ISSN 1978-9513 V I S V I TA L I S V I S V I TA L I S Jurnal Ilmiah Biologi Jurnal Ilmiah Biologi Volume 01, Nomor 2, September 2008 VIS VITALIS Volume 01 Nomor 2, September 2008 DAFTAR ISI Judul Tulisan Halaman Industri berbasis keanekaragaman hayati, masa depan Indonesia 1 - 12 Endang Sukara dan Imran SL Tobing Mikroba, dari habitat ke industri 13 - 18 Yulneriwarni Aktivitas beberapa peptida kadherin sintetik dalam menghambat reagregasi sel 19 - 28 Ernawati Sinaga, Usman SF Tambunan, dan Teruna J Siahaan Keanekaragaman morfologi dan anatomi Pandanus (Pandanaceae) di Jawa Barat 29 - 44 Sri Endarti Rahayu dan Sri Handayani Fermentasi kefir dari susu kacang kacangan 45 - 54 Fratiwi, Yulneriwarni dan Noverita Pemanfaatan jerami padi dan alang-alang dalam fermentasi etanol menggunakan kapang Trichoderma viride dan khamir Saccharomycess cerevisiae 55 - 62 Iris Mustika Sari, Noverita dan Yulneriwarni Manajemen kawasan dalam upaya konservasi sumberdaya alam hayati 63 - 70 Imran SL Tobing FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA ISSN 9 771978 1978-9513 951328 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 MANAJEMEN KAWASAN DALAM UPAYA KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Penerapan prinsip-prinsip biomanajemen dalam pemanfaatan dan aspek konservasi lainnya sudah menjadi keharusan untuk dilaksanakan. Tanpa penerapan prinsip-prinsip kesinambungan dalam pengelolaan, maka upaya mempertahankan nilai-nilai hidupan dan kawasan agar tetap sinambung tidak akan dapat terwujud. Pengelolaan suatu kawasan (sumberdaya alam) harus berlandaskan pada konsep-konsep ekologis dan sosiologis; bila tidak, pengelolaan dengan segala aktivitas yang dilakukan akan dapat saling berbenturan (kepentingan) sehingga dinamisasi sistem dalam kawasan tidak akan berlangsung dengan baik. Dalam perencanaan maupun tindakan pengelolaan; jangan hanya ditetapkan berdasarkan pendapat para ahli dan/atau para pengambil keputusan; tetapi harus berdasarkan pengetahuan empiris yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi lokal Kata kunci : manajemen, konservasi, sumberdaya alam PENDAHULUAN Kawasan hutan di Indonesia telah banyak mengalami degradasi; beberapa bahkan telah rusak sama sekali; banyak spesies yang ter-ancam kepunahan, atau bahkan telah punah. Hal ini terjadi karena pemanfaatan (eksploitasi) yang dilakukan hanya berorientasi untuk kepentingan kini dan pribadi; belum berorientasi untuk kepentingan kini dan masa datang serta ummat manusia; sesuai prinsip konservasi. Kerusakan dan penurunan kualitas kawasan (lingkungan) serta reduksi sumber daya alam hayati yang terus terjadi harus segera ditangani secara serius. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip biomanajemen yang baik dalam pemanfaatan dan aspek konservasi lainnya sudah menjadi keharusan untuk dilaksanakan. Tanpa penerapan prinsip-prinsip kesinambungan dalam pengelolaan, maka upaya mempertahankan nilai-nilai hidupan dan Tobing, ISL kawasan (keanekaragaman hayati) agar tetap sinambung tidak akan dapat terwujud. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini akan mengemukakan beberapa hal yang dianggap dapat dijadikan sebagai dasar pertim-bangan dalam upaya manajemen kawasan dan sumber daya alam, agar nilainilainya dapat terus berkesinambungan. PRINSIP-PRINSIP UMUM A. Konsep dasar Pengelolaan suatu kawasan (sumberdaya alam) harus berlandaskan pada konsep-konsep ekologis dan sosiologis; bila tidak, pengelolaan dengan segala aktivitas yang dilakukan akan dapat saling berbenturan (kepentingan) sehingga dinamisasi sistem dalam kawasan tidak akan berlangsung dengan baik. 63 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 Dalam konsep ekologi; semua komponen yang ada dalam lingkungan adalah saling ter-gantung / pengaruh mempengaruhi; tidak ada satu komponenpun yang dapat