Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H atau bertepatan dengan tanggal 18 November 1912. Beliau lahir pada tahun 1868 disebuah pemukiman disekitar Masjid Besar Yogyakarta yang bernama Kampung Kauman dengan nama aslinya yaitu Muhammad Darwisy. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiranpemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin AlAfghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu KratonYogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren. Arti Bahasa atau Estimologis Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab “Muhammad” yaitu nama Nabi atau Rasul Allah SWT yang terakhir. Kemudian mendapatkan “ya nisbiyah” yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Nabi Muhammad SAW atau pengikut Nabi Muhammad SAW. Yaitu semua orang yang meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul Allah SWT yang terakhir. Dengan demikian siapapun yang beragama Islam maka dia adalah orang Muhammadiyah, tanpa dilihat atau dibatasi oleh perbedaan organisasi, golongan, bangsa, geografis, etnis, dsb. Arti Istilah atau Terminologis Muhammadiyah adalah gerakan Islam. Dakwah Amar Makruf Nahi Mungkar berasaskan Islam dan bersumber Al-Quran dan Sunah/Hadist. Didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal 18 November 1912 M dikota Yogyakarta. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah dengan maksud untuk berta’faul (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan menteladani jejak perjuangan Nabi Muhammad SAW, sehingga umat Muhammadiyah merasa bangga dan terhormat dengan agama yang dianutnya dan tidak merasa malu kepada siapapun. Dalam rangka menegakkan dan menjujung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya Izzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai idealitas dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realitas. FAKTOR SUBYEKTIF FAKTOR EXTERNAL FAKTOR INTERNAL Hasil pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap Al-Quran dalam menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KH. Ahmad Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah SWT sebagaimana yang tersimpul dalam surat An. Nisa ayat 82 dan surat Muhammad ayat 24, yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 yang artinya ”Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. Memahami seruan diatas, KH. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi, yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Amar Makruf Nahi Mungkar ditengah masyarakat kita. Adanya pengaruh gerakan reformasi dan purifikasi yang di pelopori oleh Jamaluddin Al Afghani Muhammad Abduh, serta Muh. Abd. Wahab. Kegiatan-kegiatan kristening politik, yaitu usahausaha misi dan zending yang bermaksud mengkristenkan umat islam Indonesia. Adanya penjajahan kolonialis, yang membelenggu umat Islam Indonesia dan penestrasi kebudayaan barat, sehingga menimbulkan sikap acuh tak acuh bahkan mencemohkan Islam dari kalangan pelajar Indonesia,dan akibat-akiabat negatif lainnya. Rusak dan hinanya umat islam dalam bidang sosial, baik dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan serta keagamaannya. Tidak tegak nya hidup dan kehidupan agama islam dalam diri orang dan masyarakat. Tidak bersihnya islam akibat bercampurnya dengan berbagai macam faham sehingga timbulnya bid ah, syirik. Kurang adanya persaudaraan dan persatuan umat islam dalam membela kepentingan islam. Belum selesai dan sempurnya perjuangan para wali dalam pengembangan agama islam di indonesia. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” ( Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912 ), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya diYogyakarta”. Sedangkan maksudnya ialah “menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk nusantara di dalam residensi Yogyakarta, dan memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya.” ciri- ciri yang khas, memiliki cita- cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid ( pembaruan ) yang meliputi aspek-aspek tauhid ( ‘aqidah ), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang asli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.