PRODUKSI BIOMASSA DAN SILASE BEBERAPA GENOTIPE SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU PADA DUA LOKASI BERBEDA (Skripsi) Oleh JECA HARESTA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRAK PRODUKSI BIOMASSA DAN SILASE BEBERAPA GENOTIPE SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU PADA DUA LOKASI BERBEDA OLEH JECA HARESTA Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem tanam, genotipe dan interaksinya terhadap produksi biomassa dan silase tanaman sorgum pada dua lokasi yang berbeda. Ada lima genotipe yang digunakan dalam penelitian ini yaitu P/F 5-193 C, P/I WHP, UPCA, Numbu, dan Super 2. Sistem tanam yang digunakan adalah sistem tanam monokultur dan tumpangsari. Perlakuan disusun dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan tiga ulangan. Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi mulai Februari sampai Agustus 2016. Lokasi lahan sub-optimum di Kebun Percobaan Balai Besar Teknologi Pati (BBTP) Sulusuban, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung dan lokasi lahan optimum di Kebun Warga Gading Rejo, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan produksi biomassa dan silase tanaman sorgum baik yang ditanam secara monokultur maupun tumpangsari di kedua lokasi. Genotipe P/F 5-193 C dan Super 2 menghasilkan biomassa lebih tinggi dibanding genotipe yang lain baik pada saat vegetatif maksimum dan maupun fase masak susu. Kedua genotipe di atas juga Jeca Haresta menghasilkan silase yang lebih tinggi dibanding genotipe yang lain pada fase vegetatif maksimum. Hal ini konsisten terlihat di dua lokasi. Genotipe P/F 5-193 C yang di tanam secara monokultur mampu memproduksi silase lebih tinggi pada fase masak susu di lahan sub-optimum. Kata kunci: biomassa, genotipe, silase, sistem tanam, sorgum. PRODUKSI BIOMASSA DAN SILASE BEBERAPA GENOTIPE SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU PADA DUA LOKASI BERBEDA Oleh JECA HARESTA Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mancapai Gelar SARJANA PERTANIAN Pada Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Bakhu, Kec. Batu Ketulis, Kab. Lampung Barat pada tanggal 15 November 1995, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Djauhari dan Ibu Zuarni. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 1 Bakhu Kec. Batu Ketulis, Kab. Lampung Barat dan lulus pada tahun 2006, kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Belalau Lampung Barat dan lulus pada tahun 2009, selanjutnya pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh oleh penulis di SMAN 1 Belalau Lampung Barat dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Produksi Tanaman Pangan tahun ajaran 2014/2015, Produksi Tanaman Hortikultura tahun ajaran 2015/2016, Metodelogi Penelitian tahun ajaran 2015/2016 dan Dasar-Dasar Budidaya Tanaman tahun ajaran 2016/1017. Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur dengan judul “Teknik Budidaya Tanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.) pada Lahan Kering Masam di Kebun Percobaan Taman Bogo Kabupaten Lampung Timur”. Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Lampung di Desa Rejosari, Kecamatan Penawar Tama, Kabupaten Tulang Bawang. Alhamdulillahirabbilalamin Dengan penuh rasa syukur dan bangga, ku persembahkan karya ini kepada : Kedua orangtuaku “Bapak Djauhari dan Ibu Zuarni” untuk cinta, kasih sayang, dukungan serta doa yang tiada henti diberikan kepada penulis hingga saat ini. Dan untuk Almamater tercinta “Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung” (QS. Ali Imran: 173) Dengan kedisiplinan diri, banyak hal yang mungkin dilakukan (Theodore Roosevelt) ”Dengan kesungguhan serta berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan akan membawa kita pada kesuksesan” (Anonim) SANWACANA Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanaan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. Muhammad Syamsoel Hadi, M.Sc. selaku pembimbing utama yang telah membimbing, memberikan waktu, saran, bantuan dan motivasi kepada penulis selama melaksanakan penelitian hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc. selaku pembimbing kedua atas bimbingan, bantuan, saran dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini. 3. Bapak Ir. Sunyoto, M.Agr. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada penulis. 4. Bapak Ir. Agus M. Hariri, M.S. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 5. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 6. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. selaku Ketua Bidang Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 7. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 8. Kedua orangtuaku Bapak Djauhari dan Ibu Zuarni atas doa, kasih sayang, semangat, dukungan, nasehat, kesabaran serta material yang diberikan kepadaku. 9. Kepada saudaraku Zulman Haridan, S.T., Zobi Harika, S.E., Ayu Eka Wulandari, S.P., Rica Novia Sari, keponakanku Abin, Zhafira, dan Azam atas doa, dukungan, dan semangat yang diberikan hingga saat ini. 10. Teman seperjuangan penelitian Iin Aria Suryana, S.P., Destia Novita Sari, S.P., dan Anggi Tyasrini, S.P. atas kerjasama, dukungan dan bantuannya. 11. Teman-temanku Hindun, Flora, Kharisa, Ketty, Eriza, Hairani, Endah, Tanti, Irma, Isma, dan Nia atas bantuan dan dukungannya. 12. Teman-teman Agroteknologi angkatan 2012 kelas B, terimakasih atas kebersamaan selama ini. Bandar Lampung, Februari 2017 Penulis Jeca Haresta DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................... i DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 1.2 1.3 1.4 Latar Belakang dan Masalah ......................................................... Tujuan ........................................................................................... Kerangka Pemikiran...................................................................... Hipotesis ....................................................................................... 1 4 4 6 II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 7 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 Sorgum .......................................................................................... Biomassa Sorgum ......................................................................... Silase Sorgum ............................................................................... Genotipe Sorgum .......................................................................... Sistem Tanam Tumpangsari ......................................................... Ubikayu ......................................................................................... 7 9 10 11 12 13 III. BAHAN DAN METODE .................................................................... 14 3.1 3.2 3.3 3.4 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... Bahan dan Alat .............................................................................. Metode Penelitian ......................................................................... Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 3.4.1 Pengambilan Sampel Tanah ................................................ 3.4.2 Pengolahan Tanah............................................................... 3.4.3 Penanaman .......................................................................... 3.4.4 Penyulaman ......................................................................... 3.4.5 Penjarangan ........................................................................ 14 14 15 15 15 16 16 16 17 ii Halaman 3.4.6 Pemupukan .......................................................................... 3.4.7 Pemeliharaan ...................................................................... 3.4.8 Pemanenan .......................................................................... 3.4.9 Pembuatan Silase ................................................................ 