BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh proses kehidupan berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal (Susetiono, 2004). Lamun merupakan satu satunya tumbuhan angiospermae atau tumbuhan berbunga yang memiliki daun, batang, dan akar sejati yang telah beradaptasi untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut (Tuwo, 2011). Pola hidup lamun sering berupa hamparan, maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zatzat hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun (Den Hartog, 1970 dalam Hendra, 2011). Tumbuhan lamun mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya hidup dilingkungan laut, yaitu : 1) mampu hidup di media air asin; 2) mampu berfungsi normal dalam kondisi terbenam; 3) mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik; 4) mampu melakukan penyerbukan dan daun generafit dalam keadaan terbenam (Den Hartog, 1970 dalam Kordi, 2011). B. Morfologi Lamun Lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan bibit seperti halnya tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga perbedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi (Tengke, 2010). Secara morfologi jenis lamun Enhalus acoroides (Gambar 1) akan tumbuhan tropis yang mempunyai akar kuat dan diselimuti oleh benang-benang hitam yang kaku. Rhizomanya tertanam di dalam substrat. Pada akarnya terdapat rambut bisus. Daun-daunnya sebanyak 2 atau 4 helai yang ujungnya membulat. Panjang daun lebih dari 1 m dan lebar 1,5 cm. Buah berbentuk bulat telur berukuran 4-7 cm. Lamun tropis tumbuh di perairan dangkal dengan substrat pasir berlumpur. Lamun ini tumbuh subur di daerah yang terlindung di pinggir bawah dari mintakat pasang surut dan di batas atas mintakat bawah litoral. Gambar 1. Enhalus acoroides Spesies Halophila ovalis (Gambar 2) atau lamun sendok (spoon grass) adalah lamun yang mempunyai tangkai ramping, berdiameter 1 mm, hampir tidak berwarna dan merayap. Sepanjang tangkai yang merayap muncul daun-daun berpasangan ke atas di bawah permukaan air dan akar-akarnya kecil ramping ke bawah, ke dalam tanah. Daun-daun bundar telur (oval) tipis berwarna hijau dengan warna kemeah-merahan berukuran panjang 10-15 mm dan lebar 5-10 mm. Masing-masing daun ditunjang oleh tangkai (petiole) berukuran panjang 8-15 mm dan diameter 0,5 mm. Di daerah yang terlindung, lamun sendok membentuk permadani tumbuh-tumbuhan di antar air surut rata-rata pada pasang surut bulansetengah dan air surut rata-rata pada pasang surut purnama, memberikan lingkungan yang cocok untuk pelekatan alga. Di lingkungan ini lamun sendok membentuk tajuk (canopy). Lamun sendok mempunyai bunga berkelamin tunggal dan soliter. Lamun sendok terdapat di pantai pasir, di paparan terumbu dan di dasar pasir lumpur dari pasang surut rata-rata sampai batas bawah dari daerah pasang surut (Romimohtarto dan Juwana, 2001 dalam Kordi, 2011). Gambar 2. Halophila ovalis Susetiono (2007) menyatakan bahwa habitat lamun jenis Halophila minor (Gambar 3) serta helaian daunnya sangat mirip dengan Halophila ovalis tetapi lebih kecil (0,7-1,4 cm) dan jumlah urut daun juga lebih sedikit (3-8 pasang), rimpang tipis dan mudah patah, mampu hidup diperairan yang berlumpur. Gambar 3. Halophila minor Spesies Cymodoceae rotundata (Gambar 4) atau dikenal sebagai lamun ujung bulat (round tipped seagrass) tumbuh di substrat pasir, kadang pecahan karang dan sedikit berlumpur. Lamun ini mempunyai daun berukuran panjang 720 cm dan lebar 2-4 mm, mempunyai 7-15 tulang daun dan 2-7 helai daun perpangkal. Ujung daun halus membulat dan tumpul (Kordi, 2011). Gambar 4. Cymodoceae rotundata Sama halnya dengan Cymodocea rotundata, bentuk daunnya melengkung menyerupai selempang bagian pangkal menyempit dan ke arah ujung agak melebar. Panjang dan lebarnya juga hampir sama berkisar 5-15 m dan 2-4 mm. Yang membedakannya dengan ujung daun dari Cymodocea serrulata (Gambar 5) adalah ujung daunnya bergerigi dengan tulang daun berjumlah 13-17. Gambar 5. Cymodocea serrulata Susetiono, (2007) menyatakan bahwa lamun jenis Thalassia henprichii (Gambar 6) mempunyai rimpang agak membulat, daun tebal dan agak melengkung. Bunga jantan mempunyai tangkai pendukung pendek saja,yaitu sekitar 3 cm (atas inzet). Sedangkan bunga betina tangkai pendukungnya lebih pendek, yaitu berkisar antara 1-1,5 cm dan buahnya terbagi dalam 8-20 keping yang tidak beraturan. Umumnya hidup berdampingan dengan jenis lainnya seperti Enhalus acoroides. Bila mendominasi selalu membentuk kelompok vegetasi yang rapat (bawah). Spesies Thalassia henprichii tumbuh di substrat berpasir hingga pada pecahan karang mati dan sering menjadi spesies dominan pada padang lamun campuran dan melimpah (Kordi, 2011). Gambar 6. Thalassia hemprichii H. uninervis (Gambar 7) adalah lamun sublittoral ditemukan dari pertengahan pasang surut hingga kedalaman 20 m. Umumnya pada kedalaman antara 0-3 m di laguna sublittoral dan di dekat terumbu karang. H. uninervis dapat tumbuh di berbagai habitat yang berbeda. Lamun ini dapat membentuk padang rumput padat bercampur dengan spesies lamun lain (Carruthers et al, 2007 dalam Hendra, 2011). Jenis ini termasuk dalam famili Potamogetonaceae. Ciri khas dari famili ini memiliki bentuk daun Parvozosterids, dengan daun memanjang dan sempit. Ujung daunnya yang berbentuk trisula dengan satu vena sentral yang membujur dengan ukuran lebar daun 1-1,7 mm. Umur daun ±55 hari dengan produksi tegakan sebanyak 38 tegakan/tahun (Vermaat et al, 1995). Gambar 7. Halodule uninervis Syringodium isoetifolium (Gambar 8) termasuk dalam Family Potamogetonaceae dengan ciri-ciri utama yaitu tidak memiliki ligula seperti pada Family Hydrocaritaceae. Ditemukan di seluruh wilayah Indo-Barat Pasifik Tropis. Tumbuh dengan kepadatan tinggi tanpa spesies lain. Namun bila tumbuh dengan spesies lain ukurannya akan lebih kecil. Jenis lamun ini jarang ditemukan di daerah intertidal dangkal (McKenzie, 2007 dalam Hendra, 2011). Gambar 8. Syringodium isoetifolium C. Habitat Lamun hidup dan terdapat pada daerah mid-intertidal sampai kedalaman 0,5-10 m, dan sangat melimpah di daerah sublitoral. Jumlah spesies lebih banyak terdapat di daerah tropik dari pada di daerah ugahari (Barber, 1985 dalam Tangke, 2010). Habitat lamun dapat dilihat sebagai suatu komunitas, dalam hal ini suatu padang lamun merupakan kerangka struktur dengan tumbuhan dan hewan yang saling berhubungan. Habitat lamun dapat juga dilihat sebagai suatu ekosistem, dalam hal ini hubungan hewan dan tumbuhan tadi dilihat sebagai suatu proses yang dikendalikan oleh pengaruh-pengaruh interaktif dari faktor-faktor biologis, fisika, kimiawi. Ekosistem padang lamun pada daerah tropik dapat menempati berbagai habitat, dalam hal ini status nutrien yang diperlukan sangat berpengaruh. Lamun dapat hidup mulai dari rendah nutrien dan melimpah pada habitat yang tinggi nutrien. Tangke (2010) menyatakan bahwa lamun pada umumnya dianggap sebagai kelompok tumbuhan yang homogen. Lamun terlihat mempunyai kaitan dengan habitat dimana banyak lamun (Thalassia) adalah substrat dasar dengan pasir kasar. Dinyatakan pula bahwa Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan pasir sedikit berlumpur dan kadang-kadang terdapat pada dasar yang terdiri atas campuran pecahan karang yang telah mati. D. Karakteristik Vegetatif Lamun menunjukkan adanya bentuk keseragaman yang tinggi pada reproduksi vegetatifnya. Hampir semua marga lamun memperlihatkan perkembangan yang baik dari rimpang (rhizome) dan bentuk daun yang pipih dan memanjang, kecuali pada marga Halophila. Jadi umumnya lamun akan menjadi kelompok homogen dengan tipe pertumbuhan "enhalid" (Azkab, 2000). Menurut Den Hartog (1967) dalam Hendra (2011), karakteristik pertumbuhan lamun dapat dibagi enam kategori yaitu; 1. Parvozosterids, dengan daun memanjang dan sempit: Halodule, Zostera sub-marga Zosterella. 2. Magnozosterids, dengan daun memanjang dan agak lebar: Zostera submarga Zostera, Cymodocea dan Thalassia. 3. Syringodiids, dengan daun bulat seperti lidi dengan ujung runcing: Syringodium 4. Enhalids, dengan daun panjang dan kaku seperti kulit atau berbentuk ikat pinggang yang kasar Enhalus, Posidonia, Phyllospadix. 5. Halophilids; dengan daun bulat telur, elips, berbentuk tombak atau panjang, rapuh dan tanpa saluran udara: Halophila 6. Amphibolids, daun tumbuh teratur pada kiri dan kanan: Amphibolis, Thalassodendron, dan Heterozostera. E. Peranan Lamun Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan yang hidup pada padang lamun ada yang merupakan penghuni tetap ada pula yang bersifat sebagai pengunjung. Hewan yang datang sebagai pengunjung biasanya untuk memijah atau mengasuh anaknya seperti ikan. Selain itu, ada pula hewan yang datang mencari makan seperti sapi laut (Dugong dugon) dan penyu (turtle) yang makan lamun Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii (Soedharma, 2007). Soedharma (2007), menyatakan bahwa di daerah padang lamun, organisme melimpah karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai sumber bahan makanan baik daunnya maupun epifit atau detritus. Jenis-jenis polichaeta dan hewan–hewan nekton juga banyak didapatkan pada padang lamun. Lamun juga merupakan komunitas yang sangat produktif sehingga jenis-jenis ikan dan fauna invertebrata melimpah di perairan ini. Lamun juga memproduksi sejumlah besar bahan bahan organik sebagai substrat untuk algae, epifit, mikroflora dan fauna. Padang lamun ini dihuni berbagai macam spesies hewan, yang berasosiasi dengan padang lamun. Di perairan Pabama dilaporkan 96 spesies hewan yang berasosiasi dengan beberapa jenis ikan. Di Teluk Ambon ditemukan 48 famili dan 108 jenis ikan adalah sebagai penghuni lamun, sedangkan di Kepulauan Seribu sebelah utara Jakarta di temukan 78 jenis ikan yang berasosiasi dengan padang lamun. Selain ikan, sapi laut dan penyu serta banyak hewan invertebrata yang berasosiasi dengan padang lamun, seperti: Pinna sp, beberapa Gastropoda, Lambis lambis, Strombus, teripang, bintang laut, beberapa jenis cacing laut dan udang (Peneus doratum) yang ditemukan di Florida Selatan (Susetiono, 2004). Apabila air sedang surut rendah sekali atau surut purnama, sebagian padang lamun akan tersembul keluar dari air terutama bila komponen utamanya adalah Enhalus acoroides, sehingga burung-burung berdatangan mencari makan di padang lamun ini (Nontji, 1987 dalam Hendra, 2011). Menurut Azkab (1988) dalam Hendara (2011), peranan lamun di lingkungan perairan laut dangkal sebagai berikut: 1. Sebagai produsen primer Lamun mempunyai tingkat produktivitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang (Thayer, et al., 1975 dalam Hendra, 2011). 2. Sebagai habitat biota Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan–ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977 dalam Hendra, 2011). 3. Sebagai penangkap sedimen Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi (Hutomo & Azkab, 1987 dalam Hendra, 2011). 4. Sebagai pendaur zat hara Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae dan epifit. Philips & Menez (1988) dalam Hendra (2011), menyatakan bahwa, lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara tradisional maupun secara modern. Secara tradisional lamun telah dimanfaatkan untuk : 1) Kompos dan pupuk, 2) Cerutu dan mainan anak-anak, 3) Dianyam menjadi keranjang, 4) Tumpukan untuk pematang, 5) Mengisi kasur, 6) Ada yang dimakan, dan 7) Dibuat jaring ikan. Pada zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan untuk : 1) Penyaring limbah, 2) Stabilizator pantai, 3) Bahan untuk pabrik kertas, 4) Makanan, 5) Obat-obatan, dan 6) Sumber bahan kimia. Spesies yang terkenal adalah Enhalus acoroides yang dikenal sebagai samo-samo atau lamun tropis (tropical ellgrass). Spesies ini dimanfaatkan bijinya oleh penduduk Kepulauan Seribu sebagai bahan makanan. Bijinya dikumpulkan dan dimasak seperti halnya menanak nasi. Lamun tropis ini mempunyai bunga jantan yang putih dengan tangkai yang pendek, bunga betinanya bertangkai panjang dengan kelopak kemerah-merahan dan mahkota yang putih, sedangkan buah berambut (Nontji, 1987 dalam Kordi, 2011). F. Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun (Seagrass) Kerapatan merupakan hal mendasar untuk mempelajari pertumbuhan lamun maupun mengestimasi produksi. Dalam penelitian Takaendengan (2010) di Perairan Kema, Minahasa Utara menunjukkan bahwa kerapatan pada setiap jenis lamun mempunyai variasi yang secara kuantitatif terdapat perbedaan pada setiap lokasi. Kerapatan bervariasi dari masing-masing jenis lamun berkisar antara 171601 tegakan/m2. Kerapatan tertinggi rata-rata adalah jenis Thalassia hemprichii 1601 tegakan/m2 yang dijumpai pada lokasi 2 (pantai Kaburukan) dan yang terendah Halophila ovalis (17 tegakan/m2 ) di lokasi 1 (pantai Tasikoki). Untuk Halodule pinifolia yang hanya ditemukan pada lokasi 3 (pantai Lilang) memiliki kerapatan rata-rata 324/tegakan/m2. Selain itu juga Thassodendron ciliatum hanya dijumpai di lokasi 4 (pantai Makalisung) dengan jumlah kerapatan rata-rata 143/tegakan/m2. Menurut Nur (2004), tingginya kerapatan jenis lamun sangat terkait dengan jumlah jenis yang ditemukan dan kemungkinan sangat terkait dengan karekteristik habitat seperti kedalaman, dan jenis substrat yang sangat mendukung untuk pertumbuhan dan keberadaan lamun karena sangat terkait dengan penetrasi cahaya yang dibutuhkan oleh lamun dalam proses fotosintesis. Rendahnya kerapatan jenis pada stasiun disebabkan oleh sedikitnya jumlah jenis yang mampu beradaptasi terhadap faktor lingkungan dan memiliki kedalaman yang tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya dan memiliki substrat pasir berlumpur sehingga jenis lamun yang ditemukan hanya terdiri dari Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides dan Cymodocea rotundata. Azkab (2006) melaporkan bahwa di dunia tercatat sekitar 58 jenis lamun yang dapat dijumpai dalam skala besar dan menutupi dasar perairan yang luas untuk membentuk suatu padang lamun (Seagrass bed). Di perairan Indonesia tercatat 12 jenis lamun yang tumbuh yaitu : Halodule pinifolia (miki) den Hartog, H. uninervis (forsskal) Asherson, Cymodoceae rotundata Ehrenberg & Hemprich ex Ascherson, C.serrulata (R. Brown) Ascherson & Magnus, Syringodium isoetifolium (Ascherson) Dandy, Thalassodendon ciliatum (Forsskal), Enhalus acoroides (Linnaeus f.) Royle, Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson, H. decipiens Ostenfeld, H. minor (Zollinger) den hartog dan H. spinulosa (R. Brown) Ascherso. Keanekaragaman hayati lamun yang paling tinggi dapat dijumpai di perairan Teluk Flores dan Lombok, masing-masing terdapat 11 spesies. Keanekaragaman spesies lamun di perairan Indonesia bagian barat lebih kecil dibandingkan dengan di perairan Indonesia timur. Fortes (1990) dalam Kordi (2011) menduga bahwa tingginya keanekaragaman spesies lamun di Indonesia bagian timur disebabkan oleh posisi daerah ini lebih dekat dengan daerah pusat penyebaran lamun di perairan Indo-Pasifik, yaitu Filipina yang memiliki 16 spesies dan Australia Barat yang memiliki 17 spesies. G. Parameter Kualitas Air Untuk Pertumbuhan Lamun (Seagrass) Faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan padang lamun adalah parameter kualitas air antara lain sebagai berikut: 1. Suhu Beberapa peneliti melaporkan adanya pengaruh nyata perubahan suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun (Brouns dan Hiejs, 1986 dalam Hendra, 2011). Walaupun padang lamun secara geografis tersebar luas yang diindikasikan oleh adanya kisaran toleransi yang luas terhadap temperatur tapi pada kenyataannya spesies lamun di daerah tropik mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan temperatur. Kisaran suhu optimal bagi spesies lamun adalah 28-30 0C (Dahuri, 2003). Suhu mempengaruhi proses-proses fisiologi yaitu proses fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan dan reproduksi. Proses fisiologis tersebut akan menurun tajam apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal tersebut (Nybakken, 1992 dalam Nur, 2004). Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C (Azkab, 1999). Penelitian yang dilakukan Barber (1985) dalam Hendra (2011), melaporkan produktivitas lamun yang tinggi pada suhu tinggi, bahkan diantara faktor lingkungan yang diamati hanya suhu yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas tersebut. Pada kisaran suhu 10-35 °C produktivitas lamun meningkat dengan meningkatnya suhu (Azkab, 1999). 2. Salinitas Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman 1993 dalam Hendra 2011). Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan hidup dari salinitas 3,560 0/00, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 0/00 (Azkab, 1999). Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis antartica biomassa, produktivitas dan kecepatan pulih tertinggi ditemukan pada salinitas 42,5 0 /00. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun (Azkab, 1988 dalam Hendra 2011) 3. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman adalah suatu ukuran tentang besarnya konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan apakah suatu perairan itu bersifat asam atau basa, dimana kemasaman merupakan suatu parameter yang dapat menentukan produktivitas suatu perairan. Pada umumnya pH air laut tidak banyak bervariasi karena adanya sistem karbondioksida dalam laut yang berfungsi sebagai penyangga yang cukup kuat (Nontji, 1993 dalam Nur, 2004). Kaswadji (1997) dalam Nur (2004) mengatakan bahwa suatu perairan dengan pH 5,5 – 6,5 dan pH yang lebih dari 8,5 merupakan perairan yang tidak produktif, perairan dengan pH 6,5-7,5 termasuk dalam perairan yang masih produktif dan perairan dengan pH antara 7,5 – 8,5 mempunyai tingkat produktifitas yang tinggi. 4. Kecerahan Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan proses fotosintesis. Hal ini terbukti dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa distribusi padang lamun hanya terbatas pada daerah yang tidak terlalu dalam. Namun demikian, pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebaran komunitas lamun di dunia masih ditemukan hingga kedalaman 90 meter, asalkan pada kedalaman ini masih dapat ditembus cahaya matahari (Dahuri, 2003). 5. Kedalaman Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia, sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah. Kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun (Hutomo, et al, 1987 dalam Hendra, 2011 ). 6. Substrat Hampir semua tipe substrat atau dasar perairan dapat ditumbuhi oleh tumbuhan lamun, dari substrat berlumpur sampai berbatu, namun ekosistem padang lamun yang luas umumnya dijumpai pada substrat lumpur berpasir tebal. Substrat seperti ini umumnya berada diantara ekosistem Mangrove dan Terumbu Karang. Tumbuhan lamun dapat hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai karang. Syarat utama dari substrat yang dikehendaki oleh lamun adalah kedalaman sedimen atau substrat yang cukup dalam. Ada dua manfaat dari sedimen yang dalam yaitu dasar perairan lebih stabil, dan dapat menjamin pasokan nutrien ke tumbuhan lamun (Tuwo, 2011).