Paraneoplastic Limbic Encephalitis: Pendekatan

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Paraneoplastic Limbic Encephalitis:
Pendekatan Diagnosis dan Penatalaksanaan
Michael Setiawan
Bagian Neurologi RS Pluit, RSPI Puri Indah, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Paraneoplastic limbic encephalitis (PLE) merupakan entitas yang termasuk dalam paraneoplastic neurological syndromes (PNS), berhubungan
dengan beberapa jenis tumor, disebabkan oleh gangguan sistem imun yang dicetuskan oleh ekspresi aberan antigen onkoneural tumor. Dalam
beberapa dekade ini sudah diidentifikasi sejumlah antibodi yang berkaitan dengan PLE yaitu antibodi onkoneural klasik terhadap antigen
intraseluler, dan antibodi terhadap antigen permukaan sel. Masing-masing antibodi memberikan karakteristik gejala klinis, gambaran magnetic
resonance imaging (MRI), dan respons pengobatan yang berbeda. Gambaran klinis khas adalah onset subakut atau akut gangguan memori
jangka pendek, gejala psikiatrik, dan kejang. Walaupun spektrum klinis belum sepenuhnya diketahui, sindrom klinis PLE penting dikenali karena
dapat memberikan respons terhadap imunoterapi. Secara umum, pasien dengan antibodi terhadap antigen permukaan sel prognosisnya lebih
baik karena perjalanan klinisnya cenderung tidak terlalu berat, dan memberikan respons baik dengan terapi imunomodulasi.
Kata kunci: paraneoplastic limbic encephalitis, diagnosis, penatalaksanaan
ABSTRACT
Paraneoplastic Limbic Encephalitis (PLE) is an entity belonging to Paraneoplastic Neurological Syndromes (PNS), associated with several tumors,
caused by immune mediated disorders triggered by aberrant expression of onconeural antigens in the tumor. In the last few decades, 2 groups
of antibodies associated with PLE have been identified, classical onconeural antibodies directed against the intracellular antigens, and surface
antigen antibodies. Each antibody gives characteristic clinical manifestations, magnetic resonance imaging (MRI) findings, and different response
to therapy. Characteristic clinical manifestations are subacute or acute onset of recent memory loss, psychiatric manifestations, and seizures.
Although the clinical spectrum has not yet been fully investigated, the clinical importance lies in their good response to immunotherapies.
Generally, patients with surface antigen antibodies have more favorable prognosis because the clinical course tends to be less severe, and
respond well with immunomodulation treatment. Michael Setiawan. Paraneoplastic Limbic Encephalitis: Diagnosis and Management
Approaches.
Key words: paraneoplastic limbic encephalitis, diagnosis, management
PENDAHULUAN
Paraneoplastic Neurological Syndromes (PNS)
adalah gangguan sistem saraf akibat kanker
yang tidak disebabkan oleh efek lokal maupun
metastasis. PNS jarang dijumpai, mencakup
gangguan yang sangat luas, dapat mengenai
sistem saraf pusat maupun saraf perifer. Salah
satu jenis PNS di antaranya adalah limbic
encephalitis.
Ditemukannya antibodi terhadap antigen
onkoneural
menciptakan
pemahaman
baru tentang sindrom ini.1-4 Akhir-akhir
ini ditemukan antibodi yang menyerang
antigen pada membran reseptor atau kanal
ion (antigen permukaan sel), antibodi ini
memegang peranan dalam patofisiologi PNS.
Pada kasus dengan antibodi terhadap antigen
onkoneural intraseluler positif sering dapat
Alamat korespondensi
Tabel 1 Paraneoplastic neurological syndromes klasik
Sindrom sistem saraf pusat
Limbic Encephalitis
Encephalomyelitis
Subacute Cerebellar Degeneration
Opsoclonus myoclonus
Sindrom sistem saraf perifer
Subacute sensory neuronopathy
Chronic gastrointestinal pseudo-obstruction
Sindrom neuromuscular junction dan otot
Lambert-Eaton myasthenic syndromes
Dermatomyositis
ditemukan tumor penyebabnya, sedangkan
pada kasus dengan antibodi terhadap antigen
permukaan sel positif tidak selalu ditemukan
tumor penyebabnya.1,2
DEFINISI
Paraneoplastic Neurological Syndromes (PNS)
didefinisikan sebagai efek jauh kanker yang
bukan disebabkan langsung oleh tumor
atau metastasisnya, ataupun oleh infeksi,
dan gangguan metabolik. PNS mencakup
gangguan pada sistem saraf pusat dan sistem
saraf perifer1,4. Pada PNS terdapat istilah
sindrom klasik yang merupakan sindrom
neurologis yang sering berhubungan dengan
kanker (tabel 1).
