ANALISIS FUNGSI KAWASAN HUTAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL KUTAI Mentaya Raya Lumban Gaol1, Risman Situmeang2 dan M. Sumaryono2 1 Dinas Kehutanan Kabupaten Kotawaringin Timur, Propinsi Kalimantan Tengah. Laboratorium Perencanaan Hutan Fahutan Unmul, Samarinda 2 ABSTRACT. The Analysis of Forest Function Using Remote Sensing and Geographical Information System in Kutai National Park. The aims of research were to create vegetation map and the latest map of land covering for good space managements’ evaluation in Kutai National Park, and also to outcome zoning map for good management of Kutai National Park. The research’s methods were overlaying analysis beyond the maps of covered and used lands, a map of animal and vegetation based on the government’s rule of forestry minister number P.56/Menhut-II/2006 dated of August 29th 2006 about the zoning orientation of National Park, and analysis of buffer. Based on the interpretation result of Aster Image Path Row 116-059, 116-060 and 116-061 taken in 2005 for covered and used lands lands of Kutai National Park as wide as 198.629 ha were primary forest 59.180,13 ha (29.78%), secondary forest 85,855.57 ha (43.22%), shrub 28,926.83 ha (14.56%), bushes 2,450.53 ha (1.23%), grass 704.85 ha (0.35%), swamp 4,708.35 ha (2.37%), swamp shrub 1,801.30 ha (0.91%), mangrove forest 5,127.04 ha (2.58%), opened land 329.09 ha (0,17%), conversion mangrove forest to be opened land 1,204.47 ha (0.61%), earth dam 155.67 ha (0.08%), mixed agriculture land 6,929.27 ha (3.40%), built land 577.43 ha (0.29%), water area (rivers) 73.02 ha (0.04%), no data caused by cloud covered or cloud shadow 639.45 ha (0.32%). It indicated that the area of Kutai National Park had already disturbed by human being activities. The zoning as National Park Management was used to arrange in the map of zoning purpose of Kutai National Park’s Management. It consisted of main zone were 76,052.15 ha (38.29%), jungle zone 105,157.69 ha (52,94%), cultivated zone 2.419,16 ha (1,22%), the special zone 15.000 ha (7,85%), and the rehabilitation zone 15.492,29 ha. Kata kunci: tutupan lahan, penggunaan lahan, arahan zonasi, enclave, Taman Nasional Kutai Luas Hutan di Propinsi Kalimantan Timur adalah 14.361.000 ha yang terbagi ke dalam masing-masing fungsi yakni fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi. Berdasarkan fungsinya terdiri atas kawasan konservasi yang terbagi ke dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam seluas 1.769.000 ha, hutan lindung seluas 2.792.000 ha dan hutan produksi 9.802.000 ha (Anonim, 2005). Taman Nasional Kutai (TNK) adalah salah satu kawasan pelestarian alam yang terdapat di Propinsi Kalimantan Timur yang memiliki ciri dan tipe hutan hujan tropis dengan luas kawasan 198.629 ha. Secara administratif TNK berada di wilayah 115 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 116 Kabupaten Kutai Timur (80%), Kabupaten Kutai Kartanegara (17,48%) dan Kota Bontang (2,52%) (Anonim, 2005). TNK pertama kali berstatus sebagai Hutan Reservasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Belanda (GB) berdasarkan Surat Keputusan (SK) No. 3843/AZ/1934. Kemudian oleh pemerintah Kerajaan Kutai sebagian dari kawasan Hutan Reservasi tersebut ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa Kutai melalui SK (ZB) No. 80/22ZB/1936 dengan luas 306.000 ha dan terakhir melalui SK Menteri Kehutanan No. 325/Kpts-II/1995 berstatus sebagai Taman Nasional Kutai seluas 198.629 ha. Saat ini kawasan TNK telah banyak mengalami degradasi fungsi sebagai kawasan pelestarian alam yang disebabkan beberapa faktor yakni penebangan liar, perambahan dan kebakaran hutan. Di samping mengalami degradasi, juga mengalami pengurangan luas yang disebabkan oleh