transeck lurus - Karya Tulis Ilmiah

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUMEKOLOGI TUMBUHAN
PERCOBAAN VIII
“METODE JALUR (TRANSECT) LURUS”
DISUSUN OLEH:
NAMA
: FITRIANA
STAMBUK
: G 401 13 056
KELOMPOK
: V (LIMA)
ASISTEN
: MASNAWATI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
APRIL, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu metode dalam analisis vegetasi tumbuhan yaitu dengan
menggunakan jalur transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang
luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan
transek (Campbell, 2004).
Transek merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah
bentukkan atau beberapa bentukan. Transek juga dapat dipakai dalam studi
altituide dan mengetahui perubahan komunitas yang ada (Oosting, 1956).
Keanekaragaman
jenis
seringkali
disebut
heterogenesis,
yaitu
karakteristk unik dari komunitas suatu organisasi biologi dan merupakan
gambaran struktur dari komunitas. Komunitas secara dramatis berbeda-beda
dalam kekayaan spesiesnya (spesies richiness) (Sitompul, 1996).
Oleh karena itu, yang melatarbelakangi diadakannya praktikum ini
yaitu untuk menentukan struktur dan komposisi jenis pada suatu komunitas,
serta mengamati penyebaran suatu jenis dalam suatu komunitas dan
megamati perubahan vegetasi secara gradual pada suatu komunitas.
1.2 Tujuan
Tujuan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menentukan struktur dan komposisi jenis pada suatu komunitas.
2. Mengamati penyebaran suatu jenis dalam suatu komunitas.
3. Mengamati perubahan vegetasi secara gradual pada suatu komunitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis
suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendeskripsikan suatu vegetasi
sesuai dengan tujuannya. Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk
hidup pohon, perdu serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu
terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau
komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati
habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain.
Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen
ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara
alamiah pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil
interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastis
karena pengaruh anthropogenic (Anwar, 1995).
Analisis vegetasi adalah salah cara untuk mempelajari tentang susunan
(komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan). Analisis
vegetasi dibagi menjadi tiga metode yaitu : (1) minimal area, (2) metode kuadrat,
(3) metode jalur atau transek (Soerianegara, 1988).
Salah satu metode dalam menganalisis vegetasi tumbuhan yaitu dengan
menggunakan metode transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang
luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan
transek. Cara ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi
menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi (Campbell, 2004).
Kerapatan adalah nilai yang menunjukan jumlah individu dari jenis-jenis
yang menjadi anggota suatu komunitas tuumbuhan dalam luasan tertentu.
Sementara itu kerapatan relative menunjukan persentase individu jenis yang
bersangkutan di dalam komunitasnya. Pernyataan relative ini diperlukan untuk
menghindari kesalaan total dalam pemakaian terhadap suatu komunitas sebab data
yang diperoleh dari analisis itu hanya berdasarkan sejumlah pengukuran beberapa
wilayah cotoh, bukan total sensus seluruh populasi (Indriyanto, 2006).
Frekuensi adalah nilai besaran yang menyatakan derajat penyebaran jenis
didalam komunitasnya. Angka ini diperoleh dengan melihat perbandingan jumlah
dari petak-petak yang diduduki suatu jenis terhadap keseluruhan petak yang
diambil sebagai petak contoh di dalam melakukan analisis vegetasi. Frekuensi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luas petak contoh, penyebaran tumbuhan
dan ukuran jenis tumbuhan (Novita, 2012).
Pada metode jalur, sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai
penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan
dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan
ditentukan berdasarkan panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan
dapat merupakan presentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat
oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990).
Analisis transek merupakan teknik untuk memfasilitasi masyarakat dalam
pengamatan langsung lingkungan dan keadaan sumberdaya dengan cara berjalan
menelusuri wilayah tempat mereka tinggal pada suatu lintasan tertentu yang sudah
disepakati. Dengan teknik analisis transek diperoleh gambaran keadaan potensi
sumberdaya alam masyarakat beserta masalah-masalah, perubahan-perubahan
keadaan potensi-potensi yang ada (Haddy, 1986).
Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari dan
diselidiki. Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan
perubahan lingkungan, atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu
lahan secara cepat. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang
digunakan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan
sekitar 50 m - 100 m. Sedangkan untuk vegetasi semak belukar garis yang
digunakan cukup 5 m - 10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang
lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Ramazas, 2012).
Menurut Anwar (1995), metode transek dibagi menjadi 3 macam yaitu :
1. Metode Line Intercept (line transect)
Metode line intercept biasa digunakan oleh ahli ekologi untuk
mempelajari komunitas padang rumput. Dalam cara ini terlebih dahulu
ditentukan dua titik sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10
m, 25 m, 50 m, 100 m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Pada garis transek
itu kemudian dibuat segmen-segmen yang panjangnya bisa 1 m, 5 m, 10 m.
Dalam metode ini garis-garis. Metode transek kuadrat dilakukan dengan cara
menarik garis tegak lurus, kemudian di atas garis tersebut ditempatkan kuadrat
ukuran 10 X 10 m, jarak antar kuadrat ditetapkan secara sistematis terutama
berdasarkan perbedaan struktur vegetasi. Selanjutnya mencatat, menghitung
dan mengukur panjang penutupan semua spesies tumbuhan pada segmensegmen tersebut. Cara mengukur panjang penutupan adalah memproyeksikan
tegak lurus bagian basal atau arial coverage yang terpotong garis transek ke
tanah.
2. Metode Belt Transect
Metode ini biasa digunakan untuk mempelajari suatu kelompok hutan
yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya. Cara ini juga paling
efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah,
topograpi dan elevasi. Transek dibuat memotong garis-garis topograpi, dari
tepi laut kepedalaman, memotong sungai atau menaiki dan menuruni lereng
pegunungan. Lebar transek yang umum digunakan adalah 10-20 meter, dengan
jarak antar transek 200-1000 meter tergantung pada intensitas yang
dikehendaki. Untuk kelompok hutan yang luasnya 10.000 ha, intensitas yang
dikendaki 2% dan hutan yang luasnya 1.000 ha intensitasnya 10%. Lebar jalur
untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m digunakan jika semak dan tunas di
bawah diikutkan, tetapi bila hanya pohon-pohonnya yang dewasa yang
dipetakan, transek 10 m yang baik.
3. Metode Strip Sensus
Metode ini sebenarnya sama dengan metode line transect, hanya saja
penerapannya untuk mempelajari ekologi vertebrata teresterial (daratan).
Metode strip sensus meliputi, berjalan di sepanjang garis transek dan mencatat
spesies-spesies yang diamati di sepanjang garis transek tersebut. Data yang
dicatat berupa indeks populasi (indeks kepadatan).
Keunggulan analisis vegetasi dengan menggunakan metode transek antara
lain : akurasi data diperoleh dengan baik kita terjun langsung, serta pencatatan
data jumlah lebih teliti. Selain itu metode ini mempunyai kekurangan, yaitu antara
lain : membutuhkan keahlian untuk mengidentifikasi vegetasi secara langsung dan
dibutuhkan analisis yang baik, waktu yang dibutuhkan cukup lama, membutuhkan
tenaga peniliti yang banyak ( Guritno, 1995).
Manfaat transek yaitu untuk melihat dengan jelas mengenai kondisi alam
dan rumitnya sistem pertanian dan pemeliharaan sumberdaya alam yang terbatas
yang dijalankan masyarakat (Haddy, 1986).
Komunitas
yang
mempunyai
keanekaragaman
tinggi
lebih
stabil
dibandingkan dengan komunitas yang memiliki keanekaragaman jenis rendah.
Analisis vegetasi adalah salah satu cara untuk mempelajari tentang susunan
(komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan)
(Sorianegara, 1998).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum adalah sebagai berikut :
Hari/Tanggal
: Rabu/01 April 2015
Waktu
: 13.00 WITA sampai selesai
Tempat
: Kawasan TAHURA (Tanah Hutan Raya) Desa Vatutela
Kacamatan Palu Timur Provinsi Sulawesi Tengah
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut :
1. Tali rafiah
2. Patok kayu
3. Alat tulis
4. Parang
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, adalah sebagai berikut :
1. Tumbuhan perdu dan semak
1.1 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini, adalah sebagai
berikut :
