ANALISIS HUBUNGAN INDUSTRIAL TANPA ADANYA SERIKAT PEKERJA (SUATU STUDI PADA PT. APEXINDO PRATAMA DUTA Tbk) TRIANA PUJILESTARI Kusnar Budi Program studi Ilmu Administrasi Niaga FISIP, Universitas Indonesia Abstrak Penelitian ini menjelaskan tentang hubungan industrial tanpa adanya serikat pekerja diperusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana hubungan industrial dan hubungan bipartit di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan memiliki tujuan penelitian eksplanatif. Narasumber dalam penelitian ini dipilih berdasarkan masa kerja dari karyawan di perusahaan yang berbeda-beda. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa hubungan industrial dan hubungan bipartit di perusahaan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya serikat pekerja. Kata Kunci : hubungan industrial, serikat pekerja Abstract This study describes the industrial relations in the absence of the company union. The purpose of this study is to explain how industrial relations and bipartite relations in PT Apexindo Pratama Duta Tbk. This study used a explanative approach and has a descriptive research purposes. Interviewees in this study were selected based on different years of service of employees in companies. The results of this study indicate that the industrial relations and bipartite relations in the company can run smoothly without any union Keywords: Industrial Relation, Union PENDAHULUAN Semua organisasi, termasuk perusahaan, pada hakekatnya adalah kumpulan orang. Organisasi dapat mencapai tujuannya apabila hubungan orang yang terdapat didalamnya berjalan secara harmonis dan dinamis. Simanjuntak (2011) menyebutkan bahwa sistem hubungan industrial adalah suatu sistem dalam perusahaan yang mengatur hubungan antara pekerja dengan pekerja lain maupun pekerja dengan perusahaan dalam kaitannya dengan proses memproduksi barang dan atau jasa. Penerapan hubungan industrial merupakan perwujudan dan pengakuan atas hak dan kewajiban pekerja sebagai mitra pengusaha dalam menjamin kelangsungan dan keberhasilan perusahaan. Sistem hubungan industrial merupakan pedoman untuk mengelola hubungan industrial. Manajemen hubungan industrial menjadi sangat penting karena selama ini baik pekerja maupun perusahaan, bekerja sama dengan persepsi yang saling bertentangan. Pekerja memandang bahwa segala kebijakan perusahaan cenderung mengeksploitasi mereka. Demikian pula, perusahaan berasumsi bahwa pekerja tidak produktif tetapi menginginkan imbalan diluar kewajaran. Persepsi semacam inilah yang dalam sistem hubungan industrial diubah menjadi persepsi yang positif, yaitu Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. pekerja dan perusahaan adalah dua pihak yang saling membutuhkan dan dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Peranan hubungan manusia dalam penerapan hubungan industrial di perusahaan perlu tercermin dalam penyusunan peraturan yang berlaku, baik dalam peraturan perusahaan maupun dalam bentuk perjanjian kerja bersama (PKB). Penyusunan peraturan tersebut sebaiknya memperhatikan aspek FirST (Fairness, Sincerity, Transparency) adil, jujur dan terbuka (Zamani, 2012). Yang mesti diperhatikan bahwa seluruh aturan perusahaan ini telah diinformasikan dan dipahami dengan baik oleh setiap pekerja. Sistem informasi internal yang tertata dengan baik akan sangat menunjang hubungan antarmanusia dalam perusahaan sehingga tujuan pengembangan hubungan industrial yang dinamis dan kondusif dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini, organisasi SDM (Human Resources Department / HRD) dan organisasi pekerja (Serikat Pekerja / SP) memiliki peran yang sangat penting dalam penerapan sistem hubungan industrial di perusahaan. Organisasi SDM adalah organisasi yang berfungsi mengelola SDM mulai dari rekrutmen, penempatan, dan pengembangan tenaga kerja. Sedangkan organisasi pekerja adalah organisasi yang berfungsi sebagai wadah aspirasi pekerja dan mewakili pekerja dalam berhubungan dengan perusahaan. Namun apabila kita merujuk pada Undang-Undang Ketenagakerjaa No. 13 Tahun 2003 pasal 106 perushaan sebenarnya tidak diwajibkan memiliki serikat pekerja. Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa : Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerjasama Bipartit. Lembaga kerjasama Bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan. Susunan keanggotaan lembaga kerjasama Bipartit sebagai mana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan undang-undang tersebut, maka yang wajib dipenuhi oleh perusahaan dalam mengelola hubungan industrialnya adalah adanya lembaga kerjasama bipartit dan tidak harus melalui hubungan dengan serikat pekerja. Dengan kata lain perusahaan dapat mengelola hubungan industrialnya tanpa harus melibatkan serikat pekerja. Meskipun Undang-Undang No.13 Tahun 2003 memberikan kemungkinan untuk itu, bukan berarti perusahaan dapat melakukan kampanye anti serikat pekerja di perusahaan dalam mengelola hubungan industrialnya, karena hal ini bertentangan dengan Pasal 28 Undang-Undang No.21 Tahun 2000 tentang Sekikat Pekerja/Buruh yang