LAPORAN PRAKTIKUMEKOLOGI TUMBUHAN PERCOBAAN VIII “METODE JALUR (TRANSECT) LURUS” DISUSUN OLEH: NAMA : FITRIANA STAMBUK : G 401 13 056 KELOMPOK : V (LIMA) ASISTEN : MASNAWATI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TADULAKO APRIL, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu metode dalam analisis vegetasi tumbuhan yaitu dengan menggunakan jalur transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan transek (Campbell, 2004). Transek merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukkan atau beberapa bentukan. Transek juga dapat dipakai dalam studi altituide dan mengetahui perubahan komunitas yang ada (Oosting, 1956). Keanekaragaman jenis seringkali disebut heterogenesis, yaitu karakteristk unik dari komunitas suatu organisasi biologi dan merupakan gambaran struktur dari komunitas. Komunitas secara dramatis berbeda-beda dalam kekayaan spesiesnya (spesies richiness) (Sitompul, 1996). Oleh karena itu, yang melatarbelakangi diadakannya praktikum ini yaitu untuk menentukan struktur dan komposisi jenis pada suatu komunitas, serta mengamati penyebaran suatu jenis dalam suatu komunitas dan megamati perubahan vegetasi secara gradual pada suatu komunitas. 1.2 Tujuan Tujuan pada praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menentukan struktur dan komposisi jenis pada suatu komunitas. 2. Mengamati penyebaran suatu jenis dalam suatu komunitas. 3. Mengamati perubahan vegetasi secara gradual pada suatu komunitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendeskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alamiah pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastis karena pengaruh anthropogenic (Anwar, 1995). Analisis vegetasi adalah salah cara untuk mempelajari tentang susunan (komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan). Analisis vegetasi dibagi menjadi tiga metode yaitu : (1) minimal area, (2) metode kuadrat, (3) metode jalur atau transek (Soerianegara, 1988). Salah satu metode dalam menganalisis vegetasi tumbuhan yaitu dengan menggunakan metode transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan transek. Cara ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi (Campbell, 2004). Kerapatan adalah nilai yang menunjukan jumlah individu dari jenis-jenis yang menjadi anggota suatu komunitas tuumbuhan dalam luasan tertentu. Sementara itu kerapatan relative menunjukan persentase individu jenis yang bersangkutan di dalam komunitasnya. Pernyataan relative ini diperlukan untuk menghindari kesalaan total dalam pemakaian terhadap suatu komunitas sebab data yang diperoleh dari analisis itu hanya berdasarkan sejumlah pengukuran beberapa wilayah cotoh, bukan total sensus seluruh populasi (Indriyanto, 2006). Frekuensi adalah nilai besaran yang menyatakan derajat penyebaran jenis didalam komunitasnya. Angka ini diperoleh dengan melihat perbandingan jumlah dari petak-petak yang diduduki suatu jenis terhadap keseluruhan petak yang diambil sebagai petak contoh di dalam melakukan analisis vegetasi. Frekuensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luas petak contoh, penyebaran tumbuhan dan ukuran jenis tumbuhan (Novita, 2012). Pada metode