10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tinjauan Tentang Metode Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut Wina Sanjaya metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah di sususun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang di susun tercapai secara optimal. Metode juga sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan pengajaran. 1 Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seseorang guru atau instruktur. Pengertian lain ialah tekhnik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran pada siswa di dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok, agar pelajaran itu dapat di serap, dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Makin baik metode mengajar makin efektif pula pencapaian tujuan. 2 Hadi Susanto mengatakan bahwa sesungguhnya cara atau metode mengajar adalah “seni” dalam hal ini “seni mengajar”. Sebagai suatu seni tentu saja metode mengajar harus menimbulkan kesenangan 1 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 75 2 Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetyo, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997) hal. 52 11 dan kepuasan berkewajiban bagi siswa. 3 Salah satu sumber belajar menyediakan lingkungan belajar kreatif yang dan menimbulkan kepuasan bagi kegiatan belajar anak didik di kelas adalah guru. Salah satu kegiatan yang harus guru lakukan adalah melakukan pemilihan dan penentuan metode yang bagaimana yang akan dipilih untuk mencapai tujuan pengajaran. Pemilihan dan penentuan metode ini didasari adanya metode-metode tertentu yang tidak bisa dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. 4 Khusus metode mengajar di dalam kelas, efektivitas suatu metode dipengaruhi oleh beberapa faktor tujuan, faktor siswa, faktor situasi, dan faktor guru itu sendiri. Dengan memiliki pengetahuan secara umum mengenai sifat metode seorang guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling sesuai dalam situasi dan kondisi pengajaran yang khusus. Untuk memilih metode mengajar yang akan di gunakan dalam rangka perencanaan pengajaran, perlu di pertimbangkan faktor-faktor tertentu antara lain: a. Kesesuaian metode pembelajaran dengan tujuan pembelajaran. Metode belajar adalah alat untuk mencapai tujuan, maka tujuan itu harus di ketahui dan di rumuskan dengan jelas sebelum menentukan atau memilig metode pembelajaran. Misalnya jika metode 3 Binti Maunah, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009) hal. 55- 4 Syaiful Bahri Djamarah dan Zain Aswan, Strategi Belajar Mengajar .... hal. 77 56 12 pembelajaran berkaitan dengan kognitif siswa, maka metode pembelajaran yang di gunakan harus berbeda dengan tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan psikomotor. b. Kesesuaian metode pembelajaran dengan materi pembelajaran. Materi pembelajaran dari masing-masing mata pelajaran tentu saja berbeda-beda. Misalnya materi pelajaran matematika yang berssifat berpikir logis akan berbeda dengan materi pembelajaran pendidikan jasmani yang lebih bersifat praktis. Oleh karena itu metode pembelajaran yang di gunakan harus sesuai dengan sifat materi pembelajaran tersebut. c. Kesesuaian metode dengan kemampuan guru. Seorang guru di tuntut untuk menguasai semuja metode pembelajaran. Namun pada saat tertentu kemampuan guru terbatas, misalnya dalam keadaan sakit, sempitnya alokasi waktu pembelajaran, atau keadaan kelas yang tidak memungkinkan. Oleh karena itu guru di tuntut cerdik mensiasati dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kemampuannya. d. Kesesuaian metode pembelajaran dengan kondisi siswa. Kondisi siswa berhubungan dengan usia, latar belakang kehidupan, keadaan tubuh atau tingkat kemampuan berpikirnya. Siswa yang tingkat berpikirnya tinggi, maka mengikuti metode apapun akan siap. e. Kesesuaian metode pembelajaran dengan sumber dan fasilitas yang tersedia. 