Presentasi Kasus Penyakit Jantung Koroner

advertisement
Presentasi Kasus
Penyakit Jantung Koroner
Presentan: Sarah Rafika Nursyirwan (0806363956)
Pembimbing: Prof.Dr.dr.Idris Idham, Sp.JP(K)
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Mei 2009
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS








Nama
: Ny.L
Usia
: 62 tahun
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Alamat
: Ciputat, Jakarta
No. RM
: 2009270367
Tanggal masuk RSJP Harapan Kita 3 Mei 2009.
ANAMNESIS
Keluhan Utama
 Nyeri dada sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit
(SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang
 Sejak 4 jam SMRS, pasien merasakan nyeri dada yang
mulai dirasakan saat hendak tidur. Nyari dada sebelah kiri
menjalar ke leher dan punggung. Nyeri dada terasa seperti
ditimpa beban berat. Nyeri dada seperti ini sering hilang
timbul sejak 1 tahun SMRS dan mereda bila beristirahat.
Nyeri saat ini dirasa memberat sejak 4 jam SMRS. Pasien
merasa sesak nafas. Terdapat keringat dingin. Terdapat
mual. Dada dirasakan berdebar-debar. Pasien pingsan saat
dibawa ke RS.

Sejak 2 tahun SMRS, pasien dikatakan
mempunyai hipertensi dan tidak teratur
minum obat. Pasien kontrol ke RS Bhineka
Bakti Husada. Pasien sudah 2 kali dirawat di
RS Bhineka, saat itu pasien sedang tidak
teratur minum obat, dirawat karena muka
bengkak dan sesak napas, diberikan obat
Captopril 3x25 mg, Simart 2 1x1, Aldecto
1x25 mg, Lasix 1x1, Ascardia 1x1.


