PEMBERIAN AIR KELAPA HIJAU SEBAGAI CHELATING AGENT

advertisement
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014
PEMBERIAN AIR KELAPA HIJAU SEBAGAI CHELATING
AGENT LOGAM Pb(II)
Devina Ingrid Anggraini1
1
Fakultas Kesehatan Universitas MH. Thamrin Jakarta
Alamat Korespondensi :
Program studi Farmasi, Fakultas Kesehatan, Universitas MH.Thamrin, Jln. Raya Pondok Gede No. 23-25 Kramat Jati Jakarta Timur 13550
Telp : 8096411 ext 1208
ABSTRAK
Tanaman kelapa (Cocos Nucifera L.), merupakan suatu tanaman yang mudah tumbuh di Indonesia. Seluruh
bagian tanaman tersebut mulai dari akar, batang, buah, dan air, sampai daunnya dapat dimanfaatkan. Dalam kehidupan
masyarakat Jawa beranggapan bahwa air kelapa hijau dapat digunakan untuk penawar racun. Hal ini yang mendasari
peneliti untuk membuktikan secara ilmiah anggapan tersebut. Ion timbal memiliki konfigurasi elektron yang
memungkinkan ion tersebut untuk berikatan dengan asam amino. Pembentukan ikatan ini perlu dikaji karena asam
amino banyak terdapat didalam air kelapa dan dapat berfungsi sebagai pembentuk kompleks dengan logam berat Pb,
sedangkan ion Pb(II) merupakan salah satu logam yang bersifat toksik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
pengaruh pemberian air kelapa terhadap pengurangan konsentrasi ion Pb(II). Proses penelitian ini dilakukan dengan
cara mencampur larutan ion Pb(II) dan air kelapa serta memvariasi kadar air kelapa yaitu 25 % v/v, 50 % v/v, 75 %
v/v, dan 100 % v/v. Uji kuantitatif dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian air kelapa dapat menurunkan konsentrasi ion Pb(II). Data analisis secara
statistik menggunakan Anova menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap penurunan konsentrasi ion Pb(II).
Hasil Optimum terjadi dengan pemberian air kelapa dengan konsentrasi 100 % v/v.
Kata Kunci : air kelapa hijau, pembentuk kompleks, ion Pb(II).
Pendahuluan
Perkembangan teknologi selain memberikan
manfaat dan keuntungan, juga memberikan dampak
negatif yang besar bagi lingkungan. Dampak negatif
tersebut antara lain berupa pencemaran udara yang
disebabkan oleh bahan bakar minyak. Pencemaran udara
tersebut dapat berasal dari logam berat seperti timbal.
Keberadaan timbal di udara paling banyak diakibatkan
oleh penggunaan bahan bakar minyak pada kendaraan
bermotor yang pada umumnya ditambahkan suatu zat
yang diberi nama TEL (Tetra Etil Lead).
TEL (Tetra Etil Lead) merupakan cairan tidak
berwarna, stabil, beraroma kuat, tidak terdekomposisi
oleh air, dan sangat beracun (Andreottola, G., dkk.,
2008). Senyawa organometallic tersebut memiliki
formula (CH3CH2)4Pb yang dibuat dengan cara
mereaksikan amalgam lead dengan etil klorida. TEL
merupakan bahan tambahan yang berfungsi sebagai
antiknocking pada bahan bakar kendaraan bermotor.
Logam timbal dapat terdispersi dalam udara,
menempel di tanaman, dan dapat larut dalam air dengan
sifat tidak terurai oleh air. Telah lama diketahui bahwa
timbal dan turunannya sangat beracun jika terakumulasi
dalam tubuh dan bersifat neurotoxic walaupun dalam
dosis yang sangat kecil (Achmad, 1992: 158). Logam
berat ini sangat toksik pada kadar yang sangat rendah,
non-biodegradable, dengan waktu paruh yang sangat
panjang. Paparan dari logam berat jika terkena tubuh
sangat berpotensi membahayakan dan mematikan. Selain
menyerang darah, logam berat juga menyerang ginjal
karena ginjal mempunyai kemampuan mengabsorbsi
sehingga logam berat dapat terakumulasi dalam ginjal
(Barbier, dkk., 2005). Sehingga kehadirannya di
lingkungan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia.
Selain itu pencemaran udara oleh timbal juga mempunyai
pengaruh terhadap ekosistem setempat.
