ÐÏ à¡± á > þÿ Š Œ þÿÿÿ ˆ ‰ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿì¥Á [€ ð ¿ ãs bjbj¬ú¬ú 4¢ Î Î üh J % w ÿÿ ÿÿ ÿÿ · * * m " ÿÿÿÿ 3 3 3 8 k d Ï \ 3 »E 0 + + " M c c ¾ ¾ ¾ ^E `E `E `E `E `E `E ëF ¢ I `E 5 œ " ¾ 5 5 `E « « c c 9 uE é' é' é' 5 Þ « R c c ^E é' 5 ^E é' é' 6 ®A à ý " RD c ÿÿÿÿ ° è2Ü Í 3 ð ŽB JE ‹E 0 »E ªB ¨ ¥J $ ö ¥J 8 RD ¥J RD ø ¾ ¸ v : é' ° ü ¬ ‰ ¾ ¾ ¾ `E `E ù% ð ¾ ¾ ¾ »E 5 5 5 5 ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿ ÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ¥J ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ * 3 : KAJIAN MENGENAI BASIC ARRANGEMENT ON BORDER CROSSING 1967 ANTARA INDONESIA-MALAYSIA BERKAITAN DENGAN PRAKTEK PERDAGANGAN GULA ILLEGAL DI ENTIKONG KALIMANTAN BARAT Latar Belakang Penelitian Gula adalah industri yang di dominasi oleh perusahaan Negara, namun sejak abad ke 19 produksi gula telah mengalami krisis. Hal ini berdampak tidak terpenuhinya kebutuhan gula dalam negeri termasuk di Kalimantan Barat. Awalnya pemerintah mengimport gula asal Thailand yang masuk ke Sarawak untuk mengisi kekurangan stok gula di Kalimantan Barat melalui SK N0 616/DAGLU/VIII/2003 dengan menunjuk Perusahaan Perdagangan Gula (PPI) sebagai pengimport, namun setelah harga gula stabil, pengusaha tetap mengimport gula karena selisih harga yang cukup besar yakni kurang lebih Rp.2000 (dua ribu) hingga Rp.3000 (tiga ribu) perkilo. Dengan msuknya gula illegal, sebetulnya masyarakat Kalimantan Barat merasa diuntungkan karena harga gula lebih murah dengan warna yang putih bersih. Namun di pihak lain 2,5 juta orang terancam kehilangan jika industri gula dalam negeri mati disamping itu terhadap peredaran gula illegal tersebut diperkirakan Negara mengalami kerugian 350 miliar perbulan karena tidak ada pemasukan dari perdagangan illegal tersebut. Mengenai kerugian tersebut, pada masa pemerintahannya, Usman Ja’far pernah mengusulkan untuk tetap mengimport gula hanya untuk daerah Kalimantan Barat dengan jumlah terbatas, dengan perhitungan Kalimantan Barat tetap mendapat pemasukan dari import gula, masyarakat tidak kekuarangan gula dan berkurangnya praktek pedagangan gula illegal. Namun usulan ini tidak di setujui pemerintah pusat. Praktek perdagangan gula illegal dilakukan dengan berbagai cara diantaranya membeli gula dari Thailand melalui pelabuhan Portklang Malaysia yang merupakan pelabuhan bebas (di pelabuhan ini barang-barang yang masuk tidak dikenakan bea masuk sehingga barang yang masuk dikategorikan legal, kemudian masuk ke Sarawak lalu ke Entikong, cara lainnya adalah memesan gula pada pengusaha besar di Malaysia, cara lainnya lagi adalah dengan mengumpulkan kartu pas lintas batas penduduk perbatasan untuk dibelikan gula sehingga gula yang masuk dengan cara ini menurut pihak kepolisian dikategorikan legal karena penduduk perbatasan berdasarkan Basic Arrangement On Border Crossing 1967 memang diperbolehkan membeli barang-barang kebutuhan pokok dengan menggunakan kartu pas lintas batas yang dikeluarkan oleh pejabat terkait di kedua Negara. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka penelitian ini akan mengkaji apakah ada celah hukum dalam Basic Arrangement On Border Crossing 1967 sehingga perdagangan gula illegal menjadi legal. Perumusan Masalah Dari judul dan uraian latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Kajian Mengenai Basic Arrangement On Border Crossing 1967 Antara Indonesia-Malaysia Berkaitan Dengan Praktek Perdagangan Gula Illegal di Entikong Kalimantan Barat Tinjauan Pustaka a. Pengertian Perjanjian Internasional Di karenakan penelitian ini adalah untuk mengkaji perjanjian internasional (bilateral) antara pemerintah Indonesia-Malaysia maka pada tinjauan pustaka ini akan dikemukakan mengenai pengertian perjanjian internasional. Menurut konvensi Wina 1969, perjanjian internasional di definisikan sebagai berikut : Suatu persetujuan yang dibuat antara Negara dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hokum internasional, apakah dalam instrument tunggal atau dua atau lebih instrument yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan padanya. Definisi ini mengalami perubahan pada konvensi Wina 1986 namun perubahan hanya terletak pada subyek hukum dengan penambahan organisasi internasional selain Negara. Definisi perjanjian internasional kemudian dikembangkan oleh pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia N0 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yaitu : Perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum Internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah Indonesia dengan satu atau lebih Negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia yang bersifat publik. Pengertian perjanjian internasional kemudian lebih dipersempit oleh I Wayan Patriana (2002) dengan mendefinisikan perjanjian internasional sebagai berikut : Perjanjian internasional adalah kata sepakat antara dua atau lebih subyek hukum internasional (negara, tahta suci, kelompok pembebasan, organisasi internasional) mengenai suatu obyek tertentu yang dirumuskan secara tertulis dan tunduk pada atau yang diatur oleh hukum internasional. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Basic Arrangement on Border Crossing 1967 yang dibuat pemerintah Indonesia-Malaysia telah memuat unsure-unsur perjanjian internasional antara lain : adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, dibuat oleh Negara sebagai subyek hukum internasional, berbentuk tertulis, mengatur hal tertentu yakni mengenai pas lintas batas bagi masyarakat perbatasan di kedua Negara dan perjanjian tersebut tidak berentangan dengan hukum internasional. Dilihat dari segi kaidah yang diatur dalam perjanjian internasional sbagai sumber hukum formal terdapat dua (2) penggolongan, yang pertama yaitu perjanjian “yang membuat hukum” (law making) yang menetapkan kaidah-kaidah yang berlaku secara universal dan umum, yang kedua yakni perjanjian sebagai suatu kontrak (trety Contracts) yang hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Tidak seperti perjanjian yang berkaidah law making, treaty contracts biasanya hanya diikuti dua (2) atau beberapa Negara saja. Dilihat dari kaidah yang dikandungnya tampak bahwa Basic Arrangement on Border Crossing 1967 dapat digolongkan kedalam treaty contract karena perjanjian ini hanya berlaku dan mengikat bagi kedua Negara sebagai pihak. Perjanjian bilateral antara pemerintah Indonesia-Malaysia ini pada awalnya bertujuan untuk memberi kelonggaran perdagangan antar masyarakat perbatasan yang telah berpuluh tahun melakukan perdagangan tradisional sejak sebelum lahirnya Negara Indonesia maupun Malaysia. Namun perjanjian bilateral tersebut dianggap telah membuat celah bagi perdagangan illegal terutama gula. Akibatnya dalam proses perpindahan gula yang menggunakan pas lintas batas penduduk perbatasan, gula tersebut dianggap legal, tindakan pelaku bukan merupakan tindak pidana sehingga bebas dari jerat hukum. b. Karakteristik Pidana Internasional Perkembangan kualitas tindak pidana atau kejahatan yang dalam kuantitasnya menunjukkan peningkatan telah memperlihatkan bahwa batas-batas territorial antara satu Negara dengan Negara lain di dunia baik dalam satu kawasan maupun berbeda kawasan sudah semakin menghilang terutama diperbatasan Negara yang berbentuk daratan. Dalam menyikapi hal tersebut diatas maka sangat diperlukan upaya pencegahan dan pemberantasannya yang diatur dalam hukum pidana internasional. Menurut Romli Atmasasmita (2006), bahwa hukum pidana internasional berasal dari dua (2) sumber, yakni kebiasaan yang terjadi dalam praktek Hukum Internasional (Custom) dan kedua, berasal dari perjanjian-perjanjian internasional (Treaties). Hal serupa juga diutarakan Schwarzenberger (1950) yang bahkan mengajukan bukti bahwa hukum pidana internasional bersumber pada kebiasaan sdan perjanjian. Adapun bukti dari kebiasaan adalah putusan mahkamah internasional dan praktik Negara Inggris dalam menghadapi masalah yurisdiksi criminal,terutama dilaut.sedangkan bukti dari perjanjian antara lain perjanjian mengenai Piracy antara kerajaan Inggris-Amerika Serikat (1794) dan Deklarasi Wina (1915) tentang perdagangan budak. Mengenai kewenangan / yurisdiksi manakah yang berhak untuk menghukum pelaku perdagangan gula illegal maka perlu mendasarkan diri pada asas-asas hukum pidana internasional. Hugo Grotius dengan asas Au Dedere Au Punerenya menyerahkan masalah yurisdiksi ini kepada Negara tempat locus delicti terjadi dalam batas territorial Negara tersebut. Atau diserahkan atau di ekstradisi kepada pemerintah yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili pelaku tersebut. Disamping asas au dedere Au Punere, asas lainnya dikemukakan bassiouni (1986) yaitu asas Au Dedere Au Judicare yang berarti setiap Negara berkewajiban untuk menuntut dan mengadili pelaku tindak pidana internasional dan berkewajiban untuk melakukan kerjasama dengan Negara lain di dalam menangkap, menahan dan menuntut serta megadili pelaku tindak pidana internasional Menurut Bassiouni, dalam hukum pidana internasional harus mengandung unsur-unsur asing. Unsur-unsur asing tersebut antara lain : tindakan yang memberi dampak atas lebih dari satu Negara (states) atau menyangkut lebih dari satu kewarganegaraan (citizens) atau penggunaan sarana dan prasarana yang melampaui batas-batas satu Negara atau lebih dari satu Negara (territorie) Perdagangan gula illegal dikategorikan sebagai tindak pidana transnasional karena : merupakan pelanggaran dari perjanjian bilateral yang dibuat antara pemerintah Republik Indonesia-Malaysia yakni Basic Arrangement On Border Crossing 1967 yang mana akibat dari perdagangan illegal tersebut telah menyebabkan kerugian tidak saja bagi Indonesia tetapi juga Malaysia dan bahkan telah menyebabkan semakin bangkrutnya industri gula di dalam Negara Indonesia dilakukan oleh warga Negara Indonesia dan warga Negara Malaysia baik secara perorangan maupun kelompok, dan kegiatan tersebut menggunakan sarana dan prasarana serta melampaui batas-batas territorial antara Indonesia maupun Malaysia. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada celah hukum di dalam Basic Arrangement on Border Crossing 1967 bagi perdagangan gula illegal sehingga perlu pengkajian mengenai perjanjian bilateral tersebut. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki dua manfaat yaitu dari segi teoritis maupun dari segi praktis. Dari segi teoritis adalah untuk mengembangkan ilmu hukum terutama pemikiran tentang penegakan hukum. Sedangkan dari segi praktis, untuk memberikan sumbangan bagi pemerintah / pihak penegak hukum dalam menangani masalah perdagangan gula illegal. Metode Penelitian Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan asas-asas hukum yang mana dalam pendekatan ini mencari hal-hal yang mendasari /pemikiran dibelakang lahirnya perjanjian bilateral Basic Arrangement on Border Crossing 1967 antara pemerintah Indonesia-Malaysia. Sumber Data Adapun sumbr data yang digunakan dalam penelitian ini adalah aturan atau kebijakan yan terkait dalam hal ini adalah Basic Arrangement on Border Crossing 1967 antara pemerintah Indonesia-malaysia. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah berupa analisis isi dari Basic Arrangement on Border Crossing 1967. Analisa Data Untuk analisa data di gunakan analisis deduktif yaitu suatu pendekatan dari umum ke khusus atau dengan kata lain menganalisa norma-norma terkait terlebih dahulu untuk kemudian diaplikasikan ke suatu kasus. BAB II KAJIAN BASIC ARRANGEMENT ON BORDER CROSSING 1967 DARI BERBAGAI SEGI Sekilas kajian Mengenai Basic Arrangement on Border Crossing 1967 dari Segi Aturan Seperti telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa praktek perdagangan gula illegal dilakukan dengan berbagai modus diantaranya membeli gula dari Thailand melalui pelabuhan Portklang Malaysia yang merupakan pelabuhan bebas. Modus lainnya adalah memesan gula pada pengusaha besar di Malaysia, dan modus lainnya lagi adalah dengan mengumpulkan kartu pas lintas batas penduduk perbatasan untuk dibelikan gula sehingga gula yang masuk dengan cara ini menurut pihak kepolisian dikategorikan legal karena penduduk perbatasan berdasarkan Basic Arrangement On Border Crossing 1967 memang diperbolehkan membeli barangbarang kebutuhan pokok dengan menggunakan kartu pas lintas batas yang dikeluarkan oleh pejabat terkait di kedua Negara. Penelitian ini hanya menyoroti praktek perdagangan gula illegal melalui modus dengan mengumpulkan kartu pas lintas batas. Jika pengumpulan kartu pas lintas batas ini dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang kemudian digunakan untuk membeli gula di Malaysia berdasarkan ketentuan 600 RM per kartu pas, maka hal yang demikian tidak dapat dikategorikan legal sebagaimana yang telah diasumsikan pihak kepolisian. Hal ini berdasarkan pasal-pasal yang tercantum dalam Basic Arrangement on Border Crossing 1967 dalam pasal II bahwa pemilik kartu pas lintas batas adalah penduduk yang bonefid dari daerah perbatasan Indonesia atau daerah perbatasan Malaysia. Hal ini berarti pemilik kartu pas adalah penduduk yang memang tinggal disekitar perbatasan. Kemudian pada ayat b menyatakan bahwa pemohon kartu pas harus memiliki surat keterangan suntik dan cacar yang berlaku. Ini mengandung makna bahwa hanya diberikan kepada orang yang telah dites kesehatannya. Pada pasal IV juga menyatakan bahwa kartu pas lintas batas harus memuat keterangan-keterangan mengenai diri pemegang kartu-kartu pas lintas batas antara lain sebagai berikut : nama pemegang, kelamin, no KTP, tempat tanggal lahir, tinggi warna mata, warna rambut, ciri istimewa, alamat, pekerjaan, kebangsaan, potret pemegang dan tanda-tangan atau cap jempol kanan. Dari pasal-pasal tersebut mengisyaratkan bahwa kartu pas tersebut tidak boleh dipinjamkan atau digunakan oleh orang lain selain si pemilik kartu, jadi apabila dalam praktek pardagangan gula illegal seseorang atau sekelompok orang membeli gula dari Malaysia dengan menggunakan kartu pas orang lain hal ini jelas tidak dibenarkan dan akibatnya gula yang di beli walaupun menggunakan kartu pas maka gula tersebut tidak dapat dikategorikan legal karena telah menyalahi kehendak dari pembuat aturan dan telah menyalahi fungsi dari kartu pas tersebut yaitu demi memberi kemudahan bagi warga perbatasan untuk melakukan berbagai kegiatan diantaranya kunjungan keluarga, hiburan, keperluan keagamaan, tugas pemerintahan, atau usaha antara warga perbatasan Indonesia-Malaysia yang notabene masih ada ikatan keluargaan. Dari Segi Sejarah, Tujuan dan Relevansi Dalam penelitian lanjutan, peneliti juga menemukan modus lain yakni seseorang atau sekelompok orang menyuruh warga yang memiliki kartu pas lintas batas untuk membeli gula senilai 600 RM dengan memberi imbalan tertentu kepada pemilik kartu pas lintas batas tersebut. Secara sepintas praktek tersebut terlihat legal karena tidak menyalahi aturan formal legalistik, namun, identifikasi hukum sebagai soal aturan formal legalistik aturan perse, hanya salahsatu riak pemikiran tentang hukum. Disamping segi formal peraturan, muatan dari Basic Arrangement on Border Crossing 1967 harus pula dipandang dari segi sejarah, tujuan dan relevansinya. Latar belakang dan tujuan dibuatnya aturan Basic arrangement on Border Crossing 1967 adalah karena adanya realitas sosial yang telah ada ratusan tahun sebelum munculnya Negara Republik Indonesia dan Malaysia. Setelah berakhirnya era kolonialisasi Belanda di Indonesia dan Inggris di Malaysia, pulau yang terbelah itu pun diwariskan kepada bekas anak jajahannya masingmasing. Indonesia mewarisi sekitar dua pertiga tanah Borneo di sebelah selatan dan sisanya terbagi antara Malaysia dan Brunei. Namun, garis batas itu tidak dapat menghapus realitas sosial yang ada sebelumnya. Catatan dari penjelajah Belanda, Anton W Niewenhuis, dalam bukunya, In Central Borneo (1894), menyebutkan, pada sekitar tahun tersebut, terdapat suku-suku Dayak dari berbagai macam subetnis di wilayah ini. Selain suku Dayak, juga terdapat etnis China dan Melayu yang berdagang dan sebagian mulai menetap di kawasan ini.6 Suku-suku ini memiliki teritori dan berinteraksi satu sama lain. Hingga 100 tahun kemudian, kelompok sosial yang berada di antara garis batas tetap meneruskan irisan itu, terutama dalam hal perdagangan, baik legal maupun ilegal di mata hukum negara modern, melalui pos perbatasan maupun jalur jalur tradisional yang tersebar di garis batas dua Negara.7 Interaksi penduduk dalam hal Perpindahan penduduk dan perdagangan tradisional perbatasan dengan alasan ekonomi ini menambah pelik penegakan secara tegas