Pasien tidak sesak bila berbaring, dapat tidur
dengan 1 bantal. Pasien tidak pernah terbangun
pada malam hari karena sesak. Pasien semakin
membatasi aktivitas fisik karena bila banyak
bergerak pasien merasa sesak dan sakit dada
namun hilang jika beristirahat. Pasien merasa
kelelahan bila berjalan jauh.
Nyeri dada juga muncul jika banyak pikiran. Pasien
tidak ada kebiasaan merokok. Pasien tidak merasa
cepat haus/lapar ataupun terbangun untuk BAK di
malam hari. Saat ini pasien sudah tidak menstruasi
lagi. Pasien belum pernah operasi jantung
sebelumnya. Makanan belum dijaga.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat asma, alergi, gastritis, stroke, dan
Diabetes mellitus disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat darah tinggi, Diabetes mellitus,
penyakit jantung, asma disangkal
Riwayat Pekerjaan,Sosial Ekonomi,
Kejiwaan dan Kebiasaan
 Pembiayaan RS secara pribadi
PEMERIKSAAN FISIK
(3 Mei 2009, UGD RSPJNHK)
Keadaan umum
: Pasien tampak sakit sedang, tampak sesak
Kesadaran
: Compos mentis
Nadi
: 100x/menit, reguler, isi kurang, equal
Nafas
: 40x/menit, reguler, kedalaman cukup
Suhu
: 36,5 oC (aksila)
Tekanan Darah
: 117/82 mmHg
Kesan gizi baik
Kepala
: deformitas (-). Rambut hitam, tidak mudah dicabut, dan tersebar merata. Nyeri
tekan sinus (-)
Mata
: deformitas (-), ptosis (-), eksoftalmus (-), enoftalmus (-), xanthelasma
-/-, pupil isokor, refleks pupil langsung (+ /+ ), refleks pupil tidak
langsung (+/+), konjungtiva anemis (-/-). sklera ikterik (-/-).
Hidung
: deformitas (-), sekret (-), deviasi septum nasal (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut
: lidah basah, tidak hiperemis. Stomatitis (-). T1-T1. caries dentis (-)
Telinga
: deformitas (-), serumen (-/-)
Leher
: Trakea di tengah. JVP 5-2 cmH2O, KGB leher tidak teraba
KGB
: KGB supraklavikula tidak teraba
KGB intraklavikula tidak teraba
KGB axila tidak teraba
KGB inguinal tidak diperiksa
Kulit
: kecoklatan
Toraks
Paru: simetris statis-dinamis, spider nevi (-), retraksi iga (-), sikatriks
(-), massa (-). Bunyi napas vesikuler, rhonki basah halus basal
paru (+/+), wheezing (-/-)
Jantung: iktus kordis tidak terlihat. Iktus kordis teraba pada sela iga
5 linea midklavikula kiri, batas jantung kanan pada sela iga 4
pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri pada sela iga 5
pada 2 jari lateral linea mid klavikula kiri. Bunyi jantung I/II normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen
: simetris, datar, lemas. Tidak ada nyeri tekan, massa
(-), hati tidak teraba, limpa tidak teraba, ballottement
(-/-), shifting dullness (-), bising usus (+) normal
Alat Genitalia : tidak diperiksa
Anus
: tidak diperiksa
Ekstremitas
: Edema (-/-), akral hangat, sianosis -/-, clubbing finger
-/-, atrofi otot (-/-), turgor baik.
TIMI 3 Mei 2009
 Usia >65 tahun
 Tekanan darah sistolik <100 mmHg
 Frekuensi nadi >100x/menit
 Killip kelas II-IV
 ST elevasi anterior atau LBBB
 Riwayat diabetes, hipertensi, atau angina
 Berat badan <67 kg
 Waktu sampai mendapat pengobatan >4 jam
 TOTAL
:0
:0
:2
:2
:1
:1
:1
:1
: 8/14
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab 3 Mei 2009
Hematologi
Hb
: 8,9 g/dL (N: 12-14)
Ht
: 28 % (N: 40-48)
Leukosit
: 8400/ul (N:5000-10.000)
Cardiac Enzymes
CKMB
: 50 U/l (N: 0-24)
Troponin T
: 0,1 ng/ml (MCI: 0,1-2)
Renal Prostat
Ureum
: 43 mg/dl (N: 13-43)
Kreatinin
: 0,8 mg/dl (N: 0-1,4)
BUN
: 20,09 mg/dl (N: 6-20)
Glukosa
GDS
: 171 mg/dl (N:<180 mg/dl)
Analisa Gas Darah
Na
: 142 mmol/l (N: 135-147)
K
: 3,6 mmol/l (N: 3,5-5,5)
Cl
: 110 mmol/l (N: 95-111)
EKG 3 Mei 2009
QRS rate 103x/menit, Aksis LAD, Gelombang P morfologi normal, durasi 0,08
detik, PR interval 0,16’’, Kompleks QRS durasi 0,06’’, ST elevasi V2-V5, Q
patologis V3-V4
Foto Rontgen Torax 3 Mei 2009
 CTR 60%
 Segmen aorta elongasi
 Segmen pulmonal normal
 Pinggang jantung datar
 Apex lateral downward
 Kongesti (-), infiltrat (-)
RESUME

Pasien wanita, 62 tahun, datang dengan keluhan
nyeri dada sejak 4 jam SMRS. Nyeri dada sebelah
kiri menjalar ke leher dan punggung, terasa seperti
ditimpa beban berat. Nyeri dada seperti ini sering
hilang timbul sejak 1 tahun SMRS dan mereda bila
beristirahat. Nyeri saat ini dirasa memberat sejak 4
jam SMRS. Sesak nafas +. Keringat dingin +. Mual
+. Dada berdebar-debar +. Pingsan/sinkop +. Sejak
2 tahun SMRS, pasien mempunyai hipertensi dan
tidak teratur minum obat.

Pasien sudah 2 kali dirawat di RS Bhineka,
saat itu pasien sedang tidak teratur minum
obat, dirawat karena muka bengkak dan
sesak napas, diberikan obat Captopril 3x25
mg, Simart 2 1x1, Aldecto 1x25 mg, Lasix
1x1, Ascardia 1x1. Orthopnea -. PND -. DOE
+. Kebiasaan merokok -. Menopause +.
Riwayat Diabetes mellitus disangkal. Riwayat
darah tinggi, Diabetes mellitus, penyakit
jantung dalam keluarga disangkal.


Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak
sesak, pernapasan 40x/menit, auskultasi paru
terdapat rhonki basah halus basal paru (+/+).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 8,9
g/dL, Ht: 28 %, CKMB: 50 U/l, Troponin T: 0,1 ng/ml,
BUN: 20,09 mg/dl; EKG didapatkan QRS rate
103x/menit, aksis LAD, gelombang P morfologi
normal, durasi 0,08 detik, PR interval 0,16’’,
kompleks QRS durasi 0,06’’, ST elevasi V2-V5, Q
patologis V3-V4; pada foto torax didapatkan CTR
60%, segmen aorta elongasi, apex lateral downward.
DAFTAR MASALAH



STEMI onset 4 jam Killip II TIMI 8/14
Hipertensi terkontrol
Anemia
TATALAKSANA













Tirah baring
O2 nasal kanul 3 L
Pemeriksaan EKG, foto torax, lab
Plavix loading 600 mg dilanjutkan besok 1x75 mg
Aspillet kunyah 160 mg dilanjutkan besok 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Simvastatin 1x20 mg
D2P 1x5 mg
Laxadin 1xCI
Bisoprolol 1x2,5 mg
Rawat CVCU (pasien dipuasakan sebelum primary PCI)
Total cairan 1500 cc
Total kalori 1000
PEMBAHASAN




Seorang wanita, berusia 62 tahun, datang dengan
keluhan nyeri dada sejak 4 jam sebelum masuk
rumah sakit.
Dekskripsi nyeri: lokasi nyeri dada di sebelah kiri,
menjalar ke leher dan punggung, terasa seperti
ditimpa beban berat.
Dapat disimpulkan nyeri dada pada pasien ini 
nyeri dada tipikal.
Didapatkan juga gejala otonom pada pasien ini
berupa keringat dingin, mual-mual serta pingsan,
yang menyertai nyeri tersebut.

Nyeri dada pasien saat diperiksa dirasakan
memberat sejak 4 jam sebelum masuk rumah
sakit dan tidak mereda dengan istirahat 
Disimpulkan saat ini terdapat perburukan
pada penyakit pasien ini, karena gejala nyeri
dada seperti ini sudah biasa dirasakan sejak
satu tahun lalu, hilang timbul yang dapat
hilang dengan istirahat.

Faktor risiko pasien ini:




hipertensi sejak dua tahun sebelum masuk rumah sakit,
serta tidak teratur minum obat hipertensinya
usia lanjut
pasien tidak merokok, dan pasien tidak ada penyakit
diabetes
Faktor predisposisi pada pasien ini:




kurangnya kebiasaan aktivitas fisik
terdapat stressor psikososial pada pasien ini yang memicu
timbulnya gejala
pasien sudah menopause
tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit
jantung koroner pada usia muda

Pada pemeriksaan fisik:



pasien tampak sesak dengan laju pernapasan 40x/menit,
pada auskultasi paru: rhonki basah halus di kedua basal
paru.
Pemeriksaan EKG: QRS rate 103x/menit, aksis LAD,
gelombang P morfologi normal, durasi 0,08 detik,
PR interval 0,16’’, kompleks QRS durasi 0,06’’, ST
elevasi V2-V5, Q patologis V3-V4  Disimpulkan
EKG pasien ini sinus takikardi, dengan terjadi infark
pada daerah anterior, dan kemungkinan terdapat
infark lama pada`daerah anterior.


Pemeriksaan enzim jantung: CKMB ↑ yakni 50 U/l
(>24 U/l), dan Troponin T ↑ yakni 0,1 ng/ml
(termasuk rentang 0,1-2,0: MCI)  Disimpulkan
terdapat kerusakan miokardium.
Pada pemeriksaan radiografi jantung: jantung
membesar yakni CTR 60% (lebih dari 50%),
segmen aorta elongasi, serta pembesaran ventrikel
kiri yang ditandai dengan apex lateral jantung
downward  Disarankan pemeriksaan
ekokardiografi untuk menilai fungsi pemompaan
ventrikel dan menilai komplikasi dari IMA.

Pada pemeriksaan darah tepi: hemoglobin
rendah yakni 8,9 g/dL dan hematokrit rendah
yakni 28%  Disimpulkan terdapat anemia
dan perlu ditelusuri lebih lanjut penyebab
anemia tersebut. Untuk jenis anemia
berdasarkan morfologi diperlukan
pemeriksaan hitung jumlah eritrosit, agar
dapat diketahui MCV, MCH dan MCHC.

