BAB 2 Landasan Teori - Library Binus

advertisement
BAB 2
Landasan Teori
2.1.
Sikap terhadap makan sehat
2.1.1. Definisi Sikap
Menurut Bohner (2010), sikap adalah ringkasan evaluasi seseorang dan bagaimana
pemikiran seseorang terhadap suatu objek. Sikap terhadap objek atau attitude object
adalah apapun yang dilakukan oleh orang atau pikirkan oleh orang terhadap suatu objek.
Attitude Object bisa bersifat konkrit, abstrak, benda mati, seseorang, atau kelompok.
Sikap dapat juga menghasilkan respon affective, behavioural, dan cognitive.
Newcomb (dalam DeLamater & Ward, 2013), salah seorang ahli psikologi sosial
menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum
merupakan tindakan atau reaksi terbuka atau aktivitas, akan tetapi merupakan faktor
predisposisi perilaku atau reaksi tertutup.
Ajzen & Fishbein (dalam Aronson et al., 2013) mendefinisikan sikap atau attitude
sebagai evaluasi terhadap individu, objek, dan ide. Sikap merupakan suatu hal yang
penting karena seringkali sikap menentukan apa yang dilakukan individu. (Aronson et
al., 2013).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan pengertian sikap yang dipakai
dalam penelitian ini. Sikap, adalah predisposisi dari perilaku individu dalam merespon
objek melalui proses evaluatif yang melibatkan komponen kognitif, afektif dan konatif.
2.1.2. Komponen Sikap
Terdapat tiga buah komponen sikap yang disebut juga sebagai tripartite model
(Bohner dan Wanke, 2010; Aronson, Wilson, & Akert, 2010):
7
8
1.
Afektif: Merupakan sikap yang muncul dari emosi – emosi dan nilai- nilai
dibandingkan dengan penilaian objektif terhadap kekurangan atau
kelebihan sesuatu.
2.
Kognitif: Merupakan sikap yang muncul karena adanya evaluasi dari
individu dengan keyakinan – keyakinan dasar mengenai ciri khas suatu
objek. Tujuan dari sikap ini adalah untuk membedakan kelebihan dan
kekurangan suatu objek, sehingga individu dapat dengan cepat menentukan
yang harus dilakukan terhadap objek tersebut.
3.
Perilaku: Merupakan sikap yang muncul dari hasil observasi individu
terhadap perilaku individu terhadap suatu objek.
2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap
Faktor – faktor yang mempengaruhi sikap antara lain (Sarwono dan Meinarno,
2009):
a.
Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi yang berkesan akan meninggalkan sebuah kesan yang
sangat berarti bagi seorang individu. Hal ini disebabkan oleh faktor emosional
yang berperan dalam mengingat sebuah pengalaman pribadi yang berkesan,
sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi bagaimana orang bersikap
terhadap suatu hal.
b.
Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Setiap individu memiliki sifat untuk menyesuaikan diri dengan orang yang
berada di lingkungan sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh keinginan orang agar
dapat diterima oleh lingkugan sekitarnya, sehingga hal tersebut
mempengaruhi bagaimana orang bersikap.
c.
Pengaruh Kebudayaan
Kebudayaan adalah kebiasaan yang diterapkan dalam setiap masyarakat.
Setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang beragam, dan hal tersebut
mempengaruhi bagaimana orang tersebut berpikir dan bagaimana orang
9
tersebut bersikap. Hal tersebut terjadi karena kebudayaan tersebut diterapkan
dalam setiap aspek kehidupan masyarakat.
d.
Media massa
Media massa merupakan sumber informasi yang dapat diakses oleh
masyarakat luas. Informasi yang diterima masyarakat dapat mempengarhi
bagaimana seorang berpikir karena media adalah lembaga yang
menyampaikan informasi yang bersifat netral dan objektif, sehingga orang
cenderung untuk meyakini informasi yang disampaikan oleh media.
e.
Lembaga Pendidikan dan lembaga agama
Pendidikan, moral, serta ilmu keagamaan menjadi fondasi penting bagi
setiap individu untuk memegang teguh sebuah keyakinan dan pemikiran. Hal
tersebut bersifat bervariasi dalam setiap individu sehingga dapat
mempengaruhi pola pikir dan bagaimana setiap individu berinteraksi satu
sama lain.
f.
Faktor emosional
Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang
berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego.
