bakteri asosiasi karang yang terinfeksi penyakit brown band

advertisement
BAKTERI ASOSIASI KARANG YANG TERINFEKSI
PENYAKIT BROWN BAND (BRB) DI PERAIRAN PULAU
BARRANGLOMPO KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
WULAN SARI USMAN
L11111012
Pembimbing :
Dr. Ir. Arniati Massinai, M.Si
Drs. Sulaiman Gosalam, M.Si
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
1
ABSTRAK
WULAN SARI USMAN, L111 11 012. Bakteri Asosiasi Karang Yang Terinfeksi
Penyakit Brown Band (BrB) Di Perairan Pulau Barranglompo. Dibimbing oleh
Arniati Massinai dan Sulaiman Gosalam.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis bakteri yang berasosiasi
dengan karang Acropora muricata yang terinfeksi penyakit Brown Band
(BrB). Lokasi pengambilan sampel di perairan pulau Baranglompo.
Pengambilan sampel karang Acropora muricata yang terinfeksi penyakit Brown
Band (BrB) dilakukan dengan cara dipotong menggunakan scalpel. Kemudian
digerus menggunakan mortar dan pestle , selanjutnya dilakukan pengenceran
hingga 10¯³. Inokulasi dilakukan dengan metode tuang pada medium Marine
Agar (MA), Eosin Methylin Blue Agar (EMBA), Thiosulfate Citrate Bile salts
Sucrosa Agar (TCBSA), dan Bismut Sulfit Agar (BSA). Identifikasi bakteri
dilakukan berdasarkan pengamatan morfologi sel dan uji Biokimia. Berdasarkan
hasil pengamatan morfologi sel dan uji biokimia, didapatkan bakteri asosiasi
dengan karang yang terinfeksi penyakit Brown Band (BrB) sebanyak empat
genus, keempat
genus tersebut adalah Pseudomonas sp., Bacillus sp.,
Flavobacterium sp dan Vibrio sp. Pseudomonas sp. dengan ciri-ciri berbentuk
batang, bersifat Gram negatif, mempunyai flagel, tidak berkapsul. Bacillus sp.
dengan ciri-ciri berbentuk batang, tergolong bakteri Gram positif dan bersifat
aerob. Flavobacterium sp. dengan ciri-ciri bentuk selnya berupa batang dan
Gram negatif. Bakteri Vibrio sp. bersifat aerob, tetapi ada pula yang bersifat
anaerob fakultatif. Selain itu, Vibrio sp. juga bersifat motil karena pergerakannya
dikendalikan oleh flagella, tergolong bakteri Gram negatif dan berbentuk batang
yang melengkung seperti tanda koma.
Kata Kunci : Brown Band (BrB), Bakteri Asosiasi, Acropora muricata, Pulau
Barranglompo.
2
ABSTRACT
WULAN SARI USMAN, L111 11 012. Associated Bacterial from Infected Brown
Band Disease (BrB) Stony Coral in waters of Barranglompo Island. Supervised
by Arniati Massinai and Sulaiman Gosalam.
This study was conducted to determine the type of bacteria associated with
infected Brown Band (BrB) Acropora muricata. Sampling sites in the waters of the
island Baranglompo. Sampling of Acropora muricata infected Brown Band (BrB)
was by cutting with a scalpel. Then it was crushed use in mortar and pestle for
further dilution to 10¯³. Inoculation was performed using Marine Agar (MA), eosin
Methylin Blue Agar (EMBA), citrate bile salts sucrose order thiosulfate agar
(TCBSA), and bismuth sulfite agar (BSA). Bacterial identification was performed
based on cell morphology and biochemical test observation. Based on
observations of cell morphology and biochemical tests, there were four genus of
associated bacterial from infected Brown Band (BrB) coral found, i.e.
Pseudomonas sp., Bacillus sp., Flavobacterium sp and Vibrio sp. Pseudomonas
sp. with the characteristics of rod-shaped cell, gram-negative, having flagella, and
unencapsulated. Bacillus sp. with the characteristics of rod-shaped, gram-positive
and an aerobic bacteria. Flavobacterium sp. with the characteristic of rod-shaped
cell and a Gram-negative bacteria.
Keywords: Brown Band (BrB), bacteria Association, Acropora muricata,
Barranglompo Island.
3
BAKTERI ASOSIASI KARANG YANG TERINFEKSI
PENYAKIT BROWN BAND (BRB) DI PERAIRAN PULAU
BARRANGLOMPO KOTA MAKASSAR
Oleh:
WULAN SARI USMAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
4
5
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Oktober 1993 di
Kalosi,
Kecamatan
Duapitue
Kabupaten
Sidenreng
Rappang (SIDRAP). Anak pertama dari tiga bersaudara
dari Ayahanda
Drs. Usman dan Ir. Darwiyana. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 045 Lara Utama,
Kabupaten Luwu Utara tahun 2005, pendidikan lanjutan di
SMPN 1 Duapitue, Kabupaten Sidrap tahun 2008 dan pendidikan sekolah
menengah di SMAN 1 Duapitue tahun 2011. Pada tahun 2011 melalui Seleksi
Jalur Undangan penulis berhasil diterima dan bebas tes pada Program Studi Ilmu
Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Masa perkuliahan penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yaitu
Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan (HMIK) Universitas Hasanuddin peroide
2012 - 2013, Penulis juga aktif sebagai asisten beberapa mata kuliah seperti
Vertebrata Laut, Biologi Laut, Ekologi Laut, Oseanografi Kimia, Oseanografi
Fisika, Mikrobiologi Laut, dan Sedimetologi.
Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir di Fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan dalam mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kel. Apala Kec.
Barebbo Kab. Bone dan melakukan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Desa Bojo
Kec. Mallusetasi Kab. Barru Gelombang 87 pada Juli – Agustus 2014 Sebagai
tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan Judul Bakteri Asosiasi Karang
yang Terinfeksi Penyakit Brown Band (BrB) di Perairan Pulau Barranglompo.
6
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
berkah dan anugerah-Nyalah sehingga penelitian dan skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Seiring selesainya penulisan skripsi ini, pada
kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang
setulus-tulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1.
Ucapan khusus kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. Usman
dan Ibunda tercinta Ir. Darwiyana, yang telah melahirkan, membesarkan
dan mendidik penulis dalam menimba ilmu pengetahuan sampai kepada
penyelesaian studi, demikian pula kepada saudara(i) ku Rahma Sari Usman
dan Muhammad Waldi Saputra Usman yang telah banyak mendorong dan
memberi semangat, terutama di akhir penyelesaian studi penulis.
2.
Komisi pembimbing Dr. Ir. Arniati, M.Si. (Pembimbing Utama), Drs.
Sulaiman Gosalam, M.Si. (Pembimbing Anggota) serta penguji, Prof. Dr.
Akbar Tahir, M,Sc., Prof. Dr. Chair Rani, M,Si., dan Dr. Safyuddin Yusuf,
ST. M.Si., yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan dan
mengarahkan, serta memberi petunjuk-petunjuk yang sangat berguna dari
tahap awal sampai kepada tahap akhir penulisan skripsi ini.
3.
Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa M.Si. sebagai Dekan FIKP-UH dan Dr.
Mahatma, ST, M.Sc. sebagai Ketua Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UH.
4.
Prof. Dr. Ir. Abdul Haris, M.Si. sebagai penasehat akademik yang selalu
memberikan nasehat dan arahan yang membangun bagi penulis.
7
5.
Ibu Dr. Ir. Arniati Massinai, M.Si selaku ketua tim Penelitian dari Bantuan
Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN) yang terlah mengikut sertakan saya
dalam penelitian tersebut dan membantu dalam hal dana penelitian.
6.
Seluruh Bapak/Ibu Dosen pengajar pada Jurusan Ilmu Kelautan Universitas
Hasanuddin yang tidak sempat disebutkan namanya satu per satu, yang
telah membekali ilmu kepada penulis sejak awal terdaftarnya sebagai
mahasiswa hingga akhir penyelesaian studi ini.
7.
Seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Hasanuddin yang telah membantu kelancaran dan kemudahan penulis,
sejak mengikuti perkuliahan, proses belajar sampai akhir penyelesaian studi
ini.
8.
Kepada seluruh rekan mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin,
Khususnya Angkatan Kosong Sebelas “KEDUBES” (Kla’011) dan untuk
teman-teman seperjuangan Widyastuti, Sitti Radiyah Jasrah, Anissa
Zuriyah Karimah, Funty Septiyawati Polapa, Raodah Septi Legina, Suci
Rahmadani Artika, Hasriani Ayu Lestari S.kel, Sulham Syahid, Mustono,
Robby Nimzet, Muh. Afdal, Fajria Sari Sakaria, Sartina, Resa Hidayat,
Pajar Pajrin, Asirwan, Mustiara Bakri, Hardin Lakota, Samsul Bahri,
Firman Wira Pratama, Abunaim Arifin, Muh. Isman, Aswin Wardana,
Wajdiah, Reskiyanto Mahmud, Nur Issatul Mukminin, Asgar Saputra,
Dewi Suswati Kamal, Luqman Wahid, Suwigo, Gamaria Nur, Alm. Rina
apriana, Irma Pratiwi, Fajaria Saban, Muh. Eza Damar, dan Ivander
Tinting. Terima kasih atas segala toleransi yang tinggi dan kerjasamanya
selama ini serta kebersamaannya.
8
9.
Tim peneliti Widyastuti, Funty Septiyawati Polapa, Raodah Septi Legina,
kakak Wawan dan kakak Nur Abu yang telah membantu penulis dalam
proses pengambilan data penelitian di lapangan maupun di Laboratorium
serta Kakak Yayi yang juga telah membantu di Laboratorium.
10. Seluruh mahasiswa Ilmu Kelautan, penulis banyak belajar tentang rasa
persaudaraan, susah, senang, canda dan tawa bersama kalian dan temanteman Posko KKN UNHAS GEL. 87 Kelurahan Apala Kecamatan
Barebbo Kabupaten Bone.
Guna kesempurnaan dari skripsi ini, kami memohon kepada semua
pihak untuk memberikan arahan dan petunjuknya berupa saran dan kritikan,
sungguh kami senantiasa berusaha untuk memberikan yang terbaik, namun
kamipun tak luput dari salah dan kelemahan sebagai fitrah kemanusiaan
yang ada pada kami. Akhir kata, penulis mengharapkan skripsi ini memberikan
manfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan di masa depan.
Amin ya rabbal alamin.
Makassar, Januari 2015
WULAN SARI USMAN
9
DAFTAR ISI
Teks
Halaman
Daftar Tabel ........................................................................................................ xi
Daftar Gambar ....................................................................................................xii
Daftar Lampiran ................................................................................................. xiii
I. Pendahuluan ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat .................................................................................... 4
D. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 4
II. Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 5
A. Bakteri ........................................................................................................ 5
B. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri ........................ 6
C. Bakteri Asosiasi Karang ............................................................................ 15
D. Penyakit Pada Karang .............................................................................. 16
E. Identifikasi Bakteri ..................................................................................... 17
III.Metode Penelitian .......................................................................................... 22
A. Waktu Dan Tempat ................................................................................... 22
B. Alat Dan Bahan......................................................................................... 22
C. Prosedur Penelitian .................................................................................. 24
D. Analisis Data............................................................................................. 33
IV.Hasil Dan Pembahasan ................................................................................. 34
A. Parameter Kualitas Air .............................................................................. 34
B. Penyakit Brown Band (BrB) ..................................................................... 38
C. Karang Yang Terinfeksi Penyakit Brown Band (Brb) ................................. 39
D. Bakteri Pada Penyakit Brown Band (Brb) ................................................. 40
V.Simpulan Dan Saran ...................................................................................... 47
10
A. Simpulan................................................................................................... 47
B. Saran ........................................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 48
11
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Perubahan Warna Pada Uji Biokimia.................................................... 32
2. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air............................................. 34
3. Hasil Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri yang Berasosiasi dengan
Penyakit Brown Band (BrB).................................................................... 41
4. Hasil Uji Biokimia Isolat Bakteri Asosiasi dengan Karang Acropora
muricata yang Terinfeksi Penyakit Brown Band (BrB)........................... 42
5. Identifikasi Bakteri Vibrio........................................................................ 46
DAFTAR GAMBAR
xi
12
Nomor
Halaman
1. Bentuk Sel Bakteri............................................................................ 5
2. Brown Band Disease........................................................................ 16
3. Peta Lokasi Penelitian...................................................................... 22
4. Pengenceran.................................................................................... 25
5. Karang yang Terinfeksi Penyakit Brown Band (BrB) di Terumbu
Karang Pulau barranglompo............................................................. 39
6. Jenis Karang Yang Terinfeksi Penyakit Brown Band (BrB) di Terumbu
Karang Pulau Barranglompo............................................................. 39
DAFTAR LAMPIRAN
xii
13
Lampiran 1. Foto Isolat Bakteri......................................................................... 53
Lampiran 2. Foto Bentuk Sel Bakteri................................................................ 55
Lampiran 3. Foto Bakteri Vibrio sp.................................................................... 56
xiii
14
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pulau Barranglompo merupakan salah satu pulau yang terdapat di perairan
Kota Makassar yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 4.209 jiwa dengan luas
wilayah 20,38 ha
(Jaelani, 2014). Dengan penduduk yang padat tersebut
menyebabkan pulau ini berpotensi memiliki banyak sampah dan kotoran manusia
(tinja). Sampah dan tinja pada umumnya dibuang langsung ke perairan laut,
selain itu perairan pulau Barranglompo menerima sampah dan tinja terbawa oleh
aliran air dan arus dari daratan utama dan pulau Barranglompo, karena jarak dari
Kota Makassar dan pulau Barranglompo
2010). Sampah
terutama
dari
bahan
cukup dekat ± 12 km (Arifin,
organik
merupakan
nutrisi
untuk
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganime perairan, salah satu di
antaranya adalah bakteri. Bakteri selain yang terdapat di laut juga ada beberapa
yang berasal dari daratan seperti bakteri fekal yang hidup pada usus manusia
dan hewan berdarah panas, bakteri fekal ini masuk ke laut bersama dengan tinja,
karena pergerakannya terpengaruh oleh arus maka kemungkinan berada di
terumbu karang.