Limbic Encephalitis (LE) adalah proses inflamasi
yang melibatkan hipokampus, amigdala,
dan korteks orbitofrontal.5,6 Gangguan ini
biasanya menimbulkan kumpulan gejala
berupa gangguan psikiatrik, gangguan
memori, kejang dan akhirnya diikuti dengan
gangguan sistem saraf otonom yang dapat
membutuhkan life support di ICU dan bisa
mengakibatkan kematian.5,6 LE merupakan
email: [email protected]
CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014
33
TINJAUAN PUSTAKA
entitas tersendiri yang termasuk dalam
paraneoplastic neurological syndromes (PNS).
Selama dekade terakhir ini, LE banyak diteliti.
Berdasarkan pengetahuan saat ini, LE dapat
dikategorikan dalam 2 golongan besar yaitu
yang disebabkan oleh gangguan otoimun
dan yang disebabkan oleh infeksi.2 Pada
makalah ini akan dibahas LE yang disebabkan
oleh gangguan otoimun dan merupakan
bagian dari PNS.
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM
LIMBIK
Sistem limbik mencakup beberapa struktur,
yaitu hipokampus, amigdala, hipotalamus,
corpus mamilare, forniks dan girus cinguli
(sirkuit Papez). Sistem limbik sangat berperan
pada kognisi, afek dan regulasi sistem saraf
otonom.2,7
SEJARAH DAN EPIDEMIOLOGI
PNS yang melibatkan hemisfer otak pertama
dideskripsi oleh Brierley dkk pada tahun
1960. Saat itu diperkirakan PNS hanya
dapat mengenai sistem saraf kaudal dari
ganglia basal. Definisi Paraneoplastic Limbic
Encephalitis baru dibuat oleh Corsellis dkk 8
tahun kemudian yang melaporkan dua kasus
pria berusia antara 50-60 tahun menderita
depresi dan iritabilitas selama beberapa
minggu, diikuti hilangnya memori jangka
pendek yang makin progresif. Memori
jangka panjang, judgement, dan reasoning
tidak terganggu. Gejala lain adalah kejang,
menandakan gangguan fokal otak. Dari hasil
otopsi dijumpai lymphocytic perivascular
cuffing dan infiltrasi pada beberapa bagian
otak, terutama lobus temporal mesial.1,2
Insidensi PNS yang dilaporkan sangat
bervariasi, dan berasal dari pusat-pusat
rujukan. Bentuk PNS yang sering dijumpai
yaitu paraneoplastic sensory neuropathy
diperkirakan 3-7 kasus per 1000 diagnosis
kanker. Sedangkan paraneoplastic encephalitis
insidensinya sekitar 3 per 1000 diagnosis
kanker.2
Tumor Yang Berhubungan dengan PNS
Pada PNS, 50% sampai 80% pasien sudah
menunjukkan gejala neurologis sebelum
diagnosis tumor ditegakkan. Tumor yang
berhubungan dengan PNS adalah kanker
paru-paru (60%) terutama small cell lung
cancer (SCLC). Sekitar 20% ditemukan pada
tumor germ cell. Sisanya berhubungan dengan
kanker payudara, thymoma, limfoma Hodgkin
dan teratoma. 1,2
Tumor
yang
berhubungan
dengan
paraneoplastic limbic encephalitis adalah SCLC
(anti Hu, Anti CRMP5, anti-amphiphysin), tumor
testis (anti-Ma2), thymoma (anti-CRMP5), dan
kanker payudara (anti-amphiphysin).
PATOFISIOLOGI
Para ahli imunologi tumor memperkenalkan
nama antibodi onkoneural untuk menjelaskan
antibodi yang mentarget antigen pada
jaringan neuroektodermal dan tumor. Sejak
tahun 1980-an sudah beberapa antibodi
onkoneural ditemukan dan merupakan
biomarker untuk sindrom paraneoplastik
klasik. Limbic encephalitis (LE) klasik dengan
kejang lobus temporalis berhubungan
dengan antibodi terhadap antigen intraseluler.
