1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia di dunia ini tidak akan lepas dari hubungan antara manusia satu dengan manusia yang lain karena manusia merupakan makhluk sosial. Makhluk sosial tersebut kemudian membentuk suatu komunitas yang kemudian disebut masyarakat. Masyarakat (community) adalah kelompok-kelompok orang yang menempati sebuah wilayah tertentu, yang hidup secara relatif lama, saling berkomunikasi, memiliki simbol-simbol dan aturan tertentu serta sistem hukum yang mengontrol tindakan anggotanya, memiliki sistem stratifikasi, sadar sebagai bagian dari anggota masyarakat tersebut serta relatif dapat menghidupi dirinya sendiri.1 Masyarakat yang satu saling berhubungan dengan masyarakat yang lain dari satu daerah ke daerah lain sampai ke negara lain. Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, sehingga dapat dipastikan manusia tidak dapat hidup seorang diri tanpa kehadiran manusia lain. Keharusan untuk melangsungkan hidup bersama merupakan permasalahan mandasar bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan dan kepentingan tersebut harus dapat terlindungi dan terpenuhi, oleh karena itu manusia hidup secara berkelompok di dalam masyarakat.2 Sudikno, dalam bukunya juga menyampaikan bahwa 1 2 Burhan Bungin, 2005,PORNOMEDIA,Prenada Media,Jakarta, hlm.26 Sudikno Metrokusumo, 2001, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm.3 2 masyarakat merupakan salah satu kehidupan bersama yang anggotaanggotanya mengadakan suatu pola tingkah laku yang maknanya dimengerti oleh sesama anggota.3 Manusia sebagai makhuk sosial tidak bisa berdiri sendiri dalam menjalankan kehidupannya. Manusia hidup secara berkelompok, dimana masing-masing individu melakukan aktivitas untuk menunjang kebutuhan hidupnya. Terdapat makhluk hidup lain di sekitar kehidupan setiap individu, dapat berupa masyarakat, lingkungan alam, tumbuhan maupun hewan. Sebagian besar makhluk hidup melakukan aktivitasnya seperti makan, bergerak, dan berkembang biak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Semua makhluk hidup yang tinggal dalam suatu tempat saling berinteraksi dan tentunya saling mempengaruhi. Manusia menanam tumbuhan untuk dimanfaatkan buah, daun, maupun batangnya. membutuhkan Begitu manusia juga dalam hal sebaliknya, dimana perawatannya. tumbuhan Manusia juga memelihara hewan ternak untuk dimanfaatkan daging atau telurnya, sebaliknya hewan ternak juga bergantung pada manusia dalam hal penyediaan makanan. Manusia juga memelihara hewan untuk kesenangan dan hobi, mulai dari hewan bertubuh besar, hingga kecil, pemilihan jenis hewan yang dipelihara pun bermacam-macam, mulai dari unggas, reptil, hingga mamalia, mulai dari yang liar sekalipun hingga yang jinak. Manusia dan hewan peliharaan harus tetap hidup saling berdampingan, 3 Ibid. hlm 1. 3 karena saling menguntungkan satu sama lainnya, sehingga terbentukah hubungan timbal balik antara makhluk hidup. Dalam penulisan hukum ini akan lebih di fokuskan pada pembahaasn mengenai hewan peliharaan, namun sebelum banyak membahas mengenai hewan peliharaan, ada baiknya apabila penulis memaparkan sedikit perbedaan antara hewan peliharaan dengan hewan ternak. Hewan ternak berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan hewan yang dengan sengaja dipelihara sebagai sumber pangan, sumber bahan baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Pada umumnya hewan ternak dikembangkan dalam suatu peternakan. Pasal 1 (1) Undang-undang No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 18 Tahun Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU Peternakan dan Kesehatan Hewan), menyatakan bahwa: “Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit, bakalan, ternak ruminansia indukan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya ternak, panen, Pasca panen, pengolahan, pemasaran, pengusahaan, prasarana.”Peternakan adalah pembiayaan, kegiatan serta sarana mengembangbiakkan dan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut. Peternakan tidak hanya terbatas pada pemeliharaan saja, memelihara dan peternakan perbedaanya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Muhammad