DIARE PADA ANAK SAPI: AGEN PENYEBAB, DIAGNOSA DAN

advertisement
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
DIARE PADA ANAK SAPI: AGEN PENYEBAB, DIAGNOSA
DAN PENAGGULANGAN
(Calf Diarrhea: Causal Agents, Diagnosis and Control)
SITI CHOTIAH
Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor
ABSTRACT
Diarrhea is a common complain in calves particularly in the first few months of life. Significance
economical losses of farmer include loss of performance and body weight of calf, medication and labor
expenses for sick calves treatment and mortality. Calf diarrhea was caused by many pathogenic agents such
as bacteria, virus, protozoa, and management practices at the farm. Several pathogens are zoonotic agents
such as Salmonella spp., certain types of enteropathogenic Escherichia coli, Cryptosporidium spp. and
Giardia spp. Therefore, great care must be taken when handling: diarrheaic calf, contaminated bedding and
fecal samples to avoid infecting human. A good program of adequate nutrition, sanitation, management and
good herd health program are necessary to minimize the incidence and losses of diarrhea. Early and correct
diagnosis, treatment, and good advice will reduce incidence of a herd diarrhea outbreak.
Keywords: Diarrhea, calf pathogenic agent, control
ABSTRAK
Diare merupakan keluhan umum pada anak sapi terutama pada umur beberapa bulan setelah lahir.
Kerugian yang nyata dirasakan oleh peternak termasuk gangguan pertumbuhan pada sapi anak yang masih
bisa bertahan hidup, biaya pengobatan dan kematian. Diare pada sapi anak disebabkan oleh banyak agen
patogen: bakteri, virus dan protozoa, selain itu disebakan oleh manajemen perubahan pakan. Beberapa agen
patogen tersebut merupakan agen zoonosis seperti Salmonella spp., Escherichia coli eneropatogenik tipe
tertentu, Cryptosporidium spp.dan Giardia spp. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya penularan ke
manusia, harus lebih hati-hati dalam menangani sapi anak penderita diare, tempat, peralatan dan sampel feses
yang terkontaminasi. Perlunya program nutrisi cukup, sanitasi, manajemen dan kesehatan dalam suatu
peternakan dilakukan dengan baik akan meminimalisir atau meniadakan kejadian diare. Untuk mencegah
terjadinya diare yang mewabah di suatu peternakan, diperlukan pengukuhan diagnosa dan pengobatan yang
cepat dan benar, dan kemampuan untuk memberikan saran.
Kata kunci: Diare, anak sapi, agen patogen, penaggulangan
PENDAHULUAN
Peningkatan populasi sapi perah dewasa ini
dirasakan sangat lamban, selama peroide tahun
1997-2003 hanya mencapai rata-rata 1,69% per
tahun (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN,
2003).
Sehingga
akan
mempengaruhi
peningkatan produksi susu dan daging
nasional. Produksi daging sapi nasional sebesar
306 ribu ton (pemotongan sekitar 1,5 juta ekor/
tahun) atau baru memenuhi 70% dari
kebutuhan nasional (DIREKTORAT JENDERAL
PETERNAKAN, 2006). Beternak sapi perah
merupakan suatu usaha yang sekaligus dapat
menghasilkan daging dan susu. Stimulasi
336
produktivitas sapi perah dalam meningkatkan
produksi daging maupun susu dapat
ditingkatkan melalui implementasi kebijakan
pemerintah untuk mendukung pengembangan
sistem produksi yang dibarengi dengan
kesehatannya.
Berbagai kendala dalam meningkatkan
produktivitas ternak diantaranya disebabkan
oleh adanya diare pada suatu kelompok sapi
perah. Diare pada anak sapi merupakan salah
satu gejala penyakit komplek dengan berbagai
penyebab yang saling berhubungan (ACRES et
al., 1975; ACRES et al., 1977; SAIF and SMITH,
1985).
Beberapa
faktor
yang
dapat
menyebabkan terjadinya diare yaitu agen
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
penyakit (ACRES et al., 1975; ACRES et al.,
1977; ATHANASSIOUS et al., 1994; LUCCHELLI
et al., 1992; RALSTON et al., 2003), anak sapi
itu senditi/host (SCHUMANN et al., 1990;
BARRINGTON and PARISH, 2001) dan
lingkungan (VAN-ES, 1932; and LAW, 1916).