jalur, sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasarkan panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan presentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Analisis transek merupakan teknik untuk memfasilitasi masyarakat dalam pengamatan langsung lingkungan dan keadaan sumberdaya dengan cara berjalan menelusuri wilayah tempat mereka tinggal pada suatu lintasan tertentu yang sudah disepakati. Dengan teknik analisis transek diperoleh gambaran keadaan potensi sumberdaya alam masyarakat beserta masalah-masalah, perubahan-perubahan keadaan potensi-potensi yang ada (Haddy, 1986). Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari dan diselidiki. Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan, atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu lahan secara cepat. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m - 100 m. Sedangkan untuk vegetasi semak belukar garis yang digunakan cukup 5 m - 10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Ramazas, 2012). Menurut Anwar (1995), metode transek dibagi menjadi 3 macam yaitu : 1. Metode Line Intercept (line transect) Metode line intercept biasa digunakan oleh ahli ekologi untuk mempelajari komunitas padang rumput. Dalam cara ini terlebih dahulu ditentukan dua titik sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m, 100 m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Pada garis transek itu kemudian dibuat segmen-segmen yang panjangnya bisa 1 m, 5 m, 10 m. Dalam metode ini garis-garis. Metode transek kuadrat dilakukan dengan cara menarik garis tegak lurus, kemudian di atas garis tersebut ditempatkan kuadrat ukuran 10 X 10 m, jarak antar kuadrat ditetapkan secara sistematis terutama berdasarkan perbedaan struktur vegetasi. Selanjutnya mencatat, menghitung dan mengukur panjang penutupan semua spesies tumbuhan pada segmensegmen tersebut. Cara mengukur panjang penutupan adalah memproyeksikan tegak lurus bagian basal atau arial coverage yang terpotong garis transek ke tanah. 2. Metode Belt Transect Metode ini biasa digunakan untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya. Cara ini juga paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topograpi dan elevasi. Transek dibuat memotong garis-garis topograpi, dari tepi laut kepedalaman, memotong sungai atau menaiki dan menuruni lereng pegunungan. Lebar transek yang umum digunakan adalah 10-20 meter, dengan jarak antar transek 200-1000 meter tergantung pada intensitas yang dikehendaki. Untuk kelompok hutan yang luasnya 10.000 ha, intensitas yang dikendaki 2% dan hutan yang luasnya 1.000 ha intensitasnya 10%. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m digunakan jika semak dan tunas di bawah diikutkan, tetapi bila hanya pohon-pohonnya yang dewasa yang dipetakan, transek 10 m yang baik. 3. Metode Strip Sensus Metode ini sebenarnya sama dengan metode line transect, hanya saja penerapannya untuk mempelajari ekologi vertebrata teresterial (daratan). Metode strip sensus meliputi, berjalan di sepanjang garis transek dan mencatat spesies-spesies yang diamati di sepanjang garis transek tersebut. Data yang dicatat berupa indeks populasi (indeks