Rasyaf, dalam bukunya mengatakan bahwa tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip 4 manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah di kombinasikan secara optimal.4 Pasal 1 (4) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan menyatakan bahwa: “hewan peliharaan adalah hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau keseluruhan bergantung pada manusia untuk maksud tertentu.” Berdasarkan ketentuan tersebut, hewan peliharaan adalah hewan yang kesehariannya dipelihara sebagai teman manusia. Hewan yang pada umumnya populer untuk dijadikan hewan peliharaan adalah hewan yang memiliki karakter setia pada majikannya atau hewan yang menarik, misalnya karena bulunya, atau dapat mengeluarkan suara yang indah. Setiap manusia dapat saja memelihara hewan apa pun, namun pada prakteknya, hanya spesies hewan tertentu saja yang dijadikan hewan peliharaan, misalnya hewan kecil. Hewan peliharaan ini biasanya sering dianggap sahabat oleh pemiliknya, seekor anjing misalnya. Memelihara anjing, khususnya anjing ras kini sudah sangat sering dijumpai di kalangan masyarakat. Pada mulanya, anjing dipelihara sekedar sebagai penyaluran hobi, kini pemeliharaan anjing cenderung mengarah sebagai suatu kegiatan yang dapat menghasilkan uang, misalnya sebagai pemacak atau yang sering dikenal dengan sebutan breeder, membuka pet shop, membuka salon hewan (grooming). Anjing merupakan salah satu hewan peliharaan yang sangat digemari manusia, loyalitas dan berbagai macam karakter anjing ini membuat 4 Muhammad Rasyaf, 1994, Manajemen Peternakan Ayam Kampung, Kanisius,Yogyakarta, hlm 13 5 manusia memilih anjing sebagai hewan peliharaaan. Saat ini sebagian besar populasi anjing dijadikan sebagai hewan peliharaan, dengan berbagai fungsi tentunya. Secara psikis wajar bila banyak orang menjadikan hewan sebagai objek afeksi, karena mengasihi adalah salah satu kebutuhan setiap orang yang dapat diberikan kepada siapa saja, baik kepada manusia maupun kepada hewan kesayangan. Anjing adalah binatang yang setia. Anjing mempunyai ikatan perasaan yang kuat dengan pemiliknya, anjing juga dapat merasakan kasih sayang dan dapat membalaskan kasih sayang kepada tuannya tanpa pamrih, pemilik anjing yang berada dalam kondisi terpuruk sekalipun tetap dapat dirasakan oleh anjing peliharaannya.5 Adapun alasan yang paling umum manusia ingin memiliki hewan peliharaan anjing, adalah karena dapat memberikan manfaat sebagai berikut:6 a. Persahabatan Bagi para pemilik anjing, hal yang paling utama dari memiliki seekor anjing adalah persahabatan yang dapat terjalin. Persahabatan mungkin sebagai teman bekerja untuk tugas tertentu. Anjing merupakan mitra dan teman kerja yang dapat dipercaya, karena sikapnya yang bersahabat dan loyal terhadap tuannya. b. Kenyamanan 5 Ruby Guo & Angelika Kwee, 2014, The Secret of Animal Minds, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 6 http://anjingkamu.blogspot.com/2010/08/manfaat-memelihara-anjing_02.html diunduh pada 11 November 2014, pukul 13.25 6 Aspek halus dari persahabatan dengan binatang peliharaan adalah kedekatan fisik binatang peliharaan dengan pemiliknya. Rasa nyaman berasal dari kontak fisik secaralangsung seperti mengelus dan bahkan memeluk hewan peliharaan tersebut. c. Relaksasi Hewan peliharaan pada umumnya akan membantu pemiliknya untuk dapat bersikap lebih santai. Denyut jantung dan tekanan darah seseorang yang sedang tegang akan turun ketika melihat binatang peliharaannya. d. Keamanan fisik dan perlindungan Meningkatnya tingkat kriminal mengakibatkan banyak manusia yang memelihara anjing sebagai penjaga untuk melindungi diri dan harta benda dari tindak kejahatan. Jenis anjing yang pada umumnya dipilih untuk kepentingan penjagaan adalah anjing dengan tubuh yang besar, dan pada umumnya sedikit lebih agresif, seperti Doberman, German Sheperd, atau Rottweiler. e. Keamanan emosional Disamping perlindungan fisik, seekor anjing juga dapat memberikan kenyamanan psikologis kepada manusia. Anjing dapat memberikan rasa keamanan emosional untuk menghadapi dan mengatasi rasa takut yang dirasakan manusia, seperti saat kegelapan atau saat berada sendirian di rumah. 