ANALISIS HUBUNGAN INDUSTRIAL TANPA ADANYA SERIKAT

advertisement
ANALISIS HUBUNGAN INDUSTRIAL TANPA ADANYA SERIKAT PEKERJA (SUATU
STUDI PADA PT. APEXINDO PRATAMA DUTA Tbk)
TRIANA PUJILESTARI
Kusnar Budi
Program studi Ilmu Administrasi Niaga FISIP, Universitas Indonesia
Abstrak
Penelitian ini menjelaskan tentang hubungan industrial tanpa adanya serikat pekerja diperusahaan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana hubungan industrial dan hubungan
bipartit di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan
memiliki tujuan penelitian eksplanatif. Narasumber dalam penelitian ini dipilih berdasarkan masa
kerja dari karyawan di perusahaan yang berbeda-beda. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa
hubungan industrial dan hubungan bipartit di perusahaan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya
serikat pekerja.
Kata Kunci : hubungan industrial, serikat pekerja
Abstract
This study describes the industrial relations in the absence of the company union. The purpose of this
study is to explain how industrial relations and bipartite relations in PT Apexindo Pratama Duta
Tbk. This study used a explanative approach and has a descriptive research purposes. Interviewees
in this study were selected based on different years of service of employees in companies. The results
of this study indicate that the industrial relations and bipartite relations in the company can run
smoothly without any union
Keywords: Industrial Relation, Union
PENDAHULUAN
Semua organisasi, termasuk perusahaan, pada hakekatnya adalah kumpulan orang. Organisasi
dapat mencapai tujuannya apabila hubungan orang yang terdapat didalamnya berjalan secara
harmonis dan dinamis. Simanjuntak (2011) menyebutkan bahwa sistem hubungan industrial adalah
suatu sistem dalam perusahaan yang mengatur hubungan antara pekerja dengan pekerja lain maupun
pekerja dengan perusahaan dalam kaitannya dengan proses memproduksi barang dan atau jasa.
Penerapan hubungan industrial merupakan perwujudan dan pengakuan atas hak dan kewajiban
pekerja sebagai mitra pengusaha dalam menjamin kelangsungan dan keberhasilan perusahaan.
Sistem hubungan industrial merupakan pedoman untuk mengelola hubungan
industrial. Manajemen hubungan industrial menjadi sangat penting karena selama ini baik pekerja
maupun perusahaan, bekerja sama dengan persepsi yang saling bertentangan. Pekerja memandang
bahwa segala kebijakan perusahaan cenderung mengeksploitasi mereka. Demikian pula, perusahaan
berasumsi bahwa pekerja tidak produktif tetapi menginginkan imbalan diluar kewajaran. Persepsi
semacam inilah yang dalam sistem hubungan industrial diubah menjadi persepsi yang positif, yaitu
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
pekerja dan perusahaan adalah dua pihak yang saling membutuhkan dan dapat bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama.
Peranan hubungan manusia dalam penerapan hubungan industrial di perusahaan perlu
tercermin dalam penyusunan peraturan yang berlaku, baik dalam peraturan perusahaan maupun
dalam bentuk perjanjian kerja bersama (PKB). Penyusunan peraturan tersebut sebaiknya
memperhatikan aspek FirST (Fairness, Sincerity, Transparency) adil, jujur dan terbuka (Zamani,
2012). Yang mesti diperhatikan bahwa seluruh aturan perusahaan ini telah diinformasikan dan
dipahami dengan baik oleh setiap pekerja. Sistem informasi internal yang tertata dengan baik akan
sangat menunjang hubungan antarmanusia dalam perusahaan sehingga tujuan pengembangan
hubungan industrial yang dinamis dan kondusif dapat berjalan dengan baik.
Dalam hal ini, organisasi SDM (Human Resources Department / HRD) dan organisasi
pekerja (Serikat Pekerja / SP) memiliki peran yang sangat penting dalam penerapan sistem hubungan
industrial di perusahaan. Organisasi SDM adalah organisasi yang berfungsi mengelola SDM mulai
dari rekrutmen, penempatan, dan pengembangan tenaga kerja. Sedangkan organisasi pekerja adalah
organisasi yang berfungsi sebagai wadah aspirasi pekerja dan mewakili pekerja dalam berhubungan
dengan perusahaan.
Namun apabila kita merujuk pada Undang-Undang Ketenagakerjaa No. 13 Tahun 2003 pasal
106 perushaan sebenarnya tidak diwajibkan memiliki serikat pekerja. Undang-Undang tersebut
menyebutkan bahwa :
Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk
lembaga kerjasama Bipartit. Lembaga kerjasama Bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berfungsi sebagai forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di
perusahaan. Susunan keanggotaan lembaga kerjasama Bipartit sebagai mana dimaksud pada
ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh
pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan
yang bersangkutan.
