Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014 PEMBERIAN AIR KELAPA HIJAU SEBAGAI CHELATING AGENT LOGAM Pb(II) Devina Ingrid Anggraini1 1 Fakultas Kesehatan Universitas MH. Thamrin Jakarta Alamat Korespondensi : Program studi Farmasi, Fakultas Kesehatan, Universitas MH.Thamrin, Jln. Raya Pondok Gede No. 23-25 Kramat Jati Jakarta Timur 13550 Telp : 8096411 ext 1208 ABSTRAK Tanaman kelapa (Cocos Nucifera L.), merupakan suatu tanaman yang mudah tumbuh di Indonesia. Seluruh bagian tanaman tersebut mulai dari akar, batang, buah, dan air, sampai daunnya dapat dimanfaatkan. Dalam kehidupan masyarakat Jawa beranggapan bahwa air kelapa hijau dapat digunakan untuk penawar racun. Hal ini yang mendasari peneliti untuk membuktikan secara ilmiah anggapan tersebut. Ion timbal memiliki konfigurasi elektron yang memungkinkan ion tersebut untuk berikatan dengan asam amino. Pembentukan ikatan ini perlu dikaji karena asam amino banyak terdapat didalam air kelapa dan dapat berfungsi sebagai pembentuk kompleks dengan logam berat Pb, sedangkan ion Pb(II) merupakan salah satu logam yang bersifat toksik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian air kelapa terhadap pengurangan konsentrasi ion Pb(II). Proses penelitian ini dilakukan dengan cara mencampur larutan ion Pb(II) dan air kelapa serta memvariasi kadar air kelapa yaitu 25 % v/v, 50 % v/v, 75 % v/v, dan 100 % v/v. Uji kuantitatif dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian air kelapa dapat menurunkan konsentrasi ion Pb(II). Data analisis secara statistik menggunakan Anova menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap penurunan konsentrasi ion Pb(II). Hasil Optimum terjadi dengan pemberian air kelapa dengan konsentrasi 100 % v/v. Kata Kunci : air kelapa hijau, pembentuk kompleks, ion Pb(II). Pendahuluan Perkembangan teknologi selain memberikan manfaat dan keuntungan, juga memberikan dampak negatif yang besar bagi lingkungan. Dampak negatif tersebut antara lain berupa pencemaran udara yang disebabkan oleh bahan bakar minyak. Pencemaran udara tersebut dapat berasal dari logam berat seperti timbal. Keberadaan timbal di udara paling banyak diakibatkan oleh penggunaan bahan bakar minyak pada kendaraan bermotor yang pada umumnya ditambahkan suatu zat yang diberi nama TEL (Tetra Etil Lead). TEL (Tetra Etil Lead) merupakan cairan tidak berwarna, stabil, beraroma kuat, tidak terdekomposisi oleh air, dan sangat beracun (Andreottola, G., dkk., 2008). Senyawa organometallic tersebut memiliki formula (CH3CH2)4Pb yang dibuat dengan cara mereaksikan amalgam lead dengan etil klorida. TEL merupakan bahan tambahan yang berfungsi sebagai antiknocking pada bahan bakar kendaraan bermotor. Logam timbal dapat terdispersi dalam udara, menempel di tanaman, dan dapat larut dalam air dengan sifat tidak terurai oleh air. Telah lama diketahui bahwa timbal dan turunannya sangat beracun jika terakumulasi dalam tubuh dan bersifat neurotoxic walaupun dalam dosis yang sangat kecil (Achmad, 1992: 158). Logam berat ini sangat toksik pada kadar yang sangat rendah, non-biodegradable, dengan waktu paruh yang sangat panjang. Paparan dari logam berat jika terkena tubuh sangat berpotensi membahayakan dan mematikan. Selain menyerang darah, logam berat juga menyerang ginjal karena ginjal mempunyai kemampuan mengabsorbsi sehingga logam berat dapat terakumulasi dalam ginjal (Barbier, dkk., 2005). Sehingga kehadirannya di