Pada kejadian diare akan terjadi kegagalan
penyerapan cairan dari usus ke dalam tubuh
dan sebaliknya terjadi pengeluaran cairan
tubuh ke dalam usus. Cairan tubuh yang keluar
akan membawa serta garam-garam mineral
atau elektrolit, sehingga anak sapi penderita
diare menjadi kekurangan cairan atau
dehidrasi. Akibat kekurangan cairan elektrolit
bisa terjadi asidosis yang dapat menyebabkan
kematian. Kerugian ekonomi yang dirasakan
oleh peternak akibat biaya obat dan tenaga
selama pengobatan anak sapi yang sakit,
kematian dan gangguan pertumbuhan pada sapi
anak yang masih bisa bertahan hidup
(ANDERSON et al., 2003; SWIFT et al., 1976).
Tinjauan ini bertujuan untuk memberikan
informasi dan pemahaman pentingnya
penanganan diare pada anak sapi.
PENYEBAB DIARE PADA ANAK SAPI
Penyebab diare pada anak sapi diketahui
ada dua kelompok yaitu disebabkan oleh agen
infeksius dan penyebab lain. Diare yang
disebabkan oleh agen infeksius berupa bakteri,
virus dan protozoa.
Bakteri penyebab diare
Escherichia coli, merupakan bagian dari
bakteri flora yang ada dalam usus hewan
maupun manusia. Walaupun demikian
beberapa galur bersifat patogen dan
menimbulkan penyakit (MOON, 1978; GYLES,
1986). E. coli enterotoksigenik (ETEC) yang
memiliki antigen perlekatan K99 atau F41
untuk melekat pada dinding usus halus dan
memproduksi enterotoksin yang mampu
menstimulir hipersekresi usus, merupakan
strain paling umum dijumpai pada kasus diare
pada anak sapi baru lahir (ACRES, 1985).
Toksin
yang
dihasilkan
berpotensi
menimbulkan diare yang terus menerus
(profus) tinja encer berwarna kuning,
dehidrasi, sok, dan kematian (HAMILTON et al.,
1985). Di Indonesia stain E. coli K99 telah
diisolasi dari anak sapi penderita diare profus
pada peternakan sapi perah di daerah Jawa
Barat (KUSMIYATI dan SUPAR, 1998).
Sedangkan di Scotland tahun 2003 telah terjadi
letupan nenonatal enteritis dengan gejala diare
yang disebabkan oleh agen E. coli K99
(MASON dan CALDOW, 2005). E. coli tipe lain
yang dapat menginfeksi anak sapi umur 2
minggu sampai 2 bulan dan menimbulkan
gejala diare kompleks adalah enterohaemorrhagic E. coli (EHEC). Strain ini memproduksi
verotoksin menyebabkan kerusakan pembuluh
darah didaerah kolon yang dapat mengakibatkan hemoragik enterokolitis yang
ditandai dengan adanya darah pada feses
(JANKE et al., 1990). Verotoksigenik E. coli
ditemukan pada anak sapi perah penderita diare
di peternakan di daerah Jawa Barat (SUWITO,
2005).
Salmonella enterica subspecies enterica
serotipe Dublin (S. Dublin) dan Salmonella
enterica
subspecies
enterica
serotipe
Typhimurium merupakan serotipe yang umum
dijumpai pada diare anak sapi. Di Indonesia S.
Typhimurium telah diisolasi dari sapi an
manusia (POERNOMO, 2004) dan S. Dublin
telah diisolasi dari sapi perah dan manusia
(POERNOMO, 2004; CHOTIAH, 2006). Sebanyak
50% lebih peternakan dan sampel feses yang
diperiksa telah terdeteksi S. enterica (BERGE,
et al., 2006) yang berasal dari kejadian infeksi
salmonella pada anak sapi umur diatas 6 hari.
Sumber infeksi umumnya berasal dari
makanan dan air yang tercemar. Beberapa
serotipe salmonella yang ditemukan dari anak
sapi neonatal pada 7 peternakan di Ohio,
Amerika Serikata dalah S. Dublin, S.
Typhimurium, S. Enteritidias, S. Agona, S.
Mbandaka dan S. Montevideo (LANCE et
al.,1992).
