PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KECUKUPAN DAN STATUS GIZI PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR Temu Salmawati PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 RINGKASAN TEMU SALMAWATI. Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Kecukupan dan Status Gizi Penderita Skizofrenia di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. (Di bawah bimbingan DRAJAT MARTIANTO dan VERA URIPI) Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penyelenggaraan makanan, tingkat kecukupan dan status gizi penderita skizofrenia di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor. Sedangkan tujuan khususnya yaitu (1) mempelajari proses kegiatan penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSMM Bogor mulai dari perencanaan menu sampai evaluasi, (2) mempelajari tingkat ketersediaan, konsumsi dan kebutuhan energi, protein, vitamin B1 (thiamin) dan Vitamin C contoh pada setiap menu yang disajikan selama sepuluh hari, (3) mempelajari tingkat kecukupan energi dan protein contoh, (4) mengetahui status gizi contoh dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan pada penderita skizofrenia di RSMM Bogor. Waktu penelitian dimulai pada pertengahan bulan April - Mei 2005. Pengambilan contoh dilakukan secara purposive sampling berdasarkan kriteria tertentu yaitu penderita yang dirawat dikelas III, berumur di atas 18 tahun, telah dirawat 1 – 12 bulan, tidak disertai penyakit lain dan dapat diajak kerjasama serta dalam kondisi tenang. Jumlah penderita yang memenuhi kriteria dan dapat diambil sebagai contoh hanya 37 orang. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara. Data primer terdiri dari data karakteristik contoh, ketersediaan makanan, konsumsi makanan serta data penyelenggaraan makanan. Data sekunder terdiri dari gambaran umum Instalasi Gizi dan RSMM Bogor. Data yang terkumpul dianalisa secara deskriptif. Analisis statistik yang digunakan adalah uji regresi linier berganda dengan metode enter. Proses kegiatan penyelenggaraan makanan yang dilakukan di Instalasi Gizi RSMM Bogor mengacu pada sistem penyelenggarakan makanan yang ditetapkan oleh Depkes RI. Perencanaan menu dibuat setiap tiga bulan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia sedangkan kerangka menu dan pola menu dibuat setahun sekali. Namun kadang-kadang kerangka menu dan frekwensi pemberiannya tidak sesuai dengan pola menu yang telah ditetapkan. Pengadaan bahan makanan dilakukan dengan lelang terbatas yang dilakukan setiap satu bulan sekali. Penerimaan bahan makanan dilakukan dengan cara konvensional dan sampling. Pemorsian untuk lauk pauk dilakukan pada saat persiapan. Pemakaian standar bumbu yang baku belum bisa dilaksanakan. Pendistribusian makanan dilakukan secara sentralisasi dan desentralisasi. Pencatatan pelaporan dilakukan oleh masing-masing Sub Bagian dan dilaporkan kepada kepala instalasi gizi setiap bulan, triwulan dan tahunan sebagai bahan evaluasi. Rata-rata ketersediaan energi dan vitamin C yang diterima contoh selama siklus menu sudah memenuhi kebutuhan contoh, sedangkan protein dan vitamin B1 kurang dari kebutuhan. Ketersediaan zat gizi antara menu bervariasi khususnya pada menu-menu genap relatif lebih rendah dibandingkan dengan menu ganjil karena tidak ada ekstra buah dan snack. Tingkat ketersediaan dan tingkat kecukupan energi dan vitamin C sudah memenuhi kebutuhan. Akan tetapi protein dan vitamin B1 kurang dari kebutuhan. Rata-rata persentase konsumsi zat gizi terhadap ketersediaan energi 82%, protein 85%, vitamin B1 83%, dan vitamin C ii 79%, berarti kurang lebih 20% makanan yang tidak termakan. Pada umumnya tingkat kecukupan energi ada pada kategori normal dan tingkat kecukupan protein ada pada kategori defisit berat. Tingkat ketersediaan energi berdasarkan kecukupan energi sebagian besar contoh (89,2%) berada pada kategori normal. Tingkat ketersediaan protein terhadap kecukupan protein sebagian besar contoh berada pada kategori defisit berat yaitu sebesar 73%. Secara keseluruhan status gizi penderita skizofrenia yang diteliti umumnya berada pada kategori (24% kurus, 68% normal, 8% gemuk). Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi contoh antara lain tingkat kecukupan energi, protein, vitamin B1, vitamin C, keadaan kesehatan dan lama dirawat. Hasil pengujian statistik analisis regresi linier berganda menunjukkan nilai adjusted R square sebesar 0,654, ini berarti bahwa besarnya pengaruh dari keenam variabel tersebut terhadap variabel status gizi adalah sebesar 65,4%, sisanya 34,6% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini. Dari keenam variabel yang mempengaruhi status gizi ternyata variabel yang paling berpengaruh adalah tingkat kecukupan vitamin B1 (p<0,00) namun pengaruhnya bersifat negatif terhadap status gizi. Hal ini diduga karena hampir 75% sumber energi berasal dari karbohidrat, sementara ketersediaan vitamin B1 kurang dari kebutuhan sehingga karbohidrat tidak bisa dirubah menjadi energi. iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KECUKUPAN DAN STATUS GIZI PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR” adalah karya saya dibawah arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Pebruari 2006 Temu Salmawati A54103302 PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KECUKUPAN DAN STATUS GIZI PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Temu Salmawati A54103302 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 JUDUL : Nama Mahasiswa Nomor Pokok : : PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KECUKUPAN DAN STATUS GIZI PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR TEMU SALMAWATI A54103302 Menyetujui : Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Drajat Martianto, MS dr. Vera Uripi, S.Ked NIP : 132 861 464 NIP : 131 760 855 Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP : 130 422 698 Tanggal Lulus : PRAKATA Assalamu a’laikum Wr.Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, yang merupakan salah satu syarat untuk kelulusan. Penelitian ini penulis lakukan pada bulan April sampai Mei tahun 2005 di Instalasi Gizi RSMM Bogor tempat penulis bekerja. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat terwujud. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada yang terhormat : 1. Dr. Ir. Drajat Martianto, MS, beliau adalah dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan ini. 2. dr. Vera Uripi, S. Ked, beliau adalah ibu yang telah banyak sekali memberikan masukan, pengarahan dan bimbingan tentang penelitian ini. 3. Katrin Roosita Amin, SP, Msi. selaku dosen pemandu dan penguji, atas segala masukannya dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Hj.Hera Ganefi TD, DCN.MARS, selaku Kepala Instalasi Gizi RSMM Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan. 5. Deni Surya, Nurhayati dan Rizky Ellyana Putri sebagai pembahas seminar atas segala saran dan kritikannya kepada penulis. 6. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Petanian Bogor sebagai tempat penulis banyak mendapatkan ilmu dan pengalaman yang sangat berarti. 7. Seluruh teman-teman di GMSK yang telah banyak membantu khususnya Nurmiyati dan mbak Mega yang telah banyak mengarahkan tentang statistik. 8. Seluruh Staf di instalasi gizi yang telah banyak sekali membantu memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 9. Khususnya untuk yang tercinta suami, putra-putriku Rara dan Rama, ayah dan bunda serta bapak dan ibu mertua yang telah memberikan do’a dan memberikan semangat moril selama penulis menjalankan pendidikan. 10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis ucapkan banyak terima kasih atas segala bantuannya. Bogor, Pebruari 2006 Penulis RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Prabumulih (Sumatera Selatan) pada tanggal 26 Juli 1967. Penulis adalah anak ke lima dari delapan bersaudara dari keluarga Bapak H. M. Mulyadi dengan Ibu Suwarti. Pendidikan SD ditempuh di SDN No. XII Prabumulih pada tahun 1975 sampai tahun 1981. Pada tahun 1982 penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri No. I Prabumulih hingga tahun 1984. Lalu melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri No. I Prabumulih dan lulus pada tahun 1987. Setamat SMA penulis diterima di Akademi Gizi Jakarta tahun 1987 melalui jalur Sipenmaru. Setelah tamat dari Akademi Gizi Jakarta, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor pada bulan Agustus 1992 sampai sekarang. Tahun 2003 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………….............. ix DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………............. x PENDAHULUAN .…………………………………………………………......... 1 Latar Belakang ………………………………………………….…......... Tujuan ………………………………………………………………......... Kegunaan ……………………………………………………………........ TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………............ 1 3 4 5 Penyelenggaraan Makanan …………………………………………..... Pelayanan Gizi Rumah Sakit ………………………………………....... Peranan Makanan pada Orang Sakit ………………………………..... Gizi pada Penderita Gangguan Jiwa………………………………....... Kesehatan Jiwa ……………………………………………………......... Skizofrenia dan Konsumsi Pangan……………………....................... Tingkat Kecukupan Zat Gizi ………………………………………......... Status Gizi ………………………………………………………….......... 5 10 11 12 15 16 17 20 KERANGKA PEMIKIRAN ……………………………………………….......... 22 METODE PENELITIAN…………………………………………………........... 24 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………................. Cara Pengambilan Contoh …………………………………………....... Jenis dan Cara Pengambilan Data…………………………………...... Pengolahan dan Analisa Data ………………………………………..... Definisi Operasional ........................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 24 24 24 25 27 29 Gambaran Umum RSMM Bogor ........................................................ Gambaran Umum Instalasi Gizi RSMM Bogor .................................. Penyelenggaraan Makanan .............................................................. Karakteristik Contoh ........................................................................... Konsumsi Contoh ............................................................................... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ................................... KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 29 29 35 44 48 52 55 Kesimpulan ........................................................................................ Saran ................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………............ 55 56 57 LAMPIRAN ……………………………………………………………............... 61 viii DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Standart gizi untuk penderita gangguan jiwa .............................. Jenis pengobatan dan pengaruhnya terhadap kesehatan penderita gangguan jiwa.............................................................. Bahan makanan kaya vitamin mineral anti stress ...................... Variabel, kategori, jenis dan alat yang digunakan dalam pengumpulan data ...................................................................... Faktor aktivitas dan faktor penyakit untuk menetapkan kebutuhan energi orang sakit ..................................................... Kategori batas ambang IMT ....................................................... Keadaan ketenagaan di dapur psikiatri Instalasi Gizi RSMM Bogor .......................................................................................... Luas ruang dapur psikiatri di Instalasi Gizi RSMM Bogor ……… Indeks makanan/biaya bakan RSMM Bogor .............................. Alur kegiatan penyelenggaraan makanan di RSMM Bogor ........ Standar pemberian bahan makanan sehari penderita psikiatri di RSMM Bogor .............................................................................. Kerangka menu penderita psikiatri di RSMM Bogor ................... Sebaran contoh berdasarkan umur ............................................ Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ................................ Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ....................... Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ............................ Sebaran contoh menurut lama rawat .......................................... Sebaran contoh menurut keadaan kesehatan ............................ Rata-rata ketersediaan zat gizi makanan rumah sakit yang diterima contoh selama siklus menu ........................................... Tingkat ketersediaan zat gizi makanan rumah sakit terhadap kebutuhan contoh ....................................................................... Persentase tingkat ketersediaan energi dan protein contoh ....... Rata-rata konsumsi zat gizi contoh selama satu siklus menu .... Rata-rata konsumsi, kebutuhan dan tingkat kecukupan zat gizi contoh ......................................................................................... Persentase tingkat kecukupan energi dan protein contoh ......... Sebaran contoh menurut status gizi dan jenis kelamin .............. Hasil analisis regresi liniear berganda variabel yang mempengaruhi status gizi IMT .................................................... Persentase protein, karbohidrat dan lemak terhadap asupan energi .......................................................................................... 13 14 15 25 26 27 31 32 34 36 38 39 45 45 46 46 47 47 48 49 49 50 51 52 52 53 54 ix DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5. Struktur organisasi Instalasi Gizi ...................................... Denah Instalasi Gizi........................................................... Daftar Menu 10 Hari Penderita Kelas III ........................... Sebaran contoh berdasarkan indeks massa tubuh ……… Sebaran contoh berdasarkan kebutuhan, konsumsi dan tingkat kecukupan zat gizi ….…………………………….. 61 62 63 64 65 x PENDAHULUAN Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang memegang peranan penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Fungsi dari rumah sakit memberikan pelayanan yang sempurna, baik pencegahan maupun pengobatan penyakit. Dalam UU No. 23/1992 tentang kesehatan disebutkan berbagai sarana atau tempat untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang menangani khusus satu macam penyakit adalah Rumah Sakit Khusus, diantaranya adalah Rumah Sakit Jiwa (Depkes 1991-1992). Salah satu upaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Khusus seperti Rumah Sakit Jiwa adalah pelayanan gizi yang dalam pelaksanaannya berintegrasi dengan pelayanan kesehatan lain yang ada di rumah sakit. Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan faktor penunjang dalam rangka meningkatkan status gizi pasien (Depkes 1990). Saat ini pelayanan gizi mulai dijadikan tolok ukur mutu pelayanan di rumah sakit karena makanan merupakan kebutuhan dasar manusia dan sangat dipercaya menjadi faktor pencegah dan membantu penyembuhan suatu penyakit. Ruang lingkup kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit dibagi atas empat kegiatan pokok yaitu :1) Asuhan gizi pasien rawat jalan 2) Asuhan gizi pasien rawat inap 3) Penyelenggaraan makanan 4) Penelitian dan pengembangan gizi (Depkes 2003a). Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) merupakan pelayanan yang diberikan di rumah sakit bagi penderita rawat jalan dan penderita rawat inap, untuk memperoleh makanan yang sesuai guna mencapai syarat gizi yang maksimal. Bentuk pelayanan gizi di rumah sakit tergantung pada tipe rumah sakit dan macam pelayanan spesialistik yang diberikan di rumah sakit tersebut (Moehyi 1995). Bentuk pelayanan gizi yang paling umum terdapat di rumah sakit adalah penyelenggaraan makanan bagi penderita yang dirawat di ruang rawat inap di rumah sakit. Pelayanan gizi yang diberikan di rumah sakit disesuaikan dengan keadaan penderita dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi penderita sangat berpengaruh pada proses penyembuhan berpengaruh penyakit, terhadap sebaliknya keadaan gizi proses perjalanan penderita. Sering penyakit terjadi dapat kondisi klien/penderita semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan gizinya. Hal ini diakibatkan karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi tubuh untuk perbaikan 2 organ tubuh. Laporan dari berbagai survei di rumah sakit membuktikan kejadian hospital malnutrition dengan asuhan gizi yang tidak tepat sebagai faktor resiko (Prosiding ASDI 2005). Menurut Suharjo (1989) mengkonsumsi pangan berarti juga mengkonsumsi zat gizinya. Salah satu faktor penyebab terjadinya kurang gizi adalah kurangnya intake zat gizi essensial karena makanan yang dikonsumsi tidak cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya. Bila keadaan ini terjadi pada penderita yang dirawat di rumah sakit, selain akan menurunkan status gizi penderita, juga akan memperpanjang hari rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunita Almatsier dibeberapa rumah sakit umum di Jakarta tahun 1991 menunjukkan 20 – 60% penderita menderita kurang gizi pada saat dirawat di rumah sakit. Berbagai faktor penyebab kurang gizi pada pasien yang dirawat, diantaranya adalah asupan zat gizi yang kurang karena kondisi pasien, hilangnya nafsu makan, faktor ekonomi, defresi (faktor stress), kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan lama dirawat yang dapat menimbulkan kebosanan terhadap makanan yang disajikan. Untuk mencegah dan mempertahanankan keadaan gizi perlu adanya perhatian serta monitoring status gizi dan asupan makanan oleh tim kesehatan. Untuk menghindari terjadinya masalah gizi kurang pada penderita di rumah sakit maka perlu dilakukan penyelenggaraan makanan yang memenuhi syarat gizi dan kesehatan bagi penderita yang dirawat. Tujuan penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi klien atau konsumen yang membutuhkan. Makanan yang disediakan harus memenuhi standar dan kecukupan yang dianjurkan. Khusus untuk penderita jiwa yang mengalami gangguan mental, disamping memenuhi syarat-syarat gizi seperti standar diet, cita rasa, penampilan yang perlu diperhatikan juga adalah makanan harus aman untuk dikonsumsi misalnya tidak berduri dan bertulang. Selain itu jenis dan bentuk peralatan makanpun harus dipertimbangkan yaitu tidak beresiko dalam hal ini dapat digunakan untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain, misalnya terbuat dari melamin atau plastik dan mudah untuk digunakan (Depkes 1990). Penyajian makanan untuk penderita dirumah sakit sangat kompleks, hal ini disebabkan karena kondisi fisik dan mental menurun akibat penyakit yang dideritanya. Khusus di rumah sakit jiwa, disamping terapi medis penderita jiwa 3 juga membutuhkan terapi diet dengan tinggi kalori tinggi protein, tinggi vitamin C dan asupan makanan yang adekuat. Karena faktor stress yang tinggi serta kondisi yang kronis sehingga dapat menyebabkan hari perawatannya relatif lebih lama. Reaksi dari obat-obatan psikotropik juga mempunyai berbagai pengaruh terhadap nafsu makan, fungsi pencernaan, absorbsi serta metabolisme zat-zat gizi. Selama dalam perawatan terjadi interaksi antara obat dan makanan yang diberikan (Styonegoro 1984). Skizoprenia merupakan gangguan jiwa berat yang biasanya dimulai sebelum usia 25 tahun, ciri khas dari gangguan ini adalah halusinasi waham, pikiran dan gangguan perilaku. Cara makan dan nafsu makan penderita gangguan jiwa sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi. Suatu saat makan seperti biasa dan pada saat lain tidak mau makan yang dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Keadaan ini berpengaruhi terhadap konsumsi makan dan tingkat konsumsinya yang pada akhirnya menyebabkan terganggu. Berdasarkan alasan-alasan di atas maka status gizinya perlu dilakukan penelitian tentang penyelenggaraan makanan dan tingkat konsumsi makanan penderita skizofrenia di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Tujuan Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penyelenggaraan makanan, tingkat kecukupan dan status gizi penderita skizofrenia rawat inap di RSMM Bogor. Tujuan Khusus. 1. Mempelajari proses kegiatan penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi di RSMM Bogor mulai dari perencaan menu sampai dengan evaluasi. 2. Mempelajari tingkat ketersediaan, konsumsi dan kebutuhan energi, protein, vitamin B1 (Thiamin) dan vitamin C contoh pada setiap menu yang di sajikan selama sepuluh hari. 3. Mempelajari tingkat kecukupan energi dan protein. 4. Mengetahui status gizi penderita skizofrenia rawat inap dan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi. 4 Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran tentang penyelenggaraan makanan, tingkat kecukupan dan status gizi penderita skizofrenia yang dirawat di RSMM Bogor. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam usaha untuk perbaikan dan peningkatan pelayanan makanan di rumah sakit. TINJAUAN PUSTAKA Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu dari empat kegiatan pokok yang ada di rumah sakit. Penyelenggaraan makanan merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kapada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat, dan termasuk sampai kegiatan pencatatan, pelaporan dan evaluasi (Depkes 2003a). Tujuan dilaksanakannya penyelenggaraan makanan di rumah sakit untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi konsumen yang membutuhkannya. Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah konsumen atau pasien maupun karyawan. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan penyelenggaraan bagi pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga pasien). Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar masukan (input) meliputi biaya, tenaga, sarana dan prasarana, metoda, peralatan. Sedangkan standar proses meliputi penyusunan anggaran belanja bahan makanan setahun, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan harian dan bulanan, pengadaan/pembelian, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, pengolahan makanan dan pendistribusian makanan. Sedangkan standar keluaran (output) adalah mutu makanan dan kepuasan konsumen. Menurut Mukrie. et al (1990) manajemen penyelenggaraan makanan berfungsi sebagai sistem dengan tujuan untuk menghasilkan makanan yang berkualitas baik. Pengadaan/Pembelian Bahan Makanan Pembelian bahan makanan merupakan salah satu kegiatan pengadaan dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan makanan. Kegiatan pengadaan bahan makanan perlu mendapat perhatian khusus dari pengelola karena bahan makanan merupakan faktor penentu kualitas makanan yang akan dihasilkan (Depkes 1990). Berdasarkan Keppres RI No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah, pelaksanaan pembelian bahan makanan dapat dilakukan antara lain : 6 1. Penawaran umum/terbuka (formal tender) untuk pembelian yang bernilai di atas Rp 100.000.000,2. Pemilihan langsung (selective tender) antara untuk pembelian yang bernilai Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp. 100.000.000,- 3. Penunjukan langsung atau pengadaan langsung untuk pembelian yang bernilai Rp. 5.000.000,- sampai dengan Rp 50.000.000,-. 4. Pembelian langsung untuk pembelian yang bernilai kurang dari Rp 5.000.000,Pemilihan rekanan yang akan memasok barang dilakukan oleh tim pengadaan yang telah ditunjuk oleh pimpinan rumah sakit. Tim pengadaan terdiri dari bagian instalasi gizi, logistik dan bagian anggaran. Pemesanan bahan makanan dibuat sehari sebelumnya berdasarkan jumlah pasien, menu dan standar porsi yang berlaku. Perencanaan Menu Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi selera konsumen/pasien dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang. Perencanaan menu merupakan proses bertahap terdiri dari apa yang akan disajikan dan kapan makanan tersebut disajikan. Tujuan perencanaan menu adalah tersedianya siklus menu sesuai dengan pedoman menurut klasifikasi pelayanan yang ada di rumah sakit (Depkes 2003a). Keberhasilan dan kegagalan suatu penyelenggaraan makanan ditentukan oleh menu yang disusun atau hidangan yang disajikan. Untuk menghasilkan menu yang baik perlu diperhatikan variasi menu dan kombinasi hidangan untuk menghindari kebosanan karena pemakaian jenis bahan makanan atau jenis masakan yang berulang (Mukrie. et al 1990) Perencanaan menu akan baik hasilnya bila disusun oleh sekelompok orang (panitia kerja) yang terdiri dari orang-orang yang banyak kaitannya dalam penyelenggaraan makanan (Depkes 1991a). Dalam perencanaan menu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : 1. Kebutuhan gizi individu maupun kelompok populasi 2. Kebiasaan makan dan preferensinya terhadap makanan 3. Peraturan dan macam rumah sakit 4. Macam dan jumlah orang yang dilayani 7 5. Perlengkapan dan peralatan dapur yang tersedia 6. Macam dan jumlah pegawai 7. Macam pelayanan yang diberikan 8. Musim/iklim dan keadaan pasar 9. Keuangan yang tersedia Menu makanan yang disajikan untuk orang sakit biasanya sudah ditentukan atau disebut menu baku, pada penyelenggaraan makanan institusi menu dapat disusun untuk jangka waktu yang lama, misalnya siklus menu 5 hari, 7 hari atau 10 hari. Untuk menghitung jenis dan jumlah bahan makanan yang dibutuhkan setiap hari dapat digunakan menu baku, standar porsi, resep baku, bumbu baku dan harga makanan per porsi. Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan Perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, macam/jenis dan kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun waktu tertentu dalam rangka melaksanakan kegiatan pengadaan makanan. Tujuannya adalah tersedianya taksiran kebutuhan bahan makanan dalam kurun waktu tertentu untuk pasien dan pegawai (Depkes 1990). Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah menentukan jumlah pasien dengan mengacu pada DPMP (Daftar Permintaan Makanan Pasien), menentukan standar porsi tiap bahan makanan, menghitung berapa kali pemakaian bahan makanan setiap siklus menu (Depkes 2003a). Kegiatan pembelian bahan makanan sangat diperlukan taksiran kebutuhan bahan makanan. Pada umumnya perhitungan taksiran kebutuhan bahan makanan untuk pasien dan pegawai menurut masing-masing jenis bahan makanan dibuat dalam jangka waktu tiga bulan dengan memperhitungkan stock bahan makanan pada akhir triwulan sebelumnya. Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan Penerimaan bahan makanan merupakan suatu kegiatan yang meliputi memeriksa, meneliti, mencatat dan melaporkan macam, kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah ditetapkan (Depkes 2003a). Menurut Moehyi (1992b) dalam penerimaan 8 hendaknya perlu diperhatikan jumlah, jenis, ukuran, kualitas bahan dan batas kadaluarsanya. Bahan makanan yang dikirim rekanan diterima di ruang penerimaan bahan makanan oleh panitia penerima yang dibentuk oleh pimpinan rumah sakit. Penerimaan bahan makanan berdasarkan bon pesanan bahan makanan yang telah dibuat sehari sebelumnya. Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tatacara menata, menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan kering dan basah baik kualitas maupun kuantitas di gudang bahan makanan kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya (Depkes 2003a). Menurut Tarwotjo (1983) penyimpanan bahan makanan adalah suatu kegiatan yang menyangkut pemasukan bahan makanan, penyimpanan serta penyaluran bahan makanan ke bagian persiapan dan pengolahan. Dalam penyimpanan bahan makanan perlu diperhatikan beberapa hal antara lain : 1. Bahan-bahan yang cepat mengalami proses pembusukan, tengik, kekeringan. 2. Bahan yang dapat disimpan beberapa jam, beberapa hari dan beberapa bulan. 3. Bagaimana cara pengaturannya dalam ruang penyimpanan bahan makanan. Metode penyimpanan bahan makanan yang baik harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) yang artinya bahan makanan yang terdahulu diletakkan terdepan atau teratas. Untuk mempermudah maka setiap bahan makanan yang diterima diberi tanggal penerimaan (Yuliati dan Santoso 1995). Untuk semua kelas rumah sakit diperlukan ruang penyimpanan untuk bahan makanan kering yaitu gudang bahan makanan dan ruang pendingin atau ruang pembeku (freezer) untuk bahan makanan basah. Petugas pengelola bahan makanan harus mencatat semua jenis dan jumlah bahan makanan yang diterima dan disimpan di gudang atau tempat penyimpanan serta mencatat setiap pengeluaran (Moehyi 1992b). Pengolahan Bahan Makanan Persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam penanganan bahan makanan yang meliputi berbagai proses antara lain membersihkan, memotong, mengupas, mengocok, merendam dan lain-lain. 9 Tujuannya adalah menyiapkan bahan makanan serta bumbu-bumbu untuk mempermudah proses pengolahan. Pengolahan bahan makanan merupakan satu kegiatan untuk mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Menurut Tarwotjo dan Soejoeti (1983) pengolahan makanan adalah suatu proses kegiatan terhadap bahan makanan, mulai dari makanan mentah atau makanan setengah jadi menjadi makanan siap dimakan. Dalam pengolahan makanan melalui proses yang saling berkaitan yaitu persiapan bahan makanan, pemasakan dan penyaluran makanan. Berdasarkan pendapat Mahmud dan Krisdinamurtirin (1980) pegolahan bahan makanan bertujuan untuk mempertahankan nilai gizi, meningkatkan nilai cerna, mempertahankan sifat warna, bau, rasa, keempukan dan penampakan makanan serta bebas dari organisme yang berbahaya bagi kesehatan. Proses pengolahan bahan makanan biasanya disebut juga proses pemasakan. Untuk dapat menghasilkan makanan yang berkualitas tinggi diperlukan persiapan dan tehnik pengolahan dengan cara yang tepat, proporsi bahan seimbang, bervariasi serta memenuhi standar sanitasi. Kesalahan dalam urutan dan pencampuran bumbu akan menghasilkan makanan yang tidak menarik. Ada berbagai proses pemasakan yang dikenal yaitu pemasakan dengan media udara sebagai penghantar panas (oven : 100 – 200 ºC), menggunakan air panas (merebus : 85 – 120 ºC), menggunakan lemak/minyak atau menggoreng (125- 200 ºC) dan tehnik pemasakan cepat dengan tekanan tinggi. Pendistribusian Makanan Pendistribusian makanan merupakan serangkaian kegiatan menyalurkan makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang dilayani baik makanan biasa maupun makanan khusus (Depkes 2003a). Distribusi makanan merupakan tahap akhir dari kegiatan penyelenggaraan makanan, bila cara menyajikannya kurang menarik dapat mengecewakan konsumen yang berarti pula merupakan kegagalan bagi petugas penyelenggara makanan yang telah susah payah bekerja seharian (Tarwotjo 1983). Pada umumnya ada dua cara distribusi makanan yang dilakukan di rumah sakit, yaitu : 10 a. Distribusi makanan yang dipusatkan (sentralisasi). Makanan dibagikan pada masing-masing alat makan pasien (plato) di tempat penyelenggaraan makanan kemudian langsung didistribusikan ke pasien. b. Distribusi makanan tidak dipusatkan (Desentralisasi). Makanan dibawa dalam jumlah banyak di wadah-wadah ke dapur ruang perawatan pasien, selanjutnya makanan tersebut diporsikan ke alat makan yang tersedia kemudian didistribusikan ke pasien. Pembagian makanan dilakukan oleh petugas gizi ruangan. Kedua cara pendistribusian di atas dapat pula digunakan bersama-sama disuatu rumah sakit bila dianggap perlu. Kedua cara tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sebaiknya pihak penyelenggara dapat memilih cara yang lebih tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi rumah sakit yang bersangkutan (Depkes 1991a). Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan merupakan serangkaian kegiatan mengumpulkan data dan mengolah data kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dalam jangka waktu tertentu, untuk menghasilkan bahan bagi penilaian kegiatan pelayanan gizi rumah sakit maupun untuk pengambilan keputusan. Agar semua pekerjaan atau kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan rencana dan tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna maka perlu adanya pengawasan dan pengendalian. Dalam hal ini pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu bentuk dari pengawasan dan pengendalian. Pencatatan dilakukan pada setiap langkah kegiatan yang dilakukan, sedangkan pelaporan dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan rumah sakit (Depkes 2003a). Pelayanan Gizi Rumah Sakit Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) merupakan salah satu dari sepuluh fasilitas pelayanan yang harus ada di rumah sakit. Pelayanan Gizi Rumah Sakit yang merupakan bagian integral dari Pelayanan Kesehatan Paripurna Rumah Sakit dengan beberapa kegiatan antara lain Pelayanan Gizi Rawat Inap dan Rawat Jalan (Almatsier 2004). Program pelayanan gizi bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit melalui upaya penyediaan pelayanan gizi yang berdaya guna dan berhasil guna. Pelayanan gizi rumah sakit adalah kegiatan pelayanan gizi di 11 rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif (Depkes 2003a). Usaha pelayanan kesehatan di rumah sakit bertujuan agar tercapai kesembuhan penderita di dalam waktu sesingkat mungkin, untuk itu maka perlu dilakukan kegiatan pengembangan pelayanan gizi rumah sakit. Makanan yang memenuhi kebutuhan gizi dan termakan habis akan mempercepat penyembuhan dan memperpendek hari rawat. Ini berarti pula dengan biaya yang sama rumah sakit dapat memberikan pelayanan lebih baik. Instalasi gizi sebagai salah satu pusat biaya (cost center) di rumah sakit dengan salah satu kegiatan pokoknya yaitu penyelenggaraan makanan bagi pasien rawat inap dan pegawai, harus mampu mengolah dana yang terbatas dengan efisien dan efektif dalam upaya memberikan mutu pelayanan yang baik dengan tarif yang bersaing. Biaya untuk makanan mengambil bagian terbesar dari biaya pengelolaan rumah sakit. Dari data yang dikumpulkan, 20 – 40% dari belanja di rumah sakit adalah untuk bahan makanan. Agar pemanfataannya berdaya guna dan berhasil guna maka biaya yang sangat besar ini perlu dikelola dengan baik, karena makanan yang menarik dan memenuhi cita rasa, banyak berpengaruh terhadap citra rumah sakit. Pemberian penyuluhan dan konsultasi gizi yang terarah sesuai dengan keadaan, kebutuhan dan kemampuan pasien serta lingkungannya dapat merubah sikap dan kebiasaan makannya. Keadaan gizi baik dapat mencegah timbulnya penyakit kembali (Depkes 1991a). Peranan Makanan Pada Orang Sakit Setiap orang dalam hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan baik dalam keadaan sehat ataupun sakit. Menurut Moehyi (1995) makanan dalam upaya penyembuhan penyakit berfungsi sebagai salah satu bentuk terapi, penunjang pengobatan atau tindakan medis. Pemberian makanan pada orang sakit harus disesuaikan dengan keadaan penyakitnya dengan memperhatikan konsistensi makanan dan kandungan gizinya agar orang sakit memperoleh zat gizi sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan zat gizi pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor 12 umur, jenis kelamin, aktivitas, komplikasi penyakit dan faktor stress (Depkes 2003b). Makanan merupakan suatu bentuk terapi yang bertujuan untuk memelihara status gizi secara normal atau optimal walaupun terjadi peningkatan kebutuhan gizi akibat penyakit yang dideritanya. Disamping itu untuk memperbaiki terjadinya defisiensi zat gizi serta kelebihan atau kekurangan berat badan pasien. Berdasarkan Moehyi (1995) sebagai dasar dalam menentukan diet bagi orang sakit digunakan beberapa patokan antara lain : a. Diet yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan akan berbagai unsur gizi essensial (glukosa, asam amino tertentu, vitamin dan mineral). b. Mempertimbangkan kebiasaan orang sakit dalam kegiatan sehari-hari. c. Jenis bahan makanan yang disajikan haruslah yang dapat diterima. d. Bahan makanan yang digunakan adalah yang mudah diolah, mudah didapat, alami dan lazim dimakan. e. Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya tentang tujuan dan manfaat diet yang diberikan. f. Diet khusus diberikan jika benar-benar diperlukan dan dalam waktu yang tidak terlalu lama. g. Makanan diusahakan diberikan melalui mulut. Gizi Pada Penderita Gangguan Jiwa Penderita gangguan jiwa mempunyai perilaku makan yang berbeda-beda, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai nafsu makan yang tidak teratur. Pada suatu saat mereka mampu menghabiskan makanan yang disediakan, tetapi pada saat lain mereka bahkan tidak menyentuh makanan yang disajikan atau bahkan membuangnya (Astuti 1961). Keadaan nafsu makan yang tidak teratur disebabkan karena adanya waham, halusinasi, keinginan bunuh diri, hiperaktif, hipertim (keadaan yang sangat menggembirakan), hipotim (keadaan yang menyedihkan), suasana baru yang mencekam dan membosankan serta berfikiran bahwa makanan mempunyai arti simbolik (Depkes 1987). Pengaturan diet dan penyusunan menu makanan untuk pasien gangguan jiwa dan neurologi, disesuaikan dengan individu pasien dan penyakit yang diderita. Berbagai kondisi fisiologis pasien bervariasi dan berbeda pada penyakit 13 yang menyerang susunan saraf pusat yang menimbulkan gangguan antara lain kejang, kesadaran menurun dan dimensia yang membutuhkan diet khusus. Pemberian diet disini bertujuan untuk mempertahankan status gizi normal, dengan memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan pasien, dimana kalori dan protein diberikan sesuai kondisi berat ringannya penyakit (Depkes 2003b). Diet yang direkomendasikan untuk penderita gangguan jiwa antara lain : 1. Memberikan diet ketogenik dengan menyesuaikan lemak sebagai sumber energi utama bertujuan untuk menurunkan serangan kejang. 2. Pemberian makanan tinggi kalori pada kesadaran menurun untuk mengoreksi adanya stress. Protein, lemak, vitamin dan mineral disesuaikan dengan penyakitnya. 3. Bentuk makanan cair, lunak atau makanan biasa dapat diberikan secara oral, enteral atau parenteral sesuai dengan tingkat kesadaran pasien. 4. Pada dimensia, pengaturan diet dan penyusunan menu makanan sesuai status gizi pasien. 5. Pemberian vitamin dan mineral disesuaikan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Departemen Kesehatan menetapkan peraturan pemberian makanan untuk penderita gangguan jiwa dengan diet tinggi kalori tinggi protein (Depkes 1991b). Tabel 1 Standart gizi untuk penderita gangguan jiwa No Komponen Berat (gram) 1 Beras 500 2 Daging 100 3 Telur 50 4 Tahu/tempe 100 5 Susu 15 6 Sayuran 200 7 Buah-buahan 200 8 Kecap 5 9 Bumbu 25 10 Garam 10 11 Minyak goreng 15 12 Teh 3 13 Roti 50 14 Gula pasir 20 Jumlah Sumber : Peraturan Pemberian Makan Untuk RS Jiwa. DepKes.RI, 1987 Kkal 1.750 190 95 160 76 78 80 0 0 0 135 0 175 72 2.811 14 Selain diberikan terapi diet pada pasien gangguan jiwa diberikan juga obat-obatan sebagai terapi medis. Pengobatan yang bersifat psikotropik mempunyai pengaruh terhadap nafsu makan, fungsi pencernaan, penyerapan dan metabolisme zat gizi (Styonegoro 1984). Tabel 2 No 1 2 3 4 Jenis pengobatan dan pengaruhnya terhadap kesehatan penderita gangguan jiwa. Jenis Pengobatan Nama Obat Pengaruh Antipsychotic - Chlopromazine - mulut kering - Fluiphemazine - konstipasi - Haloperidol - BB bertambah - Laxopine - Deples riboflafin Heterocyclic - Molindoe - mulut kering Antidepresant - Amytryptiline - konstipasi - Desipromine - BB bertambah (dapat - Dovepine Dicapai 2 kg/bulan) Mono Amvine - Fluxepine - mulut kering Oxidase Inhibitor - Imipramine - konstipasi (MAOI) - Phenelzine - BB bertambah - Tramylcopramine - defisiensi vit B2 Lithium - Lithium Carbonate - mual - muntah - polidipsi - poliuri - BB bertambah Sumber : Naskah Pelatihan Tenaga Gizi RS Khusus. Jakarta, 1992 Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa obat-obatan yang diberikan kepada penderita gangguan jiwa mempengaruhi sistem saluran cerna, ini berarti dapat mempengaruhi masukan zat gizi. Menurut Khomsan (2003) stress akan merusak kelenjar timus yang berfungsi memproduksi sel darah putih sehingga kondisi kekebalan tubuh menurun, ini berarti kebutuhan vitamin C dalam tubuh harus ditingkatkan. Selain itu orang yang stress dianjurkan untuk menjauhi kopi dan makanan yang manismanis, karena kafein dalam kopi bersifat diuretik sehingga vitamin B dan C ikut keluar bersama urin. Sementara bila mengkonsumsi makanan manis dalam tubuh membutuhkan kehadiran vitamin B untuk mengkonversi gula menjadi energi. Masih menurut Khomsan orang yang mengalami defisiensi vitamin B1 akan mengalami ganngguan sistem syaraf dan memunculkan gejala-gejala kelelahan dan mudah terusik. Stress akan merangsang dihasilkannya hormon adrenalin secara berlebihan sehingga jantung berdebar cepat. Produksi hormon adrenalin ini akan membutuhkan zat-zat gizi seperti vitamin B, mineral zinc, 15 kalium dan kalsium. Jadi stress yang berkepanjangan akan menguras zat-zat gizi yang ada dalam tubuh. Untuk mengantisipasi kehilangan zat gizi pada penderita stress sebaiknya kita perhatikan makanan yang kaya akan nutrisi anti stress seperti terlihat dalam Tabel 3. Tabel 3 Bahan makanan kaya vitamin mineral anti stress No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Bahan Makanan Vitamin/Mineral Daging, serealia Vitamin B1 Susu, daging, ikan. Riboflavin Daging,ikan, telur,kacang-kacangan. Niacin Hati, daging, susu, ikan laut. Vitamin B 12. Tomat,mangga,jeruk,sayuran hijau. Vitamin C. Sarden, susu, teri Kalsium Daging, seafood, buncis. Seng, Magnesium. Sumber : Pangan Dan Gizi Untuk Kesehatan. Khomsan (2002). Kesehatan Jiwa Berdasarkan UU No 3 tahun 1996 dijelaskan yang dimaksud dengan kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Sedangkan gangguan jiwa adalah gangguan pada fungsi kejiwaan. Yang dimaksud dengan fungsi kejiwaan adalah proses berfikir, emosi, kemauan dan perilaku psikomotorik termasuk berbicara. Penyebab timbulnya gangguan jiwa (neurose) dan penyakit jiwa (psychose) merupakan akibat dari tidak mampunya orang dalam menghadapi kesukaran dengan wajar atau ia tidak sanggup menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa antara lain frustasi (tekanan perasaan), konflik/pertentangan batin dan kecemasan (anxiety) (Daradjat, Z 2001). Dari hasil berbagai penyelidikan dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian-bagian anggota badan, walaupun kadang gejalanya terlihat pada fisik. Keabnormalan itu terlihat dalam bermacam-macam gejala antara lain ketegangan batin (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah/cemas, perbuatan yang terpaksa (compulsive), hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan, takut pikiran buruk. Semuanya itu mengganggu ketenangan hidup misalnya tidak bisa tidur nyenyak, tidak ada nafsu makan dan sebagainya. 16 Ada perbedaan antara neurose dan psychose. Orang yang terkena neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan. Sedangkan orang yang kena psychose kepribadiannya sangat terganggu, tidak ada integritas dan hidup jauh dari alam kenyataan (Daradjat, Z 2001). Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ) III gangguan jiwa diartikan sebagai adanya kelompok gejala-gejala atau perilaku yang ditemukan secara klinis yang disertai adanya penderitaan (distress) dan berkaitan dengan terganggunya fungsi seseorang. Bila disimpulkan ganguan jiwa adalah kondisi terganggunya fungsi mental diantaranya emosi, pikiran, kemauan, perilaku psikomorik dan verbal (Maslim, R 1996). Skizofrenia dan Konsumsi Pangan Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang paling banyak terjadi bila dibandingkan dengan penyakit jiwa yang lain. Penyakit ini menyebabkan kemunduran kepribadian yang mulai terlihat pada masa puber dan yang paling banyak menderita adalah orang berumur 15 – 45 tahun. Dan laki-laki tiga kali lebih banyak menderita gangguan ini dibandingkan wanita. Ciri khas dari gangguan skizofrenia adalah halusinasi, waham, pikiran dan gangguan perilaku disertai dengan alam perasaan/afek yang tumpul atau mendatar. Kondisi seperti ini menyebabkan penderita amat sulit beradaptasi terhadap realita kehidupan psikososial disekitarnya (Maisarah 1997). Selain itu hal ini juga dapat menyebabkan nafsu makan yang tidak teratur, pada suatu saat mereka mampu menghabiskan makanan cukup banyak tetapi pada saat lain mereka tidak mau makan sama sekali bahkan membuang makanan yang ada. Penderita skizofrenia mengalami desintegrasi pribadi (kepecahan pribadi), tingkah laku, emosional dan intelektual menjadi majemuk serta mengalami gangguan yang serius atau kemunduran (Kartono 1981). Gejala fisiknya adalah gangguan motorik berupa retardasi yaitu lambat gerak geriknya dan tidak teratur, tingkah laku yang streotypis (berulang-ulang). Adapun gejala psikisnya antara lain adalah daya ingat menurun, menjadi pemimpi, tidak komunikatif dengan lingkungan, tidak menghiraukan dirinya sendiri. Terapi obat-obatan antipsychotik yang biasa diberikan pada penderita skizofrenia adalah haloperidol, risperidone, chlorpromazine, clanzepine dan thioridazine. Menurut pendapat Ralph (2002) penderita skizofrenia yang 17 mendapat terapi obat antipsychotik dengan konsumsi energi 2000-2500 kalori/hari dapat mengalami penambahan berat badan yang cenderung obesitas atau penurunan yang cenderung kurus (gizi buruk). Pada skizofrenia pemberian vitamin C pada tingkat yang rendah dianjurkan untuk ditingkatkan dan diberikan asupan makan yang cukup (Escot, et al 1997). Tingkat Kecukupan Zat Gizi .Tingkat kecukupan zat gizi seseorang atau kelompok orang dapat diketahui dengan cara membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan angka kecukupannya. Kecukupan zat gizi antar individu berbeda menurut berat badan, jenis kelamin, umur, keadaan fisiologis dan lain-lain. Banyaknya zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan dalam sehari disebut sebagai kebutuhan gizi. Apabila konsumsi gizi terlalu rendah atau melebihi dari kebutuhan tubuh yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, dapat membahayakan kesehatan dan pada tahap lanjut dapat menyebabkan kematian (Hardinsyah & Martianto 1989). Berdasarkan Suharjo dan Riyadi 1990 pada dasarnya keadaan konsumsi pangan dan zat gizi yang baik ditentukan oleh terciptanya keseimbangan antara banyaknya zat-zat gizi yang dikonsumsi dengan yang dibutuhkan tubuh disertai dengan pendayagunaan yang sebaik-baiknya dari setiap zat gizi yang dikonsumsi tersebut. Energi Kebutuhan gizi antar individu yang berat badannya relatif sama dan berasal dari kelompok umur yang sama dapat bervariasi, hal ini karena kebutuhan zat gizi dipengaruhi oleh faktor aktifitas dan faktor stress. Namun variasi kebutuhan energi lebih kecil dibandingkan variasi kebutuhan protein dan zat gizi lainnya pada kelompok umur yang sama (Hardinsyah & Martianto 1992). Berdasarkan pendapat Hamilton dan Whitney (1982) serta komisi ahli FAO/WHO dan UNU (1985) dalam Hardinsyah dan Martianto (1992) menetapkan bahwa angka kecukupan energi seseorang pada kelompok umur tertentu sama dengan sedikit lebih tinggi dari rata-rata kebutuhan energi kelompok tersebut. Untuk mencapai tingkat aman (save level) biasanya ditambahkan energi sebesar 1 – 5 % dari kebutuhan. Energi dapat disimpan dalam tubuh dalam bentuk lemak 18 yang dapat diubah kembali menjadi energi. Kekurangan energi dalam jangka pendek dapat ditutup oleh kelebihan konsumsi energi pada hari lain. Angka kecukupan energi dinyatakan dalam satuan kalori per orang per hari. Protein Protein bagi tubuh berguna sebagai zat pembangun atau pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, karena merupakan bahan pembentuk jaringan baru dalam tubuh serta dapat mempertahankan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit tertentu, karena protein merupakan pembentuk anti body. Fungsi protein juga sebagai zat pengatur karena protein merupakan bahan pembentuk enzim dan hormon yang berperan sebagai pengatur dalam metabolisme tubuh. Penentuan kecukupan protein berdasarkan rata-rata kebutuhan protein contoh (orang) ditambah sejumlah tertentu yang besarnya kira-kira 20-30 persen. Angka kecukupan protein dinyatakan dalam satuan gram per orang per hari (Crude Protein atau protein kasar) (Hardinsyah & Martianto 1992). Karbohidrat Karbohidrat didalam tubuh merupakan salah satu sumber energi utama selain itu karbohidrat berperan untuk membuat cadangan energi didalam tubuh dan dapat memberikan rasa kenyang. Sebagian besar karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan yang merupakan sumber energi termurah seperti jenis padipadian dan umbi-umbian (Almatsier 2004). Pada umumnya semua jenis karbohidrat terdiri atas unsur-unsur karbon(C), hidrogen(H), dan oksigen (O). Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana atau gula sederhana dan karbohidrat kompleks. Kebutuhan karbohidrat bagi tubuh adalah 60% - 70% dari kebutuhan energi. Karbohidrat dalam tubuh dimetabolisme menjadi energi dengan bantuan vitamin B1, jika kebutuhan energi sudah mencukupi maka karbohidrat yang sudah masuk kedalam tubuh disimpan sebagai glikogen di dalam hati atau jaringan otot dan dipakai kembali apabila tubuh memerlukannya (Uripi 2004). Vitamin B1 (Thiamin) Vitamin B1 merupakan anggota pertama dari suatu kelompok vitaminvitamin yang disebut B komplek. Untuk pemenuhan konsumsi vitamin B1 hal-hal 19 yang harus diperhatikan adalah sifat-sifat fisik dan kimianya, karena vitamin B1 larut dalam air, tidak larut dalam lemak, stabil dalam pemanasan/ph asam tetapi terurai pada suasana basa/netral (Sediaoetama 2000). Difisiensi vitamin B1 dapat mengganggu metabolisme karbohidrat yang akan menghasilkan energi, sehingga menggangu fungsi organ-organ yang mendapat energinya seperti syaraf, otot dan jantung. Karena vitamin B1 berperan sebagai kofaktor enzim untuk metabolisme karbohidrat. Kebutuhan vitamin B1 biasanya dihubungkan dengan intake energi. Pada beberapa kasus mati kelaparan saat itu intake vitamin B1 adalah 0, karena jaringan penyimpan thiamin habis dengan cepat. Maka direkomendasikan intake vitamin B1 1 mg per hari yang diperlukan orang dewasa untuk memelihara penyimpanan dalam tubuh pada saat intake kalori terbatas (Hardinsyah & Martianto 1992). Vitamin C Bentuk vitamin C ada dua yaitu asam askorbat dan dehidro askorbat yang kegunaannya sama bagi manusia, namun asam askorbat lebih menonjol. Sumber vitamin C banyak terdapat pada buah-buahan segar dan sayuran hijau. Vitamin C pada makanan agak labil dan mudah rusak oleh oksidasi, pemasakan yang lama dan temperatur yang tinggi harus dihindarkan. Vitamin C diperlukan tubuh karena berfungsi dalam pembentukan substansi antar sel dan berbagai jaringan, selain itu berperan juga untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Menurut Winarno (1997) vitamin C mempunyai peranan utama dalam pembentukan kolagen interseluler. Selain itu asam askorbat sangat penting peranannya didalam proses hidroksilasi 2 asam amino prolin dan lisin yang merupakan komponen kolagen yang penting. Kedua senyawa tersebut berperan dalam proses penyembuhan luka serta daya tahan tubuh dalam melawan infeksi dan sterss. Vitamin C juga terlibat dalam pembentukan hormon dan neurotransmiter tertentu, seperti epinephrine (adrenalin) yang dikeluarkan selama keadaan stress. Kecukupan vitamin C yang dianjurkan bagi orang dewasa adalah 60 mg per hari. Umumnya vitamin C yang dapat ditahan tubuh sangat sedikit, dan kelebihannya dalam tubuh dibuang melalui air kemih (Winarno 1997). Menurut pendapat William (1995) kekurangan vitamin C yang serius jarang terjadi. Namun ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kebutuhan vitamin C antara lain merokok, penggunaan aspirin, 20 kontrasepsi oral, serta keadaan stress. Anemia juga dapat terjadi jika terjadi defisiensi berat vitamin C. Vitamin C merupakan anti oksidan yang sangat bagus. Status Gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Makanan yang memenuhi kebutuhan zat gizi tubuh umumnya membawa kearah status gizi yang baik. Status gizi seseorang juga berkaitan langsung dengan tingkat kesehatan (Suharjo. et al 1985). Masih menurut Suharjo (1990) status gizi seseorang dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi dan keadaan tubuh seseorang yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan zat gizi atau investasi penyakit parasit. Hal ini menunjukkan bahwa gizi kurang dapat terjadi karena tingkat konsumsi energi tidak mencukupi kebutuhan sehingga mengakibatkan hampir seluruh zat gizi lainnya ikut berkurang. Dampak dari kekurangan zat gizi khususnya energi dan protein pada tahap awal akan menimbulkan rasa lapar dalam jangka waktu tertentu, berat badan menurun dan disertai dengan menurunnya kemampuan kerja atau produktifitas menurun (Hardinsyah & Martianto 1989). Untuk mendukung pernyataan di atas Khumaidi 1987 mengatakan bahwa dalam perhitungannya konsumsi pangan lebih ditekankan pada kebutuhan energi dan protein. Sebab apabila kebutuhan akan energi dan protein sudah terpenuhi, maka kebutuhan zat gizi lainnya akan mengikuti atau sekurang-kurangnya tidak terlalu sulit untuk memenuhi kekurangannya. Ukuran tubuh merupakan refleksi dan keadaan pertumbuhan, dapat digunakan untuk menilai gangguan pertumbuhan dan keadaan kurang gizi karena keadaan pertumbuhan sangat erat kaitannya dengan masalah konsumsi energi dan protein (Setiawan 1994). Untuk menilai status gizi seseorang berdasarkan konsumsi makanan dilakukan dengan cara melihat perbandingan konsumsi pangan dengan kecukupan gizi, karena tingkat kecukupan gizi seseorang tergantung pada apa yang dikonsumsinya. Meskipun tubuh memerlukan semua golongan zat gizi, namun tubuh memerlukan sebagian diantaranya dalam jumlah yang berbeda pada berbagai tahap perkembangan tubuhnya. 