1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan berbagai
bidang pengetahuan. Matematika mempunyai peranan penting dalam memajukan
daya pikir manusia, di sisi lain matematika juga merupakan bagian kunci
persekolahan. Di dalam kehidupan sehari-hari, peran matematika sebagai perolehan
keterampilan berpikir logis dan sebagai komponen krusial dari bidang-bidang yang
lain. Matematika juga merupakan kendaraan utama untuk mengembangkan
kemampuan berpikir dan keterampilan kognitif yang lebih tinggi (Muijs dan
Reynolds, 2008: 343-344).
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari
sekolah dasar sampai sekolah tinggi, sehingga dapat membekali siswa dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematik, kritis dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Aisyah, 2008: 1.3).
Kemampuan berpikir logis, analitik, sistematik, kritis, dan kreatif di masa depan,
maka diperlukan kemampuan menghitung matematika yang kuat sejak dini, karena
hal tersebut membuat siswa belajar dan kebermaknaan pembelajaran akan timbul.
Gagne (Aisyah, 2007: 3.12) menyatakan bahwa, kemampuan menghitung berupa
kecakapan dalam melakukan perhitungan pada kondisi yang telah ditentukan.
Kemampuan menghitung dapat dilihat secara langsung dalam pelaksanaan evaluasi
yang dilaksanakan dalam pembelajaran.
Matematika biasanya dianggap sebagai pelajaran yang paling sulit oleh anakanak maupun orang dewasa (Muijs dan Reynolds, 2008: 332). Berhubungan dengan
hal tersebut matematika menurut Hudoyo (1990) adalah ide (gagasan-gagasan),
aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika
1
2
berkaitan dengan konsep-konsep abstrak (Aisyah , 2007: 1). Konsep-konsep abstrak
inilah, yang kegiatannya cenderung mengotak-atik rumus, menghitung angka,
membahas masalah-masalah numerik mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari
hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem, dan struktur
serta alat, yang sering menjadikan matematika sebagai pelajaran yang menakutkan
bagi para siswa. Jadi benar bahwa selama ini kebanyakan siswa menganggap
matematika sebagai salah satu bidang studi yang sulit untuk dipelajari. Selain itu, hal
ini juga didukung dengan proses pembelajaran di sekolah yang masih berorientasi
pada pengerjaan soal, hafalan, kecepatan menghitung, dan tidak memberikan kaitan
dengan kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajaran yang bermakna dan ketercapainya tujuan pembelajaran,
menjadi hal utama yang didambakan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah.
Pembelajaran tersebut membutuhkan kreatifitas guru. Kreatifitas guru dapat dilihat
melalui model / media yang digunakan, diperjelas dengan pendapat Silberman (2009:
27) bahwa, proses belajar sangat membutuhkan model pembelajaran. Sesungguhnya,
proses belajar bukanlah semata-mata kegiatan menghafal. Mempelajari bukanlah
menelan semuanya, untuk mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus
mengolahnya atau memahaminya dan mereka sendirilah yang harus menata sendiri
pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan apa yang mereka dengar dan lihat menjadi
satu kesatuan yang bermakna. Tanpa peluang untuk mendiskusikan, mengajukan
pertanyaan, mempraktikan proses belajar yang sesungguhnya tidak akan terjadi. Dari
sinilah peran guru sangat penting untuk kemajuan siswanya, karena guru menentukan
segala hal yang dianggap tepat untuk disajikan kepada para siswa. Guru
mempersiapkan tugas-tugas, memberikan latihan-latihan dan menentukan peraturan
dan kemajuan siswa, sehingga guru dituntut untuk kreatif di dalam pembelajaran.