batas batas antark kedua negara. Hal inilah yang mendorong pemerintah Indonesia dan Malaysia menyepakati Perjanjian Sosek Malindo pada tahun 1967, yang memberi kelonggaran perdagangan antar masyarakat perbatasan. Dari segi relevansinya, aturan yang dibuat oleh pemerintah IndonesiaMalaysia dengan membatasi pas lintas batas seharga 600 RM dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pada masa itu (saat sekarang ini banyak pandangan untuk menambah jumlah tersebut karena sudah tidak relevan untuk masa sekarang). Seseorang yang menghabiskan 600 RM untuk membeli gula dapat dianggap tidak relevan dengan kebutuhan sehari-harinya, oleh karena itu petugas penegak hukum sangat berperan penting sangat berperan penting dalm menegakkan kembali aturan-aturan yang telah keluar dari dari jalur tujuan awal serta relevansi dari aturan tersebut, sangat berperan penting dalam menegakkan kembali aturan-aturan yang telah keluar dari jalur tujuan awal serta relevansi dari aturan tersebut, karena sekali lagi persoalan tidak melulu soal formal legalistik tapi juga kandungan maksud dari aturan tersebut. Dari Segi Struktur dan Susunan Masyarakat yang Diaturnya Dilihat dari isinya, Basic Arrangement 1967 adalah aturan yang mengatur dua (2) tipe masyarakat. Yang pertama adalah tipe masyarakat komunal dan yang ke dua adalah tipe masyarakat komunal dan individu. Aturan dalam pasal II terutama ditujukan untuk tipe masyarakat komunal dimana aturan tersebut hanya diberikan untuk masyarakat "dalam", masyarakat "dalam" yang dimaksudkan disini adalah masyarakat disekitar perbatasan Indonesia-Malaysia. pasal-pasal selebihnya ditujukan untuk tipe masyarakat komunal dan individu dimana ada pembatasanpembatasan/perbedaan-perbedaan yang jelas aturan-aturan untuk orang diluar masyarakat perbatasan. Hal ini tidak perlu dianggap sebagai diskriminasi hukum, karena pembagian aturan hukum tersebut semata-mata demi keadilan dan ketertiban masyarakat yang mana masyarakat perbatasan jelas harus mendapat privilege karena praktek perdagangan yang telah mereka lakukan bertahun-tahun serta adanya hubungan kekerabatan diantara mereka. Hak/privilege semacam ini juga sering terjadi dalam hubungan-hubuiqgan internasional, contoh pasal 15 UNCLOS 1982 yang menyatakan bahwa dalam hal pantai dua negara yang letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain, tidak satupun diantaranya berhak, kecuali ada persetujuan yang sebaliknya di antara mereka, untuk menetapkan batas laut teritorialnya melebihi garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis-garis pangkal darimana lebar laut territorial maingmasing Negara diukur. Tetapi ketentuan diatas tidak berlaku. apabila terdapat alasan hak histories atau keadaan khusus lain yang menyebabkan perlunya menetapkan batas laut territorial antara kedua Negara menurut cara yang berlainan dengan ketentuan diatas. UNCLOS 1982 merupakan konvensi multilateral yang diakui oleh hampir seluruh Negara di dunia dengan kata lain suatu kebiasaan yang kemudian menjadi hukum kebiasaan diakui dalam hukum internasional. Dari Segi Sosial Efektif tidaknya suatu peraturan juga harus dilioat dari modal sosial yang dimiliki suatu komunitas. Dari segi sosial, masyarakat pun rpemiliki peran yang besar dalam berlangsungnya perbedaran gula illegal. Mulai dari masyarakat pemilik kartu pas lintas batas hingga masyarakat di perkotaan sebagai konsumen gula illegal. Masyarakat sangat diuntungkan dengan adanya gula illegal yang hargapya lebih murah dibanding gula dalam negeri, hal tersebut merupakan korelasi dari kelalaian pemerintah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gula dalam negeri sehingga harga gula dalam negeri lebih mahal. Langgengnya praktek perdagangan gula illegal tidak terlepas dari "dukungan" masyarakat atas peredaran gula illegal. Hal ini dapat dilihat dari lebih disenanginya gula illegal oleh masyarakat karena harganya yang murah. Dalam upaya memberantas perdagang gula illegal, pemerintah perlu menerapkan aturan-aturan yang tidak saja menguntungkan Negara tetapi juga masyarakat. Solusi yang pernah ditawarkan mantan gubernur Kalimantan Barat Usman Ja'far agar Kalimantan Barat diperbolehkan mengimpor gula dari Thailand atau Malaysia sehingga disamping Negara mendapat pemasukan dari import gula, masyarakat juga diuntungkan dengan gula dengan harga yang murah.Mengenai aturan yang menguntungkan masyarakat ini juga diutarakan oleh Jeremy Bentham yang menyatakan bahwa agar hukum/aturan dapat berjalan efektif maka hukum/aturan tersebut harus memenuhi kesenangan individu-individu yang merupakan anggota masyarakat. Dari Segi Aparat Penegak Hukum Selain faktor sosial, faktor aparat penegak hukum pun sangat berperan penting dalam peredaran gula illegal di Kalimantan Barat. Efektifitas penegakan hukum sangat berpengaruh pada kondisi masyarakat disuatu komunitas. Penegakan hukum yang lemah membuka peluang terhadap pelanggaran dan kejahatan oleh individu-individu dalam suatu komunitas masyarakat. Thomas Hobbes mengingatkan tanpa ada hukum dan kekuasaan yang efektif untuk menegakkan hukum, maka tiap orang/masyarakat akan mengandalkan kekuatannya sendiri. Lemahnya penegakan hukum sangat dipengaruhi berbagai hal, terutama ekonomi. Dalam suatu masyarakat, kemampuan ekonomi akan meningkatkan prestise yang kemudian akan mendekatkannya kepada kekuasaan. Hal yang demikian ini sejalan dengan pandangan Socrates yang menyatakan bahwa perilaku hokum juta dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan selalu saja ada orang yang melanggar