Clostridium perfringens dalam kondisi
normal ada dalam usus hewan sehat dalam
jumlah sedikit dan setelah dikeluarkan bersama
kotoran dapat bertahan hidup di tanah selama
beberapa bulan. Kondisi perubahan cuaca dan
perubahan pola pakan secara mendadak yang
menyebabkan proses pencernaan makanan
kurang sempurna, memperlambat pergerakan
usus, memproduksi gula, protein dan
konsentrasi oksigen yang rendah sehingga
menyebabkan lingkungan cocok untuk
mempercepat pertumbuhan bakteri tersebut dan
memproduksi toksin. Ada 5 macam toksin
yang dihasilkan, yaitu tipe A, B, C, D dan E
337
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
yang berpotensi menumbuklan penyakit
pencernaan baik pada orang maupun hewan.
Setiap toksin menghasilkan tipe lesi yang
berbeda. Toksin tipe C terutama menyerang
anak sapi neonatal (umur1 sampai 10 hari)
sedangkan toksin tipe D terutama menyerang
umur lebih tua biasanya pada pada anak yang
sedang disapih. Penyakit yang terjadi
umumnya disebut enterotoksemia atau nekrotik
enteritis atau hemoragik enterotoksemia
(penyeban tipe C) sedangkan tipe D disebut
juga overeting disease atau.pulpy kidney
disease (WILLIAMSON, 2008). Dari anak sapi
perah penderita diare pada peternakan dib
Pangalengan, Bandung diisolasi C. perfringens
(PRIADI dan NATALIA, 2006).
Virus penyebab diare
Rotavirus dan coronavirus merupakan virus
penyebab diare yang paling umum dijumpai.
Menurut (MASON dan CALDOW, 2005) agen
paling umum penyebab diare dari letupan
neonatal enteritis di Scotland tahun 2003
sebanyak 33% disebabkan oleh rotavirus, 20%
oleh coronavirus dan sisanya agen penyebab
lain. Kedua virus tersebut tersebar pada sapi
dewasa tanpa menunjukkan gejala klinis
(BARINGTON et al., 2000; CROUCH et al., 1984,
CROUCH dan ACRES, 1984) dan sangat umum
ditularkan ke sapi muda. Virus akan
menyerang vili pada lapisan sel usus halus
menggangu proses penyerapan. Diare yang
ditimbulkan bersifat profus, hamper tidak ada
demam, depresi dan dehidrasi hebat. Biasanya
terjadi pada anak sapi umur 10 sampai 14 hari.
Sering terjadi komplikasi dengan sekunder
infeksi oleh E. coli.
Sebanyak 13 dan 25,8% dari faces anak
sapi perah masing-masing di Pangalengan dan
Sumedang telah terdeteksi bovine rotavirus
dengan menggunakan uji aglutinasi lateks
(SAEPULLOH dan SENDOW, 2006).
Bovine Virus Diarrhea (BVD) juga
merupakan agen penyebab diare pada sapi,
walaupun secara umum jarang dijumpai pada
anak sapi yang baru lahir. Anak sapi yang baru
lahir terinfeksi oleh BVD akan mengalami
demam tinggi , susah nafas dan diare profus.
Protozoa penyebab diare
Cryptosporidium banyak ditemukan hampir
disemua kelompok sapi bahkan pada letupan
neonatal enteritis dengan gejala diare di
338
Scotland pada tahun 2003 paling tinggi
disebabkan
eleh
cryptosporidia
(35%)
sedangkan koksidia hanya 3% (MASON dan
CALDOW, 2005). Protozoa ini memiliki ukuran
jauh lebih kecil dari pada koksidia dan
memiliki kemampuan untuk melekat pada sel
lapisan usus halus dan merusak mikrovili,
akibatnya
akan
menghambat
proses
penyerapan. Diare disesabkan oleh agen
protozoa ini biasanya terjadi pada anak sapi
umur tujuh sampai 21 hari. Anak sapi neonatal
dilaporkan terserang diare akibat infeksi oleh
Cryptosporidium parvum (TROTZ et al., 2005).
Coccidia species dapat menyebabkan diare
pada anak sapi umur antara 3 minggu sampai 6
bulan. Infeksi menunjukkan klinis yang
beragam dari sakit ringan, diare khronis sanpai
diare berdarah. Jenis protozoa lain yaitu
Giardia. Disebut sebagai penyebab diare pada
anak sapi. Infeksi alam sering ditemukan kedua
jenis protozoa yaitu Cryptosporidium dan
Giardia (MC. ALLISTER et al., 2005; NYDAM et
al., 2001; O’HANDLEY et al., 1999).