Berdasarkan undang-undang tersebut, maka yang wajib dipenuhi oleh perusahaan dalam
mengelola hubungan industrialnya adalah adanya lembaga kerjasama bipartit dan tidak harus melalui
hubungan dengan serikat pekerja. Dengan kata lain perusahaan dapat mengelola hubungan
industrialnya tanpa harus melibatkan serikat pekerja. Meskipun Undang-Undang No.13 Tahun 2003
memberikan kemungkinan untuk itu, bukan berarti perusahaan dapat melakukan kampanye anti
serikat pekerja di perusahaan dalam mengelola hubungan industrialnya, karena hal ini bertentangan
dengan Pasal 28 Undang-Undang No.21 Tahun 2000 tentang Sekikat Pekerja/Buruh yang
menyatakan bahwa :
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
“Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk
atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau
tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat
pekerja/serikat buruh dengan cara : Melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan
jabatan, atau melakukan mutasi; Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; Melakukan kampanye anti pembentukan srikat
pekerja/serikat buruh”
PT. Apexindo Pratama Duta Tbk adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengeboran
gas dan perminyakan yang telah berdiri sejak tahun 1984 dan telah sukses melaksanakan proyek
pengeboran yang tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga dinegara-negara lainnya. Sebagai
perusahaan yang telah berdiri cukup lama ini, dalam prakteknya perusahaan ternyata tidak memiliki
serikat pekerja. Namun perusahaan dapat terus berjalan tanpa adanya halangan ataupun demo dari
karyawannya yang berarti. Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk menganalisis bagaimana
hubungan industrial dalam lingkup bipartit selama ini yang terjalin di perusahaan.
TINJAUAN TEORITIS
Hubungan Industrial
Menurut Daniel Quinn Mills dalam bukunya yang berjudul Labor Management Relations dijelaskan
bahwa :
”Industrial Relations may be defined as the process by which human beings and their
organizations interact at the workplace and more broadly, in society as a whole to establish
the terms and conditions of employment.”
Menurut Simanjuntak (2009:1) menjelaskan bahwa hubungan industrial adalah hubungan
antara semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau pelayanan jasa
disuatu perusahaan. Definisi lainnya menyebutkan bahwa hubungan industrial adalah pihak-pihak
yang berkepentingan dan ikut terlibat dalam hubungan tersebut.
Secara umum, hubungan industrial menurut Kartonegoro (1999) diartikan sebagai suatu
sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan jasa yang meliputi
pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah. Lebih lanjut dikatakan masalah hubungan industrial
mencakup aspek yang sangat luas yaitu aspek social-budaya, psikologi, ekonomi, politik, hukum,
dan hankamnas. Hal tersebut yang mengakibatkan hubungan industrial tidak hanya meliputi
pengusaha dan pekerja/buruh, namun melibatkan pemerintah dan masyarakat dalam arti luas.
Pendekatan Dalam Hubungan Industrial
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
Hubungan industrial dapat dijelaskan dengan pandangan teori tertentu dari berbagai
pendekatan yang ada. Pandangan teori tersebut antara lain unitaris (unitary), pluralis (pluralist),
marxist (radikal) :
1. Pendekatan Unitaris (Unitary Approach)
Dalam pendekatan unitaris, organisasi dianggap sebagai sesuatu yang terintegrasi
harmoni secara keseluruhan dengan idealnya sebagai satu keluarga yang bahagia, dimana
manajemen dan anggota lainnya dari staff kesemuanya memiliki satu tujuan yang sama,
menekankan kerjasama yang saling menguntungkan. Lebih jauh lagi, Unitaris memiliki
pendekatan paternalistic dimana organisasi meminta loyalitas dari semua karyawan,
mengutamakan tingkatan manajerial dalam penekanandan penerapannya. Akibatnya serikat
pekerja dianggap tidak perlu karena loyalitas antara karyawan dan organisasi dianggap eksklusif
dimana tidak bisa ada dua sisi industri. Konflik dianggap sebagai sesuatu masalah yang
mengganggu dan hasil patologis dari para agitator, gesekan antar personal dan gangguan
komunikasi.
2. Pendekatan Pluralis (Pluralist Approach)
Dalam pluralis organisasi dianggap sebagai bagian-bagian dari kelompok yang kuat dan
berbeda. Masing-masing dengan loyalitas sendiri yang sah dan dengan menetapkan tujuan
mereka sendiri dan para pemimpin masing-masing. Secara khusus, kedua sub-kelompok
dominan dalam perspektif pluralistik adalah manajemen dan serikat pekerja. Akibatnya, peran
manajemen akan kurang bersandar terhadap penegakan dan pengawasan dan lebih ke arah
persuasi dan koordinasi. Serikat pekerja dianggap sebagai wakil yang sah dari karyawan, konflik
ditangani oleh perundingan bersama dan tidak selalu dipandang sebagai sesuatu yang buruk, dan
jika dikelola, sebenarnya bisa disalurkan ke arah evolusi dan perubahan positif.
3. Pendekatan Radikal (Radical Approach)
Pendekatan radikal atau disebut juga sebagai teori marxis mengenai hubungan industrial
melihat pada sifat dari masyarakat kapitalis, di mana ada pembagian mendasar kepentingan
antara modal dan tenaga kerja, dan melihat hubungan kerja terhadap sejarahnya. Perspektif ini
melihat ketimpangan kekuasaan dan kekayaan ekonomi sebagaimana akar dalam sifat sistem
ekonomi kapitalis. Oleh karena itu Konflik dipandang tak terelakkan dan pembentukan serikat
pekerja merupakan respon alami pekerja terhadap eksploitasi mereka dengan modal. Sementara
mungkin ada masa-masa kesepakatan, pandangan Marxis akan mengarah bahwa lembagalembaga dari peraturan yang disepakati bersama akan meningkat daripada posisi dari batasan
manajemen sebagaimana mereka menganggap kelanjutan dari kapitalisme tersebut.