lingkungan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia. Selain itu pencemaran udara oleh timbal juga mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat. Mengingat akan bahaya logam timbal maka FDA tahun 2000 melakukan penelitian yang menyebutkan bahwa konsentrasi tertinggi timbal dalam darah yang Walaupun pada konsentrasi yang sedemikian rendah, efek logam timbal dapat berpengaruh langsung hingga terakumulasi pada rantai makanan. Di dalam tubuh manusia, timbal dapat menghambat aktifitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin yang dapat menyebabkan penyakit anemia. Gejala yang diakibatkan dari keracunan logam timbal adalah berkurangnya nafsu makan, kejang, kolik khusus, muntah, dan pusing-pusing. Timbal juga dapat menyerang susunan saraf dan mengganggu sistem reproduksi, kelainan ginjal, dan kelainan jiwa (Pallar, 1994). Selain bersifat racun, timbal juga dapat mengakibatkan kebodohan dan menimbulkan perilaku anti sosial. Dengan konsentrasi sebesar 10 μg/dL saja dapat mengurangi kecerdasan IQ anak sebanyak 6-9 poin. Oleh karena sifatnya yang toksik tersebut, penghilangan atau penurunan konsentrasi ion timbal dalam tubuh perlu dilakukan. Metode penghilangan ion Pb(II) dari dalam tubuh telah dikembangkan seperti terapi timbal. Metode ini dilakukan dengan pemberian chelating agent. Senyawa yang lazim digunakan adalah golongan non sulfur antara lain ethylenediamintetraacetat (EDTA), 62 Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014 triethylenetetramine, dan deferoxamine. Cara yang lain dengan menggunakan senyawa konjugasi turunan sulfur, seperti 2,3-dimercapto succinic acid (DMSA), meso 2,3dimercaptosuccinic acid, 2,3-dimercaptolpropanesilfonic, atau juga diethyl-ditiocarbamate. Dengan cara-cara tersebut konsentrasi ion Pb(II) dapat mengalami penurunan secara signifikan, tetapi senyawasenyawa yang dibutuhkan harganya relatif mahal (Swaran, dkk., 2010). Mengingat bahwa air kelapa memiliki kandungan protein cukup tinggi yang dapat digunakan sebagai antidotum, maka dalam penelitian ini dipelajari pengaruh pemberian air kelapa hijau sebagai antidotum logam timbal (Pb) secara in vitro. Metode Penelitian Objek penelitian adalah kandungan Pb(NO3)2 yang tereduksi akibat pemberian air kelapa hijau. Sampel, air kelapa hijau yang didapat dari buah kelapa muda yang ada di daerah Bangetayu, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang. Teknik sampling, menggunakan teknik “Random Sampling”, atau dengan cara acak. Alat yang Digunakan Spektrofotometri Serapan Atom merk Perkin Elmer no seri 3110, beaker glass, corong pisah, labu takar, corong kaca, gelas ukur, pipet volume, neraca analitik Sartorius Bahan yang Digunakan Pb(NO3)2 pa Merck, Air kelapa hijau, Akuabides, CHCl3 Merck batas. Konsentrasi air kelapa 100% v/v, diambil air kelapa ditempatkan pada labu takar 100 ml sampai tanda batas. 3.Pembentukan Kompleks Pb(II) dan Asam Amino Sebanyak 10 ml larutan Pb(NO3)2 16 mg/mL dimasukkan pada corong pisah, dan ditambah dengan 10 ml air kelapa 25% v/v. Selanjutnya campuran tersebut diekstrak menggunakan 10 ml kloroform selama satu menit. Proses ekstraksi diulang sampai tiga kali. Setelah diekstraksi, didiamkan hingga dua fase (fase air dan fase organik) terpisah. Diambil fase air. Fase air diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom untuk menentukan konsentrasi ion Pb(II) sisa. Prosedur yang sama dikerjakan untuk konsentrasi air kelapa 50% v/v, 75% v/v, dan 100% v/v. Hasil penggukuran konsentrasi ion Pb(II) kemudian dianalisa statistik anova satu jalan. Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan percobaan, terlebih dahulu dilakukan determinasi terhadap tanaman kelapa (Cocos nucifera L.). Determinasi dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan tanaman yang akan dipakai sebagai penelitian. Determinasi dilakukan dimana dengan mengamati bagian dari tanaman kelapa seperti akar, cuplikan batang, daun, dan buah, yang kemudian dicocokkan dengan literatur Flora of Java dan Taksonomi Tumbuhan (Backer, C. A., dkk., 1965). Bagian tanaman kelapa yang digunakan adalah air kelapa. Air kelapa yang digunakan diambil dari buah kelapa yang masih muda, kulit luar berwarna hijau, serabut kelapa berwarna kemerahan, dan daging buah kelapanya tipis atau hampir tidak ada. Proses pengurangan konsentrasi ion Pb(II) dilakukan dengan metode ekstraksi. Ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut organik kloroform dengan berbagai campuran larutan yang mengandung ion Pb(II) dan air kelapa dengan berbagai konsentrasi yaitu 25%, 50%, 75%, 100%. Pengaruh perbedaan konsentrasi ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian air kelapa terhadap pengurangan konsentrasi ion Pb(II). Pemilihan kloroform sebagai pelarut organik dalam proses ekstraksi pada penelitian ini karena kloroform bersifat semi polar dibanding dengan air dan tidak bercampur dengan air. Kompleks yang terbentuk terdistribusi ke fase kloroform, sedangkan ion Pb(II) yang tersisa berada di fase air. Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali untuk masing-masing konsentrasi larutan air kelapa. Hasil ekstraksi yang diambil adalah fase air. Kemudian fase air diukur menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom. Berikut ini adalah tabel hasil pengukuran menggunakan SSA. Cara Kerja 1.Pembuatan Larutan Induk Pembuatan larutan induk dilakukan sebagai tahap awal penelitian. Penelitian ini memerlukan larutan induk Pb(II) dengan konsentrasi sebesar 16 mg/L. Larutan induk dibuat dengan cara menimbang sebanyak 0,2563 mg Pb(NO3)2 dilarutkan dengan akuabides dalam labu takar 1000 mL. Kemudian diencerkan untuk mendapat konsentrasi larutan sebesar 16 mg/L. 2. Preparasi Larutan Air Kelapa Tiga buah kelapa diambil airnya dan ditempatkan pada beaker gelas. Konsentrasi air kelapa 25% v/v, diambil 25 ml air kelapa, ditempatkan pada labu takar 100 ml, ditambahkan akuabides sampai tanda batas. Konsentrasi air kelapa 50% v/v, diambil 50 ml air kelapa, ditempatkan pada labu takar 100 ml, ditambahkan akuabides sampai tanda batas. Konsentrasi air kelapa 75% v/v, diambil air kelapa 75 ml, ditempatkan pada labu takar 100 ml, ditambahkan akuabides sampai tanda Tabel 1. Hasil pengukuran menggunakan SSA Kode sampel Pengukuran 1 Penurunan Pengukuran 2 Penurunan Pengukuran 3 Penurunan (v/v) (mg/L) kadar (%) (mg/L) kadar (%) (mg/L) kadar (%) Air kelapa 0% 16,02 16,02 16,03 Air kelapa 25% 8,48 47,06 9,40 41,32 9,60 40,11 Air kelapa 50% 7,74 51,69 8,79 45,13 9.04 43,61 Air kelapa 75% 6,88 57,05 7,32 54,30 8,99 43,92 63 Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014 Air kelapa 100% 5,35 66,60 5,78 63,92 6,30 60,69 Berikut ini adalah tabel rata-rata persentase penurunan konsentrasi timbal. Tabel 2. Rata-rata persentase penurunan konsentrasi timbal Kode sampel Rata-rata konsentrasi timbal yang terukur Rata-rata penurunan