13 Sumber dan fasilitas yang tersedia di suatu sekolah tentu saja berbeda-beda baik dari segi kualiatas maupun kualitas. Sekolah yang sumber dan fasilitasnya lengkap akan mudah menentukan metode yang akan di gunakan. Namun bagi sekolah dengan sumber dan fasilitas yang kurang lengkap, maka metode yang kurang tepat hendaknya di sesuaikan dengan keadaan. f. Kesesuaian metode pembelajaran dengan situasi kondisi belajar mengajar. Situasi ini bisa berkaitan dengan tempat di mana pembelajaran itu di lakukan, apakah di daerah perkotaan yang menggunakan berbagai metode pembelajaran, atau di daerah pedesaan dengan letak geografis yang terpencil yang tidak memungkinkan menggunakan metode pembelajaran tertentu. 5 2. Tinjauan Tentang Metode Role Playing a. Pengertian Metode Role Playing Peran (role) dapat diartikan cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu. Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan yang dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu tergantung kepada apa yang diperankan.6 5 6 hal. 80 Asra Sumiati, Metode Pembelajaran, (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009) hal. 92-95 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), 14 Menurut Hisyam Zaini pengajar melibatkan peserta didik dalam role playing karena satu atau lebih alasan dibawah ini7 : 1) Mendemonstrasikan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang diperoleh. 2) Mendemonstrasikan integrasi pengetahuan praktis. 3) Membandingkan dan mengkontraskan posisi-posisi yang diambil dalam pokok permasalahan. 4) Menerapkan pengetahuan pada pemecahan masalah. 5) Menjadikan problem yang abstrak menjadi kongkrit. 6) Membuat spekulasi terhadap ketidak-pastian yang meliputi pengetahuan. 7) Melibatkan peserta didik dalam pmbelajaran yang langsung. 8) Mendorong peserta didik memanipulasi pengetahuan dengan cara yang dinamik. 9) Mempelajari bidang tertentu dari kurikulum secara selektif. 10) Memfasilitasi ekspresi sikap dan perasaan peserta didik dengan sah. 11) Mengembangkan pemahaman yang empatik. 12) Memberi feedback yang segera bagi pengajar dan peserta didik. b. Aspek Metode Role Playing Role playing berdasarkan pada tiga aspek utama dari pengalaman peran dalam kehidupan sehari-hari8 : 7 Hisyam Zaini, et.all., Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), hal. 100 15 1) Mengambil peran (Role-taking), yaitu tekanan ekspektasi-ekspektasi sosial terhadap pemegang peran, contoh : berdasarkan pada hubungan keluarga (apa yang harus dikerjakan anak perempun), atau berdasar tugas jabatan (bagaimana seseorang agen polisi harus bertindak), dalam situasi-situasi sosial. 2) Membuat peran (Role-making), yaitu kemampuan pemegang peran untuk berubah secara dramatis dari satu peran ke peran yang lain dan menciptakan serta memodifikasi peran sewaktu-waktu diperlukan. 3) Tawar-menawar peran (Role-negotiation), yaitu tingkat dimana peranperan dinego-siasikan dengan pemegang-pemegang peran yang lain dalam parameter dan hambatan interaksi sosial. c. Langkah-langkah Metode Role Playing Keberhasilan metode pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada kualitas permainan peran yang diikuti dengan analisis terhadapnya. Disamping itu, tergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap situasi yang nyata. Dalam melaksanakan metode role playing, maka perlu memperhatikankan langkah-langkah metode role playing9: 1) Guru harus menerangkan kepada siswa, untuk memperkenalkan metode ini, bahwa dengan jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual ada di masyarakat. Kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang akan berperan. 8 9 Ibid, hal. 98 Roestiyah N. K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 91 16 2) Guru harus memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat anak. Ia mampu menjelaskan dengan menarik, sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah itu. 3) Agar siswa memahami peristiwanya, maka guru harus bisa menceritakan sambil untuk mengatur adegan yang pertama. 4) Bila ada kesedihan sukarela dari siswa untuk berperan, harap ditanggapi tetapi guru harus mempertimbangkan apakah ia tepat untuk perannya itu. 5) Jelaskan pada pemeran-pemeran itu sebaik-baiknya, sehingga mereka tahu tugas peranannya, menguasai masalahnya pandai bermimik maupun berdialog. 