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
Sarana Hubungan Industrial
Mernurut Simanjuntak (2003:15) dalam hubungan industrial dibutuhkan beberapa sarana dan
lembaga yaitu :
1. Peraturan perusahaan
Peraturan perusahaan pada dasarnya dibuat secara sepihak oleh perusahaan. Oleh sebab
itu peraturan sudah dibuat oleh perusahaan saat mendirikan perusahaan dan resmi
mempekerjakaan orang. Peraturan perusahaan memuat ketentuan mengenai kewajiban dan hak
pekerja serta kewenangan dan kewajiban perusahaan. Pekerja wajib mengerjakan pekerjaannya
sesuai dengan tugas yang diberikan dengan menghasilkan kualitas produk sesuai dengan
ketetapan perusahaan dalam waktu tertentu dan pekerja berhak mendapatkan upah dan jaminan
social sebagai imbalan atas jasa kerjanya serta perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerjanya. Bagi perusahaan yang membuat peraturan tersebut, mempunyai wewenang mengatur
sistem kerja, pembagian fungsi, pembagian kerja dan kerja tim dan berkewajiban memenuhi
hak-hak pekerja.
2. Lembaga Bipartit
Lembaga atau forum bipartit adalah forum kunsultasi bagi wakil pengusaha dengan
wakil pekerja. Apabila perusahaan telah memiliki serikat pekerja, maka yang mewakili dari
pihak pekerja adalah ketua dari serikat pekerja, sedangkan yang mewakili dari perusahaan dapat
diwakili oleh direksi maupun pimpinan unit. Fungsi dari lembaga bipatrit sendiri adalah untuk
menampung dan menyelesaikan keluhan dan tuntutan pekerja serta untuk menyelesaikan
masalah-masalah hubungan industrial pada umumnya. Selain itu, lembaga bipatrit juga
berfungsi sebagai forum pembahas penyempurnaan peraturan perusahaan atau forum dialog
untuk mempersiapkan negosiasi atau memperbarui perjanjian kerja bersama.
3. Serikat Pekerja
Partisipasi para pekerja dalam hubungan industrial dapat dilakukan secara langsung melalui
sistem perwakilan dalam bentuk serikat pekerja. Partisipasi pekerja dalam hubungan industrial
merupakan hak dan kebebasan pekerja dalam bernegosiasi dan mengeluarkan aspirasi yang dijamin
oleh undang-undang dan peraturan lainnya.
4. Perjanjian Kerja Bersama
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) pada dasarnya sama dengan peraturan perusahaan, namun
peraturan perusahaan dibuat sepihak oleh perusahaan tanpa melibatkan pekerja, sedangkan perjanjian
kerja bersama merupakan peraturan perusahaan hasil perundingan atau kesepakatan bersama antara
perusahaan dengan wakil pekerja. Peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama yang baik akan
mencerminkan hubungan industrial pancasila, yang merupakan bentuk persetujuan antara perusahaan
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
dan pekerja untuk meningkatkan produktivitas sehingga dapat mensejahterakan perusahaan dan
pekerja.
5. Asosiasi Pengusaha
Sama dengan pekerja yang juga memiliki hak dan kebebasan untuk berserikat, pengusaha
juga memiliki hak dan kebebasan untuk membentuk ataupun menjadi anggota organisasi atau
asosiasi pengusaha. Asosiasi pengusaha merupakan himpunan dari para wakil pemimpin perusahaan
merupakan mitra kerja serikat pekerja dan pemerintah dalam menangani masalah-masalah
ketenagakerjaan maupun hubungan industrial. Asosiasi pengusaha dibentuk menurut sektor industri
atau menurut jenis usahamulai dari tingkat local, kabupaten, provinsi dan tingkat nasional.
6. Lembaga Tripatrit
Lembga triaptrit merupakan forum konsultasi antara serikat pekerja, pengusaha dan
pemerintah. Fungsi lembaga ini adalah untuk membantu pemerintah dalam menentukan kebijakan
ketenagakerjaan dan menyelesaikan masalah-masalha hubungan industrial. Dalam lembaga tripatrit
terdapat lembaga-lembaga seperti Panitia Penyelesaian Perselisihan, Dewan Penelitian Pengupahan,
Dewan Latihan Kerja, Dewan Produktivitas, dan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
7. Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Dengan adanya perbedaan keinginan antara pengusaha dengan pekerja serta adanya keluhankeluhan diharapkan dapat diselesaikan dalam lembaga bipatrit. Apabila belum juga menemukan
jalan tengan dari perselisihan tersebut, maka dibutuhkan pihak ketiga dari Departemen Tenaga Kerja
atau mediator dari lembaga tripatrit. Jika dengan adanya pihak ketiga namun perselisihan belum juga
terselesaikan, maka kasus ini dianggap sebagai perselisihan hubungan industrial dan diselesaikan
oleh Lembaga Majelis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang dilakukan oleh Panitia
Perselisihan Perburuhan Tingkat Daerah (P4D) atau Panitia Perselisihan Perburuhan Tingkat Pusat
(P4P).
8. Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan
Peraturan Perundang-undangan ketenagakerjaan ini pada dasarnya mencakup ketentuan
sebelum bekerja, selama bekerja, dan sesudah bekerja.
9. Pendidikan Hubungan Industrial
Pendidikan hubungan industrial diperlukan terutama bagi para pimpinan serikat pekerja,
pimpinan perusahaan, supaya memahami prinsip-prinsip hubugan industrial, perundang-undangan
ketenagakerjaan, peranan dan fungsi lembaga-lembaga ketenagakerjaan, serta meningkatkan
kemampuan para pemimpin tersebut berorganisasi, berunding bersama dan menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial.
