
yaitu dari hasil tes siswa. Asesmen selama
pembelajaran meliputi aspek kognitif
berdasarkan kriteria kelancaran, fleksibilitas, dan kebaruan.
Tabel 1 Rubik Asesmen Kemampuan Berpikir Kreatif
Kriteria berpikir kreatif
Indikator
Siswa mampu membuat banyak masalah
Mengajukan masalah
yang dapat dipecahkan
Kemampuan berpikir
lancar
Siswa mampu menyelesaikan masalah dan
(fluency)
Menyelesaikan masalah memberikan banyak jawaban terhadap
masalah tersebut
Siswa mampu mengajukan masalah yang
Mengajukan masalah
dapat dipecahkan dengan cara-cara yang
Kemampuan berpikir
berbeda
luwes
Siswa mampu menggunakan beragam
(flexibility)
Menyelesaikan masalah
strategi penyelesaian masalah
Siswa mampu mengajukan masalah yang
Mengajukan masalah
bersifat baru, unik, atau tidak biasa
Kemampuan berpikir
kebaruan
Siswa mampu menggunakan strategi yang
(novelty)
Menyelesaikan masalah bersifat baru, unik, atau tidak biasa dalam
menyelesaikan masalah
(Sumber: dimodifikasi dari Mahmudi, 2010)
Berikut disajikan hasil kerja siswa dari salah satu kelompok dalam
menumbuhkan daun pada Pohon Matematika.
Herawati, dkk, Pembelajaran Pohon Matematika, 508
Jawaban memenuhi
aspek kebaruan
Jawaban fleksibel
Hasil jawaban siswa dalam menumbuhkan daun
Pohon Matematika berisi soal
cerita yang berkaitan dengan luas
jajargenjang. Siswa diminta mencari
ukuran alas dan tinggi dari suatu kue yang
bentuknya jajar genjang yang luasnya
adalah 60 cm2. Siswa tidak mengalami
kendala karena pada penyajian materi
siswa sudah mengetahui rumus luas
jajargenjang. Siswa menuliskan ukuran
alas dan tinggi yang mungkin pada daun
Pohon Matematika. Kelompok 2 dapat
menumbuhkan 8 daun, diantaranya dengan
5 daun siswa menuliskan alas dan tinggi
dengan bilangan asli. Jawaban antara daun
yang satu dengan yang lain menggunakan
bilangan berbeda. Berarti siswa sudah fasih
dalam menjawab soal. Siswa menuliskan
alas dan tinggi dengan bilangan desimal
pada 2 daun yang menunjukkan
kefleksibiltasan siswa dalam menjawab
soal dan 1 daun dengan satuan yang
berbeda. Siswa menentukan alasnya 0,2 m
dan tingginya 0,03 m sehingga luasnya
0,006 m2 atau 60 cm2. Jawaban siswa ini
memenuhi aspek kebaruan karena berbeda
dengan kelompok lain yang menjawab
dengan
menggunakan
satuan
cm.
Soal fleksibel
Soal memenuhi aspek
kebaruan
Hasil jawaban siswa dalam menumbuhkan daun
Pada Pohon Matematika ini, siswa
diminta membuat soal berdasarkan gambar
jajargenjang yang diberikan. Siswa
menuliskan soal pada daun Pohon
Matematika.
Dari
hasil
pekerjaan
kelompok 2 didapatkan bahwa kelompok
ini mampu menumbuhkan 6 daun. 3 soal
yang dibuat siswa menanyakan tentang
509, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
luas, keliling, dan berapa pasang jumlah
sisi yang sejajar. Jika siswa dapat
menjawab dengan benar, siswa memenuhi
aspek kefasihan. 1 daun berisi soal dengan
penyelesaian
terbuka,
yaitu
siswa
menanyakan alas dan tinggi yang mungkin
jika luasnya 48 cm2. Penyelesaian terbuka
menunjukkan siswa sudah fleksibel dalam
membuat soal. 1 soal dikatakan baru, yaitu
siswa menanyakan jumlah sudut-sudut
yang berdekatan. Dari hasil pengamatan,
soal ini tidak dibuat oleh kelompok lain
sehingga termasuk dalam aspek kebaruan
dalam kemampuan berpikir kreatif.
Jawaban memenuhi
aspek kebaruan
Hasil jawaban siswa dalam menumbuhkan daun
Pohon Matematika berisi soal
cerita yang berkaitan dengan keliling
segitiga. Soal ini juga mengaitkan
pemahaman siswa dengan keliling persegi
yang telah dipelajari sebelumnya. Siswa
harus mengetahui konsep keliling persegi
dan segitiga untuk menyelesaikannya. Dari
hasil jawaban yang diberikan, kelompok 2
mampu menumbuhkan sembilan daun
dengan jawaban setiap daun berbeda.
Dengan keragaman jawaban diberikan,
siswa sudah memenuhi aspek kefasihan.