21 Untuk mengetahui status gizi dapat digunakan pengukuran secara antropometri, terutama bila terjadi ketidakseimbangan antara intake energi dan protein dalam jangka waktu yang lama. Cara yang paling sederhana dan banyak digunakan adalah dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT). Untuk menentukan IMT seseorang perlu dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan, kemudian IMT dihitung dengan cara sebagai berikut : IMT = Berat Badan (Kg) {Tinggi Badan (m)}² IMT biasanya digunakan untuk menghitung status gizi orang dewasa dengan menggunakan ambang batas tertentu. KERANGKA PEMIKIRAN Pelayanan gizi di rumah sakit terbagi dalam empat kegiatan pokok yaitu asuhan gizi pasien rawat jalan, asuhan gizi pasien rawat inap, penyelenggaraan makanan dan, penelitian dan pengembangan gizi. Semua kegiatan ini telah dilaksanakan oleh Instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor (RSMM). Sistem penyelenggaraan makanan di RSMM dilakukan sendiri secara penuh oleh rumah sakit yang dikenal sebagai swakelola. Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian dari beberapa kegiatan yang saling terkait antara input, proses dan output. Kegiatan yang dilakukan dalam penyelenggaraan makanan antara lain adalah pengadaan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pengolahan, pendistribusian makanan serta pancatatan dan pelaporan. Rangkaian dengan baik kegiatan penyelenggaraan makanan yang direncanakan akan menghasilkan suatu susunan hidangan atau menu yang bervariasi dalam siklus menu yang ditentukan. Variasi susunan hidangan ini akan mempengaruhi ketersedian makanan di rumah sakit. Menu yang disediakan disesuaikan dengan standar yang telah ditentukan untuk tiap kelas perawatan yang berpengaruh juga terhadap ketersediaan zat gizi (energi, protein, vitamin B1, vitamin C). Konsumsi makanan dan tingkat konsumsi penderita skizoprenia dipengaruhi oleh adanya ketersediaan zat gizi yang disediakan oleh instalasi gizi berdasarkan siklus menu. Selain itu konsumsi makanan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perilaku makan, keadaan kesehatan, dan karakteristik penderita yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan lama dirawat. Seberapa banyak makanan yang dikonsumsi oleh penderita terhadap makanan yang disediakan secara langsung dapat mempengaruhi status gizi penderita, disamping itu keadaan kesehatan juga berpengaruh terhadap status gizi. 23 Sumber Daya - Tenaga - Fasilitas - Biaya Penyelenggaraan Makanan RS • Pengadaan/Pembelian • Perencanaan menu • Perencanaan kebut BM • Penerimaan dan Penyimpanan • Pengolahan • Distribusi Makanan • Pencatatan dan pelaporan Hidangan makanan berdasarkan menu Ketersediaan Zat Gizi (Energi, Protein, Vit. C,Vit B1) Perilaku Makan Keadaan Kesehatan Konsumsi Makanan Karakteristik - Umur - Jenis kelamin - Pendidikan - Lama dirawat Status Gizi Keterangan : Peubah yang diteliti. Peubah yang tidak diteliti. Gambar 1 Bagan kerangka konsep penyelenggaraan makanan dan tingkat kecukupan penderita skizofrenia. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dengan alasan karena RSMM Bogor merupakan rumah sakit umum dengan spesialisasi jiwa. Waktu penelitian dimulai pada pertengahan bulan April sampai Mei 2005. Cara Pengambilan Contoh Populasi adalah semua penderita skizofrenia yang dirawat di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dan mendapat makanan dari instalasi gizi. Pengambilan contoh dilakukan secara Purposive Sampling (Singarimbun & Effendi 1989) berdasarkan kriteria sebagai berikut 1. Penderita yang dirawat di ruang kelas III. 2. Penderita laki-laki dan perempuan berusia diatas 18 tahun. 3. Penderita yang telah dirawat antara 1 sampai 12 bulan. 4. Tidak disertai penyakit lain. 5. Penderita skizofrenia dengan kondisi yang tenang dan dapat makan sendiri. 6. Penderita dapat diajak kerja sama dalam hal ini mau diukur tinggi badan dan ditimbang berat badannya. Jumlah penderita skizofrenia di kelas III yang memenuhi kriteria diatas ada 45 orang dan yang diambil sebagai contoh sebanyak 37 orang yang 8 orang droup out karena pulang. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data primer meliputi karakteristik contoh yang mencakup nama, umur, berat badan, tinggi badan, dan lama dirawat, keadaan kesehatan. Data ketersediaan makan perhari selama sepuluh hari yang diperoleh dengan cara menimbang makanan sebelum dikonsumsi. Data konsumsi makan perhari diperoleh dengan cara menimbang makanan sebelum dikonsumsi dikurangi dengan sisa makanan setelah dikonsumsi. Data sekunder antara lain gambaran umum rumah sakit dan instalasi gizi diperoleh dari dokumen RSMM Bogor. Data penyelenggaraan makanan yang meliputi, perencanaan menu, perencanaan 25 kebutuhan bahan makanan, pengadaan, penyimpanan, persiapan, pengolahan, pendistribusian dan pencatatan pelaporan yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara dengan petugas instalasi gizi dengan menggunakan kuesioner. Tabel 4 Variabel, kategori, jenis dan alat yang digunakan dalam pengumpulan data No 1 2 3 4 5 Variabel Penyelenggaraan makanan (PGRS Depkes, 2004), Pengadaan, Perencanaan menu, Perencanaan kebutuhan BM, Penyimpanan, Persiapan, Pengolahan, Pendistribusian, Pencatatan dan pelaporan Umur (Maramis, 16 – 35 th 1990) 36 – 55 th > 55 th Jenis kelamin - laki-laki - wanita Pendidikan - SD - SLTP - SLTA - Perguruan Tinggi Pekerjaan Belum kerja PNS Buruh/tani 6 Lama dirawat 7 Keadaan kesehatan 8 IMT 2004) 9 Kebutuhan energi (Harris Benedict) Ketersediaan : energi, protein, terhadap kebutuhan (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1996) Tingkat kecukupan energi protein terhadap kebutuhan 10 11 Kategori (Almatsier, Jenis data Primer Primer Primer 1 – 3 bulan 4 – 6 bulan 7 - 12 bulan Diare Demam Sehat < 18,5 = kurus Primer 18,5–25,0 = normal 25,1 - 29 = gemuk Lk = 66+(13,7xBB)+(5xTB)-(6,8xU) Pr = 655+(9,6xBB)+(1,8xTB)-(4,7xU) Primer a. Defisit < 90 % b. Normal 90 – 119% c. Diatas angka kebutuhan > 120% - Defisit berat <70% - Defisit sedang 70-79% - Defisit ringan 80-89% - Normal 90–119% Primer Cara pengumpulan data Wawancara dan observasi Alat yang digunakan Kuesioner dan check list Mencatat dari buku rekam medik Kuesioner Mencatat buku status. Kuesioner dari Pengamatan dan catatan Medik. Penimbangan dan a. Timbangan pengukuran detecto b. Alat ukur microtois Perhitungan Penimbangan Timbangan makanan Penimbangan Timbangan makanan Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan Data Data penyelenggaraan makanan dianalisis secara deskriptif, data karakteristik contoh meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama dirawat dan keadaan kesehatan pengkatagoriannya dapat dilihat pada Tabel 4. Data ketersediaan makanan yang disajikan dan data konsumsi makan 26 contoh dalam sehari dikonversikan ke dalam energi, protein, vitamin B1 dan vitamin C berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Cara menentukan kebutuhan gizi contoh disesuaikan dengan jenis dan beratnya penyakit (Almatsier 2004) yaitu : Kebutuhan energi = EMB x Faktor aktivitas x Faktor trauma/stress Komponen utama yang menentukan kebutuhan energi adalah Energi Metabolisma Basal (EMB) yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus Harris-Benedict (Almatsier 2004) yaitu : • Laki – laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U) • Perempuan= 665 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U) Tabel 5 Faktor aktivitas dan faktor penyakit untuk menetapkan kebutuhan energi orang sakit No Aktivitas Faktor No Faktor Penyakit Faktor 1 Tirah-baring total 1,2 1 Non-stress ventilator dependen 1,0-1,2 2 Ambulasi 1,3 2 Demam, per 1º C 1.13 3 Infeksi ringan hingga sedang 1,2-1,4 4 Trauma multiple 1,35-1,55 5 Stress vintilator dependen 1,4-1,6 6 Sebsis 1,5-1,8 Sumber : Asuhan Nutrisi Rumah Sakit (Hartono A.2000) Cara menentukan kebutuhan protein contoh adalah 20% dari kebutuhan energi total. Sedangkan untuk menentukan kebutuhan vitamin B1 dan vitamin C berdasarkan angka kecukupannya dengan cara membagi berat badan aktual dengan berat badan yang ada di KGA dikalikan kebutuhan zat gizinya. Ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi protein dihitung dengan membandingkan jumlah energi dan protein dari makanan yang disediakan rumah sakit dengan kebutuhan energi dan protein contoh. Ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein dikategorikan menjadi tiga (Tabel 4). Tingkat ketersediaan energi, protein, vitamin B1 dan vitamin C terhadap ketersediaannya dihitung dengan membandingkan jumlah energi, protein, vitamin B1 dan vitamin C yang dikonsumsi dengan ketersediaan makanan yang disajikan rumah sakit. Tingkat kecukupan energi, protein, vitamin B1 dan vitamin C contoh, dihitung dengan membandingkan jumlah energi, protein, vitamin B1, dan vitamin C yang dikonsumsi dari makanan rumah sakit dengan kecukupan contoh. 27 Status gizi contoh dianalisa dengan menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut : Berat Badan (Kg) {Tinggi Badan (m)}² Berdasarkan nilai IMT status gizi orang dewasa diklasifikasikan dengan IMT = menggunakan ambang batas (Almatsier 2004). Tabel 6 Kategori batas ambang IMT Kategori Kekurangan BB tingkat berat Kekurangan BB tingkat ringan Kurus Normal Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan Kelebihan BB tingkat berat Batas Ambang < 17,0 17,1 – 18,5 18,6 – 25,0 25,1 – 27,0 > 27,1 Sumber : Penuntun Diet (Almatsier 2004) Analisa Data Data penyelenggaraan makanan, data ketersediaan makanan,data konsumsi makanan dianalisis secara diskriptif. Dan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi status gizi contoh dilakukan analisis statistik regresi linear berganda metode enter dengan menggunakan program SPSS 11.0 for windows. Definisi Operasional Penyelenggaraan makanan : merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, pembelian, penerimaan, penyimpanan, persiapan, pengolahan dan pendistribusian makanan sampai dengan pencatatan dan pelaporan.. Makanan rumah sakit : adalah makanan yang disediakan oleh instalasi gizi untuk penderita rawat inap. Siklus menu : adalah susunan hidangan makanan yang disajikan untuk penderita skizofrenia dalam satu putaran menu. Konsumsi pangan : adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh pasien Skizofrenia (energi, protein, karbohidrat, vitamin C dan vitamin B1) ratarata perorang perhari. Penderita skizofrenia : adalah penderita sakit jiwa di RS Dr. H . Marzoeki Mahdi Bogor yang telah diidentifikasi oleh tenaga medis sebagai penderita skizofrenia. 28 Keadaan kesehatan : adalah suatu kondisi kesehatan penderita skizofrenia yang terganggu akibat menderita flu atau diare. Perilaku makan : adalah cara penderita skizofrenia dalam mengkonsumsi makanan baik dari aspek emosi, gerak tangan, gerak tubuh, cara mengambil makanan dan menggunakan alat makan. Terapi obat : adalah pemberian obat untuk penyembuhan penderita skizofrenia yang diberikan secara kontinyu selama proses penyembuhan. Status gizi : adalah suatu kondisi tubuh penderita sebagai akibat konsumsi, absorbsi dan pemanfaatan zat gizi yang ditentukan berdasarkan rumus IMT. Kelas perawatan : adalah ruangan rawat inap yang digunakan oleh contoh selama masa perawatan. Lama dirawat : adalah lamanya contoh mendapat perawatan di rumah sakit Zat gizi : adalah zat-zat yang terkandung dalam makanan yang penting bagi kehidupan Ketersediaan energi, protein, vitamin C dan vitamin B1 : adalah jumlah energi, protein, vitamin C dan vitamin B1 dari makanan yang disediakan di rumah sakit untuk pasien dalam sehari. Konsumsi energi, protein, vitamin C dan vitamin B1 : adalah sejumlah energi, protein, vitamin C dan vitamin B1 yang dikonsumsi oleh contoh dari makanan yang disediakan rumah sakit. Kebutuhan energi, protein, vit C dan vit B1 : adalah banyaknya energi, protein, vitamin C dan vitamin B1 yang diperlukan contoh agar dapat hidup sehat. Tingkat kecukupan energi, protein, vit C dan vit B1 : adalah perbandingan antara jumlah energi, protein, vitamin C dan vitamin B1 yang dikonsumsi dengan kebutuhan contoh. Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan ; adalah perbandingan antara energi dan protein yang disediakan rumah sakit. Waham : adalah suatu keyakinan yang salah karena bertentangan dengan dunia nyata yang merupakan ciri khas dari penderita skizofrenia. Metabolisme : adalah proses pemecahan zat-zat gizi di dalam tubuh untuk menghasilkan energi untuk pembentukan struktur tubuh. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RSMM Bogor Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor (RSMM) yang berdiri pada tahun 1882 pada mulanya bernama Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor yang khusus melayani penderita gangguan jiwa. Dan pada tahun 1999 mengembangkan sayapnya dengan membuka pelayanan napza dan pelayanan umum, hal ini bertujuan untuk mengurangi stigma masyarakat tentang Rumah Sakit Jiwa serta untuk meningkatkan pendapatan rumah sakit. Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor adalah rumah sakit vertikal yang pengelolaannya di bawah Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan merupakan rumah sakit jiwa kelas A dengan kapasitas tempat tidur 641, dan pada tahun 2004 BOR mencapai 70,96%. Khusus untuk pasien psikiatri kapasitas tempat tidur yang disediakan adalah sebanyak 484 tempat tidur, sisanya untuk pasien napza dan umum. Beberapa pelayanan kesehatan yang ada di RSMM Bogor antara lain adalah Pelayanan Medis, Pelayanan Penunjang Medis, Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Administrasi Manajemen. Dalam menjalankan tugasnya yaitu menyelenggarakan dan melaksanakan upaya pelayanan, pencegahan, pemulihan dan rehabilitasi di bidang kesehatan jiwa yang dilaksanakan secara terpadu serta melaksanakan upaya rujukan. Sumber daya manusia yang tersedia di RSMM Bogor berdasarkan data dari kepegawaian bulan April 2005 sebanyak 746 orang dengan status PNS dan honorer yang terbagi menjadi tenaga medis, paramedis perawatan, paramedis non perawatan dan tenaga non medis. Gambaran Umum Instalasi Gizi RSMM Bogor Instalasi gizi merupakan suatu wadah yang mengelola pelayanan gizi di rumah sakit, yang merupakan sarana penunjang kegiatan fungsional dan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan lain yang ada di dalam struktur organisasi rumah sakit. Keberadaan instalasi gizi langsung di bawah Direktur, tetapi dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari di bawah koordinasi Bidang Penunjang Medik. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Instalasi Gizi RSMM Bogor adalah pengadaan penyediaan makanan, pelayanan gizi di ruang rawat inap, 30 penyuluhan dan konsultasi gizi rawat jalan serta penelitian dan pengembangan gizi terapan. Strategi yang dijalankan instalasi gizi untuk meningkatkan kualitasnya adalah menerapkan manajemen pelayanan gizi secara profesional, mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi pegawai instalasi gizi, melaksanakan penelitian dan pengembangan gizi. Proses manajemen yang dilakukan di Instalasi Gizi RSMM Bogor meliputi perencanaan kebutuhan bahan makanan dan kebutuhan biaya/anggaran belanja, perencanaan sarana dan prasarana, pelayanan gizi di ruang rawat inap, penyuluhan dan konsultasi gizi serta pengembangan dan penelitian gizi terapan. Dalam melaksanakan proses manajemen tersebut kepala instalasi gizi membagi habis tugas pokok dan fungsinya ke dalam struktur organisasi yang telah disahkan oleh Direktur (lampiran 1). Macam diet yang diberikan kepada pasien di RSMM Bogor sebagian besar adalah makanan biasa untuk pasien psikiatri. Selain itu untuk pasien psikiatri yang menderita penyakit fisik maupun pasien umum Instalasi Gizi RSMM Bogor juga menyelenggarakan makanan diet khusus sesuai anjuran dokter, seperti diet DM, hati, jantung, rendah lemak dan lain-lain walaupun jumlahnya masih terbatas. Ketenagaan Instalasi Gizi RSMM Bogor dipimpin oleh seorang ahli gizi dengan pendidikan penjenjangan D IV Gizi dan Pasca Sarjana MARS UI. Jumlah SDM di Instalasi Gizi RSMM Bogor sebanyak 45 orang, yang terdiri dari seorang kepala instalasi gizi, 4 orang sarjana gizi, 7 orang ahli madya gizi, 1 orang menengah gizi, 2 orang penanggung jawab dan administrasi gudang bahan makanan serta 27 orang juru masak dan 3 orang tanaga cleaning service. Jadwal kerja dibagi menjadi 2 shift, yaitu pagi dimulai pukul 05.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB dan untuk dinas siang mulai pukul 11.30 WIB sampai pukul 17.30 WIB. Terkecuali di dapur pelayanan umum dinas siang mulai pukul 13.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB. Instalasi Gizi RSMM Bogor dalam sehari memproduksi makanan matang kurang lebih 1.520 porsi dengan berbagai jenis makanan diet dan dibagi menjadi 3 kali makan, yaitu pagi, siang dan sore/malam berikut snack. Untuk makan pagi persiapan bahan makanan sebagian dilakukan sehari sebelumnya. Pengolahan makan pagi dimulai pukul 05.30 WIB dan didistribusikan pukul 07.30 WIB. Waktu 31 makan siang persiapan dan pengolahan dimulai pukul 08.00 WIB sampai pukul 11.00 WIB dan dilanjutkan dengan distribusi makanan siang pukul 12.00 WIB. Pengolahan makan malam pukul 13.00 WIB dan didistribusikan pukul 17.00 WIB. Sejalan dengan perkembangan pelayanan kesehatan di RSMM Bogor maka ruang penyelenggaraan makanan dibagi menjadi 3 tempat yaitu dapur untuk pengolahan makanan pasien psikiatri, dapur pengolahan makanan pasien napza dan dapur pengolahan makanan pasien umum. Salah satu faktor yang menentukan dalam penyelenggaraan makanan banyak adalah tenaga kerja yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang sesuai dengan bidangnya. Macam ketenagaan yang diperlukan juga dibedakan atas tenaga yang ahli dan tenaga tidak ahli. Tenaga ahli adalah pegawai yang telah mendapat pendidikan khusus gizi seperti sarjana gizi, sarjana muda gizi dan pembantu ahli gizi (pengatur gizi). Tenaga tidak ahli antara lain tenaga pemasak, pembersih atau pekerja lain. Berdasarkan Depkes RI (1991) ditentukan sebagai patokan untuk setiap 75 – 100 tempat tidur diperlukan 1 tenaga ahli gizi dan 2 tenaga menengah gizi dan untuk setiap 60 –75 tempat tidur memerlukan 1 tenaga pembersih. Menurut Mukrie (1983) untuk setiap 15 –30 porsi makanan diperlukan 1 orang juru masak. Jumlah tenaga di instalasi gizi secara keseluruhan berjumlah 45 orang, namun khusus untuk dapur psikiatri tenaganya ada 29 orang, bila perhitungan tenaga berpatokan pada Depkes RI (1991) maka terdapat kekurangan tenaga sebanyak 25 orang, yaitu 10 orang tenaga menengah gizi, 11 orang tenaga juru masak dan 4 orang tenaga pembersih (cleaning service). Keadaan kuantitas tenaga menengah gizi, juru masak dan tenaga pembersih yang kekurangan ini sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan gizi di ruang rawat, kualitas makanan yang diproduksi dan sanitasi lingkungan ruang produksi makanan. Tabel 7 Keadaan ketenagaan di dapur psikiatri Instalasi Gizi RSMM Bogor Tenaga Standar Yang ada Pasca Sarjana 1 1 Sarjana Gizi 2 3 Diploma III Gizi 6 6 Menengah Gizi (SPAG) 11 1 SMK/SMA/SMP 26 15 Pembersih (cleaning service) 7 3 Jumlah 53 29 Keterangan : Perbandingan jumlah tenaga dengan kapasitas TT Psikiatri 484 32 Sarana Fisik dan Peralatan Efisiensi kerja pelayanan makanan di rumah sakit dapat tercapai bila ditunjang oleh sarana fisik, peralatan dan perlengkapan yang memadai. Ruang penyelenggaraan makanan di RSMM Bogor terbagi menjadi 3 tempat, khusus untuk pasien psikiatri luas bangunan untuk penyelenggaraan makanan adalah seluas 285 m² (pembagian ruang secara rinci terlihat pada Tabel 8). Letak Instalasi Gizi RSMM Bogor cukup strategis mudah dijangkau oleh kendaraan yang membawa bahan makanan. Berdasarkan Depkes RI (1991) untuk ruangan instalasi gizi suatu rumah sakit dengan kapasitas 200 – 600 tempat tidur dianjurkan luas ruangannya adalah 590 m² atau 31 x 19 m. Namun hasil pengamatan menunjukkan bahwa luas ruangan Instalasi Gizi RSMM Bogor untuk pasien psikiatri yaitu 285 m². Ini berarti kurang dari 48% dari standar yang ditentukan. Keadaan ini mempengaruhi kelancaran pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan makanan di RSMM Bogor. Selain itu tidak ada ruang istirahat atau ruang ganti pakaian untuk pegawai Instalasi Gizi RSMM Bogor. Menurut Depkes RI (2003) dalam merencanakan luas bangunan pengolahan makanan harus dipertimbangkan kebutuhan bangunan pada saat ini, serta kemungkinan perluasan sarana pelayanan kesehatan dimasa mendatang. Denah Instalasi Gizi terdapat pada lampiran 2. Tabel 8 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Luas ruang dapur psikiatri di Instalasi Gizi RSMM Bogor Ruang Luas (m²) Administrasi Instalasi Gizi 60 Penerimaan bahan makanan 6 Penyimpanan bahan makanan kering 7,5 Penyimpanan bahan makanan basah 7,5 Penyimpanan alat 9 Persiapan sayur dan lauk 27 Pengolahan makanan 36 Pemasakan nasi 15 Distribusi makanan 45 Pengawasan pengolahan 9 WC pegawai 6 Ruang minuman 27 Pencucian alat dan persiapan ikan 30 Jumlah total 285 Bangunan instalasi gizi khusus untuk dapur psikiatri merupakan bangunan lama yang didirikan tahun 1978, sampai saat ini hanya beberapa kali mengalami perbaikan-perbaikan kecil serta penambahan ruang kantor. Lantai 33 instalasi gizi terbuat dari keramik yang tidak licin dan tidak menyerap air, tahan terhadap asam, mudah dibersihkan dan kuat, warna disesuaikan dengan cat dinding berwarna hijau muda sehingga memberikan nuansa yang sejuk. Dinding yang halus dan mudah dibersihkan serta dapat memantulkan cahaya yang cukup bagi ruangan. Langit-langit cukup tinggi dan tertutup dilengkapi dengan tempat pembuangan asap sehingga udara panas dapat bersirkulasi dengan baik. Kondisi pencahayaan atau penerangan dapur cukup baik dengan adanya cahaya lampu dan jendela-jendela kaca yang cukup tinggi oleh karena itu sinar matahari dapat langsung masuk, hal ini memudahkan pertukaran udara, selain itu ventilasi udara di dapur cukup memadai, sehingga dapat mengeluarkan asap dan bau makanan. Arus kerja di instalasi gizi cukup baik sesuai dengan urutan kegiatan kerja yang meliputi gerak dari penerimaan bahan makanan, persiapan, pemasakan, dan distribusi makanan. Untuk tempat ruang pencucian disini tidak dibedakan antara tempat pencucian bahan makanan dan peralatan. Hal ini kurang baik karena seharusnya bak untuk mencuci perlatan dipisahkan untuk menjaga hygiene dan sanitasi makanan. Prasarana atau peralatan yang ada saat ini dilihat dari kualitas dan kuantitasnya masih kurang memadai dan banyak yang model lama terutama alat-alat memasak untuk kapasitas besar. Untuk memasak nasi digunakan rice cooker dengan kapasitas 6 – 7 kg yang terdiri dari 6 unit. Untuk memasak air minum pasien digunakan boilling pan yang terdiri dari 3 unit dengan kapasitas 1.000 liter. Untuk pencucian peralatan yang mengandung lemak telah tersedia fasilitas kran air panas. Untuk peralatan makan yang digunakan pasien rawat inap bervariasi tergantung kelas perawatan. Pada pasien psikiatrri kelas I menggunakan plato melamin, kelas II menggunakan rantang plastik yang bersekat-sekat dan bertutup sedangkan kelas III sangat bervariasi ada yang menggunakan plato stainlessteel, plato melamin dan ada yang menggunakan piring plastik. Untuk meningkatkan mutu pelayanan, instalasi gizi telah merencanakan kebutuhan peralatan makan pasien diruangan sesuai standar untuk mengganti peralatan lama. Biaya Makan Biaya makanan adalah besarnya biaya yang harus dibayarkan pasien sesuai kelas perawatan untuk menganti biaya produksi makanan yang diperlukan 34 dengan memperhatikan harga pasar dan PPN serta keuntungan pengusaha. Biaya makan per orang per hari merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan makanan. Data yang diperlukan untuk menghitung biaya makan per orang per hari adalah jumlah out put dari penyelenggaraan makanan yaitu porsi makan atau jumlah konsumen yang dilayani. Biaya tiap kelas perawatan berbeda-beda maka perlu dilakukan pembobotan yang besarnya tergantung dari macam makanan yang diberikan untuk tiap kelas perawatan. Indeks/biaya makan per orang per hari rata-rata untuk tahun anggaran 2005 sebesar Rp 13.906,67 ada kenaikan dibandingkan pada tahun 2004 (Rp 13.500,)-. Biaya makan terendah adalah untuk pasien psikiatri kelas III yaitu sebesar Rp 10.000,- dengan biaya makan sebesar itu standar gizi sudah dapat dipenuhi, namun sulit untuk membuat variasi hidangan yang lebih baik lagi. Indeks makanan/biaya makan per orang per hari untuk masing-masing kelas perawatan adalah sebagai berikut : Tabel 9 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Indeks makanan/biaya makan RSMM Bogor Kelas Perawatan VIP Arjuna VIP Bisma Utama Arjuna Kelas I Bisma Kelas III Dewasa Bisma Kelas III Anak Bisma Kelas III Kebidanan Kelas I Plus Psikiatri Kelas I Psikiatri Kelas II Psikiatri Kelas III Psikiatri Indeks rata-rata per orang per hari Biaya Makan (Rp) 45.000,40.000,26.000,25.000,16.000,16.000,16.000,21.000,16.000,13.000,10.000,13.906,67 Biaya makan yang berbeda-beda pada masing-masing kelas perawatan akan menentukan variasi makanan atau hidangan yang diberikan atau biasa disebut sebagai pola makan. Pola makan standar di RSMM Bogor adalah sebagai berikut : 1. Nasi sebagai makanan pokok. 2. Lauk hewani dan nabati sebagai sumber protein. 3. Sayur sebagai sumber vitamin dan mineral. 4. Buah sebagai sumber vitamin dan mineral. 5. Makanan tambahan seperti snack, susu dan juice. 35 Penyelenggaraan Makanan Tujuan dilaksanakannya penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah untuk menyediakan makanan pasien yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi konsumen yang membutuhkannya. Sasaran penyelenggaraan makanan di RSMM Bogor disamping pasien psikiatri ada juga pasien narkoba dan pasien umum (pasien dengan berbagai penyakit) serta karyawan. Menurut Widayati (1990) untuk penyembuhan atau pemulihan penderita skizofrenia diperlukan dukungan yaitu kondisi fisik yang sehat. Hal ini berarti menunjukkan pentingnya penyelenggaraan makanan di rumah sakit, sebab makanan merupakan salah satu faktor penunjang untuk kesembuhan pasien. Kegiatan penyelenggaraan makanan di RSMM Bogor meliputi pengadaan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pengolahan, pendistribusian makanan dan pencatatan pelaporan. Alur proses kegiatan penyelenggaraan makanan di RSMM Bogor dapat dilihat pada Tabel 10. 36 Tabel 10 Alur proses kegiatan penyelenggaraan makanan di RSMM Bogor Kegiatan Pengadaan Bahan Makanan Penanggung jawab Ka. Inst Gizi Pan. Pengadaan Barang/Jasa Unsur yang terlibat Informasi yang diperlukan Keterangan Bag. Perencanaan Rekanan - Angg. Biaya makan - Jumlah pasien - Kebijakan RS tentang pengadaan makanan - Spesifikasi BM - Daftar pesanan BM - Indeks makanan - Standart porsi - Standar bumbu - Peralatan yg ada - Peraturan pemberian makanan RS - Jumlah pasien rawat inap bulan lalu - Standar porsi - Siklus menu 10 hari - Standar harga BM - Peraturan pemberian makanan RS - Data pemberian makanan pasien harian (DPMP) Daftar pesanan BM Spesifikasi BM - Pengadaan BM dilakukan dengan cara pelelangan terbatas - Pemesanan BM dilakukan tiap hari - Pelaksanaannya tiap 3 bulan sekali - Siklus menu 10 hari - Melakukan evaluasi menu Perencanaan Menu Direktur Ka Bid Jangdik Ka Inst Gizi - Ahli Gizi - Perawat - Pasien - Bag. perencanaan Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan Ka. Inst. Gizi Bag. Perencanaan Ahli Gizi Bag pengolahan Bag gudang BM Penerimaan BM dan Penyimpanan Panitia Penerima Barang/Jasa Bag. Gudang BM Bag. Pengolahan Rekanan Persiapan dan Pengolahan Ka. Inst. Gizi Bag. Pengolahan Petugas pengolahan/juru masak - Siklus menu - BM yang akan diolah - Peralatan pengolahan - Prosedur pengolahan - Jumlah pasien - Macam diit - Keterampilan juru masak Distribusi Makanan Bag Pengolahan dan Distribusi Ahli gizi Petugas distribusi Pencatatan & Pelaporan Ka. Inst Gizi Bag Administrasi Bag perencanaan Bag pengolahan dan distribusi Bag gudang Ahli gizi - Jumlah pasien - Jenis diet - Standar porsi - Bon permintaan makanan - Sarana pendistribusian - Peralatan makan - Sistem pendistribusian Kegiatan perencanaan Kegiatan pengadaan Kegiatan penyelenggaraan makanan Kegiatan pengolahan dan distribusi makanan - Perencanaan BM dibedakan antara pasien psikiatri, Napza dan umum - BM kering dipe san per bulan Bumbu dipesan 10 hari sekali BM basah dipesan setiap hari - BM kering diterima 1 bulan sekali dan disimpan digudang penyimpanan - BM basah diterima tiap hari dan langsung diolah - Bumbu dite-rima 10 hari sekali - Untuk makan pagi persiapan lauk hewani dan bumbu dilakukan sehari sebelumnya - Untuk makan sore persiapan dilakukan oleh pegawai dinas pagi Kelas I&II distribusi secara sentralisasi Kelas III distribusi secara desentralisasi Makanan diangkut ke ruangan dengan mobil Pencatatan dan pelaporan dilakukan setiap bagian (unit kerja) yang ada di Inst. Gizi 37 Pengadaan Bahan Makanan Pengadaan bahan makanan merupakan salah satu kegiatan pengadaan dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan makanan. Pembelian bahan makanan merupakan langkah penting yang perlu mendapat perhatian khusus dari pengelola karena bahan makanan merupakan faktor penentu kualitas makanan yang akan dihasilkan (Depkes 1990). Tujuan pembelian bahan makanan adalah tersedianya bahan makanan sesuai dengan yang direncanakan dan berdasarkan spesifikasi yang diinginkan. Pengadaan bahan makanan di RSMM Bogor dilakukan Panitia Pengadaan Barang dan Jasa yang ditunjuk langsung oleh Direktur. Pembelian bahan makanan karena nilainya kurang dari Rp 100.000.000,- maka dilakukan dengan cara pengadaan langsung atau lelang terbatas dengan mengundang rekanan yang sudah terdaftar di RSMM Bogor. Tahap pengadaan bahan makanan dimulai dari pengajuan kebutuhan bahan makanan dari instalasi gizi ke Bidang Penunjang Medik, kemudian melalui TU Umum diajukan ke Direksi lalu didisposisikan ke Bagian Keuangan, setelah disetujui dikembalikan ke TU Umum untuk dibuatkan Surat Perintah Kerja (SPK) kepada panitia pengadaan untuk melakukan pelelangan sesuai prosedur. Pengadaan bahan makanan dilakukan dengan cara pelelangan terbatas melalui prosedur sebagai berikut : (1) Undangan kepada peserta lelang ( 2) Pengambilan dokumen prakualifikasi dan dokumen penunjukan langsung (3) Pemasukan dokumen prakualifikasi, penilaian kualifikasi, penjelasan dan pembuatan berita acara penjelasan (4) Pemasukan penawaran (5)Evaluasi penawaran (6) Negosiasi baik teknis maupun biaya (7) Penetapan rekanan (8) Penandatanganan kontrak. Rekanan yang terpilih adalah rekanan yang memberikan penawaran terendah dan setelah melalui proses tender maka dibuatlah kontrak atau Surat Penjanjian Jual Beli (SPJB). Setelah terbit SPJB/kontrak maka dilakukan pemesanan bahan makanan setiap hari untuk bahan makanan basah sesuai dengan siklus menu dan jumlah penderita yang dilayani tiap hari. Untuk bahan makanan kering dipesan sebulan sekali dan langsung disimpan di gudang kering dan untuk bumbu-bumbu dipesan tiap 10 hari sekali. Pengiriman bahan makanan oleh rekanan berdasarkan bon pesanan bahan makanan yang dibuat oleh instalasi gizi sesuai dengan kebutuhan. 