Dakwah Islam di Nusantara dan Asal-usul Muhammadiyah MAKALAH Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kemuhammadiyahan Yang Diampu Oleh : Muntohar, M.Pd.I KELOMPOK 2 Oleh : Dhera Soga Saputra 1911010022 Nurul Hiddayah 1911010063 Merlin Tri Winarni 1911010064 Moh Naufal Kholis N 1911010026 Dimas Ilham 1811010001 Fakultas Ilmu Kesehatan Prodi Keperawatan D-3 Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2020 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................................ 1 BAB I Pendahuluan ............................................................................ 1 A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2 C. Tujuan ........................................................................................................ 2 BAB II Isi Pembahasan ...................................................................... 3 A. Sejarah Masuknya Islam ke Nusantara ..................................................... 3 1. Teori Gujarat ................................................................................................ 3 2. Teori Persia .................................................................................................. 4 3. Teori China .................................................................................................. 4 B. Proses Perkembangan Islam di Nusantara .............................................. 11 1. Perdagangan ............................................................................................... 11 2. Perkawinan................................................................................................. 11 3. Pendidikan ................................................................................................. 12 4. Politik ......................................................................................................... 12 5. Melalui Dakwah di Kalangan Masyarakat................................................. 12 6. Seni Budaya ............................................................................................... 13 C. Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia ........................................ 13 1. Masa Kesulthanan ...................................................................................... 13 2. Masa Penjajahan ........................................................................................ 14 3. Gerakan dan organisasi Islam .................................................................... 15 i D. Asal – usul Muahammadiyah .................................................................... 17 A. Sejarah Muhammadiyah ........................................................................... 17 BAB III Penutup .............................................................................. 28 A. Kesimpulan ............................................................................. 28 DAFTAR PUSTAKA ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Umat islam di indoneisa menempati jumlah terbanyak dibandingkan umat agama lain, olehkarena itu sebagian besar aturan perundangan mencerminkan nilai nilai keislaman. Dan juga sebagian besar pemimppin bangsa berasal dari agama islam. Tetapi ironisnya ketika melihat kondisi bangsa indonesia yang semakin lama semakin mempunyai banyak masalah dan malah dalam beberapa hal tertinggal oleh bangsa lain yang bukan islam. Sudah 60 tahun lebih indonesia merdeka dan agama islam sendiri jauh lebih lama mengakar di indonesia dan bahkan Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad ke 7. Dengan waktu yang selama itu tentu pengaruh dari agama islam seharusnya mengakar kuat dalam diri umat islam, jika proses dakwah yang berlangsung selama kurun waktu itu berjalan dengan baik. Memang perjalanan agama islam di indonesia berlangsung dengan berbagai media, apalagi di tengah era globalisasi seperti sekarang ini. Tetapi jika kita menilik sejarah islam di indonesia, peran terbesar dalam penyebaran islam di indonesia adalah melalui kaum pedagang. Salah satu isyarat yang membenarkan tesisi itu adalah bahwa pertumbuhan awal komunitas islam itu berada di kota-kota berpelabuhan besar pada zamannya, isyarat lain juga diperlihatkan oleh peninggalan sejumlah makam kuno. Perkembangan dakwah islam indonesia di masa sekarang memang tidak lepas dari sejarah islam di indonesia sendiri, karena apa yang kita terima sekarang adalah estafeta ilmu dari generasi yang terdahulu, dan disini akan sedikit dibahasmengenai perkembangan dakwah islam di Indonesia. Sejarah telah mencatat bahwa islam telah memberikan suatu kerangka bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban dunia. Sikap dan semangat 1 ilmiah yang telah dibentuk oleh dunia islam pada abad pertengahan, melahirkan figure ensiklopedik dari berbagai ilmu pengetahuan. Peradaban dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan yang telah dicapai oleh kaum muslimin sebelumnya tidak nampak lagi bahkan kaum muslimin tampak statis dalam lapangan pemikiran, termasuk bidang pemikiran keagamaan. Di Indonesia, proses perubahan alam pikiran tentang islam, selain faktor kondisi intern umat islam terjadi setelah terbukanya komunikasi yang luas dengan negara timr tengah yang menjadi pusat islam. Proses perubahan ini dilakukan oleh individu dalam kelompok masyarakat yang ingin memperjuangkan identitas dan prinsip ajaran islam di tengah-tengah kehidupan bangsa Indonesia. Usaha tersebut di realisir dengan mendirikan organisasi tertentu. Diantara organisasi ini, muhammadiyah di pandang memiliki peranan yang sangat penting dalam menyebarkan ide-ide pembaharuan islam dan memiliki pengaruh yang cukup kuat di kalangan masyarakat menengah Indonesia (Din Syamsuddin). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Perkembangan dakwah islam di nusantara ? 2. Bagaimana asal-usul muhammadiyah ? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui perkembangan dakwah islam di nusantara 2. Untuk mengetahui asal usul muhammadiyah 2 BAB II ISI PEMBAHASAN A. Sejarah Masuknya Islam ke Nusantara Sepeninggalan Nabi Muhammad SAW tepatnya pada 632 M silam, kepemimpinan agama islam tidak berhenti begitu saja. Kepemimpinan islam diteruskan oleh para khalifah dan disebarkan ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Hebatnya baru sampai abad ke-8 islam telah menyebar hingga ke seluruh Afrika, Timur Tengah, dan Benua Eropa. Baru pada dinasti Ummayah perkembangan islam masuk ke nusantara. Zaman dahulu Indonesia dikenal sebagai daerah terkenal akan hasil rempahrempahnya, sehingga banyak sekali para pedagang dan saudagar dari seluruh dunia datang ke kapulauan Indonesia untuk berdagang. Hal tersebut juga menarik pedagang asal arab, Gujarat, dan juga Persia. Sambil berdagang para pedagang muslim sembari berdakwah untuk mengenalkan ajaran islam kepada para penduduk. Menurut para sejarawan, pada abad ke-13 M islam sudah masuk ke nusantara yang dibawa oleh para pedagang muslim. Namun lebih pastinya para ahli masih terdapat perbedaan pendapat dari para sejarawan namun setidaknya empat teori tentang masuknya islam ke Indonesia. 1. Teori Gujarat Teori ini beranggapan bahwa agama dan kebudayaan islam dibawa oleh para pedagang dari daerah Gujarat, India yang berlayar melewati selat Malaka. Teori ini menjelaskan bahwa kedatangan islam ke nusantara sekitar abad ke-13 melalui kontak para pedagang dan kerajaan samudera pasai yang menguasai selat Malaka pada saat itu. 3 Teori ini juga diperkuat dengan penemuan makam Sultan Samudera Pasai, Malik As-Saleh pada tahun 1297 yang bercorak Gujarat. Teori ini ditemukan oleh S. Hurgronje dan J. Pijnapel. 2. Teori Persia Umar Amir Husein dan Hoesein Djadjadiningrat berpendapat bahwa islam masuk ke nusantara melalui para pedagang yang berasal dari Persia, bukan dari Gujarat. Persia adalah sebuah kerajaan yang saat ini kemungkinan besar berada di Iran, teori ini juga tercetus karena pada awal masuknya islam ke nusantara di abad ke-13, ajaran yang marak saat ini adalah ajaran Syiah yang berasal dari Persia. Selain itu, adanya beberapa kesamaan tradisi Indonesia dengan Persia dianggap sebagai salah satu penguat. Contohnya adalah peringatan 10 Muharrom islam-Persia yang serupa dengan upacara peringatan Tabuik atau Tabuk dibeberapa wilayah Sumatra khususnya Sumatra Barat dan Jambi. 3. Teori China Lain halnya dengan Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby, mereka berpendapat bahwa sebenarnya kebudayaan islam masuk ke nusantara melalui perantara masyarakat muslim China. Teori ini berpendapat bahwa migrasi masyarakat muslim China dari kanton ke nusantara, khususnya Palembang pada abad ke-9 menjadi awal mula masuknya budaya islam ke nusantara. Hal ini dikuatkan dengan adanya bukti bahwa Raden Patah (Raja Demak) adalah keturunan China, penulisan gelar raja-raja Demak dengan istilah China, dan catatan yang menyebutkan bahwa pedagang China lah yang pertama menduduki pelabuhan-pelabuhan di nusantara. 