pengaruh metode bermain peran (role playing - E

advertisement
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
PENGARUH METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING)
TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA PADA
ANAK KELOMPOK A
Ni Putu Dessy Rumilasari1, I Made Tegeh2, Putu Rahayu Ujianti3
1,3
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
2
Jurusan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
E-mail: [email protected], [email protected] 2,
[email protected] 3
Abstrak
Penelitian ini dilatar belakangi oleh masih banyaknya anak yang mengalami kesulitan dalam
kemampuan berbicara berdasarkan hasil pencapaian perkembangan bahasa yang berada
pada kategori belum berkembang dan mulai berkembang. Sehingga diperlukan inovasi
dalam metode pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan berbicara pada anak
kelompok A di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh metode bermain peran (role playing) terhadap kemampuan berbicara
pada anak kelompok A semester II di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja Tahun Pelajaran
2015/2016. Penelitian ini tergolong quasi experiment dengan rancangan post-test only
control group design. Populasi penelitian adalah anak kelompok A di TK Aisyiyah Bustanul
Athfal Singaraja Tahun pelajaran 2015/2016. Sampel penelitian ini adalah 24 anak kelompok
A3 sebagai kelompok eksperimen, dan 24 anak kelompok A1 sebagai kelompok kontrol yang
dipilih dengan teknik porpusive sampling. Data penelitian tentang kemampuan berbicara
dikumpulkan dengan metode observasi menggunakan instrumen daftar cocok (checklist).
Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan uji-t. Hasil
menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan metode bermain peran (role playing)
terhadap kemampuan berbicara pada anak kelompok A di TK Aisyiyah Bustanul Athfal
Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016 (sig= 11,18 > 2,021).
Kata-kata kunci: anak usia dini, metode bermain peran (role playing), kemampuan berbicara
Abstract
This research was motivated by still many children who have difficulty in speaking based on
the achievement of language development that are in the category of underdeveloped and
began to develop. So that the necessary innovations in teaching methods that can increase
the ability speak to the children in group A in kindergarten Aisyiyah Bustanul Athfal
Singaraja. The purpose of this research is as well as to determine the effect of role playing
method on speaking ability in group A the second semester of kinder garten Aisyiyah
Bustanul Athfal Singaraja the academic year 2015/2016. This research is classified as quasiexperimental design with posttest only control group design.The study population was a
group of children in kindergarten Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja school year
2015/2016.The sample was 24 child of group A3 as the experimental group, and 24 child of
group A1 as the control group were selected by porpusive sampling. Data collected research
on speaking ability with the observation method with instruments such as checklist. Results
showed a significant difference method role playing the ability to speak to the children in
group A in kindergarten Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja in the school year 2015/2016 (sig
= 11.18> 2.021).
Keywords: early childhood, role playing method, speaking ability
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan landasan bagi
setiap individu untuk mempelajari sesuatu
hal. Bahasa membentuk dasar, persepsi,
komunikasi, dan interaksi harian setiap
individu. Bahasa adalah suatu sistem
simbol
yang
mengategorikan,
mengorganisasi,
dan
mengklarifikasi
pikiran. Melalui bahasa, individu mampu
menggambarkan
dunia
dan
belajar
mengenai dunia (Stice dalam Otto, 2015).
Bahasa memberi sumbangan yang besar
bagi perkembangan anak. Dengan bantuan
bahasa anak akan tumbuh menjadi pribadi
yang dapat berpikir, merasa, bersikap,
berbuat, serta memandang dunia dan
kehidupan seperti orang-orang di sekitarnya
(Wirya,dkk:2014).
Perkembangan bahasa anak sangat
perlu mendapat perhatian, karena bahasa
merupakan sarana komunikasi anak untuk
menjalin hubungan dengan orang lain dan
lingkungan. Hal ini juga diungkapkan oleh
Depdiknas (dalam Susanto, 2011:81) yaitu,
“fungsi bahasa bagi anak usia dini, salah
satunya ialah sebagai alat berkomunikasi
dengan lingkungan, sebagai alat untuk
mengembangkan ekspresi anak, dan
sebagai alat untuk menyatakan perasaan
dan buah pikiran kepada orang lain”.
Kemampuan anak untuk mengucapkan
bunyi-bunyi untuk mengekspresikan serta
menyampaikan pikiran dan perasaan
disebut kemampuan berbicara.
Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan peneliti pada akhir bulan Februari
2016 di TK Aisyiyah Bustanul Athfal pada
anak kelompok A diperoleh data bahwa,
guru menggunakan metode ceramah untuk
menyampaikan tema yang sedang dibahas.
Selama kegiatan berlangsung, terlihat
masih banyak anak yang pasif dan belum
mampu mengungkapkan ide kepada orang
lain. Penggunaan metode yang menoton
pada kegiatan pembelajaran berdampak
pada rendahnya kemampuan berbicara
anak. Hasil pengamatan dapat dilihat pada
Lampiran 01. Pada kegiatan pembelajaran,
terlihat masih banyak anak yang belum
mampu mengungkapkan ide kepada orang
lain, dan masih banyak anak yang pasif
selama kegiatan berlangsung. Anak belum
mampu
dengan
mandiri
menjawab
pertanyaan guru secara sederhana, belum
mampu dengan mandiri mengulang kata
dan kalimat sederhana yang disampaikan
guru, belum mampu melakukan percakapan
dengan baik dengan lawan bicara, belum
mampu dengan mandiri menggunakan
pembendaharaan kata mengenai (kata
sifat, kata keterangan, kata perintah, kata
waktu, dan
kata perbandingan) dalam
suatu kalimat, serta belum mampu dengan
mandiri menyatakan alasan terhadap
sesuatu
yang
diinginkan
atau
ketidaksetujuan.