pelepasan kawasan TNK dan telah dilakukan beberapa kali yang menyebabkan berkurangnya luas kawasan konservasi seperti perluasan Kotif Bontang dan PT Pupuk Kaltim seluas 1.371 ha pada tahun 1991 dan pada tahun 1997 seluas 25 ha. Saat ini, Kabupaten Kutai Timur sebagai kabupaten baru hasil pemekaran wilayah Kutai juga sedang melakukan upaya pelepasan kawasan seluas 15.000 ha. TNK dikelola dengan sistem zonasi dan terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, zona penyangga, serta zona lain sesuai dengan fungsi dan kondisinya. Zona lain adalah zona di luar keempat zona tersebut yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu seperti zona pemanfaatan tradisional, zona rehabilitasi dan sebagainya. Dalam penetapan zona tersebut tidak lepas dari pertimbangan ekologis, kebijaksanaan dan peraturan perundang-undangan, pemanfaatan dan pembangunan regional ditetapkan sebagai zona tertentu (Anonim, 1996). Zonasi di TNK masih berdasarkan atas Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Sekitar TNK Tahun 1993/1994–2003/2004, namun demikian batas zona-zona tersebut masih pada tahap batas imajiner di atas peta dan belum diaktualisasikan di lapangan. Pada waktu yang akan datang direncanakan akan ditinjau ulang untuk masingmasing zona (rezonasi) dan relevansinya dengan pengelolaan TNK, hal ini mengingat adanya perubahan kawasan karena kebakaran, perambahan dan gangguan kawasan yang lain, sehingga masing-masing zona dapat berfungsi optimal (Anonim, 2005). Sehubungan dengan permasalahan di atas, perlu dibuat zonasi baru yang disesuaikan dengan kondisi biofisik dan sosial yang ada sekarang, sehingga pengelolaan kawasan TNK kedepannya akan lebih baik. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat menampilkan berbagai data dan informasi tentang keadaan dan fenomena permukaan bumi dalam waktu yang cepat serta dapat dikaitkan dengan suatu referensi geografis. Dengan semakin berkembangnya teknologi penginderaan jauh, baik software, hardware maupun resolusi data satelitnya, akan lebih memungkinkan pembaruan informasi yang lebih cepat dan akurat. 117 Gaol dkk. (2008). Analisis Fungsi Kawasan Hutan Bertitik tolak pada kerangka pemikiran di atas, maka perlu dibuat informasi mengenai fungsi kawasan yang dapat dihasilkan arahan zonasi sebagai bahan masukan kepada Balai TNK di dalam perencanaan penyusunan rezonasi kawasan TNK secara lebih komprehensif. Penelitian ini bertujuan mendapatkan peta vegetasi dan penutupan lahan yang aktual untuk evaluasi tata ruang wilayah di TNK; selain itu juga untuk menghasilkan peta zonasi dalam pengelolaan TNK. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di TNK, sedangkan pengumpulan dan pengolahan data serta analisis dilakukan di laboratorium pemetaan Balai TNK dan Laboratorium Perencanaan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Pengumpulan data meliputi peta analog dan data tabular. Peta analog dan data tabular diperoleh dari Kantor Balai TNK, BPS Propinsi Kalimantan Timur, Bappeda Kabupaten Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Kota Bontang dan TNK. Dalam penelitian ini digunakan Citra Aster Path Row 116-059; 116-060; 116061 liputan tahun 2005. Band yang digunakan adalah band 1, 2, 3 dan untuk pengklasifikasian digunakan Citra Aster yang mempunyai resolusi 15 m sehingga kenampakan dari penutupan dan penggunaan lahan cukup jelas. Klasifikasi ini dilakukan dengan menggambar training area untuk masing-masing tipe penutupan lahan yang harus dipisahkan pada klasifikasi dan menggunakan karakteristik spektral masing-masing area untuk mengklasifikasi citra. Klasifikasi tutupan dan penggunaan lahan dibuat berdasarkan interpretasi Citra Aster Path Row 116-059; 116-060; 116-061 liputan tahun 2005 yang telah melalui proses