4. Teori Mekkah Dalam teori ini dijelaskan bahwa islam di nusantara dibawa langsung oleh para musafir dari Arab yang memiliki semangat untuk menyebarkan islam 4 keseluruh dunia pada abad ke-7 hal ini diperkuat dengan adanya sebuah perkampungan Arab di Barus, Sumatra Utara yang dikenal dengan nama Bandar Khalifah. Selain itu, Samudera Pasai madzhab yang dikenal adalah madzhab Syafi'i madzhab ini juga terkenal di Arab dan Mesir pada saat itu. Kemudian yang terakhir adalah digunakannya gelar Al Malik pada raja-raja Samudera Pasai seperti budaya islam di Mesir. Teori inilah yang paling banyak mendapat dukungan para tokoh seperti, Van Leur, Anthony H. Johns, T.W Arnold, dan Buya Hamka. Islam juga sempat menjadi kekuatan yang cukup disegani di nusantara, hal ini ditandai dengan munculnya banyak kerajaan islam yang cukup terkenal dan berkuasa. Risalah islam dilanjutkan oleh Nabi Muhammad SAW di Jazirah arab pada abad ke-7 M ketika Nabi Muhammad SAW mendapat wahyu dari allah SWT. Setelah kematian Rasulallah SAW kerajaan islam berkembang hingga Samudera Atlantik dan Asia Tengah di Timur. Namun, kemunculan kerajaan-kerajaan seperti kerajaan Umayyah, Abbasiyyah, Turki Seljuk, dan ke-kholifahan Ottoman, kemaharajaan Mughal, india, dan kesultanan Malaka telah menjadi kerajaan yang besar di Dunia. Banyak ahli-ahli sains, ahli-ahli filsafat dan sebagainya muncul dari negeri-negeri islam terutama pada zaman emas islam. Karena banyak kerajaan islam yang menjadikan dirinya sekolah. Di abad ke-18 dan 19 M, banyak daerah islam jatuh ke tangan Eropa. Setelah perang dunia 1. Kerajaan Ottoman, yaitu kekaisaran terakhir tumbang. Jazirah arab sebelum kedatangan islam merupakan sebuah kawasan yang dilewati oleh jalur sutera. Kebanyakan bangsa arab merupakan penyembah berhala dan sebagian merupakan pengikut Agama Kristen dan yahudi. 5 Makkah adalah tempat suci bagi bangsa arab ketika itu karena terdapat berhala-berhala mereka dan telaga zam-zam dan yang paling penting sekali serta Ka'bah yang didirikan Nabi Ibrahim beserta Ismail. Nabi Muhammad SAW. Dilahirkan di Mekkah pada Tahun Gajah yaitu 570 M. Ia merupakan seorang anak yatim sesudah kedua orangtuanya meninggal dunia. Muhammad akhirnya dibesarkan oleh pamannya Abu Thalib. Muhammad menikah dengan Siti Khadijah dan menjalani kehidupan yang bahagia. Namun, ketika Nabi Muhammad berusia 40 tahun beliau didatangi Malaikat Jibril sesudah beberapa waktu Muhammad mengajar ajaran islam secara tertutup kepada rekan-rekan terdekatnya, yang dikenal sebagai "as-Sabiqun alAwwalun (orang-orang pertama yang memeluk islam)" dan seterusnya secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekkah. Pada tahun 622 M Nabi Muhammad dan pengikutnya hijrah ke Madinah. Peristiwa lain yang terjadi setelah hijrah adalah pembuatan kalender hijirah. Penduduk Mekkah dan Madinah ikut berperang bersama Nabi Muhammad dengan hasil yang baik walaupun ada diantaranya kaum islam yang tewas. Lama kelamaan para muslimin menjadi lebih kuat, dan berhasil menaklukan kota Mekkah. Setelah Nabi Muhammad wafat seluruh Jazirah Arab dibawah penguasaan Islam. Agama Islam pertama masuk di Indonesia melalui proses perdagangan, pendidikan, dan lain-lain. Tokoh penyebar Islam dalah Walisongo. Wafatnya Rasulullah Khalifah Usman Bin Affan RA mengirim deligasi ke China untuk memperkenalkan daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan empat tahun ini para utusan Usman ternyata sempat singgah di kepulauan Nusantara. 6 Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Ummayah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri ini sambil terus berdakwah. Lambat laun penduduk pribumi milai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah barat dari kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima Agama Islam. Bahkan di Aceh kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni kerajaan Samudera Pasai. Berita ini dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H atau 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitupula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara muslim dari Maghribi yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H atau 1345 M menuliskan bahwa di aceh telah tersebar Madzhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang muslimah Binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H atau 1082 M yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab. Sampai dengan abad ke-8 H atau 14 M belum ada pengislaman penduduk pribumi nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 atau 14 M penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. 