Non infeksi penyebab diare
Penyebab diare ini biasanya ditentukan
oleh adanya kekurangan-kekurangan yang
terjadi didalam manajemen di peternakan,
seperti:
• Nutrisi yang tidak cukup dari induk
waktu bunting terutama pada waktu
sepertiga akhir kebuntingan akan
menyebabkan terjadinya kualitas dan
kuantitas kolostrum rendah dan terjadi
defisiensi vitamin A dan E yang
berpengaruh dengan terjadinya diare pada
anak sapi (BARRINGTON and PARISH,
2001).
• Lingkungan
yang tidak mendukung
untuk anak sapi yang baru lahir. Tempat
yang lembab, populasi padat, tempat
terkontaminasi,
induk
yang
baru
melahirkan dicampur dengan induk lain,
dan lain sebagainya merupakan stres bagi
sapi yang baru lahir dan akan mudah
terkena infeksi agen penyakit.
• Kurangnya perhatian terhadap anak sapi
yang baru lahir terutama selama kelahiran
yang susah atau kondisi cuaca yang tidak
menguntungkan. Perubahan mendadak
dari program pemberian pakan atau
terjadi ketika pemberian susu buatan
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
(Calf Milk Replacement/CMR) tidak
sesuai takaran, terlalu dingin atau bahkan
basi.
Meskipun seringkali tidak sangat berbahaya
dan tidak sampai menyebabkan kematian, diare
non-infeksi pada anak sapi dengan cepat
melemahkan tubuh akibatnya ternak rentan
terkena diare infeksi atau penyakit lain yang
lebih parah.
DIAGNOSA
Diare merupakan bentuk dari abnormalitas
jumlah cairan yang tinggi pada feses yang
disebabkan oleh keluarnya cairan tubuh
kedalam usus dan kegagalan penyerapan
cairan dari isi usus selama proses pencernakan.
Sehingga feses yang dihasilkan akan beragam
dari agak padat sampai ke betul-betul cair.
Tergantung dari beratnya penyakit atau agen
penyebab penyakit maka feses akan bercampur
darah dan hasil dari pelepasan lapisan kelenjar
usus. Pada penderita diare yang tidak mampu
minum akan terjadi dehidrasi yang ditandai
dengan mata sayu dan dalam kondisi parah
terjadi collapse dan diikuti dengan kematian.
Dalam beberapa kasus mungkin anak sapi tidak
mampu berdiri, depresi sebelum terjadi diare.
Banyak penyebab diare baik yang infeksius
maupun non infeksius, gejala klinis bersifat
umum sehingga tidak mungkin menentukan
penyebabnya berdasarkan gejala klinis.
Identifikasi
penyebab
diare
sangat
diperlukan untuk menentukan pengobatan,
pencegahan
dan
strategi
pengawasan.
Diagnosa uji perlu dilakukan selama itu
diperlukan untuk keperluan penanggulangan.
Pengobatan, dan vaksinasi sangat bervariasi
tergantung dari agen patogen penyebabnya.
Oleh karena sangat perlu dilakukan
pengambilan sampel feses sebanyak kurang
lebih 15 gram dari setiap ekor, minimal
diambil dari 3 sebaiknya 6 ekor sedini
mungkin sebelum dilakukan pengobatan untuk
dilakukan uji terhadap agen yang berpotensi.
Beberapa uji misalnya: identifikasi bakteri,
identifikasi oocyts (protozoa), ELISA (HOUSE
et al., 1993) toksin, rotazyme ELISA, FAT,
elektron
mikroskop
(virus),
immunofluorescence, dan perubahan patologi.
PENANGGULANGAN
Pencegahan
Pencegahan merupakan kunci utama untuk
menghindari terjadinya letupan diare dalam
suatu kelompok ternak. Pencegahan melaui
program manajemen yang ditujukan untuk
menghindari atau mengurangi terjadinya
infeksi agen-agen penyebab diare dan
meningkatkan kekebalan terhadap agen-agen
penyebab diare sehingga optimis anak-anak
sapi akan tahan terhadap agen-agen tersebut.
Beberapa manajemen yang sangat perlu
dilakukan adalah:
• Manajemen kolostrum penting untuk
meningkatkan kekebalan terhadap agenagen infeksi penyebab diare anak sapi.