berdiri sendiri tanpa terpengaruh dan mempengaruhi komponen lain; baik itu komponen biotik (hidupan) maupun komponen abiotik (fisik). Namun demikian, hubungan antar komponen mempunyai keeratan yang bervariasi. Jadi, bila mengelola suatu spesies hidupanliar; pertimbangan pemilih-an metoda tidak hanya tergantung pada kebaikan spesies itu semata, tetapi juga harus memperhitungkan dampaknya terhadap spesies lain. Karena bila tidak, dampak yang terkena pada spesies lain akan juga mempengaruhi spesies yang sedang dikelola nantinya. Apalagi bila yang dikelola adalah kawasan (multi spesies) maka semua faktor harus dipertimbangankan dalam perenca-naan dan tindakan pengelolaan. Secara sosiologis, semua aktivitas dalam pengelolaan serta hasil akhir yang akan dicapai, yang tertuang dalam tujuan, sedapat mungkin tidak akan merugikan masyarakat (upayakan agar menguntungkan masyarakat), terutama masyarakat di sekitar kawasan yang akan dikelola. Masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan, upayakan dalam posisi yang sejajar, bukan sebagai hubungan antara atasan dan bawahan. Semua aktivitas pengelolaan harus difahami oleh masyarakat; sehingga tugas pengelola tidak hanya merencanakan dan memani-pulasi atau proteksi kawasan (dan sumberdaya alam) tetapi juga menginformasikan ke masyarakat. Bila masyarakat tidak memahami aspek-aspek pengelolaan yang akan dilakukan, maka mereka tidak akan mendukung upaya pengelolaan. Dukungan dari instansi-instansi terkait, pemerintan (daerah), dan LSM juga sangat diperlukan, sehingga aspek-aspek pengelolaan sedapat mungkin sejalan dengan pembangunan dan peningkatan Tobing, ISL potensi daerah. Dalam pengelolaan-pun seharusnya semua instansi-instansi tersebut dilibatkan; sehing-ga dalam perencanaan sangat diperlukan mengidentifikasi instansi dan/atau kelompok masyarakat mana saja yang berkepentingan dalam pengelolaan kawasan. Dalam perencanaan maupun tindakan pengelolaan; jangan hanya ditetapkan berdasarkan pendapat para ahli dan/atau para pengambil keputusan; tetapi harus berdasarkan pengetahuan empiris yang dikem-bangkan dan disesuaikan dengan kondisi lokal. Jadi; sebelum pelaksanaan, kita sudah yakin akan pengaruh manipulasi (berdasarkan fakta/informasi yang ada) yang akan dilakukan; karena kalau keliru memanipulasi atau keliru memprakirakan dampak, maka yang terjadi bukan perbaikan kawasan tetapi akan dapat bertambah rusak. B. Tujuan umum Secara umum manajemen suatu kawasan dilaksanakan dengan tujuan, 1. Memperbaiki kawasan yang rusak (terdegradasi) untuk memulihkan kondisi sumber daya alam hayati 2. Mengontrol (menurunkan) popu-lasi suatu spesies yang terlalu melimpah dan keluar dari kawasan konservasi tertentu, agar tidak mengganggu ling-kungan lain (manusia) 3. Menjaga (proteksi) suatu ka-wasan agar proses ekologi dapat berlangsung secara alami, se-hingga sumberdaya alam hayati tetap terpelihara 4. Mengeksploitasi suatu kawasan (sumberdaya alam hayati) untuk dimanfaatkan dalam berbagai bidang berdasarkan prinsip kesinambungan hasil Tujuan-tujuan tersebut dapat lebih difokuskan pada jenis kawasan yang akan 64 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 dikelola dan hasil akhir yang diharapkan, sehingga menjadi spesifik dan dijadikan sebagai arah dalam pengelolaan. Manajemen yang baik adalah yang berorientasi pada tujuan; dan tujuan yang telah ditetapkan (untuk memecahkan masalah) harus dapat dicapai. Oleh karena itu, sebelum melaksanakan pengelolaan, tujuan dan kehendak (keinginan) yang telah ditetapkan dikaji (review) kembali untuk meyakinkan apakah tujuan tersebut merupakan sesuatu yang memung-kinkan untuk dicapai (feasibel). Pengkajian tentang fisibilitas tujuan atau kehendak dapat dilakukan dengan mengidentifikasi jawab-an atas pertanyaan berikut, 1. Apa hasil yang diharapkan. Hasil-hasil (output) apa (saja) yang diinginkan untuk dicapai dalam proyek yang akan dilaksanakan ? 