koreksi. Penggunaan kombinasi kanal (band) 3, 2 dan 1 dengan filter red, green, blue (RGB) diperoleh citra warna semu (false color composite/FCC) yang bertujuan untuk memudahkan pemisahan kenampakan vegetasi alami, permukaan air dan lahan terbuka dalam pelaksanaan klasifikasi citra. Pada kombinasi citra warna semu dibuat training area terhadap kelas-kelas tutupan lahan berdasarkan pola tanggapan spektral setiap objek yang dicerminkan oleh nilai digital (digital number/DN). Untuk ketelitian hasil klasifikasi ini digunakan cara verifikasi eksternal yaitu membandingkan citra hasil klasifikasi dengan data referensi. Data referensi yang dimaksud berupa hasil pengamatan lapangan yang diambil secara acak pada areal yang tercakup pada citra untuk masing-masing kelas. Pengolahan data raster dilakukan dengan proses pendigitasian peta analog/peta tematik yaitu peta jaringan sungai, peta jaringan jalan, peta sebaran flora dan fauna Taman Nasional Kutai dalam penelitian ini dilakukan dengan cara peta analog/peta tematik (raster) tersebut dipindai (scan) terlebih dengan outputnya dalam format JPEG. Hasil tersebut diolah pada perangkat komputer dengan menggunakan perangkat lunak Arc View 3,3 dengan supporting extenstion Image Analysis. Selanjutnya hasil image (yang dalam bentuk JPEG) dilakukan rektifikasi dengan memasukkan titik ikat (entry kordinat) pada image, sehingga hasilnya menjadi JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 118 image yang georeference. Selanjutnya barulah proses pendigitasian secara on screen (mendigit peta raster pada monitor komputer) dikerjakan. Outputnya merupakan data vektor yang siap (dapat) dibuat dengan menumpangsusunkan beberapa data untuk dijadikan peta-peta tematik yang dibutuhkan. Pengolahan data vektor dilakukan dengan mendigitasi data raster atau dengan pengambilan data di lapangan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System), data tersebut berupa titik kordinat atau dapat juga merupakan gabungan titik kordinat (tracking). Hasil ini dibuat suatu informasi atau keterangan dalam bentuk tabular (data base sistem). Verifikasi lapangan dilakukan untuk mengetahui apakah data yang ada di peta sesuai dengan kondisi lapangan yang sebenarnya. Pengecekan dilakukan dengan sistem sampel berupa pengambilan beberapa titik di lapangan pada tanda-tanda yang mudah dikenali di lapangan dan ada di peta, misalnya pertigaan sungai, persimpangan jalan, jembatan dan tanda-tanda petunjuk lainnya. Juga dengan mempertimbangkan areal zonasi yang mempunyai perubahan yang besar serta areal yang diperkirakan akan berubah dan daerah-daerah yang meragukan di peta. Parameter yang diperiksa di lapangan adalah: koordinat; untuk mengetahui lokasi lahan/kawasan dan untuk mengecek kebenaran koordinat antara peta dengan di lapangan; penggunaan lahan; untuk mengetahui bentuk fisik lahan, apakah ada penggunaan tertentu atas lahan tersebut dan untuk tujuan bagaimana, terutama dilakukan untuk daerah-daerah yang tertutup awan pada Citra Aster. Hasil dari pengecekan lapangan dan hasil pemasangan jaringan titik kontrol yang telah ada kemudian digunakan untuk memperbaiki peta pada bagian yang salah serta memperbaiki menghaluskan deliniasi yang kurang tepat berdasarkan hasil pengecekan lapangan, data jaringan titik kontrol dan analisis data sekunder. Untuk mengetahui kesesuaian fungsi suatu kawasan dengan karakteristik wilayahnya digunakan penilaian secara keseluruhan fungsi suatu kawasan pada peta fungsi kawasan hutan yang diperoleh dengan karakteristik fisik wilayah dan penggunaan lahan pada saat ini. Karakteristik fisik wilayah didapatkan dengan menumpangsusunkan berbagai peta tematik termasuk peta-peta yang menggambarkan keadaan sosial ekonomi dan kependudukan, sedangkan peta penggunaan lahan