Anak sapi yang baru lahir tidak memiliki
maternal
antibodi
terhadap
agen
penyebab diare atau penyakit lain dan
vitamin A dan E. Pada sapi tidak terjadi
perpindahan antibodi dari induk ke anak
melaui plasenta (TIZARD, 1982), sehingga
antibodi
akan
diperoleh
melalui
kolostrum (STOTT et al., 1979a, b, c).
• Manajemen pemberian pakan dan nutrisi
yang baik untuk memastikan anak sapi
tumbuh sehat dan kuat. Perubahan menu
pakan baik jenis maupun jumlahnya
harus dilakukan secara gradual dan
perlahan-lahan.
• Manajemen kesehatan ternak dan
lingkungan antara lain dengan melakukan
isolasi penderita diare secepat mungkin
dan desinfeksi lingkungan kandang.
Pisahkan sapi dara dari sapi dewasa dan
hindari tempat melahirkan yang lembab,
basah dan sempit.
• Manajemen vaksinasi diperlukan untuk
meningkatkan imunitas pada kelompok
dara dan betina induk terhadap diare
yang disebabkan oleh agen enfeksi yang
akan
menyebabkan
meningkatnya
kualitas kolostrum. Vaksinasi disarankan
menggunakan salah satu vaksin rotavirus,
coronavirus, E. coli K99, Salmonella dan
Clostridium perfringens tipe C terhadap
kelompok sapi betina dimana diare pada
anak sapi dalam kelompok tersebut telah
ditetapkan sebagai masalah oleh dokter
hewan. Vaksinasi paling efektif jika
didasarkan pada diagnosa yang pasti dari
339
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
permasalahan yang ada dalam suatu
peternakan atau kelompok peternakan
atau suatu daerah. Penentuan dilakukan
vaksinasi dan jenis vaksin yang akan
digunakan berdasarkan kepada saran
dokter hewan.
Pengobatan
Pengobatan pada anak sapi yang menderita
diare sangat mirip tanpa memperhatikan
penyebabnya. Pengobatan ditujukan langsung
untuk memperbaiki dehidrasi dan asidosis yang
terjadi dan memerkecil kerusakan usus.
Beberapa langkah dalam pengobatan diare
yang harus dilakukan adalah:
• Jika anak sapi mengalami dehidrasi berat
(mata sayu), lemah atau kolaps yang
disertai dengan tidak ada reflek
menghisap susu maka perlu pemberian
cairan elektrolit melalui intra vena.
• Jika anak sapi mengalami dehidrasi
sedang dan masih bisa berdiri maka
pemberian cairan elektrolit dilakukan
peroral.
• Selama terapi dengan pemberian cairan
elektrolit peroral dianjurkan untuk tidak
diberi susu karena kan menyebabkan
diare berlanjut, minimal pemberian susu
dilakukan
beberapa
jam
setelah
pemberian cairan peroral
• Pemberian cairan peroral terus menerus
lebih dari 2 hari sangat tidak dianjurkan
Pengobatan khusus ditujukan untuk diare
yang telah diketahui penyebabnya antara lain:
• Pengobatan dan pencegahan terhadap
diare akibat agen cryptosporidium telah
tersedia halofuginone sekarang sudah,
dosis dan cara pemberiannya ditentukan
oleh dokter hewan.
• Antibiotik hanya digunakan pada
penderita diare oleh infeksi bakteri, dosis
dan pemberiannya ditentukan oleh dokter
hewan.
• Anti koksidia diberikan pada penderita
diare oleh infeksi koksidia, dosis dan
pemberiannya ditentukan oleh dokter
hewan.
340
KESIMPULAN
Diare merupakan masalah yang terus
terjadi terutama pada anak sapi perah yang
disebabkan oleh agen infeksi (bakteri, virus
dan protozoa) dan manajemen peternakan yang
dilakukan setiap hari. Beberapa dari agen
penyebab bersifat infeksius dan zoonosis
(Salmonella spp., Cryptosporidium spp.,
Giardia spp., dan E.coli tertentu yang bersifat
patogenik). Manajemen dalam pemberian
pakan dan nutrisi cukup, manajemen kolostrum
baik, manajemen kesehatan ternak dan
lingkungan baik dan manajemen vaksinasi
teratur sangat diperlukan untuk meminimalisasi
atau meniadakan masalah diare pada anak sapi.