7 Jenis hewan yang paling banyak dijadikan hewan peliharaan pada saat ini adalah anjing, terutama anjing ras bagi kalangan tertentu yang lebih memilih memiliki anjing dengan ras yang terjamin keasliannya dan dapat dibuktikan dengan sertifikat keturunan. Pada mulanya, anjing tidak serta merta dijadikan hewan peliharaan oleh manusia, namun ada proses domestifikasi yang dilakukan terlebih dahulu. Domestifikasi merupakan proses pengadopsian hewan dari kehidupan liar ke dalam lingkungan sehari-hari manusia. Dalam arti yang lebih sederhana, domestifikasi merupakan proses penjinakan yang dilakukan terhadap hewan liar secara berkelompok. Domestifikasi dilakukan dalam hal perbaikan keturunan (pemuliaan) maupun dalam hal perbaikan sifat atau karakter dari hewan yang didomestifikasi, sehingga mampu menghasilkan puluhan ras anjing yang bervariasi. Perbedaan jenis anjing ini dapat dibedakan mulai dari yang memiliki tubuh beberapa puluh centi meter, hingga anjing yang memiliki tubuh yang tingginya beberapa meter. Warna bulu yang beragam, mulai dari putih hitam, merah, abu-abu dan coklat. Anjing juga memiliki berbagai jenis bulu anjing, misalnya anjing yang bulunya pendek hingga berbulu panjang, dan jenis bulu yang berbeda pula, mulai dari yang keriting, lurus, kasar, hingga lembut seperti wol. Perbedaan jenis anjing dan variasinya tersebut ternyata semakin menarik perhatian kalangan pecinta hewan peliharaan, sehingga mulai dikomersialisasikan keberadaannya. 8 Dewasa ini, marak sekali terjadi praktek jual-beli anjing yang terjadi di berbagai pelosok dunia, meskipun ada beberapa negara yang sebenarnya melarang perdagangan hewan tersebut. Di Indonesia, atau di Provinsi D. I. Yogyakarta khususnya, praktek jual-beli anjing ras ini telah ada sejak lama, dan terdapat kennel untuk berbagai macam ras anjing, satu jenis anjing pada umumnya memiliki satu kennel tersendiri, jadi pengembangbiakannya dapat dilakukan secara murni. Semakin meningkatnya jumlah kennel yang di Yogyakarta menunjukkan bahwa semakin banyak pula orang yang berminat untuk memelihara bahkan membiakkannya. Pengembangbiakan dilakukan dengan perantaraan pemilik kennel, sementara para pihaknya adalah pemilik anjing jantan maupun pemilik anjing betina yang akan melakukan pemacakan anjing. Pemilik kennel juga dimungkinkan bertindak sebagai para pihak langsung, baik pihak pemilik anjing jantan maupun pemilik anjing betina. Untuk menghasilkan anjing ras yang baik, bermutu serta memiliki nilai yang tinggi, maka tidak terlepas dari masalah pemacakan anjing ras tersebut. Pemacakan anjing ras ini sudah menyangkut kepentingan bisnis, maka dalam pelaksanaanya dibutuhkan adanya suatu perikatan antar pihak berbentuk perjanjian, yang berfungsi sebagai acuan agar hak para pihak terjamin selama pelaksanaan pemacakan. Penjaminan hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan pemacakan anjing ini dilakukan karena anjing pada masa sekarang ini sudah menjadi suatu lahan pencarian 9 keuntungan selain memang sebagai sarana penyaluran hobi bagi sebagian kalangan pecinta hewan peliharaan. Pada pemacakan anjing ras, terdapat syarat pemacakan yang diatur dalam “Peraturan Pembiakan, Pencatatan dan Pengeluaran Surat Silsilah Anjing Trah” Perkumpulan Kinologi Indonesia (Perkin), diantaranya dalam pembiakan, pemacakan harus dilaksanakan antara dua anjing sejenis, seekor betina tidak diperkenankan dipacak oleh lebih dari seekor anjing jantan dalam satu masa birahi, adanya larangan perkawinan saudara sekandung (seinduk dan sebapak). Pemacakan terdekat, kecuali untuk jenis yang langka, dan harus tetap mendapatkan persetujuan dari Ketua Perkin Wilayah, dengan didahului pemeriksaan terhadap induknya, karena pada dasarnya kedua anjing tersebut harus memiliki surat-surat silsilah yang diakui dan disahkan oleh pengurus Perkin dan diijinkan untuk dilakukannya pemacakan atas dasar ciri-ciri ras yang berlaku. Ada sebagian masyarakat yang menyebutnya dengan anjing ras dan ada juga yang menyebutnya dengan perkataan anjing trah. Kedua perkataan tersebut memiliki arti yang sama, meskipun penyebutannya berbeda. Dalam penulisan hukum ini, penulis menggunakan istilah anjing ras, karena istilah tersebut sudah umum penggunaannya di tengah masyarakat. Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), menganut sistem terbuka, dalam arti setiap orang bebas untuk membuat suatu perjanjian selama tidak bertentangan dengan undang-undang, 10 ketertiban umum dan kesusilaan. Buku III KUHPerdata, sepanjang ini hanya mengatur mengenai perjanjian-perjanjian bernama, yaitu perjanjian yang sering ditemui dalam masyarakat, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar dan pinjam pakai. Perjanjian yang dilakukan antara pemilik anjing jantan dan anjing betina belum diatur dengan perjanjian tertulis dan belum dikategorikan ke dalam salah satu jenis perjanjian, sehingga perjanjian tersebut mempunyai ciri khas tersendiri yang berbeda dengan perjanjian bernama yang diatur dalam KUHPerdata. Kennel sebagai perantara para pihak atau bahkan sebagi salah satu pihak, tidak memiliki aturan tertentu yang berfungsi sebagai acuan dasar dalam menyelesaikan sengketa selama pelaksanaan perjanjian pemacakan anjing. Pelaksanaan perjanjian berisi ketentuan yang disepakati antara para pihak, misalnya apabila kelak anjing tersebut memiliki beberapa ekor anak, maka akan dibagi secara merata. Ternyata anjing tersebut hanya memiliki 1 (satu) ekor anak saja, maka langkah penyelesaian sengketa seperti apa yang akan dilakukan, karena memang belum ada aturan yang pasti dalam pelaksanaannya. Contoh lain misalnya, sistem perkawinan dilakukan tidak dengan sistem bagi hasil, namun pemacakan dilakukan dengan cara membayar kepada pemilik pejantan untuk mendapatkan benih dengan cara pemacakan, maka kemudian semua hasil anak anjing yang didapatkan menjadi hak penuh pemilik anjing betina. Anjing betina yang tidak hamil akan menimbulkan permasalahan antara para 11 pihak,penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh para pihak pada umumnya dengan cara kekeluargaan dengan asas kesepakatan. Melihat keadaan tersebut, sehingga dianggap penting untuk dibuatnya perjanjian antar pihak sebagai acuan dalam pelaksanaan pemacakan. Melihat kondisi yang ada, maka penulis merasa penting untuk meneliti mengenai pelaksanaan perjanjian bagi hasil dan penyelesaiannya apabila ada terdapat sengketa, karena pada umumnya sering terjadi sengketa antara para pihak dalam perjanjian bagi hasil tersebut. Berlandaskan latar belakang di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan penulisan dengan judul ”PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMACAKAN ANJING RAS DI JOGJA TOWN KENNEL”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka dapat ditentukan perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem bagi hasil dalam Perjanjian Pemacakan Anjing ras dalam praktik di Jogja Town Kennel? 2. Bagaimana penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan Perjanjian Pemacakan Anjing ras di Jogja Town Kennel? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis di dalam Penulisan Hukum ini meliputi 2 (dua) hal, yaitu: 12 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui dan menganalisis sistem bagi hasil dalam perjanjian pemacakan anjing ras yang dilaksanakan antara para pihak, baik pemilik anjing jantan, pemilik anjing betina, maupun pemilik kennel. b. Mengetahui dan menganalisis mekanisme penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan Perjanjian Pemacakan Anjing ras, khususnya di Jogja Town Kennel. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk memperoleh informasi dan data yang akurat terkait dengan objek penelitian yang sedang diteliti. b. Menjadi bahan di dalam Penulisan Hukum, yang merupakan salah satu mata kuliah wajib di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Untuk mengetahui keaslian dari penelitian dalam Penulisan Hukum ini, Penulis telah melakukan penelusuran kepustakaan di Perpustakaan Hukum Universitas Gadjah Mada. Penulisan Hukum dengan judul, “Pelaksanaan Perjanjian Pemacakan Anjing Ras Di Jogja Town Kennel”, belum pernah dilakukan. Penelitian yang sudah pernah dilakukan pada topik perjanjian dengan objek hewan adalah sebagai berikut: 13 1. Penelitian berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Penitipan Hewan di Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi Yogyakarta”7 yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian, bentuk-bentuk wanprestasi dan cara penyelesaiannya pada perjanjian penitipan hewan. 