TINJAUAN PUSTAKA Paraneoplastic Limbic Encephalitis: Pendekatan Diagnosis dan Penatalaksanaan Michael Setiawan Bagian Neurologi RS Pluit, RSPI Puri Indah, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Paraneoplastic limbic encephalitis (PLE) merupakan entitas yang termasuk dalam paraneoplastic neurological syndromes (PNS), berhubungan dengan beberapa jenis tumor, disebabkan oleh gangguan sistem imun yang dicetuskan oleh ekspresi aberan antigen onkoneural tumor. Dalam beberapa dekade ini sudah diidentifikasi sejumlah antibodi yang berkaitan dengan PLE yaitu antibodi onkoneural klasik terhadap antigen intraseluler, dan antibodi terhadap antigen permukaan sel. Masing-masing antibodi memberikan karakteristik gejala klinis, gambaran magnetic resonance imaging (MRI), dan respons pengobatan yang berbeda. Gambaran klinis khas adalah onset subakut atau akut gangguan memori jangka pendek, gejala psikiatrik, dan kejang. Walaupun spektrum klinis belum sepenuhnya diketahui, sindrom klinis PLE penting dikenali karena dapat memberikan respons terhadap imunoterapi. Secara umum, pasien dengan antibodi terhadap antigen permukaan sel prognosisnya lebih baik karena perjalanan klinisnya cenderung tidak terlalu berat, dan memberikan respons baik dengan terapi imunomodulasi. Kata kunci: paraneoplastic limbic encephalitis, diagnosis, penatalaksanaan ABSTRACT Paraneoplastic Limbic Encephalitis (PLE) is an entity belonging to Paraneoplastic Neurological Syndromes (PNS), associated with several tumors, caused by immune mediated disorders triggered by aberrant expression of onconeural antigens in the tumor. In the last few decades, 2 groups of antibodies associated with PLE have been identified, classical onconeural antibodies directed against the intracellular antigens, and surface antigen antibodies. Each antibody gives characteristic clinical manifestations, magnetic resonance imaging (MRI) findings, and different response to therapy. Characteristic clinical manifestations are subacute or acute onset of recent memory loss, psychiatric manifestations, and seizures. Although the clinical spectrum has not yet been fully investigated, the clinical importance lies in their good response to immunotherapies. Generally, patients with surface antigen antibodies have more favorable prognosis because the clinical course tends to be less severe, and respond well with immunomodulation treatment. Michael Setiawan. Paraneoplastic Limbic Encephalitis: Diagnosis and Management Approaches. Key words: paraneoplastic limbic encephalitis, diagnosis, management PENDAHULUAN Paraneoplastic Neurological Syndromes (PNS) adalah gangguan sistem saraf akibat kanker yang tidak disebabkan oleh efek lokal maupun metastasis. PNS jarang dijumpai, mencakup gangguan yang sangat luas, dapat mengenai sistem saraf pusat maupun saraf perifer. Salah satu jenis PNS di antaranya adalah limbic encephalitis. Ditemukannya antibodi terhadap antigen onkoneural menciptakan pemahaman baru tentang sindrom ini.1-4 Akhir-akhir ini ditemukan antibodi yang menyerang antigen pada membran reseptor atau kanal ion (antigen permukaan sel), antibodi ini memegang peranan dalam patofisiologi PNS. Pada kasus dengan antibodi terhadap antigen onkoneural intraseluler positif sering dapat Alamat korespondensi Tabel 1 Paraneoplastic neurological syndromes klasik Sindrom sistem saraf pusat Limbic Encephalitis Encephalomyelitis Subacute Cerebellar Degeneration Opsoclonus myoclonus Sindrom sistem saraf perifer Subacute sensory neuronopathy Chronic gastrointestinal