diperoleh dari hasil interpretasi Citra Aster. Dari hasil tumpang susun berbagai peta ini diperoleh data mengenai kesesuaian fungsi suatu kawasan dengan pembangunan wilayah dan kebutuhan lahan oleh masyarakat. Dalam penelitian ini tidak memberikan angka tertimbang berupa nilai skoring karena untuk fungsi hutan konservasi, penentuan deliniasi kawasannya adalah tidak menggunakan nilai skoring melainkan langsung ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan sesuai dengan kekhasan kawasan bersangkutan dan tujuan peruntukannya. Misalnya kawasan untuk suaka alam berupa cagar alam dan suaka margasatwa serta kawasan hutan untuk pelestarian alam seperti Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru serta Taman Hutan Raya. Analisis hasil tumpang susun dari berbagai peta adalah untuk mendapatkan gambaran umum serta menyeluruh mengenai keadaan wilayah TNK, terutama penggunaan lahan dan kesesuaiannya dengan fungsi kawasan. Hasil analisis ini juga memberikan gambaran fisik lapangan sebenarnya, di mana diketahui apakah fungsi 119 Gaol dkk. (2008). Analisis Fungsi Kawasan Hutan hutan tersebut masih sesuai atau sudah berubah oleh perkembangan dinamis keadaan sosial ekonomi dan perkembangan wilayah. Kriteria yang digunakan dalam analisis kesesuaian penggunaan lahan adalah kesesuaian penggunaan lahan yang ada saat ini dengan peruntukan kawasan atau fungsi kawasan hutan, sehingga kondisi areal diklasifikasikan menjadi: a) sesuai, yaitu: kondisi penggunaan lahan yang sesuai dengan peruntukan kawasan berdasarkan fungsi kawasannya; b) belum sesuai, yaitu: kondisi penggunaan lahan belum sesuai dengan peruntukan kawasan, namun diduga tidak akan menimbulkan dampak yang berarti sebab penggunaan lahan tidak terlalu bertentangan dengan fungsi kawasannya; c) tidak sesuai, yaitu: kondisi penggunaan lahan tidak sesuai dan bertentangan dengan fungsi kawasan hutan serta diduga akan menimbulkan dampak yang berarti. Proses yang dilakukan untuk membuat zonasi yang baru adalah dengan menumpangsusunkan peta tutupan dan penggunaan lahan yang diperoleh dari interpretasi Citra Aster tahun 2005 dan peta penyebaran flora dan fauna yang bersumber dari Balai TNK dan peta hasil pelaksanaan tata batas enclave antara Departemen Kehutanan dan pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Setelah dilakukan overlay kemudian dilakukan pendijitasian secara on screen (proses pendijitasian secara langsung pada monitor komputer) sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dalam peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada tahun 1971 terjadi pelepasan kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) oleh pemerintah seluas 106.000 ha dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 280/Kpts/Um/6/1971 tanggal 23 Juli 1971, di mana seluas 100.000 ha yang masih asli untuk HPH PT Kayu Mas dan sisanya seluas 6.000 ha untuk industri pupuk dan gas alam. Pada tahun 1991 terjadi pengurangan kawasan seluas 1.371 ha yang digunakan untuk perluasan Kota Administratif Bontang dan PT Pupuk Kaltim oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 435/Kpts/XX/1991. Terakhir pada tahun 1995 oleh pemerintah dengan Surat Keputusan No. 325/KptsII/1995 perubahan fungsi dan penunjukan Suaka Marga Satwa Kutai menjadi Taman Nasional Kutai dengan luas 198.629 ha. Taman Nasional Kutai membentang di sepanjang garis khatulistiwa mulai dari pantai Selat Makassar sebagai batas bagian timur menuju arah daratan sepanjang kurang dari 65 km. Kawasan ini juga dibatasi oleh Sungai Sengata di sebelah utara dan di sebelah selatan Hutan Lindung Bontang dan HPH PT Surya Hutani Jaya, sedangkan di sebelah barat dibatasi oleh HPH PT Kiani Lestari. Secara administrasi pemerintahan, TNK dengan luas 198.629 ha terletak di