Mengingat akan bahaya logam timbal maka FDA
tahun 2000 melakukan penelitian yang menyebutkan
bahwa konsentrasi tertinggi timbal dalam darah yang
Walaupun pada konsentrasi yang sedemikian rendah,
efek logam timbal dapat berpengaruh langsung hingga
terakumulasi pada rantai makanan. Di dalam tubuh
manusia, timbal dapat menghambat aktifitas enzim yang
terlibat dalam pembentukan hemoglobin yang dapat
menyebabkan penyakit anemia. Gejala yang diakibatkan
dari keracunan logam timbal adalah berkurangnya nafsu
makan, kejang, kolik khusus, muntah, dan pusing-pusing.
Timbal juga dapat menyerang susunan saraf dan
mengganggu sistem reproduksi, kelainan ginjal, dan
kelainan jiwa (Pallar, 1994). Selain bersifat racun, timbal
juga dapat mengakibatkan kebodohan dan menimbulkan
perilaku anti sosial. Dengan konsentrasi sebesar 10 μg/dL
saja dapat mengurangi kecerdasan IQ anak sebanyak 6-9
poin. Oleh karena sifatnya yang toksik tersebut,
penghilangan atau penurunan konsentrasi ion timbal
dalam tubuh perlu dilakukan.
Metode penghilangan ion Pb(II) dari dalam tubuh
telah dikembangkan seperti terapi timbal. Metode ini
dilakukan dengan pemberian chelating agent. Senyawa
yang lazim digunakan adalah golongan non sulfur antara
lain
ethylenediamintetraacetat
(EDTA),
62
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014
triethylenetetramine, dan deferoxamine. Cara yang lain
dengan menggunakan senyawa konjugasi turunan sulfur,
seperti 2,3-dimercapto succinic acid (DMSA), meso 2,3dimercaptosuccinic
acid,
2,3-dimercaptolpropanesilfonic, atau juga diethyl-ditiocarbamate.
Dengan cara-cara tersebut konsentrasi ion Pb(II) dapat
mengalami penurunan secara signifikan, tetapi senyawasenyawa yang dibutuhkan harganya relatif mahal
(Swaran, dkk., 2010).
Mengingat bahwa air kelapa memiliki kandungan
protein cukup tinggi yang dapat digunakan sebagai
antidotum, maka dalam penelitian ini dipelajari pengaruh
pemberian air kelapa hijau sebagai antidotum logam
timbal (Pb) secara in vitro.
Metode Penelitian
Objek penelitian adalah kandungan Pb(NO3)2 yang
tereduksi akibat pemberian air kelapa hijau.
Sampel, air kelapa hijau yang didapat dari buah
kelapa muda yang ada di daerah Bangetayu, Kecamatan
Pedurungan, Kota Semarang. Teknik sampling,
menggunakan teknik “Random Sampling”, atau dengan
cara acak.
Alat yang Digunakan
Spektrofotometri Serapan Atom merk Perkin Elmer no
seri 3110, beaker glass, corong pisah, labu takar, corong
kaca, gelas ukur, pipet volume, neraca analitik Sartorius
Bahan yang Digunakan
Pb(NO3)2 pa Merck, Air kelapa hijau, Akuabides, CHCl3
Merck
batas. Konsentrasi air kelapa 100% v/v, diambil air
kelapa ditempatkan pada labu takar 100 ml sampai tanda
batas.
3.Pembentukan Kompleks Pb(II) dan Asam Amino
Sebanyak 10 ml larutan Pb(NO3)2 16 mg/mL
dimasukkan pada corong pisah, dan ditambah dengan 10
ml air kelapa 25% v/v. Selanjutnya campuran tersebut
diekstrak menggunakan 10 ml kloroform selama satu
menit. Proses ekstraksi diulang sampai tiga kali. Setelah
diekstraksi, didiamkan hingga dua fase (fase air dan fase
organik) terpisah. Diambil fase air. Fase air diukur
dengan Spektrofotometer Serapan Atom untuk
menentukan konsentrasi ion Pb(II) sisa. Prosedur yang
sama dikerjakan untuk konsentrasi air kelapa 50% v/v,
75% v/v, dan 100% v/v. Hasil penggukuran konsentrasi
ion Pb(II) kemudian dianalisa statistik anova satu jalan.