konsentrasi timbal (v/v) (mg/L) (%) Air kelapa 0% 16,02 0 Air kelapa 25% 9,16 42,83 Air kelapa 50% 8,52 46,81 Air kelapa 75% 7,73 51,76 Air kelapa 100% 5,81 63,74 Dari hasil pengukuran dapat diketahui bahwa terjadi pengurangan konsentrasi ion Pb(II). Telah diketahui bahwa air kelapa mengandung banyak asam amino, antara lain adalah asam glutamat, arginin, leusin, lisin, prolin, asam aspartat, alanin, histidin, fenilalanin, serin, sistein, dan tirosin. Asam amino inilah yang kemungkinan dapat bereaksi dengan ion Pb(II). Dilihat dari sifatnya, asam amino membentuk ”chelat” jika bereaksi dengan logam. Asam amino pada umumnya mempunyai rumus molekul. H R C COOH Asam amino yang banyak terkandung dalam air kelapa bertautan dalam peptida dan protein melalui ikatan amida diantara gugus karboksil dari satu asam amino dan gugus amino α dari asam amino lainnya. Ikatan ini lebih sering disebut dengan ikatan amida atau ikatan peptida. Berdasar konvensi, ikatan peptida ditulis dengan asam amino yang mempunyai gugus NH 3+ bebas di sebelah kiri dan asam amino dengan gugus CO 2- bebas di sebelah kanan. Asam amino ini masing-masing dinamakan asam amino ujung –N dan asam amino ujung –C (Hart, 2003: 530). Berikut ini adalah gambar ikatan peptida. O NH2 Gambar 1. Rumus molekul asam amino R CH C ikatan peptida NH NH3 H C asam amino ujung -C CO2 R' asam amino ujung -N Asam amino tidak selalu bersifat seperti senyawasenyawa organik lainnya, titik leleh lebih dari 200˚C, Gambar 2. Ikatan peptida sedangkan pada kebanyakan senyawa organik dengan bobot molekul seperti itu berupa cairan pada suhu kamar. Selain ikatan peptida, hanya ada satu macam Asam amino larut dalam air dan pelarut polar lain, tetapi ikatan lagi yang dapat terbentuk antara asam amino tidak larut dalam pelarut non polar seperti dietil eter atau dalam peptida dan protein, yaitu ikatan disulfida. Ikatan benzena. Asam amino mempunyai gugus karboksil dan ini menghubungkan dua unit sistein. Sifat dasar dari tiol gugus amina, tetapi sifatnya kurang asam dibandingkan adalah mudah teroksidasi menjadi disulfida (Hart, 2003: dengan sebagian besar senyawa golongan asam 533). Berikut adalah rumus molekul dari sistein. H karboksilat, dan kurang basa dibandingkan dengan O sebagian besar senyawa amina. CH2 C C OH Asam amino mengandung suatu gugus amino yang SH NH2 bersifat basa, dan gugus karboksil yang bersifat asam dalam suatu molekul yang sama. Suatu asam amino Gambar 3. Sistein Unsur Pb mempunyai no atom 82. mengalami suatu reaksi asam-basa internal yang Pb → Pb2+ + 2emenghasilkan suatu ion dipolar yang disebut zwitter ion yang berarti hibrida. Karena terjadinya muatan ion, suatu Dalam keadaan terion Pb mempunyai jumlah elektron asam amino mempunyai banyak sifat garam (Fessenden, sebanyak 80. Konfigurasi elektron dalam bentuk Pb 2+ 1986: 364). Oleh karena bersifat garam, maka jika suatu adalah sebagai berikut : asam amino direaksikan dengan suatu logam maka akan menghasilkan suatu ”chelat” atau juga bisa 1s2 2s2 2p6 3s23p6 4s2 3d10 4p6 5s2 4d10 5p6 6s2 4f14 5d10 menghasilkan suatu kompleks. Jika digambarkan energi tiap orbitalnya adalah sebagai berikut : 6s 5f 5d 5p Gambar 4. Pb2+ dalam bentuk tereksitasi 64 Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014 Ada tujuh orbital kosong di 5f keadaan itu membuat Pb tidak stabil. Agar stabil satu elektron orbital 6s ditransfer ke 5f seperti ditunjukkan gambar di bawah ini. 6s 5f 5d 5p