Menurut Sidharta (2000) bakteri di perairan laut dapat mendiami seluruh
bagian laut mulai dari permukaan laut hingga dasar baik hidup bebas maupun
berasosiasi dengan organisme. Kunarso (1988) melaporkan bahwa jenis bakteri
yang termasuk ke dalam bakteri air laut adalah genus Micrococcus, Sarcina,
Vibrio bacillus, Bacterium, Pseudomonas, Corynebacterium, Nocardia, Spirillum,
Mycoplana, dan Streptomyces. Sedangkan Wahyuni (2013) menemukan Hasil
analisa bakteri pada substrat sedimen permukaan dasar yang menggunakan
medium Tryptic Soy Agar (TSA) sebagai media untuk pertumbuhan bakteri
15
aerob. Diperkirakan bakteri ini termasuk Bacillus subtilis, Aspergillus niger dan
Echerichia coli.
Selain hidup di permukaan hingga dasar laut, bakteri dapat berasosiasi
dengan organisme lain. Salah satu jenis organisme yang dapat berasosiasi
dengan karang adalah bakteri. Kalimutho et.al (2007) menemukan 26 jenis
bakteri yang berasosiasi dengan karang Acropora cervicornis yang berasal dari
pulau Bidong. Adapun ke-26 jenis bakteri yaitu Pantoea dispersa, Pseudomonas
sp., Enterobacter agglomerans, Cadacea darisae, Serratia plymuthica,Citrobacter
youngae, Erwinia herbicola, Vibrio sp., Klebsielle pneumonia, subspecies
ozanae, Aeromonas caviae, Alteromonas putrefaciens, Serratia sp., Alteromonas
sp., Moraxella sp., Photobacterium sp., Yersinia bercovieri, Vibrio metschnikovii,
Acinetobacter
sp., Yersinia entrocolitica, Brucella
sp.,
Micrococcus
sp.,
Micrococcus varians, Micrococcus roseus, Actinomyces sp., dan Flavobacterium
sp., sedangkan Massinai (2013) hanya menemukan 2 jenis bakteri yaitu
Choromobacterium sp. dan Flavobacterium sp. di kepulauan Spermonde,
Makassar.
Peranan bakteri pada terumbu karang sangat besar yaitu sebagai pengurai
(dekomposer) yang mampu mendegradasi bahan organik menjadi bahan
anorganik berupa nitrat, fosfat dan karbondioksida. Selain sebagai dekomposer,
juga berperan dalam aliran energi dan daur ulang unsur hara serta sebagai
sumber utama senyawa aktif. Bakteri yang berasosiasi dengan avertebrata laut
dari Moluska jenis Conus miles mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Klebsiella, Pseudomonas, Staphylococcus, E.coli dan Enterobacter (Pringginies,
2010).
Ritchie (2006) mendapatkan bakteri asosiasi pada lendir karang Acropora
palmata
yang berasal dari kanal Florida, dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus,
16
Salmonella typhimurium, dan Serratia marcescens disolasi dari karang terifeksi
penyakit
white pox (cacar). Abubakar et.al (2011) menemukan isolat bakteri
yang berasosiasi dengan Jaspis sp. memiliki kemampuan antimikroba karena
mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, Vibrio harveyii,
Escherichia coli, Pseudomonas aerogenosa, Candida albicans, dan C. tropicalis.
Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bakteri yang berasosiasi
dengan karang sehat, tetapi penelitian tentang bakteri yang berasosiasi dengan
karang terinfeksi penyakit khususnya di Indonesia masih sangat terbatas.
Massinai dkk (2012) menemukan 7 jenis penyakit di pulau Barranglompo. Jenis
penyakit tersebut adalah White Syndome (WS), Atramentous necrosis (AtN),
Black Band Disease (BBD), Ulcerative White Spots (UWS), Growth Anomaly
(GA), Skeletal Eroding Band (SEB) dan Brown Band Disease (BRB). Brown
Band (BrB) merupakan penyakit yang mengakibatkan kematian pada karang
yaitu sebesar 1,58 – 6,11 cm/hari.
Informasi tentang bakteri asosiasi dengan karang yang terinfeksi penyakit
Brown band (BrB) perlu diketahui sebagai salah satu acuan dalam pengendalian
penyakit karang. Selain itu, bakteri yang berasosiasi dengan karang terinfeksi
penyakit akan mengalami stress dan mengeluarkan metabolit sekunder untuk
pertahanan
diri
terhadap
bakteri
patogen. Metabolit
sekunder
tersebut
kemungkinan dapat digunakan sebagai antimikroba dan anti kanker. Untuk itu
perlu dilakukan penelitian tentang bakteri yang berasosiasi dengan karang yang
terinfeksi penyakit Brown Band (BrB) di perairan pulau Barranglompo.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diturunkan pertanyaan
: Jenis bakteri apa yang berasosiasi dengan karang yang sedang terinfeksi
penyakit Brown Band (BrB).
17
C. Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri yang berasosiasi
dengan karang yang sedang terinfeksi penyakit Brown Band (BrB) di perairan
pulau Barranglompo. Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi
untuk mengetahui jenis bakteri apa yang berasosiasi dengan karang terinfeksi
penyakit Brown Band (BrB) dan sebagai bahan informasi dalam pengendalian
penyakit Brown Band (BrB).
D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu pengamatan morfologi dan identifikasi
bakteri serta pengukuran parameter oseanografi antara lain suhu, salinitas dan
pH yang diukur di lapangan serta pengukuran kekeruhan, amoniak, nitrat, nitrit,
sulfat, dan bahan organik karbon yang diukur di Laboratorium.
18
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bakteri
Bakteri adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti sel dan
merupakan organisme yang paling banyak jumlahnya. Bakteri memiliki ratusan
ribu spesies yang hidup di darat hingga lautan dan pada tempat-tempat yang
ekstrim. Bakteri
termasuk
dalam
golongan
prokariotik
uniseluler,
tidak
mempunyai selubung inti, pada umumnya mempunyai ukuran sel 0,5-1,0 μm x
2,0-5,0 μm, dan terdiri dari empat bentuk dasar yaitu bentuk bulat atau kokus,
batang atau basil, koma dan spiral (Dwidjoseputro, 1985).
Gambar 1. Bentuk sel bakteri : a. batang, b. bulat,
(Sumber:http://www.turbosquid.com)
c. spiral, d. koma
Komposisi bakteri laut diketahui sekitar 80 % jenis yang berbentuk batang
dan 95% Gram negatif. Bakteri laut sebagian besar bergerak secara aktif karena
memiliki flagel dan mampu mencerna hampir semua senyawa organik yang
mengalami perubahan menjadi senyawa anorganik akibat kegiatan bakteri laut.
19
70% mengandung pigmen dan mempunyai toleransi yang besar terhadap suhu
tetapi sensitif terhadap suhu tinggi (Sidharta, 2000).
Beberapa jenis bakteri yang umum dijumpai di laut adalah Pseudomonas,
Vibrio, Flavobacterium, Achromobacter, dan Bacterium (Sidharta, 2000).
Penyebaran bakteri laut dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya gerakan air
laut yang dapat membawa bakteri berada di dekat pantai, tapi pada saat
berikutnya sudah berada sekian kilometer dari pantai. Hal ini membawa akibat
pada penyebaran bakteri laut, terutama yang melayang-layang dalam kolom
air. Selain berada di kolom air, bakteri juga dapat berada pada sedimen karena
sedimen
merupakan
habitat
yang
kompleks
sehingga
menguntungkan
tumbuhnya mikroorganisme. Nutrisi partikel yang melewati kolam air mengumpul
di dalam permukaan sedimen. Sebagian besar sedimen laut mengandung
sejumlah
bakteri
yang
sangat
tinggi. Jumlah
bakteri
menurun
dengan
berkurangnya jumlah nutrisi yang tersedia pada kondisi anoksida (Sidharta,
2000).
B. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
Menurut Muchtadi dan Betty (1980) dalam Rofi’I (2009) seperti halnya pada
makhluk hidup lain, pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungannya. Pengaruh lingkungan ini dapat digolongkan menjadi faktor biotik
dan faktor abiotik.
1. Faktor Biotik
Faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah pertumbuhan
spesies mikroba lain. Pertumbuhan dan aktifitas tiap spesies mikroba umumnya
tergantung pada aktifitas mikroba lain yang banyak jumlahnya, ada yang
menguntungkan, ada yang menyaingi dan ada pula yang sifatnya berlawanan.
20
Jaelani (2014) juga menyatakan bahwa faktor biotik yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba yaitu bentuk jasad, sifat jasad, terutama di dalam
kehidupannya, apakah toleran terhadap suatu perubahan yang tiba - tiba ada,
baik yang datang dari lingkungan yang bersifat hidup salah satu contohnya yaitu
hama. Kemampuan jasad untuk menyesuaikan diri dan tumbuh berkembang,
sekali waktu ditemukan kehadiran jasad yang hidup sebagai biakan murni tetapi
selalu berada di dalam asosiasi dengan jasad - jasad lainnya.
2. Faktor abiotik
Faktor abiotik merupakan faktor fisik dan kimia yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba. Di antara faktor fisik dan kimia tersebut yaitu:
a. Suhu
Suhu
merupakan
salah
satu
faktor
yang
penting
di
dalam
kehidupan. Beberapa jenis mikroba dapat hidup pada daerah suhu yang luas
sedangkan jenis lainnya pada daerah yang terbatas. Pada umumnya batas
daerah suhu bagi kehidupan mikroba terletak antara 0ºC dan 90ºC (Musdalifah,
2013).
Semua proses pertumbuhan bakteri bergantung pada reaksi kimia dimana
adanya laju reaksi yang dipengaruhi oleh suhu, keragaman suhu dapat
mengubah proses metabolisme tertentu selain morfologi dari sel bakteri (Pelczar
dan Chan, 1988).
Suhu selain mempengaruhi pertumbuhan karang juga dapat mempengaruhi
laju infeksi penyakit. Menurut Ward et.al (2007) bahwa suhu mampu
mempengaruhi dan menyebabkan stres serta tingkat virulensi penyakit karang
pada suhu 31,5 ºC.
Raymundo
(2006)
menyatakan
peningkatan
suhu
sejalan
dengan
peningkatan virulensi patogen, akibatnya penyebaran penyakit semakin cepat
meningkat akan meningkatkan tingkat virulensi patogen serta penyebaran
21
penyakit karang. Karang tidak mampu bertahan terhadap penyakit akibat
fluktuasi suhu karena patogen lebih ganas atau agresif pada suhu yang lebih
tinggi (Harvel et.al, 2007) sehingga tidak mampu bertahan hidup (Raymundo
et.al). Hal ini didukung oleh Ritchie (2006) bahwa pada musim panas, suhu
perairan akan naik dan karang
cenderung
mengeluarkan lendir
lebih
banyak. Akibatnya, bakteri akan lebih mudah menyerang karang yang berlendir
tersebut.
b. pH
Air dapat bersifat asam atau basa tergantung pada besar kecilnya pH air atau
besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Air normal yang memenuhi
syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH antara 6,5 - 7,5. Air yang
mempunyai pH lebih rendah dari pH normal akan bersifat asam (Jaelani, 2014).
Mikroba memiliki pH minimum, maksimum, dan optimum. Bakteri memerlukan
pH optimum 6,5 - 7,5 ; Khamir 4,0 - 4,5 sedangkan jamur mempunyai kisaran pH
yang luas. Mikroorganisme aquatik biasanya tumbuh baik pada pH 6,5 - 8,5. Air
laut memiliki pH 7,5 - 8,5 dan sebagian besar mikroorganisme laut tumbuh baik
pada media kultur dengan pH 7,2 - 7,6 (Hidayat et.al, 2006).
Berdasarkan pH yang ada, mikroba dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1). Asidofil, mikroba yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0.
2). Neutrofil, mikroba yang dapat tumbuh pada kisaran pH 5,5 - 8,0.
3). Alkalifil, mikroba yang tumbuh pada kisaran pH 8,4 - 9,5.
c. Salinitas
Salinitas
merupakan
salah
satu
faktor
pembatas
bagi
kehidupan
karang. Salinitas berperan penting karena mempengaruhi pertumbuhan karang
dan salinitas termasuk sebagai faktor pembatas bagi karang. Pertumbuhan
optimal pada karang yang baik pada kisaran 34 ‰ sampai 36 ‰. Namun karang
rentan pada kisaran salinitas antara 27 ‰ hingga 40 ‰. Karang juga memiliki
22
tingkat pertahanan terhadap salinitas tinggi seperti jenis dari Acropora dan
Porites yang mampu bertahan hidup sampai pada salinitas 48 ‰ (Thamrin,
2006). Karang sulit hidup di sekitar muara sungai atau daerah dengan salinitas
mendekati 0 ‰ atau pantai di daratan utama (Agussalim, 2014).