3.5 Variabel Pengamatan .................................................................... 3.5.1 Komponen Pertumbuhan ..................................................... 3.5.2 Komponen Hasil .................................................................. 17 17 18 18 18 18 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 21 4.1 Hasil Penelitian ............................................................................. 4.1.1 Komponen Pertumbuhan ..................................................... 4.1.2 Biomassa Fase Vegetatif Maksimum ................................... 4.1.3 Bobot Silase pada Fase Vegetatif Maksimum ..................... 4.1.4 Biomassa Fase Masak Susu................................................. 4.1.5 Bobot Silase pada Fase Masak Susu ................................... 4.2 Pembahasan................................................................................... 21 23 25 30 33 36 37 V. KESIMPULAN .................................................................................... 42 5.1 Kesimpulan ................................................................................... 5.2 Saran ............................................................................................. 42 42 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 43 LAMPIRAN ................................................................................................ 47 DAFTAR TABEL Tabel 1. Halaman Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh sistem tanam dan beberapa genotipe sorgum serta interaksinya terhadap produksi biomassa dan silase sorgum. ....................................................................................... 22 Pengaruh genotipe sorgum terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan kehijauan daun (lokasi sub-optimum dan lokasi optimum). ................ 23 Pengaruh genotipe sorgum terhadap bobot segar tajuk, bobot segar batang, bobot segar daun, bobot kering tajuk, bobot kering batang, dan bobot kering daun fase vegetatif maksimum (lokasi sub-optimum dan lokasi optimum). .................................................................................. 26 Pengaruh genotipe sorgum terhadap bobot segar bahan silase, bobot segar silase, dan bobot kering silase fase vegetatif maksimum (lokasi sub-optimum dan lokasi optimum). ..................................................... 30 Pengaruh genotipe sorgum terhadap bobot segar tajuk, bobot segar batang, bobot segar daun, bobot kering tajuk, dan bobot kering daun fase masak susu (lokasi sub-optimum dan lokasi optimum)................ 34 Rata-rata tinggi (cm) tanaman sorgum umur 2 MST pada lahan sub-optimum. ....................................................................................... 48 Analisis ragam tinggi tanaman sorgum umur 2 MST pada lahan sub-optimum. ....................................................................................... 48 Analisis ragam tinggi tanaman sorgum umur 2 MST pada lahan sub-optimum. ....................................................................................... 49 Analisis ragam tinggi tanaman sorgum umur 4 MST pada lahan sub-optimum. ....................................................................................... 49 10. Rata-rata tinggi (cm) tanaman sorgum umur 4 MST pada lahan optimum. .............................................................................................. 50 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. iv Tabel Halaman 11. Analisis ragam tinggi tanaman sorgum umur 4 MST pada lahan optimum. .............................................................................................. 50 12. Rata-rata tinggi (cm) tanaman sorgum umur 6 MST pada lahan sub-optimum. ....................................................................................... 51 13. Analisis ragam tinggi tanaman sorgum umur 6 MST pada lahan sub-optimum. ....................................................................................... 51 14. Rata-rata tinggi (cm) tanaman sorgum umur 6 MST pada lahan optimum. .............................................................................................. 52 15. Analisis ragam tinggi tanaman sorgum umur 6 MST pada lahan optimum. .............................................................................................. 52 16. Rata-rata tinggi (cm) tanaman sorgum vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum............................................................................... 53 17. Analisis ragam tinggi tanaman sorgum vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum............................................................................... 53 18. Rata-rata tinggi (cm) tanaman sorgum vegetatif maksimum pada lahan optimum. .................................................................................... 54 19. Analisis ragam tinggi tanaman sorgum vegetatif maksimum pada lahan optimum. .................................................................................... 54 20. Rata-rata jumlah daun (helai) tanaman sorgum umur 2 MST pada lahan sub-optimum............................................................................... 55 21. Analisis ragam jumlah daun tanaman sorgum umur 2 MST pada lahan sub-optimum............................................................................... 55 22. Rata-rata jumlah daun (helai) tanaman sorgum umur 4 MST pada lahan sub-optimum............................................................................... 56 23. Analisis ragam jumlah daun tanaman sorgum umur 4 MST pada lahan sub-optimum............................................................................... 56 24. Rata-rata jumlah daun (helai) tanaman sorgum umur 4 MST pada lahan optimum. .................................................................................... 57 25. Analisis ragam jumlah daun tanaman sorgum umur 4 MST pada lahan optimum. .................................................................................... 57 v Tabel Halaman 26. Rata-rata jumlah daun (helai) tanaman sorgum umur 6 MST pada lahan sub-optimum............................................................................... 58 27. Analisis ragam jumlah daun tanaman sorgum umur 6 MST pada lahan sub-optimum............................................................................... 58 28. Rata-rata jumlah daun (helai) tanaman sorgum umur 6 MST pada lahan optimum. .................................................................................... 59 29. Analisis ragam jumlah daun tanaman sorgum umur 6 MST pada lahan optimum. .................................................................................... 59 30. Rata-rata jumlah daun (helai) tanaman sorgum vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 60 31. Analisis ragam jumlah daun tanaman sorgum vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum ...................................................................... 60 32. Rata-rata jumlah daun (helai) tanaman sorgum vegetatif maksimum pada lahan optimum. ............................................................................ 61 33. Analisis ragam jumlah daun tanaman sorgum vegetatif maksimum pada lahan optimum. ............................................................................ 61 34. Rata-rata kehijauan daun (unit) tanaman sorgum pada lahan sub-optimum. ....................................................................................... 62 35. Analisis ragam kehijauan daun tanaman sorgum pada lahan sub-optimum. ....................................................................................... 62 36. Rata-rata kehijauan daun (unit) tanaman sorgum pada lahan optimum. .............................................................................................. 