6) Siswa yang tidak turut berperan harus menjadi penonton yang aktif. Disamping mendengarkan dan melihat, mereka harus bisa memberi saran dan kritik pada apa yang akan dilakukan setelah sosiodrama selesai. 7) Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu guru dalam menimbulkan kalimat pertama dalam berdialog. 8) Setelah sosiodrama itu dalam situasi klimaks, maka harus dihentikan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum. Sehingga para penonton ada kesempatan untuk berpendapat, menilai permainan, dan sebagainya. Sosiodrama dapat dihentikan pula bila sedang menemui jalan buntu. 17 9) Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, walau mungkin masalahnya belum dipecahkan, maka perlu dibuka tanya jawab, diskusi atau membuat karangan yang berbentuk sandiwara. d. Tujuan Penggunaan Metode Role Playing Bermain peran sebagai suatu metode pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dalam lingkungan sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan pelaku orang lain. Tujuan yang diharapkan dengan penggunaan metode role playing antara lain adalah:10 1) Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain. 2) Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab. 3) Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan. 4) Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah. 5) Memberikan kesempatan untuk meninjau suatu situasi sosial dari berbagai sudut pandang tertentu. e. Kelebihan Metode Role Playing Pembelajaran dengan menggunakan metode role playing atau bermain peran, pada dasarnya memberikan ketrampilan kepada siswa 10 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Edisi Revisi, hal. 88 18 untuk berekspresi, memahami dan menghayati peranan yang dimainkan. Agar lebih jelas dalam pengertian bentuk kebaikan metode role playing, maka dibawah ini penulis kemukakan tentang kelebihan dari metode role playing menurut Roestiyah N.K, keunggulan metode role playing, antara lain : 1) Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama. 2) Siswa bebas mengambil keputusan dan bebas berekspresi secara utuh. 3) Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan. 4) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang sulit dilupakan. 5) Sangat menarik pada siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias. 6) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. 7) Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah dan mudah memetik butir-butir hikmah yang terkandung didalamnya dengan penghayatan siswa sendiri sebagaimana dengan metodemeode yang lain. 19 8) Dengan metode ini, siswa lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran karena masalah-masalah sosial sangat berguna bagi mereka. 9) Bagi siswa dengan berperan seperti orang lain, maka ia dapat menempatkan diri seperti watak orang lain itu.11 f. Kekurangan Metode Role Playing Pada suatu metode pembelajaran dengan menggunakan bentuk apapun juga metode apapun pasti ada yang namanya kekurangan didalamnya, begitu juga pada implementasi metode role playing ini juga sudah pasti ada kekurangannya. Dibawah ini akan dipaparkan oleh penulis dari beberapa kelemahan pada metode role playing menurut Abdorrakhman Gintings, kelemahan metode role playing, antara lain:12 1) Tidak semua guru menguasai kompetensi yang akan disimulasikan sehingga jika dipaksakan menerapkan metode bermain peran, maka simulasi tidak mewakili kondisi yang nyata. 2) Tidak semua guru memiliki kompetensi merancang kegiatan simulasi. 3) Memerlukan persiapan dan penyiapan yang matang serta membutuhkan banyak waktu dan sumberdaya lainnya. 4) Jika skenario pembelajaran tidak dirancang dengan cermat dan tidak dilaksanakan dengan serius justru akan menjadi kegiatan yang sia-sia dan perubahan dalam ketiga ranah perilaku tidak akan tercapai. Roestiyah N. K, Strategi Belajar Mengajar…., hal. 93 Abdorrakhman Gintings, Esensi Praktis Belajar & Pembelajaran, (Bandung: Humaniora, 2008), hal. 57 11 12 20 5) Jika waktu terbatas, tidak seluruh waktu pembelajaran dapat dituntaskan sehinga tidak semua kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa dapat tercapai. 6) Terdapat kemungkinan siswa tidak serius dalam memainkan perannya sehingga kegiatan simulasi menjadi ajang saling mencemooh diantara mereka. 