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
Pengertian Pekerja
Menurut kamus besar bahasa Indonesia tenaga kerja berarti orang yang bekerja atau
mengerjakan sesuatu; pekerja, pegawai, dsb atau orang yang mampu melakukan pekerjaan baik
dalam maupun diluar hubungan kerja. Menurut Simanjuntak, tenaga kerja (manpower) adalah
penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekedaan, dan yang melaksanakan
kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pengertian tenaga kerja dan bukan
tenaga kerja menurutnya ditentukan oleh umur/usia. Usia kerja minimum yang ditetapkan
pemerintah yaitu 15 tahun, tapi masih terdapat usia kerja dibawah 15 tahun dengan alasan bekerja
untuk mambantu anggota keluaga. Sedangkan menurut Kesuma, SDM menyangkut manusia yang
mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Serikat Pekerja
Serikat pekerja yang dibentuk oleh para pekerja itu sendiri dapat digunakan sebagai media
aspirasi bagi pekerja apabila terdapat keluhan, maupun masukan bagi perusahaan. Menurut
Simanjuntak (2003:16) didalam perusahaan dibutuhkan serikat pekerja untuk mengakomodasi hak
pekerja dan mempunyai peranan sebagai berikut :
a. Serikat pekerja berfungsi sebagai saluran informasi yang efektif dari pengusaha kepada para
pekerja.
b. Dengan memanfaatkan jalur dan mekanisme serikat pekerja, perusahaan dapat menghemat
waktu dalam mengakomodasikan hak pekerja serta untuk membina para pekerja dalam
memberikan perintah.
c. Dalam menyampaikan saran antara pengusaha dan pekerja ataupun sebaliknya akan lebih
efektif, dan serikat pekerja menyeleksi tuntutan dari pekerja sehingga dapat diterima oleh
pimpinan perusahaan.
d. Serikat pekerja berfungsi dalam pendekatan hubungan antar manusia (human relation
approach) sebagai mitra pengusaha dalam mengembangkan hubungan semi formal
e. Serikat pekerja sebagai mitra pengusaha, dapat juga memobilisasikan seluruh pekerja sebagai
anggotanya untuk bekerja secara disiplin, bertanggung jawab dan penuh semangat.
f. Serikat pekerja yang fungsi dengan baik, akan menghindari masuknya gangguan-gangguan
luar yang dapat menggangu proses produksi dan ketenangan bekerja.
Menurut American Federation of Labor and Congress of Industrial Organizations; AFL –
CIO (National Business No.54, 1996) ada sejumlah faktor yang dapat menurunkan kesempatan
terbentuknya serikat pekerja di perusahaan, sebagai berikut :
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
1. Ada keyakinan dari karyawan apabila perusahaan tidak memanfaatkannya.
2. Para karyawan yang bangga dengan pekerjaannya.
3. Catatan-catatan mengenai prestasi kerja yang baik disimpan oleh perusahaan. Karyawan
merasa aman saat mereka mengetahui bahwa upaya-upaya mereka diakui dan dihargai.
4. Tidak adanya tuntutan atas perlakuan yang sewenang-wenang. Karyawan menghargai
disiplin yang tegas tapi adil. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Stone (1998) bahwa kesewenang-wenangan dan ketidakadilan dari manajemen
mendorong pekerja untuk bergabung dengan serikat pekerja.
5. Tidak adanya favoritisme yang biasanya diperoleh melalui mekanisme diluar prestasi
kerja.
6. Para supervisor yang mempunyai hubungan baik dengan para bawahannya.
Lembaga Bipatrit
Menurut Sirait (2007) lembaga kerjasama bipartit didefinisikan sebagai suatu badan yang ada
didalam perusahaan dimana anggotanya terdiri dari perwakilan pengusaha dan perwakilan pekerja.
Lebih lanjut Sirait menyakatan bahwa Bipartit merupakan forum konsultasi, komunikasi dan
musyawarah yang tugas utamanya adalah sebagai katalisator penerapan Hubungan Industrial
Pancasila dalam praktek sehari-hari. Tugas ini khususnya terkait dengan usaha-usaha untuk
meningkatkan produktivitas kerja, ketenangan kerja, dan penelitian-penelitian praktik kesepakatan
serta peningkatan partisipasi pekerja dalam penetapan tata kerja.
Peraturan Perusahaan
Peraturan perusahaan menurut Simanjuntak (2009) adalah ketentuan yang dibuat secara
tertulis oleh pengusaha, memuat hak dan kewajiban pekerja, kewenangan dan kewajiban pengusaha
serta syarat kerja dan ketentuan pokok mengenai tata tertib perusahaan. Ketentuan ini mengikat
kedua belah pihak menjadi aturan main dalam hubungan antara pengusaha dan pekerja yang harus
dipatuhi. Ketentuan yang dibuat oleh perusahaan tidak boleh atau lebih rendah dari yang diatur oleh
undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan perundang-undangan lainnya. Oleh sebab itu,
setiap peraturan perusahaan dan perubahannya perlu disahkan oleh pemerintah.
Bcorporation (2010) menyatakan bahwa peraturan perusahaan merupakan suatu kumpulan
pedoman dan prinsip dasar yang disusun dan dijalankan oleh badan yang berwenang dalam suatu
perusahaan yang mengarah pada kebijakan perusahaan dengan tujuan pencapaian sasaran organisasi.
Adanya dokumen perusahaan ini selain untuk memenuhi ketentuan peraturan perundangan juga
merupakan panduan interaksi internal organisasi, sehingga memudahkan pekerja baru untuk
memahami kondisi dan budaya perusahaan.