2.1.4. Makan Sehat
Makan Sehat adalah perilaku makan dimana individu dapat mencapai keadaan
fisik, mental, kesejahteraan sosial, dan ketidakberadaan penyakit (World Health
Organization, 2007; Chan et al, 2011). Menurut Ogden (2012), makan sehat adalah pola
makan seimbang antara zat gizi yang diperoleh dari aneka makanan dalam rangka
memenuhi kebutuhan gizi untuk hidup yang sehat, cerdas, dan produktif. Makanan dan
pola konsumsi adalah faktor penting dalam menggapai hidup sehat. Melalui makanan,
manusia mendapatkan zat gizi yang dibutuhkan untuk aktivitas optimal, sehingga jenis
dan pola konsumsi harus disesuaikan dengan kondisi tubuh. Jika tidak, risikonya adalah
terjadinya gizi lebih (overnutrition) ataupun kurang gizi (undernutrition). Keduanya
10
bukan merupakan pilihan yang baik karena dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit
yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Contoh yang berkaitan dengan gizi lebih
adalah kegemukan atau obesitas yang mengakibatkan seseorang menjadi lebih rentan
tersrang diabetes dan penyakit jantung coroner. Sedangkan kurang gizi mengakibatkan
masih tingginya stunting atau kependekan yang akhirnya berkaitan dengan tingkat
kecerdasan dan produktivitas.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI (2013) mendefinisikan Gizi
seimbang adalah pola makan seimbang antara zat gizi yang diperoleh dari aneka
makanan dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi untuk hidup sehat, cerdas, dan
produktif. Seimbang yang dimaksud adalah keseimbangan antara asupan dan kebutuhan
gizi antara kelompok pangan sumber tenaga, sumber pembangun, dan sumber pengatur,
serta keseimbangan antar waktu makan. Untuk mendorong pencapaian gizi seimbang,
pemerintah telah mengeluarkan Pedomam Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang berisi 13
pesan dasar:
• Makanlah beraneka ragam makanan
• Makanlah sumber makanan untuk memenuhi kecukupan energy
• Makanlah sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energy
• Batasi konsumsi lemak dan minyak seperempat dari kebutuhan energy
• Gunakan garam beryodium
• Makanlah makanan sumber zat besi
• Berikan Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI eksklusif) sampai bayi umur 6 bulan
• Biasakan makan pagi
• Minumlah air bersih dan aman yang cukup
• Lakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur
• Hindari minum minuman beralkohol
• Makanlag makanan yang aman bagi kesehatan
• Bacalah label pada makanan yang dikemas
11
Deskripsi makan sehat cenderung mengelompokkan makanan ke dalam grup
besar dan membuat rekomendasi berdasarkan konsumsi relatif setiap grup
tersebut (Ogden, 2012).
• Buah dan sayur: beragam buah dan sayuran perlu dikonsumsi lima porsi atau
lebih setiap hari
• Roti, pasta, gandum dan kentang: sumber karbohidrat perlu dikonsumsi,
terutama yang berserat tinggi
• Daging, ikan, dan alternative lain: jumlah daging yang sedang, ikan dan
alternative lain perlu dikonsumsi dan dianjurkan untuk mengonsumsi
daging rendah lemak
• Produk Susu: produk ini harus dikonsumsi dengan jatah sedang dan
alternative yang rendah lemak juga harus dipilih
• Makanan berlemak dan bergula: makanan seperti keripik, makanan manis
dan minuman bergula tinggi harus dikonsumsi dengan frekuensi yang
rendah.
12
Gambar 2.1 Konsep Makanan Gizi Seimbang
Sementara, menurut Clinical Practice Guidelines for healthy eating (2013) makan
sehat melibatkan makanan nurtrisi makro dan mikro yang cukup untuk menyokong
fisiologis normal dan menghindari kekurangan nutrisi. Berikut disajikan beberapa
gambaran umum mengenai jenis dan fungsi zat gizi, baik makro dan mikro, serta juga
komponen non gizi yang penting dalam menunjang hidup sehat:
1. Zat gizi makro
Zat gizi makro merupakan komponen gizi yang berperan dalam memberikan
kalori atau energi sehingga dapat dijadikan sebagai bahan bakar untuk
keperluan sehari-hari, dimulai dari tingkat sel. Sesuai dengan namanya, zat gizi
maktro diperlukan dalam jumlah yang relative besar dan menjadi komponen
utama dalam menu. Terdapat tiga jenis zat gizi makro, yaitu karbohidrat,
protein, dan lemak.
a) Karbohidrat
Karbohidrat tersusun dari atom kabon (C), hydrogen (H), dan oksigen.