63 37. Analisis ragam kehijauan daun tanaman sorgum pada lahan optimum. .............................................................................................. 63 38. Rata-rata diameter batang (mm) tanaman sorgum pada lahan sub-optimum. ....................................................................................... 64 39. Analisis ragam diameter batang tanaman sorgum pada lahan sub-optimum. ....................................................................................... 64 40. Rata-rata diameter batang (mm) tanaman sorgum pada lahan optimum. .............................................................................................. 65 vi Tabel Halaman 41. Analisis ragam diameter batang tanaman sorgum pada lahan optimum. .............................................................................................. 65 42. Rata-rata bobot segar tajuk (gram) tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 66 43. Analisis ragam bobot segar tajuk tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 66 44. Rata-rata bobot segar tajuk (gram) tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 67 45. Analisis ragam bobot segar tajuk tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 67 46. Rata-rata bobot segar batang (gram) tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 68 47. Analisis ragam bobot segar batang tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 68 48. Rata-rata bobot segar batang (gram) tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 69 49. Analisis ragam bobot segar batang tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 69 50. Rata-rata bobot segar daun (gram) tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 70 51. Analisis ragam bobot segar daun tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 70 52. Rata-rata bobot segar daun (gram) tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 71 53. Analisis ragam bobot segar daun tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 71 54. Rata-rata bobot kering tajuk (gram) tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 72 55. Analisis ragam bobot kering tajuk tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 72 vii Tabel Halaman 56. Rata-rata bobot kering tajuk (gram) tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 73 57. Analisis ragam bobot kering tajuk tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 73 58. Rata-rata bobot kering batang (gram) tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 74 59. Analisis ragam bobot kering batang tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 74 60. Rata-rata bobot kering batang (gram) tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 75 61. Analisis ragam bobot kering batang tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 75 62. Rata-rata bobot kering daun (gram) tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 76 63. Analisis ragam bobot kering daun tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 76 64. Rata-rata bobot kering daun (gram) tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 77 65. Analisis ragam bobot kering daun tanaman sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 77 66. Rata-rata bobot segar tajuk (gram) tanaman sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 78 67. Analisis ragam bobot segar tajuk tanaman sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 78 68. Rata-rata bobot segar tajuk (gram) tanaman sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ............................................................................ 79 69. Analisis ragam bobot segar tajuk tanaman sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ............................................................................ 79 70. Rata-rata bobot segar batang (gram) tanaman sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 80 viii Tabel Halaman 71. Analisis ragam bobot segar batang tanaman sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 80 72. Rata-rata bobot segar batang (gram) tanaman sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ............................................................................ 81 73. Analisis ragam bobot segar batang tanaman sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ............................................................................ 81 74. Rata-rata bobot segar daun (gram) tanaman sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 82 75. Analisis ragam bobot segar daun tanaman sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 82 76. Rata-rata bobot segar daun (gram) tanaman sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ............................................................................ 83 77. Analisis ragam bobot segar daun tanaman sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ............................................................................ 83 78. Rata-rata bobot kering tajuk (gram) tanaman sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 84 79. Analisis ragam bobot kering tajuk tanaman sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 84 80. Rata-rata bobot kering tajuk (gram) tanaman sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ............................................................................ 85 81. Analisis ragam bobot kering tajuk tanaman sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ............................................................................ 85 82. Rata-rata bobot kering batang (gram) tanaman sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. ............................................................. 86 83. Analisis ragam bobot kering batang tanaman sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 86 84. Rata-rata bobot kering batang (gram) tanaman sorgum fase masak susu pada lahan optimum. .................................................................... 87 85. Analisis ragam bobot kering batang tanaman sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ............................................................................ 87 ix Tabel Halaman 86. Rata-rata bobot kering daun (gram) tanaman sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 88 87. Analisis ragam bobot kering daun tanaman sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 88 88. Rata-rata bobot kering daun (gram) tanaman sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ............................................................................ 89 89. Analisis ragam bobot kering daun tanaman sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ............................................................................ 89 90. Rata-rata bobot segar bahan silase (gram) sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 90 91. Analisis ragam bobot segar bahan silase sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. .................................................. 90 92. Rata-rata bobot segar bahan silase (gram) sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 91 93. Analisis ragam bobot segar bahan silase sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ......................................................... 91 94. Rata-rata bobot segar silase (gram) sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 92 95. Analisis ragam bobot segar silase sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 92 96. Rata-rata bobot segar silase (gram) sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ............................................................................ 93 97. Analisis ragam bobot segar silase sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ............................................................................ 93 98. Rata-rata bobot kering silase sorgum (gram) fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 94 99. Analisis ragam bobot kering silase sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan sub-optimum. ..................................................................... 