Tingkat salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan
serta pertumbuhan mikroorganisme di perairan. Sebaran salinitas di laut
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah
hujan dan aliran sungai. Salinitas permukaan air laut sangat erat kaitannya
dengan proses penguapan dimana garam-garam akan mengendap atau
terkonsentrasi (Nontji, 1987).
d. Kekeruhan
Menurunnya aktifitas fotosintesis dapat mengurangi suplai energi unuk
karang
sehingga
berpengaruh
terhadap
efektifitas
mikroorganisme
dan
kurangnya suplai energi dan ketidakseimbangan transpor energi dapat
mengakibatkan kesehatan karang menurun, daya tahan tubuh melemah
sehingga
rentan
terhadap
penyakit
(Marubini,
1996). Kekeruhan
dan
sedimentasi yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan karang. Respon
bentuk pertumbuhan karang terhadap tingkat kekeruhan berbeda-beda, apabila
karang tertutup sedimen maka karang akan mengeluarkan lendir untuk
menghapus sedimen tersebut, jenis fungia lebih banyak mengekskresi lendir
dibanding dengan Porites dan Acropora (Dinsdale, 2000). Marubini (1996)
kekeruhan tinggi dapat menyebabkan penetrasi cahaya matahari berkurang ke
dalam perairan, akibatnya aktifitas fotosintesis dari zooxanthellae menurun. Nilai
kekeruhan yang dapat mematikan karang antara 5 - 10 NTU (Babcock and
Smith, 2000).
23
e. Arus
Arus merupakan pergerakan air yang berperan penting bagi organisme laut
yang ada di dalamnya sirkulasi air atau arus air berperan pada penyediaan
oksigen dan makanan bagi zooxanthellae dan karang (Guntur, 2011).
Pergerakan air (arus) diperlukan untuk tersedianya aliran yang membawa
nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae
makanan dan oksigen serta menghindarkan karang dari pengaruh sedimentasi
menutupi pemukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang (Haapkyla
et.al., 2009).
f.
Bahan Organik Terlarut (BOT)
Kandungan bahan organik terlarut suatu perairan sangat erat kaitannya
dengan jumlah nutrien yang masuk ke perairan dan dipengaruhi oleh
keterdekatan lokasi dengan daratan utama. Sebagian besar bahan buangan
organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang berada di dalam
perairan, tetapi beberapa komponen organik seperti lignin, sellulosa,dan batu
bara tidak dapat atau sukar diurai oleh mikroorganisme. Komponen - komponen
tersebut akan menutupi daerah perairan, memperdangkal daerah perairan dan
juga dapat mengakibatkan turunnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air
(Wardoyo, 1974).
Bahan organik terlarut (BOT) mengandung karbon, nitrat, fosfat, amoniak dan
beberapa
mineral
yang
merupakan
nutrien
bagi
pertumbuhan
dan
perkembangbiakan mikroba patogen (Sidharta, 2000).
Tingginya
kadar
bahan
organik
terlarut
(BOT)
akan
meningkatkan
pertumbuhan mikroba patogen dan merugikan kesehatan karang. Sehingga
bahan organik terlarut (BOT) yang tinggi secara tidak langsung dapat
mengakibatkan dan memicu perkembangan penyakit pada karang.
24
g. Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas dalam pembentukan kehadiran
makhluk hidup di dalam air, kepekatan oksigen terlarut tergantung pada suhu,
kehadiran tanaman fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya yang bergantung
kepada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air, dan jumlah
bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang mati atau
Iimbah industri (Sastrawijaya, 1991).
Bakteri dibagi dalam 3 kelompok menurut keperluannya akan oksigen:
1). Aerob obligat, bakteri ini selalu memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya.
2). Anaerob obligat, kelompok ini dapat tumbuh bila tidak ada oksigen.
3). Fakultatif anaerob, kelompok bakteri ini dapat tumbuh dalam keadaan dengan
atau tanpa oksigen, meskipun pertumbuhannya jauh Iebih cepat jika ada
oksigen.
h. Nitrat (NOɜ)
Kandungan nitrat dalam suatu perairan dapat menjadi indikator kesuburan
perairan tersebut, kadar nitrat layak di perairan adalah 0,9-3,5 ppm. Dalam
keadaan cukup oksigen terlarut (aerob), nitrogen dapat diikat oleh organisme
renik (bakteri) yang kemudian diubah menjadi nitrat. Jika terdapat nitrat dengan
konsentrasi cukup tinggi dalam sebuah perairan, diduga terdapat organisme
renik yang melakukan aktifitas mengikat nitrogen dan mengubahnya menjadi
nitrat dan perairan tersebut semakin subur (Jaelani, 2014).
Kelebihan
nutrien
terutama
nitrogen
dan
senyawa
karbon
dapat
mempercepat pertumbuhan penyakit pada koloni koral. Endapan bahan organik
dapat
menutupi
jaringan
karang
(polip)
dan
memberikan
nutrisi
bagi
mikroorganisme penyebab penyakit pada karang (Jaelani, 2014).
25
i.
Fosfat (PO4)
Fosfat sangat diperlukan oleh mikroorganisme yakni Cyanobacteri dalam
proses metabolisme sel dan penyusunan ikatan firrofosfat untuk fotosintesis serta
metabolisme asam amino, fosfat yang terdapat di kolom air digunakan oleh
fitoplankton,
ganggang,
tumbuhan
air, bakteri
untuk
metabolisme
tubuhnya. Melalui proses dekomposisi organisme mati (zat organik) oleh bakteri
fosfor kembali dilepaskan ke lingkungan perairan (Koesbiono, 1981).
Fosfat yang terdapat dalam air laut berasal dari hasil dekomposisi organisme,
run-off dari daratan (erosi tanah), hancuran dari bahan-bahan organik dan
mineral fosfat serta masukan Iimbah domestik yang mengandung fosfat. Selain
itu, fosfor merupakan unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi
bakteri serta dapat mendorong kemampuan bakteri untuk membentuk vitamin
yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan (Brockman et.al, 1989).
j. Amoniak (NH3)
Amoniak di perairan yang terukur berupa amoniak total (NH4+ dan NH3)
(Effendi, 2003). Pada pH rendah sebagian besar amoniak akan terionisasi,
sementara semakin tinggi pH menyebabkan amonia semakin meningkat, karena
senyawa amonium yang terbentuk tidak terionisasi dan akan bersifat toksik
(Widayat et.al, 2010). Toksisitas air akan meningkat jika terjadi penurunan kadar
oksigen terlarut, pH, dan suhu (Febriwahyudi et.al, 2012).
Umumnya amoniak akan mengalami perombakan menjadi nitrit dan nitrat
yang disebut dengan proses nitrifikasi, (Sidik, 2002; Effendi, 2003; Widayat et.al,
2010). Proses nitrifikasi digolongkan dalam dua tahap (Effendi, 2003;
Djokosetiyanto et.al, 2006; Widayat et.al, 2010). Tahap pertama nitrifikasi yakni
oksidasi amoniak menjadi nitrit dibantu oleh bakteri Nitrosomonas.
26
k. Nitrit (NO2)
Nitrit (NO2) merupakan bentuk nitrogen yang relatif tidak stabil dan mudah
teroksidasi, dan biasanya merupakan indikator tingkat polusi. Walaupun dalam
konsentrasi rendah, nitrit bersifat toksik bagi organisme. Nitrit merupakan produk
awal dari proses nitrififikasi dimana ion amonium dioksidasi oleh bakteri
Nitrosomonas menjadi nitrit. Toksisitas nitrit dapat dikurangi dan dihambat
dengan adanya ion klorida. Jika konsentrasi ion klorida dalam air besarnya 6 kali
dari konsentrasi nitrit, maka nitrit tidak akan ditransportasikan sehingga toksisitas
nitrit dapat dicegah. Oleh karena itu nitrit akan lebih toksik pada salinitas
rendah. Toksisitas nitrit dipengaruhi oleh spesies, ukuran, serta salinitas
(Yuniasari, 2009).
l. Sulfat (SO4)
Sulfat merupakan unsur yang dibutuhkan oleh organisme autotrof dan bakteri
heterotrof serta jamur sebagai sumber nutrisi untuk memenuhi kebutuhan unsur
belerang. Melalui proses reduksi dari sulfat (asimilasi sulfat) akan dihasilkan
H2S. Dalam kondisi anaerob, sulfat akan dimanfaatkan oleh bakteri desulfurikan
(bakteri heterotrof) dalam proses respirasi. Konsentrasi sulfat yang tinggi dalam
air (>250 mg/L) mempunyai efek patogen terhadap manusia, terutama gangguan
dalam proses pencernaan (Manik, 2010).
m. Dissolved Organic Carbon (COD)
Banyaknya limbah organik yang berada di perairan dapat mempengaruhi
ekosistem perairan tersebut. Terganggunya suatu ekosistem perairan dapat
diketahui dari tingkat kesuburan yang semakin rendah. Salah satu indikator
kesuburan perairan adalah oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut semakin
menurun seiring dengan semakin meningkatnya limbah organik di perairan
tersebut. Hal ini disebabkan oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
27
menguraikan zat organik menjadi zat anorganik semakin banyak (Simanjuntak,
2007).
Kandungan bahan organik
suatu perairan sangat erat kaitannya dengan
jumlah nutrien yang masuk ke perairan dan dipengaruhi oleh keterdekatan lokasi
dengan daratan utama. Sebagian besar bahan dibuangan organik yang
dapat diuraikan oleh mikroorganisme
yang berada di dalam perairan, tetapi
beberapa komponen organik seperti lignin, selulosa, dan batu bara tidak dapat
atau sukar diurai oleh mikroorganisme. Komponen - komponen tersebut akan
menutupi
daerah perairan, memperdangkal daerah perairan dan juga dapat
mengakibatkan turunnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air (Wardoyo, 1974).
Bahan
beberapa
organik
mineral
mengandung
yang
karbon,
merupakan
nitrat,
nutrien
fosfat,
amoniak
bagi
dan
pertumbuhan
dan perkembangbiakan mikroba, sehingga bahan organik yang tinggi secara
tidak langsung dapat mengakibatkan dan memicu perkembangan penyakit
pada karang (Sidharta, 2000). Adapun menurut Koesbiono (1981) menyatakan
bahwa kadar bahan organik dalam air laut biasanya rendah dan tidak melebihi 3
mg/I. Selanjutnya dikatakan bahwa bahan organik bukan hanya sebagai
sumber energi, tetapi juga sebagai sumber bahan organik esensial bagi
organisme perairan. Tingginya
kadar
bahan organik
akan
meningkatkan
pertumbuhan mikroba patogen dan merugikan kesehatan karang (Kline et.al,
2006).
Brown et.al (1986), menyatakan bahwa bahan organik di laut yang berukuran
antara 5-10 ppm, dapat dibagi lagi menurut ukurannya. Partikel terkecil
terdiri
dari
bakteri,
seluler,
material
detritus,
rangka
diatom,
partikel
anorganik dan yang terutama mineral lempung dan Fe (OH)ɜ bahan organik
terlarut lebih kecil dari 5 ppm umumnya terdiri dari bakteri-bakteri yang hidup
28
bebas dan mendapatkan makanan dari pecahan-pecahan kecil detritus yang
terlarut dalam campuran organik.
C. Bakteri Asosiasi Karang
Asosiasi merupakan suatu kehidupan bersama antar individu dalam suatu
ikatan seperti asosiasi antara bakteri dengan karang, karena bakteri dapat
memberikan kontribusi untuk pertahanan inangnya (Abubakar, 2011).
Beberapa jenis bakteri berasosiasi dengan karang terutama terdapat pada
permukaan
(lendir),
gastrodermis
dan
skeleton. Kalimutho
et.al
(2007)
menemukan 26 jenis bakteri yaitu Pantoea dispersa, Pseudomonas sp.,
Enterobacter agglomerans, Cadacea darisae, Serratia plymuthica, Citrobacter
youngae, Erwinia herbicola, Vibrio sp., Klebsielle pneumonia, Aeromonas caviae,
Alteromonas
putrefaciens,
Serratia
sp., Alteromonas
sp.,
Moraxella
sp., Photobacterium sp., Yersinia bercovieri, Vibrio metschnikovii, Acinetobacter
sp., Yersinia entrocolitica, Brucella sp., Micrococcus sp., Micrococcus varians,
Micrococcus roseus, Actinomyces sp. dan Flavobacterium sp. yang berasosiasi
dengan Acropora cervicornis di pulau Bidong Terengganu, Malaysia. Massinai
(2012) menemukan bakteri asosiasi karang keras sehat dan sakit di kepulauan
Spermonde Makassar. Bakteri yang berasal dari karang sehat
ditemukan
Cromobacterium sp. dan Flavobacterium sp. sedangkan dari karang terinfeksi
penyakit ditemukan Cromobacterium sp. dan Pseudomonas sp.
Boyett (2006) juga melaporkan ada 9 jenis siliata yang berasosiasi pada
karang Acropora yaitu Parauronema longum, Schizocaryum dogieli, Cohnilembus
verminua, Anophyroides haemophila, Miamiensis avidus, Pseudocohnilembus
marinus, Metanophrys similis, Paranophrys magna dan Urenema marinum.
29
D. Penyakit Pada Karang
Penyakit karang didefinisikan sebagai semua perusakan dari suatu sistem
atau fungsi penting dari organisme. Faktor pemicu terjadinya penyakit pada
karang yaitu parameter faktor lingkungan yaitu perubahan suhu yang drastis,
bahan cemar, nutrien yang tinggi, predasi, dan sebagainya. Penyakit karang
disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, protozoa, alga renik,
dan cacing ukuran mikro. Viehman (2000) menemukan penyakit Black Band
Disease (BBD) pada jenis karang Faviidae di perairan Karibia, selanjutnya
penyakit White Syndrome (WS) ditemukan oleh Haapkyla et.al (2009) di perairan
Wakatobi. Massinai (2012) menemukan laju infeksi penyakit Brown Band (BrB)
pada karang Acropora bercabang di pulau Barranglompo Makassar.