1. Membuat jalur sepanjang 100 meter dengan lebar 10 meter.
2. Membagi jalur tersebut menjadi 10 segmen (petak contoh) dengan ukuran
setiap segmen 10 x 10 meter.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar. Jalur transect (Lurus)
3. Mencatat setiap tumbuhan yang terdapat dalam setiap petak contoh.
4. Melakukan analisa terhadap data vegetasi yang diperoleh dengan
menggunakan rumus :
Kerapatan mutlak (KM)
: Jumlah individu jenis i
Luasan total petak
Kerapata Relatif (KR) : Kerapatan mutlak jenis i
x 100%
Kerapatan total semua jenis
Frekuensi Mutlak (FM)
: Jumlah petak ditempati individu jenis i
Frekuensi Relatif (RF)
Luas total petak
: Frekuensi mutlak jenis i
x 100%
Frekuensi total semua jenis
NP
: KR + FR
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Jatropa
Choromolaena
odoratum
Acasia sp
5
39
25
22
14
6
9
11
4
4
Jumlah
keseluru
han
139
12
6
0
3
0
0
0
0
0
0
21
3
14
2
3
5
0
0
0
1
1
29
Parcia speciosa
0
13
18
10
2
0
0
0
1
0
44
Annona
squamosa
0
1
4
4
5
3
2
1
1
0
21
Lantana camara
18
19
17
16
10
12
9
5
4
3
113
Opuntia sp
2
8
12
10
10
10
9
6
7
6
80
Euphorbia hirta
16
0
0
2
4
1
0
0
0
0
23
A
5
0
0
0
0
0
0
0
0
1
6
B
6
0
0
0
0
0
0
0
0
1
7
C
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
D
45
62
30
52
40
26
22
5
9
0
291
E
99
75
60
46
40
33
39
16
17
3
428
F
19
5
1
0
2
0
0
1
7
11
46
G
0
22
10
5
6
4
0
0
0
0
47
H
39
33
3
0
0
0
0
0
0
0
75
I
0
87
11
5
13
9
30
16
20
1
192
J
0
77
54
33
37
40
11
18
17
6
293
K
0
0
0
1
6
0
0
0
0
1
8
L
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
M
0
0
0
6
1
8
1
0
0
0
16
Sub plot (jumlah)
Spesies
Total
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1884
4.2 Tabel Analisis Vegetasi
No.
Spesies
Jumlah
1.
Jatropa sp
139
0.139 7.377919
0.01
2.
21
0.021
0.003 2.521008 3.635658
29
0.029 1.539278 0.007 5.882353 7.421631
44
0.044 2.335456 0.005 4.201681 6.537137
21
0.021
113
0.113 5.997877
0.01
8.403361 14.40124
80
0.08
0.01
8.403361 12.64965
23
0.023 1.220807 0.004 3.361345 4.582151
9.
Choromolaena
odoratum
Acasia sp
Parcia
speciosa
Annona
squamosa
Lantana
camara
Opuntia sp
Euphorbia
hirta
A
6
0.006 0.318471 0.002 1.680672 1.999144
10
B
7
0.007
11.
C
4
0.004 0.212314 0.001 0.840336
12.
D
291
0.291 15.44586 0.009 7.563025 23.00889
13.
E
428
0.428 22.71762 0.007 5.882353 28.59998
14.
F
46
0.046 2.441614 0.007 5.882353 8.323967
15.
G
47
0.047 2.494692 0.005 4.201681 6.696373
16.
H
75
0.075 3.980892 0.003 2.521008
17.
I
192
0.192 10.19108 0.009 7.563025 17.75411
18.
J
293
0.293 15.55202 0.009 7.563025 23.11504
19.
K
8
0.008 0.424628 0.003 2.521008 2.945637
20.
L
1
0.001 0.053079 0.001 0.840336 0.893415
21.
M
16
0.016 0.849257 0.004 3.361345 4.210601
Total
1884
3.
4.
5.
6.
7.
8.