Pengukuhan diagnosa dan pengobatan yang
cepat dan benar, dan kemampuan untuk
memberikan saran dapat mencegah terjadinya
diare yang mewabah di suatu tempat
DAFTAR PUSTAKA
ACRES, S.D., C.J. LAING, J.R. SAUNDERS and O.M.
RADOSTITS. 1975. Acut undifferentiated
neonatal diarrhea in beef calves: I. Occurrence
and distribution of infectious agent. Can. J.
comp. med. 39:116-132.
ACRES, S.D., J.R. SAUNDERS and O.M. RADOSTITS.
1977. Acut undifferentiated neonatal diarrhea
in beef calves: The prevalence of
enterotoxigenic E. coli, reo-like (rota) virus
and other enteropathogens in cow-calf herd.
Can. Vet. J. 18:274-280.
ACRES, S.D. 1985. Enterotoxigenic Escherichia coli
infections in newborn calves: a review. J.
Dairy Sci. 68: 229-256.
ANDERSON, D.C., D.D. KRESS, M.M. BERNARDINI,
K.C. DAVIS, D.L. BOSS and D.E. DOORNBOS.
2003. The effect of scours on calf weaning
weight. The Professional Animal Scientist.
19:399-403.
ATHANASSIOUS, R., G. MARSOLLAIS, R. ASSAF, S.
DEA, I.P. DESCOTEAUX, S. DULUDE and C.
MONPETIT. 1994. Detection of bovine corona
virus and type A rotavirus in neonatal calf
diarrhea and winter dysentery of cattle in
Quebec: Evaluation of three diagnostic
methods. Can. Vet. J. 35:163-169
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
BARRINGTON, G.M. and S.M. PARISH. 2001. Bovine
neonatal immunology. Food Anim. Pract.
17:463-476.
BERGE, A.C., D.A. MOORE and W.M. SISCHO. 2006.
Prevalence and antimicrobial resistance
patterns of Salmonella enterica calves from
dairies and calf ranches. Am. J. Vet. Res.
67(9): 1580-1588.
CHOTIAH, S. 2006. Daftar Koleksi Biakan Mikroba
Balitvet Culture Collection. Edisi tahun 2006.
Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor. hlm.
48.
CROUCH, C.F. and S.D. ACRES. 1984. Prevalence of
rotavirus and coronavirus antigens in the
feces of normal cow. Can. J. Comp. Med.
48:340-342.
CROUCH, C.F., H. BIELEFELDT-OHMAN, T.C. WATTS
and L.A. BABIUK. 1985. Chronic shedding of
bovine enteric coronavirus antigen-antibody
complexes by clinicali normal cow. J. Gen.
Virol. 66:1489-1500.
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2003.
Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan
Agribisnis Persusuan Menghadapi Era Pasar
Bebas. Direktorat Jenderal Peternakan,
Departemen Pertanian RI. Jakarta.
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 2006. Statistik
Peternakan
2006.
Direktorat
Jenderal
Peternakan, Departemen Pertanian RI. Jakarta.
GYLES, C.L. 1986. Escherichia coli. In:
Pathogenesis of bacterial infections in animal.
C.L. GYLES and C.O. THOEN (Eds.). Ames,
Iowa. Iowa State University Press. pp. 114131.
HAMILTON, N., J. MAC-LEOD and D. BUTLER. 1985.
Functional and structural responses of
intestine to enteric infection. In: Infectious
Diarrhea in the Young: Strategies for control
in Humans and Animal.Tripori, S. (Eds.).
Proc. Of an International Diarrhea in South
East
Asia and Western Pacific Region,
Geelong, Australia. pp. 165-171.
JANKE, B.H., D.H. FRANCIS, J.E. COLLIN, M.C.
LIBAL, D.H. ZEMAN, D.D. JOHNSON and R.D.
NEIGER. 1990. Attaching and effacing
Escherichia coli infection as a cause of
diarrhea in young calves. JAVMA. 196 (6):
897-901.
HOUSE, J.K., B. P. SMITH, J.W. DILLING and L. DARODEN. 1993. Enzyme-linked immunosorbent
assay for serologic detection of Salmonella
Dublin carriers on a large dairy. Am. J. Vet.
Res. 54(9):1391-1399.