7 Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk islamnya penduduk nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada antara abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu atau Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukannya sebagai rahmatan lil'alamin. Dengan islamnya penduduk pribumi nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam diberbagai daerah Kepulauan ini, perdagangan dengan kaum muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke nusantara juga semakin banyak. Yang sebagian besar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah hadromaut. Namun setelah bangsa-bangsa eropa nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah demi daerah di nusantara, hubungan dengan pesat dunia islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 M. Penyebabnya, selain karena kaum muslimin nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. 8 Setiap kali para penjajah terutama belanda menundukkan kerajaan islam di nusantara, mereka pasti menyadarkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat islam nusantara dengan ummat islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat islam nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka mempersulit pembaruan antara orang arab dengan pribumi. Semenjak awal datangnya bangsa eropa pada akhir abad ke 15 M ke kepulauan nusantara, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai nusantara. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk islam, agama seceru mereka, sehingga semangat perang salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut hindu atau budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum muslimin, maka setelah menguasai malaka pada tahun 1511, portugis menjalin kerja sama dengan kerajaan sunda pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di sunda kelapa. Namun maksud portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan islam dari sepanjang pesisir utara pulau jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra aceh berdarah arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, fatahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan islam jawa, yakni demak, Cirebon dan banten fatahillah sempat berguru di mekkah. Bahkan ikut mempertahankan mekkah dari serbuan turki usmani. 9 Kedatangan kaum kolonialis disatu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin nusantara, namun disisi lain membuat pendalaman akidah islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada madzhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra-islam. Kalangan priyai yang dekat dengan belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik yang licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada' nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan islam diabad 16 dan 17 seperti malaka (Malaysia), sulu (filiphina), samudera pasai, banten, sunda kelapa, Makassar, ternate, hingga perlawanan para ulama di abad ke 18 seperti perang Cirebon (bagus rangin), perang jawa (diponegoro), perang padre (Imam Bonjol) dan perang aceh (Teuku Umar). 5. Teori Maritim Pada teori ini dikemukakan oleh ahli sejarah yang berasal dari Pakistan, N.A. Baloch. Teori menyatakan bahwa perluasan Islam di Nusantara itu tidak dapat dilepaskan dari kemampuan umat Islam dalam menelusuri Samudera. Pada teori ini tidak menjelaskan asal Islam yang berkembang di Nusantara. Akan tetapi yang jelas menurut teori ini, masuknya agama Islam ke Indonesia itu terjadi sekitar abad ke-7 M. 10 Dari seluruh teori yang dibahas di atas tadi, secara umum para ahli sejarah mengakui bahwa pertama kali Islam masuk ke Nusantara ini masih belum jelas sekali. Artinya, karena sangat kurangnya informasi yang bisa diyakini. Walaupun demikian, kalau secara umum para ahli sejarah itu menyatakan bahwa Islam ke Indonesia kemungkinan besar melewati kontak perdagangan yang sudah ada bahkan sebelum adanya agama Islam. B. Proses Perkembangan Islam di Nusantara Agama Islam menjadi Agama yang paling banyak pemeluknya di Indonesia karena penyebaran dilakukan dengan berbagai cara, yuk kita cari tahu bagaimana agama Islam bisa tersebar di Indonesia : 1. Perdagangan Pada abad ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari Gujarat/India, Persia, dan Bangsa Arab. Saat berdagang terjadilah komunikasi antara penjual dan pembeli, atas interaksi ini maka terjadilah penyebaran agama Islam. Sebagai seorang muslim mempunyai kewajiban berdakwah maka para pedagang Islam juga menyampaikan dan mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada orang lain, akhirnya banyak pedagang Indonesia memeluk agama Islam dan merekapun menyebarkan agama Islam dan budaya Islam yang baru dianutnya kepada orang lain. Secara bertahap agama dan budaya Islam tersebar dari pedagang Gujarat/India, Persia, dan Bangsa Arab kepada bangsa Indonesia. Proses penyebaran Islam melalui perdagangan sangat menguntungkan dan lebih efektif dibanding cara lainnya. 