BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bangsa Indonesia telah melaksanakan pembangunan yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan dari seluruh potensi masyarakat. Agar proses pembangunan selanjutnya berjalan lancar perlu adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara dinamis dan proposional dalam rangka pelaksanaan pembangunan yang bertanggung jawab. Sebagai negara yang berkembang, Negara Republik Indonesia tengah menggalakkan pembangunan di segala bidang, yaitu pembangunan bidang ekonomi, sosial, budaya dan hukum. Bidang-bidang tersebut mempunyai tujuan sama dengan yang terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pembangunan Nasional Indonesia pada dasarnya dilakukan 1 2 oleh masyarakat bersama-sama pemerintah. Oleh karena itu peran masyarakat dalam pembiayaan pembangunan harus terus ditumbuhkan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kewajibannya membayar pajak. Berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa tahun terakhir telah menimbulkan skeptisisme masyarakat mengenai kepercayaan terhadap KPP. Seperti yang diberitakan mengenai tertangkapnya kepala KPP Pratama bogor, Anggrah suryo, yang tertanggkap tangan oleh petugas KPK menerima uang yang diduga suap dari wajib pajak digiring di kantor KPK, Jakarta yang menyatakan, tersangka Endang dyah, PT.Gunung Emas Abadi yang diduga memberikan suap ke Kepala Kantor pelayanan Pajak Bogor, dan Seperti pemberitaan kasus Tommy diangkat oleh the jakarta post yang mengenai rencana pelaporan gratifikasi dan perlindungan LPSK oleh Tommy yang dikaitkan dengan surat edaran Dirjen pajak SE -109/PJ/2010 tentang penanganan dini terhadap PNS dilingkungan yang terkait dengan Proses pemeriksaan perkara dana dan/atau diduga melakukan pelanggaan displin.(www.suara karya.com) Permasalahan menurunnya kinerja pegawai yang dihadapi kantor sebenarnya merupakan permasalahan klasik yang selalu up to date untuk didiskusikan. Penilaian kinerja pegawai sebagai pelaku dalam organisasi dengan membuat ukuran kinerja yang sesuai dengan tujuan organisasi. Standar penilaian kinerja suatu organisasi harus dapat diproyeksikan kedalam standar kinerja para pegawai sesuai dengan unit kerjanya. Evaluasi kinerja harus dilakukan secara terus menerus agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. 3 Kantor Pelayanan Pajak tidak terlepas dari kondisi-kondisi di atas, karena kantor atau organisasi perlu memperbaiki kinerja pegawai. Kantor perlu mengembangkan model kompetensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai sehingga dapat dijadikan dasar pengembangan Sumber Daya Manusia. Menurut Dody Radityo, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Sejak awal juni lalu, lebih dari 300 unit kerja vertikal di bawah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaksanakan kegiatan Values gathering yang bertujuan menyebarluaskan upaya dan komitmen DJP untuk mencapai target penerimaan pajak dengan integritas dan tidak melakukan korupsi. Hampir bersamaan dengan kegiatan tersebut, media massa sejak 6 Juni 2012 ramai memberitakan penangkapan pegawai DJP, Tommy Hindratno, dalam kasus suap pajak yang ditengarai melibatkan PT Bhakti Investama, Tbk. Values gathering tersebut dilaksanakan untuk mengkomunikasikan kepada masyarakat luas, upaya-upaya dan pencapaian DJP dalam menegakkan reformasi birokrasi. Salah satu capaian yang hendak ditunjukkan DJP adalah keberhasilan menurunkan indeks suap. Hasil survei Transparency International Indonesia yang dijadikan rujukan menyebutkan DJP menempati peringkat 12 dari 15 institusi publik, turun dari 23% pada 2006 menjadi 14% pada tahun 2008. Sekali lagi, pada saat hampir bersamaan, lembaga riset independen Soegeng Sarjadi Syndicate mempublikasikan hasil survei yang menunjukkan DJP merupakan lembaga terkorup ke dua (21,4%), hanya kalah dari DPR. Hasil survei tersebut mungkin “menguntungkan” DJP mengingat survei dilaksanakan 14-24 Mei 2012, sebelum kasus suap Tommy Hindratno terungkap. Citra baik DJP yang mulai terbentuk 4 melalui upaya keras melakukan perbaikan, kembali menggelinding ke titik terendah ketika terungkap kasus korupsi yang melibatkan pegawai DJP. Hal tersebut terjadi sejak kasus yang melibatkan Gayus Tambunan dan terus berulang seiring terungkapnya kasus Bahasyim Assifie, Dhana Widyatmika, hingga terakhir menimpa Tommy Hindratno. Pola yang berulang terus menerus tersebut berimplikasi pada semakin susahnya mendorong kembali batu karang ke puncak gunung ketika kasus kembali terjadi. Kasus yang terjadi berkali-kali menimbulkan beban mental yang semakin berat bagi pegawai DJP untuk bangkit kembali. Label koruptor dilekatkan kepada pegawai DJP, dan bahkan kantor pusat DJP oleh sebagian masyarakat disebut sebagai “kantor Gayus”. Untuk itu, beberapa waktu terakhir DJP melaksanakan program penguatan mental sebagai upaya memelihara semangat dan menghindari demotivasi pegawai DJP yang dapat berdampak pada pencapaian target penerimaan negara. Kasus yang terjadi berkali-kali menimbulkan beban mental yang semakin berat bagi pegawai DJP