94 100. Rata-rata bobot kering silase sorgum (gram) fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ........................................................................... 95 x Tabel Halaman 101. Analisis ragam bobot kering silase sorgum fase vegetatif maksimum pada lahan optimum. ........................................................................... 95 102. Rata-rata bobot segar bahan silase (gram) sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. .................................................................... 96 103. Analisis ragam bobot segar bahan silase sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. .................................................................... 96 104. Rata-rata bobot segar bahan silase (gram) sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ........................................................................... 97 105. Analisis ragam bobot segar bahan silase sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ........................................................................... 97 106. Rata-rata bobot segar silase (gram) sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum.............................................................................. 98 107. Analisis ragam bobot segar silase sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum. ...................................................................................... 98 108. Rata-rata bobot segar silase (gram) sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ................................................................................... 99 109. Analisis ragam bobot segar silase sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ................................................................................... 99 110. Rata-rata bobot kering silase sorgum (gram) fase masak susu pada lahan sub-optimum.............................................................................. 100 111. Analisis ragam bobot kering silase sorgum fase masak susu pada lahan sub-optimum.............................................................................. 100 112. Rata-rata bobot kering silase sorgum (gram) fase masak susu pada lahan optimum. ................................................................................... 101 113. Analisis ragam bobot kering silase sorgum fase masak susu pada lahan optimum. ................................................................................... 101 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Halaman Tingkat kehijauan daun beberapa genotipe sorgum yang ditanam secara tumpangsari dengan ubikayu di lahan sub-optimum. ............... 24 Bobot segar daun beberapa genotipe sorgum yang ditanam secara tumpangsari dengan ubikayu di lahan sub-optimum. .......................... 27 Bobot kering daun beberapa genotipe sorgum yang ditanam secara tumpangsari dengan ubikayu di lahan sub-optimum. .......................... 29 Bobot segar bahan silase beberapa genotipe sorgum yang ditanam secara tumpangsari dengan ubikayu di lahan optimum. ...................... 31 Bobot segar silase beberapa genotipe sorgum yang ditanam secara tumpangsari dengan ubikayu di lahan optimum. ................................. 32 Bobot kering silase beberapa genotipe sorgum yang ditanam secara tumpangsari dengan ubikayu di lahan sub-optimum. .......................... 36 Denah Penanaman Sorgum .................................................................. 102 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) merupakan salah satu tanaman semusim yang dibudidayakan di lahan kering. Sorgum termasuk Family Graminae dan mampu tumbuh pada tanah yang bervariasi, tahan terhadap hama dan penyakit, serta tahan kekeringan dan genangan air (Yusmin, 1998). Menurut Mudjisihono dan Suprapto (1987), tanaman sorgum mempunyai daya adaptasi pertumbuhan yang baik sehingga mempunyai ketahanan untuk tumbuh lebih baik dibanding tanaman serealia lainnya dan dapat dipanen beberapa kali (dikepras). Keunikan dari hasil tanaman sorgum ini selain biji yang dapat digunakan untuk pangan adalah menghasilkan biomassa dan hijauan yang dapat dimanfaatkan sebagai silase untuk pakan ternak. Di Indonesia sorgum belum menjadi tanaman penting untuk dikembangkan dan bukan menjadi tanaman utama, sedangkan potensi sorgum cukup besar. Biomassa dapat dikatakan sebagai jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup. Produksi biomassa yang diperoleh dari tanaman sorgum cukup tinggi dan dapat digunakan sebagai alternatif pakan ternak. Produktivitas biomassa sorgum lebih tinggi dibanding jagung atau tebu (Hoeman, 2007). Hal tersebut karena tanaman sorgum memiliki gen pengendali kehijauan daun sampai 2 masak fisiologi (Borrel et al., 2006). Produktivitas rata-rata batang sorgum berkisar antara 30-50 t/ha dan daun 20-40 t/ha (Efendi et al., 2013). Pemanfaatan biomassa sorgum sebagai pakan alternatif merupakan cara yang efektif karena tuntutan kebutuhan pakan yang semakin meningkat, sementara di lain pihak ketersediaan terbatas dan sering terbentur antara kepentingan pangan dan pakan. Potensi sorgum sebagai pakan adalah pemanfaatan batang dan daun yang digunakan untuk ternak ruminansia (Rismunandar, 2006). Potensi sorgum sebagai hijauan untuk pakan ternak merupakan salah satu solusi alternatif sebagai sumber pakan. Biomassa yang diperoleh dari tanaman sorgum cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan. Ketersediaan pakan sangat tergantung pada musim. Pada musim hujan ketersediaannya cukup melimpah sedangkan pada musim kemarau hijauan sulit diperoleh. Dalam hal ini, diperlukan adanya solusi pengawetan hijauan untuk pakan ternak yaitu dapat dilakukan dengan pembuatan silase. Silase adalah awetan hijauan yang dibuat melalui proses fermentasi secara anaerob dan dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia (Sumarsih et al., 2001). Dalam pengembangan potensi sorgum untuk produksi biomassa dan bahan baku pembuatan silase memerlukan pemilihan genotipe sorgum yang memiliki pertumbuhan yang baik dan produksi yang tinggi. Penampilan yang diperlihatkan oleh suatu tanaman disebut fenotipe yang merupakan hasil ekspresi dari penampilan genotipe tanaman pada suatu lingkungan tertentu dan interaksinya (Falconer, 1989). Interaksi antara genotipe dan lingkungan memerlukan pengkajian agar tidak menjadi kendala dalam kegiatan seleksi dan pemilihan varietas unggul untuk digunakan dalam pengujian lapang. Genotipe yang 3 memperlihatkan penampilan fenotipik yang baik dalam kaitannya dengan produksi biomassa adalah tanaman yang tinggi dan diameter batang besar (Pabendon et al., 2012). Sorgum mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia, namun kendala lahan tanam menjadi permasalahan yang harus diperhatikan. Permasalahan yang terjadi adalah adanya penurunan luas lahan tanam dan kompetisi penggunaan lahan dengan komoditi lain. Data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun (1990), menunjukkan luas tanam sorgum di Indonesia di atas 18.000 ha. Tahun 2011 luas tanam sorgum menurun menjadi 7.695 ha (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012). Salah satu cara mengatasi permasalahan adalah dengan cara sistem tanam tumpangsari. Potensi lahan atau ruang kosong antar tanaman ubikayu dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanaman sorgum. Luas lahan ubi kayu di Lampung adalah 301.684 ha (Badan Pusat Statistik, 2013) dan lahan kosong antar tanaman tersebut tidak termanfaatkan. Ketersediaan lahan yang semakin berkurang dan juga sorgum belum menjadi tanaman budidaya utama, maka pemanfaatan ruang kosong antar tanaman ubikayu tersebut dapat dijadikan solusi. Tumpangsari dengan ubikayu dapat dilakukan pada saat awal masa pertumbuhan ubikayu sehingga kanopi belum saling menutupi. Berdasarkan uraian di atas dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah sistem tanam dapat berpengaruh terhadap produksi biomassa dan silase tanaman sorgum pada dua lokasi yang berbeda? 