pseudo-obstruction Sindrom neuromuscular junction dan otot Lambert-Eaton myasthenic syndromes Dermatomyositis ditemukan tumor penyebabnya, sedangkan pada kasus dengan antibodi terhadap antigen permukaan sel positif tidak selalu ditemukan tumor penyebabnya.1,2 DEFINISI Paraneoplastic Neurological Syndromes (PNS) didefinisikan sebagai efek jauh kanker yang bukan disebabkan langsung oleh tumor atau metastasisnya, ataupun oleh infeksi, dan gangguan metabolik. PNS mencakup gangguan pada sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer1,4. Pada PNS terdapat istilah sindrom klasik yang merupakan sindrom neurologis yang sering berhubungan dengan kanker (tabel 1). Limbic Encephalitis (LE) adalah proses inflamasi yang melibatkan hipokampus, amigdala, dan korteks orbitofrontal.5,6 Gangguan ini biasanya menimbulkan kumpulan gejala berupa gangguan psikiatrik, gangguan memori, kejang dan akhirnya diikuti dengan gangguan sistem saraf otonom yang dapat membutuhkan life support di ICU dan bisa mengakibatkan kematian.5,6 LE merupakan email: [email protected] CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014 33 TINJAUAN PUSTAKA entitas tersendiri yang termasuk dalam paraneoplastic neurological syndromes (PNS). Selama dekade terakhir ini, LE banyak diteliti. Berdasarkan pengetahuan saat ini, LE dapat dikategorikan dalam 2 golongan besar yaitu yang disebabkan oleh gangguan otoimun dan yang disebabkan oleh infeksi.2 Pada makalah ini akan dibahas LE yang disebabkan oleh gangguan otoimun dan merupakan bagian dari PNS. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM LIMBIK Sistem limbik mencakup beberapa struktur, yaitu hipokampus, amigdala, hipotalamus, corpus mamilare, forniks dan girus cinguli (sirkuit Papez). Sistem limbik sangat berperan pada kognisi, afek dan regulasi sistem saraf otonom.2,7 SEJARAH DAN EPIDEMIOLOGI PNS yang melibatkan hemisfer otak pertama dideskripsi oleh Brierley dkk pada tahun 1960. Saat itu diperkirakan PNS hanya dapat mengenai sistem saraf kaudal dari ganglia basal. Definisi Paraneoplastic Limbic Encephalitis baru dibuat oleh Corsellis dkk 8 tahun kemudian yang melaporkan dua kasus pria berusia antara 50-60 tahun menderita depresi dan iritabilitas selama beberapa minggu, diikuti hilangnya memori jangka pendek yang makin progresif. Memori jangka panjang, judgement, dan reasoning tidak terganggu. Gejala lain adalah kejang, menandakan gangguan fokal otak. Dari hasil otopsi dijumpai lymphocytic perivascular cuffing dan infiltrasi pada beberapa bagian otak, terutama lobus temporal mesial.1,2 Insidensi PNS yang dilaporkan sangat bervariasi, dan berasal dari pusat-pusat rujukan. Bentuk PNS yang sering dijumpai yaitu paraneoplastic sensory neuropathy diperkirakan 3-7 kasus per 1000 diagnosis kanker. Sedangkan paraneoplastic encephalitis insidensinya sekitar 3 per 1000 diagnosis kanker.2 Tumor Yang Berhubungan dengan PNS Pada PNS, 50% sampai 80% pasien sudah menunjukkan gejala neurologis sebelum diagnosis tumor ditegakkan. Tumor yang berhubungan dengan PNS adalah kanker paru-paru (60%) terutama small cell lung cancer (SCLC). Sekitar 20% ditemukan pada tumor germ cell. Sisanya berhubungan dengan kanker payudara, thymoma, limfoma Hodgkin dan teratoma. 