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dilihat dari
tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif. Menurut Leedy dan Ormrod (2005)
penelitian eksplanatif bersifat menerangkan, yaitu penelitian yang dapat dilakukan kalau
pengetahuan tentang masalahanya sudah cukup, artinya sudah ada beberapa teori tertentu dan sudah
ada berbagai penelitian empiris yang menguji berbagai hipotesa tertentu sehingga terkumpul
berbagai generalisasi empiris. Dilihat berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian
murni. Dalam penelitian murni, peneliti dituntun oleh tujuan untuk menghasilkan pengetahuan.
Sementara itu, berdasarkan dimensi waktunya, penelitian ini termasuk dalam cross-sectional
research karena dilakukan pada satu waktu tertentu dan tidak dibandingkan dengan penelitian lain.
Selanjutnya, tehnik pengumpulan data terbagi menjadi dua, yaitu (1) Data primer adalah data
atau informasi yang berasal dari sumber asli, diperoleh sarana langsung dari obyek penelitian. Data
primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan wawancara. Wawancara
dapat didefinisikan sebagai percakapan dengan maksud tertentu (Berg, 2004:75). Dalam penelitian
ini, wawancara dimaksdukan untuk mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang akan diteliti.
Peneliti melakukan wawancara langsung dengan narasumber (face to face) serta tanya jawab untuk
mendapatkan data ataupun informasi yang diperlukan, dan (2) Data sekunder yang digunakan yaitu
Studi Kepustakaan. Studi kepustakaan yaitu dengan mepelajari tulisan-tulisan yang terkait dengan
penelitian misalnya saja buku-buku, artikel, literature, teori perkuliahan, surat kabar maupun jurnaljurnal yang berkaitan hubungan industrial.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data
kualitatif. Pada dasarnya, para ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai teknik analisis
data kualitatif sehingga tidak ada teori yang pasti mengenai hal itu. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan salah satu teknik analisis data kualitatif yang dikemukan oleh Neuman, yaitu
illustrative method.
Neuman menjelaskan illustrative method sebagai berikut ini:
A method of qualitative data analysis in which a researcher takes the theoretical concepts
and treats them as empty boxes to be filled with specific empirical examples and description.
(2003:469)
Artinya, peneliti mengambil beberapa konsep teoritis dan memperlakukannya dalam suatu
kotak kosong yang akan diisi dengan contoh-contoh empiris dan deskripsi. Sejalan dengan hal itu,
dalam penelitian ini peneliti mengambil beberapa konsep yang terkait dengan topik penelitian untuk
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
memahami realitas yang ada di lapangan. Dalam bagian analisis konsep tersebut akan dikaitkan
dengan pelaksanaan yang ditemui di lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Karyawan
PT Apexindo Pratama Duta Tbk memiliki total 477 orang karyawan dengan perbandingan
396 orang karyawan WNI (83% dari total karyawan) dan 81 orang karyawan WNA (17% dari total
karyawan). Bila dilihat dari total keseluruhan karyawan atau sebanyak 477 orang karyawan,
sebanyak 18 orang karyawan (4% dari total keseluruhan karyawan) berada direntang usia 20-25
tahun. Sebanyak 36 orang karyawan (8% dari total keseluruhan karyawan) berada direntang usia 2630 tahun). Rentang usia antara 31-35 memiliki persentase sebesar 14% atau sebanyak 66 orang
karyawan dari total karyawan perusahaan. Sebesar 17% dari total keseluruhan karyawan, memliki
rentang usia antara 36-40 atau sebanyak 80 orang karyawan dan rentang usia 41-45 tahun dengan
jumlah karyawan 81 orang.
Pelaksanaan Hubungan Industrial di PT Apexindo Pratama Duta Tbk
Dalam menjalankan hubungan industrial, banyak aspek yang dinilai. Diantaranya adalah
syarat-syarat kerja yang terkait hak dan kerwajiban kedua belah pihak. Hubungan kerja yang baik
akan terjalin apabila kedua belah pihak memenuhi kewajiban yang menjadi hak dari pihak lain.
Dalam perusahaan sendiri, hak dan kewajiban karyawan dan perusahaan telah ditulis dalam
peraturan perusahaan
Menurut Peiperl (2001) karyawan telah mengetahui signifikan perubahan sifat pekerjaan.
Didorong oleh keinginan untuk fleksibilitas yang lebih besar, perusahaan telah memperluas definisi
pekerjaan. Perubahan sifat pekerjaan berarti lingkup kegiatan pekerjaan yang dilakukan adalah
dalam kontrol dari karyawan, perusahaan memberikan kesempatan karyawan untuk memutuskan
berapa banyak waktu untuk bekerja dan berapa banyak pekerjaan yang ditunda. Sehingga di
perusahaan karyawan dapat bekerja dengan lebih fleksibel
Bila melihat pada teori yang diungkapkan oleh Zamani (2011) mengenai ciri-ciri khusus
hubungan indutrial, perusahaan telah memenuhi ciri tersebut, yaitu:
1. Karyawan yang bekerja di perusahaan bukan hanya bekerja sekedar untuk mencari nafkah
tapi juga bekerja merupakan bagian dari sifat dasar manusia yang memiliki hak untuk
berkeyakinan dan bersoliasisasi.
2. Perusahaan menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi semata tapi juga
sebagai pribadi manusia dengan segala harkat dan martabatnya.