Hasil dan Pembahasan
Sebelum dilakukan percobaan, terlebih dahulu
dilakukan determinasi terhadap tanaman kelapa (Cocos
nucifera L.). Determinasi dilakukan agar tidak terjadi
kesalahan dalam penggunaan tanaman yang akan dipakai
sebagai penelitian. Determinasi dilakukan dimana dengan
mengamati bagian dari tanaman kelapa seperti akar,
cuplikan batang, daun, dan buah, yang kemudian
dicocokkan dengan literatur Flora of Java dan
Taksonomi Tumbuhan (Backer, C. A., dkk., 1965).
Bagian tanaman kelapa yang digunakan adalah air
kelapa. Air kelapa yang digunakan diambil dari buah
kelapa yang masih muda, kulit luar berwarna hijau,
serabut kelapa berwarna kemerahan, dan daging buah
kelapanya tipis atau hampir tidak ada.
Proses pengurangan konsentrasi ion Pb(II) dilakukan
dengan metode ekstraksi. Ekstraksi dilakukan
menggunakan pelarut organik kloroform dengan berbagai
campuran larutan yang mengandung ion Pb(II) dan air
kelapa dengan berbagai konsentrasi yaitu 25%, 50%,
75%, 100%. Pengaruh perbedaan konsentrasi ini
bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian air
kelapa terhadap pengurangan konsentrasi ion Pb(II).
Pemilihan kloroform sebagai pelarut organik dalam
proses ekstraksi pada penelitian ini karena kloroform
bersifat semi polar dibanding dengan air dan tidak
bercampur dengan air. Kompleks yang terbentuk
terdistribusi ke fase kloroform, sedangkan ion Pb(II)
yang tersisa berada di fase air. Dilakukan replikasi
sebanyak tiga kali untuk masing-masing konsentrasi
larutan air kelapa. Hasil ekstraksi yang diambil adalah
fase air. Kemudian fase air diukur menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom. Berikut ini adalah tabel
hasil pengukuran menggunakan SSA.
Cara Kerja
1.Pembuatan Larutan Induk
Pembuatan larutan induk dilakukan sebagai tahap
awal penelitian. Penelitian ini memerlukan larutan induk
Pb(II) dengan konsentrasi sebesar 16 mg/L. Larutan
induk dibuat dengan cara menimbang sebanyak 0,2563
mg Pb(NO3)2 dilarutkan dengan akuabides dalam labu
takar 1000 mL. Kemudian diencerkan untuk mendapat
konsentrasi larutan sebesar 16 mg/L.
2. Preparasi Larutan Air Kelapa
Tiga buah kelapa diambil airnya dan ditempatkan
pada beaker gelas. Konsentrasi air kelapa 25% v/v,
diambil 25 ml air kelapa, ditempatkan pada labu takar
100 ml, ditambahkan akuabides sampai tanda batas.
Konsentrasi air kelapa 50% v/v, diambil 50 ml air kelapa,
ditempatkan pada labu takar 100 ml, ditambahkan
akuabides sampai tanda batas. Konsentrasi air kelapa
75% v/v, diambil air kelapa 75 ml, ditempatkan pada
labu takar 100 ml, ditambahkan akuabides sampai tanda
Tabel 1. Hasil pengukuran menggunakan SSA
Kode sampel Pengukuran 1 Penurunan Pengukuran 2 Penurunan Pengukuran 3 Penurunan
(v/v)
(mg/L)
kadar (%)
(mg/L)
kadar (%)
(mg/L)
kadar (%)
Air kelapa 0%
16,02
16,02
16,03
Air kelapa 25%
8,48
47,06
9,40
41,32
9,60
40,11
Air kelapa 50%
7,74
51,69
8,79
45,13
9.04
43,61
Air kelapa 75%
6,88
57,05
7,32
54,30
8,99
43,92
63
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014
Air kelapa 100%
5,35
66,60
5,78
63,92
6,30
60,69
Berikut ini adalah tabel rata-rata persentase penurunan konsentrasi timbal.
Tabel 2. Rata-rata persentase penurunan konsentrasi timbal
Kode sampel Rata-rata konsentrasi timbal yang terukur Rata-rata penurunan konsentrasi timbal
(v/v)
(mg/L)
(%)
Air kelapa 0%
16,02
0
Air kelapa 25%
9,16
42,83
Air kelapa 50%
8,52
46,81
Air kelapa 75%
7,73
51,76
Air kelapa 100%
5,81
63,74
Dari hasil pengukuran dapat diketahui bahwa
terjadi pengurangan konsentrasi ion Pb(II).