Penyakit Brown Band (BrB) pertama kali ditemukan oleh Borneman (2001)
lalu dideskripsikan oleh Willis (2004) pada survei di bagian Utara dan Selatan
Great Barrier Reef. Australia. Selanjutnya ditemukan oleh Bourne et.al (2008)
dan Massinai (2012). Hasil pengamatan makroskopik karang yang terinfeksi
penyakit Brown Band (BrB) terdapat daerah coklat berupa pita (band) dengan
ukuran lebar pita tersebut bervariasi yang terdapat antara jaringan sehat dan
skeleton yang putih.
Gambar 2. Brown Band Disease (BrB) (sumber : Massinai, 2012)
30
E. Identifikasi Bakteri
Identifikasi bakteri dilakukan berdasarkan uji biokimia (Cappucino dan
Sherman 1987). Uji biokimia bakteri merupakan cara atau perlakuan yang
dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendeterminasi suatu biakan murni bakteri
hasil isolasi. Jenis-jenis uji biokimia sebagai berikut :
a. Uji oksidasi
Uji oksidasi berfungsi untuk menentukan adanya sitokrom oksidasi yang
dapat ditemukan pada mikroorganisme tertentu. Mikroorganisme aerobik dan
anaerobik fakultatif memiliki enzim sitokrom oksidasi dan oksigen sebagai
akseptor elektron.
b. Uji Katalase
Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktifitas katalase pada bakteri yang
diuji. Kebanyakan bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat memecah
H2O2 menjadi H2O dan O2.
c. Uji Oksidasi Fermentasi
Uji Oksidasi Fermentasi bertujuan untuk mengatahui apakah suatu bakteri
mampu melakukan fermentasi dan oksidasi, yang ditandai dengan munculnya
warna kuning pada medium oksidasi fermentasi.
d. Uji Motilitas
Uji motilitas bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak ada pergerakan
bakteri. Uji ini menggunakan medium Sulfit Indol Motility (SIM). Motilitas bakteri
terlihat ketika adanya pertumbuhan pada medium yaang tidak terbatas pada stab
line inokulasi, sedangkan pertumbuhan bakteri nonmotil terbatas pada garis
inokulasi. Pergerakan bakteri ini terlihat dengan adanya pemisahan agar yang
ditandai dengan adanya warna hitam.
31
e. Uji Indol
Uji indol bertujuan untuk menentukan kemampuan bakteri dalam memecah
asam amino triptofan dan untuk menentukan mikroorganisme yang mampu
mengoksidasi glukosa dengan menghasilkan asam berkonsentrasi tinggi.
f.
Uji Ornitin
Uji ornitin bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam mengurai
ornitin (asam amino) menjadi amine. Hasil positif jika media berwarna ungu dan
hasil negatif jika warna berubah menjadi kuning atau kekuningan.
g. Uji Methyl Red (MR)
Uji Methyl Red (MR) bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu bakteri
untuk menghasilkan asam-asam campuran, sehingga dapat mngubah indikator
metil merah menjadi merah.
h. Uji Poges vosquer (PV)
Uji Poges vosquer (PV) bertujuan untuk mengetahui apakah suatu bakteri
mampu menghasilkan aceton atau tidak. Namun, keberadaan aceton tidak dapat
diidentifikasi, yang dapat diidentifikasi hanyalah keberadaan 2,3 butanadiol.
i.
Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA) bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri
yang berasal dari kelas enterobacteriaceae. Uji ini biasa juga digunakan untuk
membedakan Gram negatif antara yang mampu mengkatabolisme glukosa,
laktosa, sukrosa, dan mampu membebaskan asam sulfat.
j.
Uji Kligler Iron Agar (KIA)
Media Kligler Iron Agar (KIA) merupakan media diferensial untuk bakteri
Gram negatif. Kemampuan bakteri mengubah dekstros dan laktosa serta
kemampuan memproduksi hidrogen sulfida adalah merupakan dasar untuk
32
mengetahui jenis bakteri tertentu dari pertumbuhannya dalam media ini
(Suyati, 2010).
k. Uji Urea
Uji urea bertujuan untuk mengetahui bakteri yang memiliki enzim urease.
Bakteri tertentu dapat menghidrolisis urea dan membentuk amonia dengan
menimbulkan warna merah karena indikator phenol red. Terbentuknya amonia
menyebabkan nilai pH menjadi alkali sehingga jika uji urea terjadi warna merah
muda pada media berarti tes positif (Suyati, 2010).
l.
Uji Lysine Iron Agar (LIA)
Lysine Iron Agar (LIA) mengandung glukosa, asam amino lisin, dan brom
kresol ungu sebagai pH indikator, serta natrium tiosulfat. Lysine Iron Agar (LIA)
dapat digunakan untuk identifikasi mikroba penghasil enzim yang mampu
mendekarboksilasi asam amino lisin dan memproduksi gas H₂S (Haryani, 2012).
m. Uji Arginin
Arginin termasuk asam amino non esensial kelompok dua atau kadang
disebut sebagai asam amino semiesensial dengan rumus kimia C₆H₁₄O₂N₄.
Disamping berfungsi dalam sintesis protein dan perantara siklus urea, arginin
merupakan substrat pembentukan NO dan sintesis fosfokreatin, juga sebagai
prekusor glutamate, prolin, dan putresin melalui pembentukan ornitin. Arginin
merupakan salah satu komponen penting dalam regulasi fungsi magrofag
sebagai antibakteri dan antitumor. Arginin merupakan sumber NO yang
mempunyai aktifitas antimikroba, karena bersifat toksik terhadap bakteri
(Sukmanintyas, 2003).
n. Uji Simmon Citrate Agar (SCA)
Uji Simmon Citrate Agar (SCA) digunakan untuk melihat kemampuan
mikroorganisme menggunakan sitrat sebagai satu satunya sumber karbon dan
33
energi. Simmon Citrate Agar (SCA) merupakan medium sintetik dengan Na sitrat
sebagai satu satunya sumber karbon, NH₄+ sebagai sumber N dan bromthymol
blue sebagai indikator pH, sedangkan medium sitrat tidak mengandung
indikator. Bila mikroorganisme mampu menggunakan sitrat, maka asam akan
dihilangkan dari medium biakan, sehingga meenyebabkan peningkatan pH dan
mengubah warna medium dari hijau menjadi biru. Perubahan warna dari hijau
menjadi biru menunjukkan bahwa, mikroorganisme mampu menggunakan sitrat
sebagai
satu
satunya
sumber
karbon, sedangkan
pada
medium
sitrat
kemampuan menggunakan sitrat ditunjukkan oleh kekeruhan yang menandakan
adanya pertumbuhan (Randa, 2012).
o. Uji Glukosa
Uji glukosa bertujuan untuk mendeterminasi kemampuan bakteri dalam
mendegradasi gula dan menghasilkan asam organik yang berasal dari tiap-tiap
jenis gula yaitu sukrosa, maltosa, arabinosa, manitol dan inositol (Kasmiyati
dkk, 2009).
p. Uji Nitrat
Uji reduksi nitrat ditandai dengan terbentuknya warna merah atau merah
muda setelah menambahkan reagen uji yang menunjukkan nitrat telah tereduksi
menjadi nitrit.
q. Uji Gelatin
Uji gelatin dimana protein diperoleh dari hidrolisis kalogen. Gelatin akan
terurai oleh mikrobia yang mensintesis enzim proteolisis. Larutan gelatin bersifat
cair pada suhu ruang atau suhu kamar dan padat apabila berada di dalam
refrigerator, apabila gelatin sudah dihidrolisis oleh mikroba maka akan tetap
bersifat cair (Hadioetomo, 1993).
34
r.
Uji Malonate
Uji ini dilakukan untuk melihat perubahan malonate. Jika terjadi perubahan
warna dari hijau ke biru, maka uji malonate positif, sedangkan apabila tidak
terjadi perubahan warna maka uji malonate negatif.
s. Uji Sukrosa, D-Xylose, Laktose, Maltosa, Rhamnosa, Trehalose, D-Mannitol,
L-Arabinose, Dextrose, Dulcitol, Tryptose, DL-Phenylanine, Sorbitol, Inositol,
Inulin, Esculin dan Raffinose
Uji gula-gula ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri melakukan
fermentasi karbohidrat.
35
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei - Oktober 2014. Pengambilan sampel
karang dilakukan di perairan pulau Barranglompo dengan titik koordinat
05º03’14”
BT
dan
119º19’32
LS”
(Gambar
3). Isolasi
bakteri, inokulasi, perhitungan koloni dan pemurnian bakteri dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan. Identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium Balai Karantina
Ikan Makassar.
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perahu digunakan sebagai
kendaraan menuju lokasi pengambilan sampel , Global Positioning System
(GPS) digunakan untuk menentukan titik koordinat pengambilan sampel,
kompas digunakan untuk menentukan arah pengambilan sampel , alat dasar
selam digunakan sebagai alat bantu menyelam untuk pengambilan sampel, alat
36
tulis menulis digunakan untuk mencatat sampel yang diambil , kamera bawah air
digunakan sebagai dokumentasi, botol sampel digunakan untuk mengambil
sampel air laut,
cool box
digunakan untuk menyimpan sampel yang telah
diambil, tabung reaksi untuk wadah mereaksikan dua atau lebih larutan/ bahan
kimia, otoklaf untuk sterilisasi alat yang akan digunakan, oven untuk sterilisasi
kering, hot plate with magnetic stirrer untuk menghomogenkan larutan dengan
pengadukan, timbangan analitik untuk mengukur berat sampel dan mengetahui
seberapa
banyak
medium
yang
akan
digunakan,
erlenmayer
untuk
penampungan larutan, spatula untuk mengambil larutan, gelas kimia untuk
menyimpan larutan, mikropipet untuk memindahkan cairan yang bervolume
cukup kecil, gelas ukur untuk mengukur larutan yang akan digunakan, scalpel
steril untuk memotong sampel karang , waterbath sebagai pemanas larutan,
syringe untuk mengambil larutan dengan volume tertentu, vortex untuk
menghomogenkan larutan, kertas saring untuk menyaring sampel air, bunsen
untuk memijarkan alat yang akan digunakan, cawan petri untuk menumbuhkan
bakteri isolat, laminar air flow untuk pengerjaan bakteri secara aseptik, inkubator
sebagai tempat menyimpan bakteri yang telah ditumbuhkan, ose untuk
mengambil isolat bakteri, mortar dan pestle untuk menghancurkan sampel
karang, gloves dan masker sebagai pelindung agar terhindar dari kontaminasi.
Bahan yang digunakan pada saat penelitian adalah Medium Zobell 2216
Marine Agar (MA) berfungsi sebagai medium yang dapat ditumbuhi semua jenis
bakteri yang hidup di lingkungan perairan, Thiosulfate Citrate Bile salts Sucrose
Agar (TCBSA) berfungsi sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri Vibrio sp.,
Bismut Sulfite Agar (BSA) berfungsi sebagai medium untuk bakteri Salmonella
sp., Eosin Methylin Blue Agar (EMBA) berfungsi sebagai medium untuk
menumbuhkan bakteri E. coli., alkohol 70% , akuades, parafilm, tissue, kapas,
almunium foil, deterjen, kertas saring, kertas serap, air laut steril dan formalin.
37
C. Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Sampel Karang
Sampel karang Acropora muricata yang terinfeksi Penyakit Brown Band (BrB)
diambil dengan menggunakan alat scuba diving pada kedalaman 3 - 5 M.
Kemudian sampel karang Acropora muricata dipotong dengan ukuran ± 2 cm
menggunakan scalpel. Penyakit Brown Band (BrB) yang ditemukan di perairan
pulau Barranglompo disebabkan oleh adanya band coklat yang melingkar pada
percabangan Acropora. Lingkaran tersebut tumbuh dengan skeleton dan polip
yang masih hidup. Antara polip yang sudah mati dengan jaringan sehat terdapat
jaringan berwarna putih. Kemudian sampel yang telah dipotong dimasukkan ke
dalam botol steril yang berisi air laut steril 50 ml + gliserol 50 %, selanjutnya
disimpan dalam cool box yang telah diisi es kristal untuk selanjutnya dianalisis di
laboratorium Mikrobiologi Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP Unhas.
2. Pengambilan Data Kualitas Air
Data kualitas air diambil dengan cara sampel air
laut diambil dengan
menggunakan botol sampel. Sampel yang telah diambil pada lokasi pengamatan
dijadikan sampel untuk pengukuran salinitas, pH, suhu, kekeruhan, amoniak
(NH3), nitrat (NO3), nitrit (NO2), sulfat (SO4), dan bahan organik karbon.
3. Isolasi Bakteri
Bakteri diisolasi dengan cara
sampel dari karang bercabang diambil
sebanyak 100 gr kemudian ditimbang 3 gr. Selanjutnya dihancurkan dengan
menggunakan mortar dan pestle.
a. Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan dengan cara dicuci dan ditiriskan hingga kering,
kemudian untuk bahan gelas dibungkus dengan kertas dan disterilkan dengan
sterilisasi kering menggunakan oven pada suhu 180oC selama 2 jam. Untuk alat
38
yang tidak tahan panas dan medium disterilkan dengan sterilisasi basah
menggunakan otoklaf pada suhu 121oC, tekanan 2 atm selama 15 menit.
b. Pengenceran
Isolat dari karang bercabang yang telah dihancurkan menggunakan mortar
dan pestle diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml air laut steril, kemudian
dilakukan pengenceran hingga 10-3, dilakukan dengan cara larutan stok diambil
sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung berisi air laut steril lalu dikocok
menggunakan vortex. Kemudian sampel dipipet sebanyak 1 ml dari tabung
pengenceran 10-1 dimasukkan ke dalam tabung pengenceran 10-2, lalu dikocok
menggunakan vortex. Selanjutnya sampel dipipet sebanyak 1 ml dari tabung
pengenceran 10-2, lalu dimasukkan ke dalam tabung pengenceran 10-3, dikocok
menggunakan vortex (Gambar 4).