Gambar 5. Pb dalam bentuk ground state Bentuk ground state Pb lebih stabil. Pb menyediakan 6 orbital kosong untuk dimasuki oleh enam lone pair elektron sehingga seluruh orbital 5f terisi. Ikatan inilah yang disebut ikatan koordinasi yang menghasilkan senyawa kompleks. Pada awalnya ion Pb2+ akan bereaksi dengan asam amino sistein. Karena logam Pb mempunyai afinitas tinggi terhadap gugus –SH (gugus sulfihidril). Alasan kenapa logam Pb memiliki afinitas tinggi terhadap gugus –SH adalah karena dalam sistem periodik unsur, sulfur berada pada periode dibawah oksigen, yang berarti bahwa sulfur mempunyai jari-jari atom yang lebih besar dimana sulfur akan lebih mudah melepas elektron terluarnya daripada oksigen. Selain itu sulfur juga kurang elektronegatif dibandingkan dengan oksigen, karena senyawa –SH membentuk ikatan hidrogen yang lebih lemah dibandingkan ikatan –OH (Hart, 2003: 244). Berikut adalah gambar yang menunjukkan reaksi yang terjadi antara sistein dengan Pb. Pb (NO3)2 CH2 H C C S NH2 O Pb2+ + 2NO3H Pb2+ + Pb O CH2 C SH NH2 C OH OH S NH2 O CH2 CH C Gambar 6. Kompleks Pb dengan Sistein OH Setelah sistein habis digunakan untuk bereaksi dengan ion Pb2+, maka tidak menutup kemungkinan ion Pb2+ juga bereaksi dengan asam amino yang lain. Sementara ion Pb(II) bersifat bivalen mampu menerima pasangan elektron dari ligan untuk membentuk kompleks atau khelat. Selain itu sifat asam amino begitu mudah membentuk kompleks dalam keadaan terionisasi. Reaksi ini membentuk endapan yang larut. R Pb (NO3)2 HO Pb 2+ + 2NO3 - NH2 R O 2+ Pb + HO NH2 Pb O O H2N OH R Gambar 7. Kompleks Pb dengan Asam Amino Gambar di atas menunjukkan struktur kompleks antara ion Pb(II) dengan asam amino. Pb 2+ membutuhkan dua molekul asam amino untuk membentuk enam ikatan koordinasi (Burt, 2011). Ikatan dengan O karbonil (ikatan rangkap) dilambangkan dengan garis putus-putus, sedangkan ikatan antara Pb dengan O dan N (ikatan tunggal) dilambangkan dengan anak panah. Tabel dibawah ini menunjukkan analisa statistik terhadap kadar timbal yang terduksi. Tabel 3. Hasil uji Mann-Whitney kadar timbal yang tereduksi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Keterangan : Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Keterangan Kelompok I vs II Kelompok I vs III Kelompok I vs IV Kelompok I vs V Kelompok II vs III Kelompok II vs IV Kelompok II vs V Kelompok III vs IV Kelompok III vs V Kelompok IV vs V Asymp. Sig. 0,050 0,050 0,050 0,046 0,275 0,127 0,046 0,275 0,046 0,046 Kesimpulan Berbeda Signifikan Berbeda Signifikan Berbeda Signifikan Berbeda Signifikan Berbeda Tidak Signifikan Berbeda Tidak Signifikan Berbeda Signifikan Berbeda Tidak Signifikan Berbeda Signifikan Berbeda Signifikan : konsentrasi air kelapa 100 % : konsentrasi air kelapa 75 % : konsentrasi air kelapa 50 % : konsentrasi air kelapa 25 % : konsentrasi air kelapa 0 % 65 Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014 Untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang tepat maka dilakukan analisis statistik terhadap konsentrasi timbal yang tereduksi oleh air kelapa. Analisis yang digunakan adalah analisis non parametrik, karena berdasarkan uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk nilai signifikan dari kelompok kontrol positif kurang dari nilai α (0,05) yaitu 0,000. Data berdistribusi tidak normal. Dari uji normalitas dan homogenitas kemudian dilakukan uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh konsentrasi air kelapa terhadap konsentrasi ion Pb(II) yang tereduksi. Hasil uji ini diperoleh nilai asimp. Sig. sebesar 0,001 yaitu kurang dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa kelima kelompok memberikan pengaruh yang berbeda secara nyata. Dengan ada pengaruh yang berbeda secara nyata, maka dapat dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney yang bertujuan untuk melihat adanya perbedaan pada antar kelompok konsentrasi. Kesimpulan yang ditarik dari uji ini berdasarkan nilai asimp. Sig. dengan membandingkan α (0,05). Jika nilai asimp. Sig. ≤ 0,05 didapatkan kesimpulan ada perbedaan bermakna antar kelompok konsentrasi. Hasil yang didapat dari uji Mann-Whitney terdapat nilai konsentrasi ion Pb(II) yang berkurang pada masing-masing kelompok konsentrasi. Dari penjelasan diatas membuktikan bahwa pemberian air kelapa hijau dengan konsentrasi 25 % v/v, 50 % v/v, 75 % v/v, dan 100 % v/v dapat mengurangi konsentrasi ion Pb(II). Pengurangan konsentrasi ion Pb(II) terbesar diperoleh dengan penggunaan konsentrasi air kelapa hijau 100 % v/v. Kandungan yang dapat menurunkan konsentrasi ion Pb(II) adalah sistein dan asam amino, walaupun belum dibuktikan secara analisis kualitatif. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa pemberian air kelapa hijau dapat digunakan sebagai pembentuk kompleks dengan logam berat timbal yang dapat mengurangi konsentrasi ion Pb(II). Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Pemberian air kelapa hijau dapat membentuk kompleks dengan ion Pb(II). 2. Penurunan konsentrasi terbanyak ion Pb(II) yang tereduksi akibat pemberian konsentrasi air kelapa 100 % yaitu sebesar 63,74 %. Daftar Pustaka Achmad, Hiskia. 1992. Kimia Unsur dan Radio Kimia. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti Andreottola, G., Dallago, L., dan Ferrarese, E. 2008. Feasibility Study for The Remediation of Groundwater Contaminated by Organolead Compounds. J Hazard Mater. 156. (1-3) : 488-98 Backer, C. A., Van Den Brink Jr, R. C. 1965. Flora of Java (Spermatophytes only). Volume 1. N.V.P. Noordhooff. Groningen-Netherlands Barbier, O., Jacquillet, G., Tauc M., Poujeol, P., Cougnonm. 2004. Acute Study of Interaction Between Cadmium, Calcium and Zinc Transport a Long The Rate Nephron In Vivo. Am. J. Physiol Renal Physiol. 287 : F1067-F1075 Burt, MB, Decker SG, Atkins CG, Rowsell M, Peremans A, dan Fridgen TD. 2011. Structures of Bare and Hydrated [Pb(aminoacid-H)]+ Complexes using Infrared Multiple Photon Dissociation Spectroscopy. J. Phys. Chem. B. 115. (39) : 11506-18 Fessenden, J. Ralph, dan Fessenden, S. Joan. Kimia Organik, jilid II, edisi ke III. Jakarta : Erlangga Hart, Harold. 2003. Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat, edisi ke II. Jakarta : Erlangga Karrer, 1950. Organik Chemistry. Brussel : Elsevier Publishing Company Inc. Pallar, Heryando. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rhineka Cipta. Swaran, J.S. Flora, dan Vidhu Pachauri. 2010. Chelation in Metal Intoxication. Int. J. Environ. Res. Public Health. 7. (7) : 2745–2788 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan secara kualitatif senyawa kompleks antara ion Pb(II) dengan air kelapa. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pembentukan kompleks antara air kelapa dengan ion Pb(II) jika telah berikatan dengan darah. 3. Perlu dipelajari tentang pengaruh pH terhadap kemampuan mengkhelat suatu asam amino. 66