hukum demi kenikmatan pribadi. Dalam tesisnya, Plato bahkan mengingatkan kita sekali lagi betapa faktor manusia (aparat) merupakan soal yang sangat sentral dalam hukum disamping faktor-faktor lain, semisal sarana yang memadai, dana yang cukup, kebijakan instansi dan sebagainya. Menurut Plato, aturan yang baik itu akan benar-benar dirasakan manfaatnya jika si manusia pelaksananya jika bermutu secara intelektual dan integritas. Bahkan ditangan si pelaksana yang arif bijaksana itu, aturan yang tidak mutu dan buruk bukan jadi halangan untuk mendatangkan keadilan dan kemaslahatan, begitu juga sebalikya.8 BAB III PENUTUP Kesimpulan Kajian mengenai Basic Arrangement on Border Crossing 1967 ditujukan pada beberapa aspek, antara lain dari substansi aturan itu sendiri, historis, tujuan dan relevansinya, dari segi susunan dan struktur masyarakat yang diaturnya, dari segi sosial serta. dari segi penegakan hukumnya. Dari segi substansi, Basic Arrangement on Border Crossing 1967 mengatur tentang aturan-aturan perdagangan antara warga Negara Indonesia dan warga Negara Malaysia, diharapkan dengan adanya aturan-aturan tersebut, perdagangan antara warga Negara di kedua Negara dapat berjalan tertib, aman dan adil. Aturan-aturan ini sangat diperlukan untuk mengatur kepentingankepentingan individu secara damai. Epicurus menegaskan bahwa tugas hukum dalam konteks ini adalah sebagai instrumen ketertiban dan keamanan bagi individu yang hidup bersama (masyarakat). Suatu aturan hukum dibangun dalam konteks realita tertentu, karena itu, setiap analisis terhadap suatu tatanan hukum harus selalu memperhitungkan aspek konteks situasi dibelakang kelahiran suatu tatanan hukum tersebut. Oleh karena itu pengkajian terhadap sejarah dari Basic Arrangement on Border.Crossing 1967 beserta tujuan dan relevansinya juga dilakukan dalam penelitian singkat ini. Dari segi sejarah, aturan ini dibuat karena fenomena perdagangan tradisional yang terjadi ratusa tahun antara warga perbatasan Indonasia-Malaysia. Interaksi ini terjadi jauh sebelum Negara Indonesia maupun Negara Malaysia terbentuk. Bahkan antara warga Negara Indonesia dengan warga Negara Malaysia masih memiliki hubungan kekerabatan, Ketika Negara Indonesia dan Malaysia terbentuk, interaksi tersebut terus berlangsung. Karena masih memiliki hubungan kekerabatan, dalam melakukan hubungan khususnya perdagangan, mereka tidak memandang batasbatas teoritorial, oleh karena itu pemerintah Indonesia dan Malaysia menganggap perlu untuk membuat aturan-aturan tertulis dalam bidang perdagangan, sehingga lahirlah Basic Arrangement on Border Crossing pada tahun 1967. Tujuan dari dibentuknya aturan ini adalah agar tercapai suatu ketertiban, keamanan dan keadilan dalam hubungan-hubungan hukum khususnya dalam bidang perdagangan. Dari segi relevansinya, pada tahun 1967, privilege sebesar 600 RM untuk masyarakat perbatasan dianggap relevan. Hingga sekarang aturan mengenai jumlah ini belum berubah namun tetap tidak sesuai dengan releyansi jika seseorang menghabiskan 600 RM hanya untuk konsumsi gula tiap bulannya. Dalam hal ini aparat perlu mengawasi jika praktek ini terkait dengan perdagangan gula illegal. Dari segi susunan dan struktur masyarakat yang diaturnya, Basic Arrangement on Border C;ossing 1967 ditujukan terhadap dua (2) tipe masyarakat, yakni untuk masyarakat disekitar perbatasan dan utnuk masyarakat di luar perbatasan. Privilege sebesar 609 RM hanya diberikan kepada warga sekitar perbatasan. Dari segi sosial, masyarakat diuntungkan dengan adanya gula illegal sehingga pemberantasan praktek perdagangan gula illegal akqn sulit dilakukan jika pemerintah tidak mengambil kepijakan yang menguntungkan masyarakat. Penegakan hukum yang lemah juga turut menyumbang berlangsungnya perdagangan gula i1ega1. Faktor ekonomi merupakan faktor utama dalam lemahnya penegakan hukum. Saran Terus berlangsungnya praktek perdagangan gula illegal yang telah menyebabkan kerugian milyaran rupiah perbulannya menunjukkan perlu diadakan kebijakan-kebijakan baru. Saran mantan gubernur Kalimantan Barat Usman Ja'far penting untuk dipertimbangkan. Adanya aturan yang memperbolehkan ekspor gula oleh BULOG Kalimantan Barat akan membawa pada tiga (3) keuntungan : Kebutuhan gula murah terpenuhi Adanya pemasukan bagi Negara dari ekspor gula tersebut Hilangnya / berkurangnya perdagangan gula illegal DAFTAR PUSTAKA Atmasasmita, Romli, Pengantar hokum Pidana Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2000 Kusumaatmadja, Mochtar & Etty.R. Agoes, Pengantar hokum Internasional, Alumni, Jakarta, 2002 Makarim, Nono Anwar, ed; Dewi Fortuna Anwar Dkk, Konflik Kekerasan Internal; Tinjauan Sejarah, Ekonomi-Politik, dan Kebijakan di Asia Pasifik; Buku Obor, Jakarta, 2005 Mauna, Boer, Hukum Internasional; Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi ke 2, Alumni, Bandung, 2005 Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian Internasional, Bagian I, Mandar Maju, Bandung, 2002 Starke, J.G, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, 2001 . Fakrulloh, Zudan Arif, Metode Penelitian Hukum, Bahan Kuliah S2; 2005 Basic Arrangement on Border Crossing 1967 http//beritaliputan6.com. dilansir 26/02/2009 Nono Anwar Makarim dalam Konflik Kekerasan Internal, Tinjauan Sejarah, Ekonomi-Politik dan Kebijakan di Asia Pasifik, Buku Obor, Jakarta, 2005 Hal 384 http//www//beritaliputan6.com. dilansir 26/02/2009 pukul 23.55 wib J.G. Starke, Pengantar hukum internasional; Edisi kesepuluh, Sinar grafika, Jakarta, 2001, Hal 52 Mochtar kusumaatmadja & Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional, PT Alumni, bandung, 2003, Hal 122 http:/ HYPERLINK "http://lindonesiafile.com/content/view1860/42" lindonesiafile.com/content/view1860/42 . dilansir, Jum,at 13 februari 2009 6 ibid 7ibid PAGE PAGE 1 8 Bernard.L.TTya, Teori hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas R, uang dan Generasi, CV Kita, Surabaya, 2006 hal 36 ¥ § Á " # Ó Ô ] o € ’ • ¹ [ \ ¹ º T! W! y! p- - £h. {. È/ Ù/ å/ 0 0 Û0 ß0 ë0 ¯1 À1 82 E2 3 3 &3 F3 j3 ½3 ¾3 4 4 ÷ó÷óéóéó÷óâ÷Ý÷óéóéóÝ÷ó÷Öó÷ó÷ÝÏóÏóÇóÇóÇóù²¹¤™Œ‚ h8 • @ˆüÿCJ aJ h#a# h8 • @ˆüÿCJ aJ h8 • 5 @ˆüÿCJ aJ h#a# h8 • 5 @ˆüÿCJ aJ h ‡ 5 @ˆüÿ h#a# h8 • 5 @ˆüÿ h8 • hY-hŽ=ƒ 5 hY-- hŽ=ƒ hG” hŽ=ƒ hŽ=ƒ 5 hÁ · hŽ=ƒ ¥ ¦ § Á [ hŽ=ƒ 0J j 2 U hŽ=ƒ hG” hŽ=ƒ 5 / n ” š \ ] o Ú ~ • € Ù » Ù ² ² è ª dà gdŽ=ƒ „Ð dà `„Ð gdŽ=ƒ $ F „0ý dà `„0ýa$ gdŽ=ƒ ’ ¹ ÷ ÷ ÷ ÷ ÷ è Ù Ù Ù Ù Ù Ç „Ð ^„Ð gdŽ=ƒ $ F „Ð dà „0ý dà `„Ð a$ gdŽ=ƒ `„0ýgdŽ=ƒ $ a$ gdŽ=ƒ ¹ “ é Æ j q ) T! z! ¼" $ F Æ 8 Ý' M) Î) h * P* ð ð á ð ð á ð á ð ð ð Ö ð ð ð ð ð ¿ ¿ „Èû dà `„Èûa$ gdŽ=ƒ $ dà a$ gdŽ=ƒ $ „Ð dà ^„Ð a$ gdŽ=ƒ $ „Ð dà `„Ð a$ gdŽ=ƒ P* Á* + ¯+ †, ò, o- p- ‚g. h. {. Ç/ È/ è Õ ¾ ¾ ¾ ¾ ³ ¥ – – „ u u $ F „Ð dà „0ý dà `„Ð a$ gdŽ=ƒ `„0ýa$ gdŽ=ƒ $ $ „h dà `„h a$ gdŽ=ƒ $ F dà a$ gdŽ=ƒ $ dà a$ gdŽ=ƒ F Æ Ð h „h dà ^„h a$ gdŽ=ƒ $ =ƒ $ F Æ 8 h „h dà ^„h a$ gdŽ=ƒ È/ Ú/ å/ Ý0 Þ0 ß0 ë0 ¯1 À1 82 E2 3 3 Ç Ç ° Ç Ö Ç Ö Ç Ç ¡ ¡ ¡ ¡ ¡ ¡ $ „h 3 „˜þ dà 3 3 ^„h `„˜þa$ gdŽ 3 3 3 í Ö Ç $ F „h Æ dà Ð h ^„h a$ gdŽ=ƒ $ „h dà ^„h a$ gdŽ=ƒ $ „Ð dà `„Ð a$ gdŽ=ƒ $ F Æ Ð h „0ý dà `„0ýa$ gdŽ=ƒ $ F „0ý dà `„0ýa$ gdŽ=ƒ 3 3 3 3 -3 3 &3 j3 ¾3 ˜6 ê> ë> ? ”A ð ð ð ð ð Û Æ ± œ œ œ ‰ v $ „ „Å dà ^„ `„Å a$ gd8 • F „ª „Vþ dà ^„ª `„Vþgd8 • $ „ „Å dà ¤ ^„ `„Å a$ gd8 • F „ª „Vþ dà ¤ ^„ª `„Vþgd8 • $ „° „` dà ¤° ]„° ^„` a$ gd8 • $ „ „P dà ¤Ø ]„ ^„P a$ gd8 • $ „h dà ^„h a$ gdŽ=ƒ 4 4 ?4 `4 a4 t4 ”4 ³4 ¾4 É4 è4 5 5 5 5 5 ]5 5 ±5 Å5 6 6 6 6 6 56 S6 T6 m6 6 — 6 Æ6 å6 ÷6 =7 >7 R7 p7 7 «7 Â7 á7 â7 ç7 ö7 8 /8 68 78 L8 l8 ˆ8 •8 ¦8 Ú8 Û8 ç8 *9 -9 .9 E9 d9 …9 — 9 ¬9 ³9 Ò9 Ó9 Ý9 ß9 ã9 ý9 óéóéóéóéóéóéóéóéóéóéóéóéóéóéóéóéóéóéóéóéßóéóéóéóéóé óéóÑÆ»ÑóéóéóéóÆÑÆÑÆ»Ñ hIYÏ 6 @ˆ CJ aJ h8 • 6 @ˆ CJ aJ hR-h8 • 6 @ˆ CJ aJ hIYÏ @ˆüÿCJ aJ h8 • @ˆüÿCJ aJ hR-h8 • @ˆüÿCJ aJ Hý9 : : *: 2: R: ‚: ¡: ¢: ¬: Ï: Ú: ô: þ: -; ); H; [; v; {; ›; Á; Ù; î; {›¥ÅÛëø = = ?= K= l= w= —= ¥= Å= ÷= > > ?> `> > Ù> ß> é> ê> ë> ? ? ? `? m? ? ½? Ó? ã? ó? ;@ öéöéöé ÛÐÛÐÛÐÛÐÛÐÛÐÛÐÛéöéöéöéöéöéöéöéöéöéöéöéöéöéö´©öœöéöéöéö hµ h8 • @ˆ CJ aJ h8 • 5 @ˆ CJ aJ hµ h8 • 5 @ˆ CJ aJ hµ h8 • 5 @ˆüÿCJ aJ h8 • 6 @ˆ CJ aJ hR-h8 • 6 @ˆ CJ aJ hR-h8 • @ˆ CJ aJ h8 • @ˆ CJ aJ =;@ ³@ ´@ ¾@ Æ@ Í@ A A “A ”A ‚C ƒC E E WF vF wF xF G G G %G )G 0G OG PG QG pG qG ƒG ¿G ÀG èG éG ìG ÷G H H -H 6H 7H AH RH rH óéßÒÄÒßÒ¶¡—‘Š€‘wqwqwqwqw‘qw‘w‘qwqwqw‘qwq h8 • @ˆ hR-h8 • @ˆ hM(7 h8 • @ˆüÿH* h8 • @ˆüÿH* h8 • @ˆüÿ hR-h8 • @ˆüÿH* j h8 • 0J @ˆüÿU hR-h8 • @ˆüÿ hM(7 h8 • 5 @ˆ CJ aJ hR-h8 • 6 @ˆ CJ aJ hR-h8 • @ˆüÿCJ aJ h8 • @ˆüÿCJ aJ h8 • @ˆ CJ aJ hRh8 • @ˆ CJ aJ ,”A E xF éG ^K ˜K UR S S S -S Y Y ð ð ð ß È · · ª ª — „ „ $ „ „Å dà ^„ `„Å a$ gd8 • F „ª „Vþ dà ^„ª `„Vþgd8 • $ F dà ¤H a$ gd8 • $ „Ð dà ¤H `„Ð a$ gd8 • „à „ª „Vþ dà ]„à ^„ª `„Vþgd8 • $ „Ð dà ¤ø `„Ð a$ gd8 • $ „Ð dà `„Ð a$ gd8 • rH …H †H šH ºH ÖH I 'I LI qI rI ~I ±I ÉI K ˜K K ÅK ÇK *L ’M — M ¶M âM ãM N 4N rP sP ´P µP Q ×H ãH êH íH ÙI €J ÖJ õJ K 0K ;K ZK ]K ^K lK — IL OL nL }L L ÌL ëL ðL M -M >M FM fM qM N ®N ÍN ÎN O (O kO lO ÃO ÅO P P fP qP Q aQ ÷ñ÷ë÷ñåë÷å÷ñå÷ñå÷å÷å÷å÷å÷å÷ÜÎÃÎå÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å÷å ÷å÷ h8 • 5 @ˆ CJ aJ hÜ § h8 • 5 @ˆ CJ aJ húpä h8 • @ˆüÿ h8 • @ˆ hIYÏ @ˆ h8 • @ˆüÿ hR-h8 • @ˆ MaQ bQ jQ lQ sQ ŸQ »Q ¼Q ÊQ ËQ ÐQ îQ R R (R HR TR UR •R R ²R èR S S S S -S :S €S “S ÓS çS éS T *T >T ?T _T €T T ¥T äT #U $U )U U uU vU }U †U úñêàêàúà×ñêàúàêàêúñúñúñúñÉ¿²¿¥¿¥¿¥¿¥¿¥¿¥¿¥¿˜Ž˜Ž˜… h8 • 6 CJ aJ h8 • @ˆüÿCJ aJ hR-h8 • @ˆüÿCJ aJ hR-h8 • @ˆ CJ aJ h X€ h8 • @ˆ CJ aJ h8 • @ˆ CJ a J h : h8 • 5 @ˆ CJ aJ h8 • >* @ˆ H* hR-h8 • >* @ˆ h8 • >* @ˆ hR-h8 • @ˆ h8 • @ˆ 1†U ‰U ©U ½U ÝU àU V )V /V 3V SV [V yV V ÍV ÓV öV RW iW pW W ÁW áW ðW X )X .X \X {X X ŠX ÖX ß X Y Y Y Y (Y )Y 9Y XY ]Y ‰Y ŒY ¬Y ¿Y ÞY àY Z $Z /Z |Z œZ ¹Z ÊZ éZ ûZ [ 8[ L[ k[ ¤[ óéÜéÜéÜéÜéÜéÜéÜéÜéÜéÜéÜéÜéÜéÜéÜéÜéÜéÏÁ¶©é©é©é©é©é©é©é© ÜéÜéŸÜéÜ hIYÏ @ˆüÿCJ aJ hXÔ h8 • @ˆüÿCJ aJ h8 • 5 @ˆüÿCJ aJ hXÔ h8 • 5 @ˆüÿCJ aJ h± h8 • @ˆ CJ aJ hR-h8 • @ˆüÿCJ aJ h8 • @ˆüÿCJ aJ hR-h8 • 6 CJ aJ > Y )Y ÿ^ _ _ _ _ _ _ _ ;` _b ãc é Ö Ö Á Á ® ® ® Ÿ Œ } n $ „Ð dà `„Ð a$ gd8 • $ F „Å „0ý dà dà `„Å a$ gd8 • `„0ýgd8 • $ Æ $ C# „ „Ð dà ^„ `„Ð a$ gd8 • „Eÿ dà ]„Eÿa$ gd8 • $ „ð „À dà ¤ ]„ð ^„À a$ gd8 • F „ª „Vþ dà $ „ „Å dà ^„ª `„Vþa$ gd8 • ^„ `„Å a$ gd8 • $ ¤[ ¥[ ±[ µ[ Õ[ ò[ \ \ $\ %\ E\ k\ •\ §\ ¨\ È\ è\ ÷\ A] K] t] u] “] ¡] Æ] Ì] ë] ì] Y^ y^ š^ Í^ Ú^ ú^ ý^ _ _ _ _ ^ !^ A^ W^ _ _ _ _ _ )_ Y_ h_ öìßìßìßÕìßìßìßìßìßìßìßìßÆßìßìßìßìßìßìß»µ§ – – ‰‰‰ h8 @ˆ CJ aJ h : h8 • @ˆ CJ aJ hS[ë h8 • 5 @ˆ h8 • 5 @ˆ j h¨ # U mH nH u h8 • @ˆ h8 • @ˆ CJ H* aJ h8 • @ˆ CJ aJ mH nH u hIYÏ @ˆ CJ aJ hR-h8 • @ˆ CJ aJ h8 • @ˆ CJ aJ h8 • @ˆüÿCJ aJ 2h_ i _ q_ {_ |_ œ_ ²_ ó_ ` #` ;` >` F` f` n` ¶` Á` å` a :a \a qa Ša Âa b b .b 6b Vb _b db šb Ãb Äb ãb ïb c "c 6c ac ic jc ‡c ˆc ¤c ¾c Ác ác ãc ðc õc d !d Dd ‹d ºd Ùd ëd %e 9 e [e {e ¯e Íe Úe àe f $f %f 5f Uf hf ‰f Àf úf 0g öéöéöéöéöéãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚÔÚÔÚãÎÚãÚ ãÚÄÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚãÚ hR-h8 • @ˆ H* h$.