Kabupaten Kutai Timur seluas 158.903,20 ha (80%), Kabupaten Kutai Kartanegara seluas 34.720,35 ha (17,48%) dan Kota Bontang seluas 5.005,45 ha (2,52%). Secara geografis berada pada 07’54”033’53” LU dan 11658’48” 11735’29” BT. JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 120 Berdasarkan hasil interpretasi dari Citra Aster Path Row 116-059, 116-060 dan 116-061 liputan tahun 2005 diperoleh klasifikasi data tentang tutupan dan penggunaan lahan kawasan TNK yang disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Luas Masing-masing Tipe Penggunaan dan Tutupan Lahan di Taman Nasional Kutai Tipe penggunaan dan tutupan lahan Hutan primer Hutan sekunder Belukar Semak Alang-alang Rawa Belukar rawa Mangrove Tanah terbuka Konversi mangrove menjadi lahan terbuka Tambak Pertanian campuran Lahan terbangun Tubuh air Tidak ada data Jumlah Luas (ha) 59.150,13 85.855,57 28.926,83 2.450,53 704,85 4.708,35 1.801,30 5.127,04 329,09 1.204,47 155,67 6.929,27 577,43 73,02 635,45 198.629 % 29,78 43,22 14,56 1,23 0,35 2,37 0,91 2,58 0,17 0,61 0,08 3,49 0,29 0,04 0,32 100 Kawasan berhutan yang terdapat di dalam TNK terdiri dari hutan primer dan sekunder. Klasifikasi hutan primer sebagai indikasi bahwa kawasan tersebut tidak terganggu oleh aktivitas manusia dan bencana alam yang memiliki luas 59.150,13 ha (29,78%) dari luas total 198.629 ha. Sebaran hutan primer dijumpai pada bagian tengah kawasan dan menyebar ke arah baratutara hampir menyerupai pola topografi garis ketinggian yang tergambar dalam peta kelas ketinggian wilayah TNK. Dari hasil interpretasi Citra Aster tahun 2005 diketahui, bahwa kondisi penggunaan lahan sebagian kawasan TNK sudah tidak sesuai dan bertentangan dengan fungsi kawasan hutan sebagai kawasan taman nasional, di mana di dalam TNK terdapat pemukiman penduduk dan diperkirakan akan menimbulkan dampak yang berarti terhadap keberadaan TNK bila tidak segera ditangani dengan serius. Berdasarkan peninjauan lapangan, perubahan/degradasi tipe tutupan hutan primer diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu: a. Penebangan liar yang terjadi di kawasan TNK disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah aksesibilitas yang mudah dijangkau dengan dibukanya jalan penghubung antara Bontang–Sengata dan lemahnya sistem pengawasan yang dilakukan oleh Balai TNK. b. Pembalakan yang berdampak pada terbentuknya tipe tutupan lahan seperti hutan sekunder, belukar, semak, tanah terbuka, alang-alang dan lahan terbangun (badan jalan) di dalam TNK. c. Perambahan hutan oleh masyarakat yang berada dan bermukim di dalam TNK pada awalnya adalah masyarakat yang tidak terserap di perusahaan-perusahaan yang 121 Gaol dkk. (2008). Analisis Fungsi Kawasan Hutan ada di sekitar TNK seperti PT Pupuk Kaltim dan Perum Pertamina. Masyarakat tersebut kemudian melakukan kegiatan bercocok tanam atau bertani di dalam kawasan TNK. Arahan zona pengelolaan di dalam TNK adalah sebagai berikut: a. Zona Inti. Zona inti merupakan zona yang kondisi alamnya, baik biota maupun fisiknya masih asli dan merupakan habitat untuk aktivitas satwa. Habitat adalah kawasan yang terdiri atas berbagai komponen, baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan digunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar, sedangkan aktivitas adalah kegiatan yang dilakukan oleh organisme (satwa) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti makan, minum, istirahat, bergerak, kawin dan sebagainya (Alikodra, 1989). Aktivitas harian dimulai pada waktu satwa keluar dari sarang di pagi hari dan berakhir bila hewan yang bersangkutan masuk lagi ke dalarn sarang untuk bermalam. Aktivitas makan dapat dilakukan bersama-sama dengan perilaku lokomotif atau bergerak/berpindah, pergerakan tersebut merupakan perpindahan untuk