Fungsi utamanya adalah sebagai bahan bakar, dengan kemampuannya
13
memberikan energy 4 Kalori per gram. Tersusun dari unit-unit
monosakarida, yang kemudian membentuk disakarida, hingga
polisakarida (karbohidrat). Makanan yang mengandung karbohidrat
diantaranya adalah nasi, kentang, dan ubi.
b) Indeks glikemik
Indeks glikemik (IG) menunjukkan kecepatan bahan pangan
mengandung karbohidrat untuk menaikkan kadar gula darah setelah
dikonsumsi. Jika nilai IG-nya tinggi, maka bahan pangan tersebut dapat
menaikkan gula darah dengan cepat. Sebaliknya, jikai nilai IG-nya
rendah, bahan pangan menaikkan gula darah dengan lambat. Contoh
dari makanan yang memiliki IG yang tinggi antara lain roti putih, pasta,
dan produk olahan terigu lainnya
c) Protein
Seperti halnya karbohidrat, protein juga berkontribusi terhadap energy
sebesar 4 Kal per gram. Terdapat dua jenis sumber protein, yaitu nabati
dan hewani. Susu adalah sumber protein terbaik. Kemudian diikuti oleh
putih telur, ikan, ayam, daging sapi, kerbau, dan kambing. Sementara
sumber protein nabati bisa berasal dari kedelai, kacang-kacangan,
tempe dan tahu.
d) Lipid (lemak dan minyak)
Berbeda dengan karbohidrat dan protein, nilai energi yang bisa
dihasilkan oleh lipid mencapai 9 Kal per gram. Terdapat dua jenis lipid,
yakni lemak (lipid berbentuk padat) dan minyak (lipid berbentuk cair).
Lipid tersusun dari asam lemak. Tiga asam lemak kemudian menyati
dengan gliserol membentuk trigliserida.
2. Zat gizi mikro
Zat gizi miktro, sesuai dengan namanya, dibutuhkan dalam jumlah sedikit
namun tertentu. Walau sedikit, keberadaan zat gizi mikro sangat dibutuhkan
dan penting bagi kesehatan. Ada dua jenis zat gizi, yakni vitamin dan mineral.
14
Masing-masing dari keduanya memiliki fungsi spesifik dalam mendukung
terciptanya hidup yang sehat
• Vitamin
Vitamin memiliki banyak fungsi di antaranya kemampuan antioksidan.
Vitamin ada dua kelompok; larut lemak dan larut air. Berdasarkan
kelompok tersebut, vitamin terbagi lagi menjadi beberapa jenis, seperti
vitamin A (hati, telur, sayuran merah), vitamin D (hati, susu, telur), vitamin
E (minyak nabati, sayuran hijau, kacang), vitamin K (kubis, sayuran hijau),
vitamin B kompleks (buah dan sayur), dan vitamin C (buah dan sayur).
• Mineral
Banyak menyusun struktur tubuh dan mengatur reaksi kimia yang terjadi
dalam tubuh. Jenisnya ada; Kalsium (susu, ikan kecil, brokoli, kacangkacangan), Zat Besi (hati, ikan, unggas), Iodin (garam), Zinc (ikan, kerang
daging).
2.1.5. Sikap Terhadap Makan Sehat
Berdasarkan pengertian sikap menurut Bohner (2010) dan juga makan sehat yang
telah dijelaskan sebelumnya, dapat diartikan sikap terhadap makan sehat sebagai proses
ringkasan evaluasi seseorang dan bagaimana pemikiran seseorang terhadap pola makan
seimbang antara zat gizi yang diperoleh dari aneka makanan dalam rangka memenuhi
kebutuhan gizi untuk hidup yang sehat, cerdas, dan produktif. Sikap terhadap makan
sehat terdiri dari tiga komponen:
1. Afektif: komponen emosi yang merupakan proses evaluasi yang melibatkan
emosi terhadap pola makan seimbang dalam rangka memenuhi kebutuhan
gizi tubuh. Reaksi negatif juga dapat timbul terhadap makanan yang
memberikan pengaruh negatif pada tubuh, seperti makan makanan
berkadar gula tinggi
2. Kognitif: Suatu pemikiran yang dibentuk mengenai pola makan yang
seimbang. Pemikiran ini juga berlaku terhadap jenis makanan yang tidak
sehat.
15
3. Perilaku: kecenderungan berperilaku terhadap pola makan yang seimbang.
Kecenderungan berperilaku juga muncul terhadap makanan yang
memberikan pengaruh negatif terhadap tubuh.