Menanggulangi permasalahan tersebut,
solusi yang dapat ditawarkan ialah dengan
menerapkan metode bermain peran (role
playing). Metode bermain peran (role
playing) adalah suatu metode pembelajaran
dengan melakonkan atau memerankan
tokoh dalam suatu cerita. Supriyati (dalam
Azizah 2013:32) menyatakan, “metode
bermain peran adalah permainan yang
memerankan tokoh-tokoh atau benda
sekitar
anak
sehingga
dapat
mengembangkan daya khayal (imajinasi)
dan penghayatan terhadap bahan kegiatan
yang
dilaksanakan”.
Hasil
penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Smilansky
(dalam Azizah, 2013:4) mengungkapkan,
“anak yang memiliki sedikit pengalaman
main peran terlihat mendapatkan kesulitan
dalam merangkai kegiatan dan percakapan
mereka”. Merujuk pada hasil penelitian
Smilansky, maka metode bermain peran
(role playing) perlu diterapkan pada anak
untuk menstimulasi kemampuan berbicara,
sehingga anak akan mampu merangkai
kalimat dan melakukan percakapan dengan
teman sebaya. Maka dari itu, perlu
dilakukan penelitian tentang, Pengaruh
Metode Bermain Peran (Role Playing)
Terhadap Kemampuan Berbicara pada
Anak Kelompok A Semester II di TK
Aisyiyah Bustanul Athfal Tahun Pelajaran
2015/2016. Adapun tujuan penelitian ini
ialah untuk mengetahui pengaruh yang
signifikan metode bermain peran (role
playing) terhadap kemampuan berbicara
pada anak kelompok A semester II di TK
Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja.
Bermain
peran
(Role
Playing)
merupakan kegiatan bermain dengan
melakonkan sebuah peran dalam naskah
cerita/drama. Said dan Andi (2015:247)
menyatakan, “bermain peran adalah
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
permainan
yang
para
pemainnya
memainkan peran tokoh-tokoh khayalan
dan berkolaborasi untuk merajut sebuah
cerita
bersama”.
Ungkapan
serupa
dinyatakan Suparman (dalam Azizah,
2013:24),
“Bermain
peran
berarti
memainkan satu peran tertentu sehingga
yang bermain tersebut mampu berbuat
(bertindak dan berbicara) seperti peran
yang dimainkannya”. Sejalan dengan
pendapat
ini
Kertamuda
(2015:73)
menyatakan, “Bermain peran adalah cara
memahami sesuatu melalui peran-peran
yang dilakukan oleh tokoh atau bendabenda di sekitar anak, sehingga anak dapat
memahami sesuatu sambil berimajinasi”.
Bermain peran dikenal juga dengan
sebutan bermain pura-pura, khayalan,
fantasi, make believe, atau simbolik
(Madyawati, 2016). Metode bermain peran
(role
playing)
merupakan
metode
pembelajaran
dimana
tekniknya
menekankan
kepada
siswa
mampu
berperan atau memainkan peran dalam
dramatisasi. Berdasarkan beberapa uraian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa bermain
peran merupakan cara memahami sesuatu
melalui permainan memerankan tokohtokoh
khayalan
untuk
berimajinasi,
berkolaborasi, membayangkan diri di masa
depan, sehingga yang bermain tersebut
mampu berbuat (bertindak dan berbicara)
seperti peran yang dimainkan.
Metode bermain peran (role playing)
dapat diterapkan pada anak Taman Kanakkanak, yang secara khusus meliputi
beberapa tahapan (Shatfel dan Shatfel
dalam Mulyasa, 2012). Tahapan-tahapan
tersebut
sebagai
berikut:
pertama
menghangatkan suasana dan memotivasi
anak,
yaitu
dengan
mengemukakan
masalah yang dapat diangkat dari
kehidupan anak-anak, agar anak dengan
mudah memahami masalah yang hadir dan
memiliki keinginan untuk mengetahui
bagaimana
masalah
itu
sebaiknya
dipecahkan, kedua memilih peran dalam
pembelajaran yaitu guru mendeskripsikan
berbagai watak atau karakter pada cerita,
apa yang mereka suka, bagaimana mereka
merasakan dan apa yang harus mereka
kerjakan, kemudian anak-anak diberikan
kesempatan untuk memilih peran dan
anggota kelompok dalam kegiatan bermain
peran, ketiga menyusun tahap-tahap peran
yaitu, para pemeran menyusun garis-garis
besar adegan yang akan diperankan, guru
dapat
membantu
anak
menyiapkan
adegan-adegan
dengan
mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, seperti di mana
pemeranan dilakukan, apakah tempat
sudah dipersiapkan dan sebagainya,
keempat menyiapkan pengamat, pengamat
dipersiapkan secara matang dan terlibat
dalam cerita yang akan dimainkan, agar
semua anak turut mengalami dan
menghayati peran yang dimainkan dan aktif
mendiskusikannya, biasanya pengamat
diberi tugas, seperti menilai apakah peran
yang dimainkan sesuai dengan keadaan
sebenarnya atau tidak, kelima tahap
pemeranan yaitu anak-anak mulai beraksi
secara spontan, sesuai dengan peran
masing-masing, dan berusaha memainkan
setiap peran sesuai aslinya. Pemeranan
cukup dilakukan dengan singkat, sesuai
tingkat kesulitan dan kompleksitas masalah
yang diperankan serta jumlah peserta didik
yang dilibatkan, keenam diskusi dan
evaluasi pembelajaran, diskusi akan mudah
dimulai jika pemeran dan pengamat telah
terlibat dalam bermain peran, baik secara
emosional maupun secara intelektual.