Gambar 4. Pengenceran
c. Pembuatan Medium
(1). Marine Agar (MA)
Komposisi medium marine agar (MA) sebagai berikut : 5,0 g pepton, 1,0 g
yeast extract, 0,1 g ferric citrate, 19,45 g sodium chloride, 8,8 g MgCl, 3,24 g
sodium sulfate, 1,88 g calcium chloride, 0,55 pottasium chloride, 0,16 g sodium
39
bicarbonate, 15,0 g agar, 34,0 mg stronsium chloride, 22,0 mg boric acid, 4,0 mg
sodium sillicate, 2,4 mg sodium flouride, 1,6 mg ammonium nitrat, dan 8 mg
disodium phosphate, aquadest 1000 ml serta pH media diatur 7,4±0,2. Cara
membuat marine agar adalah medium ditimbang sebanyak 110,2 g dimasukkan
ke dalam beaker glass kemudian dicampur dengan akuades steril sebanyak
1000 ml lalu dipanaskan diatas hot plate with magnetic stirrer. Setelah mendidih
dan larutan menjadi jernih, medium disterilkan di dalam otoklaf tekanan 2 atm
pada suhu 121oC selama 15 menit. Media kemudian dituang ke dalam cawan
petri untuk digunakan.
(2). Thiosulfate Citrate Bile salts Sucrosa Agar (TCBSA)
Komposisi medium Thiosulfate Citrate Bile salts Sucrosa Agar (TCBSA)
sebagai berikut : Pepton from casein 5,0 g,
Pepton from meat5,0 g, Yeast
extract 5,0 g, Sodium citrate 10 g, Sodium thiosulfate 10 g, Ox bile 5,0 g, Sodium
cholate 3,0 g, Sucrose 20 g, Sodium chloride 10 g, Iron citrate 1,0 g, Thymol blue
0,04 g, Bromothymol blue 0,04 g, Agar-agar 14 g. Cara membuat Thiosulfate
Citrate Bile salts Sucrosa Agar (TCBSA) adalah medium ditimbang sebanyak 89
g dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian dicampur dengan akuades steril
sebanyak 100 ml air laut steril lalu dipanaskan di atas hot plate with magnetic
stirrer. Setelah mendidih dan larutan menjadi jernih, medium disterilkan di dalam
otoklaf dengan tekanan 2 atm pada suhu 121oC selama 15 menit. Media
kemudian dituang ke dalam cawan petri untuk digunakan.
(3). Bismut Sulfite Agar (BSA)
Komposisi medium Bismut Sulfite Agar (BSA) sebagai berikut : Intisari
enzimatik dari kasein 5 g, Enzimatik Intisari dari Jaringan Hewan 5 g, Ekstrak
daging sapi 5 g, Dekstrosa 5 g , Dinatrium Fosfat 4 g, Ferrous Sulfate 0,3 g,
Bismuth sulfit Indikator 8 g, Brilliant Green
0,025 g, Agar 20 g. Cara membuat
Bismut Sulfite Agar (BSA) adalah medium ditimbang sebanyak 52 g dimasukkan
40
ke dalam beaker glass kemudian dicampur dengan akuades steril sebanyak 100
ml air laut steril lalu dipanaskan di atas hot plate with magnetic stirrer. Setelah
mendidih dan larutan menjadi jernih, medium disterilkan di dalam otoklaf dengan
tekanan 2 atm pada suhu 121oC selama 15 menit. Media kemudian dituang ke
dalam cawan petri untuk digunakan.
(4). Eosin Methylin Blue Agar (EMBA)
Komposisi medium Eosin Methylin Blue Agar (EMBA) sebagai berikut :
Pepton 10,0 g, Lactose 10,0 g, Dipotasium Hidrogen phosphate 2,0 g, Eosin 0,4
g, Methylene blue 0,065 g, Agar 15,0 g. Cara membuat medium Eosin Methylin
Blue Agar (EMBA) adalah medium ditimbang sebanyak 37, 4 gr dimasukkan ke
dalam beaker glass kemudian dicampur dengan akuades steril sebanyak 100 ml
air laut steril lalu dipanaskan di atas hot plate with magnetic stirrer. Setelah
mendidih dan larutan menjadi jernih, medium disterilkan di dalam otoklaf dengan
tekanan 2 atm pada suhu 121oC selama 15 menit. Media kemudian dituang ke
dalam cawan petri untuk digunakan.
d. Inokulasi
Sampel diambil masing-masing sebanyak 1 ml yang diinokulasikan ke dalam
masing-masing cawan petri yang berisi 15 sampai 20 ml medium Marine Agar
(MA), Eosin Methylin Blue Agar (EMBA), Thiosulfate Citrate Bile salts Sucrosa
Agar (TCBSA), dan Bismut Sulfit Agar (BSA). Cawan yang telah berisi inokulum
dihomogenkan dengan gerakan yang berlawanan dengan arah jarum jam.
Kemudian diinkubasi suhu 30oC selama 24 jam.
e. Perhitungan Koloni
Jumlah koloni bakteri dilakukan dengan cara dihitung dengan metode
hitungan cawan dengan berdasarkan karakteristik, morfologi koloni, elevasi, dan
warna. Hasil yang paling baik adalah antara 30-300 koloni per cawan.
41
f.
Pemurnian Bakteri
Koloni isolat bakteri diambil dengan menggunakan ose kemudian digores
pada medium marine agar (MA) dengan cara zig-zag, lalu diinkubasi pada suhu
30oC selama 24 jam.
g. Identifikasi Bakteri berdasarkan Uji Biokimia
Identifikasi bakteri berdasarkan metode identifikasi yang dikemukakan
Cappucino dan Sherman (1987). Beberapa uji biokimia yang dilakukan untuk
mengetahui genus bakteri adalah sebagai berikut :
1). Uji Oksidasi
Koloni bakteri yang berumur 24 jam digores pada kertas saring steril yang
telah ditetesi dengan larutan tetramethylparaphenylenediamine dihydrochloride 1
%. Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna bakteri pada
kertas saring yang menjadi warna ungu gelap setelah 10 hingga 15 detik.
2). Uji katalase
Uji katalase dilakukan dengan cara teteskan larutan H₂O₂ 3 % pada kaca
obyek, bakteri diambil dengan menggunakan ose dan dicampur pada
larutan. Terbentuknya gelembung udara mengindifikasi reaksi katalase positif.
3). Uji Oksidasi dan Fermentasi
Bakteri uji ditumbuhkan pada media oksidasi dan fermentasi dengan pH 7,1
dalam tabung reaksi. Bakteri uji diinokulasikan dengan cara menusukkannya
sedalam 0,5 cm, kemudian ditutup dengan vaselin steril pada salah satu tabung.
Bakteri bersifat oksidasi apabila terjadi perubahan warna menjadi kuning pada
media uji tanpa vaselin, tetapi tidak mengalami perubahan warna pada media
yang diberi vaselin.
42
4). Uji motilitas
Uji motilitas diambil dengan aseptik menggunakan jarum inokulum, kemudian
diinokulasikan secara vertikal pada media Sulfit Indol Motility (SIM) dan
diinkubasi selama 24 jam. Motilitas bakteri ditunjukkan dengan adanya
pertumbuhan pada permukaan medium dan tidak ada bekas pada tusukan.
5). Uji Methyl Red (MR)
Uji Methyl Red (MR) dilakukan dengan menambahkan methyl red yang
menghasilkan asam campuran (metilen glikon) dari proses fermentasi glukosa
yang terkandung dalam medium Methyl Red – Voges Proskueur (MR-VP).
Terbentuknya asam campuran pada media akan menurunkan pH sampai 5,0
atau kurang, oleh karena itu bila indikator metil ditambahkan pada biakan
tersebut dengan pH serendah itu maka indikator tersebut menjadi merah. Hal ini
menandakan bahwa bakteri ini peragi asam campuran.
6). Uji Voges-Proskueur (VP)
Uji Voges-Proskueur (VP) dilakukan dengan cara ditambahkan 40% KOH
dan 5% larutan alfa naftol pada saat pengamatan. Hal ini dapat menentukan
adanya aceton (asetil metil karbinol), suatu senyawa pemula dalam sintesis 2,3
butanadiol. Dengan adanya penambahan KOH 40 %, keberadaan aceton
ditunjukkan dengan perubahan warna medium menjadi merah, dan perubahan
ini makin jelas dengan penambahan alfa naftol beberapa tetes.
7). Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dilakukan dengan cara bakteri
diinokulasikan ke dalam medium Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dengan cara
menusukkan pada bagian tegak dan goresan pada bagian kering. Setelah
diinkubasi selama 14 - 15 jam, diamati perubahan yang terjadi.
43
8). Uji Indol
Isolat bakteri diinokulasikan ke dalam medium nutrien gelatin pada tabung
reaksi secara aseptik, diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 - 48 jam. Setelah
diinkubasi ditetesi dengan 10 tetes reagen Kovac’s dan uji akan bernilai positif
merupakan indikasi bahwa bakteri mampu memecah asam amoni tryptopan
dengan pembentukan warna merah pada permukaan medium.
9). Uji Kigler Iron Agar (KIA)
Biakan bakteri diambil dengan menggunakan ose kemudian diinokulasi ke
dalam media Kigler Iron Agar (KIA) dengan cara garis lurus ditarik pada media
dan ditusuk ke dalam dasar media dan dibuat goresan berbentuk zig-zag di
atas permukaan media. Selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37ºC.
10).Uji Simmon Citrate Agar (SCA)
Koloni bakteri diambil dengan ose dan diinokulasi pada media Simmon
Citrate Agar (SCA), selanjutnya diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
Terjadi warna biru pada medium berarti tes positif dari warna dasar media
yaitu hijau.
11). Uji Malonate
Pertumbuhan bakteri diambil sedikit dengan ose steril, kemudian
diinokulasi pada malonate broth. Inkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
Terjadinya warna biru pada medium berarti tes positif dari warna dasar media
yaitu hijau.
12). Uji Lysine Iron Agar (LIA)
Pertumbuhan bakteri diambil sedikit dengan ose steril, kemudian
dimasukkan ke dalam dasar tabung agar dan dioleskan ke seluruh
permukaannya kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
44
Terjadinya warna ungu pada seluruh bagian perbenihan berarti tes positif.
Jika tidak ada perubahan warna atau dasarnya berwarna kuning maka tes
dinyatakan negatif.
13). Uji Fermentasi Karbohidrat (glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa dan
manitol)
Koloni bakteri diambil sedikit dengan ose steril dan diinokulasi pada
perbenihan karbohidrat. Inkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Terjadinya
warna kuning pada medium berarti tes positif dari warna dasar media yaitu
merah.
14). Uji Urea
Uji hidrolisis urea dilakukan untuk melihat bakteri mampu menghasilkan
enzim urease. Dilakukan dengan cara digoreskan 1 ose biakan pada
permukaan Urea agar miring, lalu diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 24 jam.
Timbulnya warna merah muda berarti reaksi positif dan negatif warna tidak
berubah.
15). Uji Gelatin
Uji gelatin dilakukan dengan cara sampel bakteri diambil dengan
menggunakan ose dan dimasukkan ke dalam nutrien gelatin yang ada didalam
tabung, kemudian tabung ditutup rapat dan diinkubasi selama 1x24 jam pada
suhu 37ºC selanjutnya disimpan pada inkubator suhu 4 ºC selama 30 menit.
Terlebih dahulu disimpan dalam kulkas pendingin selama beberapa menit, jika
gelatin tetap cair menunjukkan hasil positif pada uji gelatin.
16). Uji Nitrat
Pada tabung reaski ditambahkan 1 ml asam sulfanilat dan 1 ml laruan alpha
naftilamin, dikocok sampai merata, kemudian amati terbentuknya warna merah
sebagai tanda terjadinya reduksi nitrat menjadi nitrit.
45
17). Uji Arginin
Sampel bakteri diambil menggunakan ose dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, jika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda
berarti uji arginin positif, sedangkan apabila tidak terjadi perubahan warna
maka uji arginin negatif.
18). Uji Ornitin
Sampel bakteri diambil menggunakan ose kemudian dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan apabila terjadi perubahan warna menjadi ungu maka ornitin
positif.
Tabel 1. Perubahan Warna Pada Uji Biokimia
Reaksi
Nama uji
Positif
(+)
Uji Oksidasi
Uji Katalase
Uji Oksidasi Fermentasi
Uji Motilitas
Uji Methyl Red (MR)
Uji Voges Posquer (VP)
Uji Triple Sugar Iron Agar
(TSIA)
Uji Indol
Uji Ornitin
Ujin kigler Iron Agar
(KIA)
Uji Lysine Iron Agar (LIA)
Uji Simmon Citrate Agar
(SCA)
Uji Urea
Uji Arginin
Uji Malonate
Uji Glukosa
Uji Sukrosa
Uji Gelatin
Ungu gelap
Bening seperti gelembung udara
Kuning dan Hijau
Menyebar
Merah
Pink kemerahan
Kuning dan merah
Uji Nitrat
Merah
Uji D-Xylosa
Uji Laktosa
Uji Matosa
Uji Rhaminose
Uji Trehalose
Uji Mannitol
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Pembentukan cincin merah
Ungu
Merah
Negatif
(-)
Kuning
Kuning
Kuning
Biru
Merah atau Merah Muda
Merah atau Merah Muda
Biru
Kuning
Kuning
Mencair
Membeku
Tidak ada
perubahan warna
46
Tabel 1. Lanjutan
Reaksi
Nama uji
Uji Arabonose
Uji Dextrose
Uji Dulcitol
Uji Tryptose
Uji Phenylalanine
Uji sorbitol
Uji Inositol
Uji Raffinose
Positif
(+)
Negatif
(-)
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
D. Analisis Data
Data hasil identifikasi bakteri asosiasi karang yang terinfeksi penyakit Brown
Band (BrB) di perairan pulau Barranglompo dianalisis secara deskriptif yang
disusun dalam tabel dan gambar.