ù @ˆ hIYÏ @ˆ hR-h8 • @ˆ h8 • @ˆ hR-h8 • @ˆ CJ aJ h8 • @ˆ CJ aJ M0g Pg lg yg g …g Ég Õ g ág üg h -h Sh Th Òh Õh Öh Ûh Üi ûi 3j :j Gj Žj ¾j Ûj áj k k k m k ,k 3k xk „k £k §k k ùk l Ml Nl Yl •l –l ¥l Ål ßl ìl m m (m 7m >m ?m Hm Rm um xm ˆm ¡m ¯m ¾m Ãn o Pp Qp úp úñúñúñúñúñúñúñíæúñúñúñúñúñúñúñúñúñúñÙñúñúÓñúñúñúñúñÉÙÉÙÉÙÉÙÉÙúÁ½µ½®½ h hŽ=ƒ h hŽ=ƒ 6 hŽ=ƒ hIYÏ @ˆ h'v h8 • @ˆ hém CJ aJ hŽ=ƒ 5 h8 • @ˆ CJ aJ hR-h8 • h8 • hR-h8 • @ˆ h8 • @ˆ Dãc g Ég ÿh .j k §k k m 8m om ¡m ¢m £m ¤m ¥m ¦m ð å Ú ð ð ð Ç ¸ ¢ ¢ ¢ $ „Ð „Ð dà ]„Ð ^„Ð a$ gd8 • F „ª „Vþ dà $ ^„ª `„Vþa$ gd8 • $ „7 F $ „Å dà `„Å a$ gd8 • „Éý dà ^„7 `„Éýgd8 • dà a$ gd8 • $ dà a$ gd8 • $ „Ð dà `„Ð a$ gd8 • ¦m §m ¨m ©m ªm «m ¬m m ®m ¯m ¾m ¿m n n un vn -o o œo o öo ÷o Qp ì ì ì ì ì ì ì ì ì Ý Î Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â $ „h ^„h a$ gdŽ=ƒ $ „h dà ^„h a$ gdŽ=ƒ $ „h dà ^„h a$ gdŽ=ƒ $ „Ð „Ð dà ]„Ð ^„Ð a$ gd8 • Qp Sp ™p šp Äp Åp óp ôp õp öp ÷p øp ùp úp ûp üp •q Úq > r §r 6s >s Ds Es ó ó ó ó ó ó ä Õ Õ Õ Õ Õ Õ Õ Õ Ó Ó Ó Ó Î Î Î Ó gd8 • $ „h dà ^„h a$ gdŽ=ƒ $ „h dà ^„h a$ gdŽ=ƒ $ „h ^„h a$ gdŽ=ƒ úp ûp üp ýp 3q rq ”q •q – q Úq Ûq >r ?r §r ¨r ©r ªr °r ±r êr ër s s s s 6s 8s >s ?s Ds Es Fs Gs Is Js Ls Ms Os Ps Rs üøîøæøßîøîøîøÕüËÁ¹ü¹¤¹›Á›‘‹„{üwowowowow j h VÐ U h VÐ hM(7 h8 • @ˆüÿ h8 • @ˆüÿH* h8 • @ˆüÿ hM(7 h8 • @ˆüÿH* hƒ/ h8 • @ˆüÿ ( hƒ/ h8 • 0J @ˆüÿB* mH nH ph u j h8 • U hƒ/ h8 • >* @ˆüÿ hƒ/ h8 • @ˆüÿH* j h8 • 0J U hÁ · hŽ=ƒ hÁ · hŽ=ƒ 6 j hŽ=ƒ 0J U hŽ=ƒ h8 • 'Es Fs Hs Is Ks Ls Ns Os Qs Rs [s \s ]s hs is js ks ls ßs às ás âs ãs ý ý ý ý ý ý ý ý ý ñ è ý ñ è ý ý ã ã ã ã ý Ô $ „h dà ^„h a$ gdŽ=ƒ gd8 • „h ]„h gdß6‡ „øÿ „ &`#$ gdß6‡ Rs Ss Ys Zs [s ]s ^s ds es fs gs hs js ks ls ns ƒs ›s s Ÿs És Þs ßs às âs ãs õïõïëõïõàõïëÜØÎÈ¿µ®µÈ¿§Ø£ hŽ=ƒ h : h8 • h8 • 6 @ˆ h : h8 • 6 @ˆ h : h8 • @ˆ h8 • @ˆ h : h8 • @ˆ H* h8 • h VÐ h"eF 0J mH nH u hß6‡ hß6‡ 0J j hß6‡ 0J U 2 1h :pŽ=ƒ °Ð/ °à=!° "° # $ %° °Ð °Ð Ð ^ 2 0 @ 0 @ 0 @ 0 @ 0 @ 0 @ 0 @ sH tH P ` P ` P ` P ` P ` P ` P ` @ `ñÿ À p p p p p p p @ Ð € € € € € € € à ð À Ð À Ð À Ð À Ð À Ð À Ð 8 X à à à à à à ø ð ð ð ð ð ð 2 V ( ~ Ø _H è mH nH p 2 N o r m a l CJ _H aJ mH sH tH D A`òÿ¡ D \%W D e f a u l t P a r a g r a p h F o n t R i óÿ³ R T a b l e ( k ôÿÁ ( N o r m a l \%W N o ö 4Ö L i s t l 4Ö aö > @ ò > \%W F o o t n o t e T e x t CJ aJ @ &@¢ @ \%W F o o t n o t e R e f e r e n c e H* 6 U@¢ 6 [ ä H y p e r l i n k >* B* ph ÿ 4 @ " 4 ß6‡ F o o t e r Æ à À! . )@¢ 1 . ß6‡ P a g e N u m b e r 4 B 4 ß6‡ H e a d e r Æ à À! V ³@ R V 8 • L i s t P a r a g r a p h „Ð ^„Ð B* CJ PJ aJ ph PK ! ‚Š¼ ú ypes].xml¬‘ËjÃ0 E÷…þƒÐ¶Ørº(¥Ø΢Iw},Ò ä±-j„4 Éßwì¸Pº -t# bΙ{U®ã [Content_T “óTéU^h…d}㨫ôûî)»×*1P ƒ'¬ô “^××Wåî 0)™¦Též9ƒ ØÍ 3¿\`õ?ê/ç [Ø ¬¶Géâ\•Ä!ýÛRk.“sþÔ». .—·´aæ¿? ÿÿ PK ! ¥Ö§çÀ 6 _rels/.rels„ÏjÃ0 ‡ï…½ƒÑ}QÒà %v/¥C/£} á(h" Û ëÛOÇ » „¤ï÷©=þ®‹ùá”ç šª ÃâC?Ëháv=¿‚É…¤§% [xp†£{Ûµ_¼PÑ£ýý»G ðMGeøÆD¢›ä íó 3Vq%'#q¾ à ÓòŠÍ$”8ÁšK ýžŠ ôÍ)f™w 9:ĵà å£ x}rÏ x ‰‰¢ œw¢Ø îrÎ:\TZaGó*™y8IÂjæbRÆíc|XÅ»‹ Ç¿½I u3 KGñnD 1÷ N IB Òsü€ íîRêØu—ú‚K>Vè.E L+M2¤#'šf‹¶i ~™Vé þvl³{ u8«Òz‹ ºHÈ Ì*„ æ˜ñ:ž( W‘ ☕ ~ «¨JÈÁTøe\O*ðtH G½€HYµæ– }KNßÁP±*ݾ˦±‹ Š-TѼ9/#·øA7ÂqZ… Ð$*c? ¢ íqU ßån†èwð N ºû %Ž»O¯ ·ièˆ4 =3 Ú—Pª ÓäïÊ1£Pm \\9† øâëÇ ‘õ¶ âMØ“ª2aûDù]„;Yt»\ ôí¯¹[x’ì r¼°C-SÆ jÊÈ išd ûDЇA½Îœ óùç]É}Wr½ÿ|É]”Ïg-´³Ú eW÷ ¶)6- IqbJ#xÌ꺃 6kàê#ª¢A„Sh°ëž& ÊŒt(QÊ% ìÌp%m‡&]ÙcaS l=XíòÀ ¯èáü\P1»Mh Ÿ9£ Mà¬ÌV®dDAí×aV×B™[݈fJÃP |8¯ Ö„ AÛ V^…ó¹f ÌH ín÷ÞÜ-Æ é" á€d>ÒzÏû¨nœ”ÇŠ¹ €Ø©ð‘>äbµ ·– &û ÜÎâ¤2»Æ v¹÷ÞÄKy ϼ¤óöD:²¤œœ,AGm¯Õ\nzÈÇiÛ Ã™ -ã ¼.uχY C¾ 6ìOMf“å3 o¶rÅÜ$¨Ã5…µûœÂN H…T[XF64ÌT ,Ñœ¬üËM0ëE)`#ý5¤XYƒ`øפ ;º®%ã1ñUÙÙ¥ m;ûš• R>QD ¢à ØDìcp¿ UÐ' ®&LEÐ/p¦m¦Üâœ%]ùöÊàì8fi„³r«S4Ïd 7y\È`ÞJân•² åίŠIù R¥ Æÿ3Uô~ 7 +ö€ ׸ #¯m q¨BiDý¾€ÆÁÔ ˆ ¸‹…i *¸L6ÿ 9ÔÿmÎY &áÀ§öiˆ …ýHE‚=(K&úN!VÏö.K’e„LD•Ä•© {D ê ¸ª÷v E ꦚdeÀàNÆŸûžeÐ(ÔMN9ßœ Rì½6 þéÎÇ&3(åÖaÓÐäö/D¬ØUíz³<ß{ËŠè‰Y›Õȳ ˜•¶‚V–ö¯)Â9·Z[±æ4^næ ç5†Á¢!Já¾ é?°ÿQá3ûeBo¨C¾ µ Á‡ M  ¢ú’m " Ó [ ¹ ÿÿ ÿÿÿÿ ¢ ÿÿÿÿ ‚; ãk ÿÿÿÿ v y ™ Þ B ÿÿ ãk « I L v ãk ÿÿÿÿ ÿÿ $ $ $ ' 4 ý9 ;@ rH aQ †U ¤[ h_ 0g úp Rs ãs : @ A B D E F H I J N P P* È/ 3 ”A Y ãc ¦m Qp Es ãs ; = > ? C G K L M O ¹ ' !• ! ÿ•€´ î ÿ €€€ ÷ ðð ð ðV ð L ð ð X”ÿ•„ # ð8 ð ðŽ @ -ñ ð( ð ÿÿ € ÿ "ñ ? ð ð ð ðB ð S ð- ¿ Ë n? n? n? ÿ t5# Ç œ" ? n? n? ð Œ7# à n? W ãk n? $x £ÿÿÿN t" ‰ t ÿÿË n? tÇ n? ÄÆ n? Ä n? l¸ ¬¸ n? n? n? n? /# tÔ " n? n? n? ô=" üÑ |/# n? n? n? ìY$ ½ n? TÏ ¥" Ü” % m n? n? L# D(# n? -n? DL# ÌL# n? n? N# 4E# n? n? ì^# B# !n? $ $$ |$ |$ ¢$ ½$ ½$ T% e% e% f f gf gf Žg Žg èg èg Ch Ch (j (j j j äk - ž $ w $ ,$ …$ …$ «$ Å$ Å$ ]% m% m% Jh Jh /j /j —j —j äk f f nf nf •g •g ïg ïg - 8 *€urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags €City €B - *€urn:schemas-microsoftcom:office:smarttags €country-region €9 *€urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags €place € # - - - - - - - - - - - + .+ F+ F+ Á/ Â/ æ0 ç0 â1 ã1 é? é? ¹@ º@ é@ ê@ |J }J ïN öN 7S 8S $T $T ¦V §V W W W W K K ãL äL W W ¹Z ºZ ÁZ ÃZ áZ ãZ "[ "[ †^ ‰^ û_ ü_ ,` ` S` T` Ò` Õ` Ú` Û` Vd Yd ûh Fk Fk Hk Hk Ik Ik Kk Lk Nk Ok Qk Rk Zk ]k gk jk kk kk ák äk ^ m Á ; G ’ “ T š 2 Æ ' Z ÐÙ8 X ß è © Æi ( ‡ T ¹ U » 1 9 5 : ¼ J ; Ô ^ g - Å- Æ- m n Ü Ç! Í! # # ò$ ú$ {ÑÒ6' 7' Æ' å' Ü( ë( ®) À) 7* ±* µ* k, ~, ˜. 1 Í1 Ò1 ý1 S2 8 8 -8 û8 e: ; / / 60 *1 … ; ‚; „; Õ; M= Q= x> 4? 5? è? é? A ˜C øC ùC aD PE [E F ]G ˜I ½J ÁJ K ‘K ’K ûK üK nL oL |M }M ðM ñM WN XN îN )Q ¨Q ©Q R S S *S uS S ¤S ïS ¾T ƒU ‡U ÛU ßU X !X eY ÆY ÇY ^Z J[ ^[ ã[ u\ v\ Ë\ Ì\ ˆ] ß^ €_ É_ Ó_ ñ_ Ÿ` ` þ` äa -b .b c c `c c Sd Td ¦d jI I ‘I R ‰R _Z 9[ ac ¦c - f 8f ßh çh üh Fk Fk Hk Hk Ik Ik Kk Lk 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 + .+ F+ F+ Á/ Â/ æ0 ç0 â1 ã1 é? é? ¹@ º@ é@ ïN öN 7S 8S $T $T ¦V §V W W W W e e 3 3 3 3 3 3 3 Nk Ok Qk Rk jk kk äk 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 ê@ |J }J K K ãL äL W W ¹Z ºZ ÁZ ÃZ áZ ãZ "[ "[ †^ ‰^ û_ ü_ ,` ` S` T` Ò` Õ` Ú` Û` Vd Yd ûh üh ©j ©j Dk Fk Fk Hk Hk Ik Ik Kk Lk Nk Ok Qk Rk Zk ]k gk jk kk kk ák äk + .