2. Bagaimana caranya (yang terbaik). Cara / metode apa saja yang dapat diterapkan untuk memperoleh hasilhasil yang diinginkan tersebut. Pilih (tetapkan) cara terbaik (yang paling memungkinkan) untuk diterapkan. 3. Berapa lama akan tercapai. Tetapkan target waktu yang diperlukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. 4. Apa saja kendala. Kendala-kendala apa saja yang kemungkinan akan menghambat (mem-perlambat) tercapainya hasil. Identifikasi berbagai cara untuk menghilangkan kendala-kendala tersebut. 5. Apakah keuntungan melebihi kerugian. Perhitungkan keun-tungan-keuntungan dan kerugian kerugian yang akan timbul dengan pelaksanaan proyek. Suatu proyek dapat dilaksanakan bila keuntungan lebih besar dari kerugian. Keuntungan dan keru-gian tidak hanya ditinjau dari aspek ekonomi saja tetapi juga dari aspek ekologi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah saling tergantung satu sama lain; bila Tobing, ISL ada satu jawaban yang tidak memungkinkan maka tujuan (target) pengelolaan tidaklah feasibel, sehingga pengelolaan sebaiknya tidak usah dilaksanakan. Berdasarkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut; rumuskan kembali tujuan dan aktivitas-aktivitas yang akan dilaksanakan dalam pengelolaan. Rumusan tujuan harus nyata dan merupakan fakta secara ekologis serta dapat tercapai pada selang waktu yang sudah tertentu Berhasil atau tidaknya pengelolaan dapat dinilai dengan membandingkan outcome (hasil yang diperoleh) dengan tujuan. Kriteria keberhasilan / kegagalan harus telah ditentukan dalam perencanaan dengan menetapkan target-target yang akan dicapai secara nyata (kuantitatif). Bila tidak ada kriteria untuk penilaian, maka pengelolaan yang dilakukan seolah-olah selalu berhasil; dan bila tidak berhasil (gagal) pun selalu dicari alasan yang menjadi penyebab (umumnya penduduk) tidak tercapainya tujuan. MANAJEMEN KEANEKARAGAMAN HAYATI A. Tujuan Manajemen keanekaragaman hayati secara umum bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan sumberdaya alam hayati agar dapat s dimanfaatkan secara terus menerus. B. Tindakan 1. Perlindungan kawasan Penetapan kawasan-kawasan perlindungan (seperti Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, dll.) dimaksudkan tidak hanya untuk melindungi sumberdaya alam tetapi juga melindungi ekosistem secara keseluruhan. Status 65 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 kawasan perlindungan yang berbeda, mempunyai sistem manajemen bervariasi sesuai dengan tujuan utama penetapan kawasan perlindungan. Penetapan suatu kawasan perlindungan sangat ditentukan oleh potensi dasar kawasan; selanjutnya, kesinambungan nilainilai dalam kawasan akan dipengaruhi oleh proses awal dalam mendesain kawasan perlindungan. Secara umum; kawasan yang luas akan lebih baik dari yang sempit; banyak lebih baik dari sedikit; berhubungan lebih baik dari yang terisolasi; dan berkelompok lebih baik dari linier. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut; keberadaan koridor antar kawasan (terutama kawasan kecil) perlu dipertimbangkan. Keberadaan koridor tidak hanya mempunyai keuntungan potensial tetapi juga dapat merugikan, sehingga pem-buatan koridor harus diperhitungkan dengan baik. Keuntungan potensial koridor antara lain adalah : meningkatkan kekayaan spesies, ukuran populasi, dan memperkecil kemungkinan inbreeding, serta memperluas daerah jelajah. Sebaliknya kerugian adanya koridor antara lain adalah sebagai jembatan masuknya spesies yang tidak diinginkan ke dalam kawasan, jembatan kebakaran, serta memerlukan biaya tinggi dan berpotensi menimbulkan konflik dengan strategi penggunaan lahan secara konvensional. 