3. Tinjauan Tentang Pembelajaran PKn a. Pengertian PKn (Pendidikan Kewarganegaraan) Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah dasar yang memberikan pelajaran tentang Negara Indonesia, sehingga siswa diharapkan dapat mengenal negaranya sendiri dengan tujuan mencetak siswa yang bangga akan bangsanya sendiri. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan tahap lanjut pendidikan bela Negara. Pendidikan ini diselenggarakan untuk membekali para selaku calon pemimpin di masa depan dengan kesadaran bela Negara serta kemampuan berpikir secara komprehensip integral dalam rangka ketahanan nasional. Kesadaran bela Negara ini berwujud sebagai kerelaan dan kesediaan melakukan upaya untuk kelangsungan hidup bangsa dan Negara melalui bidang profesinya.13 Mata pelajaran kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi 13 Zainul Ittihad Amin, Materi Pokok Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: Universitas terbuka,2011), hal. 1.38 21 agama, sosiokultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Berdasarkan fungsi tersebut, mata pelajaran kewarganegaraan harus dinamis dan mampu menarik perhatian peserta didik mengembangkan pemahaman, baik materi maupun keterampilan intelektual dan partisipasi dalam kegiatan sekolah yang berupa intra, kurikuler, dan ekstrakurikuler. Ketrampilan intelektual dalam mata pelajaran kewarganegaraan tidak dapat terpisahkan dari materi kewarganegaraan sebab untuk dapat berpikir secara kritis tentang suatu isu atau masalah, seseorang selain harus mempunyai pemahaman yang baik, latar belakang dan hal-hal kontemporer, yang relevan juga harus memiliki perangkat berpikir intelektual.14 Kemampuan dan ketrampilan berpartisipasi dalam proses politik juga diperlukan siswa yang meliputi kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan dan keputusan melalui kerjasama dengan orang lain, dengan cara mengetahui tokoh kunci pembuat kebijaksanaan dan keputusan, membantu koalisi, bernegosiasi, mencari konsensus, dan mengendalikan konflik. Perlu diinformasikan, bahwa berdasarkan kurikulum 2004, mata pelajaran kewarganegaraan untuk SD dan SMP diintegrasikan kedalam mata pelajaran Pengetahuan Sosial (PS). Sedangkan untuk sekolah menengah atas 14 hal. 141 Arnie Fajar, Portofolio dalam Pelajaran IPS, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 22 (SMA) tetap sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri yaitu mata pelajaran kewarganegaraan.15 b. Tujuan dan Karakteristik Mata Pelajaran PKn 1) Tujuan Mata Pelajaran PKn a) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. b) Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. c) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. d) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara lagsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi dan komunikasi.16 2) Karakteristik Mata Pelajaran PKn Menurut kurikulum berbasis kompetensi 2001, dijelaskan bahwa mata pelajaran ini memiliki karakteristik, yaitu : a) Pengetahuan kewarganegaraan. b) Ketrampilan kewarganegaraan. c) Karakter kewarganegaraan. 15 Ibid., hal. 142 Fathurrohman dan Wuri Wuryandani, Pembelajaran PKN di Sekolah Dasar : untuk PGSD dan Guru SD, (Yogyakarta: Nuha Lentera, 2011), hal.7-8 16 23 Ketiga hal tersebut merupakan bekal bagi peserta didik untuk menigkatkan kecerdasan multidimensional yang memadai untuk menjadi warga negara yang baik. Isi pengetahuan dari mata pelajaran ini diorganisasikan secara interdisipliner dari berbagai ilmu-ilmu sosial seperti ilmu politik, hukum, tata negara, psikologi dan berbagai bahan kajian lainnya yang berasal dari kemasyarakatan, nilai-nilai budi pekerti dan hak asasi manusia dengan penekanan kepada hubungan antara warga negara dan warga negara, warga negara dan pemerintah negara, serta warga negara dan warga dunia.17 Djahiri mengemukakan bahwa melalui Pendidikan Kewarganegaraan siswa diharapkan : a) Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI. b) Melaksanakan konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI c) Menghayati dan menyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir-butir UUD NRI 1945. d) Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh nalar.18 17 Ibid., hal. 143 Anonim, http://www.gudangmateri.com/2011/05/tujuan-pendidikankewarganegaraan.html, diakses 19 Maret 2014 18 kayakinan dan 24 4. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar Dalam istilah pendidikan prestasi belajar merupakan suatu pengertian yang terdiri dari dua hal yaitu “prestasi” dan “belajar”. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga sulit untuk dipisahkan, sebab dalam rangkaian belajar akan terdapat prestasi belajar, sedangkan prestasi akan menunjukkan nilai seberapa jauh yang diperoleh dalam kegiatan belajar. Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. prestasi akan berhasil diwujudkan manakala adanya usaha yang maksimal. sedangkan prestasi belajar menurut Nasrun Harahap yang dikutip Syaiful Bahri Djamarah memberi batasan, bahwa “prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum”19 Sedangkan Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Menurut Skiner belajar adalah suatu proses adaptasi ( penyesuaian tingkah laku ) yang berlangsung secara progresif. Pada hakikatnya belajar merupakan proses kognitif 19 Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya : Usaha Nasional, 1994,) hal 19 25 yang mendapat dukungan dari fungsi ranah Psikomotor. Fungsi psikomotor dalam hal ini yaitu mendengar, melihat dan mengucapkan.20 Berdasarkan dari beberapa pengertian prestasi belajar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil belajar yang dicapai siswa atau tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dalam proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu. b. Pendekatan Evaluasi Prestasi Belajar Ada dua macam pendekatan yang amat populer dalam mengevaluasi atau menilai tingkat keberhasilan / prestasi belajar yakni : Penilaian Acuan Norma (Norm- Referenced Assesment) dan Penilaian Acuan Kriteria (Criterion- Referenced Assesment). 1) Penilaian Acuan Norma (Norm- Referenced Assesment) Dalam penilaian yang menggunakan pendekatan PAN (Penilaian Acuan Norma), Prestasi belajar seorang peserta didik diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang dicapai teman-teman sekelas atau sekelompoknya. Jadi pemberian skor atau nilai peserta didik tersebut merujuk pada hasil perbandingan antara skor-skor yang diperoleh teman-teman sekelompoknya dengan skornya sendiri. Selain itu, pendekatan PAN juga dapat diimplementasikan dengan cara menghitung dan membandingkan presentase Jawaban 20 71 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada , 2003), hal 64- 26 Benar yang dihasilkan seorang siswa dengan persentase jawaban benar yang dihasilkan kawan-kawan sekelompoknya. Kemudian, persentase jawaban-jawaban benar dari masing-masing siswa tersebut dikonversasikan ke dalam nilai 1-10 atau 10-100. 2) Penilaian Acuan Kriteria (Criterion- Referenced Assesment). Penilaian dengan pendekatan PAK (Penilaian Acuan Kriteria) merupakan proses pengukuran prestasi belajar dengan cara membandingkan pencapaian seorang siswa dengan berbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara baik sebagai patokan absolut. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan Pendekan Acuan Kriteria diperlukan adanya kriteria mutlak yang merujuk pada tujuan pembelajaran umum dan khusus (TPU dan TPK). Artinya, nilai atau kelulusan seorang siswa bukan berdasarkan perbandingan dengan nilai yang dicapai oleh rekan-rekan sekelompoknya melainkan ditentukan oleh penguasaan materi pelajaran hingga batas yang sesuai dengan tujuan instruksional. Pendekatan penilaian seperti diatas biasanya diterapkan dalam sistem belajar tuntas, seorang siswa baru dapat dinyatakan lulus dalam evaluasi suatu mata pelajaran apabila telah menguasai seluruh materi secara merata dan mendalam dengan nilai minimal 80.21 21 Ibid. Hal 216-218 27 c. Batas minimal prestasi belajar Seorang guru perlu harus bisa menetapkan batas minimal keberhasilan belajar para siswanya. Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah prestasi siswa yang dianggap berhasil dalam arti luas bukanlah perkara mudah. Keberhasilan dalam arti luas berarti keberhasilan yang meliputi ranah cipta, rasa dan karsa siswa. Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Diantara norma pengukuran tersebut ialah : (a) norma skala angka dari 0 sampai 10, (b) norma skala angka dari 0 sampai 100. Angka terendah yang menyatakan kelulusan / keberhasilan belajar skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60. Alhasil pada prinsipnya jika seorang siswa dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab lebih dari setengah instrumen evaluasi dengan benar, ia dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar.22 d. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Berhasil atau tidaknya dalam belajar disebabkan beberapa faktor, yaitu berasal dari dalam diri orang yang belajar dan ada pula yang diluar dirinya. 22 Ibid., hal 219- 220 28 Yang tergolong faktor internal adalah : 1. Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya. 2. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri atas: a. Faktor interaktif yang meliputi : (a) faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat, (b) faktor kecakapan yaitu prestasi yang telah dimiliki. b. Faktor non interaktif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri. 3. Faktor kematangan fisik maupun psikis Yang tergolong faktor eksternal, ialah:23 a. Faktor sosial yang terdiri atas: 1) Lingkungan keluarga Faktor keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan siswa dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup atau kurangnya perhatian dan bimbingan orang tua, keharmonisan keluarga, semuanya turut mempengaruhi pencapaian prestasi belajar siswa. 23 138 Abu Ahmadi dan Widodo S, Psikologi Belajar, ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004), hal 29 2) Lingkungan sekolah Lingkungan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan siswa, keadaan fasilitas sekolah, keadaan ruangan, dan sebagainya. Semua ini turut mempengaruhi prestasi belajar siswa. 3) Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat juga menentukan prestasi belajar. Bila disekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang berpendidikan, terutama anak-anaknya rata-rata berpendidikan tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak lebih giat belajar. Tetapi sebaliknya, apabila tinggal di lingkungan banyak anak-anak yang nakal, tidak berpendidikan dan pengangguran, hal ini akan mengurangi semangat belajar atau dapat dikatakan tidak menunjang, sehingga motivasi belajar berkurang. b. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian. c. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim. 4. Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.24 24 Ibid., hal 138 30 B. Penelitian Terdahulu Sebelum adanya penelitian ini, sudah ada beberapa penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti yang membahas tentang peningkatan prestasi belajar siswa pada berbagai mata pelajaran dengan menggunakan metode role playing. Pertama, penelitian Didik Iryanto dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Metode Role Playing dalam Pembelajaran PKn untuk Meningkatkan Aktivitas, Prestasi dan Motivasi Belajar siswa Kelas V di SDN Karangbesuki I Malang. Hasil penelitian dalam metode role playing dalam pembelajaran PKn siswa kelas V di SDN Karangbesuki I Malang adalah sebagai berikut : (1) Aktivitas belajar siswa selama penerapan metode role playing yang berlangsung pada siklus I dan siklus II mengalami peningkatan nilai rata-rata yaitu pada siklus I sebesar 51,25% dan pada siklus II sebesar 80%. (2) prestasi belajar siswa menunjukkan kenaikan nilai yang cukup signifikan antara pre test dan post test. Sebelum menggunakan role playing, nilai pre test adalah 72,37. Setelah diterapkan metode role playing, nilai ratarata post test siswa menjadi meningkat sebesar 88,16. (3) motivasi belajar siswa menjadi meningkat terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode role playing. Siswa memberikan respon yang sangat positif dari hasil pengisian angket yang telah diberikan.25 25 Didik Iryanto, Penerapan Metode Role Playing dalam Pembelajaran PKn untuk Meningkatkan Aktivitas, Prestasi dan Motivasi