38 Perencanaan Menu Perencanaan menu merupakan salah satu kegiatan dalam penyelenggaraan makanan yang merupakan tolok ukur keberhasilan dan kegagalan suatu penyelenggaraan makanan. Perencanaan menu sangat diperlukan untuk menghasilkan susunan hidangan yang serasi dan dapat memenuhi selera dan kebutuhan gizi konsumen. Menurut Mukrie (1990) untuk menghasilkan menu yang baik perlu diperhatikan variasi menu dan kombinasi hidangan untuk menghindari kebosanan karena pemakaian jenis bahan makanan atau jenis masakan yang berulang. Tujuan dari perencanaan menu adalah tersedianya beberapa macam susunan hidangan atau menu yang dilengkapi dengan pedoman pemberian makanan untuk penderita rawat inap. Di Instalasi Gizi RSMM Bogor perencanaan menu dibuat setiap tiga bulan sekali yang mengacu pada menu periode sebelumnya. Sub Bagian Perencanaan bertugas merencanakan menu berdasarkan evaluasi makanan yang dilakukan oleh ahli gizi yang mengunjungi ruangan. Selain itu juga berdasarkan saran yang diberikan oleh petugas pengolahan makanan, perawat di ruangan serta penderita. Instalasi Gizi RSMM Bogor sampai saat ini belum membentuk Tim Penyusun Menu, namun secara tidak langsung dalam pelaksanaannya perencanaan menu telah melibatkan berbagai unsur yaitu perawat, ahli gizi, petugas pengolahan, penderita dan Bidang Penunjang Medik. Berdasarkan Depkes RI (1990) dalam merencanakan menu sebaiknya dibentuk tim yang terdiri dari kepala instalasi gizi dan staf, kepala perawatan, dokter ruangan, bagian tata usaha dan bagian keuangan. Perencanaan menu dibuat berdasarkan standar kecukupan, anggaran yang tersedia, indeks harga, peraturan pemberian makan dari Depkes dan rumah sakit, standar porsi dan pola menu yang seimbang. Pola menu untuk tiap kelas perawatan berbeda-beda sesuai dengan besarnya biaya yang ditetapkan. Tabel 11 Standar pemberian bahan makanan sehari penderita psikiatri di RSMM Bogor Kelas I Kelas II Kelas III Bahan Standar Makanan Porsi(g) Frekuensi Harga Frekuensi Harga Frekuensi Harga 1 Beras 450 3x 1.800 3x 1.800 3x 1.800 2 Lauk Hewani 100/50* 4x 7.000 3x 5.000 2x 3.000 3 Lauk Nabati 50/40* 2 x 800 3x 1.000 4x 1.000 4 Buah 125 2x 2.400 1x 1.200 1x 1.000 5 Snack 1x 800 1x 800 1x 800 6 Sayur 200 3x 2.000 3x 2.000 3x 1.700 7 Bumbu 1.200 1.200 1.000 Ttotal 16.000 13.000 10.300 Sumber : Instalasi Gizi RSMM. *Lauk hewani 100 g(ayam,ikan), 50 g (daging,hati, telur) *Lauk Nabati 50 g (tahu), 40 g (tempe) No 39 Penetapan kerangka menu masing-masing kelas dibuat setiap satu tahun sekali sedangkan untuk jenis hidangan yang akan disajikan dibuat tiga bulan sekali. Dalam pelaksanaannya sewaktu-waktu kerangka menu dapat berubah disesuaikan dengan besarnya anggaran. Kekurangan dari pola menu yang digunakan disini adalah tidak selalu disesuaikan dengan perencanaan menu yang dibuat begitu juga frekwensi dan waktu pemberiannya tidak sesuai. Hal ini akan menyulitkan dalam pengawasan dan penggunaan bahan makanan. Tabel 12 Kerangka menu penderita psikiatri di RSMM Bogor Waktu Makan Kerangka Menu Kelas I Kelas II Nasi V V Lauk Hewani V V Pagi Lauk Nabati V V Sayur V V Susu/Bubur V V Snack Pagi Pisang goreng/Roti Nasi V V Lauk Hewani V V Siang Lauk Nabati V V Sayur V V Buah V V Nasi V V Lauk Hewani V V Malam Lauk Nabati V V Sayur V V Buah V Keterangan : *) Lauk hewani atau nabati *) Snack dan buah Kelas III V -/V * -/V * V -/V * V -/V -/V V -/V V -/V -/V V - * * * * * : tidak selalu ada : dua hari sekali Hal-hal lain yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan menu adalah besarnya biaya makan penderita rawat inap/orang/hari, jumlah penderita yang dilayani, jumlah pegawai instalasi gizi, jumlah peralatan dapur yang tersedia dan tingkat kesukaan penderita. Siklus menu yang digunakan adalah siklus menu 10 hari ditambah 1 hari (menu XI) untuk tanggal 31, masa berlakunya siklus menu minimal tiga bulan. Pada hari-hari besar seperti hari raya idul fitri, hari natal dan hari kemerdekaan RI ada menu khusus untuk semua penderita. Biasanya ada tambahan lauk pauk dan snack. Contoh siklus menu dapat dilihat pada lampiran 3. Menu yang digunakan untuk penderita skizofrenia adalah menu makanan biasa, kecuali bagi penderita yang mengalami sakit fisik dan memerlukan diet khusus diberikan makanan sesuai dengan dietnya. Harris (1976) menganjurkan 40 untuk penderita skizofrenia diberikan menu makanan yang bervariasi dan menarik dengan kandungan gizi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan penderita. Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan Perencanaan kebutuhan bahan makanan diperlukan untuk menentukan jumlah, macam dan kualitas bahan makanan yang akan digunakan dalam kurun waktu tertentu. Tujuan dari perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah tersedianya taksiran kebutuhan bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan makanan penderita dan pegawai serta untuk mempermudah dan mempercepat kegiatan pembelian bahan makanan. Perencanaan kebutuhan bahan makanan dibuat berdasarkan menu, jumlah penderita, standar porsi, jumlah hari, dan stok bahan makanan. Perencanaan kebutuhan bahan makanan dibagi jadi dua kelompok yaitu perencanaan untuk satu bulan dan harian. Pada bahan kering seperti beras, gula, susu, terigu, minyak dan lain-lain direncanakan satu bulan dengan rumus : BOR bulan lalu X Standar porsi X Jumlah hari dalam sebulan Sedangkan untuk bahan makanan basah direncanakan setiap hari seperti daging sapi, daging ayam, ikan laut, telur, tahu, tempe, sayuran dan buah berdasarkan laporan jumlah penderita dirawat dari perawatan, rumusnya adalah : Jumlah aktual penderita rawat inap X Standar porsi X Frekwensi pemberian Dalam merencanakan bahan makanan basah sudah diperhitungkan berat bahan makanan yang tidak dapat dimakan dengan demikian standar porsi yang telah ditetukan dapat tercapai. Perhitungan perencanaan bahan makanan dilakukan pada semua jenis bahan makanan yang diperlukan. Perencanaan ini dibuat setiap satu bulan sekali sesuai dengan instruksi direktur, tujuannya untuk mengantisipasi fluktuasi penderita rawat inap yang sangat sulit diprediksi. Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan Penerimaan bahan makanan merupakan suatu proses kegiatan yang meliputi memeriksa, meneliti, mencatat dan melaporkan jenis, kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi bahan makanan yang telah ditentukan (Depkes 2003a). Penerimaan bahan makanan di RSMM Bogor dilakukan oleh panitia penerima barang yang terdiri dari beberapa unsur antara lain dari instalasi gizi. 41 Unsur panitia penerima barang dari instalasi gizi diperlukan karena lebih memahami spesifikasi bahan makanan yang diperlukan. Panitia penerima barang menerima bahan makanan setiap hari sesuai dengan bon pesanan bahan makanan yang dibuat oleh instalasi gizi dari rekanan secara konvensional dan sampling. Cara konvensional artinya panitia penerima barang memeriksa dan mengecek waktu, jumlah, jenis dan spesifikasi bahan makanan, apabila bahan makanan tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan maka dikembalikan untuk diganti yang sesuai. Cara sampling artinya panitia penerima barang tidak mengecek semua barang yang diterima tetapi hanya mengambil contohnya saja dari beberapa bagian apakah layak untuk diterima. Menurut Moehyi (1992) semua bahan makanan yang dikirim rekanan harus diperiksa guna mengetahui jumlah dan kualitas bahan makanan apakah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam SPK/kontrak kerja. Bahan makanan basah seperti daging sapi, daging ayam dan hati sapi diterima dalam bentuk kemasan besar yaitu 4 – 5 kg perkemasan sehingga sangat sulit pengawasannya ketika dilakukan pemorsian, sebaiknya diterima dalam bentuk kemasan lebih kecil agar lebih mudah pemorsiannya. Penyimpanan bahan makanan dibagi dua yaitu penyimpanan bahan makanan kering dan basah. Bahan makanan basah dikirim setiap hari seperti lauk hewani (ikan, daging ayam, daging sapi, hati sapi), lauk nabati (tahu, tempe), buah, sayur dan langsung diolah. Untuk bahan makanan kering dikirim sebulan sekali dan disimpan di gudang bahan makanan kering, cara permintaan bahan kering dengan membuat bon yang dilakukan setiap hari sesuai kebutuhan harian dan dicatat di buku catatan keluar masuk bahan makanan. Pengolahan Bahan Makanan Bahan makanan yang telah diterima dari rekanan oleh panitia penerima barang diserahkan pada petugas pengolahan, dan selanjutnya dilakukan persiapan terhadap bahan makanan yang akan diolah sesuai dengan menu. Persiapan bahan makanan dibagi menjadi 3 bagian yaitu persiapan sayuran, persiapan lauk hewani dan nabati serta persiapan bumbu. Pada tahap ini dilakukan juga pemorsian terhadap lauk hewani dan lauk nabati, untuk persiapan bumbu tidak menggunakan standar bumbu tapi berdasarkan pengalaman dan kebiasaan sehari-hari dengan alasan untuk kepraktisan. Bahan makanan yang 42 telah mengalami proses persiapan kemudian diserahkan pada petugas juru masak untuk diolah menjadi makanan matang dan siap untuk didistribusikan. Berdasarkan pendapat Mahmud dan Krisdinamurtini (1980) pengolahan bahan makanan bertujuan untuk mempertahankan nilai gizi, meningkatkan nilai cerna, mempertahankan sifat warna, bau, rasa, keempukan dan penampilan makanan serta bebas dari organisme yang berbahaya bagi kesehatan. Pengolahan makanan di Instalasi Gizi RSMM Bogor dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu untuk makan pagi mulai pukul 05.30 – 07.30 WIB, makan siang pukul 08.00 – 11.00 WIB dan makan sore pukul 13.00 – 15.30 WIB. Petugas pengolahan atau juru masak di dapur psikiatri ada 13 orang yang dibagi menjadi 2 shift. Untuk persiapan bahan makanan dibantu oleh petugas gudang penyimpanan dan Ahli Gizi. Pemasakan nasi mulai persiapan sampai dengan pendistribusian dilakukan oleh satu atau dua orang. Biasanya petugas yang memasak nasi untuk makan pagi setelah selesai langsung memasak untuk makan siang. Persiapan bumbu dan lauk-pauk hewani untuk pagi hari dilakukan sehari sebelumnya. Tenaga juru masak yang ada di Instalasi Gizi RSMM Bogor termasuk juru masak yang kurang terampil karena berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda seperti SMA, SMEA dan D1 Gizi. Hal ini sangat mempengaruhi terhadap hasil pengolahan/pemasakan, khususnya terhadap rasa dan penampilan makanan. Perlu dilakukan pengawasan yang intensif pada saat persiapan dan pengolahan/pemasakan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam proses pengolahan yang mengakibatkan kualitas makanan menjadi kurang baik. Distribusi Makanan Rangkaian kegiatan terakhir dari penyelenggaraan makanan adalah distribusi makanan. Pendistribusian makanan di Instalasi Gizi RSMM Bogor menggunakan dua sistem yaitu sistem sentralisasi untuk pasien kelas II dan makanan diet khusus, sedangkan untuk kelas I dan III menggunakan sistem desentralisasi. Makanan untuk kelas II ditempatkan dalam rantang plastik bersekat dan bertutup sedangkan untuk makanan diet khusus ditempatkan dalam plato melamin yang ditutup plastik wrap. Makanan untuk kelas I ditempatkan dalam rantang yang disediakan oleh instalasi gizi. Makanan untuk kelas III dengan sistem desentralisasi yaitu makanan ditempatkan dalam rantang aluminium 43 dalam jumlah banyak (untuk satu bangsal) dan baru dibagikan di ruangan oleh pramuhusada/perawat yang ada diruangan. Pemorsian nasi dan sayuran di ruang kelas III berdasarkan jumlah penderita dan standar porsi yang sudah ditentukan dari instalasi gizi. Alat makan yang digunakanpun berbeda-beda ada yang memakai plato aluminium atau stainlessteel dan ada juga yang memakai piring plastik. Untuk alat makan dari plato porsi nasi, sayur dan lauk dapat dipisahkan jadi makanan tidak tercampur jadi satu sedangkan yang memakai piring makanan dicampur jadi satu sehingga penampilannya kurang menarik. Berdasarkan pendapat Tarwotjo (1983) distribusi makanan merupakan tahap akhir dari kegiatan penyelenggaraan makanan, bila menyajikannya kurang menarik dapat mengecewakan konsumen yang berarti pula merupakan kegagalan bagi petugas penyelenggara makanan yang telah susah payah bekerja seharian. Penyajian makanan agar menarik sebaiknya menggunakan plato, tetapi pada kenyataannya tidak semua ruangan dapat menggunakan plato karena masing-masing ruangan merawat penderita jiwa dengan kriteria berbeda. Untuk ruangan yang merawat penderita gaduh gelisah maka alat makan yang digunakan terbuat dari plastik. Di ruang kelas I distribusi makanan dengan cara desentralisasi dari instalasi gizi, setelah sampai di ruangan makanan disajikan di atas meja secara prasmanan. Pasien diajar untuk makan bersama-sama secara prasmanan dengan diawasi oleh perawat. Cara ini hanya dapat diterapkan untuk kelas I karena jumlah pasien sedikit yaitu kurang lebih 20 orang. Pendistribusian makanan dari instalasi gizi ke ruang rawat inap psikiatri dibawa dengan menggunakan mobil untuk makan pagi, siang dan sore. Sementara untuk snack jam 10.00 WIB diambil sendiri oleh pasien. Hal ini dimaksudkan sebagai terapi bagi penderita jiwa, jadi mereka dilibatkan untuk membantu melakukan kegiatan yang tidak membahayakan. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatam dan pelaporan merupakan serangkaian kegiatan mengumpulkan data dan mengolah data kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya untuk menghasilkan bahan penilaian kegiatan pelayanan gizi rumah sakit maupun untuk mengambil keputusan. 44 Pencatatan dan pelaporan yang dilakukan di instalasi gizi antara lain : 1. Pencatatan pelaporan tentang personalia mengenai data semua pegawai dan absensi pegawai dan rekapitulasi absensi dalam setahun. 2. pencatatan pelaporan tentang perlengkapan instalasi gizi - Membuat buku peralatan secara keseluruhan dan daftar inventaris peralatan. - Membuat laporan kebutuhan perkakas dan peralatan setiap akhir tahun. 3. Pencatatan pelaporan tentang anggaran belanja bahan makanan. - Pencatatan penerimaan dan pemakaian bahan makanan harian untuk pasien dan pegawai dan rekapitulasinya sepuluh hari dan satu bulan (untuk mengetahui stok barang). - Perhitungan rencana kebutuhan bahan makanan yang akan datang selama triwulan/tahunan. - Perhitungan harga rata-rata pemakaian bahan makanan perorang perhari dalam setiap putaran menu. - Pencatatan pelaporan kegiatan penyuluhan gizi di ruangan dan konsultasi gizi di rawat jalan . 4. Pencatatan pelaporan tentang penyelenggaraan makanan. - Buku laporan timbang terima antar pergantian dinas. - Buku laporan pasien baru/pasien diet. - Laporan jumlah pasien dan hari makan dilaporkan tiap bulan. Laporan dibuat oleh masing-masing Sub Bagian setiap bulan, triwulan atau tahunan dan dilaporkan kepada kepala instalasi gizi kemudian di laporkan ke bagian yang membutuhkan. Hasil dari pencatatan pelaporan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi di instalasi gizi. Karakteristik Contoh Umur Sebaran contoh berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 13. Umur contoh dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu contoh yang berumur 16 – 35 tahun, 36 – 55 tahun dan yang berumur di atas 55 tahun. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh jumlah contoh laki-laki berada pada usia 16 – 35 tahun yaitu 30%, sedang pada contoh wanita sebagian besar ada pada kategori usia 36 – 55 tahun yaitu sebesar 19%. Namun secara keseluruhan usia contoh sebagian 45 besar berada pada kategori usia produktif yaitu 16 – 55 tahun. Menurut Idaiani (2002) kelompok umur yang rawan untuk menderita skizofrenia dengan berbagai tipe adalah berkisar antara 16 – 55 tahun. Berdasarkan pendapat Kaplan et.al (1997) munculnya gangguan mental tipe skizofrenia pada masa remaja terjadi karena pada saat remaja seseorang memerlukan ego yang kuat untuk berfungsi secara mandiri, mengendalikan dorongan-dorongan internal seperti seks dan energi serta untuk mengatasi stimulasi eksternal yang kuat. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan umur Laki-laki Wanita Umur (tahun) n % n % 16 – 35 11 30 6 16 36 – 55 10 27 7 19 > 55 0 0 3 8 Total 21 57 16 43 Total n 17 17 3 37 % 46 46 8 100 Jenis Kelamin Hasil penelitian menunjukkan persentasi terbesar penderita skizofrenia adalah laki-laki sebesar 57% dan wanita 43%. Sebaran contoh menurut jenis kelamin terlihat pada Tabel 14. Tabe l4 Sebaran contoh menurut jenis kelamin Jenis Kelamin n Laki-laki 21 Wanita 16 Total 31 % 57 43 100 Berdasarkan pendapat Maramis (1990) angka kejadian penyakit jiwa tipe skizofrenia cenderung lebih tinggi terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita. Salah satu faktor penyebabnya adalah tingginya tekanan hidup yang dialami lakilaki akibat perubahan lingkungan dan sosial ekonomi. Pendidikan Tingkat pendidikan contoh digolongkan SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Tabel 15 memperlihatkan persentase tingkat pendidikan tertinggi yaitu pada tingkat SLTA, pada laki-laki 27% dan wanita 20%. Sedangkan persentase tingkat pendidikan terendah adalah tingkat perguruan tinggi (PT) yaitu sebesar 10%. 46 Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Laki-laki Wanita Pendidikan n % n % SD 6 16 5 14 SLTP 3 8 2 5 SLTA 10 27 7 20 PT 2 5 2 5 Total 21 56 16 44 Total n 11 5 17 4 37 % 30 13 47 10 100 Berdasarkan penelitian Effendi dan Loebis (2001) terhadap penderita skizofrenia rawat inap menunjukkan 48,6% penderita skizofrenia dapat menamatkan pendidikan hingga SMA dan 35,1% tamat SMP, sedangkan yang hanya tamat SD 2,7%. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit skizofrenia dapat mengganggu kegiatan belajar. Sejalan dengan hasil penelitian di atas Kaplan et.al (1997) berpendapat usia puncak onset penyakit skizofrenia pada laki-laki adalah 15 tahun dan 25 tahun. Diperkirakan 90% penderita skizofrenia gejala penyakit pertama kali muncul pada masa remaja dan dewasa muda. Dan menurut pendapat Siregar (2002) prevalensi skizofrenia sangat jarang ditemukan pada usia lanjut. Pekerjaan Sebaran contoh menurut pekerjaan terlihat pada Tabel 16. Pekerjaan contoh dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu belum bekerja, PNS dan buruh. Tabel 16 memperlihatkan sebagian besar contoh laki-laki dan wanita belum bekerja dengan persentase laki-laki 51% dan wanita 35%. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan Laki-laki Wanita Jenis Pekerjaan n % n Belum Bekerja 19 51 13 PNS 1 3 1 Buruh 1 3 2 Total 21 57 16 Total % 35 3 5 43 n 32 2 3 37 % 86 6 8 100 Hasil penelitian ini didukung oleh temuan Gunawan dan Yusup (2001) yang menyatakan penderita skizofrenia sebagian besar tidak bekerja (63,1%) karena gejala penyakit skizofrenia telah timbul saat usia remaja. Menurut Thong dan Almatsier (1992) bahwa penyakit skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik yang banyak menimbulkan masalah baik medik, psikologik maupun sosial yang dapat menimbulkan disfungsi sosial, pekerjaan maupun perawatan diri. 47 Disamping itu sepertiga dari penderita skizofrenia tidak mampu bekerja setelah selesai menjalani perawatan (cacat mental). Lama rawat Lama rawat dihitung sejak pertama masuk ke RSMM Bogor. Untuk periode perawatan yang sedang dijalani penderita skizofrenia hingga penelitian berlangsung. Sebaran contoh menurut lama rawat dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran contoh menurut lama rawat Laki-laki Wanita Lama Dirawat (bulan) n % n 1–3 12 32 8 4–6 5 14 7 7 – 12 4 11 1 Total 21 57 16 Total % 21 19 3 43 n 20 12 5 37 % 53 33 14 100 Tabel 17 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh laki-laki dan wanita lama dirawat antara 1 – 3 bulan yaitu 32% laki-laki dan 21% wanita. Hal ini dimungkinkan karena adanya peraturan rumah sakit yang menetapkan lama hari rawat penderita skizofrenia selama 100 hari perawatan, namun hal ini akan dipertimbangkan sesuai dengan kondisi pasien. Menurut pendapat Widyotenoyo et.al (1989) lama perawatan penderita skizofrenia sangat dipengaruhi oleh kondisi dan situasi penderita serta rumah sakit yang memberikan pelayanan perawatan tersebut. Diusahakan perawatan yang diberikan dapat mendekati keadaan sebelum sakit. Untuk dapat mencapai tingkat kesembuhan mandiri memerlukan perawatan 1 – 4 bulan menurut Irawati (2001). Keadaan Kesehatan Keadaan kesehatan adalah kondisi kesehatan yang dialami contoh dalam kurun waktu satu bulan terakhir saat dilakukan penelitian. Keadaan kesehatan contoh dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran contoh menurut keadaan kesehatan Laki-laki Wanita Keadaan Kesehatan n % n Diare 1 3 1 Flu 2 5 2 Sehat 18 49 13 Total 21 57 16 Total % 3 5 35 43 n 2 4 31 37 % 6 10 84 100 48 Tabel 18 menunjukkan sebagian besar keadaan kesehatan contoh secara keseluruhan berada dalam kategori sehat yaitu 84% masing-masing untuk laki-laki 49% dan wanita 35%. Ini menunjukkan adanya kekebalan tubuh yang kuat karena pengaruh dari konsumsi obat-obatan skizofrenia dalam waktu yang cukup lama. Konsumsi Contoh Ketersediaan Zat Gizi Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan seseorang adalah ketersediaan pangan, disamping tingkat pendapatan dan pendidikan (Suhardjo 1989). Rata-rata ketersediaan zat gizi dari makanan yang disediakan oleh instalasi gizi selama sepuluh hari (siklus menu) yang diterima oleh contoh disajikan pada Tabel 19. Siklus menu sepuluh hari yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 3. Tabel 19 Rata-rata ketersediaan zat gizi makanan rumah sakit yang diterima contoh selama siklus menu. Menu Hari Ke Energi (kkal) Protein (g) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) 1 3 5 7 9 Rata-rata menu ganjil 2 4 6 8 10 Rata-rata menu genap Rata-rata 2.497 2.458 2.572 2.604 2.454 61,15 74,14 73,21 69,91 57,16 0,70 0,73 0,95 1,09 0,73 194,25 105,05 128,05 53,05 139,25 2.516 67,11 0,84 128,79 2.496 2.364 2.250 2.206 2.314 59,42 54,83 50,11 48,34 52,51 0,59 0,78 0,56 0,40 0,60 125,65 153,15 160,30 33,95 125,35 2.326 53,04 0,58 119,68 2.421±126,61 60,08±8,94 0,71±0,27 121,80±45.62 Tabel 19 menunjukkan bahwa ketersediaan zat gizi antara menu 1 sampai 10 memiliki nilai yang bervariasi. Pada menu-menu ganjil terlihat nilainya relatif lebih tinggi dari pada menu-menu genap. Hal ini dikarenakan pada menu ganjil terdapat ekstra buah dan snack. Menu 8 adalah menu yang mempunyai nilai gizi paling rendah, karena pada menu tersebut hanya ada satu protein hewani dan tiga protein nabati serta 49 terdapat sayur timun. Rata-rata ketersediaan energi sebesar 2.421 kkal, protein 60,08 g, vitamin B1 0,71mg dan vitamin C 121,80 mg Tingkat Ketersediaan Zat Gizi Tingkat ketersediaan adalah perbandingan antara jumlah zat gizi yang tersedia dengan zat gizi yang dibutuhkan. Persentase tingkat ketersediaan zat gizi makanan rumah sakit terhadap kebutuhan contoh disajikan dalam Tabel 20. Tabel 20 Tingkat ketersediaan zat gizi makanan rumah sakit terhadap kebutuhan contoh Zat Gizi Energi (Kkal) Protein (g) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Rata-rata Ketersediaan 2.421±126,61 60,08±8,94 0,71±0,27 121,80±45,62 Rata-rata Kebutuhan Laki-laki Wanita 2.218± 243,12 1.929±134,19 83,18±9,12 72,33±17,22 1,07±0,17 1,11±0,17 53,73±8,61 55,56±8,53 Tingkat Ketersediaan Laki-laki Wanita 109 % 126 % 72 % 83 % 66 % 64 % 226 % 219 % Tabel 20 menunjukkan tingkat ketersediaan energi dan vitamin C sudah melebihi kebutuhan contoh baik laki-laki maupun wanita. Sedangkan protein dan vitamin B1 masih dibawah angka kebutuhan yaitu protein 72% laki-laki dan 83% wanita, vitamin B1 66% laki-laki dan 64% wanita. Rata-rata tingkat ketersediaan energi dan protein pada wanita lebih tinggi dari pada laki-laki, hal ini dimungkinkan karena secara fisiologis kebutuhan energi wanita lebih rendah dari pada laki-laki. Tingkat ketersediaan energi merupakan perbandingan antara energi dalam makanan yang tersedia dengan kecukupan yang dianjurkan. Pada Tabel 21 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (59,5%) contoh memiliki tingkat kecukupan energi dalam kategori normal, sisanya (40,5%) ada dalam kategori di atas kebutuhan. Tabel 21 Persentase tingkat ketersediaan energi dan protein contoh Tingkat Ketersediaan Jumlah (n) Persentase (%) Energi : Normal (90 – 119%) 22 59,5 Di atas Kebutuhan ( > 120%) 15 40,5 Total 37 100 Protein : Defisit(<90%) 34 91.9 Di atas Kebutuhan ( > 120%) 3 8,1 Total 37 100 50 Tingkat ketersediaan protein merupakan perbandingan antara protein dalam makanan yang tersedia dengan kecukupan yang dianjurkan. Dapat dilihat pada Tabel 21 tingkat ketersediaan protein contoh sebagian besar (91,9%) berada pada kategori defisit, selebihnya (8,1%) berada pada kategori diatas kebutuhan. Konsumsi Zat Gizi Rata-rata konsumsi zat gizi penderita skizofrenia rawat inap di RSMM Bogor selama satu siklus menu dihitung dari konsumsi makanan yang disediakan instalasi gizi. Hampir 75% penderita skizofrenia merupakan pasien Gakin (Keluarga Miskin) dan banyak yang berasal dari luar kota, sehingga sangat jarang dikunjungi keluarga, dengan demikian konsumsi makanan sangat tergantung dari makanan yang disediakan instalasi gizi. Tabel 22 memperlihatkan rata-rata konsumsi zat gizi contoh dan persentase konsumsi terhadap ketersediaan makanan selama satu siklus menu. Rata-rata konsumsi contoh selama satu silkus menu yaitu energi 1,984 kkal, protein 50,30 g, vitamin B1 0,59 mg dan vitamin C 94,50 mg. Rata-rata persentase konsumsi zat gizi terhadap ketersediaan energi sebesar 82%, protein 85%, vitamin B1 83% dan vitamin C 79%. Angka ini menunjukkan bahwa makanan yang disediakan rumah sakit yang tidak termakan oleh contoh lebih kurang 20%. Hal ini dimungkinkan karena porsi nasi terlalu besar, rasa masakan kurang enak, cara panyajian kurang menarik, kebosanan dan faktor psikologi. Tabel 22 Rata-rata konsumsi zat gizi contoh selama satu siklus menu Menu Hari ke Energi (kkal) 2.028±158,40 (%)* 81% Protein (g) 53,87±7,47 (%)* 88% Vitamin B1 Vitamin C (mg) (%)* (mg) (%)* 0,58±0,15 83% 134,25±33,87 69% 1.843±163,48 74% 39,09±8,13 66% 0,43±0,16 73% 99,29±31,71 79% 1.986±157,85 81% 47,12±7,45 64% 0,60±0,15 82% 99,62±31,72 95% 1.917±159,14 81% 48,40±7,41 88% 0,61±0,15 78% 106,60±31,89 70% 2.346±191,89 91% 62,99±8,32 86% 0,78±0,16 84% 100,10±31,73 78% 1.840±163,72 82% 46,43±7,48 93% 0,52±0,16 93% 124,68±32,96 78% 2.135±164,27 82% 62,91±8,31 92% 0,91±0,18 83% 44,80±35,05 84% 1.765±171,11 80% 42,67±7,74 88% 0,34±0,17 85% 26,36±37,76 78% 2.001±157,93 82% 50,04±7,39 87% 0,60±0,15 82% 105,04±31,84 75% 1.980±157,85 85% 49,46±7,39 94% 0,53±0,15 88% 104,26±31,82 83% Rata-2 1.984 ± 157,85 82% 50,30± 7,39 85% 0,59± 0,15 * Persentase konsumsi terhadap ketersediaan. 83% 94,50 ± 31,68 79% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 51 Untuk dapat meningkatkan konsumsi makan penderita seharusnya menu yang disajikan diharapkan dapat menimbulkan selera makan dengan penyajian yang menarik dan dengan demikian dapat membantu proses penyembuhan penyakit. Menurut De Castro (2004) makanan yang dikonsumsi oleh seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor fisiologis, psikologi, genetik, kebiasaan dan faktor sosial budaya Tingkat Kecukupan Zat Gizi Rata-rata konsumsi zat gizi dari makanan yang dikonsumsi dibandingkan dengan kebutuhan zat gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel tersebut menunjukkan bahwa tingkat kecukupan laki-laki untuk semua zat gizi lebih tinggi dibandingkan wanita, kecuali untuk protein. Hal ini diduga karena contoh laki-laki cenderung menghabiskan makanannya dan hanya sedikit meninggalkan sisa makanan. Tabel 23 Rata-rata konsumsi, kebutuhan dan tingkat kecukupan zat gizi contoh Zat Gizi Energi Protein Vit. B1 Vit. C Rata-rata Kebutuhan Laki-laki Wanita 2.218±243,12 1.929±134,19 83,18 ±9,12 72,33 ± 17,22 1,07 ± 0,17 1,11 ± 0,17 53,73 ± 8,61 55,56 ± 8,53 Rata-rata Konsumsi Laki-laki Wanita 2.318 ± 170,44 1.998 ± 184,45 52,20 ± 2,47 47,57 ± 4,01 0,62 ± 0,04 0,57 ± 0,05 101,98 ± 9,84 87,77 ± 15,22 Tingkat Kecukupan Laki-laki Wanita 104 % 103 % 64 % 66% 58 % 51 % 190 % 138 % Tingkat kecukupan vitamin B1 sangat rendah dibandingkan dengan kebutuhan (51-58%). mengganggu Menurut Winarno (1987) defisiensi vitamin B1 dapat metabolisme karbohidrat yang akan menghasilkan energi. Berdasarkan pendapat Muchtadi, Nurhaeni dan Astawan (1993) kekurangan vitamin B1 dapat menimbulkan kurang nafsu makan, cepat merasa lelah, kerusakan vaskular dan sel syaraf. Tingkat kecukupan energi merupakan perbandingan antara kandungan energi dalam makanan yang dikonsumsi dengan kecukupan yang dianjurkan. Berdasarkan Depkes (1996) tingkat kecukupan energi dan protein dibedakan dalam beberapa kategori. Tabel 24 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (89,2%) memiliki tingkat kecukupan energi dalam kategori normal dan sisanya dalam kategori defisit ringan (10,8%). Tingkat kecukupan protein merupakan perbandingan antara kandungan protein dalam makanan yang dikonsumsi dengan kecukupan yang dianjurkan. Sebagian besar contoh (73%) memiliki tingkat kecukupan protein dalam kategori 52 defisit berat, selebihnya berada dalam kategori defisit sedang (22%) dan defisit ringan (5%). Hal ini disebabkan karena ketersediaan protein dalam makanan yang disediakan rumah sakit belum mencukupi kebutuhan. Tabel 24 Persentase tingkat kecukupan energi dan protein contoh Tingkat Kecukupan Jumlah (n) Persentase (%) Energi : Defisit Sedang (70 – 79%) 0 0 Defisit Ringan (80 – 89%) 4 10,8 Normal (90 – 119%) 33 89,2 Total 37 100 Protein : Defisit Berat ( < 70% ) 27 73 Defisit Sedang (70 – 79%) 8 22 Defisit Ringan (80 – 89%) 2 5 Total 37 100 . Status Gizi Penilaian status gizi pada penderita skizofrenia dilakukan dengan pengukuran antropometri, yaitu pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan. Untuk mengetahui keadaan status gizi dihitung berdasarkan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dan dikategorikan berdasarkan Penuntun Diet Almatzier 2004. Tabel 25 memperlihatkan bahwa sebagian besar penderita skizofrenia berstatus gizi normal yaitu laki-laki (35%) dan wanita (33%). Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Ridwan (2004) yang menyatakan umumnya penderita skizofrenia rawat inap (73,7 %) berstatus gizi baik. Tabel 25 Sebaran contoh menurut status gizi dan jenis kelamin Laki-laki Wanita Total Status Gizi n % n % n % Kurus (<18,5) 7 19 2 5 9 24 Normal (18,6 – 25,0) 13 35 12 33 25 68 Gemuk (> 25,6 ) 1 3 2 5 3 8 Total 21 57 16 43 37 100 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Tingkat kecukupan seseorang mempengaruhi keadaan kesehatannya, bila konsumsi pangan mencukupi maka akan membuat keadaan gizi seseorang baik. Status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor, selain itu status gizi 53 merupakan akibat dari konsumsi sebelumnya. Oleh karena itu data konsumsi pangan yang diperoleh saat ini bukan merupakan gambaran status gizi contoh secara langsung, namun hanya memberikan gambaran sesaat dari tingkat kecukupan seseorang saat diteliti. Menurut Roedjito (1989) tingkat kecukupan merupakan ratio angka konsumsi sebenarnya dengan kecukupannya. Analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi contoh adalah uji regresi linear berganda dengan metode enter. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi antara lain tingkat kecukupan energi, protein, vitamin B1 dan vitamin C, keadaan kesehatan serta lama dirawat. Hasil pengujian statistik analisis regresi linier berganda menunjukkan nilai adjusted R square sebesar 0,654. Ini artinya bahwa besarnya pengaruh dari keenam variabel terhadap status gizi adalah sebesar 65,4%, sisanya sebesar 34,6% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini. Dari keenam variabel yang mempengaruhi status gizi ternyata variabel yang paling berpengaruh adalah tingkat kecukupan vitamin B1 (p<0,00) namun pengaruhnya bersifat negatif terhadap status gizi. Melihat keadaan ini sepertinya terjadi kontradiksi antara tingkat kecukupan vitamin B1 dengan status gizi. Hal ini diduga karena hampir 75% dari sumber energi barasal dari karbohidrat, disamping itu ketersediaan vitamin B1 masih dibawah kebutuhan sehingga kabohidrat tidak bisa dirubah menjadi energi. Dengan tidak diubahnya karbohidrat menjadi energi, maka dia disimpan sebagai glikogen otot atau lemak. Jadi status gizi contoh yang cenderung baik diakibatkan karena aktifitas yang rendah. Tabel 26 Hasil analisis regresi liniear berganda variabel status gizi Koefisien Tidak Koefisien Perubah Tak Bebas Distandarisasi terstandarisasi B Galat Beta 3.510 Konstant 28.733 0.048 5.256 Tk Keckp Energi 1.219 0.333 0.102 Tk Keckp Protein 0.135 -1.583 9.575 Tk Keckp Vit B1 -46.811 0.539 2.526 Tk Keckp Vit C 4.737 0.063 0.930 Keadaan kesehatan 0.435 -0.103 0.475 Lama rawat -0,473 R2 = 0,654 yang mempengaruhi t-hitung Signifikan 8.187 0.232 1.332 -4889 1.876 0.468 -0.996 0,000 0.818 0.193 0.000 0.070 0.643 0.327 54 Hasil uji statistik diatas diperkuat dengan perolehan data persentase protein, lemak dan karbohidrat terhadap asupan energi contoh yaitu sebagai berikut protein 10.10%, lemak 15.11% dan karbohidrat 74.79% (Tabel 27). . Tabel 27 Persentase protein, karbohidrat dan lemak terhadap asupan energi Menu Energi Protein Lemak Karbohidrat 1 2.028 10,63 15,97 73,40 2 1.843 8,48 12,50 79,02 3 1.986 9,49 8,92 81,59 4 1.917 10,10 17,52 72,38 5 2.346 10,74 19,75 69,51 6 1.840 10,09 15,16 74,75 7 2.135 11,79 17,14 71,07 8 1.765 9,67 9,72 80,61 9 2.001 10,00 24,60 65,40 10 1.980 9,99 9,82 80,19 Rata-rata 1.984 10,10 15,11 74.79 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu : 1. Kegiatan penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSMM Bogor mengacu pada sistem yang ditetapkan Depkes RI. Perencanaan menu dibuat setiap tiga bulan sesuai dengan anggaran yang tersedia, sedangkan pola dan kerangka menu dibuat setahun sekali. Namun kadang-kadang kerangka menu dan frekwensi makan tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pengadaan bahan makanan dilakukan dengan lelang terbatas yang dilakukan setiap bulan. Penerimaan bahan makanan dilakukan dengan cara konvensional dan sampling. persiapan. Pemorsian lauk pauk dilakukan pada saat Pemakaian standar bumbu yang baku belum bisa dilaksanakan. Pendistribusian makanan dilakukan secara sentralisasi dan desentralisasi. Pencatatan pelaporan dilakukan oleh masing-masing Sub Bagian dan dilaporkan kepada kepala instalasi gizi setiap bulan, triwulan dan tahunan sebagai bahan evaluasi. 2. Ketersediaan zat gizi antara menu bervariasi, ketersediaan pada menu-menu genap relatif lebih rendah, karena tidak ada ekstra buah dan snack. Tingkat ketersediaan energi dan vitamin C sudah memenuhi kebutuhan. Akan tetapi protein dan vitamin B1 masih kurang dari kebutuhan. Rata-rata persentase konsumsi zat gizi terhadap ketersediaan energi 82%, protein 85%, vitamin B1 83% dan vitamin C 79%, berarti kurang lebih 20% makanan yang tidak dimakan. 3. Tingkat ketersediaan energi berdasarkan kecukupan energi sebagian besar contoh (59,5%) ada pada kategori normal. Tingkat ketersediaan protein terhadap kecukupan protein sebagian besar contoh berada pada kategori defisit berat (91,9%). Pada umumnya konsumsi terhadap tingkat kecukupan energi ada pada kategori normal (89,2%) dan konsumsi terhadap tingkat kecukupan protein ada pada kategori defisit berat (72%). 