KUSMIYATI dan SUPAR. 1998. Escherichia coli
verotoksik dari anak sapi perah penderita
diare. Pros. Seminar Hasil-Hasil Penelitian
Veteriner. Bogor, 18-19 Pebruari 1988. Balai
Penelitian Veteriner, Bogor. hlm. 103-108.
LANCE, S.E., G.J. MILLER, D.D. HANCOCK, P.C.
BARTLETT and L.E. HEIDER. 1992. Salmonella
infections in neonatal dairy calves.
JAVMA.201(6): 864-868.
LAW, J. 1916. Diseases of Young Calves. In: Special
report on diseases of Cattle. United States
Department of Agricultural, Bureau of Animal
Industry, Washington DC. pp. 245-261.
LUCCHELLI, A., S.A. LANCE, P.B. BARTLETT, G.Y.
MILLER and L.J. SAIF. 1992. Prevalence of
bovine group A rotavirus shedding among
dairy calves in Ohio. Am. J. Vet. Res. 53:169174.
MASON, C and G. CALDOW. 2005. The control and
management of calf diarrhea in beef herds.
Technical Note (TN) 576. Supporting the
land-based industries for over a century
(SAC). West Mains Road, Edinburgh EH9
3JG. SAC reseives support from the Scottish
Executive Environmrnt and Rural Affairs
Departement.
MC. ALLISTER, T.A., M.E. OLSON, A. FLETCH, M.
WETZSTEIN and T. ENTZ. 2005. Prevalence of
Giardia and Cryposporidium in beef cows in
southern Ontario and beef calves southern
British Columbia. Can. Vet. J. 46: 47-55.
MOON, H.W. 1978. Mechanism in the Pathogenesis
of Diarrhea. A review. JAVMA.172:443-448.
NYDAM, D.V., S.E. WADE, S.L. SCHAAF and H.O.
MOHAMMED. 2001. Number of Cryptosporidium parvum oocysts and Giardia spp.
Cysts by dairy calves after natural infections.
Am. J. Vet. Res. 62:1612-1615.
O’HANDLEY, R.M., C. COCKWILL, T.A. MC.
ALLISTER, M. JELINSKI, D.W.MORCK and M.E.
OLSON. 1999. Duration of naturally acquired
giardiosis and cryptosporidiosis in dairy
calves and their association with diarrhea.
J.Am. Vet. Med. Assoc. 214:391-396.
PRIADI A. dan L. NATALIA. 2006. Bakteri Penyabab
Diare pada Sapi dan Kerbau. Di Indonesia.
Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner, Bogor, 5-6 September 2006.
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Peternakan. hlm. 38-43.
POERNOMO, J.S. 2004. Variasi tipe antigen
Salmonella pullorum yang ditemukan di
341
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
Indonesia dan penyebaran serotipe Salmonella
pada ternak. WARTAZOA. 14(14):143-159.
RALSTON,B.J., T.A. MCALLISTER and OSLON. 2003.
Prevalence and infections pattern of naturally
acquired giardiasis and cryptosporidiosis in
range beef calves and their dams. Vet.
Parasitol.114:113-122.
SAEPULLOH, M dan I. SENDOW. 2006. Deteksi
Bovine rotavirus pada feses anak sapi dari
beberapa daerah di Jawa Barat dengan
menggunakan Uji Aglutinasi Latek. Pros.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner, Bogor, 5-6 September 2006. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
hlm. 220-225.
SCHUMANN, F.J., H.G. TOWNSEND and J.M. NAYLOR.
1990. Risk factor for mortality from diarrhea
in beef calves in Alberta. Can. J. Vet.
Res.54:366-372.
SAIF, L.J. and K.L. SMITH. 1985. Enteric viral
infections of calves and passive immunity. J.
Dairy Sci. 68: 206-228.
STOTT, G.H., D.B. MARX, B.E. MENEFEE dan G.T.
NIGHTINGALE. 1979a. Colostral immunoglobulin transfer in calves: I. Period of
absorption. J. Dairy Sci. 62:1632-1638.
STOTT, G.H., D.B. MARX, B.E. MENEFEE dan G.T.
NIGHTINGALE. 1979b. Colostral immunoglobulin transfer in calves: II. The rate of
absorption. J. Dairy Sci. 62:1766-1773.
STOTT, G.H., D.B. MARX, B.E. MENEFEE dan G.T.
NIGHTINGALE. 1979c. Colostral immunoglobulin transfer in calves: III. Amount of
absorption. J. Dairy Sci. 62:1902-1907.