kepadatan). Keunggulan analisis vegetasi dengan menggunakan metode transek antara lain : akurasi data diperoleh dengan baik kita terjun langsung, serta pencatatan data jumlah lebih teliti. Selain itu metode ini mempunyai kekurangan, yaitu antara lain : membutuhkan keahlian untuk mengidentifikasi vegetasi secara langsung dan dibutuhkan analisis yang baik, waktu yang dibutuhkan cukup lama, membutuhkan tenaga peniliti yang banyak ( Guritno, 1995). Manfaat transek yaitu untuk melihat dengan jelas mengenai kondisi alam dan rumitnya sistem pertanian dan pemeliharaan sumberdaya alam yang terbatas yang dijalankan masyarakat (Haddy, 1986). Komunitas yang mempunyai keanekaragaman tinggi lebih stabil dibandingkan dengan komunitas yang memiliki keanekaragaman jenis rendah. Analisis vegetasi adalah salah satu cara untuk mempelajari tentang susunan (komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan) (Sorianegara, 1998). BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum adalah sebagai berikut : Hari/Tanggal : Rabu/01 April 2015 Waktu : 13.00 WITA sampai selesai Tempat : Kawasan TAHURA (Tanah Hutan Raya) Desa Vatutela Kacamatan Palu Timur Provinsi Sulawesi Tengah 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Tali rafiah 2. Patok kayu 3. Alat tulis 4. Parang 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, adalah sebagai berikut : 1. Tumbuhan perdu dan semak 1.1 Prosedur Kerja Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini, adalah sebagai berikut : 1. Membuat jalur sepanjang 100 meter dengan lebar 10 meter. 2. Membagi jalur tersebut menjadi 10 segmen (petak contoh) dengan ukuran setiap segmen 10 x 10 meter. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Gambar. Jalur transect (Lurus) 3. Mencatat setiap tumbuhan yang terdapat dalam setiap petak contoh. 4. Melakukan analisa terhadap data vegetasi yang diperoleh dengan menggunakan rumus : Kerapatan mutlak (KM) : Jumlah individu jenis i Luasan total petak Kerapata Relatif (KR) : Kerapatan mutlak jenis i x 100% Kerapatan total semua jenis Frekuensi Mutlak (FM) : Jumlah petak ditempati individu jenis i Frekuensi Relatif (RF) Luas total petak : Frekuensi mutlak jenis i x 100% Frekuensi total semua jenis NP : KR + FR BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Jatropa Choromolaena odoratum Acasia sp 5 39 25 22 14 6 9 11 4 4 Jumlah keseluru han 139 12 6 0 3 0 0 0 0 0 0 21 3 14 2 3 5 0 0 0 1 1 29 Parcia speciosa 0 13 18 10 2 0 0 0 1 0 44 Annona squamosa 0 1 4 4 5 3 2 1 1 0 21 Lantana camara 18 19 17 16 10 12 9 5 4 3 113 Opuntia sp 2 8 12 10 10 10 9 6 7 6 80 Euphorbia hirta 16 0 0 2 4 1 0 0 0 0 23 A 5 0 0 0 0 0 0 0 0 1 6 B 6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 7 C 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 D 45 62 30 52 40 26 22 5 9 0 291 E 99 75 60 46 40 33 39 16 17 3 428 F 19 5 1 0 2 0 0 1 7 11 46 G 0 22 10 5 6 4 0 0 0 0 47 H 39 33 3 0 0 0 0 0 0 0 75 I 0 87 11 5 13 9 30 16 20 1 192 J 0 77 54 33 37 40 11 18 17 6 293 K 0 0 0 1 6 0 0 0 0 1 8 L 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 M 0 0 0 6 1 8 1 0 0 0 16 Sub plot (jumlah) Spesies Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1884 4.2 Tabel Analisis Vegetasi No. Spesies Jumlah 1. Jatropa sp 139 0.139 7.377919 0.01 2. 