1,2 Tumor yang berhubungan dengan paraneoplastic limbic encephalitis adalah SCLC (anti Hu, Anti CRMP5, anti-amphiphysin), tumor testis (anti-Ma2), thymoma (anti-CRMP5), dan kanker payudara (anti-amphiphysin). PATOFISIOLOGI Para ahli imunologi tumor memperkenalkan nama antibodi onkoneural untuk menjelaskan antibodi yang mentarget antigen pada jaringan neuroektodermal dan tumor. Sejak tahun 1980-an sudah beberapa antibodi onkoneural ditemukan dan merupakan biomarker untuk sindrom paraneoplastik klasik. Limbic encephalitis (LE) klasik dengan kejang lobus temporalis berhubungan dengan antibodi terhadap antigen intraseluler. Antibodi onkoneural ditemukan pada sekitar 60% pasien dengan paraneoplastic LE. Antibodi yang sering dijumpai adalah anti-Hu, anti-Ma2, anti-amphiphysin dan anti-CRMP5. Kebanyakan pasien dengan antibodi anti-Hu juga mengalami disfungsi sistem saraf pusat di luar sistem limbik. Pada beberapa tahun belakangan ini banyak pasien LE yang dianggap seronegatif ternyata memiliki antibodi terhadap antigen permukaan sel. Makin banyak dikenali kasus ensefalitis dengan antibodi voltage-gated potasssium channel (VGKC) complex, antibodi N-methyl-D-aspartate receptor (NMDAR), antibodi alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4isoxazolepropionic acid receptor (AMPAR), dan antibodi gamma aminobutyric acid (GABA(b)) receptor.1,2 Identifikasi antibodi baru ini (antibodi yang berhubungan dengan permukaan sel) menyebabkan dikenalinya sindrom klinis dan radiologis yang berbeda dengan LE klasik. Sindrom baru ini perjalanan penyakitnya lebih ringan dan kadang-kadang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan pengobatan imunomodulasi.1,2 Secara umum antibodi terhadap antigen intraseluler (Hu, Ma2, CRMP5, amphiphysin, dll) berhubungan dengan tumor ganas, menyebabkan infiltrasi sel T sitotoksik yang prominen pada otak, dan respons pengobatannya sangat terbatas. Sedangkan antibodi terhadap antigen permukaan sel (VGKC complex, NMDAR, AMPAR, GABA(b)R) pada umumnya berkaitan dengan prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki antibodi terhadap protein intraseluler.1,2 Gambar 1 Sistem limbik7 34 Mekanisme patofisiologi utama adalah adanya respons imun oleh kanker yang kemudian bereaksi silang dengan jaringan CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014 TINJAUAN PUSTAKA saraf, meskipun sampai saat ini patofisiologi LE masih belum diketahui sempurna. Belum diketahui pasti apakah antibodi onkoneural PNS terutama dihasilkan dari antibodi serum atau antibodi intratekal. Konsentrasi absolut antibodi terhadap antigen onkoneural tertentu biasanya lebih tinggi di serum dibandingkan dengan di likuor serebrospinal (LCS), bahkan kadang-kadang antibodi tersebut tidak dapat dideteksi di LCS.2 Pada beberapa penelitian, daerah-daerah tertentu di otak, misalnya hipokampus dan hipotalamus, sepertinya sangat rentan terhadap antibodi onkoneural. Pemeriksaan patologi saraf memperlihatkan hilangnya neuron di daerah tertentu dengan infiltrasi peradangan oleh sel T helper CD4+ dan sel B di ruang perivaskular, dan sel T CD8+ sitotoksik pada ruang interstitial. Peranan antibodi dalam patogensis LE berasal dari fakta bahwa antigen yang ditarget oleh antibodi diekspresikan oleh sel tumor dan daerah spesifik otak yang terkena. Bukti-bukti ini mendukung peran mediasi oleh gangguan sistem imun pada sindrom LE.1,2,9,10 GEJALA KLINIS Karakteristik yang menonjol pada LE adalah onset subakut atau akut gangguan memori jangka pendek, dan kejang. Pasien sering memperlihatkan gejala psikiatrik yang bervariasi tergantung sindrom masingmasing. Seperti dilaporkan Kayser dkk, kombinasi gejala psikiatrik tertentu dengan gejala neurologis dan temuan lainnya dapat membedakan sindrom LE yang satu dengan yang lainnya. Keterlibatan lobus temporalis diperkirakan menjadi penyebab manifestasi psikiatrik pada sindrom LE.1,10-12 KLASIFIKASI LE BERDASARKAN ANTIBODI Antibodi yang berhubungan dengan LE dapat dibedakan menjadi antibodi onkoneural klasik terhadap protein intraseluler dan antibodi terhadap antigen permukaan sel.1,2 • • • Anti-NMDA receptor Anti-AMPA receptor Anti-GABA-b receptor. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes antibodi untuk penapisan PNS perlu dilakukan pada kasus-kasus yang dicurigai. Pemeriksaan antibodi menggunakan sampel serum atau liquor serebrospinal (LCS). Antibodi yang berbeda kadang-kadang memberikan gejala klinis serupa. Pada pasien tumor paru (SCLC) kadang-kadang dapat ditemukan beberapa antibodi paraneoplastik secara bersamaan8. Pemeriksaan LCS biasanya memperlihatkan gambaran inflamasi (pleiositosis, kadar protein meningkat, oligoclonal band).8,14 Gambaran magnetic resonance imaging (MRI) dapat berupa peningkatan intensitas signal T2 di lobus temporalis. Gambaran ini berhubungan dengan adanya infiltrat peradangan pada pemeriksaan otopsi. Pada fase akut penyakit dijumpai peningkatan intensitas sinyal T2 dan FLAIR (fluid attenuated inversion recovery) pada 70-80% kasus. Pada pemeriksaan Fluoro-deoxyglucose positron emission tomography (FDG-PET) dapat dijumpai hipermetabolisme sebelum terlihat adanya perubahan pada MRI.1 Antibodi onkoneural klasik Anti-Hu Anti-Ma2 Anti-CRMP5 Anti-Amphiphysin Anti-Ri Antibodi permukaan sel Anti-VGKC complex CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014 Gambar 2 MRI FLAIR pasien dengan LE dan antibodi NMDAR positif. Peningkatan intensitas sinyal terlihat pada lobus temporal medial dan hipokampus bilateral2 Tabel 2 Antibodi onkoneural: Manifestasi psikiatrik dan neurologis1 Antibodi Onkoneural Manifestasi psikiatrik Temuan Neurologis MRI Pengobatan Hu Hilangnya memori jangka pendek, bingung, menyerupai “WernickeKorsakov” Kejang Perubahan lobus temporal mesial, manifestasi ekstra limbik Imunomodulasi, steroid, terapi siklofosfamid Ma2 Hilangnya memori jangka pendek, bingung jarang terjadi, reaksi panik, “nervous breakdown”, gangguan obsesif-kompulsif Keterlibatan batang otak, disfungsi hipotalamus, sindrom diensefalik, disregulasi tidur (mengantuk berlebihan di siang hari) Perubahan lobus temporal mesial Perbaikan dan stabilisasi klinis dapat terjadi setelah pengobatan tumor CV2/CRMP5 Gangguan kognitif, mania, gangguan obsesif-kompulsif, depresi, perubahan kepribadian Gejala ekstrapiramidal chorea, apraksia, neuropati optik, gangguan mengecap dan menghidu Perubahan dapat terjadi Tidak jelas Antiamphiphysin Hilangnya memori jangka pendek, bingung, menyerupai WernickeKorsakov Mioklonus, rigiditas, Stiff person syndrome Tidak jelas Tabel 3 Gejala psikiatrik dan neurologis pada antibodi permukaan NMDA, AMPA dan GABA (b)1,12-14 Antibodi 1. • • • • • 2. • Pemeriksaan electroencephalography (EEG) tidak banyak membantu diagnosis LE. EEG dibutuhkan untuk mendeteksi adanya cetusan epileptik pada lobus temporalis, atau menunjukkan aktivitas gelombang lambat difus. EEG juga berguna untuk membedakan antara epilepsi parsial kompleks dengan confusional state.1,2 Manifestasi psikiatrik NMDA Psikosis, ansietas, bizarre, delusi, paranoid, catatonic state AMPA Hilangnya memori, bingung, agitasi GABA (b) Psikosis, halusinasi, bingung Temuan neurologis Penurunan kesadaran, kejang, hipoventilasi, gangguan autonom, diskinesia, gangguan gerak Kejang MRI Pengobatan Kurang lebih 50% tidak dijumpai kelainan spesifik, 50% lainnya dijumpai perubahan non spesifik ringan dan transien Pengobatan tumor atau imunoterapi Sebagian dijumpai peningkatan signal FLAIR di lobus temporal medial Pengobatan tumor atau imunoterapi, kemungkinan relaps Gambaran proses ensefalitis pada lobus temporalis (jumlah kasus sedikit) Pengobatan tumor atau imunoterapi 35 TINJAUAN PUSTAKA Tabel 4 Kriteria diagnostik paraneoplastic limbic encephalitis 2,3,15 A. Kriteria Gultekin dkk Pemeriksaan patologis menunjukkan gambaran limbic encephalitis, atau semua 4 kriteria berikut. 