47
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur pada saat di lapangan adalah salinitas, pH,
dan suhu, sementara yang diukur di laboratorium adalah kekeruhan, amoniak
(NH3), nitrat (NO3), nitrit (NO2), sulfat (SO4), dan bahan organik karbon. Data
parameter kualitas air pada titik sampling di perairan pulau Barranglompo dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter kualitas air
No
Parameter
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Satuan
Salinitas
pH
Suhu
Kekeruhan
Amoniak (NH3)
Nitrat (NO3)
Nitrit (NO2)
Sulfat (SO4)
Bahan Organik Karbon
Ppt
ºC
NTU
Ppm
Ppm
Ppm
Ppm
%
1
30.00
7.34
28.00
17.00
0.01
0.07
0.02
623.30
0.19
Ulangan
2
30.00
7.47
27.00
19.00
0.02
0.00
0.03
638.13
0.19
3
30.00
7.46
27.00
18.00
0.01
0.00
0.03
683.84
0.18
RataRata
30.00
7.42
27.00
18.00
0.01
0.02
0.03
648.18
0.18
Parameter kualitas air merupakan salah satu parameter yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan bakteri. Tabel 2 memperlihatkan bahwa hasil pengukuran
salinitas didapatkan 30 ppt. Nilai salinitas ini dapat mendukung pertumbuhan
bakteri laut. Supriharyono (2002) menyatakan bahwa karang tumbuh subur pada
perairan dengan kisaran salinitas sekitar 34 – 36 ppt sedangkan salinitas yang
baik
untuk
pertumbuhan
bakteri
adalah
30,5
ppt. Aksornkoae
(1993)
menyatakan bahwa salinitas merupakan lingkungan yang sangat menentukan
perkembangan organisme. Beberapa garam sangat efektif mempengaruhi
salinitas untuk pertumbuhan bakteri yaitu NaCl, LiCI, MgCI₂, KCI₂, RbCI (Ljunger,
1962).
48
Nilai rata–rata pH yang didapatkan dari hasil penelitian adalah 7,42. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Koesoebiono (1981) bahwa pH air laut cenderung
konstan. Menurut Nybakken (1998), di lingkungan laut pH cenderung stabil dan
biasanya berada dalam kisaran 7,50-8,40 (Hidayat et.al, 2006).
Sebagian besar bakteri memiliki nilai pH minimum dan maksimum antara 4
dan 9 dalam pertumbuhannya. Pada umumnya pH optimum pertumbuhan
bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun, beberapa spesies dapat tumbuh
dalam keadaan asam atau basa (Pelczar dan Chan, 1988). Mikroba memiliki pH
minimum, maksimum, dan optimum. Khamir tumbuh baik pada pH 4,0 - 4,5.
Mikroorganisme aquatik biasanya tumbuh baik pada pH 6,5 - 8,5.
Suhu yang diperoleh di lokasi penelitian adalah 27ºC.
Dari hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa suhu pada lokasi penelitian tidak menjadi faktor
pembatas bagi pertumbuhan karang keras. Sebagaimana diketahui bahwa pada
umumnya karang dapat tumbuh dengan kisaran suhu 18 - 36ºC, dengan kisaran
paling optimal antara 26 - 28ºC (Birkeland, 1997).
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting bagi pertumbuhan
organisme, karena suhu sangat berpengaruh terhadap proses kimiawi dan
biologi. Kaidah umum menunjukkan bahwa reaksi kimia dan biologi meningkat
dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10ºC (Austin, 1987). Menurut
Wood (1953) bakteri laut pada suhu 37ºC akan terbunuh sebanyak
42%, sedangkan pada suhu 45ºC hanya tinggal 15% sel yang bertahan hidup.
Menghangatkan sesaat ketika melakukan inokulasi pada suhu 30 - 40ºC tidak
menyebabkan terbunuhnya bakteri, karena sebagian besar bakteri baru akan
terbunuh bila berada pada kisaran suhu tersebut selama Iebih dari 10 menit
(Zobell dan Conn, 1940).
49
Setiap spesies bakteri tumbuh pada kisaran suhu tertentu. Bakteri psikrofil
mampu tumbuh pada suhu minimum 0-5ºC, optimum 5-15ºC, dan maksimum 1520ºC. Bakteri mesofil dapat tumbuh pada suhu minimum 10-20ºC, optimum 2040ºC dan maksimum 40-45ºC. Bakteri dapat tumbuh pada suhu minimum 2545ºC, optimum 45-60ºC dan maksimum 60-80ºC disebut dengan bakteri termofil
(Lay, 1994).
Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan
reproduksi
bakteri. Faktor-faktor
pertumbuhan
dan
lingkungan
reproduksi
bakteri
yang
adalah
berpengaruh
terhadap
suhu, beberapa
jenis
mikroorganisme dapat hidup pada daerah suhu yang luas, sedangkan yang
lainnya
pada
daerah
yang
terbatas, sehingga
untuk
masing
masing
mikroorganisme dikenal dengan suhu minimum, optimum dan maksimum
(Suriawiria, 1985).
Pengukuran kekeruhan yang diperoleh pada saat penelitian adalah 18 NTU.
Dari kisaran nilai kekeruhan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perairan
pulau Barranglompo tergolong perairan yang masih jernih. Hal ini sesuai
dengan
pernyataan Marubini
menyebabkan
penetrasi
(1996), bahwa kekeruhan
cahaya
tinggi
dapat
matahari berkurang ke dalam perairan,
akibatnya aktifitas fotosintesis dari zooxanthellae menurun. Nilai
kekeruhan
yang dapat mematikan karang antara 5-10 NTU (Babcock and Smith, 2000).
Nilai amoniak yang diperoleh pada saat penelitian adalah 0.001 ppm.
Turunnya kadar amoniak ini memungkinkan disebabkan terjadinya pemecahan
amoniak menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas yang tumbuh pada karang
dalam sistem filtrasi (Sudrajat dan Bambang, 2002).
Berdasarkan hasil pengukuran nitrat pada saat penelitian, kandungan nitrat
yang terdapat di perairan pulau Barranglompo adalah 0.02 ppm. Secara umum
kandungan nitrat di Perairan pulau Barang Lompo masih sesuai dengan
50
kandungan nitrat yang umum dijumpai di perairan laut. Kandungan nitrat
yang normal di perairan laut umumnya berkisar antara 0.01 - 50 mg/I.
Adanya kandungan nitrat yang rendah dan tinggi pada kedalaman tertentu dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya arus pada kedalaman
tersebut yang membawa fosfat (Edward dan Tarigan, 2003).
Kandungan nitrit yang diperoleh saat penelitian adalah 0.031 ppm. Kadar
nitrit dalam air juga menurun walaupun hanya sedikit, yaitu dari dari 0,078
menjadi 0,063 mg/l. Nitrit dalam sistem penyaring biologis akan diubah oleh
bakteri Nitrobacter menjadi nitrat, selanjutnya dalam kondisi anaerob akan
diubah menjadi nitrogen (Coklin and Chang, 1983).
Kandungan sulfat yang diperoleh pada saat penelitian adalah 648.18 ppm.
Produksi sulfat sangat besar karena proses pembentukannya dipercepat oleh
aktivitas bakteri Thiobacillus ferrooxidans, dan pada kondisi yang asam reaksi
sulfat berlangsung sangat cepat. Sulfat juga dapat terhidrolisis sehingga
menambah keasaman (Suriadikarta, 2005).
Dari hasil penelitian nilai bahan organik karbon yang diperoleh adalah 0.018
%. Tingginya bahan organik akan meningkatkan pertumbuhan mikroba patogen
dan merugikan kesehatan karang, sebaliknya kesehatan karang akan kembali
stabil seiring dengan rendahnya kadar organik (Kline et.al, 2006). Bahan organik
mengandung karbon, nitrat, fosfat, amonia, dan beberapa mineral yang
merupakan
nutrien
patogen (Sidharta,
tidak
langsung
bagi
2000),
pertumbuhan
sehingga
dan
perkembangbiakan
bahan organik
yang
tinggi
mikroba
secara
dapat mengakibatkan dan memicu perkembangan penyakit
pada karang. Bahan organik yang terdapat di laut sebagian besar berasal
dari proses pembusukan organisme yang telah mati, penambahan oleh
metabolisme ekstraseluler (Riley dan Chester, 1971).
51
Brown et.al (1986), menyatakan bahwa bahan organik partikulat di air laut
yang berukuran antara 5-10 ppm, dapat dibagi lagi menurut ukurannya.
Partikel terkecil terdiri dari bakteri, seluler, material detritus, rangka diatom,
partikel anorganik dan yang terutama mineral lempung dan bahan organik
terlarut Iebih kecil dari 5 ppm umumnya terdiri dari bakteri-bakteri yang hidup
bebas dan mendapatkan makanan dari pecahan-pecahan kecil detritus yang
terlarut dalam campuran organik.
Menurut Odum (1971) menyatakan bahwa peningkatan bahan-bahan
organik pada batas-batas tertentu akan meningkatkan produksi organisme
perairan, akan tetapi jika bahan organik tersebut meningkat sampai melampaui
kemampuan daya dukung perairan, hal ini dapat menurunkan kualitas air
dan menurunnya oksigen terlarut, karena seperti yang kita ketahui bahwa
bahan organik yang ada di perairan akan didekomposisi oleh bakteri yang
juga mengkonsumsi oksigen.
B. Penyakit Brown Band (BrB)
Penyakit Brown Band (BrB) yang ditemukan di perairan pulau Barranglompo.
Penyakit ini ditandai dengan pita warna coklat melingkar pada percabangan
Acropora muricata terletak antara skeleton mati dengan jaringan hidup dengan
ukuran bervariasi antara 2 -7 mm. Antara pita warna coklat dengan jaringan
sehat terdapat jaringan berwarna putih (Gambar 5).
Ciri-ciri penyakit Brown Band (BrB) ini sama dengan yang ditemukan oleh
Boyett (2006); Raymundo et.al (2006) ;
Bourne et.al (2008); Massinai dkk.,
(2012). Brown Band (BrB) pertama kali dideskripsikan oleh Willis (2004) pada
survei di bagian Utara dan Selatan Great Barrier Reef, Australia. Karang yang
terinfeksi Brown Band (BrB) terdapat daerah coklat berupa pita (band) dengan
ukuran lebar pita tersebut bervariasi yang terdapat antara jaringan sehat dan
52
skeleton yang putih. Seringkali ada zona putih antara jaringan sehat dan pita
coklat. Kerangka yang sudah putih terlihat kosong (tidak ada jaringan)
Terinfeksi
Gambar 5. Karang yang terinfeksi penyakit Brown Band (BrB)
C. Karang Yang Terinfeksi Penyakit Brown Band (BrB)
Penyakit Brown Band (BrB) menginfeksi karang Acropora muricata. Karang
Acropora muricata memiliki bentuk koloni aborescent dengan cabang silindris
tetapi kadang berbentuk corymbose (Suharsono, 1996). Memiliki axial koralit,
dan juga memiliki radial koralit yang berbentuk tabung dengan bukaan membulat
atau oval terususun merata dan rapat. Jenis ini memiliki ukuran sama atau
bervariasi, dan penyebarannya berkelompok atau tidak beraturan. Spesies ini
memiliki warna coklat gelap atau biru, dengan ujung yang berwarna pucat.
Karang Acropora muricata biasa ditemukan di tempat dangkal (Veron,1993).
Gambar 6. Jenis Karang yang terinfeksi penyakit Brown Band (BrB) di terumbu
karang Pulau Barranglompo.
53
Klasifikasi Acropora muricata menurut Veron dan Terrence (1979) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Cnidaria
Kelas : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Famili : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora muricata
Penyakit Brown Band (BrB) menginfeksi 3 famili karang yaitu Acroporidae,
Pociloporidae, dan Faviidae (Willis et.al, 2004). Bourne et.al (2008) juga
menyatakan bahwa penyakit Brown Band menginfeksi jenis karang Acropora
yang disebabkan oleh sekelompok ciliata.
D. Bakteri Pada Penyakit Brown Band (BrB)
1. Morfologi Koloni
Morfologi koloni bakteri diamati secara makroskopis dengan mengacu pada
Cappucino dan Sherman (1986). Berdasarkan hasil
pengamatan morfologi
didapatkan 13 isolat bakteri yang masing-masing memiliki karasteristik yang
berbeda antara satu isolat dengan isolat lainnya. Adapun bentuk morfologi yang
didapatkan yaitu bentuk koloni adalah bulat dan tidak beraturan. Tepi koloni ada
yang utuh dan berombak. Elevasi yang diamati ada yang mencembung,
membukit, datar dan naik. Warnanya putih susu, cream, kuning dan hijau.
Ukuran koloni ada yang kecil, sedang, dan besar (Tabel 3 dan Lampiran 1).