menyatakan bahwa : Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. “Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara : Melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; Melakukan kampanye anti pembentukan srikat pekerja/serikat buruh” PT. Apexindo Pratama Duta Tbk adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengeboran gas dan perminyakan yang telah berdiri sejak tahun 1984 dan telah sukses melaksanakan proyek pengeboran yang tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga dinegara-negara lainnya. Sebagai perusahaan yang telah berdiri cukup lama ini, dalam prakteknya perusahaan ternyata tidak memiliki serikat pekerja. Namun perusahaan dapat terus berjalan tanpa adanya halangan ataupun demo dari karyawannya yang berarti. Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk menganalisis bagaimana hubungan industrial dalam lingkup bipartit selama ini yang terjalin di perusahaan. TINJAUAN TEORITIS Hubungan Industrial Menurut Daniel Quinn Mills dalam bukunya yang berjudul Labor Management Relations dijelaskan bahwa : ”Industrial Relations may be defined as the process by which human beings and their organizations interact at the workplace and more broadly, in society as a whole to establish the terms and conditions of employment.” Menurut Simanjuntak (2009:1) menjelaskan bahwa hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau pelayanan jasa disuatu perusahaan. Definisi lainnya menyebutkan bahwa hubungan industrial adalah pihak-pihak yang berkepentingan dan ikut terlibat dalam hubungan tersebut. Secara umum, hubungan industrial menurut Kartonegoro (1999) diartikan sebagai suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan jasa yang meliputi pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah. Lebih lanjut dikatakan masalah hubungan industrial mencakup aspek yang sangat luas yaitu aspek social-budaya, psikologi, ekonomi, politik, hukum, dan hankamnas. Hal tersebut yang mengakibatkan hubungan industrial tidak hanya meliputi pengusaha dan pekerja/buruh, namun melibatkan pemerintah dan masyarakat dalam arti luas. Pendekatan Dalam Hubungan Industrial Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. Hubungan industrial dapat dijelaskan dengan pandangan teori tertentu dari berbagai pendekatan yang ada. Pandangan teori tersebut antara lain unitaris (unitary), pluralis (pluralist), marxist (radikal) : 1. Pendekatan Unitaris (Unitary Approach) Dalam pendekatan unitaris, organisasi dianggap sebagai sesuatu yang terintegrasi harmoni secara keseluruhan dengan idealnya sebagai satu keluarga yang bahagia, dimana manajemen dan anggota lainnya dari staff kesemuanya memiliki satu tujuan yang sama, menekankan kerjasama yang saling menguntungkan. Lebih jauh lagi, Unitaris memiliki pendekatan paternalistic dimana organisasi meminta loyalitas dari semua karyawan, mengutamakan tingkatan manajerial dalam penekanandan penerapannya. Akibatnya serikat pekerja dianggap tidak perlu karena loyalitas antara karyawan dan organisasi dianggap eksklusif dimana tidak bisa ada dua sisi industri. Konflik dianggap sebagai sesuatu masalah yang mengganggu dan hasil patologis dari para agitator, gesekan antar personal dan gangguan komunikasi. 2. Pendekatan Pluralis (Pluralist Approach) Dalam pluralis organisasi dianggap sebagai bagian-bagian dari kelompok yang kuat dan berbeda. Masing-masing dengan loyalitas sendiri yang sah dan dengan menetapkan tujuan mereka sendiri dan para pemimpin masing-masing. Secara khusus, kedua sub-kelompok dominan dalam perspektif pluralistik adalah manajemen dan serikat pekerja. Akibatnya, peran manajemen akan kurang bersandar terhadap penegakan dan pengawasan dan lebih ke arah persuasi dan koordinasi. Serikat pekerja dianggap sebagai wakil yang sah dari karyawan, konflik ditangani oleh perundingan bersama dan tidak selalu dipandang sebagai sesuatu yang buruk, dan jika dikelola, sebenarnya bisa disalurkan ke arah evolusi dan perubahan positif. 3. Pendekatan Radikal (Radical Approach) Pendekatan radikal atau disebut juga sebagai teori marxis mengenai hubungan industrial melihat pada sifat dari masyarakat kapitalis, di mana ada pembagian mendasar kepentingan antara modal dan tenaga kerja, dan melihat hubungan kerja terhadap sejarahnya. Perspektif ini melihat ketimpangan kekuasaan dan kekayaan ekonomi sebagaimana akar dalam sifat sistem ekonomi kapitalis. Oleh karena itu Konflik dipandang tak terelakkan dan pembentukan serikat pekerja merupakan respon alami pekerja terhadap eksploitasi mereka dengan modal. Sementara mungkin ada masa-masa kesepakatan, pandangan Marxis akan mengarah bahwa lembagalembaga dari peraturan yang disepakati bersama akan meningkat daripada posisi dari batasan manajemen sebagaimana mereka menganggap kelanjutan dari kapitalisme tersebut. Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. Sarana Hubungan Industrial Mernurut Simanjuntak (2003:15) dalam hubungan industrial dibutuhkan beberapa sarana dan lembaga yaitu : 1. Peraturan perusahaan Peraturan perusahaan pada dasarnya dibuat secara sepihak oleh perusahaan. Oleh sebab itu peraturan sudah dibuat oleh perusahaan saat mendirikan perusahaan dan resmi mempekerjakaan orang. Peraturan perusahaan memuat ketentuan mengenai kewajiban dan hak pekerja serta kewenangan dan kewajiban perusahaan. Pekerja wajib mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan tugas yang diberikan dengan menghasilkan kualitas produk sesuai dengan ketetapan perusahaan dalam waktu tertentu dan pekerja berhak mendapatkan upah dan jaminan social sebagai imbalan atas jasa kerjanya serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerjanya. Bagi perusahaan yang membuat peraturan tersebut, mempunyai wewenang mengatur sistem kerja, pembagian fungsi, pembagian kerja dan kerja tim dan berkewajiban memenuhi hak-hak pekerja. 2. Lembaga Bipartit Lembaga atau forum bipartit adalah forum kunsultasi bagi wakil pengusaha dengan wakil pekerja. Apabila perusahaan telah memiliki serikat pekerja, maka yang mewakili dari pihak pekerja adalah ketua dari serikat pekerja, sedangkan yang mewakili dari perusahaan dapat diwakili oleh direksi maupun pimpinan unit. Fungsi dari lembaga bipatrit sendiri adalah untuk menampung dan menyelesaikan keluhan dan tuntutan pekerja serta untuk menyelesaikan masalah-masalah hubungan industrial pada umumnya. Selain itu, lembaga bipatrit juga berfungsi sebagai forum pembahas penyempurnaan peraturan perusahaan atau forum dialog untuk mempersiapkan negosiasi atau memperbarui perjanjian kerja bersama. 3. Serikat Pekerja Partisipasi para pekerja dalam hubungan industrial dapat dilakukan secara langsung melalui sistem perwakilan dalam bentuk serikat pekerja. Partisipasi pekerja dalam hubungan industrial merupakan hak dan kebebasan pekerja dalam bernegosiasi dan mengeluarkan aspirasi yang dijamin oleh undang-undang dan peraturan lainnya. 4. Perjanjian Kerja Bersama Perjanjian Kerja Bersama (PKB) pada dasarnya sama dengan peraturan perusahaan, namun peraturan perusahaan dibuat sepihak oleh perusahaan tanpa melibatkan pekerja, sedangkan perjanjian kerja bersama merupakan peraturan perusahaan hasil perundingan atau kesepakatan bersama antara perusahaan dengan wakil pekerja. Peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama yang baik akan mencerminkan hubungan industrial pancasila, yang merupakan bentuk persetujuan antara perusahaan Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. dan pekerja untuk meningkatkan produktivitas sehingga dapat mensejahterakan perusahaan dan pekerja. 5. Asosiasi Pengusaha Sama dengan pekerja yang juga memiliki hak dan kebebasan untuk berserikat, pengusaha juga memiliki hak dan kebebasan untuk membentuk ataupun menjadi anggota organisasi atau asosiasi pengusaha. Asosiasi pengusaha merupakan himpunan dari para wakil pemimpin perusahaan merupakan mitra kerja serikat pekerja dan pemerintah dalam menangani masalah-masalah ketenagakerjaan maupun hubungan industrial. Asosiasi pengusaha dibentuk menurut sektor industri atau menurut jenis usahamulai dari tingkat local, kabupaten, provinsi dan tingkat nasional. 6. Lembaga Tripatrit Lembga triaptrit merupakan forum konsultasi antara serikat pekerja, pengusaha dan pemerintah. Fungsi lembaga ini adalah untuk membantu pemerintah dalam menentukan kebijakan ketenagakerjaan dan menyelesaikan masalah-masalha hubungan industrial. Dalam lembaga tripatrit terdapat lembaga-lembaga seperti Panitia Penyelesaian Perselisihan, Dewan Penelitian Pengupahan, Dewan Latihan Kerja, Dewan Produktivitas, dan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 7. Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dengan adanya perbedaan keinginan antara pengusaha dengan pekerja serta adanya keluhankeluhan diharapkan dapat diselesaikan dalam lembaga bipatrit. Apabila belum juga menemukan jalan tengan dari perselisihan tersebut, maka dibutuhkan pihak ketiga dari Departemen Tenaga Kerja atau mediator dari lembaga tripatrit. Jika dengan adanya pihak ketiga namun perselisihan belum juga terselesaikan, maka kasus ini dianggap sebagai perselisihan hubungan industrial dan diselesaikan oleh Lembaga Majelis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang dilakukan oleh Panitia Perselisihan Perburuhan Tingkat Daerah (P4D) atau Panitia Perselisihan Perburuhan Tingkat Pusat (P4P). 8. Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan Peraturan Perundang-undangan ketenagakerjaan ini pada dasarnya mencakup ketentuan sebelum bekerja, selama bekerja, dan sesudah bekerja. 