K
1.884
KR (%)
1.11465
1.11465
4.246285
0.37155
100
F
FR (%)
INP
8.403361 15.78128
0.008 6.722689 7.837339
0.002 1.680672 2.052222
0.119
100
1.05265
6.5019
200
4.2 Analisis Data
 Rumus : Kerapatan Mutlak (KM) =
 KMA : 139 = 0,139
1000
 KMB : 21 = 0,021
1000
 KMC : 29 = 0,029
1000
 KMD : 44 = 0.044
1000
 KME : 21 = 0,021
1000
 KMF : 113 = 0,113
1000
 KMG : 80 = 0,08
1000
 KMH : 23 = 0,023
1000
 KMI : 6 = 0,006
1000
 KMJ
: 7 = 0,007
1000
 KMK : 4 = 0,004
1000
 KML : 291 = 0,291
1000
 KMM
: 428 = 0,428
1000
Jumlah individu jenis i
Luas total petak
 KMN : 46 = 0,046
1000
 KMO : 47 = 0,047
1000
 KMP
: 75 = 0,075
1000
 KMQ : 192 = 0,192
1000

 KMR
: 293 = 0,293
1000
 KMS
: 8 = 0,008
1000
 KMT
: 1 = 0,001
1000
 KMU
: 16 = 0,016
1000
Kerapatan Relatif (KR) =
Kerapatan mutlak jenis i
Kerapatan total semua jenis
 KRA
: 0,139 x 100% = 7,38%
1,884
 KRB
: 0,021 x 100% = 1,11%
1,884
 KRC
: 0,029 x 100% = 1,54%
1,884
 KRD
: 0,044 x 100% = 2,34%
1,884
 KRE
: 0,021 x 100% = 1,11%
1,884
x 100 %
 KRF
: 0,113 x 100% = 6,60%
1,884
 KRG
: 0,08 x 100% = 4,25%
1,884
 KRH
: 0,023 x 100% = 1,22%
1,884
 KRI
: 0,006 x 100% = 0,32%
1,884
 KRJ
: 0,007 x 100% = 0,37%
1,884
 KRK
: 0,004 x 100% = 0,21%
1,884
 KRL
: 0,291 x 100% = 15,45%
1,884
 KRM
: 0,428 x 100% = 22,72%
1,884
 KRN
: 0,046 x 100% = 2,44%
1,884
 KRO
: 0,047 x 100% = 2,49%
1,884
 KRP
: 0,075 x 100% = 3,98%
1,884
 KRQ
: 0,192 x 100% = 10,19%
1,884
 KRR
: 0,293 x 100% = 15,55%
1,884
 KRS
: 0,008 x 100% = 0,42%
1,884
 KRT
: 0,001 x 100% = 0,05%
1,884
 KRU

: 0,016 x 100% = 0,85%
1,884
Frekuensi Mutlak (FM) =
 FMA : 10 = 0,01
1000
 FMB : 3 = 0,03
1000
 FMC : 7 = 0,07
1000
 FMD : 5 = 0,05
1000
 FME : 8 = 0,08
1000
 FMF : 10 = 0,01
1000
 FMG : 10 = 0,01
1000
 FMH : 4 = 0,004
1000
 FMI : 2= 0,002
1000
 FMJ
: 2 = 0,002
1000
 FMK : 1 = 0,001
1000
 FML : 9 = 0,009
1000
Jumlah petak ditempati individu jenis i
Luas total petak
 FMM
: 10 = 0,01
1000
 FMN : 7 = 0,007
1000
 FMO : 5 = 0,005
1000
 FMP
: 3 = 0,003
1000
 FMQ : 9 = 0,009
1000

 FMR
: 9 = 0,009
1000
 FMS
: 3 = 0,003
1000
 FMT
: 1 = 0,001
1000
 FMU
: 4 = 0,004
1000
Frekuensi Relatif (FR) =
Frekuensi mutlak jenis i
Frekuensi total semua jenis
 FRA
: 0,01 x 100% = 8,20%
1,884
 FRB
: 0,003 x 100% = 2,46%
1,884
 FRC
: 0,007 x 100% = 5,74%
1,884
 FRD
: 0,005 x 100% = 4,10%
1,884
x 100%
 FRE
: 0,008 x 100% = 6,56%
1,884
 FRF
: 0,01 x 100% = 8,20
1,884
 FRG
: 0,01 x 100% = 8,20
1,884
 FRH
: 0,004 x 100% = 3,28%
1,884
 FRI
: 0,002 x 100% = 1,64%
1,884
 FRJ
: 0,002 x 100% = 1,64%
1,884
 FRK
: 0,001 x 100% = 0,82%
1,884
 FRL
: 0,009 x 100% = 7,38%
1,884
 FRM
: 0,01 x 100% = 8,20%
1,884
 FRN
: 0,007 x 100% = 5,74%
1,884
 FRO
: 0,005 x 100% = 4,10%
1,884
 FRP
: 0,003 x 100% = 2,46%
1,884
 FRQ