2.2.
Afirmasi Diri
Menurut Steele (1988), afirmasi diri dimulai dengan sebuah premis bahwa orang
akan termotivasi untuk mempertahankan integritas dan harga diri dan meneliti
bagaimana orang merespon informasi dan kejadian yang mengancam self-image atau
diri sendiri. Afirmasi diri juga menjelaskan bahwa orang cenderung untuk
mempertahankan integritas diri dibanding mempertahankan nilai pada domain yang
spesifik atau situasi tertentu.
Steele (dalam Sherman & Cohen, 2006) mengemukakan apabila orang dapat
mengafirmasi domain yang tidak berkaitan dengan harga dan integritas diri, mereka
akan memiliki keinginan yang rendah untuk mengabaikan informasi yang mengancam
dirinya. Banyak penelitian yang mendemonstrasikan bahwa mengafirmasi domain lain
dari diri sendiri dapat mengurangi perilaku defensive terhadap informasi yang
mengancam diri. Salah satu studi mengenai afirmasi diri mengemukakan bahwa afirmasi
diri dapat meningkatkan konsumsi buah dan sayuran (Harris et al., 2014).
Teori afirmasi diri sendiri menurut Sherman (2006), telah memberikan penjelasan
lebih pada disonansi kognitif dimana afirmasi diri memiliki kaitan yang kuat dengan
disonansi kognitif, terutama pada asumsi bahwa disonansi itu disebabkan oleh ketidak
konsistenan secara psikologis. Penelitian lebih lanjut menjelaskan bahwa orang
cenderung berusaha untuk mempertahankan integritas diri dibandingkan
ketidakkonsistenan psikologis. Dalam beberapa situasi, afirmasi diri terbukti dapat
mengurangi ketidaknyamanan psikologis dan perilaku yang defensive. Matz & Wood
(2005) mengemukakan bahwa seorang akan cenderung mengalami dosansi kognitif
ketika orang yang berada di sekitarnya tidak setuju dengan pendapatnya. Namun,
disonansi tersebut dapat dieleminasi pada orang yang diberikan perlakuan afirmasi diri.
Hasil dari beberapa penelitian ini memberikan asumsi bahwa afirmasi diri dapat
mengurangi disonansi kognitif. Hal ini terjadi karena afirmasi diri mempertahankan
16
integritas diri yang terancam namun dari domain yang lain, sehingga orang cenderung
akan berpikir lebih positif walaupun mendapatkan suatu pesan yang menurutnya
negative, sehingga hal tersebut dapat mengurangi adanya disonansi kognitif.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka afirmasi diri dapat diartikan sebagai cara
individu beradaptasi terhadap informasi atau pengalaman yang mengancam integritas
dirinya, dengan asumsi apabila orang merefleksikan nilai yang sesuai dengan dirinya,
maka mereka akan mengurangi perilaku defensive ketika ditemukan dengan informasi
yang mengancam integritas dirinya.
2.2.1. Prinsip Dasar dari Teori Afirmasi Diri
Kebanyakan penelitian dalam afirmasi diri memperhatikan apakah afirmasi dari
integritas diri yang tidak berhubungan terhadap suatu ancaman, dapat mengeliminasi
respon normal seseorang terhadap ancaman tersebut. Apabila hal tersebut benar, maka
dapat dikatakan bahwa respon tesebut dimotivasi oleh keinginan untuk
mempertahankan integritas diri seseorang. Afirmasi diri memiliki 4 prinsip dasar
(Sherman, 2006):
• Orang termotivasi untuk mempertahankan integritas langsung dan harga diri:
Prinsip dasar dari teori Afirmasi diri (Steele, 1988) adalah orang akan
termotivasi untuk mempertahankan integritas langsung dan harga diri. Steele
mengobservasi bahwa tujuan dari self-system adalah untuk mempertahankan
pengalaman yang berpengaruh pada diri sendiri sehingga bersifat sesuai dengan
nilai moral, berkompeten, baik, koherensi, stabil, mampu menentukan pilihan
bebas, dan mampu mengendalikan hasil yang penting. Hal-hal yang
membentuk self-system ini dapat menjadi komponen penting pada self-system
seseorang dan dapat diartikan sebagai kontingensi dari harga diri seseorang
(Crocker & Wolfe, 2001).
Self itu terdiri dari domain yang berbeda, yang meliputi peran individu
tersebut seperti menjadi murid atau orang tua; nilai seperti menjadi religious
atau memiliki selera humor; identitas social seperti menjadi anggota kelompok
atau organisasi; dan keyakinan seperti keyakinan agama dan ideology politik.