Telah diketahui bahwa air kelapa mengandung
banyak asam amino, antara lain adalah asam glutamat,
arginin, leusin, lisin, prolin, asam aspartat, alanin,
histidin, fenilalanin, serin, sistein, dan tirosin. Asam
amino inilah yang kemungkinan dapat bereaksi dengan
ion Pb(II). Dilihat dari sifatnya, asam amino membentuk
”chelat” jika bereaksi dengan logam. Asam amino pada
umumnya mempunyai rumus molekul.
H
R
C
COOH
Asam amino yang banyak terkandung dalam air
kelapa bertautan dalam peptida dan protein melalui
ikatan amida diantara gugus karboksil dari satu asam
amino dan gugus amino α dari asam amino lainnya.
Ikatan ini lebih sering disebut dengan ikatan amida atau
ikatan peptida. Berdasar konvensi, ikatan peptida ditulis
dengan asam amino yang mempunyai gugus NH 3+ bebas
di sebelah kiri dan asam amino dengan gugus CO 2- bebas
di sebelah kanan. Asam amino ini masing-masing
dinamakan asam amino ujung –N dan asam amino
ujung –C (Hart, 2003: 530). Berikut ini adalah gambar
ikatan peptida.
O
NH2
Gambar 1. Rumus molekul asam amino
R
CH
C
ikatan peptida
NH
NH3
H
C
asam amino ujung -C
CO2
R'
asam amino ujung -N
Asam amino tidak selalu bersifat seperti senyawasenyawa organik lainnya, titik leleh lebih dari 200˚C,
Gambar 2. Ikatan peptida
sedangkan pada kebanyakan senyawa organik dengan
bobot molekul seperti itu berupa cairan pada suhu kamar.
Selain ikatan peptida, hanya ada satu macam
Asam amino larut dalam air dan pelarut polar lain, tetapi ikatan lagi yang dapat terbentuk antara asam amino
tidak larut dalam pelarut non polar seperti dietil eter atau dalam peptida dan protein, yaitu ikatan disulfida. Ikatan
benzena. Asam amino mempunyai gugus karboksil dan ini menghubungkan dua unit sistein. Sifat dasar dari tiol
gugus amina, tetapi sifatnya kurang asam dibandingkan adalah mudah teroksidasi menjadi disulfida (Hart, 2003:
dengan sebagian besar senyawa golongan asam 533). Berikut adalah rumus molekul dari sistein.
H
karboksilat, dan kurang basa dibandingkan dengan
O
sebagian besar senyawa amina.
CH2
C
C
OH
Asam amino mengandung suatu gugus amino yang
SH
NH2
bersifat basa, dan gugus karboksil yang bersifat asam
dalam suatu molekul yang sama. Suatu asam amino
Gambar 3. Sistein
Unsur Pb mempunyai no atom 82.
mengalami suatu reaksi asam-basa internal yang
Pb → Pb2+ + 2emenghasilkan suatu ion dipolar yang disebut zwitter ion
yang berarti hibrida. Karena terjadinya muatan ion, suatu Dalam keadaan terion Pb mempunyai jumlah elektron
asam amino mempunyai banyak sifat garam (Fessenden, sebanyak 80. Konfigurasi elektron dalam bentuk Pb 2+
1986: 364). Oleh karena bersifat garam, maka jika suatu adalah sebagai berikut :
asam amino direaksikan dengan suatu logam maka akan
menghasilkan suatu ”chelat” atau juga bisa
1s2 2s2 2p6 3s23p6 4s2 3d10 4p6 5s2 4d10 5p6 6s2 4f14 5d10
menghasilkan suatu kompleks.
Jika digambarkan energi tiap orbitalnya adalah sebagai berikut :
6s
5f
5d
5p
Gambar 4. Pb2+ dalam bentuk tereksitasi
64
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014
Ada tujuh orbital kosong di 5f keadaan itu membuat Pb tidak stabil. Agar stabil satu elektron orbital 6s
ditransfer ke 5f seperti ditunjukkan gambar di bawah ini.