2. Penelitian berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Jasa Penitipan Hewan Peliharaan di Kabupaten Sleman”8 yang bertujuan untuk mengetahui mengenai perlindungan hukum bagi konsumen dan penyelesaian wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian jasa penitipan hewan peliharaan. 3. Penelitian berjudul “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Klien (Pemilik Hewan) Dalam Perjanjian Terapeutik di Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi”9 Penelitian ini membahas tentang pelaksanaan perjanjian terapeutik antara klien dengan dokter hewan dan perlindungan hukumnya dalam perjanjian terapeutik di Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi. Ketiga penelitian tersebut di atas memiliki kemiripan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Kemiripan tersebut terletak pada 7 Audy Ferdiananda, 2014, Pelaksanaan Perjanjian Penitipan Hewan di Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi Yogyakarta,Penulisan Hukum bagian Hukum Perdata FH UGM, Yogyakarta, hlm. 5 8 Tata Hendrata, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Jasa Penitipan Hewan Peliharaan di Kabupaten Sleman, Penulisan Hukum bagian Hukum Perdata FH UGM, Yogyakarta, hlm.7 9 Khilmy Rosyidah, 2013, Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Klien (Pemilik Hewan) Dalam Perjanjian Terapeutik di Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi, Penulisan Hukum bagian Hukum Perdata FH UGM, Yogyakarta, hlm. 9 14 objek perjanjiannya yakni hewan. Namun terdapat perbedaan antara ketiga penelitian tersebut diatas, yakni bahwa penulis memiliki subjek dan lokasi penelitian yang berbeda, yakni: 1. Konsumen dari penitipan hewan di Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi, Yogyakarta; 2. Konsumen dalam perjanjian jasa penitipan hewan peliharaan di Kabupaten Sleman; dan 3. Klien (pemilik hewan) dalam perjanjian terapeutik di Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi. Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan diatas, maka Penulis menganggap bahwa penelitian yang akan dilakukan oleh Penulis adalah asli dan layak untuk diteliti, bukan merupakan duplikasi dari hasil karya orang lain, serta dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Apabila terdapat penelitian mirip diluar pengetahuan Penulis, maka diharapkan penelitian ini dapat saling melengkapi satu sama lain. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penulisan yang dilakukan oleh penulis, yakni: 1. Bagi Penulis a. Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi penulis berupa wawasan ilmu pengetahuan, yakni terkait pelaksanaan 15 Perjanjian Pemacakan Anjing ras secara umum, dan secara khusus di Jogja Town Kennel. b. Hasil dari penelitian ini bagi penulis adalah sebagai pemenuhan syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan a. Diharapkan hasil daripada penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan ataupun pemikiran yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di dalam perkembangan hukum di Indonesia. b. Untuk menambah pengetahuan mengenai penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan perjanjian pemacakan anjing ras. 3. Bagi Masyarakat a. Diharapkan hasil daripada penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi para penggemar hewan peliharaan anjing, agar dapat memahami hak dan kewajiban para pihak yang dijamin dalam perjanjian antara para pihak dalam Perjanjian Pemacakan Anjing, khususnya di Jogja Town Kennel. Sehingga dalam melaksanakan Perjanjian Pemacakan Anjing ras nantinya diharapkan mampu untuk menghindari kemungkinan sengketa antara para pihak. 16 b. Untuk memberikan informasi pengetahuan bagi mengetahui ketentuan-ketentuan pemacakan anjing ras. masyarakat, dan sumbangan ilmu sehingga masyarakat dalam pelaksanaan