Dengan melontarkan sebuah pertanyaan,
anak-anak akan segera terpancing untuk
diskusi. Diskusi dapat diarahkan pada
pengajuan alternatif-alternatif pemeranan
yang akan ditampilkan kembali.
Metode bermain peran (role playing)
dilihat dari jenisnya, dibedakan menjadi dua
yaitu bermain peran mikro dan bermain
peran makro (Madyawati, 2016). Bermain
peran
makro
yaitu
anak
berperan
sesungguhnya dan menjadi seseorang atau
sesuatu. Saat anak memiliki pengalaman
sehari-hari dengan bermain peran makro,
anak belajar berbagai macam keterampilan
pra-akademis, seperti mendengarkan, tetap
dalam tugas, menyelesaikan masalah, dan
bermain bekerjasama dengan teman lain.
Bermain peran mikro yaitu anak memegang
atau menggerak-gerakkan benda berukuran
kecil untuk menyusun sebuah adegan. Saat
anak bermain peran mikro, anak belajar
untuk menghubungkan dan mengambil
sudut pandang dari orang lain.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
Perbedaan metode bermain peran
dilihat dari jumlah pemerannya yaitu
metode bermain peran makro adalah
bermain yang sifatnya kerja sama lebih dari
2 orang bahkan lebih khususnya untuk
anak usia taman kanak-kanak, sedangkan
metode bermain mikro adalah awal bermain
kerja sama dilakukan hanya 2 orang saja
bahkan sendiri (Mutiah dalam Khumaira,
2015). Berdasarkan pemaparan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa metode bermain
peran (role playing) dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu metode bermain
peram makro yaitu anak bermain peran
sesungguhnya yang sifatnya kerjasama dan
dilakukan oleh 2 orang atau lebih, dan
metode bermain peran mikro yaitu anak
memegang atau menggerakkan bendabenda berukuran kecil untuk menyusun
suatu adegan dan dilakukan oleh 2 orang
atau bahkan sendiri. Dalam penelitian ini,
jenis metode bermain peran (role playing)
yang digunakan ialah bermain peran makro.
Bermain peran bukanlah permainan
tanpa maknna. Madyawati (2016) manfaat
metode bermain peran (role playing) dalam
perkembangan
anak
yaitu,
Pertama
membangun kepercayaan diri pada anak
melalui berpura-pura menjadi peran yang
anak inginkan, dapat membuat anak
merasakan sensasi menjadi karakterkarakter
yang
diperankan
sehingga
kepercayaan diri anak meningkat. Kedua
mengembangkan kemampuan berbahasa,
dimana saat bermain peran anak akan
berbicara seperti karakter atau orang yang
diperankannya. Hal ini dapat memperluas
kosa
kata
anak.
Membantu
anak
mengulangi dialog yang pernah didengar
dan membuat anak percaya diri dalam
berkomunikasi
dan
mengekspresikan
diri.eningkatkan
kreativitas
dan
akal
sehingga, anak memiliki akal yang banyak
untuk
mencoba
membangun
dunia
impiannya. Misalnya, kardus-kardus dibuat
menjadi istana, bayangan dari jari-jarinya
bermain menjadi bentuk hewan dan
sebagainya. Ketiga, membuka kesempatan
untuk memecahkan masalah yaitu pikiran
anak akan terlatih untuk menemukan solusi
jika terdapat masalah yang terjadi.
Contohnya, ketika boneka bayi ditidurkan,
anak akan menyadari bahwa bayi
memerlukan selimut agar hangat. Keempat,
membangun kemampuan sosial dan empati
dimana anak sedang menempatkan dirinya
dalam pengalaman menjadi orang lain,
sehingga akan membantu anak untuk
menghargai perasaan orang lain dan
membantu mengembangkan rasa empati.
Bermain peran akan lebih menyenangkan,
apabila dimainkan bersama teman-teman
karena anak dapat belajar berkomunikasi,
bergiliran, belajar berbagai peralatan atau
mainan bersama teman. Kelima, memberi
anak pandangan positif yaitu anak memiliki
imajinasi yang tidak terbatas, sehingga
melalui bermain peran membantu anak
berusaha mencapai mimpi dan cita-cita.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa, metode bermain peran
memiliki tujuan untuk mengembangkan
aspek perkembangan anak yang salah
satunya melatih kemampuan berbicara.
Selain
itu,
dengan
bermain
peran
pembelajaran berlangsung secara aktif
sehingga anak dapat belajar dengan
suasana yang menyenangkan.
Fungsi metode bermain peran (role
playing) yang berpengaruh positif terhadap
perkembangan
anak
khususnya
kemampuan berbicara, menjadi nilai lebih
dari metode bermain peran. Namun,
disamping kelebihannya metode bermain
peran juga memiliki kekurangan. Sudjana
(dalam Kurnia, 2011) mengemukakan,
Kelebihan metode bermain peran (role
playing) yaitu (1) Peran yang ditampilkan
dengan
menarik
akan
mendapatkan
perhatian dari anak, sehingga perhatian
anak dapat terfokus pada pembelajaran, (2)
Bermain peran ini dapat ditampilkan dalam
kelompok besar maupun kelompok kecil,
(3)
Dapat
membantu
anak
dalam
memahami pengalaman orang lain yang
melakukan peran, (4) Dapat membantu
untuk menganalisis. (5) Menumbuhkan
kemampuan dan rasa kepercayaan diri
anak dalam menghadapi masalah.