Belajar siswa Kelas V di SDN Karangbesuki I Malang. Hasil penelitian dalam metode role playing dalam pembelajaran PKn siswa kelas V di SDN Karangbesuki I Malang, http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=35770. diakses 19 Maret 2014 31 Kedua, penelitian yang dilaksanakan oleh Nurhatim, Mahasiswa Program Studi S1 Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang, 2009, dengan judul “Penggunaan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Kemampuan Menceritakan Isi Cerpen”. Dari hasil penelitiannya terbukti adanya peningkatan yang sangat signifikan mulai tahap pembelajaran pratindakan, siklus I, sampai dengan siklus II. Pada aspek kebahasaan, pemerolehan nilai rata-rata tingkat keberhasilan pada saat pratindakan untuk skor C (cukup) sejumlah satu siswa dan D (kurang) sebanyak 14 siswa, bahkan nilai gagal (E) mencapai sembilan siswa. Pada siswa siklus I meningkat 75% termasuk kategori berhasil dari 24 siswa, dengan pemerolehan skor A (baik sekali) sejumlah lima siswa, termasuk kategori berhasil, nilai B (baik) sejumlah 11 siswa, termasuk kategori dan nilai C (cukup) 8 siswa. Pada siklus II berdasarkan hasil evaluasi akhir, tingkat keberhasilannya mencapai nilai sempurna yakni 15 siswa mendapat skor baik sekali (A), dan 9 siswa mendapat skor B (baik).26 Ketiga, penelitian Umi Lailatul Mucharomah dalam sekripsinya yang berjudul “Penggunaan Metode Role Playing Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Pokok Bahasan Jual Beli Siswa Kelas III MIN Tunggangri Kalidawir Tulungagung Tahun Ajaran 2012/2013”. Penggunaan metode Role Playing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III MIN Tunggangri Kalidawir Tulungagung pada pokok bahasan jual beli. Dalam penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa keaktifan siswa dalam mengikuti proses 26 Nurhatim, Penggunaan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Kemampuan Menceritakan Isi Cerpen, http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/sastraindonesia/article/view/298. diakses 19 Maret 2014 32 pembelajaran semakin meningkat. Hal ini dapat diketahui dari hasil pengamatan aktivitas siswa terdapat peningkatan dari siklus 1 sampai siklus 2 yaitu dari 82,3% meningkat menjadi 82,69% dengan kategori sangat baik. Untuk hasil tes juga mengalami peningkatan pada tes akhir siklus 1 nilai ratarata siswa 76,33 dan pada siklus 2 nilai rata-ratanya 83,66. Demikian juga dalam hal ketuntasan juga mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 yaitu 66,7% naik menjadi 83,3%.27 Keempat, penelitian Nofi Endasari dalam sekripsinya yang berjudul “Upaya Peningkatan Pemahaman dan Motivasi Belajar Siswa Melalui Penerapan Metode Role Playing Mata Pelajaran PKN Kelas III MI Tarbiyatussibyan Boyolangu Tulungagung”. Penggunaan metode Role Playing dalam pembelajaran dapat membantu meningkatkan pemahaman dan motivasi belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan tingkat keberhasilan belajar peserta didik yang cukup memuaskan yang dapat diketahui dari indikator keberhasilan yang berupa nilai hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran dan angket respon siswa. Untuk mengetahui pemahaman siswa, digunakan nilai hasil observasi pada siklus I pengamatan aktivitas peneliti 72%, aktivitas siswa 76,6%, masuk dalam kategori cukup, pada siklus II pengamatan aktivitas peneliti 91%, aktivitas siswa 92,22% masuk dalam kategori sangat baik. Rata-rata hasil belajar peserta didik pada pre-test adalah 66,25 pada tes akhir siklus pertama meningkat menjadi 73,75, sedangkan pada tes akhir siklus II meningkat sebesar 5% maka diperoleh hasil terakhir 78,75. Nilai 27 Umi Lailatul Mucharomah, Penggunaan Metode Role Playing Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Pokok Bahasan Jual Beli Siswa Kelas III MIN Tunggangri Kalidawir Tulungagung Tahun Ajaran 2012/2013, (Tulungagung: Skripsi tidak diterbitkan, 2013) 33 hasil belajar ini tingkat keberhasilannya berada pada kriteria sangat baik. Sedangkan akumulasi ketuntasan klasikal peserta didik pada pre-test hanya mencapai 50% atau hanya 4 siswa yang dinyatakan tuntas dari 8 orang siswa, kemudian setelah pelaksanaan tindakan siklus I mengalami peningkatan menjadi 62,5% atau 5 siswa dinyatakan tuntas dari 8 orang siswa, selanjutnya pada siklus II lebih meningkat lagi menjadi 87,5% atau 7 siswa dinyatakan tuntas dari 8 orang siswa dan hanya 1 siswa yang dinyatakan tidak tuntas. 