4 2. Apakah genotipe dapat berpengaruh terhadap produksi biomassa dan silase tanaman sorgum pada dua lokasi yang berbeda? 3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara sistem tanam dan genotipe terhadap produksi biomassa dan silase tanaman sorgum pada dua lokasi yang berbeda? 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh sistem tanam terhadap produksi biomassa dan silase tanaman sorgum pada dua lokasi yang berbeda. 2. Mengetahui pengaruh beberapa genotipe sorgum terhadap produksi biomassa dan silase tanaman sorgum pada dua lokasi yang berbeda. 3. Mengetahui pengaruh interaksi sistem tanam dan genotipe terhadap produksi biomassa dan silase tanaman sorgum pada dua lokasi yang berbeda. 1.3 Kerangka Pemikiran Penurunan luas lahan akibat alih fungsi lahan dan persaingan dengan komoditas tanaman lain menjadi masalah pengembangan tanaman sorgum. Menurut data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2012), tahun 2011 luas lahan tanam sorgum menurun menjadi 7.695 ha. Luas lahan tersebut tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan luas lahan untuk tanaman semusim lainnya sehingga sulit untuk mengembangkan potensi tanaman sorgum. Solusi yang dapat dilakukan selain melakukan perluasan lahan adalah dengan mengatur pola tanam. Pola tanam adalah urutan tanam pada sebidang lahan dalam kurun waktu satu tahun dengan tujuan untuk memanfaatkan sumber daya secara 5 optimal (Djulin et al., 2003). Pola tanam secara umum yaitu terdiri dari monokultur dan polikultur. Monokultur yaitu menanam satu jenis tanaman dalam sebidang lahan, sedangkan polikultur adalah menanam dua atau lebih tanaman dalam sebidang lahan. Salah satu contoh pola tanam polikultur adalah tumpang sari, yaitu penanaman dua tanaman atau lebih secara bersamaan atau dengan satu interval waktu yang singkat, pada sebidang lahan yang sama (Jumin, 2008). Dalam hal ini, untuk pemanfaatan lahan untuk budidaya sorgum juga dapat dilakukan dengan cara tumpangsari dengan tanaman lainnya. Tumpangsari dapat dilakukan dengan tanaman ubikayu dikarenakan lahan tanaman ubikayu sangat luas terutama di Lampung. Tumpangsari ini dilakukan dengan memanfaatkan jarak antar tanaman ubikayu pada saat masa awal tanam dan vegetatif sehingga kanopi belum saling menutupi. Genotipe adalah susunan lengkap genetik suatu makhluk hidup yang hasil ekspresinya disebut fenotipe (Suryo, 2001). Genotipe setiap makhluk hidup memiliki karakter berbeda-beda sehingga menjadi faktor yang memutuskan karakteristik eksternal yang bisa diamati. Setiap genotipe sorgum yang digunakan memiliki karakteristik dan interaksi dengan lingkungan yang berbeda. Perbedaan tersebut diamati untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing genotipe dan interaksinya dengan lingkungan. Manfaat sorgum sebagai pakan ternak dengan menggunakan biji dan limbah sorgum (batang dan daun segar) sudah umum dilakukan. Tumpang tindih antara kebutuhan biji sebagai pangan menyebabkan penggunaannya mulai dialihkan dengan pemanfaatan limbah sorgum saja. Varietas dengan produksi biomassa 6 tertinggi memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai tanaman pakan ternak. Potensi batang dan daun sorgum pada kondisi optimum mencapai 30-45 t/ha/tahun (Efendi dan Pabendon, 2010), sehingga cukup baik untuk dikembangkan sebagai pakan ternak. Nutrisi batang dan daun sorgum tidak kalah dibanding jerami jagung dan pucuk tebu (Sirappa, 2003). Salah satu kendala hijauan pakan di Indonesia adalah ketersediaan hijauan yang tidak kontinyu sepanjang tahun. Ketersediaan hijauan sorgum yang melimpah pada saat musim hujan memerlukan solusi pengawetan agar pemanfaatannya dapat optimal. Pembuatan silase merupakan salah satu solusi untuk pengawetan hijauan sebagai bahan pakan melalui proses fermentasi (Sumarsih dan Bambang, 2002). Pembuatan silase dapat menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak pada saat musim kemarau karena pada musim kemarau ketersediaan hijauan untuk pakan sulit diperoleh. 1.4 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Sistem tanam monokultur dan tumpangsari dapat mempengaruhi produksi biomassa dan silase pada tanaman sorgum pada dua lokasi yang berbeda. 2. Genotipe yang berbeda dapat mempengaruhi produksi biomassa dan silase pada tanaman sorgum pada dua lokasi yang berbeda. 3. Adanya pengaruh interaksi antara sistem tanam dengan genotipe yang berbeda terhadap produksi biomassa dan silase pada tanaman sorgum pada dua lokasi yang berbeda. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) adalah salah satu jenis tanaman serealia dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Kandungan gizi tanaman sorgum cukup tinggi dan beragam meliputi karbohidrat, lemak, kalsium, besi, dan fosfor (Dicko et al., 2006). Sorgum mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang cukup luas. Sorgum dapat ditanam pada jenis tanah yang beragam, dari tanah yang subur sampai tanah yang kurang subur sehingga pengembangan sorgum dapat dilakukan pada lahan-lahan yang kurang produktif. Tanaman sorgum mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya relatif tahan terhadap serangan hama dan penyakit, dapat dibudidayakan dan memiliki produksi yang cukup tinggi di berbagai jenis tanah, tahan genagan, serta tahan akan kekeringan (Yusmin, 1998). Tanaman sorgum mempunyai sistem fotosintesis C4 yang memungkinkan fiksasi CO2 paling efisien karena pada penyinaran tinggi dan suhu panas mampu berfotosintesis lebih cepat. Tanaman sorgum mempunyai sistem perakaran serabut yang hanya terdiri atas akar lateral. Ruang tempat tumbuh akar lateral mencapai kedalaman 1,3-1,8 m dengan panjang mencapai 10,8 m. Sistem perakaran sorgum terdiri dari akar primer, akar sekunder, akar tunjang, dan akar udara (Rismunandar, 2006). Akar 8 primer adalah akar yang pertama muncul pada proses perkecambahan benih yang berkembang dari radikula, berfungsi sebagai alat transportasi air dan nutrisi bagi kecambah. Akar sekunder berkembang di ruas pertama pada mesokotil di bawah tanah yang berkembang secara ekstensif dan berfungsi menyerap air dan unsur hara. Akar tunjang berkembang dari primordial buku yang berada kurang dari 1 m dan berfungsi seperti jangkar bagi tanaman. Akar udara adalah akar yang tumbuh di permukaan tanah (du Plessis, 2008). Batang tanaman sorgum tidak memiliki kambium dan merupakan rangkaian dari ruas dan buku. Bentuk batang tanaman sorgum silinder dengan dengan diameter 0,5-5,0 cm. Sorgum memiliki tinggi rata-rata 2,6-4,0 m bergantung pada jumlah daun dan ukuran ruas batang. Permukaan ruas batang diselimuti oleh lapisan lilin yang berfungsi mengurangi transpirasi sehingga sorgum toleran terhadap kekeringan. Daun tanaman sorgum berbentuk pita dengan struktur terdiri atas helai dan tangkai daun. Posisi daun terdistribusi secara berlawanan sepanjang batang dengan pangkal daun menempel pada ruas batang. Freeman (1970) menyebutkan bahwa tanaman sorgum juga mempunyai daun bendera yang muncul paling akhir bersamaan dengan inisisasi malai. Bunga sorgum secara utuh terdiri atas tangkai malai, malai, rangkaian bunga, dan bunga. Tangkai malai merupakan ruas paling ujung yang menopang malai dan paling panjang. Malai pada sorgum tersusun atas tandan primer, sekunder, dan tersier dengan panjang berkisar antara 4-50 cm dan lebar 2-20 cm. Rangkaian bunga merupakan kumpulan beberapa bunga yang terdapat pada cabang sekunder. Bunga adalah bunga tunggal yang tersusun dalam rangkaian bunga dan terdapat 9 1.500-4.000 bunga dalam satiap malai (Hunter dan Anderson, 1997). Biji sorgum berbentuk bulat dengan ukuran 4,0 x 2,5 x 3,5 mm. Biji sorgum terdiri atas tiga bagian yaitu lapisan luar, embrio, dan endosperm. Biji sorgum tertutup sekam dengan warna coklat muda, krem atau putih, bergantung pada varietas (Mudjisihono dan Suprapto, 1987). 