untuk bangkit kembali. Label koruptor dilekatkan kepada pegawai DJP, dan bahkan kantor pusat DJP oleh sebagian masyarakat disebut sebagai “kantor Gayus”. Untuk itu, beberapa waktu terakhir DJP melaksanakan program penguatan mental sebagai upaya memelihara semangat dan menghindari demotivasi pegawai DJP yang dapat berdampak pada pencapaian target penerimaan negara. Dari beberapa pemberitaan yang disebutkan dimedia mengenai kasus dugaan korupsi petugas pajak, menurut lury Sofyan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), banyak pihak yang mempertanyakan keberhasilan reformasi diDJP 5 dan terbentuk persepsi masyarakat akan citra buruk DJP, Namun permasalahan yang harus dijawab bukan hanya bagaimana memunculkan semangat pegawai DJP untuk mendorong kembali batu ke puncak gunung, tetapi juga memulihkan kepercayaan masyarakat kepada institusi DJP. Ketidakpercayaan masyarakat (yang juga wajib pajak) dapat menimbulkan keengganan dalam membayar pajak. Berbagai kasus yang melibatkan pegawai DJP dapat menyebabkan masyarakat menilai bahwa institusi DJP merupakan institusi yang korupsi dan tidak serius melakukan reformasi. (www.pajak.go.id) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu institusi pemerintah di bawah Departemen Keuangan yang mengemban tugas untuk mengamankan penerimaan pajak Negara dituntut untuk selalu dapat memenuhi pencapaian target penerimaan pajak senantiasa meningkat dari tahun ke tahun di tengah tantangan perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial maupun ekonomi di masyarakat. Sistem modernisasi administrasi perpajakan dilakukan karena penerimaan pajak pada awal reformasi perpajakan (tahun 1983), penerimaan negara masih dibawah 20% setiap tahunnya, hal tersebut dapat dilihat melalui APBN. Tetapi dengan adanya modernisasi perpajakan penerimaan negara meningkat secara signifikan dan dari 20% menjadi 75% setiap tahunnya walaupun hal tersebut masih jauh dari apa yang sudah dianggarkan oleh negara melalui APBN. (Liberti Pandiangan, 2007:18). Salah satu penerimaan pajak yang cukup signifikan terhadap pendapatan Negara pajak pertambahan nilai (PPN).menurut badan kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI, Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik 6 hampir dua kal lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu Rp 123 triliun pada tahun 2006 menjadi 232,2 triliun pada tahun 2010.Angka ini lebih kurang 30% dari total penerimaan Negara dari pajak. Untuk tahun 2011 penerimaan PPN meencapai 277,73 triliun, jika dibandingkan dengan penerimaan PPN tahun 2010. Maka penerimaan PPN memiliki peningkatan, tetapi apabila dilihat dari perjenis pajaknya untuk tahun 2011, maka PPN memiliki pencapaian target paling rendah. Meskipun demikian, PPN mengalami kinerja pertumbuhan sebesar 20,45% yang tergolong relatif baik. Namun, berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa tahun terakhir telah menimbulkan skeptisime wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Sementara disis lain, Negara, masih mengharapkan pajak sebagai sumber utama pendapatan. Tuntutan akan penerimaan, preningkatan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak serta perbaikan-perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala aspek perpajakn menjadi alasan perlu dilakukannya reformasi perpajakan melalui modernisasi system administrasi perpajakan. Modernisasi administrasi perpajakan dilakukan sebagai bagian dari reformasi birokrasi perpajakan. Modernisasi dilakukan dalam beberapa tahap dan sudah dimulai sejak tahun 2002, dengan membentuk Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar dan Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar. Dengan sistem administrasi perpajakan modern, didukung dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional dan berkualitas serta mempunyai kode etik kerja diharapkan akan tercipta prinsip Good Governance yang dilandasi transparansi, akuntabel, responsif, independen dan adil. Hal ini pada gilirannya 7 akan mendukung Visi Direktorat Jenderal Pajak yaitu “Menjadi Model Pelayanan Masyarakat yang Menyelenggarakan Sistem dan Manajemen Perpajakan Kelas Dunia yang Dipercaya dan Dibanggakan oleh Masyarakat”. Berbagai fasilitas untuk kemudahan dan kenyamanan pelayanan kepada Wajib Pajak dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan perkembangan dan kemajuan Tekhnologi Informasi. Fasilitas tersebut antara lain Website, Call Centre, Complaint Centre, e-Filling, e-SPT, One-Line Payment. Untuk memudahkan pelayanan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak serta meningkatkan produktivitas aparat, akan didukung oleh sistem administrasi yang berbasis teknologi informasi. Secara bertahap sistem informasi baru ini, yaitu Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SI-DJP) akan diterapkan. Sistem ini menerapkan Case Management (Manajemen Kasus) dan work flow system (alur kerja), sehingga memungkinkan setiap proses kegiatan menjadi terukur dan terkontrol. (Liberti pandiangan, 2007:18) Modernisasi perpajakan yang dilakukan merupakan bagian dari reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap 3 bidang pokok yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan, yaitu bidang administrasi, bidang peraturan, dan bidang pengawasan. Melalui modernisasi administrasi perpajakan, diharapkan terbangun pilar-pilar pengelolaan pajak yang kokoh sebagai fundamental penerimaan pajak yang baik dan berkesinambungan. Modernisasi sistem perpajakan dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak bertujuan untuk menerapkan Good Governance dan pelayanan prima kepada masyarakat. Good governance, merupakan penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem 8 informasi teknologi yang handal dan terkini. Strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak. Selain itu untuk mencapai tingkat kepatuhan pajak yang tinggi, meningkatkan kepercayaan administrasi perpajakan dan mencapai tingkat produktivitas pegawai yang tinggi. Pengelolaan pajak mengalami perubahan besar yang terus dikembangkan ke arah modernisasi. Dengan demikian optimalisasi penerimaan pajak dapat terlaksana dengan baik, efektif, dan efisien. Salah satu contoh sulitnya administrasi pajak di negara kita ini yang menjadikan wajib pajak menjadi tidak patuh adalah dimana seorang calon wajib pajak yang ingin mendaftarkan usahanya dan sudah mengumpulkan data-data pendukung yang harus dilampirkannya, akan tetapi setelah sesampainya di Kantor Pelayanan Pajak yang dituju, ternyata ada data-data yang kurang. Data yang kurang tersebut tidak tercantum dalam peraturan per-44/PJ/2008 pada formulir permohonan pembuatan NPWP yang telah dibuat sebelumnya, sehingga calon wajib pajak tersebut harus kembali dan melengkapi syarat-syarat yang telah ditentukan. (http:/PajakOnline.com/Firman 2009:2). Biaya remunerasi diberikan kepada pegawai untuk meningkatkan kesejahteraan para pegawai. Diharapkan akan ada peningkatan kinerja dari para pegawai, dan yang paling utama, untuk mencegah terjadinya korupsi dan suapmenyuap. Untuk para pegawai Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai, jumlah remunerasi yang akan mereka terima akan jauh lebih tinggi dibandingkan direktorat yang lain. Alasannya, karena mereka bertanggung jawab menghimpun sebagian besar penerimaan negara. 9 Dengan adanya sistem administrasi modern maka Direktorat Jenderal Pajak dapat mengetahui jumlah wajib pajak melalui Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Berikut ini disajikan data mengenai penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagai gambaran bahwa wajib pajak tidak melakukan kewajiban perpajaknya. Good Governance ditandai dengan teknologi informasi dan pelayanan prima Direktorat Jenderal Pajak. Good Governance merupakan penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. Sistem informasi yang merupakan bagian dari pelaksanaan sistem administrasi perpajakan yang disusun seefektif mungkin sehingga dapat mengurangi biaya administrasi. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa administrasi perpajakan berperan penting dalam sistem perpajakan di suatu negara dapat dengan sukses mencapai sasaran yang diharapkan dalam menghasilkan penerimaan pajak yang optimal karena administrasi perpajaknnya mampu dengan efektif melaksanakan sistem perpajakan di suatu negara yang terpillih. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Modernisasi Administrasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung”. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merumuskan beberapa masalah yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 10 1. Bagaimana pelaksanaan sistem administrasi perpajakan modern pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung. 2. Bagaimana penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung. 3. Seberapa besar pengaruh pelaksanaan sistem administrasi perpajakan modern terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung 1.3 Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi dari objek penelitian sistem administrasi perpajakan modern terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem administrasi perpajakan modern pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh pelaksanaan sistem administrasi perpajakan modern terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung. 11 1.4 Kegunaan Penelitian Dengan adanya penelitian ini penulis mengharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain: 1.4.1 Kegunaan Teoritis a. Bagi Peneliti Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai sistem administrasi perpajakan modern terhadap penerimaan pajak. b. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung. Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan memperoleh gambaran langsung bagaimana sistem administrasi perpajakan modern mempengaruhi penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung c. Bagi Peneliti Selanjutnya Dapat dijadikan sumber informasi dan referensi dalam penelitian sejenis. 1.4.2 Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sebagai tambahan pengetahuan di bidang sistem administrasi perpajakan modern terhadap penerimaan pajak.