suatu penjelajahan daerah maupun untuk memilih makanannya. Zona inti merupakan bagian zona penting bagi pelestarian flora dan fauna, sehingga penetapan zona inti tersebut tidak hanya memplotkan di atas peta tapi harus melihat kondisi aktual di lapangan berupa kondisi tipe penutupan lahan, sebaran flora dan fauna dan tingkat gangguan dari masyarakat. Luas zona inti adalah 76.052,15 ha (38,29%) dari luas total 198.629 ha. Zona inti tersebut terbagi ke dalam beberapa hamparan pada kawasan TNK, hal ini disebabkan kondisi penutupan vegetasi serta penyebaran flora dan fauna pada kawasan tersebut berbeda, di mana penutupan vegetasinya masih asli atau tidak terjadi perubahan serta wilayah aktivitas satwa serta habitat flora dan fauna dimasukkan ke dalam zona inti, di luar dari kondisi tersebut dimasukkan ke dalam zona lain. Kondisi tersebut yang menyebabkan zona inti terbagi ke dalam dua hamparan. b. Zona Rimba. Hal yang menjadi pertimbangan sebagai zona rimba adalah habitat atau daerah jelajah satwa dan kawasan yang dapat memisahkan zona inti dengan zona-zona lain yang terdapat di dalam kawasan TNK. Pertimbangan tersebut dipakai karena zona rimba diharapkan sebagai zona penyangga bagi zona inti, potensi kerusakan yang akan mengancam zona inti akibat adanya pemanfaatan terbatas di zona pemanfaatan dan adanya aktivitas sosial ekonomi di zona khusus dapat dihindari. Di dalam TNK terdapat jalan aspal yang membelah kawasan ini dan jalanjalan lain yang belum diaspal, misalnya jalan ke Kantor Pertamina di Desa Sangkima, adanya jalan tersebut membuat akses masuk ke dalam kawasan cukup tinggi sehingga tingkat ancaman juga tinggi. Zona inti sebagai zona penting bagi pelestarian flora dan fauna harus dipertahankan dari perubahan dan kerusakannya, dengan adanya zona rimba maka zona inti diharapkan dapat diproteksi dari segala gangguan dari luar dengan baik sehingga zona rimba diarahkan sebagai zona pembatas antara zona inti dengan zona-zona lain di dalam kawasan TNK. Selain sebagai zona yang membatasi antara zona inti dengan zona lain, zona rimba juga merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi dan mendukung upaya JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 122 perkembangbiakan dari satwa liar dan satwa migran. Luas zona rimba adalah 105.157,69 ha (52,94%) dari luas total 198.629 ha. c. Zona Pemanfaatan. Zona ini dialokasikan di wilayah yang potensial dikembangkan sebagai daerah penelitian, wisata dan wilayah yang terdapat sarana prasarana Balai TNK. Fungsi dari zona pemanfaatan tersebut adalah untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfatan, kegiatan penunjang budidaya. Luas zona ini adalah 2.419,16 ha (1,22%) dari luas total 198.629 ha. Zona pemanfaatan yang terdapat di wilayah Sangkima aalah 1.842,25 ha, penempatan zona pemanfaatan di wilayah ini karena memiliki potensi hutan alam dengan berbagai tumbuhan terutama famili Dipterocarpaceae, pohon ulin raksasa dengan diameter 2,47 m, flora dan fauna endemik Kalimantan serta berbagai objek wisata menarik. Zona pemanfaatan di Prevab Mentoko seluas 410,92 ha, penempatan zona pemanfaatan di wilayah ini karena sebagai salah satu habitat orang utan terbaik di Kalimantan Timur. Zona pemanfaatan Teluk Kaba seluas 165,99 ha, penempatan zona pemanfaatan di wilayah ini karena memiliki potensi hutan mangrove yang masih alami dan dapat dinikmati melalui trail kayu ulin, beberapa tipe hutan dari hutan pantai sampai dengan hutan alam yang dapat ditempuh melalui trail wisata, flora kantong semar, fauna seperti berbagai jenis burung, orang utan, bekantan dan kera ekor panjang. d. Zona Khusus. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/MenhutII/2006, bahwa zona khusus dibentuk setelah terdapat sekelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ ditetapkan sebagai taman nasional. Walaupun di kawasan TNK sebelumnya belum ada kelompok masyarakat yang bermukim, tetapi untuk mengeluarkan masyarakat di dalam kawasan ini akan sangat sulit karena aktivitas dan sarana prasarana lainnya sudah tersedia. Untuk mangantisipasi hal tersebut, maka di dalam TNK dibuat arahan zona khusus. Berdasarkan hasil peninjauan lapangan diperoleh data bahwa di dalam kawasan TNK terdapat dua wilayah administrasi kecamatan, yakni Kecamatan Teluk Pandan dan Sengata Selatan; di dalam wilayah administrasi tersebut terdapat sarana dan prasarana sosial, ekonomi dan agama, seperti pasar, sekolah dan mesjid serta menara pemancar telekomunikasi. Adanya sarana dan prasarna sosial tersebut menyebabkan aktivitas sosial dan ekonomi di dalam kawasan berjalan dengan cepat sehingga untuk mengeluarkan masyarakat serta infrastruktur yang sudah tersedia akan sangat sulit dan kecenderungannya akan terjadi konflik secara vertikal antara masyarakat dengan Balai TNK sebagai pelaksana teknis dari Departemen Kehutanan. Untuk menghindari konflik antara masyarakat dengan Balai TNK serta menyelesaikan masalah yang telah ada misalnya penebangan liar dan perambahan kawasan maka di dalam kawasan akan dibuat arahan sebagai zona khusus. Zona khusus tersebut diperlukan agar pelebaran atau pengalihfungsian kawasan TNK secara ilegal yang dilakukan oleh masyarakat dapat dikurangi, zona khusus tersebut diharapkan dapat menjembatani dua kepentingan yang berbeda antara masyarakat dengan Balai TNK. Permasalahan lain 123 Gaol dkk. (2008). Analisis Fungsi Kawasan Hutan yang timbul adalah pemerintah Kabupaten Kutai Timur menginginkan enclave di kawasan TNK yang sudah dihuni oleh masyarakat, sarana dan prasarana sosial ekonomi sudah tersedia serta lahan-lahan pertanian dan perkebunan masyarakat juga ada. Bagi pemerintah Kabupaten Kutai Timur, enclave berarti mengeluarkan kawasan dari Balai TNK dan secara administrasi masuk ke wilayah Kabupaten Kutai Timur serta pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah Kabupaten Kutai Timur, sedangkan Departemen Kehutanan mengartikan enclave sebagai kawasan yang masyarakatnya masih dapat melakukan aktivitas ekonomi atau pertanian dan perkebunan tetapi kawasan tersebut masih bagian dari TNK dan pengelolaannya di bawah Balai TNK Untuk menyelesaikan masalah tersebut di atas agar tidak berlarut-larut dan tidak menimbulkan masalah baru lagi, maka pemukiman di dalam kawasan TNK dibuat arahan zona khusus. Zona khusus yang dibuat berdasarkan tata batas enclave antara Departemen Kehutanan dan pemerintah Kabupaten Kutai Timur yaitu seluas 15.000 ha (7,55%) dari luas total 198.629 ha. Di dalam zona khusus, pengelolaannya bekerja sama antara Balai TNK dan pemerintah Kabupaten Kutai Timur, yang mana pembangunan di dalam zona tersebut harus tidak boleh mengganggu habitat yang ada di dalam TNK. e. Zona Rehabilitasi. Pelaksanaan rehabilitasi di kawasan TNK mempunyai tujuan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekosistem yang rusak agar dapat berfungsi kembali secara optimal sesuai daya dukung dan peranannya sebagai habitat suatu jenis tumbuhan/satwa dalam mendukung sistem penyangga kehidupan. Tujuan dari proses itu adalah mengembalikan struktur, fungsi keanekaragaman dan dinamika suatu ekosistem yang terancam degradasi. Sasaran kegiatan rehabilitasi di kawasan TNK adalah untuk memperbaiki dan memulihkan kembali kondisi sebagian kawasan TNK menjadi atau mendekati kondisi ekosistem alami, melalui kegiatan reboisasi, pemeliharaan, pengkayaan jenis atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif atau perbaikan lingkungan alami pada kawasan TNK yang telah mengalami kerusakan. Arahan zona rehabilitasi dialokasikan sepanjang kiri kanan jalan Bontang-Sengata dan jalan masuk ke masing-masing desa dan dusun di dalam Kecamatan Sengata Selatan dan Teluk Pandan. Berdasarkan pengamatan lapangan, penutupan vegetasi 200 m di kiri-kanan jalan telah mengalami kerusakan dan perlu dilaksanakan kegiatan rehabilitasi. Lebar zona rehabilitasi adalah 200 m di kiri-kanan jalan dan luasnya adalah 5.492,292 ha yang masuk di dalam zona rimba dan zona khusus. Pada tahun 2002 pemerintah Kabupaten Kutai Timur telah melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan seluas. 