SUWITO, W. 2005. Kejadian Escherichia coli
verotoksigenik pada susu sapi dari peternakan
di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur.
Tesis. Magister Sain. Sekolah Pasca Sarjana.
Institut Pertanian Bogor.
SWIFT, B.L., G.E. NELMS and R. COLES. 1996. The
effect of neonatal diare on subsequent weight
gains in beef calves. Vet. Med. Small Anim.
Clin. 71: 1269-1272.
TIZARD, I. 1982. An Introduction to Veterinary
Immunology. W.B. Saunder Company.
Philadelphia: 154-177.
TROTZ-WILLIAMS, L.A., B.D. JARVIE, S.W.MARTIN,
K.E. LESLIE and A.S.PEREGRINE. 2005.
Prevalence of Cryptosporidium parvum
infection in south western Ontario and its
association with diarrhea in neonatal dairy
calves. Can. Vet. J. 46:349-351.
342
VAN-ES, L. 1932. White scours. In: The Principle of
Animal Hygiene and Preventive Veterinary
Medicine. John. Wiley and Sons. Inc. New
York. pp. 504-513.
WILLIAMSON, L. 2008. Young Ruminant Diarrhea.
In: Large Animal DIGESTIVE SYSTEM.
http://lam. vet. uga. edu/ LAM/LM000154.
HTML
DISKUSI
Pertanyaan:
1. Apa perbedaan gejala klinis diare yang
disebabkan oleh bakteri virus dan
parasit?
2. Dari semua agen penyebab diare pada
anak sapi, apakah sudah ada data dan
kajiannya di Indonesia?
3. Apakah penyebab kasus diare anak
sapi yang paling umum di Indonesia?
4. Apakah vaksinasi induk sapi penting
untuk dilakukan dan dapat disarankan
pada
peternak
untuk
menjaga
kekebalan anak sapi yang dilahirkan?
Jawaban:
1. Diare pada anak sapi merupakan salah
satu gejala penyakit yang disebabkan
oleh agen penyakit bakteri, virus dan
protozoa, disamping itu disebabkan
oleh manajemen di peternakan. Pada
umumnya gejala klinis sama terjadi
diare yang diikuti dengan dehidrasi,
dalam kondisi parah terjadi collapse
dan diikuti dengan kematian. Dalam
beberapa kasus mungkin anak sapi
tidak mampu berdiri, depresi sebelum
terjadi diare. Feses yang dihasilkan
beragam dari agak padat (pasty)
sampai ke betul-betul cair (watery) dan
bercampur darah dan hasil dari
pelepasan lepisan kelenjar usus
tergantung dari agen penyebab
penyakit. Misalnya: agen bakteri
(Salmonella dan Clostridium) dan
protozoa (koksidia dan giardia) dapat
menyebabkan diare cair dan berdarah.
E. coli penyebab enteritis, coronavirus,
rotavirus dan cryptosporidium biasanya
menimbulkan diare yang bersifat cair
dan warna kuning pucat.
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
2. Penyebab diare pada anak sapi yang
sudah ada data dan kajiannya di
Indonesia adalah E. coli K99,
Verotoksigenik E. coli, C. perfringens
penghasil toksin alfa dan beta, Bovine
rotavirus dan konsidia.
3. Penyebab diare pada anak sapi yang
paling umum di Indonesia E. coli dan
C. perfringens.
4. Vaksinasi induk sangat penting untuk
memberikan kekebalan terhadap agen
penyebab diare anak sapi. Perlu diingat
anak sapi yang baru lahir tidak
memiliki maternal antibodi terhadap
agen penyebab diare atau penyakit lain
karena pada sapi tidak terjadi
perpindahan antibodi dari induk ke
anak melalui plasenta, sehingga
antibodi akan diperoleh melalui
kolostrum induk yang diminum oleh
anak sapi. Vaksinasi disarankan
terhadap kelompok sapi betina dimana
diare pada anak sapi dalam kelompok
tersebut
telah ditetapkan sebagai
masalah oleh dokter hewan. Vaksinasi
paling efektif jika didasarkan pada
diagnosa yang pasti dari permasalahan
yang ada dalam suatu peternakan atau
kelompok peternakan atau suatu
daerah. Penentuan dilakukan vaksinasi
dan jenis vaksin yang akan digunakan
berdasarkan kepada saran dokter
hewan.
343
Download