17
Self juga terdiri dari tujuan orang tersebut, seperti keinginan untuk kaya dan
sukses dalam sekolah. Self-system akan aktif apabila seseorang mengalami
ancaman bagi konsep diri. Ancaman tersebut dapat menentang bagi konsep diri
yang sudah terbentuk, sehingga feedback negative dapat mengancam identitas
seseorang, informasi kesehatan yang negative dapat mengancam diri seseorang
sebagai individu yang merasa sehat, dan bukti dari kesenjangan social yang
nyata dapat merubah keyakinan orang akan kedamaian (Lerner, 1980). Semua
hal tersebut dapat mengancam karena hal tersebut memiliki implikasi langsung
kepada integritas diri seseorang secara menyeluruh.
•
Motivasi untuk mempertahankan integritas diri dapat menyebabkan respon
yang bersifat defensif
Saat integritas diri sedang terancam, orang cenderung termotivasi untuk
memperbaikinya, dan motivasi ini dapat mengarah ke respon yang defensif.
Respon defensif ini dapat terlihat rasional, walaupun terkadang lebih sering
dirasionalkan dengan paksa dibanding rasional secara langsung (Aronson,
1968; Kunda, 1990; Pyszczynski & Greenberg, 1987). Respon ini mengurangi
ancaman tersebut untuk memulihkan integritas dari diri. Respon ini bersifat
otomatis dan juga tanpa disadari pada saat tertentu.
•
Self-system bersifat fleksibel
Orang cenderung akan mengkompensasi pada kegagalan dalam diri dengan
menekankan kesuksesan pada domain lain. Hal ini diakui oleh pakar teori
kepribadian Allport (1961) dan Murphy (1947), dan pakar teori afirmasi diri,
Brown & Smart (1991). Hal ini disebabkan karena tujuannya berpusat pada
mempertahankan harga diri keseluruhan dan integritas diri, sehingga orang
cenderung akan respon pada suatu ancaman dengan mengafirmasi diri pada
domain yang lain.
•
Orang dapat diafirmasi dengan melakukan aktifitas yang mengingatkan mereka
“siapa diri mereka”.
Domain tertentu yang penting bagi setiap orang merupakan domain yang
berpotensi untuk dijadikan afirmasi diri. Hal tersebut dapat meliputi keluarga
18
dan teman, membuat music atau seni, melakukan kegiatan social, dll. Dalam
situasi yang sulit, pengingatan pada hal-hal tersebut yang penting bagi
seseorang dapat membuat orang ingat kembali pada siapa diri mereka dan
membantu meningkatkan integritas diri mereka dalam menghadapi suatu
masalah. Secara operasional, afirmasi diri biasanya bersifat tulisan dan gambar,
dimana orang pertama memberikan gambaran mengenai domain penting dalam
hidup mereka, dan mereka diberikan kesempatan untuk menulis sebuah essai
mengenai hal tersebut atau menyelesaikan sebuah latihan yang membuat
mereka mengetahui kepentingannya (McQueen & Klein, 2005).
Saat persepsi yang global mengenai integritas diri telah diafirmasi, maka
informasi yang mengancam akan terkurang intensitas mengancamnya karena
individu dapat melihatnya dalam sudut pandang yang lebih luas. Sehingga
orang berfokus bukan pada implikasi dari ancaman tersebut, tapi pada nilai
yang terkandung dalam informasi tersebut. Ketika seseorang telah terafirmasi,
rasa seseorang untuk membuktikan dan mempertahankan integritas dirinya
akan tercapai.
2.2.2. Manipulasi Afirmasi diri
Manipulasi afirmasi diri adalah metode yang digunakan untuk memanipulasi sikap
terhadap makan sehat. Menggunakan metode yang dikembangkan Harris, Brearley,
Sheeran, dan Barker (2009), partisipan yang diberikan manipulasi diberikan selembar
kertas yang berisi 6 item berdasarkan Allport-Vernon-Lindzey Study of Values (Allport,
Vernon, & Lindzey, 1960). Nilai tersebut adalah instrument yang digunakan dalam
salah satu metode penelitian dalam penelitian mengenai afirmasi diri. Salah satu
penelitian yang menggunakan metode ini adalah penelitian milik Guido M. van
Koningsbruggen (2009) mengenai respons terhadap informasi kesehatan yang
mengancam diri seseorang, dimana partisipan yang diberikan manipulasi afirmasi diri
diberikan 6 nilai yang tertera dalam Allport-Vernon-Lindzey Study of Values. Partisipan
kemudian diminta untuk memilih nilai yang menurut mereka paling penting dan
menuliskan alasan mengapa nilai itu penting menurut mereka dan dijelaskan.