4. Secara keseluruhan status gizi penderita skizofrenia yang diteliti umumnya berada pada kategori kurus (24%), normal (68%), gemuk (8%). Status gizi contoh dipengaruhi oleh tingkat kecukupan energi, protein, vitamin B1, vitamin C, keadaan kesehatan dan lama rawat, besarnya pengaruh keenam 56 variabel tersebut yaitu 65,4%. Vitamin B1 merupakan variabel yang paling berpengaruh namun pengaruhnya bersifat negatif. Saran Dari hasil temuan dalam penelitian ini disarankan : 1. Dalam setiap membuat perencanaan menu harus disertai juga dengan membuat kerangka menu dengan frekwensi pemberian yang sesuai dengan pola menu yang telah ditetapkan. 2. Untuk memperoleh rasa masakan yang standar sebaiknya instalasi gizi membuat standar bumbu berdasarkan bahan bumbu yang tersedia. 3. Ketersediaan zat gizi dalam silkus menu 10 hari sebaiknya tidak dibedakan antara menu ganjil dan menu genap agar distribusi zat gizi setiap hari sama. 4. Perlu adanya perbaikan menu agar dapat memenuhi kebutuhan gizi pasien dan lebih mengutamakan sumber energi yang berasal dari lemak dan meningkatkan penggunaan bahan makanan yang berasal dari kacangkacangan. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2004. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Astuti. 1961, Segi Kejiwaan Dalam Dietetika. Akademi Pendidikan Nutritionis Bogor, dalam Ganefi. H, Status Gizi Penderita Gangguan Jiwa Rawat Inap di RSJ Bogor, 1994 Daradjat, Z. 2001. Kesehatan Mental. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung Tbk De Castro, J.M, 2004. The Time of Day of Food Intake Influence Overall Intake in Human. J. Nutr. 134 : 104 – 111 Januari 2004 Depkes RI. 1983. Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa. Indonesia, Edisi II Cetakan I Depkes RI. 1987. Peraturan Pemberian Makan untuk Rumah Sakit Jiwa Depkes RI dan Direktorat Kesehatan Jiwa. 1989. Pedoman Teknis Penerapan Proses Keperawatan di Rumah Sakit Jiwa. Jakarta. Depkes RI. 1990. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Gizi di Rumah Sakit. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Depkes RI. 1991a. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Ditjen Pelayanan Medik Depkes RI. 1991b. Pedoman Pengelolaan Pelayanan Gizi Rumah sakit. Jakarata : Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta. Depkes RI. 1991-1992. Himpunan Perundang-undangan Bidang Kesehatan. Depkes RI. 2003a. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Saki. Jakarta. Depkes RI. 2003b. Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis. Jakarta : Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat. Direktorat Gizi Masyarakat Efendy, E, Loebis. B. 2001. Isi Halusinasi Pendengaran pada Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan Memperhatikan Umur, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Status Perkawinan. Medan : Bagian Psikiatri USU Medan. Enoch. 1988. Pengetahuan Tentang Konsumsi Makanan. Bogor : Pusat Pendidikan & Pengembangan Gizi Bogor. Escot. Silvia. Stump, Nutrition and Diagnosis Related Care Fourth Edition. dalam Purwanti R. Asupan Zat Gizi pada Pasien Skizofrenia 58 Fadmi Ridwan. 2004. Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi dan Status Gizi Penderita Skizofrenia Rawat Inap pada BPKJ Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Bogor : Skripsi Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB Bogor Gunawan, G.O & Yusup, I. 2001. Hubungan Gejala Positif dan Negatif Terhadap GAF pada Penderita Skizofrenia yang Dirawat di RSJP Semarang. Semarang : Bagian Psikiatri RSJP Semarang. Hardinsyah dan D. Martianto, 1989. Menaksir Angka Kecukupan Energi dan Protein Serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta : Wirasari. Hardinsyah dan D. Martianto, 1992. Gizi Terapan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Hardinsyah dan D. Briawan, 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor : Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian IPB. Haris. AM 1976. A texbook of Hospital Catering. Dalam Irawati, Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Konsumsi dan Status Gizi Penderita Skizofrenia Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Palu. Bogor : Skripsi Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian IPB. Hartono, A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit. Jakarta : EGC. http://www. Nutrition. Org/egi/content/full/134/1/104 Idaiani. SM. 2002. Hubungan Persepsi Dukungan Sosial Dengan Persepsi Pada Keluarga Pasien Skizofrenia. Semarang : Bagian Psikiatri Universitas Diponegoro Semarang. Irawati (2001). Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Konsumsi dan Status Gizi Penderita Skizofrenia Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Palu. Bogor : Skripsi Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian IPB. Kaplan. H.I/ Sadock. B.J. Greb. J.A.1997. Sinopsis Psikiatri. (Wijaya Kusuma, Penerjemah). Wiguna.I (Eds), (edisi ke.7) Jilid 1 dan 2. Jakarta : Bina Rupa Aksara. Keppres RI No. 80 th 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Surabaya : Penerbit Karina Surabaya. Kartono, K. 1981. Psikologi Abnormal dan Patologi, Seks. Alumni Bandung. Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada. 59 Khumaedi, M. 1987. Angka Kecukupan Energi, Protein, Nilai dan Penggunaannya. Makalah pada Seminar Pembakuan Beberapa Terminologi dan Ukuran dalam Bidang Pangan dan Gizi. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian IPB. Mahmud, MK. Dan Krisdinamurtinin. 1980, Manajemen Penyelenggaraan Makanan. Bogor : Puslitbang Gizi Bogor. Maisarah. 1997. Tinjauan Medikolegal Tindakan Sterilisasi pada Pendrita Skizofrenia. Majalah Psikiatri, Desember, hal. 407 – 411 Maramis. WF. 1990. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. University Press, Surabaya. Surabaya : Airlangga Maslim, R. 1990. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ. III, Jakarta Moehyi, S. 1992a. Ilmu Gizi. Jakarta : Bharata. Moehyi, S.1992b. Penyelenggaraan Makanan Institusi. Mac. Millan Publishing. New York Moehyi, S.1995. Pengaturan Makanan dan Diet untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta : Gramedia. Muchtadi. D. Palupi. NS dan Made. A. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Mukrie, VA. AB, Ginting. I, Ngadianti. A, Hendrorini. N, Budiarti. Tugiman. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi. Jakarta : Dasar Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat Jakarta. Prosiding, ASDI. 2005. Pertemuan Ilmiah Nasional Dietetik II. Tahun 2005. Bandung. Roedjito, D. 1989. Kajian Penelitian Gizi. Jakarta :Mediyatama Sarana Perkasa. Ralph, A. 2002. Management of weight Gain in Patiens With Scizofhrenia. Journal of Clinical Psyihiatry. Physicians Postgraduate Press, Memphis. Sedia Oetama, A.Dj. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta : Dian Rakyat. Sudjana.1996. Metode Statistik. Bandung : Ed.ke-6. Tarsito. Setiawan, B. 1994. Tehnik Pengkajian Situasi Pangan dan Gizi. Makalah Pada Pelatihan Perencanaan Pangan dan Gizi, Biro Perencanaan Departemen Pertanian, Kayuambon, Lembang Singarimbun, M. dan S, Effendi. 1989. Metode Penelitian dan Survai. Jakarta : LP3ES. 60 Siregar. I. 2002. Patofisiologi Skizofrenia Awitan Kasip. Makalah Disampaikan pada Konfrensi Skizofrenia II. Jakarta. 7 – 9 Oktober Suharjo. et al. 1985. Pangan Gizi dan Pertanian VIP. Jakarta. Suharjo. et al. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor : Pusat Antar Universitas. Pangan dan Gizi. IPB. Suharjo. et al. dan H, Riyadi. 1990. Penelitian Gizi Masyarakat PAV Pangan dan Gizi IPB. Styonegoro, K. et al. 1984. Obat-obatan yang Dipakai Di Bidang Kesehatan Jiwa. Edisi II. Tarwotjo, S. 1983. Penyelenggaraan Makanan Keluarga. Akademi Gizi. Depkes RI. Jakarta. Tarwotjo, S. dan Soejoeti. 1983. Penyelenggaraan Makanan Keluarga. Kumpulan Makalah Paket Spesialisasi Kejuruan. Pengolahan dan Penyelenggaraan Makanan Institusi. Program Studi Gizi Bidang Studi Guru Kejuruan Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB Thong. D. Roan, W. & S. Almatsier (1992). Pathways of Patiens With Mental Disorder. Jakarta : Direktorat Kesehatan Jiwa. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Departemen Kesehatan. Uripi,V. 2004. Menu Sehat Untuk Balita. Jakarta : Puspa Swara. Widayati, T. 1990. Asuhan Keperawatan Terhadap Pasien Dengan Skizofrenia. Bogor : Akademi Keperawatan. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Williams MH. 1995. Nutrition for Fitness and Sprot, Brown & Benchmar, USA Wiryotenoyo. S. Yusup. 1. Hanef, Prasetyono & Abu Bakar. A. 1989. Pengalaman Klinik Pengobatan/Perawatan Penderita Skizofrenia. Makalah Disajikan pada Simposium Penanganan Skizofrenia Saat Ini dan Masa Akan Datang, Semarang. 27 Mei Yuliati, L N. dan H, Santoso. 1995. Manajemen Gizi Institusi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan non Teknik II. Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI GIZI KEPALA INSTALASI GIZI ADMINISTRASI UMUM PERENCANAAN PSIKIATRI PENGOLAHAN & DISTRIBUSI PSIKIATRI KONSULTASI GIZI GUDANG BAHAN MAKANAN PENELITIAN & PENGEMBANGAN GIZI TERAPAN QUALITY CONTROL RAWAT JALAN BM KERING UMUM & NAPZA UMUM PEGAWAI NAPZA RAWAT INAP PSIKIATRI BM BASAH RAWAT INAP UMUM 61 Lampiran 2 Denah Instalasi Gizi RSMM Bogor Ruang tamu Toilet Ruang Pengawas Gudang Kecil Ruang Distribusi Kamtor Administrasi Instalasi Gizi Gudang Alat Gudang Basah Gudang Toilet Ruang Pengolahan Ruang Penerima BM Ruang Persiapan Ruang pencucian peralatan 62 63 Lampiran 3 DAFTAR MENU PENDERITA KELAS III RUMAH SAKIT Dr H MARZOEKI MAHDI BOGOR Waktu Pagi Snack Siang Menu I Menu II Menu III Menu IV Menu V Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Balado tempe Abon sapi Tahu acar Abon sapi Tahu kecap Tm sawi ijo Balado tahu Tm sawi putih Tempe goreng Tm bayam Balado tahu Bobor kangkung Tm sawi putih Nasi putih Nasi putih Semur ayam Bb kc hijao Pisang rebus Nasi putih Nasi putih Semur daging Kari tahu Dadar telur Balado telur Sayur sop Urap sayuran Pecel Pisang ambon Jeruk Pisang ambon Tm kc panjang,toge Tm labu siam,soun Pepaya Nasi putih Sore Susu Nasi putih Tahu cabe ijo Tempe acar Sayur lodeh Nasi putih Nasi putih Ayam bb kecap Kalio hati Kr. Tempe+kc tanah Tm kol, soun,wortel Tm kc panjang,toge, Nasi putih Nasi putih Tempe cabe ijo Semur tahu Ikan asin gabus Sayur asem Laksa wortel Waktu Pagi Menu VI Menu VII Menu VIII Menu IX Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Telur asin Semur tahu Tempe bb rujak Semur telur Tempe goreng Tm bayam Tm kc. Panjang Sy kc. Panjang,kol Tm toge, kangkung bb kuning Snack Siang Bb kc hijau Balado tahu Tm bayam Roti selai Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Balado tempe Ikan asin gabus Telur kecap Kalio hati Telur pindang Tahu semur Tempe bb rujak Kari lb siam,wortel, Sop kc merah Lalap kac. Panjang Pepaya sambal SG. Kc panj,labu Tm kangkung, toge Melon Sore Menu X Semangka Pisang ambon Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Balado telur Empal basah Tahu kecap SG tahu kc jogo Tahu acar Tm sawi ijo Kimlo SG. Tempe Gulai kapau Tempe bb rujak Tm timun, soun sy sawi putih,wortel 64 Lampiran 4 Sebaran contoh berdasarkan Indeks Masa Tubuh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 Nama sampel Wanita Sutini Eti Susanti Herawati Romlah Rahayu Maya Mike Susanti Euis Y Hemiati Yoyong Widiawati Murni Ekon Y Ratna W Widaningsih Karniti Laki-laki Farhat Komarudin Suroso Joko Juardi Mukmin Bambang Tedi Jajat Ajat S Yayat Rahmat Anuta Firdian Toni Bambang b Ivan Syahri Yudha Saugi Hendarli Umur BB TB BBI IMT Kategori 52 36 42 20 32 20 63 40 57 30 20 27 41 36 59 45 45 62 53 35 45 44 40 59 53 53 45 55 44 55 63 49 153 159 148 145 146 151 159 151 147 150 154 158 149 158 146 158 47.7 53.1 43.2 40.5 41.4 45.9 53.1 45.9 42.3 45.0 48.6 52.2 44.1 52.2 41.4 52.2 19.22 24.52 24.20 16.65 21.11 19.30 15.82 25.88 24.53 23.56 18.97 22.03 19.82 22.03 29.56 19.63 Normal Normal Normal Kurus Normal Normal Kurus Gemuk Normal Normal Normal Normal Normal Normal Gemuk Normal 39 48 51 22 40 41 37 45 25 32 42 24 31 27 52 35 30 36 20 29 28 66 45 37 52 50 71 48 56 52 53 61 47 57 45 51 62 74 57 61 56 65 168 165 160 165 161 165 176 182 157 165 165 166 162 162 170 174 167 156 170 169 173 61.2 58.5 55.0 58.5 54.9 58.5 68.4 73.8 51.3 58.5 58.5 59.4 55.8 55.8 63.0 66.6 60.3 50.4 63.0 62.1 65.7 23.38 16.53 14.45 19.10 19.29 26.08 15.50 16.91 21.10 19.47 22.41 17.06 21.72 17.15 17.65 20.48 26.53 23.42 21.11 19.61 21.72 Normal Kurus Kurus Normal Normal Gemuk Kurus Kurus Normal Normal Normal Kurus Normal Kurus Kurus Normal Normal Normal Normal Normal Normal Lampiran 5 Sebaran contoh berdasarkan kebutuhan, konsumsi dan tingkat kecukupan zat gizi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 Energi 1,759.68 2,148.43 1,938.77 1,822.08 1,886.66 1,973.71 1,621.00 2,051.71 1,825.98 2,032.37 1,997.11 2,106.78 1,814.12 2,040.79 1,958.27 1,884.95 2,410.20 1,842.52 1,600.72 2,267.93 2,003.04 2,472.44 2,109.12 2,242.03 2,173.70 2,183.22 2,248.12 2,147.65 2,255.92 2,041.88 1,967.32 2,413.94 2,668.85 2,156.08 2,520.49 2,310.36 2,544.52 Protein 40.00 55.11 47.11 31.11 40.00 39.11 35.56 52.44 47.11 47.11 40.00 48.89 39.11 48.89 56.00 43.56 58.55 39.92 32.82 46.13 44.35 62.98 42.58 49.68 46.13 47.02 54.11 41.69 50.56 39.92 45.24 55.00 65.65 50.56 54.11 49.68 57.66 Kebutuhan HA Lemak 228,76 39,10 279,30 47,74 252,04 43,08 236,87 40,49 245,27 41,93 256,58 43,86 210,73 36,02 266,72 45,59 237,38 40,58 264,21 45,16 259,62 44,38 273,88 46,82 235,84 40,31 265,30 45,35 254,57 43,52 245,04 41,89 313,33 53,56 239,53 40,94 208,09 35,57 294,83 50,40 260,40 44,51 321,42 54,94 274,19 46,87 291,46 49,82 282,58 48,30 283,82 48,52 292,26 49,96 279,19 47,73 293,27 50,13 265,44 45,38 255,75 43,72 313,81 53,64 346,95 59,31 280,29 47,91 327,66 56,01 300,35 51,34 330,79 56,54 Vit B1 1.00 1.38 1.18 0.78 1.00 0.98 0.89 1.31 1.18 1.18 1.00 1.22 0.98 1.22 1.40 1.09 1.28 0.87 0.72 1.01 0.97 1.37 0.93 1.08 1.01 1.03 1.18 0.91 1.10 0.87 0.99 1.20 1.43 1.10 1.18 1.08 1.26 Vit C 50.00 68.89 58.89 38.89 50.00 48.89 44.44 65.56 58.89 58.89 50.00 61.11 48.89 61.11 70.00 54.44 63.87 43.55 35.81 50.32 48.39 68.71 46.45 54.19 50.32 51.29 59.03 45.48 55.16 43.55 49.35 60.00 71.61 55.16 59.03 54.19 62.90 Energi 1,877.15 1,847.53 1,995.82 1,780.15 2,196.21 2,300.39 1,894.47 1,801.02 1,810.86 2,164.92 1,838.44 2,122.49 1,775.38 2,087.91 2,216.18 2,263.11 2,232.48 2,082.33 2,305.60 2,385.09 2,381.28 2,382.74 2,136.17 2,263.67 2,195.97 2,334.63 2,381.28 2,401.71 2,220.18 2,946.14 2,238.44 2,143.76 2,225.48 2,468.33 2,307.08 2,325.20 2,313.88 Protein 49.27 45.95 48.95 44.90 50.17 52.11 53.94 41.36 41.86 49.18 45.79 48.38 39.02 48.26 50.51 51.41 49.84 46.37 54.08 53.28 53.04 53.47 48.76 51.31 48.55 52.78 53.04 54.86 50.01 54.07 53.90 51.12 51.12 57.65 52.05 52.55 54.34 Konsumsi HA Lemak 300.96 46.70 302.63 46.28 328.75 48.46 290.74 44.56 384.93 26.02 409.05 29.48 308.70 26.14 302.41 24.24 283.13 27.74 380.31 25.54 305.98 24.27 359.23 23.76 276.92 24.55 361.85 26.09 380.60 28.37 395.03 31.17 405.37 34.85 364.74 28.18 403.03 27.26 427.81 27.34 426.75 27.04 373.39 26.52 401.68 25.28 393.70 37.10 424.82 35.59 420.74 36.73 426.94 27.76 425.41 39.70 386.83 41.05 418.56 48.81 383.98 35.47 364.96 35.64 390.54 37.57 440.10 26.95 412.73 33.47 412.11 41.28 403.55 42.63 Vit B1 0.52 0.56 0.57 0.57 0.59 0.60 0.69 0.50 0.51 0.56 0.57 0.58 0.45 0.58 0.62 0.60 0.60 0.50 0.69 0.62 0.62 0.63 0.57 0.61 0.57 0.63 0.62 0.64 0.60 0.66 0.65 0.63 0.63 0.69 0.62 0.61 0.66 Vit C 66.26 84.22 90.69 85.54 101.62 101.90 96.70 63.96 66.76 95.27 94.58 99.81 56.45 95.49 105.46 99.57 102.50 76.50 105.94 108.02 101.82 109.25 79.32 104.75 86.35 96.38 101.82 107.29 104.62 109.54 103.41 106.05 106.83 109.52 109.84 95.98 115.85 Energi 106,68 86,05 102,94 97,70 116,41 116,55 116,87 87,78 99,17 106,52 92,05 97,64 97,86 102,31 113,17 120,06 92,63 113,02 144,04 105,17 118,96 86,40 107,33 97,95 107,40 108,08 105,92 111,83 98,42 144,29 113,78 88,81 83,39 114,48 91,53 100,64 90,94 Protein 74,67 57,04 67,32 65,71 70,92 70,40 88,73 53,75 61,13 64,53 61,15 61,23 57,36 63,06 68,78 72,73 55,14 67,11 90,10 62,64 71,18 52,58 64,88 57,75 64,75 65,07 62,92 68,12 59,12 70,61 73,06 56,47 51,08 71,30 55,07 60,66 56,94 Tingkat kecukupan HA Lemak 131,56 119,41 108,35 96,93 130,44 112,46 122,74 110,05 156,94 62,07 159,42 67,21 146,49 72,56 113,38 90,71 119,27 60,97 143,94 56,56 117,86 55,14 131,16 50,75 117,42 60,89 136,39 57,54 149,51 65,20 161,21 74,42 129,38 65,06 152,28 63,95 193,68 76,62 145,10 54,26 163,82 60,74 116,17 48,26 146,50 53,93 135,08 74,45 150,33 73,68 148,24 75,70 146,09 55,56 152,37 83,17 131,90 81,87 157,68 107,56 150,14 81,14 116,30 66,44 112,56 63,35 157,02 110,50 125,96 59,76 137,21 80,40 122,00 75,39 Vit B1 52,15 40,78 48,47 73,76 59,17 64,86 77,67 38,43 43,68 47,96 57,24 47,51 46,28 47,57 44,21 55,09 46,73 57,80 96,06 61,89 65,30 41,69 65,16 52,17 62,59 62,14 52,93 70,70 54,33 75,49 66,20 52,83 44,09 62,23 52,83 56,65 52,06 Vit C 132,51 122,25 153,99 219,96 203,23 208,43 217,58 97,57 113,37 161,78 189,15 163,32 115,47 156,25 150,65 182,88 160,47 175,67 295,85 214,66 225,79 115,43 225,49 159,34 191,51 212,14 172,47 235,89 189,66 251,54 209,51 176,75 149,17 198,55 186,07 177,11 184,16 65 66