Ruang lingkup matematika di SD sesuai dengan KTSP adalah (1) bilangan; (2)
geometri dan pengukuran; (3) pengolahan data. Bilangan bulat merupakan ruang
lingkup matematika di SD dengan operasi hitung di dalamnya berupa penjumlahan
dan pengurangan bilangan bulat. Himpunan bilangan bulat berupa gabungan dari
3
himpunan semua bilangan bulat positif, bilangan 0, dan semua bilangan bulat negatif
yang tidak mempunyai bagian pecahan. Aktivitas siswa dalam pembelajaran
matematika tidak lepas dari cara menghitung, siswa harus menguasai pembelajaran
matematika. Kemampuan menghitung perlu dilatih dan diasah dalam rangka
mengembangkan kemampuan untuk pemecahan masalah serta sebagai bekal dalam
menjalani kehidupannya sehari-hari.
Berdasarkan hasil observasi awal pada siswa kelas IV di SD N 02 Papahan
Tasikmadu Karanganyar ditemukan beberapa fakta bahwa, kemampuan siswa dalam
menghitung bilangan bulat masih rendah. Siswa juga kesulitan dalam pemecahan
masalah yang membutuhkan penalaran matematika, karena pada dasarnya sebelum
menyelesaikan sebuah soal seharusnya siswa memahami soal tersebut baik
pertanyaan yang harus dipecahkan, dan cara penyelesaian yang harus dikerjakan. Di
sisi lain interaksi siswa dengan siswa kurang aktif di dalam pembelajaran, sehingga
kualitas pembelajaran dan hasil belajar belum optimal. Tingkat antusias siswa dalam
pembelajaran juga masih rendah dan cenderung ramai sendiri. Pembelajaran
matematika yang dianggap sulit ini dibutuhkan kegiatan yang menarik agar siswa
dapat menumbuhkan motivasinya, tidak merasa jenuh seperti yang dialaminya selama
ini.
Rendahnya kemampuan siswa dalam menghitung bilangan bulat di atas,
didukung dengan hasil pra tindakan (lampiran 2 halaman 150), yang menunjukkan
bahwa sebanyak 27 siswa atau 67,5 % dari 40 siswa nilainya masih di bawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu di bawah 70, sedangkan jumlah siswa yang lulus
yaitu 13 siswa atau 32,5%. Hasil tersebut membuktikan bahwa kemampuan
menghitung bilangan bulat siswa kelas IV SD N 02 Papahan Tasikmadu Karanganyar
masih rendah.
Berdasarkan hasil wawancara di SD N 02 Papahan Tasikmadu Karanganyar,
penyebab permasalahan yang terjadi khususnya materi bilangan bulat kelas IV, yaitu
proses pembelajaran di kelas belum menggunakan model pembelajaran yang
bervariasi hanya berupa posisi duduk siswa yang berkelompok namun tidak
4
menimbulkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Siswa hanya diminta untuk
mengerjakan soal, padahal belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa
yang dipelajarinya bukan hanya untuk mengetahuinya saja. Di sisi lain, siswa merasa
bingung dalam membedakan tanda bilangan positif (+) dan tanda bilangan negatif (-)
pada bilangan bulat. Salah satu penyebab hal tersebut, tidak ditunjukkan dengan
media / alat peraga untuk pemahaman awal tentang konsep matematika.
Kamsiyati (2012: 2) yang mengutip simpulan Piaget menyatakan bahwa, anak
SD berumur sekitar 6/7-12 tahun, anak seumur ini berada pada periode operasi
konkret. Periode ini disebut operasi konkret sebab berpikir logisnya didasarkan pada
manipulasi fisik objek-objek konkret. Anak yang masih berada pada periode ini untuk
berpikir abstrak masih membutuhkan manipulasi objek-objek konkret atau
pengalaman-pengalaman yang langsung dialaminya. Proses pembelajaran matematika
yang baik mempunyai tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan perkembangan anak.
Pada level dasar, pembelajaran harus dimulai dari sesuatu yang konkret dan perlahanlahan menuju pemahaman yang abstrak atau yang simbolis. Selain itu, diperlukan
pendekatan, model, metode, dan media yang tepat dalam pembelajaran matematika.