9. Pendidikan Hubungan Industrial Pendidikan hubungan industrial diperlukan terutama bagi para pimpinan serikat pekerja, pimpinan perusahaan, supaya memahami prinsip-prinsip hubugan industrial, perundang-undangan ketenagakerjaan, peranan dan fungsi lembaga-lembaga ketenagakerjaan, serta meningkatkan kemampuan para pemimpin tersebut berorganisasi, berunding bersama dan menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. Pengertian Pekerja Menurut kamus besar bahasa Indonesia tenaga kerja berarti orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu; pekerja, pegawai, dsb atau orang yang mampu melakukan pekerjaan baik dalam maupun diluar hubungan kerja. Menurut Simanjuntak, tenaga kerja (manpower) adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekedaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurutnya ditentukan oleh umur/usia. Usia kerja minimum yang ditetapkan pemerintah yaitu 15 tahun, tapi masih terdapat usia kerja dibawah 15 tahun dengan alasan bekerja untuk mambantu anggota keluaga. Sedangkan menurut Kesuma, SDM menyangkut manusia yang mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Serikat Pekerja Serikat pekerja yang dibentuk oleh para pekerja itu sendiri dapat digunakan sebagai media aspirasi bagi pekerja apabila terdapat keluhan, maupun masukan bagi perusahaan. Menurut Simanjuntak (2003:16) didalam perusahaan dibutuhkan serikat pekerja untuk mengakomodasi hak pekerja dan mempunyai peranan sebagai berikut : a. Serikat pekerja berfungsi sebagai saluran informasi yang efektif dari pengusaha kepada para pekerja. b. Dengan memanfaatkan jalur dan mekanisme serikat pekerja, perusahaan dapat menghemat waktu dalam mengakomodasikan hak pekerja serta untuk membina para pekerja dalam memberikan perintah. c. Dalam menyampaikan saran antara pengusaha dan pekerja ataupun sebaliknya akan lebih efektif, dan serikat pekerja menyeleksi tuntutan dari pekerja sehingga dapat diterima oleh pimpinan perusahaan. d. Serikat pekerja berfungsi dalam pendekatan hubungan antar manusia (human relation approach) sebagai mitra pengusaha dalam mengembangkan hubungan semi formal e. Serikat pekerja sebagai mitra pengusaha, dapat juga memobilisasikan seluruh pekerja sebagai anggotanya untuk bekerja secara disiplin, bertanggung jawab dan penuh semangat. f. Serikat pekerja yang fungsi dengan baik, akan menghindari masuknya gangguan-gangguan luar yang dapat menggangu proses produksi dan ketenangan bekerja. Menurut American Federation of Labor and Congress of Industrial Organizations; AFL – CIO (National Business No.54, 1996) ada sejumlah faktor yang dapat menurunkan kesempatan terbentuknya serikat pekerja di perusahaan, sebagai berikut : Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. 1. Ada keyakinan dari karyawan apabila perusahaan tidak memanfaatkannya. 2. Para karyawan yang bangga dengan pekerjaannya. 3. Catatan-catatan mengenai prestasi kerja yang baik disimpan oleh perusahaan. Karyawan merasa aman saat mereka mengetahui bahwa upaya-upaya mereka diakui dan dihargai. 4. Tidak adanya tuntutan atas perlakuan yang sewenang-wenang. Karyawan menghargai disiplin yang tegas tapi adil. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Stone (1998) bahwa kesewenang-wenangan dan ketidakadilan dari manajemen mendorong pekerja untuk bergabung dengan serikat pekerja. 5. Tidak adanya favoritisme yang biasanya diperoleh melalui mekanisme diluar prestasi kerja. 6. Para supervisor yang mempunyai hubungan baik dengan para bawahannya. Lembaga Bipatrit Menurut Sirait (2007) lembaga kerjasama bipartit didefinisikan sebagai suatu badan yang ada didalam perusahaan dimana anggotanya terdiri dari perwakilan pengusaha dan perwakilan pekerja. Lebih lanjut Sirait menyakatan bahwa Bipartit merupakan forum konsultasi, komunikasi dan musyawarah yang tugas utamanya adalah sebagai katalisator penerapan Hubungan Industrial Pancasila dalam praktek sehari-hari. Tugas ini khususnya terkait dengan usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja, ketenangan kerja, dan penelitian-penelitian praktik kesepakatan serta peningkatan partisipasi pekerja dalam penetapan tata kerja. Peraturan Perusahaan Peraturan perusahaan menurut Simanjuntak (2009) adalah ketentuan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha, memuat hak dan kewajiban pekerja, kewenangan dan kewajiban pengusaha serta syarat kerja dan ketentuan pokok mengenai tata tertib perusahaan. Ketentuan ini mengikat kedua belah pihak menjadi aturan main dalam hubungan antara pengusaha dan pekerja yang harus dipatuhi. Ketentuan yang dibuat oleh perusahaan tidak boleh atau lebih rendah dari yang diatur oleh undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan perundang-undangan lainnya. Oleh sebab itu, setiap peraturan perusahaan dan perubahannya perlu disahkan oleh pemerintah. Bcorporation (2010) menyatakan bahwa peraturan perusahaan merupakan suatu kumpulan pedoman dan prinsip dasar yang disusun dan dijalankan oleh badan yang berwenang dalam suatu perusahaan yang mengarah pada kebijakan perusahaan dengan tujuan pencapaian sasaran organisasi. Adanya dokumen perusahaan ini selain untuk memenuhi ketentuan peraturan perundangan juga merupakan panduan interaksi internal organisasi, sehingga memudahkan pekerja baru untuk memahami kondisi dan budaya perusahaan. Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dilihat dari tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif. Menurut Leedy dan Ormrod (2005) penelitian eksplanatif bersifat menerangkan, yaitu penelitian yang dapat dilakukan kalau pengetahuan tentang masalahanya sudah cukup, artinya sudah ada beberapa teori tertentu dan sudah ada berbagai penelitian empiris yang menguji berbagai hipotesa tertentu sehingga terkumpul berbagai generalisasi empiris. Dilihat berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian murni. Dalam penelitian murni, peneliti dituntun oleh tujuan untuk menghasilkan pengetahuan. Sementara itu, berdasarkan dimensi waktunya, penelitian ini termasuk dalam cross-sectional research karena dilakukan pada satu waktu tertentu dan tidak dibandingkan dengan penelitian lain. Selanjutnya, tehnik pengumpulan data terbagi menjadi dua, yaitu (1) Data primer adalah data atau informasi yang berasal dari sumber asli, diperoleh sarana langsung dari obyek penelitian. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan wawancara. Wawancara dapat didefinisikan sebagai percakapan dengan maksud tertentu (Berg, 2004:75). Dalam penelitian ini, wawancara dimaksdukan untuk mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang akan diteliti. Peneliti melakukan wawancara langsung dengan narasumber (face to face) serta tanya jawab untuk mendapatkan data ataupun informasi yang diperlukan, dan (2) Data sekunder yang digunakan yaitu Studi Kepustakaan. Studi kepustakaan yaitu dengan mepelajari tulisan-tulisan yang terkait dengan penelitian misalnya saja buku-buku, artikel, literature, teori perkuliahan, surat kabar maupun jurnaljurnal yang berkaitan hubungan industrial. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Pada dasarnya, para ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai teknik analisis data kualitatif sehingga tidak ada teori yang pasti mengenai hal itu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu teknik analisis data kualitatif yang dikemukan oleh Neuman, yaitu illustrative method. Neuman menjelaskan illustrative method sebagai berikut ini: A method of qualitative data analysis in which a researcher takes the theoretical concepts and treats them as empty boxes to be filled with specific empirical examples and description. (2003:469) Artinya, peneliti mengambil beberapa konsep teoritis dan memperlakukannya dalam suatu kotak kosong yang akan diisi dengan contoh-contoh empiris dan deskripsi. Sejalan dengan hal itu, dalam penelitian ini peneliti mengambil beberapa konsep yang terkait dengan topik penelitian untuk Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. memahami realitas yang ada di lapangan. Dalam bagian analisis konsep tersebut akan dikaitkan dengan pelaksanaan yang ditemui di lapangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Karyawan PT Apexindo Pratama Duta Tbk memiliki total 477 orang karyawan dengan perbandingan 396 orang karyawan WNI (83% dari total karyawan) dan 81 orang karyawan WNA (17% dari total karyawan). Bila dilihat dari total keseluruhan karyawan atau sebanyak 477 orang karyawan, sebanyak 18 orang karyawan (4% dari total keseluruhan karyawan) berada direntang usia 20-25 tahun. Sebanyak 36 orang karyawan (8% dari total keseluruhan karyawan) berada direntang usia 2630 tahun). Rentang usia antara 31-35 memiliki persentase sebesar 14% atau sebanyak 66 orang karyawan dari total karyawan perusahaan. Sebesar 17% dari total keseluruhan karyawan, memliki rentang usia antara 36-40 atau sebanyak 80 orang karyawan dan rentang usia 41-45 tahun dengan jumlah karyawan 81 orang. Pelaksanaan Hubungan Industrial di PT Apexindo Pratama Duta Tbk Dalam menjalankan hubungan industrial, banyak aspek yang dinilai. Diantaranya adalah syarat-syarat kerja yang terkait hak dan kerwajiban kedua belah pihak. Hubungan kerja yang baik akan terjalin apabila kedua belah pihak memenuhi kewajiban yang menjadi hak dari pihak lain. Dalam perusahaan sendiri, hak dan kewajiban karyawan dan perusahaan telah ditulis dalam peraturan perusahaan Menurut Peiperl (2001) karyawan telah mengetahui signifikan perubahan sifat pekerjaan. Didorong oleh keinginan untuk fleksibilitas yang lebih besar, perusahaan telah memperluas definisi pekerjaan. Perubahan sifat pekerjaan berarti lingkup kegiatan pekerjaan yang dilakukan adalah dalam kontrol dari karyawan, perusahaan memberikan kesempatan karyawan untuk memutuskan berapa banyak waktu untuk bekerja dan berapa banyak pekerjaan yang ditunda. Sehingga di perusahaan karyawan dapat bekerja dengan lebih fleksibel Bila melihat pada teori yang diungkapkan oleh Zamani (2011) mengenai ciri-ciri khusus hubungan indutrial, perusahaan telah memenuhi ciri tersebut, yaitu: 1. Karyawan yang bekerja di perusahaan bukan hanya bekerja sekedar untuk mencari nafkah tapi juga bekerja merupakan bagian dari sifat dasar manusia yang memiliki hak untuk berkeyakinan dan bersoliasisasi. 2. Perusahaan menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi semata tapi juga sebagai pribadi manusia dengan segala harkat dan martabatnya. Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. 3. Karyawan dan perusahaan bekerja sama tidak dalam hubungan yang bertentangan, tetapi bekerjasama untuk kemajuan perusahaan. Hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya demo dari karyawan, dan tidak adanya konflik mengenai peraturan perusahaan yang berlaku. 