2.2 Biomassa Sorgum Biomassa adalah bahan organik yang berasal dari tumbuhan atau hewan, dapat berupa hasil produksi, sisa metabolisme atau limbah. Biomassa sorgum dapat diperoleh dari batang, daun, akar, dan biji. Menurut Gardner et al., (1991), biomassa merupakan cerminan hasil fotosintesis, yaitu energi matahari yang telah diubah menjadi energi kimia oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga energi dapat digunakan tanaman untuk pertumbuhan dan produksi serta menghasilkan biomassa. Biomassa adalah salah satu sumber daya hayati yang dapat dirubah menjadi sumber energi yang dapat diperbaharui dan dapat berubah menjadi bahan bakar cair, listrik, dan panas melalui berbagai proses (Bassam, 2004). Produksi biomassa tergantung dari cahaya matahari yang diterima, pengambilan karbondioksida dan air dalam tumbuhan serta perbedaan faktor genetik tumbuhan (Harjadi, 1996). Indikator pengukuran biomassa yang diperoleh dari tumbuhan yaitu dengan bobot brangkasan basah dan bobot brangkasan kering tumbuhan. Bobot brangkasan basah merupakan cerminan dari tingkat serapan air dan unsur hara untuk proses metabolisme tumbuhan (Dwidjoseputro, 1994). Bobot brangkasan kering adalah cerminan dari tingkat penyerapan energi hasil 10 fotosintesis yang digunakan tumbuhan sehingga menghasilkan biomassa. Hasil dari bobot brangkasan menjadi indikator bahwa fotosintesis berjalan dengan baik. 2.3 Silase Sorgum Silase adalah salah satu cara pengawetan hijauan sebagai pakan melalui proses fermentasi mikrobial oleh bakteri yang berlangsung di dalam tempat yang disebut silo (McDonald et al., 2002). Tujuan pembuatan silase adalah meningkatkan nilai gizi pakan, mengawetkan pakan, dan mencegah agar tidak banyak nilai gizi yang hilang. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas silase adalah dengan menggunakan zat aditif pada proses ensilase yang dapat menstimulasi fermentasi bakteri asam laktat (Bureenook et al., 2006). Kualitas silase dapat dilihat dari kualitas fisik silase yang dihasilkan. Kualitas fisik meliputi warna, bau, tekstur, keberadaan jamur, dan suhu. Silase tanaman sorgum berkualitas baik menunjukkan aroma asam dan wangi fermentasi (Abdelhadi et al., 2005). Warna pada silase menggambarkan hasil fermentasi selama proses ensilase, yaitu berwarna hampir sama dengan bahan sebelum ensilase (Saun dan Heinrichs, 2008). Kualitas kimiawi silase meliputi nilai pH, bahan kering, dan nilai fleigh. Nilai fleigh merupakan perhitungan yang digunakan untuk mengukur kualitas silase berdasarkan nilai kandungan bahan kering dan pH silase. Keberhasilan dalam pembuatan silase juga ditentukan oleh kondisi hijauan yang akan digunakan. Kondisi hijauan sangat penting untuk menentukan tercapainya kondisi optimum silase. Menurut Susetyo et al. (1961) dalam Sumarsih dan 11 Bambang (2002), penambahan bahan aditif, pemotongan dan pelayuan bahan silase serta keadaaan lingkungan yaitu ada tidaknya oksigen dalam silo merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas silase. Umur tanaman, kandungan bahan kering dan nutrisi tanaman juga mempengaruhi kualitas silase. Bahan silase sebaiknya dipanen pada saat fase vegetatif atau awal generatif. Pada kondisi optimum, pertumbuhan bakteri yang diinginkan akan menghasilkan perubahan yang efisien pada gula tanaman sehingga silase yang dihasilkan berkualitas baik (Sapienza dan Bolsen, 1993). 2.4 Genotipe Sorgum Genotipe adalah susunan genetik dalam bentuk data seperti DNA atau RNA yang berkenaan dengan sifat-sifat tertentu. Genotipe adalah satu set alel yang menentukan ekspresi karakteristik atau fenotipe. Fenotipe merupakan hasil ekspresi dari interaksi antara genotipe dengan lingkungan. Setiap genotipe mempunyai interaksi dengan lingkungan yang berbeda-beda, sehingga fenotipe setiap genotipe juga berbeda. Pengaruh dari lingkungan terhadap penampilan fenotipe suatu genotipe yaitu akan bervariasi dari satu lokasi dengan lokasi lainnya (Crowder, 1997). Genotipe dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan interaksi dengan lingkungan, yaitu kemampuan adaptasi pada lingkungan yang luas dan kemampuan adaptasi pada lingkungan yang sempit. Kemampuan adaptasi pada lingkungan yang luas artinya penampilan fenotipe baik pada lingkungan yang beragam, sebaliknya kemampuan adaptasi pada lingkungan yang sempit yaitu 12 penampilan fenotipe baik pada suatu lingkungan dan buruk pada lingkungan lainnya (Soemartono dan Nasrullah, 1988). 2.5 Sistem Tanam Tumpangsari Sistem tanam tumpangsari adalah salah satu usaha pemanfaatan lahan secara optimal untuk meningkatkan hasil. Pada sistem tanam ini terdapat dua atau lebih tanaman yang berbeda dan dibudidayakan pada sebidang lahan yang sama (Jumin, 2008). Kombinasi tanaman yang akan ditumpangsarikan harus dipilih dengan baik untuk mengurangi resiko persaingan antar tanaman. Persaingan tersebut berupa unsur hara, cahaya matahari, air, dan ruang tumbuh. Kompetisi di atas dan di dalam tanah saling mempengaruhi satu sama lain. Tanaman yang ternaungi akan mempunyai sistem perakaran lebih lemah bila dibandingkan dengan tanaman yang mendapat cahaya penuh. Menurut Gomez dan Gomez (1983) dalam Permanasari dan Kastono (2012), pemilihan tanaman dalam sistem tanam tumpangsari dipilih berdasarkan pada perbedaan karakter morfologi dan fisiologi antara lain kedalaman dan distribusi sistem perkaran, bentuk tajuk, lintasan fotosintesis, pola serapan unsur hara sehingga diperoleh sauatu karakteristik pertumbuhan, perkembangan dan hasil tumpangsari yang bersifat sinergis. Kombinasi yang memberikan hasil baik pada tumpangsari adalah jenis-jenis tanaman yang mempunyai kanopi daun yang berbeda (Rukmana dan Oesman, 2005) atau jenis tanaman yang umurnya berbeda (Warsana, 2009). 13 Menurut Bahar (1987), penerapan sistem tanam tumpangsari memiliki keuntungan diantaranya meminimalisir resiko kegagalan panen, meningkatkan produksi dan efisiensi tenaga kerja, meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, air, dan sinar matahari, serta menekan pertumbuhan gulma. 2.6 Ubikayu Ubikayu merupakan jenis tanaman perdu dan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubikayu menjadi bahan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung (Prihandana et al., 2007). Batang tanaman ubikayu beruas-ruas, berkayu dengan ketinggian mencapai lebih dari 3 m. Warna batang bervariasi yaitu berwarna hijau pada saat tanaman muda dan pada saat tanaman tua berwarna keputih-putihan, kelabu, atau hijau kelabu. Susunan daun ubikayu berurat, menjari dengan cangap 5-9 helai. Bunga tanaman ubikayu berumah satu dan merupakan jenis tanaman yang menyerbuk silang. Umbi yang terbentuk merupakan akar yang menggelembung dan berfungsi sebagai tempat penampung cadangan makanan. Bentuk umbi bulat memanjang, terdiri atas kulit luar tipis, kulit dalam agak tebal, dan daging berwarna putih (Rukmana, 1997). Tanaman ubikayu dapat tumbuh pada curah hujan rendah (< 500 mm) ataupun tinggi (5000 mm). Tanaman ubikayu menghendaki suhu antara 18o-35oC dan kelembaban udara optimal antara 60-65%. Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ubikayu sekitar 10 jam/hari. Ketinggian tempat yang baik dan ideal adalah 10-700 m dpl. Ubikayu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, tetapi memerlukan struktur tanah yang gembur untuk pembentukan dan perkembangan umbi dengan pH tanah yang sesuai berkisar antara 4,5-8,0 (Suprapti, 2005). III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yaitu lahan sub-optimum dan lahan optimum. Waktu penelitian dilaksanakan mulai Februari sampai Agustus 2016. Lokasi lahan sub-optimum terletak di Kebun Percobaan Balai Besar Teknologi Pati (BBTP) Sulusuban, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Lahan sub-optimum memiliki N-total 0,14%, K-dd 0,31 me/100g, P-tersedia 2,20 ppm dan pH 4,13. Tekstur tanah di lahan sub-optimum terdiri dari fraksi pasir 30,26%, debu 19,11%, dan liat 50,63% yang merupakan jenis tanah liat. Lokasi lahan optimum terletak di Kebun Warga Gading Rejo, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. Lahan optimum memiliki N-total 0,11%, K-dd 0,32 me/100g, Ptersedia 2,86 ppm dan pH 5,38. Tekstur tanah di lahan optimum terdiri dari fraksi pasir 28,61%, debu 36,06%, dan liat 35,33% yang merupakan jenis tanah lempung berliat. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima genotipe sorgum, ubikayu varietas Kasetsart (UJ5), serta pupuk anorganik yaitu Urea, TSP, dan KCl. Bahan yang digunakan dalam pembuatan silase adalah molases dan dedak halus. Alat yang digunakan yaitu traktor, meteran, timbangan, kantong plastik, oven, gunting, 15 SPAD 500 (Konica Minolta), alat pres manual, jangka sorong, cangkul, golok, gunting rumput, pisau, kamera, label sampel, dan alat tulis. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan tiga ulangan. Petak utama adalah sistem tanam (s) yaitu Monokultur (s1) dan Tumpangsari (s2). Anak petak adalah genotipe sorgum (g) yang terdiri dari P/F 5-193 C (g1), P/I WHP (g2), UPCA (g3), Numbu (g4), dan Super 2 (g5). Petak percobaan yang digunakan pada penelitian ini berukuran 7,5 m x 12 m dan jarak tanam sorgum yang digunakan pada penelitian ini adalah 20 cm x 80 cm, serta jarak tanam ubikayu adalah 60 cm x 80 cm. Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlet dan aditivitas data dengan uji Tukey. Bila kedua asumsi terpenuhi maka dilakukan analisis ragam. Jika terdapat perbedaan antarperlakuan maka dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5% dengan program MiniTab (Versi 17). Keterangan tata letak satuan percobaan pada kegiatan penelitian ini terlampir pada Denah penanaman sorgum (Gambar 7). 3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Pengambilan Sampel Tanah Sampel tanah diambil secara komposit dari beberapa titik pada lahan yang akan digunakan untuk budidaya tanaman sorgum. Pengambilan sampel tanah dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur hara N, P, K, tekstur,dan pH dalam 16 tanah. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.4.2 Pengolahan Tanah Lahan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan gulma. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan hand traktor. Pengolahan dilakukan 2 kali yaitu pembajakan dan penggaruan. Lahan yang sudah diolah kemudian diploting menjadi 6 plot dengan luasan perplot adalah 7,5 m x 12 m. 3.4.3 Penanaman Penanaman sorgum dilakukan secara manual dengan cara tugal sedalam 3-5 cm. Setiap lubang tanam diisi 10 benih per lubang tanam. Jarak tanam sorgum yang digunakan adalah 80 cm x 20 cm. Pada sistem tanam tumpangsari, sorgum ditanam di antara barisan ubikayu. Penanaman ubikayu menggunakan stek berukuran 25-30 cm. Ubikayu yang digunakan adalah varietas Kasetsart. Jarak tanam ubikayu yang digunakan adalah 60 cm x 80 cm. Penanaman dilakukan bersamaan baik pada sistem monokultur dan tumpangsari. Penanaman di lokasi lahan sub-optimum yaitu pada tanggal 23 Februari 2016 dan di lokasi lahan optimum yaitu pada tanggal 26 Maret 2016. 3.4.4 Penyulaman Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh dengan menanam kembali benih sorgum. Penyulaman dilakukan paling lambat yaitu dua minggu setelah waktu pertanaman. 17 3.4.5 Penjarangan Penjarangan dilakukan pada saat 2 MST, yaitu dengan mengurangi jumlah tanaman menjadi 2 tanaman per lubang tanam. 3.4.6 Pemupukan Pemupukan dilakukan 2 kali yaitu 2 MST dan 7 MST menggunakan pupuk anorganik Urea, TSP dan KCl. Dosis pupuk untuk tanaman sorgum adalah Urea 200 kg/ha, TSP 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Dosis pupuk untuk tanaman ubikayu adalah Urea 200 kg/ha, TSP 100 kg/ha dan KCl 200 kg/ha. Pemupukan diberikan per tanaman dengan cara ditugal. Pemupukan pertama pada 2 MST yaitu dosis pupuk Urea dan KCl serta seluruh dosis pupuk TSP. Pemupukan kedua pada 7 MST yaitu dosis pupuk Urea dan KCl. 3.4.7 Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan gulma, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penyiraman dilakukan untuk memberi ketersediaan air dalam tanah agar tanaman tidak kekurangan air dan untuk membantu proses fotosistesis dan masa pembuahan. Penyiangan dilakukan dengan cara manual yaitu mencabut atau mengoret gulma yang tumbuh pada petak percobaan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan jika terlihat gejala serangan pada tanaman sorgum. 18 3.4.8 Pemanenan Pengambilan sampel tanaman dilakukan dua kali yaitu pada saat fase vegetatif maksimum (lokasi lahan sub-optimum 11-12 MST dan lokasi lahan optimum 9-11 MST) dan pada fase masak susu (lokasi lahan sub-optimum 13-16 MST dan lokasi lahan optimum 11-13 MST). 3.4.9 Pembuatan Silase Sampel tanaman sorgum dilayukan selama 2-3 jam kemudian dicacah dengan ukuran 3-5 cm. Hasil cacahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam plastik tebal berukuran 2 kg, dalam satu plastik berisi cacahan sorgum. Selanjutnya dalam plastik tersebut diberi tambahan molases dan dedak halus yang dicampur merata, ditekan hingga cukup padat sehingga kondisi anaerob dapat terjadi. Cacahan sorgum tersebut kemudian disimpan pada suhu kamar selama 21 hari. Bahan pembuatan silase sorgum diambil 2 kali yaitu pada saat fase vegetatif maksimum dan fase masak susu. Bagian tanaman sorgum yang digunakan untuk pembuatan silase pada fase vegetatif maksimum adalah batang dan daun, sedangkan untuk fase masak susu bagian tanaman sorgum yang digunakan adalah batang, daun, dan biji. 3.5 Variabel Pengamatan 3.5.1 Komponen Pertumbuhan 1. Tinggi tanaman Pengukuran tinggi tanaman dilakukan mulai 2 MST, yaitu setiap 2 minggu sekali sampai munculnya daun bendera (lokasi lahan sub-optimum 11-12 MST 19 dan lokasi lahan optimum 9-11 MST). Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai dengan ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mistar dalam satuan sentimeter. 2. Jumlah daun Pengamatan jumlah daun dilakukan bersamaan dengan pengukuran tinggi tanaman. Jumlah daun dihitung sejak muncul daun pertama sampai munculnya daun bendera. 3. Diameter batang Diameter batang diukur saat tanaman sudah masuk fase vegetatif maksimum dengan satuan milimeter menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan pada bagian tengah batang sorgum. 4. Kehijauan daun Pengamatan kehijauan daun dilakukan bersamaan dengan pengukuran diameter batang sorgum. Kehijauan daun diamati dengan menggunakan SPAD pada daun ke tiga dari atas tanaman sorgum dengan tiga titik pengamatan, yaitu bagian pangkal, tengah, dan ujung daun. 5. Bobot brangkasan segar per tanaman Pengambilan sampel dilakukan 2 kali yaitu pada saat vegetatif maksimum dan masak susu. Tanaman sorgum kemudian dipisah bagian batang dan daun lalu ditimbang. Bobot brangkasan basah dinyatakan dalam satuan g/tanaman. 20 6. Bobot brangkasan kering per tanaman Bobot brangkasan basah dikeringkan dalam oven selama 3x24 jam dengan suhu 700C lalu ditimbang. Bobot brangkasan kering dinyatakan dalam satuan g/tanaman. 3.5.2 Komponen Hasil 1. Kualitas Silase Bahan pembuatan silase diambil dari tanaman sorgum ketika memasuki fase vegetatif maksimum dan fase masak susu. Pemanenan silase sorgum didasarkan pada ciri-ciri silase yang berkualitas baik, yaitu berwarna hijau kekuningan, berbau harum, tekstur lembut dan bila dikepal tidak keluar air dan bau. Pengamatan dilakukan terhadap bobot segar bahan silase sorgum (0 hari), bobot segar silase (21 hari), dan bobot kering silase (dikeringkan pada udara cerah dengan sinar matahari selama 6 jam. V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Tidak terdapat perbedaan produksi biomassa dan silase tanaman sorgum baik yang ditanam secara monokultur maupun tumpangsari di kedua lokasi. 