6s
5f
5d
5p
Gambar 5. Pb dalam bentuk ground state
Bentuk ground state Pb lebih stabil. Pb
menyediakan 6 orbital kosong untuk dimasuki oleh enam
lone pair elektron sehingga seluruh orbital 5f terisi.
Ikatan inilah yang disebut ikatan koordinasi yang
menghasilkan senyawa kompleks.
Pada awalnya ion Pb2+ akan bereaksi dengan asam
amino sistein. Karena logam Pb mempunyai afinitas
tinggi terhadap gugus –SH (gugus sulfihidril). Alasan
kenapa logam Pb memiliki afinitas tinggi terhadap gugus
–SH adalah karena dalam sistem periodik unsur, sulfur
berada pada periode dibawah oksigen, yang berarti
bahwa sulfur mempunyai jari-jari atom yang lebih besar
dimana sulfur akan lebih mudah melepas elektron
terluarnya daripada oksigen. Selain itu sulfur juga kurang
elektronegatif dibandingkan dengan oksigen, karena
senyawa –SH membentuk ikatan hidrogen yang lebih
lemah dibandingkan ikatan –OH (Hart, 2003: 244).
Berikut adalah gambar yang menunjukkan reaksi yang
terjadi antara sistein dengan Pb.
Pb (NO3)2
CH2
H
C
C
S
NH2
O
Pb2+ + 2NO3H
Pb2+
+
Pb
O
CH2
C
SH
NH2
C
OH
OH
S
NH2
O
CH2
CH
C
Gambar 6. Kompleks Pb dengan Sistein
OH
Setelah sistein habis digunakan untuk bereaksi
dengan ion Pb2+, maka tidak menutup kemungkinan ion
Pb2+ juga bereaksi dengan asam amino yang lain.
Sementara ion Pb(II) bersifat bivalen mampu menerima
pasangan elektron dari ligan untuk membentuk kompleks
atau khelat. Selain itu sifat asam amino begitu mudah
membentuk kompleks dalam keadaan terionisasi. Reaksi
ini membentuk endapan yang larut.
R
Pb (NO3)2
HO
Pb
2+
+ 2NO3
-
NH2
R
O
2+
Pb
+
HO
NH2
Pb
O
O
H2N
OH
R
Gambar 7. Kompleks Pb dengan Asam Amino
Gambar di atas menunjukkan struktur kompleks
antara ion Pb(II) dengan asam amino. Pb 2+ membutuhkan
dua molekul asam amino untuk membentuk enam ikatan
koordinasi (Burt, 2011). Ikatan dengan O karbonil (ikatan
rangkap) dilambangkan dengan garis putus-putus,
sedangkan ikatan antara Pb dengan O dan N (ikatan
tunggal) dilambangkan dengan anak panah. Tabel
dibawah ini menunjukkan analisa statistik terhadap kadar
timbal yang terduksi.
Tabel 3. Hasil uji Mann-Whitney kadar timbal yang tereduksi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Keterangan :
Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
Kelompok IV
Kelompok V
Keterangan
Kelompok I vs II
Kelompok I vs III
Kelompok I vs IV
Kelompok I vs V
Kelompok II vs III
Kelompok II vs IV
Kelompok II vs V
Kelompok III vs IV
Kelompok III vs V
Kelompok IV vs V
Asymp. Sig.
0,050
0,050
0,050
0,046
0,275
0,127
0,046
0,275
0,046
0,046
Kesimpulan
Berbeda Signifikan
Berbeda Signifikan
Berbeda Signifikan
Berbeda Signifikan
Berbeda Tidak Signifikan
Berbeda Tidak Signifikan
Berbeda Signifikan
Berbeda Tidak Signifikan
Berbeda Signifikan
Berbeda Signifikan
: konsentrasi air kelapa 100 %
: konsentrasi air kelapa 75 %
: konsentrasi air kelapa 50 %
: konsentrasi air kelapa 25 %
: konsentrasi air kelapa 0 %
65
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014
Untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang tepat
maka dilakukan analisis statistik terhadap konsentrasi
timbal yang tereduksi oleh air kelapa. Analisis yang
digunakan adalah analisis non parametrik, karena
berdasarkan
uji
normalitas
menggunakan
uji
Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk nilai signifikan
dari kelompok kontrol positif kurang dari nilai α (0,05)
yaitu 0,000. Data berdistribusi tidak normal. Dari uji
normalitas dan homogenitas kemudian dilakukan uji
Kruskal-Wallis untuk mengetahui adanya perbedaan
pengaruh konsentrasi air kelapa terhadap konsentrasi ion
Pb(II) yang tereduksi. Hasil uji ini diperoleh nilai asimp.