54
Tabel 3. Hasil pengamatan morfologi koloni bakteri yang berasosiasi dengan
penyakit Brown Band (BrB)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Kode isolate
S.AJ
S.AN
S.AL
S.AB
S.AD
S.ACK
S.AF
S.AH
S.AM
S.ACO
S.AG
S.AO
S.AA
Vb.1
Vb. 2
Bentuk koloni
Bulat
Tidak beraturan
Bulat
Bulat
Tidak beraturan
Bulat
Bulat
Bulat
Bulat
Bulat
Bulat
Bulat
Tidak beraturan
Bulat
Bulat
Elevasi
Mencembung
Mencembung
Datar
Naik
Membukit
Membukit
Mencembung
Mencembung
Membukit
Naik
Mencembung
Mencembung
Membukit
Mencembung
Mencembung
Tepi
Warna
Utuh
Utuh
Utuh
Berombak
Berombak
Utuh
Utuh
Utuh
Utuh
Utuh
Berombak
Berombak
Utuh
Utuh
Utuh
Putih susu
Putih susu
Cream
Putih susu
Putih susu
Putih susu
Putih susu
Putih susu
Putih susu
Putih susu
Putih susu
Putih susu
Putih susu
Kuning
Hijau
Ukuran
koloni
Kecil
Kecil
Sedang
Kecil
Besar
Kecil
Kecil
Sedang
Sedang
Kecil
Besar
Kecil
Kecil
Kecil
Besar
Bentuk koloni yang ditemukan pada penelitian ini (Tabel 3) sesuai dengan
yang dinyatakan oleh Cappucino dan Sherman (1987) bahwa pada umumnya
bentuk koloni bakteri berbentuk circular (bulat), irregular (tidak beraturan),
filamentous (filamen), rhizoid (menyerupai akar). Elevasi berbentuk raised (naik),
convex (cembung), flat (datar), umbonate (membukit). Pinggiran/tepi yang
berbentuk entire (utuh), undulate (berombak), dan filiform (bergerigi).
Berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan bentuk sel yang diamati dari
Laboratorium Uji Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau,
bakteri asosiasi karang Acropora muricata didapatkan semuanya berbentuk
batang (Gambar 7), bentuk bakteri batang ini dapat hidup di perairan karena
memiliki flagel yang digunakan sebagai alat gerak. Sidharta (2000) menyatakan
flagellum memungkinkan bakteri bergerak menuju kondisi lingkungan yang
menguntungkan atau menghindar dari lingkungan yang merugikan bagi
kehidupannya.
Pada umummya bakteri yang hidup di lingkungan laut adalah bentuk basil
dan termasuk Gram negatif (Sidharta, 2000), selanjutnya Macleod (1965) dalam
Kalimutho (2007) menyatakan 87% dari total bakteri asosiasi karang Acropora
adalah Gram negatif sedangkan pada tanah daratan hanya 27 – 36 %.
55
2. Bakteri Asosiasi Karang Yang Terinfeksi Penyakit Brown Band (BrB)
Hasil uji biokimia dari 13 isolat bakteri asosiasi Acropora muricata yang
terinfeksi penyakit Brown Band (BrB) disajikan pada Tabel 4 dan Lampiran 2.
Tabel 4. Hasil Uji Biokimia isolat bakteri asosiasi dengan karang Acropora
muricata yang terinfeksi penyakit Brown Band (BrB) yang berasal dari
Pulau Barranglompo
Kode
Isolat
1
2
3
SIM
4
Indol
S.AH 2
S.AA 2
S.AG 2
S.AO 1
S.AB 1
S.AL 2
S.AJ 1
⁻
⁻
+
⁻
+
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
S.AN 1
⁻
⁻
S.AD 1
⁻
⁻
S.AF 1
S.ACO 1
+
⁻
⁻
⁻
S.AM 1
⁻
⁻
S.ACK
⁻
⁻
Motil
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
⁻
⁻
⁻
TSIA
Gas
H₂S
Butt
Slant
H₂S
Gas
⁻
⁻
Y
R
⁻
⁻
+
+
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
Y
+
Y
+
+
+
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
R
⁻
⁻
R
⁻
⁻
R
R
⁻
⁻
⁻
⁻
6
⁻
⁻
⁻
⁻
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
+
+
⁻
⁻
+
+
⁻
R
+
+
⁻
Y
+
+
⁻
R
⁻
+
+
R
⁻
⁻
8
⁻
Y
R
⁻
7
+
Y
Y
⁻
⁻
Y
Y
+
⁻
R
⁻
+
Y
Y
⁻
R
5
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
Y
R
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
Y
R
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
Jenis bakteri
Pseudomonas Sp.
Pseudomonas Sp.
Bacillus sp-1
Flavobacterium sp-1
Bacillus sp-2
Flavobacterium sp-2
Flavobacterium sp-3
Flavobacterium sp
Flavobacterium sp-1
Bacillus sp-3
Pseudomonas sp.
Flavobacterium sp-4
Flavobacterium sp-4
Keterangan :
1 = pewarnaan Gram
6 = VP
R= Red
2 = OF
7 = King A
Y = Yellow
3 = Oksidasi
8 = King B
4 = Katalase
5 = MR
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 13 isolat, 3 diantaranya adalah bakteri
Gram positif dan yang lainnya adalah Gram negatif. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kathiresan dan Bingham (2001), yang menyatakan bahwa hampir
semua bakteri laut bersifat Gram negatif. Keberadaan
positif
terbanyak
ditemukan
pada
bakteri
laut
Gram
sedimen. Didapatkannya semua isolat
Gram negatif diduga karena bakteri Gram negatif memiliki struktur dinding
sel yang lebih kompleks dibanding bakteri Gram positif. Sehingga bakteri
Gram negatif mampu bertahan pada kondisi lingkungan yang ekstrim.
56
Berdasarkan hasil identifikasi isolat bakteri yang dilakukan di Laboratorium
Uji Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros didapatkan
genus Pseudomonas sp., Bacillus sp. dan Flavopobacterium sp. Massinai dkk.,
(2013) melaporkan bakteri asosiasi karang Acropora sp. yang terifeksi penyakit
Brown Band (BrB) di perairan pulau Barranglompo adalah Cromobacterium sp,
Staphylococcus sp. dan Pseudomonas sp. Sedangkan bakteri asosiasi karang
Acropora sp. sehat di Pulau Barranglompo yang ditemukan oleh Massinai dkk.,
(2014) adalah Acinetobacter sp., Bacillus sp., Flavobacterium sp. dan
Chromobacterium sp.
Pseudomonas
sp.
merupakan
salah
satu
genus
dari
famili
Pseudomonadaceae. Bakteri ini berbentuk batang, bersifat Gram negatif,
mempunyai flagel dan tidak berkapsul. Bakteri ini hanya menguraikan glukosa
dan tumbuh pada semua jenis media. Pseudomonas sp. positif terhadap uji
oksidasi, dan negatif terhadap uji fermentasi dan merupakan salah satu bakteri
antagonis
yang
dapat
menghasilkan
senyawa
tunggal
atau
beberapa
senyawa. Bakteri genus Pseudomonas sp. mampu menproduksi beberapa
enzim seperti potase, amilase, dan lipase (Crymata, 2011).
Menurut
Hardhianto
(2010),
bakteri
Pseudomonas
sp. juga
dapat
menguraikan protein, karbohidrat dan senyawa organik lain menjadi CO₂, gas
amoniak, dan senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana sedangkan Alqamari
(2011) menyatakan bahwa Pseudomonas sp. merupakan bakteri yang mampu
mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri
Pseudomonas sp. dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran
hidrokarbon membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi antara
bakteri Pseudomonas sp. dengan senyawa hidrokarbon. Kemampuan bakteri
Pseudomonas sp. dalam mendegradasi hidrokarbon menunjukkan bahwa isolat
57
bakteri Pseudomonas sp. berpotensi untuk digunakan dalam upaya bioremediasi
lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon.
Bacillus sp. merupakan bakteri berbentuk batang, tergolong bakteri Gram
positif pada kultur muda, motil (reaksi nonmotil kadang terjadi), menghasilkan
spora yang biasanya resisten pada panas, bersifat aerob (beberapa spesies
bersifat anaerob fakultatif), katalase positif, dan oksidasi bervariasi. Tiap
spesies berbeda dalam penggunaan gula, sebagian melakukan fermentasi
dan sebagian tidak (Nurjannah, 1995).
Bacillus sp. semula dikenal sebagai bakteri asal daratan, seperti halnya
Micrococcus namun Rosenfeld & Zobell dalam Effendi (1998) menemukan
bahwa bakteri ini ternyata merupakan penghuni laut sejati yang dapat
menghasilkan antibiotik. Bacillus sp. asal laut telah diteliti oleh ahli-ahli peneliti
kelautan dan terbukti mempunyai beberapa kemampuan, diantaranya adalah
mampu menghasilkan zat antibiotik yang dapat melawan bakteri patogen Vibrio
cholerae sebagai bakteri pemecah minyak, sebagai penghasil enzim pemecah
senyawa glukan yaitu Bacillus circulans yang mampu menguraikan minyak
mentah dan hidrokarbon lain. Enzim yang dihasilkan oleh Bacillus telah
diproduksi dalam skala industri diantaranya enzim alanin dan formiat, α-amilase,
isoamilase,
β-amilase,
glukoamilase,
chitinase,
dan
cholesterol
oxidase
(Hatmanti 2000).
Genus
Bacillus
digunakan
sebagai
agen
biokontrol
secara
luas,
menghasilkan zat antimikroba berupa bakteriosin. Bakteriosin adalah zat
antimikroba polipeptida atau protein yang diproduksi oleh mikroorganisme yang
bersifat bakterisida. Bakteriosin membunuh sel targetnya dengan masuk pada
membran target dan mengakibatkan fungsi membran sel menjadi tidak stabil
sehingga menyebabkan sel lisis (Compant et.al, 2005).
58
Flavobacterium termasuk famili Achromobacteriaceae merupakan bakteri
patogen oportunistik. Diameter koloni mulai dari 0,2-2 μm, koloni berwarna
kuning tua, habitat pada tanah dan air. Bentuk selnya berupa batang, memiliki
ciri – ciri pendek , Gram negatif dengan bentuk batang yang bergerak
menghasilkan pigmen kuning, merah atau orange, pengurai protein. Termasuk
ke
dalam
Gram
negatif. Kebutuhan
terhadap
oksigen
termasuk
aerob, bersifat non motil, oksidasi positif dan katalase positif (Jaelani, 2 014).
Flavobacterium merupakan bakteri oportunistik,
dapat
menyebabkan
penyakit pada organisme yang tidak mempunyai immunokompetensi (Levinson,
2008).
Flavobacterium
columnare
menyebabkan
penyakit
kolumnaris
(Columnaris disease) pada insang channel catfish dan pada kulit ikan rainbow
trout fingerling (Durborrow et.al, 1998).
Selain identifikasi
bakteri umum yang dilakukan di Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Payau Maros, juga dilakukan identifikasi bakteri
khusus Vibrio sp. di Balai Karantina Ikan Makassar, hasil yang didapatkan adalah
Vibrio sp. (Tabel 5).
59
Tabel 5. Identifikasi Bakteri Vibrio sp.
Kode
Isolat
1
2
3
SIM
4
Indol
S.AH 2
S.AA 2
S.AG 2
S.AO 1
S.AB 1
S.AL 2
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
S.AJ 1
⁻
⁻
S.AN 1
⁻
⁻
S.AD 1
S.AF 1
⁻
-
⁻
⁻
S.ACO 1
⁻
⁻
S.AM 1
⁻
⁻
S.ACK
⁻
⁻
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
⁻
⁻
Motil
TSIA
Gas
H₂S
Butt
Slant
H₂S
Gas
⁻
⁻
Y
R
⁻
⁻
+
+
⁻
⁻
+
⁻
⁻
+
⁻
⁻
⁻
⁻
+
⁻
+⁻
⁻
-
Y
R
Y
R
Y
R
Y
Y
R
R
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
+
⁻
⁻
Y
R
⁻
⁻
⁻
+
⁻
⁻
Y
R
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
+
+
+
+
+
-
⁻
⁻
Y
Y
R
R
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
⁻
Y
R
⁻
⁻
⁻
⁻
Y
R
⁻
⁻
⁻
⁻
Y
R
⁻
⁻
5
6
7
8
+
⁻
+
+
+
⁻
+
+
+
⁻
+
+
+
⁻
+
+
-
-
+
+
+
-
+
+
+
-
+
+
+
-
+
+
+
-
+
+
-
+
+
+
⁻
+
+
+
⁻
+
+
+
⁻
+
+
⁻
Jenis bakteri
Vibrio sp.
Vibrio sp.
Vibrio sp.
Vibrio sp.
Vibrio sp.
Vibrio sp.
Vibrio sp.
Vibrio sp.
Vibrio sp.
Vibrio sp.
Vibrio sp.
Vibrio sp.
Vibrio sp.
Keterangan :
1 = pewarnaan Gram
6 = VP
R= Red
2 = OF
7 = King A
Y = Yellow
3 = Oksidasi
8 = King B
4 = Katalase
5 = MR
Bakteri Vibrio bersifat aerob, tetapi ada pula yang bersifat anaerob fakultatif.
Selain itu, Vibrio juga bersifat motil karena pergerakannya dikendalikan oleh
flagella, tergolong bakteri Gram negatif dan berbentuk batang yang melengkung
seperti tanda koma. Vibrio dikenal sebagai bakteri proteolotik yaitu bakteri yang
memproduksi enzim protease ekstraseluler (enzim pemecah protein), aktifitas
enzim protease ekstraseluler yang mengakibatkan pecahnya protein pada
dinding sel sehingga memudahkan penetrasi bakteri ke dalam sel dan merusak
jaringan sel karang (Rosenberg et.al, 2007; Sussman et.al, 2003).
60
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa hasil uji
biokimia bakteri asosiasi karang Acropora muricata yang terinfeksi penyakit
Brown Band (BrB) adalah dari genus Flavobacterium sp., Bacillus sp.,
Pseudomonas sp., dan Vibrio sp.
B. Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut pada karang yang sehat dan dibandingkan
dengan karang sakit yang berhubungan dengan bakteri Flavobacterium sp.,
Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan Vibrio sp. yang berasosiasi dengan karang
sehat pada lokasi yang berbeda.