Antibodi onkoneural ditemukan pada sekitar
60% pasien dengan paraneoplastic LE.
Antibodi yang sering dijumpai adalah anti-Hu,
anti-Ma2, anti-amphiphysin dan anti-CRMP5.
Kebanyakan pasien dengan antibodi anti-Hu
juga mengalami disfungsi sistem saraf pusat
di luar sistem limbik.
Pada beberapa tahun belakangan ini banyak
pasien LE yang dianggap seronegatif
ternyata memiliki antibodi terhadap antigen
permukaan sel. Makin banyak dikenali kasus
ensefalitis dengan antibodi voltage-gated
potasssium channel (VGKC) complex, antibodi
N-methyl-D-aspartate receptor (NMDAR),
antibodi alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4isoxazolepropionic acid receptor (AMPAR), dan
antibodi gamma aminobutyric acid (GABA(b))
receptor.1,2
Identifikasi antibodi baru ini (antibodi yang
berhubungan dengan permukaan sel)
menyebabkan dikenalinya sindrom klinis dan
radiologis yang berbeda dengan LE klasik.
Sindrom baru ini perjalanan penyakitnya
lebih ringan dan kadang-kadang bisa terjadi
pemulihan sempurna dengan pengobatan
imunomodulasi.1,2
Secara umum antibodi terhadap antigen
intraseluler (Hu, Ma2, CRMP5, amphiphysin,
dll) berhubungan dengan tumor ganas,
menyebabkan infiltrasi sel T sitotoksik
yang prominen pada otak, dan respons
pengobatannya sangat terbatas. Sedangkan
antibodi terhadap antigen permukaan sel
(VGKC complex, NMDAR, AMPAR, GABA(b)R)
pada umumnya berkaitan dengan prognosis
yang lebih baik dibandingkan dengan
yang memiliki antibodi terhadap protein
intraseluler.1,2
Gambar 1 Sistem limbik7
34
Mekanisme patofisiologi utama adalah
adanya respons imun oleh kanker yang
kemudian bereaksi silang dengan jaringan
CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014
TINJAUAN PUSTAKA
saraf, meskipun sampai saat ini patofisiologi
LE masih belum diketahui sempurna. Belum
diketahui pasti apakah antibodi onkoneural
PNS terutama dihasilkan dari antibodi serum
atau antibodi intratekal. Konsentrasi absolut
antibodi terhadap antigen onkoneural tertentu
biasanya lebih tinggi di serum dibandingkan
dengan di likuor serebrospinal (LCS), bahkan
kadang-kadang antibodi tersebut tidak dapat
dideteksi di LCS.2
Pada beberapa penelitian, daerah-daerah
tertentu di otak, misalnya hipokampus
dan hipotalamus, sepertinya sangat rentan
terhadap antibodi onkoneural. Pemeriksaan
patologi saraf memperlihatkan hilangnya
neuron di daerah tertentu dengan infiltrasi
peradangan oleh sel T helper CD4+ dan
sel B di ruang perivaskular, dan sel T CD8+
sitotoksik pada ruang interstitial. Peranan
antibodi dalam patogensis LE berasal dari
fakta bahwa antigen yang ditarget oleh
antibodi diekspresikan oleh sel tumor dan
daerah spesifik otak yang terkena. Bukti-bukti
ini mendukung peran mediasi oleh gangguan
sistem imun pada sindrom LE.1,2,9,10
GEJALA KLINIS
Karakteristik yang menonjol pada LE adalah
onset subakut atau akut gangguan memori
jangka pendek, dan kejang. Pasien sering
memperlihatkan gejala psikiatrik yang
bervariasi tergantung sindrom masingmasing. Seperti dilaporkan Kayser dkk,
kombinasi gejala psikiatrik tertentu dengan
gejala neurologis dan temuan lainnya dapat
membedakan sindrom LE yang satu dengan
yang lainnya. Keterlibatan lobus temporalis
diperkirakan menjadi penyebab manifestasi
psikiatrik pada sindrom LE.1,10-12
KLASIFIKASI LE BERDASARKAN
ANTIBODI
Antibodi yang berhubungan dengan LE dapat
dibedakan menjadi antibodi onkoneural klasik
terhadap protein intraseluler dan antibodi
terhadap antigen permukaan sel.1,2
•
•
•
Anti-NMDA receptor
Anti-AMPA receptor
Anti-GABA-b receptor.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes antibodi untuk penapisan PNS perlu
dilakukan pada kasus-kasus yang dicurigai.