Sig. sebesar 0,001 yaitu kurang dari 0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kelima kelompok memberikan
pengaruh yang berbeda secara nyata. Dengan ada
pengaruh yang berbeda secara nyata, maka dapat
dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney yang bertujuan
untuk melihat adanya perbedaan pada antar kelompok
konsentrasi. Kesimpulan yang ditarik dari uji ini
berdasarkan nilai asimp. Sig. dengan membandingkan α
(0,05). Jika nilai asimp. Sig. ≤ 0,05 didapatkan
kesimpulan ada perbedaan bermakna antar kelompok
konsentrasi. Hasil yang didapat dari uji Mann-Whitney
terdapat nilai konsentrasi ion Pb(II) yang berkurang pada
masing-masing kelompok konsentrasi.
Dari penjelasan diatas membuktikan bahwa
pemberian air kelapa hijau dengan konsentrasi 25 % v/v,
50 % v/v, 75 % v/v, dan 100 % v/v dapat mengurangi
konsentrasi ion Pb(II). Pengurangan konsentrasi ion
Pb(II) terbesar diperoleh dengan penggunaan konsentrasi
air kelapa hijau 100 % v/v. Kandungan yang dapat
menurunkan konsentrasi ion Pb(II) adalah sistein dan
asam amino, walaupun belum dibuktikan secara analisis
kualitatif. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa
pemberian air kelapa hijau dapat digunakan sebagai
pembentuk kompleks dengan logam berat timbal yang
dapat mengurangi konsentrasi ion Pb(II).
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Pemberian air kelapa hijau dapat membentuk
kompleks dengan ion Pb(II).
2. Penurunan konsentrasi terbanyak ion Pb(II) yang
tereduksi akibat pemberian konsentrasi air kelapa
100 % yaitu sebesar 63,74 %.
Daftar Pustaka
Achmad, Hiskia. 1992. Kimia Unsur dan Radio Kimia.
Bandung : PT.Citra Aditya Bakti
Andreottola, G., Dallago, L., dan Ferrarese, E. 2008.
Feasibility Study for The Remediation of Groundwater
Contaminated by Organolead Compounds. J Hazard
Mater. 156. (1-3) : 488-98
Backer, C. A., Van Den Brink Jr, R. C. 1965. Flora of
Java (Spermatophytes only). Volume 1. N.V.P.
Noordhooff. Groningen-Netherlands
Barbier, O., Jacquillet, G., Tauc M., Poujeol, P.,
Cougnonm. 2004. Acute Study of Interaction Between
Cadmium, Calcium and Zinc Transport a Long The Rate
Nephron In Vivo. Am. J. Physiol Renal Physiol. 287 :
F1067-F1075
Burt, MB, Decker SG, Atkins CG, Rowsell M, Peremans
A, dan Fridgen TD. 2011. Structures of Bare and
Hydrated [Pb(aminoacid-H)]+ Complexes using Infrared
Multiple Photon Dissociation Spectroscopy. J. Phys.
Chem. B. 115. (39) : 11506-18
Fessenden, J. Ralph, dan Fessenden, S. Joan. Kimia
Organik, jilid II, edisi ke III. Jakarta : Erlangga
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik, Suatu Kuliah
Singkat, edisi ke II. Jakarta : Erlangga
Karrer, 1950. Organik Chemistry. Brussel : Elsevier
Publishing Company Inc.
Pallar, Heryando. 1994. Pencemaran dan Toksikologi
Logam Berat. Jakarta : Rhineka Cipta.
Swaran, J.S. Flora, dan Vidhu Pachauri. 2010. Chelation
in Metal Intoxication. Int. J. Environ. Res. Public Health.
7. (7) : 2745–2788
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
memastikan secara kualitatif senyawa kompleks
antara ion Pb(II) dengan air kelapa.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
pembentukan kompleks antara air kelapa dengan ion
Pb(II) jika telah berikatan dengan darah.
3. Perlu dipelajari tentang pengaruh pH terhadap
kemampuan mengkhelat suatu asam amino.
66
Download