21 0.021 0.003 2.521008 3.635658 29 0.029 1.539278 0.007 5.882353 7.421631 44 0.044 2.335456 0.005 4.201681 6.537137 21 0.021 113 0.113 5.997877 0.01 8.403361 14.40124 80 0.08 0.01 8.403361 12.64965 23 0.023 1.220807 0.004 3.361345 4.582151 9. Choromolaena odoratum Acasia sp Parcia speciosa Annona squamosa Lantana camara Opuntia sp Euphorbia hirta A 6 0.006 0.318471 0.002 1.680672 1.999144 10 B 7 0.007 11. C 4 0.004 0.212314 0.001 0.840336 12. D 291 0.291 15.44586 0.009 7.563025 23.00889 13. E 428 0.428 22.71762 0.007 5.882353 28.59998 14. F 46 0.046 2.441614 0.007 5.882353 8.323967 15. G 47 0.047 2.494692 0.005 4.201681 6.696373 16. H 75 0.075 3.980892 0.003 2.521008 17. I 192 0.192 10.19108 0.009 7.563025 17.75411 18. J 293 0.293 15.55202 0.009 7.563025 23.11504 19. K 8 0.008 0.424628 0.003 2.521008 2.945637 20. L 1 0.001 0.053079 0.001 0.840336 0.893415 21. M 16 0.016 0.849257 0.004 3.361345 4.210601 Total 1884 3. 4. 5. 6. 7. 8. K 1.884 KR (%) 1.11465 1.11465 4.246285 0.37155 100 F FR (%) INP 8.403361 15.78128 0.008 6.722689 7.837339 0.002 1.680672 2.052222 0.119 100 1.05265 6.5019 200 4.2 Analisis Data Rumus : Kerapatan Mutlak (KM) = KMA : 139 = 0,139 1000 KMB : 21 = 0,021 1000 KMC : 29 = 0,029 1000 KMD : 44 = 0.044 1000 KME : 21 = 0,021 1000 KMF : 113 = 0,113 1000 KMG : 80 = 0,08 1000 KMH : 23 = 0,023 1000 KMI : 6 = 0,006 1000 KMJ : 7 = 0,007 1000 KMK : 4 = 0,004 1000 KML : 291 = 0,291 1000 KMM : 428 = 0,428 1000 Jumlah individu jenis i Luas total petak KMN : 46 = 0,046 1000 KMO : 47 = 0,047 1000 KMP : 75 = 0,075 1000 KMQ : 192 = 0,192 1000 KMR : 293 = 0,293 1000 KMS : 8 = 0,008 1000 KMT : 1 = 0,001 1000 KMU : 16 = 0,016 1000 Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan mutlak jenis i Kerapatan total semua jenis KRA : 0,139 x 100% = 7,38% 1,884 KRB : 0,021 x 100% = 1,11% 1,884 KRC : 0,029 x 100% = 1,54% 1,884 KRD : 0,044 x 100% = 2,34% 1,884 KRE : 0,021 x 100% = 1,11% 1,884 x 100 % KRF : 0,113 x 100% = 6,60% 1,884 KRG : 0,08 x 100% = 4,25% 1,884 KRH : 0,023 x 100% = 1,22% 1,884 KRI : 0,006 x 100% = 0,32% 1,884 KRJ : 0,007 x 100% = 0,37% 1,884 KRK : 0,004 x 100% = 0,21% 1,884 KRL : 0,291 x 100% = 15,45% 1,884 KRM : 0,428 x 100% = 22,72% 1,884 KRN : 0,046 x 100% = 2,44% 1,884 KRO : 0,047 x 100% = 2,49% 1,884 KRP : 0,075 x 100% = 3,98% 1,884 KRQ : 0,192 x 100% = 10,19% 1,884 KRR : 0,293 x 100% = 15,55% 1,884 KRS : 0,008 x 100% = 0,42% 1,884 KRT : 0,001 x 100% = 0,05% 1,884 KRU : 0,016 x 100% = 0,85% 1,884 Frekuensi Mutlak (FM) = FMA : 10 = 0,01 1000 FMB : 3 = 0,03 1000 FMC : 7 = 0,07 1000 FMD : 5 = 0,05 1000 FME : 8 = 0,08 1000 FMF : 10 = 0,01 1000 FMG : 10 = 0,01 1000 FMH : 4 = 0,004 1000 FMI : 2= 0,002 1000 FMJ : 2 = 0,002 1000 FMK : 1 = 0,001 1000 FML : 9 = 0,009 1000 Jumlah petak ditempati individu jenis i Luas total petak FMM : 10 = 0,01 1000 FMN : 7 = 0,007 1000 FMO : 5 = 0,005 1000 FMP : 3 = 0,003 1000 FMQ : 9 = 0,009 1000 FMR : 9 = 0,009 1000 FMS : 3 = 0,003 1000 FMT : 1 = 0,001 1000 FMU : 4 = 0,004 1000 Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi mutlak jenis i Frekuensi total semua jenis FRA : 0,01 