Jadi, dari pandangan di atas wajar jika kemampuan mengitung siswa masih rendah
karena tidak ditunjukkannya media pembelajaran.
Rendahnya kemampuan menghitung operasi hitung penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat pada siswa kelas IV semester 2 SD Negeri 02 Papahan
Tasikmadu Karanganyar tahun ajaran 2015/2016, jika tidak segera di atasi akan
berdampak pada tidak optimalnya penguasaan materi pembelajaran di tingkat
selanjutnya, kemudian minat dan kemampuan matematika yang dimiliki siswa tidak
optimal. Jadi, perlu adanya perbaikan dan modifikasi dalam sistem pembelajaran di
kelas. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi tersebut yaitu
dengan melakukan inovasi pembelajaran. Dengan inovasi tersebut, diharapkan
pembelajaran di kelas mempunyai suasana baru yang positif dan diharapkan mampu
memberikan perubahan terhadap kemampuan siswa dalam menghitung. Di sisi lain
Djamarah (2011: 13) mengemukakan, kegiatan pembelajaran dituntut untuk
5
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu yang
menyangkut kegiatan jiwa raga dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Inovasi pembelajaran yang dapat
dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan model pembelajaran yang
inovatif di dalam kelas. Winataputra dalam Sugiyanto (2009: 3) menyatakan:
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran.
Seorang guru harus kreatif dan tepat dalam memilih model pembelajaran
tentunya pada pembelajaran matematika. Menurut Shadiq (2014:1) Pendekatan
pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika, dalam setiap
kesempatan pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan
masalah yang sesuai dengan situasi. Salah satu model inovatif sebagai usaha untuk
meningkatkan
kemampuan
menghitung
bilangan
bulat
pada
pembelajaran
matematika, siswa kelas IV SD N 02 Papahan Tasikmadu Karanganyar, yaitu
menggunakan model pembelajaran problem posing sebagai alternatif pemecahan
masalah. Problem posing merupakan istilah bahasa Inggris, bila diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia yaitu pembentukan masalah. Aqib mengartikan, problem posing
sebagai pengajuan masalah yang intinya meminta siswa untuk membuat soal atau
masalah berdasarkan informasi yang diberikan, baik soal yang penyelesaiannya
dikerjakan maupun tidak. Informasi tersebut dapat berupa bagian soal (yang
diketahui), topik yang luas maupun benda nyata yang ada di lingkungan sekitar
(2009: 25).
Model pembelajaran problem posing diteliti oleh Saputro (2013) dengan judul
“Penggunaan
Model
Pembelajaran
Problem
Posing
untuk
Meningkatkan
Keterampilan Operasi Hitung Pecahan pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Kalijirak
Tasikmadu Karanganyar Tahun Ajaran 2012/2013”, hasil yang diperoleh bahwa
model pembelajaran problem posing dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
6
menghitung, keunggulan model pembelajaran problem posing ini, merupakan suatu
model pembelajaran yang bukan hanya menerima dan mengerjakan soal saja,
melainkan mengharuskan siswa untuk menyusun pertanyaan sendiri atau memecah
suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana dan siswa merasa
tertantang dalam pembelajaran. Menurut Thobroni dan Mustofa (2012:344) bertanya
merupakan pangkal semua kreasi, orang yang memiliki kemampuan mencipta
dikatakan memiliki sikap kreatif. Dari hal tersebut dengan pengajuan soal siswa
diberikan kesempatan aktif secara mental, fisik, sosial untuk menyelidiki dan juga
membuat soal. Problem posing dapat mengembangkan proses nalar siswa, siswa
mengembangkan rasa tanggung jawabnya pada soal yang diajukan dengan
penyelesaiannya, sehingga siswa belajar menganalisis masalah dan dapat berperan
aktif dalam proses pembelajaran. Pembenahan proses pembelajaran melalui model ini
tepat digunakan pada pembelajaran matematika, yaitu materi penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat.