19
Nilai tersebut berisi 45 item berdasasrkan hasil penelitian Spranger (1928)
mengenai kepribadian yang paling banyak dimiliki orang melalui penelitian mengenai
nilai dan juga sikap yang sering muncul. Nilai tersebut kemudian diringkas sebagai
berikut (Allport, et al., 1970):
•
Teoritis
Memiliki ketertarikan dalam memahami kebenaran, dimana sikap itu bersifat
kognitif, empiris, kritis, dan rasional. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
pemahaman pengetahuan yang sistematis
•
Estetis
Nilai pada bidang seni yang memperhatikan bentuk, keanggunan, dan harmonis.
Cenderung lebih bersifat individualis dan focus pada diri sendiri.
•
Ekonomis
Memiliki ketertarikan pada hal yang bermakna dan praktis. Memiliki focus pada
harta kekayaan dan juga sifat konsumtif. Berpikir bahwa edukasi harus bersifat
praktikal yang dapat diaplikasikan.
•
Sosial
Memiliki ketertarikan pada orang dan bersifat sangat sosialis. Melihat kasih sayang
sebagai bentuk sempurna dalam hubungan antar manusia.
•
Politik
Memiliki ketertarikan dalam kekuasaan, kompetisi, dan perjuangan. Sering berada
pada posisi pemimpin.
•
Religius
Menjunjung tinggi nilai pada kesatuan. Cenderung mengkaitkan segala hal yang ada
dalam dunia ini sebagai sebuah ciptaan dimana sang pencipta adalah suatu hal yang
absolut.
2.3.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan fenomena yang peneliti temui di masayrakat khususnya mahasiswa di
binus university tentang perilaku terhadap makan sehat, peneliti menemui bahwa
mahasiswa Binus university tidak menerapkan pola hidup makan sehat.
20
Peneliti juga sudah mencoba untuk melakukan wawancara terhadap beberapa
mahasiswa Binus University tentang perilaku terhadap makan sehat, hasil yang di dapat
dari wawancara tersebut kebanyakan mahasiswa mengatakan sulitnya mencari makanan
sehat di daerah sekitar kampus Binus, beberapa orang juga mengatakan bahwa makanan
sehat dirasa tidak nikmat sehingga sulitnya untuk mengatur pola hidup makan yang
sehat dengan mengkonsumsi makanan sehat. Dengan adanya fenomena seperti ini
membuat penliti berasumsi bahwa fenomena sulitnya mencari makanan sehat disekitar
Binus membuat sikap terhadap makan sehat jadi menurun.
Berdasarkan hal tersebut untuk meningkatkan sikap terhadap makan sehat terhadap
mahasiswa Binus University menjadi meningkat yaitu dengan melakukan eksperimen
dengan cara menipulasi afirmasi diri kepada mahasiswa Binus.
Eksperimen manipulasi afirmasi diri itu sendiri berfungsi untuk memotivasi orang
agar mengubah perilakunya. Manipulasi tersebut diambil berdasarkan dari teori
mengenai afirmasi diri, yang menyatakan bahwa orang menolak untuk menerima
informasi yang mengancam integritas diri orang dan nilai-nilai dari orang tersebut, tetapi
apabila orang tersebut memperkuat integritas diri atau nilai diri mereka dalam domain
lain, maka dapat mengurangi kecenderungan untuk menolak informasi yang mengancam
diri tersebut, seperti makan tidak sehat. Domain lain yang dimaksud dalam hal ini adalah
nilai yang berdasarkan Allport-Lindzey-Vernon Study of Values, sehingga nilai tersebut
akan mendukung dilaksanakannya manipulasi afirmasi diri
21
Gambar 1.2 Kerangka Berpikir
2.4.
Hipotesis
Hipotesis adalah sebuah pernyataan yang tentatif atau belum pasti yang
berhubungan dengan variabel yang akan diukur (Bordens & Abott, 2008). Dalam
penelitian, hipotesis yang muncul adalah:
H1: Afirmasi diri meningkatkan sikap terhadap makan sehat.
H2: Ada perbedaan perubahan sikap antara kelompok yang menerima
manipulasi afirmasi diri dengan kelompok yang tidak menerima manipulasi
afirmasi diri.
Download