1. Gejala hilangnya memori jangka pendek, kejang, atau gejala psikiatrik berkaitan dengan keterlibatan sistem limbik. 2. <4 tahun antara onset gejala neurologis dengan diagnosis kanker. 3. Sudah disingkirkan metastasis, infeksi, defisit metabolik dan nutrisi, stroke, dan efek samping obat yang dapat menyebabkan ensefalopati limbik. 4. Sedikitnya salah satu dari: a. Pemeriksaan LCS ditemukan gambaran inflamasi b. Hiperintensitas unilateral atau bilateral lobus temporal pada MRI FLAIR atau T2 c. Dijumpai fokus epilepsi fokal atau perlambatan fokal di lobus temporalis pada pemeriksaan EEG B. Kriteria Paraneoplastic Neurological Syndrome Euronetwork Memenuhi keempat kriteria di bawah ini. 1. Onset subakut (beberapa hari sampai 12 minggu) kejang, hilangnya memori jangka pendek, bingung, dan gejala psikiatrik. 2. Bukti neuropatologi atau radiologis (MRI, SPECT, PET) keterlibatan sistem limbik. 3. Sudah dieksklusi penyebab gangguan limbik lainnya. 4. Dijumpai kanker dalam 5 tahun timbulnya gejala neurologis, atau timbulnya gejala klasik disfungsi limbik berhubungan dengan antibodi paraneoplastik tertentu (Hu, Ma2, CRMP5, Amphiphysin, Ri). 2 Tabel 5 Diagnosis diferensial limbic encephalitis Infeksi Ensefalitis virus Herpes Simpleks Neurosifilis Progressive multifocal leucoencephalopathy Rabies Penyakit Creutzfeldt-Jacob Gangguan Metabolik Ensefalopati metabolik (uremik, hepatik, sindrom Cushing) Sindrom Wernicke-Korsakoff Ensefalopati Hashimoto Gangguan Autoimun Sistemik Sjogren syndrome Systemic lupus erythematosus Sindrom antifosfolipid Keganasan Limfoma Glioma Gliomatosis serebri Gangguan Degeneratif Penyakit Alzheimer Demensia Lewy-body Demensia frontotemporal Gangguan lainnya Stroke dengan keterlibatan arteri serebri posterior Vaskulitis susunan saraf pusat Epilepsi lobus temporalis Status epileptikus non konvulsif Transient global amnesia Acute demyelinating encephalomyelitis Posterior reversible encephalopathy syndrome Intoksikasi (alkohol, litium) Alcohol withdrawal syndrome Gangguan psikiatrik DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING Untuk menegakkan diagnosis LE terdapat beberapa kriteria (tabel 4), dan perlu disingkirkan penyebab lain ensefalitis, misalnya infeksi virus neurotropik, penggunaan obat psikotropik, gangguan toksik dan metabolik lainnya (tabel 5). PENATALAKSANAAN Prinsip dasar pengobatan adalah reseksi tumor atau terapi onkologi. Pada pasien sindrom paraneoplastik, terapi pada tumornya akan memperbaiki atau menstabilkan gejala klinis. Bila ditemukan antibodi onkoneural, sesegera mungkin dilakukan pemeriksaan penapisan (screening) tumor yang menyeluruh. Pasien dengan antibodi onkoneural intraseluler, biasanya tidak memberikan respons dengan imunoterapi, hanya terapi tumor yang dapat menstabilkan gejala klinis. Pasien dengan antibodi permukaan sel biasanya memberi respons baik dengan terapi imunosupresif atau imunomodulasi (tabel 6). Beberapa terapi lain yang dianggap relevan adalah rituximab, siklofosfamid dan azathioprine. Terapi simtomatik dibutuhkan untuk pengobatan kejang dan gejala psikiatrik.2 Tabel 6 Imunoterapi limbic encephalitis2 Fase akut Lini pertama