: 0,009 x 100% = 7,39%
1,884
 FRR
: 0,009 x 100% = 7,39%
1,884
 FRS
: 0,003 x 100% = 2,46%
1,884

 FRT
: 0,001 x 100% = 0,82%
1,884
 FRU
: 0,004 x 100% = 3,28%
1,884
Rumus :
Nilai Penting (NP)
= KR + FR
 Spesies A
NP :
7,38 + 8,20 = 15,57%
 Spesies B
NP :
1,11 + 2,46 = 3,57%
 Spesies C
NP :
1,54 + 5,74 = 7,28%
 Spesies D
NP :
2,34 + 4,10 = 6,43%
 Spesies E
NP :
1,11 + 6,56 = 7,67%
 Spesies F
NP :
6,00 + 8,20 = 14,49%
 Spesies G
NP :
4,25 + 8,20 = 12,44%
 Spesies H
NP :
1,22 + 3,28 = 4,50%
 Spesies I
NP :
0,32 + 1,64 = 1,96%
 Spesies J
NP :
0,37 + 1,64 = 2,01%
 Spesies K
NP :
0,21 + 0,82 = 1,03%
 Spesies L
NP :
15,45 +7,38 = 22,82%
 Spesies M
NP :
22,72 + 8,20 = 30.91%
 Spesies N
NP :
2,44 + 5,74 = 8,18%
 Spesies O
NP :
2,49 + 4,10 = 6,59%
 Spesies P
NP :
3,98 + 2,46 = 6,44%
 Spesies Q
NP :
10,19 + 7,38 = 17,57%
 Spesies R
NP :
15,55 + 7,38 = 22,93%
 Spesies S
NP :
0,42 + 2,46 = 2,88%
 Spesies T
NP :
0,05 + 0,02 = 0,87%
 Spesies U
NP :
0,85 + 3,28 = 4,13%
4.3 Pembahasan
Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajar /
diselidiki. Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi
dan perubahan lingkungan, atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di
suatu lahan secara cepat. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka
garis yang digunakan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis
yang digunakan sekitar 50 m - 100 m. Sedangkan untuk vegetasi semak
belukar, garis yang digunakan cukup 5 m - 10 m. Apabila metode ini
digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan
cukup 1 m (Ramazas, 2012).
Praktikum kali ini, metode yang digunakan yaitu metode transek yang
digunakan berupa persegi panjang dengan ukuran panjang 100 meter dan
lebar 10 meter, dengan menghitung setiap vegetasi dengan jalur lurus
(kontinyu). Luas kawasan yang diamati dengan jarak antar jalur 10 x 10
meter. Dalam persegi panjang dibuat segmen (petak contoh) sebanyak 10
petak. Dari hasil analisis vegetasi, ditemukan sebanyak 21 jenis tanaman,
yang terdiri dari spesies A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M. N, O, P, Q, R,
S, T dan U. Berdasarkan data yang didapatkan dari tabel penentuan jenis
tanaman, A berjumlah 139, spesies B berjumlah 21, spesies C berjumlah 29,
spesies D berjumlah 44, spesies E berjumlah 21, spesies F berjumlah 113,
spesies G berjumlah 80, spesies H berjumlah 23, spesies I berjumlah 6,
spesies J berjumlah 7, spesies K berjumlah 4, spesies L berjumlah 291,
spesies M berjumlah 428, spesies N berjumlah 46, spesies O berjumlah 47,
spesies P berjumlah 75, spesies Q berjumlah 192, spesies R berjumlah 293,
spesies S berjumlah 8, spesies T berjumlah 1, dan spesies U berjumlah 4.
Total jumlah spesies sebanyak 1884.