Pendapat lain dikemukakan oleh
Suparman (dalam Halida, 2011) yang
menyatakan, Kelebihan dan kekurangan
dari metode bermain peran yaitu (1)
Bermain
peran
merupakan
bentuk
kreativitas setiap anak melalui daya
imajinasi dan fantasi, memungkinkan anak
mengeksplorasi dunianya sendirisehingga
akan
terbangun
kreativitas
untuk
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
mempergunakan pikiran dan logika, (2)
Dengan bermain peran, anak melakukan
eksperimen dan menemukan bahwa
merancang sesuatu yang baru akan
menimbulkan kepuasan sehingga mereka
dapat mengalihkan minat kreatifnya ke
situasi di luar dunia bermain. Kekurangan
dari metode bermain peran (role playing)
yaitu kecenderungan tidak bersungguhsungguh, serta memerlukan waktu yang
cukup banyak. Berdasarkan pendapat
mengenai kelebihan metode bermain
peran, dapat disimpulkan bahwa metode
bermain peran dapat diterapkan dalam
pembelajaran di kelas, yang mampu
menstimulasi aspek perkembangan anak,
khususnya kemampuan berbicara.
Berbicara merupakan salah satu
kebutuhan manusia untuk mengungkapkan
ide dan perasaan kepada orang lain.
Tarigan
(dalam
Azizah,
2013:11)
menyatakan,“berbicara
merupakan
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi untuk mengekspresikan serta
menyampaikan pikiran dan perasaan”.
Berbicara bukanlah sekedar pengucapan
kata atau bunyi, tetapi merupakan suatu
alat untuk mengekspresikan, menyatakan,
menyampaikan, atau mengkomunikasikan
pikiran, ide, maupun perasaan (Wirya,dkk,
2014).
Sejalan dengan ini, Hurlock (1978:176)
menyatakan, “bicara adalah bentuk bahasa
yang menggunakan artikulasi atau katakata yang digunakan untuk menyampaikan
maksud”. Belajar berbicara pada anak usia
dini dapat digunakan sebagai alat
bersosialisasi dalam berteman serta melatih
kemandirian
anak.
Sementara
itu,
kemampuan
memiliki
arti
sebagai
kecakapan, kesanggupan, dan kekuatan
(Wigayuwiva, 2014). Kemampuan yang
mendapatkan stimulus yang tepat, akan
membantu anak untuk berkembang dengan
optimal. Berdasarkan pemaparan tersebut
dapat disimpulkan bahwa, kemampuan
berbicara merupakan kesanggupan anak
untuk
berkomunikasi
mengungkapan
pikiran, dengan menggunakan bunyi-bunyi
artikulasi untuk menyampaikan informasi
dan mengekspresikan pikiran kepada orang
lain.
Aspek dalam berbicara mencakup tiga
proses yang terpisah, namun saling
berhubungan satu dengan yang lain, yakni
belajar mengucapkan, membangun kosa
kata, dan membentuk kalimat. Hurlock
(1978:185) menyatakan, “cara anak belajar
berbicara meliputi tiga aspek yang saling
berhubungan,
yaitu
pengucapan,
pengembangan
kosa
kata,
dan
pembentukan
kalimat”.
Pertama,
pengucapan pronunciation) yang dipelajari
dengan
meniru.
Keseluruhan
pola
pengucapan anak akan berubah dengan
cepat jika anak ditempatkan dalam
lingkungan baru yang orang-orang di
lingkungannya tersebut mengucapkan katakata yang berbeda.
Perbedaan dalam
ketepatan
pengucapan
sebagian
bergantung pada tingkat pemerolehan
mekanisme suara, tetapi sebagian besar
bergantung
pada
bimbingan
yang
diterimanya dalam mengaitkan suara
kedalam kata yang berarti. Suarni (2009)
mengenai pengucapan bunyi tertentu
menemukan bahwa anak biasanya sulit
mengucapkan bunyi tertentu dan kombinasi
bunyi huruf mati, misalnya z, w, g, d dan s,
serta kombinasi huruf mati, seperti st, str,
dr, kr. Kedua, pengembangan kosa kata.
Untuk mengembangkan kosa kata, anak
harus belajar mengaitkan arti dengan bunyi.
Anak mempelajari dua jenis kosa kata yakni
(1) Kosa kata umum terdiri dari kata benda,
kata kerja, kata sifat, kata keterangan, kata
perangkai dan kata ganti; (2) Kosa kata
khusus terdiri dari kosa kata warna, jumlah
kosa kata, kosa kata waktu, kosa kata
uang, kosa kata ucapan popular, kosa kata
sumpah, bahasa rahasia. Dardjowidjojo
(2003) mengenai dua macam kata yang
dikuasai anak meliputi, kata utama dan kata
fungsi. Terlebih dahulu anak mengusai kata
utama, dimana kata utama terdiri dari tiga
macam yaitu kata nomina (kata benda),
verba (kata kerja), dan adjektiva (kata sifat).
Peningkatan jumlah kosa kata tidak hanya
karena mempelajari kata-kata baru, tetapi
juga karena mempelajari arti baru bagi
kata-kata lama. Anak usia prasekolah yang
berusia 4-5 tahun rata-rata memiliki kosa
kata 1.600 sampai dengan 2.100 kata.