Kortikosteroid dosis tinggi Intravenous Immunoglobulins (IVIg) Plasma exchange Lini kedua Rituximab Siklofosfamid Terapi rumatan Steroid Azathioprine Mycophenolate SIMPULAN Paraneoplastic LE merupakan bagian dari PNS dengan patofisiologi gangguan sistem imun. Idealnya rumah sakit dapat melakukan pemeriksaan antibodi untuk menegakkan diagnosis dan memulai pengobatan, sehingga dapat memperbaiki keadaan pasien, memperpendek lama perawatan, dan memaksimalkan keluaran. Masih dibutuhkan penelitian sistematis untuk dapat membuat panduan pengobatan yang baik. Antibodi yang sudah teridentifikasi mungkin masih merupakan fenomena gunung es, membutuhkan penelitian lanjutan untuk identifikasi antibodi permukaan sel lainnya. Peneliti diharapkan dapat memberikan gambaran klinis yang komprehensif untuk antibodi terkait. Dengan pendekatan ini para klinisi akan terbantu dalam mengenali sindrom klinis LE dan membuat keputusan rasional dalam pemeriksaan antibodi. DAFTAR PUSTAKA 1. Grisold W, Giometto B, Vitaliani R, et al. Current Approaches to the Treatment of Paraneoplastic Encephalitis. Ther Adv Neurol Disord 2011; 4(4): 237-48. 2. Zhang H, Zhou C, Wu L, et al. Are Onconeural Antibodies a Clinical Phenomenology in Paraneoplastic Limbic Encephalitis? Mediators of Inflammation 2013: 1-9. 3. Graus F, Delattre Y, Antoine JC, et al. Recommended Diagnostic Criteria for Paraneoplastic Neurological Syndromes. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2004; 75: 1135-40. 4. Honnorat J, Antoine JC. Paraneoplastic Neurological Syndromes. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007; 2:22: 1-8. 5. Lawn ND, Westmoreland BF, Kiely MJ,et al. Clinical, magnetic resonance imaging, and electroencephalographic findings in paraneoplastic limbic encephalitis. Mayo Clin Proc. 2003;78(11):1363-8. 6. Gomesa AA, Pinhoa E, Vazb A, et al. Anti-NMDA Receptor Paraneoplastic Encephalitis: An Important Differential Diagnosis in Subacute Psychosis. J Med Cases • 2013;4(3):135-8. 7. Hesselink JR. The Temporal Lobe and Limbic System.). http://spinwarp.ucsd.edu/neuroweb/Text/br-800epi.htm. diunduh Oktober 2013. 8. Vedeler CA, Antoine JC, Giometto B, et al. Paraneoplastic neurological syndromes. http://www.efns.org/fileadmin/user_upload/guidline_papers/EFNS_guideline_2011_Paraneoplastic_ neurological_syndromes.pdf. diunduh Oktober 2013. 9. Vemuri C. Paraneoplastic Neurological Syndromes. http://ppt.server4.org/p/paraneoplastic-neurological-syndromes---amrita-institute-of-w349-ppt.ppt. diunduh Oktober 2013. 10. De Beukelaar JW, Smitt PAS. Managing Paraneoplastic Neurological Disorders. The Oncologist 2006;11:292–305. 11 Dreessen J, Jeanjean AP, Sindic AJ. Paraneoplastic limbic encephalitis: Diagnostic relevance of CSF analysis and total body PET scanning. Acta neurol.belg., 2004, 104, 57-63. 12. Dwyer J, Rabin B. Final Diagnosis: Anti NMDA Receptor Encephalitis. http://path.upmc.edu/cases/case762/dx.html. diunduh Oktober 2013. 13. Lai M, Hughes EG, Peng X, et al. AMPA receptor antibodies in limbic encephalitis alter synaptic receptor location. Ann Neurol. 2009; 65(4): 424–34. 14. Wysota B, Teare L, Karim A, Jacob S. Autoimmune Gabab antibody encephalitis associated with non-malignant lung lesion. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2013 Nov;84(11):e2. 15. Gultekin SH, Rosenfeld MR, Voltz J, et al. Paraneoplastic Limbic Encephalitis: Neurological Symptoms, Immunological Findings and Tumor Association in 50 Patients. Brain 2000; 123: 1481-94. 36 CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014