2. Perlindungan spesies Perlindungan kawasan tidak selalu sama dengan perlindungan spesies, karena akan lebih terfokus pada spesies target yang umumnya merupakan spesies endangered. Perlindungan spesies difokuskan untuk meningkatkan daya dukung dan menurunkan faktor-faktor pembatas bagi perkembangan suatu spesies. Manipulasi dapat dilakukan dengan meningkatkan sumber pakan, sarana berkembang biak, menurunkan predator dan kompetitor, dll.; sehingga Tobing, ISL spesies yang dikelola lebih berkemungkinan berkembang. Antar spesies yang berbeda, model manajemen juga dapat berbeda. Spesies yang secara alami hidup di hutan primer, seperti owa (Hylobates spp.) akan sangat terancam bila terjadi degradasi hutan sebagai habitat, sehingga bila tindakannya adalah pengelolaan habitat, maka arah pengelolaan adalah agar suksesi hutan menjadi klimaks (hutan primer). Lain halnya bila yang dikelola adalah banteng (Bos spp.), suksesi habitat justru harus diarahkan agar tetap dalam tahap awal (padang rumput) sehingga penebangan pohon/semak justru harus dilakukan agar kawasan tidak berubah menjadi primer. Perlindungan spesies tidak hanya dilakukan di dalam kawasan konservasi, tetapi juga di luar kawasan konservasi. Spesies-spesies yang dilindungi secara hukum, walaupun berada di luar kawasan konservasi, tetap tidak boleh dieksploitasi. MANAJEMEN KAWASAN LINDUNG A. Tujuan Manajemen kawasan lindung secara umum bertujuan untuk, 1. Mempertahankan proses-proses ekologis dalam kawasan lindung berlangsung secara alami 2. Melindungi hidupan dengan memanipulasi habitat untuk meningkatkan daya dukung 3. Memanfaatkan sumberdaya alam yang ada dalam kawasan dengan prinsip kelestarian B. Tindakan 1. Perlindungan : dilakukan dengan proteksi faktor-faktor eksternal (faktor- 66 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 faktor yang berasal dari luar kawasan) agar tidak berpengaruh ke dalam kawasan; seperti pada kawasan Cagar Alam dan zona inti taman nasional 2. Memanipulasi (memperbaiki) kondisi lingkungan untuk meningkatkan daya dukung kawasan sebagai habitat hidupan 3. Memodifikasi dan/atau menggolongkan kawasan untuk berbagai peruntukan yang saling menunjang satu sama lain dalam suatu keserasian 4. Pengendalian populasi yang keluar (berlimpah) dari kawasan lindung. Secara alami populasi berlimpah tidak akan terjadi karena perkembangan populasi akan berinteraksi dengan daya dukung (kondisi habitat) dalam proses yang dinamis. Kondisi seperti ini hanya terjadi karena campur tangan manusia (menurunkan kuantitas dan kualitas habitat) yang menyebabkan terganggunya daya dukung kawasan (habitat), sehingga satwaliar keluar dari kawasan karena kebutuhan hidupnya sudah tidak terpenuhi di dalam kawasan. Kasus seperti ini, misalnya, terjadi pada gajah (Elephas maximus) yang dianggap telah over populasi di berbagai kawasan di pulau Sumatera, sehingga keluar dari kawasan; padahal, ini terjadi karena tingginya konversi hutan sebagai habitat gajah. Spesies yang keluar dari kawasan harus dikendalikan karena tidak saja akan berakibat buruk terhadap spesies tersebut tetapi juga akan mempengaruhi spesies lain. Tindakan pengelolaan dapat dilakukan dengan : translokasi (ditangkap dan dipindahkan ke kawasan lain), pengendalian hayati (seperti meningkatkan kelimpahan pakan dan kebutuhan lainnya), atau seleksi (melakukan pengurangan terhadap individu-individu yang lemah dan kurang potensial), atau dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan Tobing, ISL MANAJEMEN KAWASAN PRODUKSI A. Tujuan Agar hasil dapat terus berkesinambungan, dan fungsi lingkungan tetap terjaga B. Tindakan 1. Pengelolaan dampak; memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif 2. Eksploitasi berdasarkan kesinambungan hasil (sustainable yield) yang dapat ditentukan berdasarkan, Tingkat pertumbuhan maximum (bila populasi telah relatif stabil, baru boleh dipanen). Pertambahan populasi (jumlah yang dipanen disesuaikan dengan pertambahan populasi); yang dipanen hanya riapnya saja. Hubungan antara hasil dan usaha penangkapan (bila dalam usaha yang sama hasil penangkapan menurun, maka stop eksploitasi). Ini hanya dapat dilakukan pada spesies yang perkembangan populasinya relatif cepat; seperti ikan, beberapa spesies burung, dan mamalia kecil. 3. Sistem penebangan Penebangan selektif : hutan/ tegakan yang tersisa adalah yang nonekonomis; yang justru dapat menghambat perkembangan spesies / tegakan yang bernilai ekonomis. Sebaiknya (mungkin ?) penebangan juga dilakukan terhadap spesies yang non-ekonomis, sehingga perkembangan setiap spesies dapat berlangsung bersama-sama. Seleksi berdasarkan ukuran (diameter pohon) akan memberi kesempatan pada tegakan kecil untuk berkembang. 67 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 Rotasi penebangan dilakukan untuk memberi kesempatan perkembangan secara bertahap, dan mempertahankan fungsi ekologi kawasan Penyulaman dilakukan terhadap spesies yang ditebang dan lokasilokasi yang rusak Mempertahankan zona riparian untuk kepentingan ekologi Menyisakan sebagian kawasan sebagai hutan lindung sebagai tempat perkembangan utama satwaliar, dan untuk tata air. MANAJEMEN SUNGAI A. Tujuan Pengelolaan sungai terutama dilakukan untuk menjaga sumber air agar tetap konstan dan terhindar dari pencemaran B. Tindakan 1. Penetapan hutan lindung (umumnya di hulu sungai) dan perlindungan daerah riparian untuk konservasi air, terutama pada lokasi-lokasi rawan erosi, sungai rawan banjir, ketersediaan air secara musiman, dan sungai yang mempunyai kepen-tingan sosioekonomi bagi masyarakat. 2. Manipulasi daerah aliran sungai yang rusak dengan revegetasi untuk menstabilkan tanah (mencegah erosi) dan menahan air (hujan). Harus sesegera mungkin dilaksanakan; terutama di daerah-daerah dengan kondisi tanah tidak stabil dan daerah lereng-lereng. 3. Kontrol pencemaran; melaku-kan tindakan-tindakan yang berfungi mencegah masuknya bahan pencemar (sampah rumah tangga dan industri) serta yang bersifat anthropogenik. Tobing, ISL KESIMPULAN DAN SARAN 1. Sumberdaya alam hayati merupakan modal dasar dalam pembangunan yang harus dimanfaatkan dengan prinsipprinsip manajemen yang berkesinambungan untuk mendukung kehidupan dan kesejahteraan manusia 2. Landasan utama manajemen kawasan dan sumberdaya alam hayati adalah konsep ekologis dan sosiologis; serta segala aktivitas ditentukan berdasarkan pengetahuan empiris 3. Manajemen yang baik adalah yang berorientasi pada tujuan; dan rumusan tujuan harus nyata dan merupakan fakta secara ekologis dan dapat dicapai dalam waktu tertentu 4. Perlindungan (proteksi) kawasan dan sumberdaya alam hayati merupakan langkah awal yang dilakukan untuk memelihara stok sumberdaya alam hayati agar nilai-nilai kawasan dan sumberdaya alam hayati dapat terpelihara 5. Manipulasi habitat (kawasan) dilakukan untuk meningkatkan daya dukung agar sumberdaya alam hayati berada dalam keseimbangan yang dinamis 6. Eksploitasi sumberdaya alam hayati harus didasarkan pada dinamika populasi, sehingga ekosistem tidak kehilangan kemampuan memperbaiki diri 7. Dampak eksploitasi harus dikelola dengan memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif; dampak negatif yang bersifat irreversibel harus dihindari DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. Pengelolaan Satwaliar. Jilid I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. 1990. 68 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 Alikodra HS. Pengembangan kawasan Cagar Alam Gunung Halimun Jawa Barat. h. 1219 In : B. Ryadisoetrisno (Ed). Konservasi dan Masyarakat. Diskusi dan rumusan workshop Keanekara-gaman hayati TNGH, Jabar. BScC, CUSO. 1992. Grumbine RE. Ghost Bears : Exploring the biodiversity crisiss. Washing-ton DC, Island Press. 