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
3. Karyawan dan perusahaan bekerja sama tidak dalam hubungan yang bertentangan, tetapi
bekerjasama untuk kemajuan perusahaan. Hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya demo
dari karyawan, dan tidak adanya konflik mengenai peraturan perusahaan yang berlaku.
4. Setiap perbedaan pendapat yang timbul, diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai
mufakat. Perbedaan pendapat yang timbul selama ini dapat diselasaikan dalam level
bipartit perusahaan. Apabila karyawan memiliki keluhan atau pendapat dapat disampaikan
kepada atasan langsung atau mengajukannya kepada HRD. Tata cara penyampaian keluh
kesah telah diatur dalam peraturan perusahaan yang berlaku.
5. Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban dari perusahaan dan karyawan. Hak dan
kewajiban kedua belah pihak juga telah diatur dalam peraturan perusahaan. Dijelaskan
dengan detail mengenai apa saja hak dan kewajiban dari karyawan dan perusahaan.
Hubungan industrial yang terjalin saat ini di perusahaan dapat dikatakan berjalan dengan
baik. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa komunikasi memang tidak selalu berjalan dengan baik.
Namun antara pihak karyawan dan perusahaan dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul
dengan baik walaupun dengan tidak adanya serikat pekerja di perusahaan.
Tidak terbentuknya serikat pekerja di perusahaan terjadi karena berbagai macam alasan,
misalnya karena karyawan telah puas dengan peraturan perusahaan yang ada, tidak adanya
penggerak yang mempelopori untuk membentuk serikat pekerja, hingga kesibukan masing-masing
individunya yang pada akhirnya tidak jadi mendirikan serikat pekerja.
Selama berdirinya perusahaan selama ini, pihak manajemen tidak menghalang-halangi
karyawannya untuk membentuk serikat pekerja. Bila dilihat pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada Bab III Pasal 5 menyatakan bahwa Serikat
pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh. Di
perusahaan sendiri pernah ada yang mengajukan untuk membentuk serikat pekerja, namun dengan
terus berjalannya waktu, usulan ini hilang dan hanya menjadi wacana.
Dalam hal ini berarti perusahaan menggunakan pendekatan unitaris, dimana perusahaan
dianggap sebagai sesuatu yang terintegrasi harmoni secara keseluruhan dengan idealnya sebagai satu
keluarga yang bahagia, dimana manajemen dan anggota lainnya dari staff kesemuanya memiliki satu
tujuan yang sama, menekankan kerjasama yang saling menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dengan
kebiasaan di perusahaan yang lebih mengedepankan rasa kekeluargaan dalam penyampaian aspirasi
dan penyelesaian masalah dalam coffee morning atau acara gathering yang perusahaan adakan untuk
meningkatkan rasa kekelurgaan antar sesama pekerja maupun pekerja dengan pihak menejerial.
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
Akibatnya serikat pekerja dianggap tidak perlu karena loyalitas antara karyawan dan perusahaan
dianggap eksklusif dimana tidak bisa ada dua sisi industri.
Hubungan komunikasi yang terjalin antara perusahaan dengan karyawan yang berjalan dengan
baik juga menjadi salah satu alasan mengapa serikat pekerja tidak terbentuk. Dari hasil wawancara
yang didapatkan, karyawan merasa dengan kondisi seperti sekarang (tidak adanya serikat pekerja di
perusahaan) peraturan perusahaan dapat dijalankan dengan baik, dan mereka merasa dengan adanya
serikat pekerja belum tentu kondisi karyawan akan lebih baik.
Untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan antara
karyawan dengan perusahaan serta antara sesama karyawan maka setiap permasalahan yang timbul
akan diselesaikan secara musyawarah sesegera mungkin. Untuk menjamin keluhan seseorang
dilayani sebagaimana mestinya, maka tata cara penyelesaiannya dilakukan secara bertahap sebagai
berikut :
a. Tahap Pertama
Karyawan mengemukakan keluhannya sendiri baik secara lisan maupun tertulis kepada
Atasan Langsung, dimana Atasan Langsung wajib menyelesaikannya secepat mungkin,
sejauh hal yang dikeluhkan tersebut ada dasar yang jelas. Pada tahap ini diharapkan
seluruh persoalannya akan mendapat pemecahan. Apabila keluhan menyangkut maslahat
(benefits) karyawan, maka penyelesaian harus dirujuk terlebih dahulu ke HRD.
b. Tahap Kedua
Apabila pada tahap pertama belum dicapai penyelesaian yang memuaskan atau jika
persoalan itu harus diselesaikan oleh seorang atasan yang lebih tinggi, maka karyawan
yang bersangkutan dengan sepengetahuan Atasan Langsungnya dapat meneruskan
persoalannya secara tertulis kepada atasan yang lebih tinggi dengan tembusan ke HRD.
Bila prosedur ini dilanggar, maka merupakan pelanggaran disiplin.
c. Tahap Ketiga
Jika penyelesaian tidak juga tercapai pada tahap kedua tersebut diatas, maka persoalan itu
dapat diajukan kepada Direksi melalui HRD.
d. Tahap Keempat
Apabila sampai tahap ketiga persoalannya belum dapat terselesaikan, maka karyawan
maupun perusahaan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat meminta bantuan
kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang Ketenagakerjaan.
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
Dalam hal persoalan tidak diajukan ketahap berikutnya dalam waktu 3 (tiga) bulan, maka
persoalan tersebut dianggap telah usai. Untuk penanganan keluahan sampai dengan tahap ketiga
yang dilakukan tidak sesuai dengan tata cara tersebut pada ayat (1) diatas, akan dikembalikan oleh
Direksi kepada pejabat yang bertanggung jawab untuk menyelesaikannya.