2. Genotipe P/F 5-193 C dan Super 2 menghasilkan biomassa lebih tinggi dibanding genotipe yang lain baik pada saat vegetatif maksimum dan maupun fase masak susu. Kedua genotipe di atas juga menghasilkan silase yang lebih tinggi dibanding genotipe yang lain pada fase vegetatif maksimum. Hal ini konsisten terlihat di dua lokasi. 3. Genotipe P/F 5-193 C yang di tanam secara monokultur mampu memproduksi silase lebih tinggi pada fase masak susu di lokasi sub-optimum. 5.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis memberikan saran agar pada penelitian selanjutnya digunakan alat pencacah sorgum dan ruang simpan untuk produksi silase. DAFTAR PUSTAKA Abdelhadi, L.O., F. J. Santini, and G.A. Gagliostro. 2005. Corn silage of high moisture corn supplements for beef heifers grazing temperate pasture; effects on performance ruminal fermentation and in situ pasture digestion. Animal Feed Sci Technol. 118: 63-78. Badan Pusat Statistika. 2013. Luas Lahan Ubikayu Di Lampung. http://www.bps.go.id. Diakses pada Februari 2016. Bahar, F. 1987. Makalah Pelatihan Teknis Proyek Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nusa Tenggara. Badan Litbang Pertanian. Bassam, N. E. 2004. Global Potential of Biomass for Transport Fuels. Institute of Crop dan Grassland Science. Braunschweig. Germany. Beti, Y. A., A. Ispandi, dan Sudaryono. 1990. Sorgum. Monograf Balittan Malang No. 5. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. 25 hlm. Borrell, A., E.V. Osterom, G. Hammer, D. Jordan, and A. Douglas. 2006. The Physiology of “Stay-Green” in Sorghum. Hermitage Research Station. University of Quensland. Brisbande. Bureenok, S., T. Namihira, S. Mizumachi, Y. Kawamoto, and T. Nakada. 2006. The effect of epiphytic lactic acid bacteria with or without different byproduct from defatted rice bran and green tea waste on napiergrass (Pennisetum purpureum Shumach) silage fermentation. J Sci Food Agric. 86: 1073-1077. Crowder, L. V. 1997. Genetika Tumbuhan (Terjemahan Lilik Kusdiarti). Gadjah Mada University press. Yogyakarta. 499 hlm. Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traore, W.J.H van Berkel, and A.G.J Voragen. 2006. Sorghum grain as human food in Africa: relevance of content of starch and amylase activities. African Journal of Biotechnology 5 (5): 384395. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2012. Luas Lahan Tanaman Sorgum. http://tanamanpangan.pertanian.go.id. Diakses pada Februari 2016. 44 Djulin, A., N. Syafaat, dan F. Kasryno. 2003. Perkembangan Sistem Usahatani Jagung. Ekonomi Jagung Indonesia. Indonesia Agency for Agricultural Research and Development. Jakarta. du Plessis, J. 2008. Sorghum production. Department of Agriculture. Republic of South Africa. 20 p. Dwidjoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 223 hlm. Efendi, R. dan M. Pabendon. 2010. Seleksi Genotipe Sorgum Manis untuk Produksi Biomas dan Daya Ratun Tinggi. Perakitan Varietas Sorgum untuk Bahan Bioetanol dan Bahan Pangan. Laporan Akhir Tahun Balai Penelitian Tanaman Serealia. Efendi, R., M. Aqil, dan M. Pabendon. 2013. Evaluasi Genotipe Sorgum Manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) Produksi Biomas dan Daya Ratun Tinggi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 33 (2): 116-125. Falconer, D.S. 1989. Introduction to Quantitative Genetics. John Willey and Sons Inc. New York. 340 p. Freeman, J.E. 1970. Development and Structure of The Sorghum Plant and Its Fruit. Dalam Sorghum Production and Utilization: Major Feed and Food Crops in Agriculture and Food Series. Editor: Joseph S. Wall dan William M. Ross. The Avi Publishing Company, Connecticut. Pp. 28-72. Gardner. F. P., B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Terjemahan H. Susilo). Universitas Indonesia Press. Jakarta. 428 hlm. Harjadi, S. S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 197 hlm. Haryati, S. 2008. Respon Pertumbuhan Jumlah dan Luas Daun Nilam (Pogostemon cablin Binth) pada Tingkat Naungan yang Berbeda. Anatomi Fisiologi. 16 (2): 20-26. Hoeman, S. 2007. Peluang dan Potensi Pengembangan Sorgum Manis. Makalah Workshop Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai Bahan Baku Bioetanol. Ditjen Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. 10 hlm. Hunter, E.L. and I.C. Anderson. 1997. Sweet sorghum. In J. Janick (Eds.) Horticultural riviews. Vol. 21 Departement of Agronomy Iowa State University. John willey & Sons.Inc. pp 73-104. Jumin, H. B. 2008. Dasar-dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 250 hlm. 45 Koten, B. B., R. D. Soetrisno., N. Ngadiyono, dan B. Suwignyo. 2012. Produksi Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench Varietas Lokal Rote sebagai Hijauan Pakan Ruminansia pada Umur Panen dan Dosis Pupuk Urea. Buletin Peternakan 36 (3): 150-155. McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D Greenhalgh, and C.A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. Prentice Hall. New Jersey. 708 p. Mudjisihono, R. dan Suprapto. 1987. Budidaya dan Pengolahan Sorgum. Penebar Swadaya. Jakarta. 91 hlm. Pabendon, M.B., S, Mas’ud, R.S. Sarungallo, dan A. Nur. 2012. Penampilan Fenotipik dan Stabilitas Sorgum Manis untuk Bahan Baku Bioetanol. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 30 (1): 60-69. Permanasari, I. dan D. Kastono. 2012. Pertumbuhan Tumpangsari Jagung dan Kedelai pada Perbedaan Waktu Tanam dan Pemangkasan Jagung. Jurnal Agroteknologi 3(1): 13-20. Prihandana, R., K. Noerwijan., P. G. Adinurani., D. Setyaningsih., S. Setiadi, dan R. Handoko. 2007. Bioetanol Ubi Kayu, Bahan Baku Masa Depan. AgroMedia. Jakarta. 228 hlm. Rismunandar. 2006. Sorgum Tanaman Serba Guna. Sinar Baru. Bandung. 71 hlm. Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta. 85 hlm. Rukmana, R. dan Y.Y. Oesman. 2005. Usaha Tani Sorgum. Kanisius. Yogyakarta. 40 hlm. Sapienza, D.A. dan K.K Bolsen. 1993. Teknologi Silase (Penanaman, Pembuatan, dan Pemberdayaan pada Ternak). Bogor. Institut Pertanian Bogor. Terjemahan dari: Pioneer seeds. Saun, R.J.V. dan A.A.J Heinrichs. 2008. Troubleshooting silage problem. Di dalam: Proceedings of the Mid-Atlantic Conference. Pennsylvania. Penn State’s College. hal 2-10. Sirrapa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum Di Indonesia sebagai Komoditas Alternatif untuk Pangan, Pakan, dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian 22 (4) : 133-139. Soemartono dan Nasrullah. 1988. Genetika Kuantitatif. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 171 hlm. 46 Sudaryani, T dan E. Sugiharti. 1989. Budidaya dan Penyulingan Tanaman Nilam. Swadaya. Jakarta. Sumarno, D., S. Damardjati, M. Syam, dan Hermanto. 2013. Sorgum: Inovasi Teknologi dan Pengembangan. IAARD Press. Jakarta. 291 hlm. Sumarsih, S., B. Iskandar, dan S. Mukodiningsih. 2001. Sifat Fisik Silase Hijauan Sorgum pada Aras Pemberian Tetes dan Lama Pemeraman yang Berbeda-beda. Laporan Penelitian. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang. Sumarsih, S. dan B. Waluyo. 2002. Pengaruh Aras Pemberian Tetes dan Lama Pemeraman yang Berbeda terhadap Protein Kasar dan Serat Kasar Silase Hijauan Sorgum. Laporan Penelitian. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang. Suprapti, L. 2005. Teknologi Pengolahan Pangan Tepung Tapioka, Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta. 81 hlm. Suryo. 2001. Genetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 540 hlm. Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Penyuluh Petanian BPTP. Jawa Tengah. Yamamoto, A., T. Nakamura., J. J. Adu-Gyamti, dan M. Saigusa. 2002. Relationship Between Chlorophyll Content in Leaves of Sorghum and Pigeonpea Determined by Extraction Method and by Chlorophyll Meter (SPAD-502). Journal of Plant Nutrition 25 (10) : 2295-2301. Yusmin, H.D. 1998. Budidaya Sorgum Cocok untuk Daerah Kering. Kedaulatan Rakyat. Yogyakarta.