Dari 3 daun siswa,memberikan jawaban
sisi-sisi untuk segitiga sama kaki yaitu
dengan sisi-sisi 20 cm; 10 cm; 10 cm yang
kelilingnya adalah 40 cm. Daun berikutnya
dengan sisi-sisi 10,5 cm; 10,5; 19 yang
kelilingnya juga 40 cm. Serta sisi-sisi yang
berukuran
cm;
cm;
cm yang
kelilingnya adalah 40 cm. Untuk daun
yang lain siswa memberikan ukuranukuran sisi untuk segitiga sebarang. Hal ini
bisa dikatakan siswa sudah memenuhi
aspek fleksibiltas karena siswa mampu
menuliskan ukuran untuk segitiga sama
kaki dan segitiga sebarang. Siswa juga
menunjukkan aspek kebaruan, dengan
menuliskan ukuran sisi yang merupakan
bilangan pecahan, karena jawaban ini
berbeda dari kelompok lain.
Setiap akhir siklus pembelajaran,
peneliti memberikan tes kreatif secara
tertulis yang bentuk soalnya adalah open
ended dan problem posing. Setelah
diadakan tes dua kali, terjadi peningkatan
skor tes kemampuan berpikir kreatif antara
siklus I dan siklus II. Secara keseluruhan
persentase peningkatan dapat dilihat dari
tabel berikut ini.
Herawati, dkk, Pembelajaran Pohon Matematika, 510
Tabel 1. Kemampuan berpikir kreatif siswa pada siklus I dan siklus II
Kemampuan
Kategori
Kemampuan
berpikir kreatif
Siklus I
26,9%
Kurang baik
Meningkat
15,06%
Siklus II
41,96%
PENUTUP
Kesimpulan
Melalui penerapan pembela-jaran
dengan Pohon Matematika pada penelitian
ini diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa meningkat dari
kategori kurang baik menjadi kategori
cukup
baik.
Perolehan
persentase
kemampuan berpikir kreatif siswa pada
siklus I sebesar 26,90% dan pada siklus II
sebesar 41,96%. Ini berarti terjadi
peningkatan
persentase
kemampuan
berpikir kreatif siswa dari siklus I ke siklus
II sebesar 15,06%.
Cukup baik
Saran
Dalam pembelajaran matema-tika
di kelas, peneliti menyarankan kepada guru
yang mengajar matematika dapat menggunakan media Pohon Matematika untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa yang melibatkan imajinasi, intuisi,
dan penemuan dengan mengembangkan
pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin
tahu, membuat prediksi, dan dugaan serta
mencoba-coba
dan
mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2007. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas
Elwan, A. (2000). Effectiveness of Problem
Posing Strategies on Prospective
Mathematics Teachers’ Problem
Solving Performance. Journal of
Science and Mathematics Education in Southeast Asia.
Herman, Tatang. 2005. Pembelajaran
Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa SMP. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia
Hudojo, H. 1998. Pendidikan Matematika
Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah disajikan pada
seminar Nasional “ Upaya-upaya
Meningkatkan Peran Pendidikan
Matematika dalam Era Globa-
lisasi”. Program Pascasar-jana
IKIP Malang: 4 april.
Mahmudi, Ali. 2010. Pengaruh Strategi
MHM Berbasis Masalah Terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis dan Persepsi Terhadap
Kreativitas. Makalah termuat pada
Jurnal Cakrawala Pendidikan.
Yogyakarta: UNY
Milles and Huberman. 1992. Analisis Data
Kualitatif.
Terjemahan
oleh
Tjetjep Rohendi Rosidi. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Munandar, U. 1999. Pengembangan
Kreativitas
Anak
Berbakat.
Jakarta: Rineca Cipta
M, Pittalis dkk. 2004. A Structural Model
For Problem Posing. Cyprus:
University of Cyprus, Department
of Education
511, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
NCTM.
2005.
Teaching
Children
Mathematics: Posing and Solving
Problem. Reston: The National
Council of Teaching Mathematics,
Inc.
Siswono, Tatag Y.E. 2008. Model
Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan
Masalah Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif.
Surabaya: UNESA University
Press
Silver, Edward & Cai, Jinfa. 1996. An
Analysis of Arithmetic Problem
Posing By Middle School Students.
Journal
For
Research
In
Mathematics Education, Volume
27. No. 5, p. 521-539
Subanji. 2011. Pembelajaran Matematika
Kreatif dan Inovatif. Malang:
Universitas Negeri Malang
Subanji. 2012. Pembelajaran Matematika
Kreatif dan Inovatif. Makalah
Seminar Nasional Pendidikan
Matematika di MGMP Blitar, 29
November 2012
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: CV Alfabeta
Suherman, E dkk. 2003. Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Univer-sitas
Pendidikan Indonesia.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Surabaya: Kencana Prenada Media
Group
Van de Walle, John. 2007. Matematika
Sekolah Dasar dan Menengah.
Jakarta: Erlangga
Wardhani, I.G.A.K. 2003. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka
Download