+ F+ F+ Á/ Â/ æ0 ç0 â1 ã1 é? é? ¹@ º@ é@ ê@ |J }J ïN öN 7S 8S $T $T ¦V §V W W W W K K ãL äL W W ¹Z ºZ ÁZ ÃZ áZ ãZ "[ "[ †^ ‰^ û_ ü_ ,` ` S` T` Ò` Õ` Ú` Û` Vd Yd ûh üh §j Ek Fk Fk Hk Hk Ik Ik Kk Lk Nk O k Qk Rk Zk ]k gk jk kk kk ák äk ·;õ dF Wÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ | 29x_;q ² Áÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ øt}3ÂIJWÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ Ÿ YX45 ;ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ óB½p ¯}L?¢“j ÿ ÿ ÿ ÿ ~òvÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ qøpò ^·|²˜B*ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ „˜þ^„ `„˜þ^J . `„Lÿ^J . „¨ ·'õ|2±J ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ „8 „˜þ^„8 `„˜þ^J o( . „Ø „Lÿ^„Ø # ~,G’,ÿ „ „˜þ^„¨ `„˜þ^J . „x „˜þ^„x `„˜þ^J . ÿ^„H `„Lÿ^J . „ „˜þ^„ `„˜þ^J „˜þ^„è `„˜þ^J . „¸ „Lÿ^„¸ `„Lÿ^J „˜þ Æ Ð ^„Ð `„˜þo( . € „ „˜þ Æ ^„ `„˜þ‡h ˆH . ‚ „p „Lÿ Æ p ^„p `„Lÿ‡h ˆH . € „˜þ Æ @ ^„@ `„˜þ‡h ˆH . € „ „H . . „@ „L „è „Ð „˜þ Æ ^„ `„˜þ‡h ˆH . „à „Lÿ Æ „° „˜þ Æ „€ „˜þ Æ „P „Lÿ Æ ^„8 `„˜þo( . „ „˜þ Æ ^„Ø `„Lÿ‡h ˆH ‚ à ^„à `„Lÿ‡h ˆH ° ^„° `„˜þ‡h ˆH € ^„€ `„˜þ‡h ˆH P ^„P `„Lÿ‡h ˆH € ^„ `„˜þ‡h ˆH . € „¨ € € ‚ . . . „8 . . ‚ „Ø „˜þ Æ „Lÿ Æ 8 Ø „˜þ Æ ¨ ^„¨ `„˜þ‡h ˆH . „x „˜þ Æ „H „Lÿ Æ „ „˜þ Æ „è „˜þ Æ „¸ „Lÿ Æ ^„h `„˜þo( . „p „Lÿ Æ „˜þ Æ @ ^„@ `„˜þ‡h ˆH . € x ^„x `„˜þ‡h ˆH H ^„H `„Lÿ‡h ˆH ^„ `„˜þ‡h ˆH è ^„è `„˜þ‡h ˆH ¸ ^„¸ `„Lÿ‡h ˆH „ „˜þ Æ p ^„p `„Lÿ‡h ˆH € „ ‚ . € € . . ‚ . . . „h „˜þ Æ ^„ `„˜þo( . ‚ € „@ h „˜þ Æ ^„ `„˜þ‡h ˆH . „à „Lÿ Æ „° „˜þ Æ „€ „˜þ Æ „P „Lÿ Æ ^„Ð `„˜þo( . „ „˜þ Æ „p „Lÿ Æ „˜þ Æ @ ^„@ `„˜þ‡h ˆH . ‚ à ^„à `„Lÿ‡h ˆH ° ^„° `„˜þ‡h ˆH € ^„€ `„˜þ‡h ˆH P ^„P `„Lÿ‡h ˆH € ^„ `„˜þ‡h ˆH p ^„p `„Lÿ‡h ˆH € „ € € ‚ . . . „Ð . ‚ . . € „@ „˜þ Æ Ð „˜þ Æ ^„ `„˜þ‡h ˆH . „à „Lÿ Æ „° „˜þ Æ „€ „˜þ Æ „P „Lÿ Æ ^„Ð `„˜þo( . „ „˜þ Æ „p „Lÿ Æ „˜þ Æ @ ^„@ `„˜þ‡h ˆH . ‚ à ^„à `„Lÿ‡h ˆH ° ^„° `„˜þ‡h ˆH € ^„€ `„˜þ‡h ˆH P ^„P `„Lÿ‡h ˆH € ^„ `„˜þ‡h ˆH p ^„p `„Lÿ‡h ˆH € „ € € ‚ . . . „Ð . ‚ . . € „@ „˜þ Æ Ð „˜þ Æ ^„ `„˜þ‡h ˆH . „à „Lÿ Æ „° „˜þ Æ „€ „˜þ Æ „P „Lÿ Æ ^„Ð `„˜þo( . „ „˜þ Æ „p „Lÿ Æ „˜þ Æ @ ^„@ `„˜þ‡h ˆH . ‚ à ^„à `„Lÿ‡h ˆH ° ^„° `„˜þ‡h ˆH € ^„€ `„˜þ‡h ˆH P ^„P `„Lÿ‡h ˆH € ^„ `„˜þ‡h ˆH p ^„p `„Lÿ‡h ˆH € „ € € ‚ . . . „Ð . ‚ . . € „@ „˜þ Æ Ð „˜þ Æ ^„ `„˜þ‡h ˆH . ‚ „à „Lÿ Æ à ^„à `„Lÿ‡h ˆH . „° „˜þ Æ ° ^„° `„˜þ‡h ˆH . „€ „˜þ Æ € ^„€ `„˜þ‡h ˆH . „P „Lÿ Æ P ^„P `„Lÿ‡h ˆH . 8 ^„8 `„0ýo( . „ „˜þ Æ „p „Lÿ Æ p ^„p `„Lÿ‡h ˆH . „˜þ Æ @ ^„@ `„˜þ‡h ˆH . € „ € € ‚ „8 ^„ € `„˜þo( „@ „0ý Æ . ‚ „˜þ Æ ^„ `„˜þ‡h ˆH „à „° „€ „P ^J . ÿ^J „˜þ^„@ `„˜þ^J . „Lÿ „˜þ „˜þ „Lÿ . . Æ Æ Æ Æ ‚ à ^„à `„Lÿ‡h ˆH ° ^„° `„˜þ‡h ˆH € ^„€ `„˜þ‡h ˆH P ^„P `„Lÿ‡h ˆH „ „˜þ^„ `„˜þ^J „@ „ € € ‚ . . . . . „Ð „p „˜þ^„Ð `„˜þ „Lÿ^„p `„L „˜þ^„ `„˜þ^J . `„˜þ^J . Lÿ^„P `„Lÿ^J þ^„ `„˜þ^J „˜þ^„@ `„˜þ^J . . . „à „Lÿ^„à `„Lÿ^J „€ „˜þ^„€ `„˜þ^J „Ð „˜þ^„Ð `„˜þ^J „p „Lÿ^„p `„Lÿ^J „ „° . . . . „˜þ^„° „P „ „ „˜ „@ „˜þ^„ `„˜þ^J . `„˜þ^J . Lÿ^„P `„Lÿ^J „ „˜þ Æ „p „Lÿ Æ „˜þ Æ @ ^„@ `„˜þ‡h ˆH . „à „Lÿ^„à `„Lÿ^J „€ „˜þ^„€ `„˜þ^J . „Ð „˜þ Æ Ð ^„ `„˜þ‡h ˆH . ‚ p ^„p `„Lÿ‡h ˆH . € € „ „° . . ^„Ð `„˜þo( „@ . „˜þ^„° „P „ € „˜þ Æ ^„ `„˜þ‡h ˆH . ‚ „à „Lÿ Æ à ^„à `„Lÿ‡h ˆH „° „˜þ Æ ° ^„° `„˜þ‡h ˆH „€ „˜þ Æ € ^„€ `„˜þ‡h ˆH „P „Lÿ Æ P ^„P `„Lÿ‡h ˆH qøp Ÿ YX óB½p øt}3 _;q | ¯}L? ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿ þ ºÍ ºw¨Î öÐŽ$ . . # ~ ·'õ| ú/ŠyĶTp 8 å 7 `$ ou É[ € € ‚ . . ^·| ·;õ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ M #j ¤k bG! ¨ # ©|( Y-p 2 {oB äzD "eF ÄEM y U \%W *|e -!n ˆLp x5~ 8 • ém W ‚ Ž=ƒ ‡ ß6‡ hˆ G” Ït– ·@£ ÅKµ Á · žI T1Ä ü Ë 6 Í IYÏ VÐ Ú \Ú ) Û ûaÜ x(ß ‰Zà yá [ ä ä Å ç ézê æ>ó n÷ $.ù rû µ_ÿ üh þh ÿ@ ãk X @ ÿÿ U n k n o w n ÿÿ ÿÿ ÿ ÿ ÿÿ ÿÿ ÿÿ G- ‡* € ÿ T i m e s N e w R o m a n 5- € S y m b o l 3. ‡* € ÿ A r i a l 7. ï { @ Ÿ C a l i b r i A- ï ëB Ÿ C a m b r i a M a t h " 1 ˆ ðÐ h œ* ‡œ* ‡ « QY 5 ¾ « QY 5 ¾ Ñ ð ´ ´ 4 d Çh Çh 2ƒQ ð üý HP ðÿ ? ä ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ\%W 2 ! x x ÿÿ m K A J I A N M E N G E N A I B A S I C A R R A N G E M E N T O N B O R D E R C R O S S I N G 1 9 6 7 A N T A R A I N D O N E S I A - M A L A Y S I A B E R K A I T A N D E N G A N P R A K T E K U S E R F A U Z A N 8 þÿ 0 @ à…ŸòùOh «‘ P \ | +'³Ù0 À ˆ $ ˆ ” ¨ ° ¸ ä - p KAJIAN MENGENAI BASIC ARRANGEMENT ON BORDER CROSSING 1967 ANTARA INDONESIA-MALAYSIA BERKAITAN DENGAN PRAKTEK USER Normal FAUZAN 2 Micros oft Office Word @ FÃ# @ â Ü Í @ â Ü Í « QY þÿ ÕÍÕ œ. “— +,ù®D ÕÍÕœ. “— +,ù®˜ T h œ p ¤ | ¬ „ ´ ¼ Œ ” 6 ä - MSI ¾ 5 Çh n KAJIAN MENGENAI BASIC ARRANGEMENT ON BORDER CROSSING 1967 ANTARA INDONESIA-MALAYSIA BERKAITAN DENGAN PRAKTEK - Title Ü 8 @ _PID_HLINKS ä A ” ] V . h t t p : / / l i n d o n e s i a f i l e . c o m / c o n t e n t / v i e w 1 8 6 0 / 4 2 - ! " # $ % ' ( ) * + , . / 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 : ; = > ? @ A B C D E F G H I J K L M N O P Q þÿÿÿS T U V W X Y Z [ \ ] ^ _ ` a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w þÿÿÿy z { | } ~ • þÿÿÿ ‚ ƒ „ … † ‡ þÿÿ ÿýÿÿÿýÿÿÿ‹ þÿÿÿþÿÿÿþÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿR o o t E n t r y ÿÿÿÿÿÿÿÿ À F påh3Ü Í € 1 T a b l e ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ R ÝJ W o r d D o c u m e n t ÿÿÿÿÿÿÿÿ 4¢ S u m m a r y I n f o r m a t i o n ( ÿÿÿÿ x D o c u m e n t S u m m a r y I n f o r m a t i o n 8 ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ € C o m p O b j ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ y ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ þ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ þÿ ÿÿÿÿ À F' Microsoft Office Word 97-2003 Document MSWordDoc