Pemeriksaan antibodi menggunakan sampel
serum atau liquor serebrospinal (LCS).
Antibodi yang berbeda kadang-kadang
memberikan gejala klinis serupa. Pada pasien
tumor paru (SCLC) kadang-kadang dapat
ditemukan beberapa antibodi paraneoplastik
secara bersamaan8. Pemeriksaan LCS biasanya
memperlihatkan
gambaran
inflamasi
(pleiositosis, kadar protein meningkat,
oligoclonal band).8,14
Gambaran magnetic resonance imaging
(MRI) dapat berupa peningkatan intensitas
signal T2 di lobus temporalis. Gambaran
ini berhubungan dengan adanya infiltrat
peradangan pada pemeriksaan otopsi. Pada
fase akut penyakit dijumpai peningkatan
intensitas sinyal T2 dan FLAIR (fluid attenuated
inversion recovery) pada 70-80% kasus. Pada
pemeriksaan Fluoro-deoxyglucose positron
emission tomography (FDG-PET) dapat
dijumpai hipermetabolisme sebelum terlihat
adanya perubahan pada MRI.1
Antibodi onkoneural klasik
Anti-Hu
Anti-Ma2
Anti-CRMP5
Anti-Amphiphysin
Anti-Ri
Antibodi permukaan sel
Anti-VGKC complex
CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014
Gambar 2 MRI FLAIR pasien dengan LE dan antibodi
NMDAR positif. Peningkatan intensitas sinyal terlihat pada
lobus temporal medial dan hipokampus bilateral2
Tabel 2 Antibodi onkoneural: Manifestasi psikiatrik dan neurologis1
Antibodi
Onkoneural
Manifestasi psikiatrik
Temuan Neurologis
MRI
Pengobatan
Hu
Hilangnya memori
jangka pendek, bingung,
menyerupai “WernickeKorsakov”
Kejang
Perubahan lobus temporal
mesial, manifestasi ekstra
limbik
Imunomodulasi, steroid,
terapi siklofosfamid
Ma2
Hilangnya memori jangka
pendek, bingung jarang
terjadi, reaksi panik, “nervous
breakdown”, gangguan
obsesif-kompulsif
Keterlibatan batang otak,
disfungsi hipotalamus,
sindrom diensefalik,
disregulasi tidur (mengantuk
berlebihan di siang hari)
Perubahan lobus temporal
mesial
Perbaikan dan stabilisasi
klinis dapat terjadi setelah
pengobatan tumor
CV2/CRMP5
Gangguan kognitif, mania,
gangguan obsesif-kompulsif,
depresi, perubahan
kepribadian
Gejala ekstrapiramidal
chorea, apraksia, neuropati
optik, gangguan mengecap
dan menghidu
Perubahan dapat terjadi
Tidak jelas
Antiamphiphysin
Hilangnya memori
jangka pendek, bingung,
menyerupai WernickeKorsakov
Mioklonus, rigiditas, Stiff
person syndrome
Tidak jelas
Tabel 3 Gejala psikiatrik dan neurologis pada antibodi permukaan NMDA, AMPA dan GABA (b)1,12-14
Antibodi
1.
•
•
•
•
•
2.
•
Pemeriksaan electroencephalography (EEG)
tidak banyak membantu diagnosis LE. EEG
dibutuhkan untuk mendeteksi adanya
cetusan epileptik pada lobus temporalis, atau
menunjukkan aktivitas gelombang lambat
difus. EEG juga berguna untuk membedakan
antara epilepsi parsial kompleks dengan
confusional state.1,2
Manifestasi psikiatrik
NMDA
Psikosis, ansietas, bizarre,
delusi, paranoid, catatonic
state
AMPA
Hilangnya memori, bingung,
agitasi
GABA (b)
Psikosis, halusinasi, bingung
Temuan neurologis
Penurunan kesadaran, kejang,
hipoventilasi, gangguan
autonom, diskinesia,
gangguan gerak
Kejang
MRI
Pengobatan
Kurang lebih 50% tidak
dijumpai kelainan spesifik,
50% lainnya dijumpai
perubahan non spesifik
ringan dan transien
Pengobatan tumor atau
imunoterapi
Sebagian dijumpai
peningkatan signal FLAIR di
lobus temporal medial
Pengobatan tumor atau
imunoterapi, kemungkinan
relaps
Gambaran proses ensefalitis
pada lobus temporalis
(jumlah kasus sedikit)
Pengobatan tumor atau
imunoterapi
35
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 4 Kriteria diagnostik paraneoplastic limbic encephalitis 2,3,15
A. Kriteria Gultekin dkk
Pemeriksaan patologis menunjukkan gambaran limbic encephalitis, atau semua 4 kriteria berikut.