4. Setiap perbedaan pendapat yang timbul, diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Perbedaan pendapat yang timbul selama ini dapat diselasaikan dalam level bipartit perusahaan. Apabila karyawan memiliki keluhan atau pendapat dapat disampaikan kepada atasan langsung atau mengajukannya kepada HRD. Tata cara penyampaian keluh kesah telah diatur dalam peraturan perusahaan yang berlaku. 5. Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban dari perusahaan dan karyawan. Hak dan kewajiban kedua belah pihak juga telah diatur dalam peraturan perusahaan. Dijelaskan dengan detail mengenai apa saja hak dan kewajiban dari karyawan dan perusahaan. Hubungan industrial yang terjalin saat ini di perusahaan dapat dikatakan berjalan dengan baik. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa komunikasi memang tidak selalu berjalan dengan baik. Namun antara pihak karyawan dan perusahaan dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul dengan baik walaupun dengan tidak adanya serikat pekerja di perusahaan. Tidak terbentuknya serikat pekerja di perusahaan terjadi karena berbagai macam alasan, misalnya karena karyawan telah puas dengan peraturan perusahaan yang ada, tidak adanya penggerak yang mempelopori untuk membentuk serikat pekerja, hingga kesibukan masing-masing individunya yang pada akhirnya tidak jadi mendirikan serikat pekerja. Selama berdirinya perusahaan selama ini, pihak manajemen tidak menghalang-halangi karyawannya untuk membentuk serikat pekerja. Bila dilihat pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada Bab III Pasal 5 menyatakan bahwa Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh. Di perusahaan sendiri pernah ada yang mengajukan untuk membentuk serikat pekerja, namun dengan terus berjalannya waktu, usulan ini hilang dan hanya menjadi wacana. Dalam hal ini berarti perusahaan menggunakan pendekatan unitaris, dimana perusahaan dianggap sebagai sesuatu yang terintegrasi harmoni secara keseluruhan dengan idealnya sebagai satu keluarga yang bahagia, dimana manajemen dan anggota lainnya dari staff kesemuanya memiliki satu tujuan yang sama, menekankan kerjasama yang saling menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dengan kebiasaan di perusahaan yang lebih mengedepankan rasa kekeluargaan dalam penyampaian aspirasi dan penyelesaian masalah dalam coffee morning atau acara gathering yang perusahaan adakan untuk meningkatkan rasa kekelurgaan antar sesama pekerja maupun pekerja dengan pihak menejerial. Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. Akibatnya serikat pekerja dianggap tidak perlu karena loyalitas antara karyawan dan perusahaan dianggap eksklusif dimana tidak bisa ada dua sisi industri. Hubungan komunikasi yang terjalin antara perusahaan dengan karyawan yang berjalan dengan baik juga menjadi salah satu alasan mengapa serikat pekerja tidak terbentuk. Dari hasil wawancara yang didapatkan, karyawan merasa dengan kondisi seperti sekarang (tidak adanya serikat pekerja di perusahaan) peraturan perusahaan dapat dijalankan dengan baik, dan mereka merasa dengan adanya serikat pekerja belum tentu kondisi karyawan akan lebih baik. Untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan antara karyawan dengan perusahaan serta antara sesama karyawan maka setiap permasalahan yang timbul akan diselesaikan secara musyawarah sesegera mungkin. Untuk menjamin keluhan seseorang dilayani sebagaimana mestinya, maka tata cara penyelesaiannya dilakukan secara bertahap sebagai berikut : a. Tahap Pertama Karyawan mengemukakan keluhannya sendiri baik secara lisan maupun tertulis kepada Atasan Langsung, dimana Atasan Langsung wajib menyelesaikannya secepat mungkin, sejauh hal yang dikeluhkan tersebut ada dasar yang jelas. Pada tahap ini diharapkan seluruh persoalannya akan mendapat pemecahan. Apabila keluhan menyangkut maslahat (benefits) karyawan, maka penyelesaian harus dirujuk terlebih dahulu ke HRD. b. Tahap Kedua Apabila pada tahap pertama belum dicapai penyelesaian yang memuaskan atau jika persoalan itu harus diselesaikan oleh seorang atasan yang lebih tinggi, maka karyawan yang bersangkutan dengan sepengetahuan Atasan Langsungnya dapat meneruskan persoalannya secara tertulis kepada atasan yang lebih tinggi dengan tembusan ke HRD. Bila prosedur ini dilanggar, maka merupakan pelanggaran disiplin. c. Tahap Ketiga Jika penyelesaian tidak juga tercapai pada tahap kedua tersebut diatas, maka persoalan itu dapat diajukan kepada Direksi melalui HRD. d. Tahap Keempat Apabila sampai tahap ketiga persoalannya belum dapat terselesaikan, maka karyawan maupun perusahaan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat meminta bantuan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang Ketenagakerjaan. Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. Dalam hal persoalan tidak diajukan ketahap berikutnya dalam waktu 3 (tiga) bulan, maka persoalan tersebut dianggap telah usai. Untuk penanganan keluahan sampai dengan tahap ketiga yang dilakukan tidak sesuai dengan tata cara tersebut pada ayat (1) diatas, akan dikembalikan oleh Direksi kepada pejabat yang bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Selama ini apabila terjadi sengketa atau penyelesaian keluhan oleh karyawan yang terjadi di perusahaan dapat selesai dalam lingkup bipartitnya. Dalam hal ini perusahaan menggunakan pendekatan Human Approach atau memandang pekerja sebaai manusia seutuhnya. Mereka diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai peranan, keinginan dan cita-cita yang beragam, karena karyawan dapat menyampaikan keluhannya mengenai benefit maupun non-benefit dengan mengikuti peraturan yang berlaku. Dan pemerintah ditempatkan sebagai wasit yang jujur dan tidak berpihak kepada salah satu pihak, walaupun selama ini konflik yang terjadi di perusahaan selalu selesai dalam lingkup bipartit tanpa melibatkan pihak ketiga Peraturan Perusahaan pada prinsipnya adalah norma syarat-syarat kerja yang ada dalam ketentuan ketenagakerjaan dan hal spesifik yang mengatur masalah kepegawaian di perusahaan tersebut (Zamani, 2011). Peraturan perusahaan dibuat secara tertulis yag memuat ketentuanketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan yang harus disetujui oleh Kemenakertrans. Dasar hukum dari pembuatan peraturan perusahaan adalah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja, 48 tahun 2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. Undang-Undang Ketenagakerjaan Bab VI Bagian VI pasal 39 tentang Peraturan Perusahaan yang berbunyi : (1) Setiap perusahaan wajib memiliki peraturan perusahaan yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. (2) Kewajiban memiliki peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki kesepakatan kerja bersama. (3) Pengesahan peraturan perusahaan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak naskah peraturan perusahaan diterima. (4) Apabila waktu 60 (enam puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sudah terlampaui dan peraturan perusahaan belum disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, maka peraturan perusahaan tersebut dapat diberlakukan Dalam proses pembuatan peraturan perusahaan PT Apexindo Pratama Duta melibatkan para pegawainya dengan cara mengadakan suatu forum diskusi yang membuka peluang bagi para Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. pegawainya untuk menyampaikan aspirasi mereka. Hasil dari diskusi tersebut akan menjadi pertimbangan bagi perusahaan dalam memutuskan peraturan perusahaan yang akan dibuat atau diperbarui. Menurut penulis, peraturan perusahaan yang dibuat oleh PT Apexindo Pratama Duta Tbk telah sangat baik. Karena dalam peraturan perusahaan tersebut telah mengatur apa saja yang didapat oleh karyawan. Bila dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis, mayoritas karyawan telah merasa puas dengan peraturan perusahaan yang ada, terlebih lagi dengan jaminan kesehatan yang ditawarkan oleh perusahaan yang menanggung biaya kesehatan karyawan dan juga anggota keluarga karyawan (pasangan dan anak-anak karyawan) dan juga adanya Medical Check-Up rutin setiap tahunnya. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukan oleh penulis pada PT Apexindo Pratama Duta Tbk, hubungan industrial tetap berjalan baik di perusahaan walapun tanpa kehadiran serikat pekerja. Hal ini tentu saja memiliki dampak positif dan negatif di perusahaan, karena komunikasi tidak selalu berjalan dengan baik. Namun antara pihak karyawan dan perusahaan dapat mengatasi masalahmasalah yang timbul dengan baik walaupun dengan tidak adanya serikat pekerja di perusahaan. Pengganti dari tidak adanya serikat pekerja di perusahaan adalah pihak HRD sebagai corong aspirasi karyawan kepada direksi maupun sebaliknya Hubungan bipartit di perusahaan telah berjalan dengan baik. Hubungan yang baik ini dapat terjalin karena adanya forum komunikasi yang biasa disebut coffee morning yang diadakan tiga bulan sekali. Dalam forum diskusi ini biasanya dari pihak direksi menyampaikan berita-berita terbaru yang terjadi di perusahaan dan sebagainya. Selain itu, karyawan juga dapat menyampaikan segala aspirasinya, seperti masukan-masukan, pertanyaan, maupun aspirasi seperti keluh kesah. Segala masukan yang disampaikan oleh karyawan akan ditampung oleh pihak HRD yang nantinya akan diproses lebih lanjut. Selain itu, tidak adanya sistem kerja outsourcing di perusahaan juga menjadi salah satu alasan tidak adanya demo yang dilakukan oleh karyawan PT Apexindo. Tingkatan upah dan jaminan kesehatan yang diberikan oleh perusahaan dan menanggung tidak hanya karyawan tapi juga seluruh anggota keluarganya menjadi salah satu alasan mengapa tidak terbentuknya serikat pekerja. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang ada, hubungan industrial dan hubungan bipartit yang ada di perusahaan telah berjalan cukup baik selama ini tanpa hadirnya serikat pekerja. Penulis memiliki Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. beberapa masukan untuk perusahaan terkait hubungan bipartit dan serikat pekerja di perusahaan, antara lain : 1. Sebaiknya dalam hubungan bipartit perusahaan mengadakan coffee morning setiap bulan. Hal ini dilakukan agar apabila ada isu yang timbul dapat cepat terselesaikan dan tidak menjadi berlarut-larut. 