3.980 ha dengan menggunakan alokasi dana DAK-DR tahun 2001. Pada kawasan TNK sendiri dilaksanakan reboisasi dengan sistem jalur yang luasnya 310 ha dan dilanjutkan lagi pada tahun 2004 dengan luas 250 ha. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dilihat dari hasil interpretasi Citra Aster tahun 2005 dan pengamatan lapangan bahwa di dalam kawasan TNK terdapat pemukiman penduduk yang berarti bahwa penggunaan lahan sebagian kawasan sudah tidak sesuai dan bertentangan dengan JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 124 fungsi kawasan hutan sebagai kawasan taman nasional dan diperkirakan akan menimbulkan dampak yang merugikan terhadap habitat satwa dan keberadaan TNK bila tidak segera ditangani dengan serius. Berdasarkan hasil interpretasi Citra Aster liputan tahun 2005 diperoleh luas tipe penggunaan dan tutupan lahan dari luas total 198.629 ha yang terdiri dari hutan primer seluas 59.150,13 ha (29,78%), hutan sekunder 85.855,57 ha (43,22%), belukar 28.926,83 ha (14,56), semak 2.450,53 ha (1,23), alang-alang 704,85 ha (0,35%), rawa 4.708,35 ha (2,37%), belukar rawa 1.801,30 ha (0,91%), mangrove 5.127,04 ha (2,58%), tanah terbuka 329,09 ha (0,17%), konversi mangrove menjadi lahan terbuka 1.204,47 ha (0,61%), tambak 155,67 ha (0,08%), pertanian campuran 6.929,27 ha (3,49%), lahan terbangun 577,43 ha (0,29%), tubuh air 73,02 ha (0,04%), tidak ada data 635,45 ha (0,32%). Arahan zonasi sebagai pengelolaan TNK diperoleh zona inti seluas 76.052,15 ha (38,29%), zona rimba 105.157,69 ha (52,94%), zona pemanfaatan 2.419,16 ha (1,22%), zona khusus 15.000 ha (7,55%) dari luas total 198.629 ha dan zona rehabilitasi 5.492,29 ha yang masuk dalam zona rimba dan zona khusus. Saran Perlu memprioritaskan proses pelaksanaan tata batas kawasan TNK untuk mempercepat proses pengukuhan kawasan sehingga tidak menimbulkan permasalahan terhadap TNK berupa claim batas, karena sebelah barat dan selatan TNK bukan batas alam tetapi memiliki batas buatan. Dengan terjadinya perubahan tutupan dan penggunaan lahan akibat aktivitas manusia dan bencana alam berupa kebakaran hutan, maka perlu dilakukan rezonasi dan segera disusun rencana desain zonasi di kawasan TNK yang sesuai dengan kondisi teraktual. Di dalam arahan zonasi TNK di mana terdapat zona khusus, disarankan dalam pengelolaan zona khusus tersebut harus bekerja sama antara pihak Balai TNK/Departemen Kehutanan dengan pemerintah Kabupaten Kutai Timur agar dalam pengelolaanya mengedepankan fungsi dari TNK tersebut. DAFTAR PUSTAKA Alikodra. 1989. Pengelolaan Satwa Liar. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Anonim. 1996. Keputusan Direktur Jenderal PHPA No. 129/Kpts/DJ-VI/1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung. Anonim. 2005. Data Dasar Taman Nasional Kutai. Balai TNK. ANALISIS FUNGSI KAWASAN HUTAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL KUTAI Mentaya Raya Lumban Gaol Risman Situmeang Muhammad Sumaryono Separata (reprint) dari jurnal: KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA Volume 1, Nomor 2, Oktober 2008 ISSN 20855885 PUBLIKASI BERKALA PENELITIAN PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEHUTANAN PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA