MEMBERDAYAKAN METAKOGNISI DALAM PEMBELAJARAN Muhfahroyin*) Abstrak Metacognition is thinking about thinking, it is essential processing to successful learning because it enables individuals to better managing their cognitive skills and to determine strengthness and weaknesses that can be corrected by constructing new cognitive skills. Almost anyone who can perform a skill is capable of metacognition, that is thinking about how they perform that skill. Promoting metacognition begins with building an awareness among learners that metacognition exists, differs from cognition, and increases academic success. The next step is to teach strategies, and more importantly, to help students construct explicit knowledge about when and where to use strategies. Empowering metacognition can be started by building awareness of student that metacognition is exist, differs from condition of cognition which has been owned, and can increase successful learning and academic success. Pendahuluan Tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Perkembangan dunia pendidikan yang semakin meningkat dewasa ini menunjukkan semakin tinggi tingkat kepedulian pemerhati maupun praktisi pendidikan untuk memajukan dunia pendidikan. Dari bermacam-macam aspek pendidikan, khususnya belajar dan pembelajaran selalu memunculkan inovasi pendekatan dan strategi yang diupayakan memberdayakan potensi peserta didik sebagaimana amanat Tujuan Pendidikan Nasional tersebut. Seiring dengan hal tersebut, paradigma teaching (pengajaran) bergeser pada paradigma learning (pembelajaran) yang menuntut guru mengaktifkan dan memberdayakan siswa untuk belajar secara aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan. *) Dosen PNS Kopertis Wilayah II DPK pada FKIP UM Metro. 1 Mengembangkan potensi peserta didik dapat dilakukan oleh guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran dan siswa selaku peserta didik untuk memahami potensi yang dimilikinya. Guru dan siswa dapat mengembangkan kemampuan metakognitif untuk menunjang keberhasilan aspek kognitif yang harus dikuasainya. Membelajarakan dan melatihkan kemampuan metakognitif dapat dilakukan dengan menyelenggarakan pembelajaran dengan strategi metakognitif. Dengan strategi metakognitif dapat membantu siswa membangun kognisi ketika pembelajaran berlangsung guna keberhasilan dalam belajarnya. Suatu strategi pembelajaran yang inovatif dan fleksibel dapat digunakan oleh guru untuk memberdayakan kemampuan siswa untuk merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi belajar mereka. Deskripsi Metakognisi Metakognisi didefinisikan sebagai kemampuan memahami dan memonitor pemikiran melalui asumsi-asumsi dan implikasinya dalam melakukan aktivitas (Lee dan Baylor, 2006). Metakognisi merupakan kemampuan berpikir tentang hal-hal yang dipikirkan (thinking about thinking). Menurut Kuhn (2000) metakognisi terdiri atas pengetahuan metakognisi dan pengaturan metakognisi. Pengetahuan metakognisi digunakan dalam pengaturan metakognisi. Pengetahuan metakognitif dapat diketahui ketika seseorang menyadari kemampuan kognitifnya, kemudian pengetahuan tersebut digunakan untuk mengontrol proses-proses kognitif. Livingston (1997) membagi metakognisi menjadi tiga variabel, yaitu pengetahuan individu, strategi, dan tugas. Variabel-variabel ini dapat dikontrol bila seseorang menyadari hal-hal yang dipikirkan dan dilakukan. Lee dan Baylor (2006) menjelaskan bahwa metakognisi memiliki empat komponen utama, yaitu, pertama,merencanakan (planning), termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan merencanakan belajar secara hati-hati, menetapkan tujuan belajar, menentukan urutan belajar, menggunakan strategi belajar, dan harapanharapan saat belajar. Kedua, memonitor (monitoring), yaitu mengarah pada aktivitas moderat yang bersamaan dengan kemajuan belajar, seperti kemampuan membuat dan menjawab pertanyaan diri sendiri selama proses pembelajaran berlangsung. Ketiga, mengevaluasi (Evaluation), kategori ini adalah kemampuan melakukan penilaian terhadap kemajuan belajar diri sendiri. Keempat, merevisi (revising), meliputi kemampuan memodifikasi rencana, tujuan, strategi, dan pendekatan-pendekatan belajar yang telah dilakukan sebelumnya. 2 Lee dan Baylor (2006) menekankan bahwa metakognisi harus dilatih untuk menjadi keterampilan yang akan menuntun siswa untuk belajar dan menemukan pengetahuan sendiri. Siswa yang memiliki tingkatan metakognisi tinggi akan menunjukkan keterampilan metakognitif yang baik, seperti merencanakan (planning), memonitor proses belajar (monitoring), dan mengevaluasi (evaluation) kognisi yang dimilikinya. Hal ini senada dengan standar proses pada standar nasional pendidikan, bahwa proses pembelajaran meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pemantauan (Depdiknas, 1995; 2007). Strategi Metakognitif dalam Pembelajaran Dalam pembelajaran, strategi metakognitif terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama kesadaran, meliputi kemampuan mengidentifikasi apa yang telah diketahui, menentukan tujuan belajar, mempertimbangkan alat bantu belajar, mempertimbangkan bentuk tugas, memotivasi, dan menentukan tingkat kecemasan. Kedua, perencanaan, meliputi kegiatan memperkirakan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, merencanakanwaktu belajar dalam suatu jadwal, membuat checklist aktivitas yang dilakukan, mengambil langkah yang diperlukan dalam belajar dengan strategi metakognitif. Ketiga, pemantauan dan refleksi, meliputi kegiatan pengawasan dalam proses pembelajaran, pemantauan dengan pertanyaan sendiri, memberikan umpan balik, dan menjaga konsentrasi dan motivasi. Memberdayakan metakognisi dalam pembelajaran berati melatih siswa untuk berkembang menjadi pebelajar mandiri (self-regulated learner), mendorong siswa menjadi manajer kelas atas dirinya sendiri, menjadi penilai atas pemikiran dan memantau pembelajaran yang dilaksanakan (Eggen dan kauchak, 1996; Peters, 2000). Metakognisi pada dasarnya merupakan keterkaitan antara aspek afektif dengan kognitif. Memberdayakan metakognisi berarti memberdayakan integrasi aspek afektif dan kognitif tersebut (Branch dan Oberg, 2004). Guru, dalam hal ini sebagai fasilitator pembelajaran, hendaknya memberdayakan metakognisi siswa melalui strategi-strategi metakognitif. Strategi metakognitif terindikasi dari proses-proses berurutan yang menempatkan komponenkomponen metakognisi sebagai bagian dari motivasi dan arahan guru terhadap siswa dalam setiap pembelajaran. Guru melatih keterampilan siswa dalam hal perencanaan 3 dan pemantauan aktivitas-aktivitas kognitif dan evaluasi terhadap hasil setiap aktivitas belajar yang dilakukan. Aktivitas perencanaan yang dapat diberdayakan oleh guru, misalnya menentukan tujuan dan analisis tugas, hal ini akan membantu siswa mengaktivasi pengetahuan yang relevan sehingga mempermudah pengorganisasian dan pemahaman materi kajian. Aktivitas pemantauan yang dapat diberdayakan misalnya perhatian ketika sedang membaca, siswa membuat pertanyaan dan menjawabnya untuk menguji diri sendiri. Menurut Pintrich et al (1991) aktivitas-aktivitas ini akan membantu peningkatan prestasi belajar siswa, karena secara kontinyu siswa melakukan pengawasan dan mengoreksi perilakunya sendiri dalam menyelesaikan tugas. Berikut ini ilustrasi siswa yang memberdayakan metakognisi dalam pembelajaran biologi. Ketika siswa mempelajari materi biologi khusunya materi pokok pertumbuhan dan perkembangan organisme, maka siswa akan bertanya pada dirinya sendiri konsep-konsep yang mendukung materi tersebut, seperti sel, jaringan, organ, dan sistem organ, ditinjau dari aspek morfologis, anatomis, maupun fisiologis. Apakah konsep-konsep tersebut telah dipelajari? Lebih lanjut apakah yang telah dipelajari telah dipahami dan dimengerti? Bila belum, apakah rencana yang akan dikembangkan? Berapa lama waktu yang akan digunakan? Apakah yang dibutuhkan? Strategi apa yang dapat digunakan? Bagaimana mengevaluasi pengetahuan atas konsep yang akan dipelajarinya? Bila sudah, apakah pemahamannya telah tuntas? Apakah pemahaman tersebut benar-benar mendukung dalam mempelajari materi pokok pertumbuhan dan perkembangan organisme? Dari ilustrasi tersebut dapat dijelaskan bahwa siswa belajar secara kognitif ketika harus menguasai dan memahami materi pokok pertumbuhan dan perkembangan organisme, demikian juga siswa telah memberdayakan kemampuan metakognitif ketika berpikir tentang pengetahuan yang ada dalam pikirannya. Dalam hal ini siswa bertanya kepada dirinya sendiri, kemudian berlatih menjawab dengan sejujurnya. Dari jawaban ini menimbulkan reaksi untuk menindaklanjuti (follow up) dalam tindakan dan mengevaluasinya untuk kepentingan merevisi perencanaan ulang yang akan dilakukan. 