Ketiga,
pembentukan
kalimat
yaitu
menggabungkan kata ke dalam kalimat
yang tata bahasanya benar dan dapat
dipahami oleh orang lain. Pada usia anak
sudah menginjak 4 tahun, kalimat yang
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
digunakan hampir lengkap dengan unsurunsur dalam kalimat. Rata-rata panjang
kalimat pada anak usia 4-5 tahun ialah
empat sampai lima kata (Syaodih, 2005).
Salah satu kalimat yang umum digunakan
anak,
ialah
kalimat
tanya.
Dalam
pembentukan kalimat, isi bicara anak dibagi
ke dalam dua kelompok besar, yakni bicara
berpusat pada diri sendiri (egosentrik) dan
bicara
berpusat
pada
orang
lain
(sosialisasi).
Bicara berpusat pada diri
sendiri (egosentrik) merupakan bicara yang
dilakukan untuk kesenangan diri sendiri,
sedangkan bicara berpusat pada orang lain
(sosialisasi)
merupakan
bicara
yang
disesuaikan
dengan
perilaku
yang
seseorang yang diajak bicara. Berdasarkan
pendapat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa dalam belajar berbicara, terdapat
tiga proses yang membantu anak untuk
berbicara yang meliputi, pengucapan
(diperoleh melalui meniru), pengembangan
kosa kata, pembentukan kalimat.
Kemampuan
berbicara
dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
faktor dalam dan faktor luar anak. Hurlock
(1978:185)
mengenai
pengaruh
kemampuan
berbicara
menyatakan,
Kemampuan berbicara dipengaruhi oleh
beberapa hal, antara lain persiapan fisik
untuk berbicara yaitu kematangan saraf dan
otot mekanisme suara yang diperlukan bagi
pemrosesan suara, kesiapan mental untuk
berbicara bergantung pada kematangan
otak, model yang baik untuk ditiru, hal ini
diperlukan agar anak tahu mengucapkan
kata dengan benar, kesempatan untuk
berpraktik,
motivasi,
ketika
anak
mengetahui
bahwa
mereka
dapat
memperoleh apa saja yang mereka
inginkan tanpa memintanya, dan jika anak
tahu bahwa pengganti bicara seperti tangis
dan isyarat dapat mencapai tujuan tersebut,
maka motivasi anak untuk belajar berbicara
akan melemah, bimbingan cara yang paling
baik untuk membimbing belajar berbicara
adalah menyediakan model yang baik,
mengadakan kata-kata dengan jelas, serta
memberikan bantuan mengikuti model.
Berdasarkan uraian mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi keterampilan
berbicara, dapat disimpulkan bahwa
keterampilan berbicara dapat dipengaruhi
oleh model yang baik untuk ditiru serta
adanya kesempatan yang diberikan pada
anak untuk berbicara. Hal tersebut dapat
dilakukan melalui metode bermain peran.
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian
eksperimen semu (quasi experiment),
dengan rancangan post-test only control
group design. Rancangan post-test only
control group design. Dalam penelitian ini
menggunakan
dua
kelompok
yaitu
kelompok yang mendapat perlakuan
disebut kelompok eksperimen, sedangkan
kelompok yang tidak mendapat perlakuan
disebut kelompok kontrol (Sugiyono, 2012).
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh kelompok A TK Asiyiyah Bustanul
Athfal. Sampel penelitian adalah kelompok
A1 sebagai kelompok kontrol yang terdiri
dari 24 anak, dan kelompok A3 sebagai
kelompok eksperimen yang terdiri dari 24
anak.
Pemilihan
sampel
penelitian
dilakukan dengan purposive sampling,
berdasarkan pertimbangan permasalahan,
kondisi kelas dan jumlah anak. Dilihat dari
permasalahan, yaitu kelompok yang
memiliki permasalahan yang sama pada
kemampuan berbicara. Dilihat dari kondisi
kelas, yaitu kelompok yang memiliki ruang
kelas dengan luas yang hampir sama dan
media serta sumber pembelajaran yang
hampir sama. Sedangkan, dari jumlah anak
yaitu anak dengan jumlah yang sama,
untuk
memudahkan
peneliti
dalam
menganalisis data.
Penelitian ini melibatkan dua variabel,
yaitu satu variabel bebas dan satu variabel
terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah metode bermain beran (role
playing), dan variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kemampuan berbicara.
Dengan demikian desain analisis yang
digunakan adalah uji-t.
Pengumpulan
data
kemampuan
berbicara dikumpulkan dengan instrumen
daftar cocok (checklist). Uji coba intrumen
kemampuan berbicara meliputi, validitas isi,
validitas butir item, dan reliabilitas.
Analisis data dalam penelitian ini
dilakukan dalam dua tahap. Tahap
pertama, dilakukan analisis deskriptif, dan
tahap kedua dilakukan analisis untuk
pembuktian hipotesis.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
Pengujian terhadap hipotesis penelitian
yang telah dirumuskan dilakukan melalui
metode statistika. Pengujian hipotesis
digunakan uji-t sampel independent dengan
rumus Polled-varians. Sebelum dilakukan
uji hipotesis dengan metode statistika
tersebut, terlebih dahulu dilakukan uji
prasyarat analisis yang meliputi uji
normalitas
sebaran
data,
dan
uji
homogenitas varians.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perhitungan analisis deskriptif
terhadap kemampuan berbicara kelompok
eksperimen yang dibelajarkan dengan
metode bermain peran (role playing)
menunjukkan
bahwa
rata-rata
skor
kemampuan
berbicara
kelompok
eksperimen adalah 75,63, median skor
kemampuan
berbicara
kelompok
eksperimen adalah 76,00, dan modus skor
kemampuan berbicara 77,00. Berdasarkan
hasil perhitungan diketahui modus lebih
besar dari median dan mean (Mo>Me>M).