x 100% = 8,20% 1,884 FRB : 0,003 x 100% = 2,46% 1,884 FRC : 0,007 x 100% = 5,74% 1,884 FRD : 0,005 x 100% = 4,10% 1,884 x 100% FRE : 0,008 x 100% = 6,56% 1,884 FRF : 0,01 x 100% = 8,20 1,884 FRG : 0,01 x 100% = 8,20 1,884 FRH : 0,004 x 100% = 3,28% 1,884 FRI : 0,002 x 100% = 1,64% 1,884 FRJ : 0,002 x 100% = 1,64% 1,884 FRK : 0,001 x 100% = 0,82% 1,884 FRL : 0,009 x 100% = 7,38% 1,884 FRM : 0,01 x 100% = 8,20% 1,884 FRN : 0,007 x 100% = 5,74% 1,884 FRO : 0,005 x 100% = 4,10% 1,884 FRP : 0,003 x 100% = 2,46% 1,884 FRQ : 0,009 x 100% = 7,39% 1,884 FRR : 0,009 x 100% = 7,39% 1,884 FRS : 0,003 x 100% = 2,46% 1,884 FRT : 0,001 x 100% = 0,82% 1,884 FRU : 0,004 x 100% = 3,28% 1,884 Rumus : Nilai Penting (NP) = KR + FR Spesies A NP : 7,38 + 8,20 = 15,57% Spesies B NP : 1,11 + 2,46 = 3,57% Spesies C NP : 1,54 + 5,74 = 7,28% Spesies D NP : 2,34 + 4,10 = 6,43% Spesies E NP : 1,11 + 6,56 = 7,67% Spesies F NP : 6,00 + 8,20 = 14,49% Spesies G NP : 4,25 + 8,20 = 12,44% Spesies H NP : 1,22 + 3,28 = 4,50% Spesies I NP : 0,32 + 1,64 = 1,96% Spesies J NP : 0,37 + 1,64 = 2,01% Spesies K NP : 0,21 + 0,82 = 1,03% Spesies L NP : 15,45 +7,38 = 22,82% Spesies M NP : 22,72 + 8,20 = 30.91% Spesies N NP : 2,44 + 5,74 = 8,18% Spesies O NP : 2,49 + 4,10 = 6,59% Spesies P NP : 3,98 + 2,46 = 6,44% Spesies Q NP : 10,19 + 7,38 = 17,57% Spesies R NP : 15,55 + 7,38 = 22,93% Spesies S NP : 0,42 + 2,46 = 2,88% Spesies T NP : 0,05 + 0,02 = 0,87% Spesies U NP : 0,85 + 3,28 = 4,13% 4.3 Pembahasan Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajar / diselidiki. Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan, atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu lahan secara cepat. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m - 100 m. Sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m - 10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Ramazas, 2012). Praktikum kali ini, metode yang digunakan yaitu metode transek yang digunakan berupa persegi panjang dengan ukuran panjang 100 meter dan lebar 10 meter, dengan menghitung setiap vegetasi dengan jalur lurus (kontinyu). Luas kawasan yang diamati dengan jarak antar jalur 10 x 10 meter. Dalam persegi panjang dibuat segmen (petak contoh) sebanyak 10 petak. Dari hasil analisis vegetasi, ditemukan sebanyak 21 jenis tanaman, yang terdiri dari spesies A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M. N, O, P, Q, R, S, T dan U. Berdasarkan data yang didapatkan dari tabel penentuan jenis tanaman, A berjumlah 139, spesies B berjumlah 21, spesies C berjumlah 29, spesies D berjumlah 44, spesies E berjumlah 21, spesies F berjumlah 113, spesies G berjumlah 80, spesies H berjumlah 23, spesies I berjumlah 6, spesies J berjumlah 7, spesies K berjumlah 4, spesies L berjumlah 291, spesies M berjumlah 428, spesies N berjumlah 46, spesies O berjumlah 47, spesies P berjumlah 75, spesies Q berjumlah 192, spesies R berjumlah 293, spesies S berjumlah 8, spesies T berjumlah 1, dan spesies U berjumlah 4. Total jumlah spesies sebanyak 1884. Jenis spesies yang paling banyak ditemukan pada plot yaitu jenis spesies M berjumlah 428 sedangkan yang paling sedikit yaitu jenis spesies T berjumlah 1. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor pembatas seperti iklim, suhu, curah hujan, cahaya, tanah dan lain-lain, sehingga jenis spesies M lebih mendominansi pertumbuhannya dibandingkan dengan jenis spesies lainnya. Berdasarkan tabel analisis data kerapatan mutlak spesies A yaitu 0,139, spesies B yaitu 0,021, spesies C yaitu 0,025, spesies D yaitu 0,044, spesies E yaitu 0,021, spesies F yaitu 0,113, spesies G yaitu 0,08, spesies H yaitu 0,023, spesies I yaitu 0,006, spesies J yaitu 0,007, spesies K yaitu 0,004, spesies L yaitu 0,291, spesies M yaitu 0,428, N yaitu 0,046, spesies O yaitu 0,047, spesies P yaitu 0,075, spesies Q yaitu 0,192, spesies R yaitu 0,293, spesies S yaitu 0,008, spesies T yaitu 0,001, dan spesies U yaitu 0,016. Kerapatan relatif spesies A yaitu 7,38%, spesies B yaitu 1,11%, spesies C yaitu 1,54%, spesies D yaitu 2,34%, spesies E yaitu 1,11%, spesies F yaitu 6,00, spesies G yaitu 4,25%, spesies H yaitu 1,22%, spesies I yaitu 0,32%, spesies J yaitu 0,37%, spesies K yaitu 0,21%, spesies L yaitu 15,45%, spesies M yaitu 22,72%, N yaitu 2,44%, spesies O yaitu 2,49%, spesies P yaitu 3,98%, spesies Q yaitu 10,19%, spesies R yaitu 15,55%, spesies S yaitu 0,42%, spesies T yaitu 0,05%, dan spesies U yaitu 0,85%. Menurut Andri (2011), nilai kerapatan suatu spesies tumbuhan sangat dipengaruhi oleh jumlah suatu individu dan luas kawasan yang didiaminya Pada frekuensi mutlak spesies A yaitu 0,01, spesies B yaitu 0,003, spesies C yaitu 0,007, spesies D yaitu 0,005, spesies E yaitu 0,008, spesies F yaitu 0,01, spesies G yaitu 0,01, spesies H yaitu 0,004, spesies I yaitu 0,002, spesies J yaitu 0,002, spesies K yaitu 0,001, spesies L yaitu 0,009, spesies M yaitu 0,01, N yaitu 0,007, spesies O yaitu 0,005, spesies P yaitu 0,003, spesies Q yaitu 0,009, spesies R yaitu 0,009, spesies S yaitu 0,003, spesies T yaitu 0,001, dan spesies U yaitu 0,004. Jumlah keseluruhan dari frekuensi mutlak yaitu 0,122. Dari hasil frekuensi mutlak, selanjutnya dibagi total frekuensi untuk menentukan frekuensi relatif. Frekuensi relatif spesies A yaitu 8,20%, spesies B yaitu 2,46%, spesies C yaitu 5,74%, spesies D yaitu 4,10%, spesies E yaitu 6,56%, spesies F yaitu 8,20, spesies G yaitu 3,28%, spesies H yaitu 1,64%, spesies I yaitu 1,64%, spesies J yaitu 0,82%, spesies K yaitu 7,38%, spesies L yaitu 8,20%, spesies M yaitu 5,74%, N yaitu 4,10%, spesies O yaitu 2,46%, spesies P yaitu 7,38%, spesies Q yaitu 7,38%, spesies R yaitu 2,46%, spesies S yaitu 0,42%, spesies T yaitu 0,82%, dan spesies U yaitu 3,28%. Menurut Novita (2012), frekuensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luas petak contoh, penyebaran tumbuhan dan ukuran jenis tumbuhan. Nilai dari kerapatan relatif selanjutnya dijumlahkan dengan nilai frekuensi relatif untuk menghasilkan nilai penting. Nilai penting spesies A berjumlah 15,57, spesies B berjumlah 3,57, spesies C berjumlah 7,28, spesies D berjumlah 6,43, spesies E berjumlah 7,67, spesies F berjumlah 14,19, spesies G berjumlah 12,44, spesies H berjumlah 4,50, spesies I berjumlah 1,96, spesies J berjumlah 2,01, spesies K berjumlah 1,03, spesies L berjumlah 22,82, spesies M berjumlah 