Jenis spesies yang paling banyak ditemukan pada plot yaitu jenis
spesies M berjumlah 428 sedangkan yang paling sedikit yaitu jenis spesies T
berjumlah 1. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor pembatas seperti iklim,
suhu, curah hujan, cahaya, tanah dan lain-lain, sehingga jenis spesies M lebih
mendominansi pertumbuhannya dibandingkan dengan jenis spesies lainnya.
Berdasarkan tabel analisis data kerapatan mutlak spesies A yaitu 0,139,
spesies B yaitu 0,021, spesies C yaitu 0,025, spesies D yaitu 0,044, spesies E
yaitu 0,021, spesies F yaitu 0,113, spesies G yaitu 0,08, spesies H yaitu 0,023,
spesies I yaitu 0,006, spesies J yaitu 0,007, spesies K yaitu 0,004, spesies L
yaitu 0,291, spesies M yaitu 0,428, N yaitu 0,046, spesies O yaitu 0,047,
spesies P yaitu 0,075, spesies Q yaitu 0,192, spesies R yaitu 0,293, spesies S
yaitu 0,008, spesies T yaitu 0,001, dan spesies U yaitu 0,016.
Kerapatan relatif spesies A yaitu 7,38%, spesies B yaitu 1,11%, spesies
C yaitu 1,54%, spesies D yaitu 2,34%, spesies E yaitu 1,11%, spesies F yaitu
6,00, spesies G yaitu 4,25%, spesies H yaitu 1,22%, spesies I yaitu 0,32%,
spesies J yaitu 0,37%, spesies K yaitu 0,21%, spesies L yaitu 15,45%, spesies
M yaitu 22,72%, N yaitu 2,44%, spesies O yaitu 2,49%, spesies P yaitu
3,98%, spesies Q yaitu 10,19%, spesies R yaitu 15,55%, spesies S yaitu
0,42%, spesies T yaitu 0,05%, dan spesies U yaitu 0,85%. Menurut Andri
(2011), nilai kerapatan suatu spesies tumbuhan sangat dipengaruhi oleh
jumlah suatu individu dan luas kawasan yang didiaminya
Pada frekuensi mutlak spesies A yaitu 0,01, spesies B yaitu 0,003,
spesies C yaitu 0,007, spesies D yaitu 0,005, spesies E yaitu 0,008, spesies F
yaitu 0,01, spesies G yaitu 0,01, spesies H yaitu 0,004, spesies I yaitu 0,002,
spesies J yaitu 0,002, spesies K yaitu 0,001, spesies L yaitu 0,009, spesies M
yaitu 0,01, N yaitu 0,007, spesies O yaitu 0,005, spesies P yaitu 0,003, spesies
Q yaitu 0,009, spesies R yaitu 0,009, spesies S yaitu 0,003, spesies T yaitu
0,001, dan spesies U yaitu 0,004. Jumlah keseluruhan dari frekuensi mutlak
yaitu 0,122.
Dari hasil frekuensi mutlak, selanjutnya dibagi total frekuensi untuk
menentukan frekuensi relatif. Frekuensi relatif spesies A yaitu 8,20%, spesies
B yaitu 2,46%, spesies C yaitu 5,74%, spesies D yaitu 4,10%, spesies E yaitu
6,56%, spesies F yaitu 8,20, spesies G yaitu 3,28%, spesies H yaitu 1,64%,
spesies I yaitu 1,64%, spesies J yaitu 0,82%, spesies K yaitu 7,38%, spesies L
yaitu 8,20%, spesies M yaitu 5,74%, N yaitu 4,10%, spesies O yaitu 2,46%,
spesies P yaitu 7,38%, spesies Q yaitu 7,38%, spesies R yaitu 2,46%, spesies
S yaitu 0,42%, spesies T yaitu 0,82%, dan spesies U yaitu 3,28%. Menurut
Novita (2012), frekuensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luas petak
contoh, penyebaran tumbuhan dan ukuran jenis tumbuhan.