Dengan demikian data berada pada kurva
juling negatif, yang menunjukkan sebagian
besar skor kemampuan berbicara berada
pada kategori tinggi. Untuk mengetahui
tinggi rendahnya kemampuan berbicara
kelompok eksperimen digunakan kriteria
penilaian yang disusun berdasarkan juling
negatif.
84. Sebaran data kelompok eksperimen
disajikan dalam grafik polygon Gambar 01.
Sedangkan hasil perhitungan analisis
deskriptif terhadap skor kemampuan
berbicara
kelompok
kontrol
yang
dibelajarkan dengan metode ceramah,
menunjukkan
bahwa
rata-rata
skor
kemampuan berbicara kelompok kontrol
adalah 56,25, median skor kemampuan
berbicara kelompok kontrol adalah 54,94
dan modus skor kemampuan berbicara
53,63. Berdasarkan hasil perhitungan
diketahui modus lebih kecil dari median dan
mean (Mo<Me<M). Dengan demikian data
berada pada kurva juling positif, yang
menunjukkan
sebagian
besar
skor
kemampuan
berbicara
berada
pada
kategori rendah. Untuk mengetahui tinggi
rendahnya kemampuan berbicara kelompok
kontrol digunakan kriteria penilaian yang
disusun berdasarkan juling positif. Hasil
perhitungan tabel skala lima menunjukkan
bahwa
data
kemampuan
berbicara
kelompok kontrol berada pada kategori
sangat baik dengan rata-rata 56,25 yang
berada pada rentang 51,33 < X < 60,67.
Sebaran data kelompok eksperimen
disajikan dalam grafik polygon Gambar 02
berikut.
10
8
6
10
8
6
4
2
0
4
2
0
48
Mo = 53,63
65,5 69,5 73,5 77,5 81,5 85,5
M=75,63
Me=76,
00
Mo=77
,00
Gambar 01. Poligon Data Kemampuan
Berbicara
Kelompok
Eksperimen
iHasil perhitungan tabel skala lima
menunjukkan bahwa data kemampuan
berbicara kelompok eksperimen berada
pada kategori sangat baik dengan rata-rata
75,63 yang berada pada rentang 70 < X <
53
58
Md = 54,94
63
68
73
M = 56,25
Gambar 02. Poligon Data Kemampuan
Berbicara
Kelompok
Kontrol
Sebelum
dilakukan
uji
hipotesis
menggunakan
uji-t,
terlebih
dahulu
dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji
normalitas dan uji homogenitas. Uji
normalitas dan uji homogenitas dilakukan
terhadap kemampuan berbicara yang dilihat
dari hasil post test pada tanggal 26 Mei
2016. Hasil perhitungan uji normalitas
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
sebaran
data
kelompok
disajikan pada Tabel 01.
ekspermen
Tabel 01 Uji Normalitas Sebaran Data Kelompok Eksperimen
Kelas
Interval
Batas
Bawah
z
f(z)
64-67
68-71
72-75
76-79
80-83
84-87
88-91
63.5
67.5
71.5
75.5
79.5
83.5
87.5
-2.15
-1.44
-0.73
-0.02
0.69
1.39
2.10
0.0158
0.0749
0.2327
0.4920
0.7549
0.9177
0.9821
Berdasarkan Tabel 01 diperoleh
!
harga 𝑋!!"#$%
= 2,96 dengan taraf signifikan
5% dan derajat kebebasan (db) = 6 – 2 – 1
!
= 3 diperoleh 𝑋!"#$%
7,851. Dengan
2
demikian X hitung < X2 tabel yaitu 2,96 <
Luas
Kelas
Interval
0.059
0.158
0.259
0.263
0.163
0.064
Fe
f0
(𝑓0 − 𝑓𝑒)!
𝑓𝑒
1.418
3.787
6.223
6.310
3.907
1.546
3
3
5
8
3
2
1.76
0.16
0.24
0.45
0.21
0.13
2.96
7,851, maka H0 diterima. Hal ini berarti
sebaran data nilai post test pada kelompok
eksperimen berdistribusi normal.
Sedangkan hasil penghitungan uji
normalitas sebaran data kelompok kontrol
disajikan pada Tabel 02.
Tabel 02 Uji Normalitas Sebaran Data Kelompok Kontrol
Kelas
Interval
Batas
Bawah
Z
f(z)
46-50
51-55
56-60
61-65
66-70
71-75
76-80
46.5
50.5
55.5
60.5
65.5
70.5
75.5
-1.54
-0.91
-0.12
0.67
1.46
2.24
3.03
0.0606
0.1814
0.4562
0.7486
0.9292
0.9881
0.9989
Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh
harga X2 hitung = 4,09 dengan taraf
signifikansi 5% dan derajat kebebasan (db)
= 6 – 2 – 1 = 3 diperoleh X2 tabel = 7,851.
Dengan demikian diperoleh X2 hitung < X2 tabel
yaitu 4,09 < 7,851, maka H0 diterima. Hal ini
berarti sebaran data nilai post test pada
kelompok kontrol berdistribusi normal.
Setelah skor kedua kelompok berdistribusi
normal, selanjutnya dilakukan penghitungan
uji homogenitas menggunakan uji fisher (uji
F).
Berdasarkan
penghitungan
uji
homogenitas dengan uji fisher (uji F)
Luas
Kelas
Interval
0.12
0.27
0.29
0.18
0.06
0.01
fe
f0
2.90
6.60
7.02
4.33
1.41
0.26
4
9
6
3
1
1
(𝑓0 − 𝑓𝑒)!