2. Dalam pembaharuan peraturan perusahaan, sebaiknya perwakilan karyawan tidak ditunjuk oleh pihak management tapi langsung diusung oleh karyawan agar masukan yang diutarakan saat diskusi berlangsung lebih mewakili keinginan karyawan. DAFTAR REFERENSI Armstrong, Michael. (1991) Human Resource Management Practice. London: Kogan Page. Bachrun, Saifuddin., & Ismail, Naufal Mahfudz. (2012). Kiat Mengelola Mogok Kerja dan Demo. Jakarta: PPM Batubara, Cosmas. (2008). Hubungan Industrial. Jakarta: PPM Chang, E. (2003). Composite effects of extrinsic motivation on work effort: Case of Korean employees. Journal of World Business, 38(1). Creswell, John W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication. Deery, M., & Iverson, R. (1996). “Enhancing productivity: intervention strategies for employee turnover” dalam N. Johns (Ed.), Productivity Management in Hospitality and Tourism (pp. 68-95). London: Cassell. Edwards, Paul (1986). Conflict at Work. Oxford: Blackwell Fox, Alan. (1971). A Sociology of Work in Industry. London: Collier-Macmillan Limited. Hyman, R. (1971) Marxism and the Sociology of Trade Unionism, London: Pluto Press. ______. (1975a) Industrial Relations: A Marxist Introduction, Basingstoke: Macmillan. Kaufman, B. E. (1993). The Origins and Evolution of the Field of Industrial Relations in the United States. Ithaca, New York: ILR Press. Koentjaraningrat. (1991). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka. Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif(Edisi Revisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nazir, Mohamad. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Neuman, William L. (2003). Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approaches. 5th Edition. Boston: Pearson Education Inc. Moleong, J Lexy, Prof. Dr. 2009, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakaya Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. Miles, Matthew B., & Huberman, A. Michael. (2007). Analisis Data Kualitatif (Tjetjep Rohendi Rohidi, Penerjemah). Jakarta: UI-PRESS. Mills, Daniel Quinn. (1994). Labor Management Relations. Singapore: McGraw Hill. Millward N, Stevens M, Smart D and Hawes W R (1992), Workplace Industrial Relations in Transition: the ED/ESRC/PSI/ACAS Surveys. Aldershot: Dartmouth Publishing. Prasetyo, Bambang., & Jannah, Lina Miftahul. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif (Teori dan Aplikasi). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Salim, Peter. (2006). The Contemporary English Indonesia Dictionary. Jakarta: Modern English Press. Simanjuntak, Payaman J. (2009). Manajemen Hubungan Industrial. Jakarta: Jala Permata Aksara Sirait, Justine T. (2007). Memahami Aspek-aspek Pengolahan Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: PT Grasindo. Stevens, J. M., Beyer, J. M., & Trice, H. M. (1978). Assessing personal, role, and organisational predictors of managerial commitment. Academy of Management Journal, 21(3) Stone, Raymond J. (2008). Human Resource Management (4th edition). Australia: John Wiley & Sons. Sudono, Agus (1997). Perburuhan Dari Masa Ke Masa. Jakarta: Pustaka Cidesindo. Suwarto. (2003). Hubungan Industrial Dalam Prakterk. Jakarta: Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia. Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Wijayanti, Asri. (2011). Menggugat Konsep Hubungan Kerja. Bandung: CV. Lubuk Agung. Zamani, Oktav. P. (2011). Pedoman Hubungan Industrial. Jakarta: PPM. Zenger, T., & Marshall, C. (2000). Determinants of incentive intensity in group based rewards. Academy of Management Journal, 43. Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. __________. Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja __________. Undang-undang No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. __________. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013. Skripsi Sarikit, Maya. (2007). Skripsi: Persepsi Karyawan Terhadap Harmonisasi Hubungan Industrial Pada PT. Century Textile Industry, Tbk: UI FISIP Program Sarjana Ekstensi. Muaddib (2009). Skripsi: Peranan Serikat Pekerja Dalam Membina Hubungan Industrial (Studi Kasus Serikat Pekerja Pada BRI Kantor Cabang Martadinata Malang): Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang http://www.depnakertrans.go.id/news.htmldiunduh tanggal 3 Oktober 2012, Pukul 20:15. Lain-lain Annual Report PT Apexindo Pratama Duta Tbk Tahun 2012 American Federation of Labor and Congress of Industrial Organizations (AFL–CIO) National Business No. 54, 1996. Benefit Corporation. 2010. http://www.bcorporation.net/publicpolicy diunduh tanggal 6 Mei 2013 http://www.lensaindonesia.com/2013/04/10/demo-buruh-tolak-upah-murah-dan-sistemoutsourcing.html diakses tanggal 1 Juni 2013 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0303/05/ekonomi/164966.html diakses tanggal 10 mei 2013 http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=1363&coid=2&caid=19&gid=5diakses tanggal 7 Mei 2013 TURCTrade Union Rights Centrehttp://turc.or.id/pub/?p=185diakses tanggal 10 mei 2013 Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.