4 Proses metakognisi akan mengaktivasi dan mengarahkan arus informasi selama pembelajaran. Proses ini membantu siswa mengidentifikasi tugas, mengawasi dan mengevaluasi kemajuan pekerjaannya, mengalokasikan sumber daya yang dimiliki, menentukan langkah yang akan ditempuh, dan memprediksi hasil yang akan diperoleh. Dari tulisan singkat ini, penulis mengajak para guru dan pendidik pada umumnya untuk memberdayakan metakognisi, baik untuk diri sendiri maupun untuk siswa sebagai peserta didik. Strategi pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk memberdayakan metakognisi dapat dikembangkan dari cooperative learning, active learning, quantum learning, contextual teaching and learning, pembelajaran aktif inovatif kreatif efektif dan menyenangkan (PAIKEM), dan strategi pembelajaran inovatif lainnya. Evaluasi Kemampuan Metakognisi Untuk mengetahui kemampuan metakognisi yang telah diberdayakan dalam pembelajaran, guru dapat melaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK) maupun penelitian kuasi eksperimental untuk mengukur peningkatan metakognisi siswa di kelasnya. Salah satu intrumen yang dapat diadaptasi dan digunakan adalah Metacognitive Awareness Inventory (MAI) (Schraw dan Dennison,1994). Instrumen ini menekankan pada pentingnya ukuran kesadaran metakognitif pada siswa. Melalui inventori ini dapat diungkap mengenai kemampuan merencanakan belajar, kemampuan awal yang telah dimiliki siswa, strategi belajar yang paling sesuai untuk siswa, pemahaman siswa tentang tujuan belajar, strategi siswa dalam mengatur waktu belajar, dan kemampuan siswa melakukan evaluasi belajarnya. Metakognisi sangat penting diberdayakan pada siswa dalam pembelajaran untuk kesuksesan akademik. Kemampuan metakognisi yang diberdayakan dengan baik memungkinkan individu untuk lebih baik mengatur kondisi kognitif dan mengetahui kelemahan-kelemahannya, sehingga dapat diperbaiki dengan membangun kondisi kognisi baru. Setiap siswa dapat diberdayakan kemampuan metakognisinya, sehingga terlatih menjadi kebiasaan melakukan keterampilan metakognitis. Siswa akan memahami situasi yang sedang dipikirkan, siswa menjadi terlatih bagaimana mereka mengelola dan melakukan kemampuan kognisi. 5 Penutup Memberdayakan metakognisi dapat dimulai dengan membangunan satu kesadaran siswa bahwa metakognisi ada, berbeda dengan kondisi kognisi yang telah dimiliki, dan dapat meningkatkan sukses akademik. Memberdayakan metakognisi menjadi salah satu faktor yang berperan penting untuk memberdayakan potensi kognisi peserta didik dalam pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas dalam kehidupan siswa sehari-hari secara kontekstual. Demikian, semoga bermanfaat. DAFTAR PUSTAKA Branch, J. L., & Oberg, D. 2004. Focus on inquiry: A teacher’s guide to implementing inquiry-based learning. Edmonton, AB: Alberta Learning. http://www.learning.gov.ab.ca/k_12/curriculum/resources/focusinquiry/ pdfs/FOI_Draft.pdf Depdiknas. 2003. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendididikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendididikan. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Jakarta: Depdiknas. Eggen and Kauchak. 1996. Educational Psychology: Windows on Classroom. Allyn and Bacon. Imel, S. (2002). Metacognitive Skills for Adult Learning. Trends and Issues Alert. No. 39. http:// www.cete.org/acve/docs/tia00107.pdf Peters. 2000. Does Constructivist Epistemology Have a Place in Nurse Education. Jurnal of Nurse Education 39 No. 4 p 166-170. Pintrich, P. R., and E.V. De Groot. 1990. Motivational and Self-Regulated Learning Components of Classroom Academic Performance. Journal of Educational Psychology 82(1): 33-40. Pintrich, P. R., et. al. 1991. A Manual for the Use of the Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ). Technical Report No. 91-b-004. Michigan: University of Michigan. Pintrich, P. R. 1999. The Role of Motivation in Promoting and Sustaining SelfRegulated Learning. International Journal of Educational Research 31(6): 459-470. Schraw. 2004. Metacognition. Background Brief. OLRC News Summer http:// literacy.kent.edu/ohioeff/resources/06newsMetacognition.doc Schraw, G. & Dennison, R. S. 1994. Assessing Metacognitive Awareness. Contemporary Educational Psychology, 19, 460-475. 6