𝑓𝑒
0.42
0.88
0.15
0.41
0.12
2.12
4,09
diperoleh Fhitung = 1,26 dan Ftabel dengan dk
pembilang (24-1 = 23) dan dk penyebut
(24-1 = 23) dengan taraf signifikan 5% =
2,05. Dengan demikian Fhitung < Ftabel = 1,26
< 2,05 maka H0 diterima, sehingga kedua
kelompok data dikategorikan homogen.
Pengujian
hipotesis
dilakukan
menggunakan uji-t independent dengan
rumus polled varians, karena jumlah
sampel pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol sama, dan kedua
kelompok data memiliki varian yang
homogen. Ringkasan hasil uji-t sampel
independent disajikan pada Tabel 03.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
Tabel 03 Ringkasan Hasil Analisis Uji-t Sampel Independent
No
Kelompok
1
Eksperimen
2
Kontrol
N
24
dk
46
M
Varians
75,63
31,90
56,25
40,28
Berdasarkan Tabel 03 diperoleh hasil
analisis data menggunakan uji-t diperoleh
nilai thitung = 11,18, sedangkan ttabel dengan
taraf signifikan 5% dan (dk) 46 adalah
2,021.
Dengan
demikian,
terdapat
pengaruh yang siginifikan kemampuan
berbicara
anak
antara
anak
yang
dibelajarkan dengan metode bermain peran
(role playing) dan kelompok anak yang
dibelajarkan dengan metode ceramah pada
anak kelompok A Semester II di TK
Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja Tahun
Pelajaran 2015/2016.
Berdasarkan
analisis
deskriptif
terhadap kemampuan berbicara, diperoleh
nilai rata-rata adalah 75,63, dengan
kategori sangat baik, sedangkan nilai ratarata kelompok kontrol adalah 56,25 dengan
kategori sedang. Dengan demikian, nilai
rata-rata kelompok eksperimen yang
dibelajarkan dengan metode bermain peran
(role playing) lebih tinggi daripada nilai ratarata
kelompok
kontrol
yang
tidak
dibelajarkan dengan metode bermain peran
(role playing).
Berdasarkan
analisis
inferensial
terhadap kemampuan berbicara diperoleh
hasil bahwa H0 ditolak dan HA diterima. Hal
ini dapat dilihat dari hasil analisis data
menggunakan
uji-t
diperoleh
nilai
thitung=11,18 dan ttabel dengan taraf signifikan
5% dengan (dk) 46 adalah 2,021. Karena
thitung > ttabel, maka terdapat pengaruh yang
signifikan metode bermain peran (role
playing) terhadap kemampuan berbicara
pada anak kelompok A semester II di TK
Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja Tahun
Pelajaran 2015/2016.
Secara
teoritik,
tingginya
kemampuan
berbicara
anak
yang
dibelajarkan dengan metode bermain peran
(role playing) dikarenakan metode bermain
peran
(role
playing)
memberikan
kesempatan bagi anak untuk aktif selama
kegiatan
dengan
berkolaborasi
thitung
ttabel
Ket
H0 ditolak dan
11,18
2,021
HA diterima
memerankan
tokoh-tokoh
dalam
permainan, sehingga dalam kegiatan
bermain peran anak mampu berbuat
(bertindak dan berbicara) seperti peran
yang dimainkan. Metode bermain peran
(role playing) dapat memacu antusias anak
dalam
kegiatan,
anak
mendapat
kesempatan
untuk
berbicara
dan
mengungkapkan idenya dalam bermain
peran, sehingga mampu menambah
pembendaharaan kata anak. Hal ini sejalan
dengan pendapat Madyawati (2016), yang
menyatakan bahwa manfaat dari metode
bermain peran (role playing) salah satunya
mengembangkan kemampuan berbahasa,
dimana saat bermain peran anak akan
berbicara seperti karakter atau orang yang
diperankannya,
sehingga
mampu
memperluas kosa kata anak.
Selain itu, melalui metode bermain
peran
(role
playing)
juga
mampu
meningkatkan kepercayaan diri, kreativitas,
kemampuan sosial dan empati. Hal ini
tampak ketika bermain peran anak yang
tidak mau tampil di depan, pada pertemuan
selanjutnya
menjadi
percaya
diri
memainkan sebuah peran. Kreativitas anak
juga muncul selama bermain peran,
misalnya ketika bermain peran dengan
judul Kring..kring Paman Telepon, anak
menggunakan balok yang berbentuk seperti
gagang telepon yang sebagai telepon.
Kemampuan sosial dan empati anak juga
tampak meningkat melalui peran yang
dimainkan anak. Dalam bermain peran
makro yang melibatkan kerjasama antar
kelompok, anak dituntut untuk mampu
berinteraksi dengan teman lainnya, serta
belajar beebagi mainan atau peralatan
bersama temannya. Hal ini sejalan dengan
pendapat Sudjana (dalam Kurnia) yang
menyatakan kelebihan dari metode bermain
peran (role playing) salah satunya ialah
dapat menumbuhkan rasa percaya diri
anak, membantu anak menganalisi, dan
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
membantu anak memahami pengalaman
orang lain melalui peran.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Westari tentang penerapan metode
bermain
peran
pasar-pasaran
untuk
meningkatan keterampilan berbahasa lisan
anak dapat dikatakan relevan dengan
penelitian ini. Hasil penelitian Westari
(2013) dalam bentuk Penelitian Tindakan
Kelas
tersebut
menunjukkan
bahwa
penerapan metode bermain peran dapat
meningkatkan keterampilan berbahasa
lisan (menyimak dan berbicara).