2. Perkawinan Sebagian para pedagang Islam ada yang menetap di Indonesia dan para pedagang ini menikah dengan wanita Indonesia, terutama putri raja atau bangsawan. Karena pernikahan itulah, maka banyak keluarga raja atau bangsawan 11 masuk Islam. Ketika keluarga raja dan bangsawan memeluk agam islam, akhirnya diikuti oleh rakyatnya. Dengan demikian Islam cepat berkembang. 3. Pendidikan Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren. Pesantren adalah tempat pemuda pemudi menuntut ilmu yang berhubungan dengan agama Islam. Setelah para pelajar tersebut selesai dalam menuntut ilmu mengenai agama Islam, mereka mengajarkan kembali ilmu yang diperolehnya kepada masyarakat sekitar, hingga akhirnya masyarakat sekitar menjadi pemeluk agama Islam. 4. Politik Seorang raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memegang peranan penting dalam proses penyebaran agama Islam tersebut. Jika raja sebuah kerajaan memeluk agama Islam, maka rakyatnya akan memeluk agama Islam juga. Alasannya karena masyarakat Indonesia memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap rajanya. Demi kepentingan politik maka Raja akan mengadakan perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama Islam. 5. Melalui Dakwah di Kalangan Masyarakat Masyarakat Indonesia sendiri memilki para pendakwah yang menyebarkan Islam di lingkungannya, seperti Dato’ri Bandang menyebarkan agama Islam di daerah Gowa, Sulawesi Selatan; Tua Tanggang Parang menyebarkan Islam di daerah Kutai, Kalimantan Timur; Penghulu dari Demak menyebarkan agama Islam di kalangan para bangsawan Banjar, Kalimantan Selatan; Para Wali menyebarkan agama Islam di Jawa dan ada 9 wali yang terkenal, mereka memegang beberapa peran di kalangan masyarakat sebagai penyebar agama Islam, pendukung kerajaan-kerajaan Islam, penasihat raja-raja Islam dan 12 pengembang kebudayaan daerah yang telah disesuaikan dengan budaya Islam. Atas perannya para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat. 6. Seni Budaya Perkembangan Islam juga melalui seni budaya, seperti bangunan (masjid), seni pahat, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Beberapa seni ini banyak dijumpai di Jogjakarta, Solo, dan Cirebon. Seni ini dibuat dengan cara mengakrabkan budaya daerah setempat dengan ajaran Islam yang disusupkan ajaran tauhid yang dibuat sederhana, sehalus dan sedapat mungkin memanfaatkan tradisi lokal. C. Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia 1. Masa Kesulthanan Untuk melihat lebih jelas gambaran keislaman di kesultanan atau kerajaankerajaan Islam akan di uraikan sebagai berikut. Di daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha seperti daerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera dan Banten di Jawa, Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama Islam itu telah menunjukkan diri dalam bentuk yang lebih murni. Di kerajaan Banjar, dengan masuk Islamnya raja, perkembangan Islam selanjutnya tidak begitu sulit karena raja menunjangnya dengan fasilitas dan kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya mebawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit, kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya mufti dan qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang fiqih dan tasawuf. Di kerajaan ini, telah berhasil pengkodifikasian hukum-hukum yang sepenuhnya berorientasi pada hukum islam yang dinamakan Undang-Undang Sultan Adam. Dalam Undang-Undang ini timbul kesan bahwa kedudukan mufti mirip dengan Mahkamah Agung sekarang yang bertugas mengontrol dan kalau 13 perlu berfungsi sebagai lembaga untuk naik banding dari mahkamah biasa. Tercatat dalam sejarah Banjar, di berlakukannya hukum bunuh bagi orang murtad, hukum potong tangan untuk pencuri dan mendera bagi yang kedapatan berbuat zina. Guna memadu penyebaran agama Islam dipulau jawa, maka dilakukan upaya agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan satu dengan yang lainnya, serta dibangun masjid sebagai pusat pendidikan Islam. Dengan kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah petinggi dan penguasa kerajaan untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya. Ini seperti ketika di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika Sultan Agung masuk Islam, kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaan Mataram ikut pula masuk Islam seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain sebagainya. Lalu Sultan Agung menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan istilah-istilah keislaman, meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti sebenarnya. 