1992. Bailey JA. Principles of Wildlife Management. John Wiley & Sons. New York. 1994. Grumbine RE. What is ecosystem management ? Conservation Biology 8 (1): 27–38. 1994. Harmon D. Coordinating Research and Management to Enhance Protected Areas. Published by IUCN – The World Conservation Union in Collaboration with The George Wright Society Science and Management of Protected Areas Association Commission of the European Union. 1994. Brockelman WY and DJ Chivers. Gibbon conservation : Looking to the future. h. 312. In: H. Preuschoft, D. J. Chivers, W. Y. Brockelman and N. Creel, (Eds.) The Lesser Apes. Evolutionary and Behavioural Biology. Edinburgh University Press. 1984. Heywood VH and SN Stuart. Species extinction in tropical forests. h. 91 - 117. In: Whitmore TC and JA Sayer (Eds.). Tropical Deforesta-tion and Species Extinction. Chapman and Hall, London. 1992. Caughley G and ARE Sinclair. Ecology and Management. Science. Cambridge. 1994. Johns AD. Species conservation in managed tropical forests, h. 16-53. In: Whitmore TC and JA Sayer (Eds.). Tropical Deforestation and Species Extinction. Chapman and Hall. London. 1992. Alikodra HS. Pengelolaan Satwaliar. Jilid II. Diperbanyak oleh Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, bekerja sama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi. Institut Pertanian Bogor. 1993. Wildlife Blackwell Chivers DJ. Feeding and ranging in Gibbons : A Summary. h. 267-281. In: H Preuschoft, DJ Chivers, WY Brockelman and N Creel (Eds,). The Lesser Apes. Evolutionary and Behavioural Biology. Edinburgh University Press. 1984. Johns AD and JP Skorupa. Responses of rainforest primates to habitat disturbance: A Review. Internat. Journal of Primatology, 8 (2) : 157-187. 1987. Clark AB. Individual variation in responsiveness to environmental change. h.92-110. In : HO Box (Ed.) Primate Responses to Environmental Change. Chapman and Hall, London. 1991. Lee PC. Adaptations to environmental change : an evolutionary perspec-tive. h. 39-56. In : Box HO (Ed.). Primate Responses to Environmental Change. Chapman and Hall, London. 1991. Cunningham WP and BW Saigo. Environmental Science. A Global Concern. Wm.C. Brown Publishers. Bogota. Boston. 1995. MacKinnon JR, K MacKinnon, G Child and J Thorsell. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. 1993. Dawkins MS. Unravelling Animal Behaviour. Second Edition. Longman Scientific & Technical. Produced by Longman Singapore Publishers (Pte) Ltd. Printed in Singapore. 1995. Norton B. A new paradigm for environ-mental management. h. 23 – 41. In : Costanza . et al (Eds.). Ecosystem Health. Washington DC, Island Press. 1992. Tobing, ISL 69 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 Noss RF and A Cooperrider. Saving Natures Legacy : Protecting and restoring biodiversity. Washington DC. Defanders of Wildlife and Island Press. 1994. Pianka ER. Evolutionary Ecology. Third Edition. Harper & Row, Publishers New York. 1983. Primack RB, J Supriatna, M Indrawan dan P Kramadibrata. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 1998. Ramono WS and H Suprahmah. Elephant conservation and management in South Sumatra. h. 211-215. In : The Conservation and Management of Endangered Plants and Animals. SeameoBiotroph. 1987. Tobing, ISL Soemarwoto O. Analisis Dampak Ling-kungan. Gadjah Mada University Press. 1992. Sutherland WJ. The Conservation Handbook. Research, management and policy. Balckwell Science. 2000. Whitmore TC and JA Sayer. Deforestation and species extinction in tropical moist forest. h. 1-14. In: Whitmore TC and JA Sayer (Eds.). Tropical Deforesta-tion and Species Extinction. Chapman and Hall. London. 1992. WRI, IUCN, UNEP. Strategi Keanekaragaman Hayati Global. Panduan bagi tindakan untuk menyelamatkan, mempelajari, dan memanfaatkan kekayaan biotik bumi secara berkelanjutan dan seimbang. 1995. 70