28 Berdasarkan empat penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa keempat peneliti menggunakan mata pelajaran yang berbeda dengan satu metode yang sama. Disini peneliti memfokuskan pada mata pelajaran PKn menggunakan metode role playing untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa, respon siswa terhadap penerapan metode role playing, dan peningkatan prestasi belajar PKn dengan menggunakan metode role playing. C. Hipotesis Tindakan Jika metode Role Playing diterapkan pada siswa kelas IV MIN Mergayu Bandung Tulungagung pada mata pelajaran PKn pokok bahasan pengaruh globalisasi, Maka prestasi belajar siswa akan meningkat. D. Kerangka Pemikiran Dalam proses belajar mengajar khususnya bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan, sangat memungkinkan ada materi tertentu yang harus disampaikan dengan metode role playing. Metode role playing ini merupakan 28 Nofi Endarsari, Upaya Peningkatan Pemahaman dan Motivasi Belajar Siswa Melalui Penerapan Metode Role Playing Mata Pelajaran PKN Kelas III MI Tarbiyatussibyan Boyolangu Tulungagung, (Tulungagung: Skripsi tidak diterbitkan, 2012) 34 suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan yang dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang dilakukan di MIN Mergayu Bandung awalnya menggunakan metode pembelajaran yang masih bersifat konvensional, yaitu metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. Sehingga proses pembelajaran tidak bisa berjalan secara efektif. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang lebih efektif di dalam kelas dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sangat tergantung pada keaktifan dan interaksi yang terjadi antar siswa. Interaksi antar siswa sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar, karena dengan adanya interaksi dalam proses belajar mengajar maka siswa akan kelihatan lebih aktif dan pembelajaran akan berjalan efektif sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Salah satu cara untuk meningkatkan prestasi belajar siswa adalah dengan mengajak siswa untuk mendiskusikan materi pelajaran. Adapun metode yang tepat digunakan adalah Role Playing. Pembelajaran dengan metode ini, siswa akan lebih aktif dan pembelajaran akan berjalan efektif, karena dalam pembelajaran ini siswa akan langsung dituntut untuk mendiskusikan masalah dalam materi pelajaran yang diberikan. Sehingga interaksi siswa yang terjadi di kelas dalam proses belajar akan lebih meningkat dan peran kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar individu. 35 Adapun penggunaan Role Playing melalui beberapa langkah. Langkah-langkah yang harus ada dan dilaksanakan adalah: 1) Guru menjelaskan tentang metode Role Playing. 2) Guru harus memilih masalah yang urgen. 3) Guru bercerita sambil mengatur adegan. 4) Guru menjelaskan peran-peran yang akan dimainkan. 5) Siswa yang tidak ikut berperan harus menjadi penonton yang aktif. Dan 6) Melakukan tanya jawab. Sesuai dengan langkah-langkah Role Playing diharapkan pembelajaran di MIN Mergayu Bandung Tulungagung, khusnya siswa kelas IV pada mata pelajaran PKn akan menjadi lebih efektif dan menyenangkan sehingga prestasi belajar siswa mengalami peningkatan. Uraian dari kerangka pemikiran di atas, dapat digambarkan pada sebuah bagian dibawah ini: 36 Gambar 2.1. Bagian Kerangka Pemikiran Problmatika Proses Pembelajaran PKn Metode Masih Bersifat Konvensional Keaktifan dan Interaksi Siswa Kurang Tindakan Role Playing Langkah-langkah Pembelajaran: Siswa Aktif 1. Guru menjelaskan tentang metode Role Playing. 2. Guru harus memilih masalah yang urgen. 3. Guru bercerita sambil mengatur adegan. 4. Guru menjelaskan peranperan yang akan dimainkan. 5. Siswa yang tidak ikut berperan harus menjadi penonton yang aktif. 6. Melakukan tanya jawab. Pembelajaran Efektif Prestasi Belajar Siswa Meningkat Interaksi Antar Siswa