2. Masa Penjajahan Ditengah-tengah proses transformasi sosial yang relatif damai itu, datanglah pedagang-pedagang Barat, yaitu portugis, kemudian spanyol, di susul Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara ini. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk menjalinkan hubungan dagang karena Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut dan menjadi tuan bagi bangsa Indonesia. Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintah Hindia-Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di Negeri Arab, Jawa dan 14 Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal dengan politik Islam di Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori, yaitu: 1. Bidang agama murni atau ibadah; 2. Bidang sosial kemasyarakatan; dan 3. Politik. Terhadap bidang agama murni, pemerintah kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda. Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku sehingga pada waktu itu dicetuskanlah teori untuk membatasi keberlakuan hukum Islam, yakni teori reseptie yang maksudnya hukum Islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan alat kebiasaan. Oleh karena itu, terjadi kemandekan hukum Islam. Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang keras orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan. 3. Gerakan dan organisasi Islam Akibat dari “resep politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu, menjelang permulaan abad xx umat Islam Indonesia yang jumlahnya semakin bertambah menghadapi tiga tayangan dari pemerintah Hindia Belanda, yaitu: politik devide etimpera, politik penindasan dengan kekerasan dan politik menjinakan melalui asosiasi. Namun, ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja. Dengan pengalaman tersebut, orang Islam bangkit dengan menggunakan taktik baru, bukan dengan perlawanan fisik tetapi dengan membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir kekuasaan Belanda di Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik bagi bangsa Indonesia, 15 sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi, dampak dari pendidikan Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di Mesir. Akibat dari situasi ini, timbullah perkumpulan-perkumpulan politik baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang sadar diri. Karena persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi Islam, yakni hanya orang Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima dalam organisasi tersebut, para pejabat dan pemerintahan (pangreh praja) ditolak dari keanggotaan itu. Persaingan antara partai-partai politik itu mengakibatkan putusnya hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi Jawa dan abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme Barat dengan fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga sejak itu dikalangan kaum muslimin terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional. Selama pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih memihak kepada kaum muslimin dari pada golongan nasionalis karena mereka berusaha menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Ada tiga perantara politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah Jepang yang menguntungkan kaum muslimin, yaitu: 1. Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda. 2. Masyumi, yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943. 3. Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin. 16 D. Asal – usul Muahammadiyah A. Sejarah Muhammadiyah Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Kata Muhammad”. Darwis dari ”Muhammadiyah” Penggunaan kata kota secara santri bahasa Kauman berarti ”Muhammadiyah” Yogyakarta. ”pengikut dimaksudkan Nabi untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.” Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulamaulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari 17 Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ideide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif. Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren. Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya 18 pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum. Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b. memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.” Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah 19 Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu: Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia Nederland, dan Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lidnya. Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana yang maju dan menggembirakan. Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330) mulai diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah tahun 1959, yakni dengan untuk pertama kalinya Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab II., dengan kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005 setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan pada tahun 1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta. 20 Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap, pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad. Mengenai langkah pembaruan Kyai Dahlan, yang merintis lahirnya Muhammadiyah di Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil temuan penelitiannya sebagai berikut:”Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin membersihkan aqidah Islam dari segala macam syirik, dalam bidang ibadah, membersihkan cara-cara ibadah dari bid’ah, dalam bidang mumalah, membersihkan kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap ajaran Islam, ia merombak taklid untuk kemudian memberikan kebebasan dalam ber-ijtihad.”. Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya (Kuntowijoyo, 1985: 36). Lembaga pendidikan Islam ”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok 21 pesantren kala itu. Pendidikan Islam “modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum. Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda. Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini. Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara AlQuran sebagai Kutab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaranajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid (Jainuri, 2002: 78) . Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah 22 tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan muslim tidak hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus menanamkan ajaran Islam serta memajukan kehidupan kaum perempuan. Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai Dahlan dari pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain (mukti Ali, 2000: 349-353). Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kyai Dahlan mengenai posisi dan peran perempuan, yang lahir dari pemahamannya yang cerdas dan bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan ”feminisme” seperti berkembang sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Dahlan yang kemudian melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan. Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, menurut Djarnawi Hadikusuma (t.t: 69) telah menampilkan Islam sebagai ”sistem kehidupan mansia dalam segala seginya”. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang menyangut akhlak dan mu’amalat dunyawiyah. Selain itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem kehidupan yang nyata. Kyai Dahlan dalam mengajarkan Islam sungguh sangat mendalam, luas, kritis, dan cerdas. Menurut Kyai Dahlan, orang Islam itu harus mencari kebenaran yang sejati, berpikir mana yang benar dan yang salah, tidak taklid dan fanatik buta dalam kebenaran sendiri, menimbang-nimbang dan menggunakan akal pikirannya tentang hakikat kehiduupan, dan mau berpikir teoritik dan sekaligus beripiki praktik (K.R. H. Hadjid, 2005). Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taklid dalam beragama, juga tertinggal dalam kemajuan hidup. Karena itu memahami Islam 23 haruslah sampai ke akarnya, ke hal-hal yang sejati atau hakiki dengan mengerahkan seluruh kekuatan akal piran dan ijtihad. Dalam memahami Al-Quran, dengan kasus mengajarkan Surat Al-Ma’un, Kyai Dahlan mendidik untuk mempelajari ayat Al-Qur’an satu persatu ayat, dua atau tiga ayat, kemudian dibaca dan simak dengan tartil serta tadabbur (dipikirkan): ”bagaimanakah artinya? bagaimanakah tafsir keterangannya? bagaimana maksudnya? apakah ini larangan dan apakah kamu sudah meninggalkan larangan ini? apakah ini perintah yang wajib dikerjakan? sudahkah kita menjalankannya?” (Ibid: 65). Menurut penuturan Mukti Ali, bahwa model pemahaman yang demikian dikembangkan pula belakangan oleh KH.Mas Mansur, tokoh Muhammadiyah yang dikenal luas dan mendalam ilmu agamanya, lulusan Al-Azhar Cairo, cerdas pemikirannya sekaligus luas pandangannya dalam berbagai masalah kehidupan. Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain: 1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi; 2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat; 3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman; 24 4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme; 5. dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat (Junus Salam, 1968: 33). Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar (H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332). Kendati menurut sementara pihak Kyai Dahlan tidak melahirkan gagasan-gagasan pembaruan yang tertulis lengkap dan tajdid Muhammadiyah bersifat ”ad-hoc”, namun penilaian yang terlampau akademik tersebut tidak harus mengabaikan gagasan-gagasan cerdas dan kepeloporan Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, yang untuk ukuran kala itu dalam konteks amannya sungguh merupakan suatu pembaruan yang momunemntal. Ukuran saat ini tentu tidak dapat dijadikan standar dengan gerak kepeloporan masa lalu dan hal yang mahal dalam gerakan pembaruan justru pada inisiatif kepeloporannya. Kyai Dahlan dengn Muhammadiyah yang didirikannya terpanggil untuk mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk memberikan gambaran lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari kelahiran gerakan Muhammadiyah di Indonesia, berikut pandangan James Peacock (1986: 26), seorang antropolog dari Amerika Serikat yang merintis penelitian mengenai Muhammadiyah tahun 1970-an, bahwa: ”Dalam setengah abad sejak berkembangnya pembaharuan di Asia Tenggara, pergerakan itu tumbuh dengan 25 cara yang berbeda di bermacam macam daerah. Hanya di Indonesia saja gerakan pembaharuan Muslimin itu menjadi kekuatan yang besar dan teratur. Pada permulaan abad ke-20 terdapat sejumlah pergerakan kecil kecil, pembaharuan di Indonesia bergabung menjadi beberapa gerakan kedaerahan dan sebuah pergerakan nasional yang tangguh, Muhammadiyah. Dengan beratus-ratus cabang di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah memang merupakan pergerakan Islam yang terkuat yang pernah ada di Asia Tenggara. Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam yang murni, Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah piatu, panti asuhan, di samping beberapa ribu sekolah menjadikan Muhammadiyah sebagai lembaga non-Kristen dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan dan keagamaan swasta yang utama di Indonesia. ‘Aisyiah, organisasi wanitanya, mungkin merupakan pergerakan wanita Islam yang terbesar di dunia. Pendek kata Muhammadiyah merupakan suatu organisasi yang utama dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia.” Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan. Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan. Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah, bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu 26 dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam. Mem-format gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang memerintahkan adanya “sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah. Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut ingin menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang mengajak pada kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar Islam yang murni, tetapi tidak hirau terhadap kehidup. Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia 27 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Terdapat 5 teori masuknya Islam di Indonesia yang mengungkapkan tentang asal mula Islam berkembang di Nusantara, yaitu : A. Teori Gujarat B. Teori Persia C. Teori Makkah D. Teori China E. Teori Maritim. 2. Proses perkembangan islam di nusantara Islam menyebar di Indonesia melalui berbagai cara, yaitu : A.Perdagangan B.Perkawinan C. Tasawuf D. Pendidikan E. Budaya F. Dakwah 3. Corak islam di nusantara dibagi menjadi 3 masa, yaitu : A. Masa Kesulthanan B. Masa penjajahan C. Gerakan dan organisasi Islam. 4. Asal usul Muhammadiyah Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, yakni bertepatan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta. 5. Sejarah singkat berdirinya Muhammadiyah di Indonesia berasal dari kata bahasa estimologis Arab "Muhammad" yaitu nama Nabi atau Rasul yang terakhir. Kemudian mendapatkan "ya nisbiyah" yang artinya menjeniskan. 28 6. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah dengan maksud untuk berta'faul (berpengharapan baik), dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad SAW 7. Muhammadiyah tidak lepas dari peranan KH.Ahmad Dahlan seseorang yang dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dan wafat 1923 dengan nama asli Muhammad Darwis anak seorang kiai H. Abu Bakar Bin Sulaiman Khatib Masjid Kauman atau Kesultanan Yogyakarta. 29 30 DAFTAR PUSTAKA 1. https://www.kompasiana.com/mfadil/5c7e294cbde5754aa36d04ac/sejarah -masuknya-islam-ke-nusantara?page=all 2. https://bukabukumu.com/teori-masuknya-islam-keindonesia/#7_Teori_Maritim 3. https://prelo.co.id/blog/6-cara-penyebaran-agama-islam-di-indonesia/ 4. https://www.academia.edu/11478464/Corak_Awal_Islam_Nusantara_Sampai_ Awal_Abad_Ke 5. http://m.muhammadiyah.or.id/id/content-178-det-sejarah-singkat.html