Selama ini apabila terjadi sengketa atau penyelesaian keluhan oleh karyawan yang terjadi di
perusahaan dapat selesai dalam lingkup bipartitnya. Dalam hal ini perusahaan menggunakan
pendekatan Human Approach atau memandang pekerja sebaai manusia seutuhnya. Mereka
diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai peranan, keinginan dan cita-cita yang beragam,
karena karyawan dapat menyampaikan keluhannya mengenai benefit maupun non-benefit dengan
mengikuti peraturan yang berlaku. Dan pemerintah ditempatkan sebagai wasit yang jujur dan tidak
berpihak kepada salah satu pihak, walaupun selama ini konflik yang terjadi di perusahaan selalu
selesai dalam lingkup bipartit tanpa melibatkan pihak ketiga
Peraturan Perusahaan pada prinsipnya adalah norma syarat-syarat kerja yang ada dalam
ketentuan ketenagakerjaan dan hal spesifik yang mengatur masalah kepegawaian di perusahaan
tersebut (Zamani, 2011). Peraturan perusahaan dibuat secara tertulis yag memuat ketentuanketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan yang harus disetujui oleh
Kemenakertrans. Dasar hukum dari pembuatan peraturan perusahaan adalah UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja, 48 tahun 2004 tentang Tata Cara
Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja
Bersama. Undang-Undang Ketenagakerjaan Bab VI Bagian VI pasal 39 tentang Peraturan
Perusahaan yang berbunyi :
(1) Setiap perusahaan wajib memiliki peraturan perusahaan yang disahkan oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
(2) Kewajiban memiliki peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki kesepakatan kerja bersama.
(3) Pengesahan peraturan perusahaan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus sudah diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari
kerja sejak naskah peraturan perusahaan diterima.
(4) Apabila waktu 60 (enam puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sudah
terlampaui dan peraturan perusahaan belum disahkan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk, maka peraturan perusahaan tersebut dapat diberlakukan
Dalam proses pembuatan peraturan perusahaan PT Apexindo Pratama Duta melibatkan para
pegawainya dengan cara mengadakan suatu forum diskusi yang membuka peluang bagi para
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
pegawainya untuk menyampaikan aspirasi mereka. Hasil dari diskusi tersebut akan menjadi
pertimbangan bagi perusahaan dalam memutuskan peraturan perusahaan yang akan dibuat atau
diperbarui.
Menurut penulis, peraturan perusahaan yang dibuat oleh PT Apexindo Pratama Duta Tbk
telah sangat baik. Karena dalam peraturan perusahaan tersebut telah mengatur apa saja yang didapat
oleh karyawan. Bila dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis, mayoritas karyawan
telah merasa puas dengan peraturan perusahaan yang ada, terlebih lagi dengan jaminan kesehatan
yang ditawarkan oleh perusahaan yang menanggung biaya kesehatan karyawan dan juga anggota
keluarga karyawan (pasangan dan anak-anak karyawan) dan juga adanya Medical Check-Up rutin
setiap tahunnya.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukan oleh penulis pada PT Apexindo Pratama Duta
Tbk, hubungan industrial tetap berjalan baik di perusahaan walapun tanpa kehadiran serikat pekerja.
Hal ini tentu saja memiliki dampak positif dan negatif di perusahaan, karena komunikasi tidak selalu
berjalan dengan baik. Namun antara pihak karyawan dan perusahaan dapat mengatasi masalahmasalah yang timbul dengan baik walaupun dengan tidak adanya serikat pekerja di perusahaan.
Pengganti dari tidak adanya serikat pekerja di perusahaan adalah pihak HRD sebagai corong aspirasi
karyawan kepada direksi maupun sebaliknya
Hubungan bipartit di perusahaan telah berjalan dengan baik. Hubungan yang baik ini dapat
terjalin karena adanya forum komunikasi yang biasa disebut coffee morning yang diadakan tiga
bulan sekali. Dalam forum diskusi ini biasanya dari pihak direksi menyampaikan berita-berita
terbaru yang terjadi di perusahaan dan sebagainya. Selain itu, karyawan juga dapat menyampaikan
segala aspirasinya, seperti masukan-masukan, pertanyaan, maupun aspirasi seperti keluh kesah.
Segala masukan yang disampaikan oleh karyawan akan ditampung oleh pihak HRD yang nantinya
akan diproses lebih lanjut. Selain itu, tidak adanya sistem kerja outsourcing di perusahaan juga
menjadi salah satu alasan tidak adanya demo yang dilakukan oleh karyawan PT Apexindo.
Tingkatan upah dan jaminan kesehatan yang diberikan oleh perusahaan dan menanggung tidak hanya
karyawan tapi juga seluruh anggota keluarganya menjadi salah satu alasan mengapa tidak
terbentuknya serikat pekerja.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang ada, hubungan industrial dan hubungan bipartit yang ada di
perusahaan telah berjalan cukup baik selama ini tanpa hadirnya serikat pekerja. Penulis memiliki
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
beberapa masukan untuk perusahaan terkait hubungan bipartit dan serikat pekerja di perusahaan,
antara lain :
1. Sebaiknya dalam hubungan bipartit perusahaan mengadakan coffee morning setiap
bulan. Hal ini dilakukan agar apabila ada isu yang timbul dapat cepat terselesaikan dan tidak
menjadi berlarut-larut.