Jadi, berdasarkan adanya gejala:
 nyeri dada tipikal
 gejala otonom, sesak napas
 tidak menghilang dengan istirahat
 pemeriksaan fisik berupa rhonki basah halus pada
basal kedua paru
 gambaran EKG berupa ST elevasi daerah anterior
 kenaikan enzim jantung baik CKMB maupun
troponin T
Disimpulkan diagnosis pada
pasien ini adalah
STEMI anterior


Prognosis IMA sesuai derajat disfungsi ventrikel kiri
secara klinis dinilai berdasarkan klasifikasi Killip
adalah kelas II, di mana ditemukan rhonki basah
halus di bagian basal kedua paru.
Stratifikasi resiko pada infark dg STEMI
berdasarkan skoring TIMI adalah 8/14 (usia = 0,
tekanan darah sistolik <100 mmHg = 0, laju jantung
>100x/menit = 2, Killip kelas II-IV = 2, elevasi ST
anterior atau BBB = 1, riwayat DM/HT /angina = 1,
berat badan <67 kg = 1, waktu perawatan >4 jam =
1).

Tindakan dan penanganan dini pada pasien ini adalah:
 Tirah baring
 Sebagai usaha untuk menurunkan demand kerja jantung
sehingga mismatch supply-demand tidak terjadi
 Penilaian dan stabilisasi hemodinamik
 Monitoring EKG
 Aspillet kunyah 1x160 mg dan 1x80 mg keesokan harinya
 Digunakan sebagai antiplatelet untuk menghindari
pembentukan trombus baru melalui penghambatan
pembentukan tromboksan A2.
 Plavix (klopidogrel) loading 600 mg dilanjutkan besok 1x75
mg
 Oksigen nasal kanul 3 l/menit

ISDN 3x5 mg


Bisoprolol 1x2.5 mg



Bermanfaat pada pasien dengan hipertensi dan takikardia.
Simvastatin 1x20 mg
Laxadine 1xCI


Digunakan untuk mengatasi nyeri dada.
Sebagai pencahar untuk menjaga BAB pasien mudah dikeluarkan
sehingga pasien tidak mengedan yang menyebabkan gangguan
hemodinamik dan elektrokardiografik yang berbahaya.
Tatalaksana STEMI pada pasien ini adalah terapi reperfusi,
dapat menggunakan PCI atau fibrinolisis. Namun karena onset
gejala lebih dari 3 jam, dipilih PCI.

Rencana edukasi



Hindari diet tinggi lemak dan kolesterol
Kontrol dan minum obat teratur
Kendalikan emosi (jangan sering cemas atau gelisah)
TINJAUAN PUSTAKA
Sindroma Koroner Akut
Sindroma koroner akut :

ST Elevation Miocardial Infarction

Non ST Elevation Miocardial Infarction

Unstable Angina
• Infark Miokard Akut (STEMI dan NSTEMI)
•Nekrosis miokardium
•Berdasarkan kriteria WHO, diagnosis IMA ditegakkan berdasarkan
terpenuhinya 2 dari 3 kriteria:
• nyeri dada iskemik yang khas
• evolusi EKG
•Peningkatan yg diikuti penurunan kadar enzim-enzim
jantung
Patofisiologi STEMI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak setelah oklusi total
trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya.
Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.



Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak
aterosklerosis mengalami fisura, ruptur atau ulserasi
dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis sehingga terjadi trombus mural pada
lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner.
Plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid.
Pada STEMI gambaran patologik klasik terdiri dari
trombus merah kaya fibrin, yang dipercaya menjadi
dasar sehingga STEMI memberi respons terhadap
terapi trombolitik.




Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
serotonin, epinefrin) memicu aktivasi trombosit  memproduksi dan
melepaskan Tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten);
memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIa mjd reseptor
dg afinitas tinggi terhadap vWF dan fibrinogen, yang dapat mengikat 2
platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang
platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel
endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan
konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengonversi
fibrinogen menjadi fibrin
Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi
oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi
arteri koroner oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
Gejala klinis




Nyeri dada berlangsung >20 menit, retrosternal,
berlokasi di tengah atau dada kiri, menjalar ke
rahang, punggung, atau lengan kiri.
Sifat nyeri: seperti tertekan benda berat, terbakar,
ditusuk-tusuk,diremas.
Dapat disertai dg sesak napas,keringat dingin,mual
muntah,lemas,pusing,perasaan melayang, pingsan
Gejala muncul dg tiba-tiba dan intensitas yg tinggi
serta tidak hilang dg istirahat kecurigaan IMA
Faktor resiko





Merokok
Dislipidemia
Hipertensi
DM
Usia lanjut
Faktor predisposisi





Obesitas (BMI>25 mg/m2)
Obesitas abdominal
Kebiasaan kurang aktivitas fisik
Riwayat keluarga menderita PJK
Faktor psikososial

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor
pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti
aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit
medis atau bedah. Walaupun STEMI dapat
terjadi sepanjang hari atau malam, variasi
sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam
beberapa jam setelah bangun tidur.
Diagnosis
Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan
 anamnesis nyeri dada yang khas
 gambaran EKG adanya elevasi ST ≥1 mm, minimal
pada 2 sandapan yang berdampingan (bedakan ST
elevasi: Non-Ischemic – concave, Ischemic –
convex or flat)
 Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T
yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun
keputusan memberikan terapi revaskularisasi tidak
perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim.
Ischemic ST Elevations
Non-Ischemic ST Elevations

Pemeriksaan fisik:
 Sebagian besar cemas dan gelisah, ekstremitas pucat disertai
keringat dingin. Seperempat pasien infark anterior  manifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipertensi) dan
hampir setengah pasien infark inferior  hiperaktivitas
parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi)
 Pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi
jantung kedua
 Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang
bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan
pericardial friction rub
 Peningkatan suhu sampai 38 0C dapat dijumpai pada minggu
pertama pasca STEMI
 Pada syok kardiogenik
 Ronki basah halus
 JVP meningkat
 Edema
Diagnosis

Enzim jantung

Creatinine -MB fraction (CK-MB)



densitas tinggi pada sel miokardial
meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali
normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis
dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB
Pemeriksaan serial diperlukan
Diagnosis

Enzim jatung

Troponin T dan I






spesifik protein miokardial
dikeluarkan dari miokardium yg rusak
meningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari
sangat spesifik pada kerusakan jantung
diperlukan pemeriksaan serial
Pemeriksaan enzim jantung ini dilakukan segera setelah pasien
tiba di RS dan diulang 12-24 jam kmd. Pd pasien dg EKG dan
enzim jantung normal namun klinis IMA, pemeriksaan enzim
kedua 4-9 jam kmd

Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard
adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi
dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan
menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat
mencapai 12.000-15.000/uL.
Tatalaksana

Diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi
yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet,
pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA.
Tatalaksana umum




Penilaian dan stabilisasi hemodinamik
Monitoring EKG
Oksigen. harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
Nitrogliserin (NTG). Nitrogliserin sublingual dapat diberikan
dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai
3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada,
NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard
dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark
atau pembuluh darah kolateral. Tidak diberi pd pasien dengan
TD sistolik <90 mmHg / dicurigai menderita infark ventrikel kanan


Morfin. Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada
dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana
nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan
dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 515 menit sampai dosis total 20 mg.
Aspirin. Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada
pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada
spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin
bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD.
Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75162 mg.


Penyekat beta. Untuk mengurangi nyeri dada. Regimen yang
biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai
total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 kali/menit,
tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan
rhonki <10 cm dari diafragma. 15 menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6
jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
Terapi reperfusi. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi
koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel
dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang
menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.
Sasaran terapi reperfusi adalah door-to-needle time untuk
memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau
door-to-balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
Seleksi strategi reperfusi
Mempertimbangkan:
 Waktu onset gejala


Waktu onset untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor
penting luas infark dan outcome pasien. Terapi fibrinolisis
yang diberikan dalam 3 jam pertama terkadang
menghentikan infark miokard dan secara dramatis
menurunkan angka kematian.
Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yang
mengalami infark menjadi paten, kurang lebih tergantung
pada lama gejala pasien yang menjalani PCI. Beberapa
laporan menunjukkan tidak ada pengaruh keterlambatan
waktu terhadap laju mortalitas jika PCI dikerjakan setelah
2-3 jam setelah gejala.