61
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, H. Wahyudi, T.A., Yuhana, M. 2011. Skrining Bakteri yang Berasosiasi
dengan Spons Jespis. Jurnal. Vol. 16(1) : 35-40
Agussalim. Pengaruh Sea Level Rise Terhadap Ekosistem Terumbu Karang
[online]http://bp3ambon-kkp.org/pengaruh-sea-level-rise-terhadapekosistem-terumbu-karang/ [diakses pada tanggal 1 Maret 2014].
Aksornkoae, S. 1993. Ecology and management of mangrove. IUCN. Bangkok,
Thailand.
Alqamari, 2011. Pemanfaatan Pseudomonas Aeruginosa Sebagai Agen
Pengendali Hayati Pada Tanaman Hortikultura. [Skripsi]. Sumatera Utara.
Arifin, T. 2010. Optimasi pengelolaan Kawasan Terumbu Karang di Pulau-Pulau
Kecil Kota Makassar. [Laporan Hasil Penelitian]. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan
Perikanan.
Austin, B and Austin, D.A 1993. Bacterial Fish Pathogens : Disease in Farmed
and Wild Fish. Second edition. Taylor & Prancis London. 356.P.
Babcook, R., and smith L., 2000. Effects of sedimentation on coralsttlement and
survivorship.in Procedings international Coral Reef Symposium, bali,
Indonesia 23-27 October 2000, Vol 1. International Societ for reef Studies.
Pp. 245-248.
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. 2014. Laboratorium
Uji. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Maros
Birkeland, C., 1997. Life and Death of Coral Reefs. International Thomson
Publishing, University of Guam, New York USA.
Borneman, E.H. 2001. Aquarium Corals: Selection,
Naturalhistory. TFH Publishing, Neptune City, NJ, USA.
Husbandry,
and
Bourne, D.B., Boyett, H.V., Henderson, M.E., Muirhead, A. and Willis, B.L. 2008
Identification of a Ciliate (Oligohymenophorea: Scuticociliatia) Associated
with Brown Band Disease on Corals of the Great Barrier Reef. Applied and
Environmental Microbiology 74: 883-888.
Boyett, H.V. 2006. The Ecology and Microbiology of Black Band Disease and
Brown Band Sydrome on The Great Barrier Reef.Master’s [Thesis] James
Cook University, Townsville.
Brown, B. E., 1986. Human Inducted Damage to Coral Reefs. Result on a
Regional UNESCO (Coman) Workshop With Advanced Training. Ed.
Diponegoro University, Jepara and Natonal Institute of Oceanology Jakarta.
62
Cappucino, J. G dan Sherman, N. 1987. Microbiology, A Laboratory Manual.
California. Menko Park The Benjamin/ Cummins Publishing Company,
Menlo Park. Calofornia
Cervino, J.M., Hayes, R., Hayes, R., Poison, S.W.,Polson, S.C., Goreau, T.J.,
Martinez, R. J. & Smith, G.W. 2004. Relationship of Vibrio species infection
and elevated temperatturesto yellow blotch/ Band Disease in
Caribeanorals. Syimbiosis. 71:6855-6864.
Dinsdale. 2000. Abundance of black band disease on coral from one location on
the great barrier reef: a comparison with abundance in the carribean region.
In Proceeding 9th International Coral reef Symposium, Bali Indonesia, 2327 October 20002: 1239 -1243
Durborrow, R. M., Thune, R. L., Hawke, J. P., and Camus, A. C. (1988),
'Columnaris Disease - A Bacterial Infection Caused by Flavobacterium
columnare', SRAC Publication, No. 479.
Dwidjoseputro. 1985. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan. Surabaya .
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas air. Managemen Sumberdaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Guntur. 2011. Ekologi Terumbu Karang pada Terumbu Buatan. Ghalia, Malang.
Haapkyla, J.,Unsworth, R.K.F., Seymour, A.S., Thomas, J.M.,Flavel, M., Willis,
B.L., Smith, D.J. 2009. Spation-Temporal Coral Disease Dynamics in the
Wakatobi Marine National Park. South-East Sulawesi Indonesia. Disease of
Aquatic Organisme 87: 105-115
Hardhianto, M. D. 2010. Efektifitas Bakteri Pseudomonas sebagai Pengurai
Bahan Organik (Protein, Karbohidrat, Lemak) pada Air Limbah Pembenihan
Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Sistem Resirkulasi Tertutup. Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya.
Harvel, Drew.,Smith, Grriet., Azam, Farooq,. Jordan, Eric,. Raymundo, L,. Weil,
I.E,. dan Willis, Bette. 2004.Coral Reef Targeted Research and Capacity
Building Management. Queensland: The University of Queensland.
Haryani, Y., Chainulfiffah, Dan Rustiana. 2012. Fermentasi Karbohidrat Oleh
Isolat Salmonella Spp. Dari Jajanan Pinggir Jalan. Jurnal. Vol. 3 (1)
Hidayat, N., Masiana dan Suhartini, 2006. Mikrobiologi Industri. ANDI
Yokyakarta.
Hutching, P. dan Saenger, P. 1987. Ecology of Mangrove Aus. Eco. Series.
Universityof Queensland Press St Lucia, Quesland.
63
Jaelani, I. 2014. Bakteri Asosiasi Pada Karang Pachyseris Sp. Yang Terinfeksi
Penyakit Bbd ( Black Band Disease) Di Perairan Pulau BarrangLompo.
[Skripsi]. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kalimutho, M., Ahmadi, A., Kassim, Z. 2007. Isolation, Characterization and
Identification of Bacteria Associated with Mucus of Acropora cervicornis
Coral from Bidong Island, Terengganu, Malaysia. Malaysia Journal of
Science, 26(2):27 - 39
Kismiyati, Subekti, S., Yusuf, N. W., Kusdarwati, R. Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Gram Negatif Pada Luka Ikan Maskoki (Carassius Auratus) Akibat Investasi
Ektoparasit (Argullus sp.). Jurnal. Vol. 1. No. 2
Kathiresan, K dan Bingham B. L. 2001. Biology Of Mangrove And
Mangrove Ecosystems. Centre Of Advanced Study In Marine
Biology,
Annamalai University. Huxley College Of Environmental
Studies, Western Washington University. Annamalai, India.
Koesoebiono. 1981. Biologi Laut. Fakultas Perikanan, IPB. Bogor.
Kunarso, 1988. Peranan Bakteri Heterotrofik dalam Ekosistem laut. Jurnal.
Vol.XIII : 133 -142
Ljunger, C. 1962. Introductory investigations on Ions and thermal resistance.
Physiol. 15:148-160.
Marubini, F. and Davies, P.S 1996 Nitrate Increase Zooxantellae Population
Density and reduces Skeletogenesis in Corals, Marine Biology 127:319328.
Massinai, A. 2012. Kondisi dan Sebaran Penyakit Karang Batu (Stony Coral) di
Kepulauan Spermonde.[Disertasi] Program Pascsarjana Universitas
Hasanuddin. Makassar. Hal 186.
Massinai, A. Syafiuddin, J.Jompa, A. Rasyid. 2013. Laju Infeksi Penyakit Brown
Band (BrB) dan bakteri asosiasinya. Disampaikan pada seminar nasional
dan internasional
Muhlis, A. 2011. Penelitian kebudayaan Barrang Lompo. [Online].
http://catatanmuhlis.blogspot.com/2011/06/penelitian-kebudayaan-barranglompo.html. [Diakses pada tanggal 13 Desember 2012]
Musdalifah, 2013. Distribusi Dan Kelimpahan Bakteri Enterococcus Spp. Di
Perairan Terumbu Karang Kepulauan Spermonde Makassar. [Skripsi].
Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Jambatan, Jakarta. Hal. 156-160.
64
Nurhayati, T., Maggy, T.S., Lilis, N., Sri, B.P. 2006. Karakterisasi Awal Inhibitor
Protease dari Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Asal Pulau
Panggang, Kepulauan Seribu. Jurnal. Vol. 13. No. 2: 58-64
Nurjannah, S. 1995. Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Genus Bacillus Yang
Mampu Menghasilkan Enzim Amylase. [Tesis]. Fakultas MIPA. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Odum, E. P. 1971.
Press. Yogyakarta.
Dasar-Dasar
Ekologi.
Gadjah
Mada
University
Pelczar, M. J., Chan, E. C. S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2.
Hadioetomo, R. S., Imas, T., tjitrosomo, S. S. Angka, S. L., penerjemaah;
Jakarta: UI dari lements of Microbiolo.
Pringgenies, D. 2010. Karakteristik Senyawa Bioaktif Bakteri Simbion Moluska
dengan GC-MS. Jurnal. Vol.2 : 34-40
Raymundo, L.J., Couch, C.S. and Harvel, C.D. 2008. Coral Desease Handbook
Guidelines for Assesment, Monitoring & Management. CoralReef Targeted
Research and Capacit Building for Management Program. The University of
Quesland; Australia.
Riley, R.J. dan Chester, 1971.
Academic Press. New York.
Introduction to Oceanography Chemistry.
Ritchie, K.B. 2006. Regulation of microbial populations by coral surface mucus
and mucus-associated bacteria. Marine Ecology Progress Series: Florida.
322: 1–14
Rofi’i, F. 2009. Hubungan Antara Jumlah Total Bakteri Dan Angka Katalase
Terhadap Daya Tahan Susu. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Romansyah, Y. 2011. Kandungan Senyawa Bioaktif Antioksidan Karang Lunak
Sarcophyton Sp. Alami Dan Transplantasi Di Perairan Pulau
Pramuka,Kepulauan Seribu. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rosenberg, E., Koren, 0., Reshef, L., Efrony, R,, Zilber-Rosenberg, I . 2007. The
Roole of Microorganisms in Coral Health, Disease and Evolution. Nat Rev
Microbiologi 5: 355-362.
Sastrawijaya, A.T.,1991. Perencanaan Lingkungan, Penerbit Rineka Cipta.
Siddiqhi, M.H. 2011. Eksplorasi Protein Toksin Bacillus Thuringiensis Dari Tanah
Di Kabupaten Tanggerang. [Skripsi]. Program Studi Kimia. Fakultas Sains
dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta
Sidharta, R. B. 2000. Pengantar Mikrobiologi Kelautan. Universitas Atma jaya.
Yogyakarta. hal 23-28
65
Simanjuntak, M. 2007. Oksigen Terlarut Apparent Oxygen Utilization di Perairan
Teluk Klabat, Pulau Bangka. Jurnal. Vol. 12(2):59-66
Sudrajat, D. dan Bambang, G. 2002. Sistem Bakteriofiltrasi Sebagai Sarana
Pasokan Air Terhadap Penampungan Ikan Hidup. Jurnal. Vol. 7:2
Suharsono., 1996. Jenis-Jenis Karang yang Umum Dijumpai di perairan
Indonesia. P3O-LIPI, Jakarta.
Sukmanityas, H. 2003. Pengaruh Pemberian L-Arginin Terhadap Respon
Imunitas Seluler mencit BALB/c Yang Diinokulasi Salmonella typhimurium.
[Tesis]. Program Pasca sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.
Supriharyono, M.S., 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di
Wilayah Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Suriawiria, 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit angkasa Bandung.
Suriadikarta, D.A. 2005. Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Untuk Usaha
Pertanian. Jurnal. Vol 24(1)
Sussman M, Loya Y, Fine , M. Rosenberg E (2003) The Marine Fire Worm
hermodicekaruunculatais a winter reservoir and spring summer vector for
the coral Bleaching pathogen Vibrio Shiloi environ Microbiol 5:250-255.
Suyati, 2010. Identifikasi Dan Uji Antibiotik Bakteri Gram-Negatif Pada Sampel
Urin Penderita Infeksi Saluran Kemih (Isk). [Skripsi]. Jurusan Biologi
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Papua Manokwari.
Thamrin. 2006. Karang, Biologi Reproduksi dan Ekologi. Minamandiri Pres, Riau.
Veron, JEN., 2000. Coral of The World Volume 1,2,3. Australian Instituteof
Marine Since. Australia and CRR Id Pty Ltd. Australia and the Indopacifik.
Angus Robertson Publish, Australia.
Viehman T.S,. Tifanny, S. 2001. Characterization of Beggiatoa in Black Band
Disease of Scleractinian Corals. Florida International University.
Wahyuni, A.E. 2013. Studi Pendahuluan Kandungan Mikroba dalam Sedimen
Permuakaan Dasar di Perairan, Selat Madura Kabupaten Bangkalan.
[Abstrak]. Dalam Seminar Nasional : Menggagas KebangkitanKomoditas
Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas
Trunojoyo Madura.
Yuniasari, D. 2009. Pengaruh Pemberian Bakteri Nitrifikasi Dan Denitrifikasi
Serta Molase Ddengan C/N Rasio Berbeda Terhadap Profil Kualitas Air,
Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus
Vannamei. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Willis, B.L., Page, C.A., Dinsdale, E, A. 2004. Coral Disease on the Great Barrier
Reef In R`11osenberg E, Loya Y (eds) Coral Disease and Health. Pp 69 104. Australia: James Cook University.
66
Lampiran 1. Isolat bakteri yang digunakan dalam penelitian
S.AH = Pseudomonas sp.
S.AL = Flavobacterium sp.
S.AA = Pseudomonas sp.
S.ACO = Pseudomonas sp.
S.AL = Flavobacterium sp.
S.ACK = Flavobacterium sp.
67
Lampiran 1. Lanjutan
S.AN = Flavobacterium sp.
S.AD = Flavobacterium sp.
S.AF = Bacillus sp.
S.AG = Bacillus sp.
S.AO = Flavobacterium sp.
S.AM = Flavobacterium sp.
S.AJ = Flavobacterium sp.
68
Lampiran 2. Foto Bentuk Sel Bakteri
Flavobacterium sp.
Bacillus sp.
Pseudomonas sp.
69
Lampiran 3. Foto Bakteri Vibrio sp.
a. Vibrio sp. 1
b. Vibrio sp. 2
70
Download