1. Gejala hilangnya memori jangka pendek, kejang, atau gejala psikiatrik berkaitan dengan keterlibatan sistem limbik.
2. <4 tahun antara onset gejala neurologis dengan diagnosis kanker.
3. Sudah disingkirkan metastasis, infeksi, defisit metabolik dan nutrisi, stroke, dan efek samping obat yang dapat menyebabkan ensefalopati limbik.
4. Sedikitnya salah satu dari:
a. Pemeriksaan LCS ditemukan gambaran inflamasi
b. Hiperintensitas unilateral atau bilateral lobus temporal pada MRI FLAIR atau T2
c. Dijumpai fokus epilepsi fokal atau perlambatan fokal di lobus temporalis pada pemeriksaan EEG
B. Kriteria Paraneoplastic Neurological Syndrome Euronetwork
Memenuhi keempat kriteria di bawah ini.
1. Onset subakut (beberapa hari sampai 12 minggu) kejang, hilangnya memori jangka pendek, bingung, dan gejala psikiatrik.
2. Bukti neuropatologi atau radiologis (MRI, SPECT, PET) keterlibatan sistem limbik.
3. Sudah dieksklusi penyebab gangguan limbik lainnya.
4. Dijumpai kanker dalam 5 tahun timbulnya gejala neurologis, atau timbulnya gejala klasik disfungsi limbik berhubungan dengan antibodi
paraneoplastik tertentu (Hu, Ma2, CRMP5, Amphiphysin, Ri).
2
Tabel 5 Diagnosis diferensial limbic encephalitis
Infeksi
Ensefalitis virus Herpes Simpleks
Neurosifilis
Progressive multifocal leucoencephalopathy
Rabies
Penyakit Creutzfeldt-Jacob
Gangguan Metabolik
Ensefalopati metabolik (uremik, hepatik, sindrom Cushing)
Sindrom Wernicke-Korsakoff
Ensefalopati Hashimoto
Gangguan Autoimun Sistemik
Sjogren syndrome
Systemic lupus erythematosus
Sindrom antifosfolipid
Keganasan
Limfoma
Glioma
Gliomatosis serebri
Gangguan Degeneratif
Penyakit Alzheimer
Demensia Lewy-body
Demensia frontotemporal
Gangguan lainnya
Stroke dengan keterlibatan arteri serebri posterior
Vaskulitis susunan saraf pusat
Epilepsi lobus temporalis
Status epileptikus non konvulsif
Transient global amnesia
Acute demyelinating encephalomyelitis
Posterior reversible encephalopathy syndrome
Intoksikasi (alkohol, litium)
Alcohol withdrawal syndrome
Gangguan psikiatrik
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Untuk menegakkan diagnosis LE terdapat
beberapa kriteria (tabel 4), dan perlu
disingkirkan penyebab lain ensefalitis, misalnya
infeksi virus neurotropik, penggunaan obat
psikotropik, gangguan toksik dan metabolik
lainnya (tabel 5).
PENATALAKSANAAN
Prinsip dasar pengobatan adalah reseksi tumor
atau terapi onkologi. Pada pasien sindrom
paraneoplastik, terapi pada tumornya akan
memperbaiki atau menstabilkan gejala klinis.