Risiko STEMI

Beberapa model telah dikembangkan yang
membantu dokter dalam menilai risiko mortalitas
pada pasien STEMI. Jika estimasi mortalitas
dengan fibrinolisis sangat tinggi, seperti pada
pasien dengan syok kardiogenik, bukti klinis
menunjukkan strategi PCI lebih baik.

Risiko perdarahan


Semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis,
semakin kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak
tersedia, manfaat terapi reperfusi farmakologis harus
mempertimbangkan manfaat dan risiko.
Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke
laboratorium PCI

Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI, penelitian
menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis.
Jika composite end point kematian, infark miokard rekuren
nonfatal atau stroke di analisis, superioritas PCI terutama
dalam hal penurunan laju infark miokard nonfatal berulang.
Fibrinolisis
 Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 (menunjukkan
perfusi pembuluh yang mengalami infark dengan aliran normal),
karena perfusi pada yang terkena infark menunjukkan hasil yang
lebih baik dalam membatasi luasnya infark, mempertahankan
fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka
pendek dan panjang.
 tPA dan aktivator plasminogen spesifik fibrin lain sepeti rPA dan
TNK lebih efektif daripada streptokinase dalam mengembalikan
perfusi penuh, aliran koroner TIMI grade 3 dan memperbaiki
survival sedikit lebih baik.

Obat fibrinolisis:
 Streptokinase (SK). Merupakan fibrinolitik nonspesifik fibrin.
Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan
pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi
sering ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan
insidens perdarahan intrakkkranial yang rendah.

Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase). GUSTO-1
trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15%
pada pasien yang mendapat tPA disbanding SK. Namun
harganya lebih mahal dari SK dan risiko perdarahan intrakranial
sedikit lebih tinggi.
Komplikasi dan Prognosis
 IMA dapat memberikan komplikasi seperti
aritmia (takiaritmia, bradiaritmia), disfungsi
ventrikel kiri, hipotensi, gagal jantung, syok
kardiogenik, perikarditis dan lain-lain.
 Terdapat beberapa sistem dalam
menentukan prognosis pasca IMA. Prognosis
IMA dengan melihat derajat disfungsi
ventrikel kiri secara klinis dinilai
menggunakan klasifikasi Killip:
Kelas
Definisi
Proporsi pasien
Mortalitas(%)
I
Tidak ada tanda gagal jantung
kongestif
40-50%
6
II
+ S3 dan/atau ronki basah di basal
paru
30-40%
17
III
Edema paru akut
10-15%
30-40
IV
Syok kardiogenik
5-10%
60-80

Skor risiko TIMI
merupakan salah satu
dari beberapa
stratifikasi risiko pasien
infark dengan ST
elevasi, yakni:
Faktor risiko (bobot)
Skor risiko/mortalitas
30 hari (%)
Usia 65-74 (2) atau
usia >75 (3)
0(0,8) / 1(1,6)
DM/HT/angina (1)
2(2,2)
SBP<100 (3)
3(4,4)
HR >100 (2)
4(7,3)
Klasifikasi killip II-IV
(2)
5(12,4)
Berat <67 kg (1)
6(16,1)
ST elevasi anterior
atau LBBB (1)
7(23,4)
Waktu ke reperfusi
>4jam (1)
8(26,8)
(skor maksimum 14
poin)
>8(35,9)
Risk score untuk STEMI
DAFTAR PUSTAKA



Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo
Aru W, dkk (editor), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV: 1615-25.
Thomas A. Pearson, MD, PhD; Steven N. Blair, PED; Stephen
R. Daniels, MD, PhD; Robert H. Eckel, MD; Joan M. Fair, RN,
PhD; Stephen P. Fortmann, MD; Consensus Panel Guide to
Comprehensive Risk Reduction for Adult Patients Without
Coronary or Other Atherosclerotic Vascular Diseases in AHA
Guidelines for Primary Prevention of Cardiovascular Disease
and Stroke: 2002 Update.
Cannon Christopher P, Braunwald Eugene. ST-Elevation
Myocardial Infarction.In Kasper DL, Braunwald E, Fauchi AS
et. Al (editor). Harrison’s Principle of Internal Medicine 17
ed,Mc GrawHill: 2008. 1527-32.
Download