30,91, spesies N berjumlah 8,18, spesies O berjumlah 6,59, spesies P berjumlah 6,44, spesies Q berjumlah 17,57, spesies R berjumlah 22,93, spesies S berjumlah 2,88, spesies T berjumlah 10,87, dan spesies U berjumlah 4,13. Menurut (Wirakusumah, 2003) semakin luas petak contoh yang dibuat maka semakin banyak macam spesies yang terdapat pada petak contoh tersebut. Artinya semakin luas habitat tempat tersebut maka spesies yang kita temukan akan semakin banyak.. BAB V PENUTUP 5.1Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil praktikum kali ini adalah sebagai berikut : 1. Dari hasil analisis didapatkan dari tabel penentuan jenis tanaman, A berjumlah 139, spesies B berjumlah 21, spesies C berjumlah 29, spesies D berjumlah 44, spesies E berjumlah 21, spesies F berjumlah 113, spesies G berjumlah 80, spesies H berjumlah 23, spesies I berjumlah 6, spesies J berjumlah 7, spesies K berjumlah 4, spesies L berjumlah 291, spesies M berjumlah 428, spesies N berjumlah 46, spesies O berjumlah 47, spesies P berjumlah 75, spesies Q berjumlah 192, spesies R berjumlah 293, spesies S berjumlah 8, spesies T berjumlah 1, dan spesies U berjumlah 4. Total jumlah spesies sebanyak 1884. 2. Penyebaran dari suatu jenis tumbuhan dalam suatu komunitas yang diamati yaitu secara tidak teratur. 3. Kerapatan mutlak tertinggi terdapat pada spesies A, F, G dan M yaitu 2,06 sedangkan kerapatan mutlak terendah terdapat pada spesies T yaitu 0,001. Pada kerapatan relatif tertinggi terdapat pada spesies M dengan jumlah 22,72%. Sedangkan kerapatan relatif terendah terdapat pada spesies T yaitu 0,5 %. Pada Frekuensi mutlak tertinggi terdapat pada spesies A, F, G dan M yaitu 0,01 sedangkan frekuensi mutlak terendah terdapat pada spesies K dan T yaitu 0,001. Pada frekuensi relatif tertinggi terdapat pada spesies A, F, G dan M yaitu 8,20 % sedangkan frekuensi relatif terendah terdapat pada spesies T yaitu 0,82 %. Nilai penting tertinggi terdapat pada spesies R yaitu 22,93% dan nilai penting yang terendah terdapat pada spesies T yaitu 0,87 %. 5.2 Saran Sebaiknya pada praktikum ini,harus lebih teliti dalam melakukan praktikum agar hasil yang diperoleh dapat lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Anwar, 1995. Biologi lingkungan, Ganexa Exact, Bandung. Campbell, 2004. Pengantar Agronomi. Jakarta: Gramedia Guritno, 1995, Analisis Pertumbuhan Tanaman, Rajawali Press, Jakarta. Haddy, 1986, Fisiologi Tumbuhan, UMM Press, Malang. Indriyanto, 2006, Ekologi Hutan, Penerbit PT Bumi Aksara, Jakarta. Irwanto, 2007. Pengantar Ekologi. Remadja Karya CV. Bandung. Novita, 2012, Laporan Ekologi Tumbuhan. http://novita-ristiani. blogspot. Com/ 2012/05/laporan-ekologi-tumbuhan.html,Diakses pada tanggal 18 Maret 2015. Oosting, 1956, Dasar-Dasar Ekologi, UGM University Press, Yogyakarta. Ramazas, 2012, Ekologi Umum Edisi Kedua. UGM. Yogyakarta. Soegianto, Agoes, 1994, Ekologi kuantitatif, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya. Soerianegara, 1988, Buku Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan, UMM Press, Malang. LEMBAR ASISTENSI Nama : Fitriana NIM : G 401 13 056 Kelompok : V (Lima) Asisten : Masnawati No. Hari / tanggal Koreksi Paraf