Kemampuan siswa dalam menghitung lebih dilihat bagaimana siswa mampu
menyelesaikan masalah dengan tahapan-tahapan tertentu, paling sederhana siswa
dapat menguraikan langkah-langkah menyelesaikan masalah sekurang-kurangnya tiga
langkah penyelesaian soal. Penguasaan langkah-langkah penyelesaian soal pada diri
siswa akhirnya menjadi target berhasil atau tidaknya seorang guru mengajar
matematika, sehingga tahap penyelesaian soal itulah yang menjadi tujuan belajar
matematika. Penjelasan materi dengan penggunaan model pembelajaran problem
posing tersebut dapat dikombinasikan dengan lingkungan yang ada, siswa dapat
saling bekerjasama dan berdiskusi dengan teman yang lain. Harapannya siswa akan
lebih berminat dan mudah untuk memahami materi tersebut. Pemahaman materi
berdampak positif terhadap kemampuan menghitung anak.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian secara mendalam
tentang kemampuan menghitung bilangan bulat melalui model pempelajaran problem
posing. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul, “Peningkatan Kemampuan
Menghitung Bilangan Bulat melalui Model Pembelajaran Problem Posing pada
7
Siswa Kelas IV SD Negeri 02 Papahan Tasikmadu Karanganyar Tahun Ajaran
2015/2016”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut: “Apakah penggunaan model pembelajaran problem posing dapat
meningkatkan kemampuan menghitung bilangan bulat pada siswa kelas IV SD
Negeri 02 Papahan Tasikmadu Karanganyar tahun ajaran 2015/2016?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: “Untuk meningkatkan
kemampuan menghitung bilangan bulat melalui model pembelajaran problem posing
pada siswa kelas IV SD Negeri 02 Papahan Tasikmadu Karanganyar tahun ajaran
2015/2016.”
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini penulis mengharapkan agar mendapatkan manfaat sehingga
mempunyai arah yang pasti. Manfaat yang diharapkan adalah manfaat teoritis
maupun manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman baru
bagi pendidik untuk mengembangkan proses pembelajaran, di sisi lain penelitian
ini sebagai salah satu cara, untuk meningkatkan dan menambah wawasan serta
pengalaman bagi peneliti / guru dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Hasil penelitian ini dapat juga memberikan landasan bagi para peneliti lain
untuk mengadakan penelitian sejenis dalam rangka meningkatkan kemampuan
menghitung bilangan bulat.
8
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Tumbuhnya motivasi siswa untuk melaksanakan proses pembelajaran.
2) Meningkatkan kemampuan siswa dalam menghitung bilangan bulat.
3) Meningkatkan kreativitas siswa dalam mengungkapkan pendapat, karena
siswa dituntut untuk membuat soal sendiri yang akan ditujukan ke siswa
lain.
b. Bagi Guru
1) Memiliki pengalaman dan keterampilan dalam menerapkan model
pembelajaran problem posing sehingga dapat meningkatkan kemampuan
siswa dalam menghitung.
2) Sarana untuk mengembangkan model pembelajaran problem posing.
3) Meningkatkan strategi pembelajaran secara berkelanjutan, kreatif
sehingga siswa dapat menjadi aktif, yang akan memudahkan proses
pembelajaran dan tercapainya tujuan pembelajaran.
c.
Bagi Sekolah
1) Memberikan masukan positif untuk mengembangkan mutu pendidikan
dalam kegiatan pembelajaran.
2) Mewujudkan pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, efektif di sekolah
melalui model pembelajaran problem posing.
3) Meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran problem posing.
d. Bagi Peneliti
1) Menambah wawasan dalam penggunaan model pembelajaran yang
inovatif dan tepat untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
menghitung.
2) Menambah pengalaman dalam penggunaan model pembelajaran problem
posing untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menghitung.
3) Meningkatkan kreatifitas dalam memodifikasi model pembelajaran.
Download