Nilai dari kerapatan relatif selanjutnya dijumlahkan dengan nilai
frekuensi relatif untuk menghasilkan nilai penting. Nilai penting spesies A
berjumlah 15,57, spesies B berjumlah 3,57, spesies C berjumlah 7,28, spesies
D berjumlah 6,43, spesies E berjumlah 7,67, spesies F berjumlah 14,19,
spesies G berjumlah 12,44, spesies H berjumlah 4,50, spesies I berjumlah
1,96, spesies J berjumlah 2,01, spesies K berjumlah 1,03, spesies L berjumlah
22,82, spesies M berjumlah 30,91, spesies N berjumlah 8,18, spesies O
berjumlah 6,59, spesies P berjumlah 6,44, spesies Q berjumlah 17,57, spesies
R berjumlah 22,93, spesies S berjumlah 2,88, spesies T berjumlah 10,87, dan
spesies U berjumlah 4,13. Menurut (Wirakusumah, 2003) semakin luas petak
contoh yang dibuat maka semakin banyak macam spesies yang terdapat pada
petak contoh tersebut. Artinya semakin luas habitat tempat tersebut maka
spesies yang kita temukan akan semakin banyak..
BAB V
PENUTUP
5.1Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil praktikum kali ini
adalah sebagai berikut :
1. Dari hasil analisis didapatkan dari tabel penentuan jenis tanaman, A
berjumlah 139, spesies B berjumlah 21, spesies C berjumlah 29, spesies D
berjumlah 44, spesies E berjumlah 21, spesies F berjumlah 113, spesies G
berjumlah 80, spesies H berjumlah 23, spesies I berjumlah 6, spesies J
berjumlah 7, spesies K berjumlah 4, spesies L berjumlah 291, spesies M
berjumlah 428, spesies N berjumlah 46, spesies O berjumlah 47, spesies P
berjumlah 75, spesies Q berjumlah 192, spesies R berjumlah 293, spesies
S berjumlah 8, spesies T berjumlah 1, dan spesies U berjumlah 4. Total
jumlah spesies sebanyak 1884.
2. Penyebaran dari suatu jenis tumbuhan dalam suatu komunitas yang
diamati yaitu secara tidak teratur.
3. Kerapatan mutlak tertinggi terdapat pada spesies A, F, G dan M yaitu 2,06
sedangkan kerapatan mutlak terendah terdapat pada spesies T yaitu 0,001.
Pada kerapatan relatif tertinggi terdapat pada spesies M dengan jumlah
22,72%. Sedangkan kerapatan relatif terendah terdapat pada spesies T
yaitu 0,5 %. Pada Frekuensi mutlak tertinggi terdapat pada spesies A, F, G
dan M yaitu 0,01 sedangkan frekuensi mutlak terendah terdapat pada
spesies K dan T yaitu 0,001. Pada frekuensi relatif tertinggi terdapat pada
spesies A, F, G dan M yaitu 8,20 % sedangkan frekuensi relatif terendah
terdapat pada spesies T yaitu 0,82 %. Nilai penting tertinggi terdapat pada
spesies R yaitu 22,93% dan nilai penting yang terendah terdapat pada
spesies T yaitu 0,87 %.
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum ini,harus lebih teliti dalam melakukan
praktikum agar hasil yang diperoleh dapat lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, 1995. Biologi lingkungan, Ganexa Exact, Bandung.
Campbell, 2004. Pengantar Agronomi. Jakarta: Gramedia
Guritno, 1995, Analisis Pertumbuhan Tanaman, Rajawali Press, Jakarta.
Haddy, 1986, Fisiologi Tumbuhan, UMM Press, Malang.
Indriyanto, 2006, Ekologi Hutan, Penerbit PT Bumi Aksara, Jakarta.
Irwanto, 2007. Pengantar Ekologi. Remadja Karya CV. Bandung.
Novita, 2012, Laporan Ekologi Tumbuhan. http://novita-ristiani. blogspot. Com/
2012/05/laporan-ekologi-tumbuhan.html,Diakses pada tanggal 18 Maret
2015.
Oosting, 1956, Dasar-Dasar Ekologi, UGM University Press, Yogyakarta.
Ramazas, 2012, Ekologi Umum Edisi Kedua. UGM. Yogyakarta.
Soegianto, Agoes, 1994, Ekologi kuantitatif, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.
Soerianegara, 1988, Buku Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan, UMM Press,
Malang.
LEMBAR ASISTENSI
Nama
: Fitriana
NIM
: G 401 13 056
Kelompok
: V (Lima)
Asisten
: Masnawati
No.
Hari / tanggal
Koreksi
Paraf
Download