Berdasarkan paparan tersebut, tampak
jelas bahwa metode bermain peran (role
playing) berpengaruh terhadap kemampuan
berbicara pada anak kelompok A semester
II di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja
Tahun Pelajaran 2015/2016.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
metode bermain peran (role playing)
terhadap kemampuan berbicara pada anak
kelompok A di TK Aisyiyah Bustanul Athfal
Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016. Hal
ini terlihat dari hasil uji-t diperoleh nilai thitung
adalah 11,18, sedangkan ttabel dengan taraf
signifikan 5% dan dk = (n1 + n2) -1 = 46
adalah 2,021. Dengan demikian, thitung >
ttabel,= 11,08 > 2,021 maka, H0 ditolak dan
HA diterima.
Bertolak dari hasil penelitian, dapat
diajukan saran yaitu (1) kepada guru
disarankan agar mampu menghargai setiap
keunikan anak, sehingga anak merasa
nyaman, tidak takut untuk melakukan
kegiatan pembelajaran guna meningkatkan
aspek perkembangan anak. Khusus pada
kemampuan
berbicara,
agar
guru
memberikan kesempatan dan kebebasan
bagi anak untuk berbicara mengungkapkan
ide dan gagasan yang dimiliki. Demikian
juga
pada
pemilihan
area
dalam
pembelajaran, hendaknya memberikan
selingan kegiatan maupun metode yang
baru, menarik dan menyenangkan bagi
anak, sehingga anak selalu antusias dan
aktif
selama
kegiatan
pembelajaran
berlangsung. Metode bermain peran (role
playing) dapat digunakan sebagai salah
satu alternatif metode dalam pembelajaran
dan sudah terbukti mampu meningkatkan
kemampuan berbicara anak, (2) kepada
peneliti lain disarankan agar mampu
mengembangkan metode bermain peran
(role
playing),
untuk
menstimulasi
kemampuan lain seperti kepercayaan diri,
kreativitas, intelegensi, serta kemampuan
sosial dan empati anak sesuai temuan
dalam penelitian ini. Sehingga nantinya,
aspek
perkembangan
anak
dapat
distimulasi dengan optimal melalui metodemetode
yang
baru,
menarik,
dan
menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Nur.2013. “Tingkat Keterampilan
Berbicara Ditinjau dari Metode
Bermain Peran pada Anak Usia 5-6
Tahun”. Skripsi (online). Tersedia
pada:http://lib.unnes.ac.id/18753/1/16
01409035.pdf diakses pada tanggal
04 Maret 2016.
Dardjowidjojo,
Soenjono.
2003.
Psikolinguistik:
Pengantar
Pemahaman
Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Halida. 2011. Metode Bermain Peran dalam
Mengotimalkan
Kemampuan
Berbicara Anak Usia Dini (4-5 tahun).
Jurnal (online). Pontianak: PAUD
FKIP
Universitas
Tanjungpura.
Tersedia
pada:
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jckr
w/article/view/270/275 diakses pada
tanggal 04 Maret 2016.
Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan
Anak.
Terjemahan
Meitasari
Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih.
Child Development. Cetakan Ke-6.
Jakarta: Erlangga.
Kertamuda, Miftahul Achyar. 2015. Golden
Age. Jakarta: PT Elex Media
Kompitundo.
Kurnia, Ely. 2011. Efektivitas Penggunaan
Metode
Bermain
Peran
Makro
Terhadap Peningkatan Penguasaan
Kosakata Bahasa Sunda Anak Usia
Taman
Kanak-kanak.
Skripsi.
Pendidikan Guru Pendidikan Anak
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
Usia Dini. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Bandung.
(Online).
Tersedia
pada:
http://repository.upi.edu/skripsiview.ph
p?no_skripsi=6228 diakses pada
tanggal 04 Maret 2016.
Madyawati,
Lilis.
2016.
Strategi
Pengembangan Bahasa Pada Anak.
Jakarta:
Kencana
Prenadamedia
Group.
Mulyasa,
2014.
Manajemen
PAUD.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Otto,
Baverly.
2015.
Perkembangan
Bahasa pada Anak Usia Dini.
Terjemahan
Tim
Penerjemah
Prenadamedia
Group.
Language
Development in Early Childhood.
Edisi Ketiga. Jakarta: Prenada Media
Group.
Said,
Alamsyah
dan
Andi
Budimanjaya.2015.
95
Strategi
Mengajar
Multiple
Intelegences
Mengajar Sesuai Kerja Otak dan
Gaya Belajar Siswa. Edisi Pertama.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Suarni, Ni Ketut. 2009. Modul Psikologi
Perkembangan
1.
Singaraja:Universitas
Pendidikan
Ganesha.
Susanto, Ahmad. 2011.Perkembangan
Anak Usia Dini Pengantar dalam
Berbagai
Aspeknya.
Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup
Wigayuwiva.
2014.
Meningkatkan
Keterampilan Berbicara Anak Usia
Dini Melalui Media Gambar Berseri Di
Kelompok B3 Taman KanakKanak Pertiwi 1 Kota Bengkulu.
Skripsi (online). Tersedia pada:
http://repository.unib.ac.id/8719/2/I,II,I
II,II-14-wig.FK.pdf.
Diakses
pada
tanggal 13 April 2016.
Wirya, Nyoman dkk. 2014. Buku Ajar
Metodelogi
Pengembangan
Kemampuan Berbahasa Pada Anak
Usia Dini. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Download