2. Dalam pembaharuan peraturan perusahaan, sebaiknya perwakilan karyawan tidak
ditunjuk oleh pihak management tapi langsung diusung oleh karyawan agar masukan yang
diutarakan saat diskusi berlangsung lebih mewakili keinginan karyawan.
DAFTAR REFERENSI
Armstrong, Michael. (1991) Human Resource Management Practice. London: Kogan Page.
Bachrun, Saifuddin., & Ismail, Naufal Mahfudz. (2012). Kiat Mengelola Mogok Kerja dan Demo.
Jakarta: PPM
Batubara, Cosmas. (2008). Hubungan Industrial. Jakarta: PPM
Chang, E. (2003). Composite effects of extrinsic motivation on work effort: Case of Korean
employees. Journal of World Business, 38(1).
Creswell, John W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California:
Sage Publication.
Deery, M., & Iverson, R. (1996). “Enhancing productivity: intervention strategies for employee
turnover” dalam N. Johns (Ed.), Productivity Management in Hospitality and Tourism (pp.
68-95). London: Cassell.
Edwards, Paul (1986). Conflict at Work. Oxford: Blackwell
Fox, Alan. (1971). A Sociology of Work in Industry. London: Collier-Macmillan Limited.
Hyman, R. (1971) Marxism and the Sociology of Trade Unionism, London: Pluto Press.
______. (1975a) Industrial Relations: A Marxist Introduction, Basingstoke: Macmillan.
Kaufman, B. E. (1993). The Origins and Evolution of the Field of Industrial Relations in the United
States. Ithaca, New York: ILR Press.
Koentjaraningrat. (1991). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif(Edisi Revisi). Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nazir, Mohamad. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Neuman, William L. (2003). Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approaches. 5th
Edition. Boston: Pearson Education Inc.
Moleong, J Lexy, Prof. Dr. 2009, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakaya
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
Miles, Matthew B., & Huberman, A. Michael. (2007). Analisis Data Kualitatif (Tjetjep Rohendi
Rohidi, Penerjemah). Jakarta: UI-PRESS.
Mills, Daniel Quinn. (1994). Labor Management Relations. Singapore: McGraw Hill.
Millward N, Stevens M, Smart D and Hawes W R (1992), Workplace Industrial Relations in
Transition: the ED/ESRC/PSI/ACAS Surveys. Aldershot: Dartmouth Publishing.
Prasetyo, Bambang., & Jannah, Lina Miftahul. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif (Teori dan
Aplikasi). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Salim, Peter. (2006). The Contemporary English Indonesia Dictionary. Jakarta: Modern English
Press.
Simanjuntak, Payaman J. (2009). Manajemen Hubungan Industrial. Jakarta: Jala Permata Aksara
Sirait, Justine T. (2007). Memahami Aspek-aspek Pengolahan Sumber Daya Manusia Dalam
Organisasi. Jakarta: PT Grasindo.
Stevens, J. M., Beyer, J. M., & Trice, H. M. (1978). Assessing personal, role, and organisational
predictors of managerial commitment. Academy of Management Journal, 21(3)
Stone, Raymond J. (2008). Human Resource Management (4th edition). Australia: John Wiley &
Sons.
Sudono, Agus (1997). Perburuhan Dari Masa Ke Masa. Jakarta: Pustaka Cidesindo.
Suwarto. (2003). Hubungan Industrial Dalam Prakterk. Jakarta: Asosiasi Hubungan Industrial
Indonesia.
Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Wijayanti, Asri. (2011). Menggugat Konsep Hubungan Kerja. Bandung: CV. Lubuk Agung.
Zamani, Oktav. P. (2011). Pedoman Hubungan Industrial. Jakarta: PPM.
Zenger, T., & Marshall, C. (2000). Determinants of incentive intensity in group based rewards.
Academy of Management Journal, 43.
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
__________. Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja
__________. Undang-undang No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial.
__________. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 Tahun 2012 tentang
Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain,
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
Skripsi
Sarikit, Maya. (2007). Skripsi: Persepsi Karyawan Terhadap Harmonisasi Hubungan Industrial
Pada PT. Century Textile Industry, Tbk: UI FISIP Program Sarjana Ekstensi.
Muaddib (2009). Skripsi: Peranan Serikat Pekerja Dalam Membina Hubungan Industrial (Studi
Kasus Serikat Pekerja Pada BRI Kantor Cabang Martadinata Malang): Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Malang
http://www.depnakertrans.go.id/news.htmldiunduh tanggal 3 Oktober 2012, Pukul 20:15.
Lain-lain
Annual Report PT Apexindo Pratama Duta Tbk Tahun 2012
American Federation of Labor and Congress of Industrial Organizations (AFL–CIO) National
Business No. 54, 1996.
Benefit Corporation. 2010. http://www.bcorporation.net/publicpolicy diunduh tanggal 6 Mei 2013
http://www.lensaindonesia.com/2013/04/10/demo-buruh-tolak-upah-murah-dan-sistemoutsourcing.html diakses tanggal 1 Juni 2013
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0303/05/ekonomi/164966.html
diakses tanggal 10 mei 2013
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=1363&coid=2&caid=19&gid=5diakses tanggal 7
Mei 2013
TURCTrade Union Rights Centrehttp://turc.or.id/pub/?p=185diakses tanggal 10 mei 2013
Analisis hubungan..., Triana Pujilestari, FISIP UI, 2013.
Download