Bila ditemukan antibodi onkoneural, sesegera
mungkin dilakukan pemeriksaan penapisan
(screening) tumor yang menyeluruh. Pasien
dengan antibodi onkoneural intraseluler,
biasanya tidak memberikan respons dengan
imunoterapi, hanya terapi tumor yang dapat
menstabilkan gejala klinis. Pasien dengan
antibodi permukaan sel biasanya memberi
respons baik dengan terapi imunosupresif
atau imunomodulasi (tabel 6). Beberapa terapi
lain yang dianggap relevan adalah rituximab,
siklofosfamid dan azathioprine. Terapi
simtomatik dibutuhkan untuk pengobatan
kejang dan gejala psikiatrik.2
Tabel 6 Imunoterapi limbic encephalitis2
Fase akut
Lini pertama
Kortikosteroid dosis tinggi
Intravenous Immunoglobulins (IVIg)
Plasma exchange
Lini kedua
Rituximab
Siklofosfamid
Terapi rumatan
Steroid
Azathioprine
Mycophenolate
SIMPULAN
Paraneoplastic LE merupakan bagian dari
PNS dengan patofisiologi gangguan sistem
imun. Idealnya rumah sakit dapat melakukan
pemeriksaan antibodi untuk menegakkan
diagnosis dan memulai pengobatan,
sehingga dapat memperbaiki keadaan
pasien, memperpendek lama perawatan,
dan memaksimalkan keluaran. Masih
dibutuhkan penelitian sistematis untuk dapat
membuat panduan pengobatan yang baik.
Antibodi yang sudah teridentifikasi mungkin
masih merupakan fenomena gunung es,
membutuhkan penelitian lanjutan untuk
identifikasi antibodi permukaan sel lainnya.
Peneliti diharapkan dapat memberikan
gambaran klinis yang komprehensif untuk
antibodi terkait. Dengan pendekatan ini
para klinisi akan terbantu dalam mengenali
sindrom klinis LE dan membuat keputusan
rasional dalam pemeriksaan antibodi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Grisold W, Giometto B, Vitaliani R, et al. Current Approaches to the Treatment of Paraneoplastic Encephalitis. Ther Adv Neurol Disord 2011; 4(4): 237-48.
2.
Zhang H, Zhou C, Wu L, et al. Are Onconeural Antibodies a Clinical Phenomenology in Paraneoplastic Limbic Encephalitis? Mediators of Inflammation 2013: 1-9.
3.
Graus F, Delattre Y, Antoine JC, et al. Recommended Diagnostic Criteria for Paraneoplastic Neurological Syndromes. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2004; 75: 1135-40.
4.
Honnorat J, Antoine JC. Paraneoplastic Neurological Syndromes. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007; 2:22: 1-8.
5. Lawn ND, Westmoreland BF, Kiely MJ,et al. Clinical, magnetic resonance imaging, and electroencephalographic findings in paraneoplastic limbic encephalitis. Mayo Clin Proc.
2003;78(11):1363-8.
6.
Gomesa AA, Pinhoa E, Vazb A, et al. Anti-NMDA Receptor Paraneoplastic Encephalitis: An Important Differential Diagnosis in Subacute Psychosis. J Med Cases • 2013;4(3):135-8.
7.
Hesselink JR. The Temporal Lobe and Limbic System.). http://spinwarp.ucsd.edu/neuroweb/Text/br-800epi.htm. diunduh Oktober 2013.
8.
Vedeler CA, Antoine JC, Giometto B, et al. Paraneoplastic neurological syndromes. http://www.efns.org/fileadmin/user_upload/guidline_papers/EFNS_guideline_2011_Paraneoplastic_
neurological_syndromes.pdf. diunduh Oktober 2013.
9.
Vemuri C. Paraneoplastic Neurological Syndromes. http://ppt.server4.org/p/paraneoplastic-neurological-syndromes---amrita-institute-of-w349-ppt.ppt. diunduh Oktober 2013.
10. De Beukelaar JW, Smitt PAS. Managing Paraneoplastic Neurological Disorders. The Oncologist 2006;11:292–305.
11
Dreessen J, Jeanjean AP, Sindic AJ. Paraneoplastic limbic encephalitis: Diagnostic relevance of CSF analysis and total body PET scanning. Acta neurol.belg., 2004, 104, 57-63.
12. Dwyer J, Rabin B. Final Diagnosis: Anti NMDA Receptor Encephalitis. http://path.upmc.edu/cases/case762/dx.html. diunduh Oktober 2013.
13. Lai M, Hughes EG, Peng X, et al. AMPA receptor antibodies in limbic encephalitis alter synaptic receptor location. Ann Neurol. 2009; 65(4): 424–34.
14. Wysota B, Teare L, Karim A, Jacob S. Autoimmune Gabab antibody encephalitis associated with non-malignant lung lesion. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2013 Nov;84(11):e2.
15. Gultekin SH, Rosenfeld MR, Voltz J, et al. Paraneoplastic Limbic Encephalitis: Neurological Symptoms, Immunological Findings and Tumor Association in 50 Patients. Brain 2000; 123: 1481-94.
36
CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014
Download