IDENTIFIKASI SIFAT KIMIA ABU VOLKAN, TANAH DAN AIR DI LOKASI DAMPAK LETUSAN GUNUNG MERAPI Suriadikarta, D.A., Abdullah Abbas Id., Sutono, Dedi Erfandi, Edi Santoso, A. Kasno Balai Penelitian Tanah, Jl. H. Ir. Juanda 98, Bogor ABSTRAK Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November dan Desember 2010, bertujuan mengidentifikasi dampak letusan Gunung Merapi 26 Oktober sampai 5 November 2010, terhadap sifat kimia, fisika dan biologi tanah dan air pertanian. Penelitian dilakukan dengan metode survey mengidentifikasi kerusakan lahan dan pengambilan contoh abu dan tanah serta contoh air. Pengambilan contoh abu dan tanah, serta air dilakukan berdasarkan toposequen dari lahan pertanian, dengan jarak terjauh 20 km dan terdekat 3 km dari puncak Gugung Merapi. Hasil analisis tanah dan abu menunjukan kesuburan tanah cukup baik dicirikan dengan pH tanah dan abu volkan rata-rata > 5 dan mengandung unsur hara makro K dan makro sekunder seperti Ca dan Mg. Kemasaman air sekitar bencana berkisar antara 5,1-7,3; pH tersebut merupakan pH yang optimum bagi pertumbuhan tanaman, hanya untuk beberapa sungai yang menjadi masalah adalah kadar lumpur yang tinggi. Penutupan abu dan ketebalannya berpengaruh terhadap kepadatan tanah dan cukup sulit untuk ditembus oleh air. Hasil analisis biologi menunjukan tanah tersebut terjadi penurunan keaneka ragaman dan populasi fauna tanah terutama cacing dan larva serangga tanah dan juga terjadi penurunan keragaman dan populasi mikroba tanah terutama pada tanah lapisan atas, sedangkan keragaman dan populasi mikroba pada tanah lapisan bawah tidak terpengaruh. Kata kunci : identifikasi, dampak, tanah, abu volkan, dan air PENDAHULUAN Gunung Merapi merupakan gunung teraktif di dunia, pada bulan April 2006 telah mengeluarkan erupsi, dan pada 26 Oktober 2010 meletus. Selama abad 20 Gunung Merapi mengalami letusan pada tahun 1930 yang menyebabkan 1.396 orang meninggal, tahun 1961 menyebabkan 6 orang meninggal, dan pada tahun 1994 menyebabkan 64 orang meninggal, tahun 2006 menyebabkan 2 orang meninggal (Wilson et al., 2007) dan Oktober 2010 dengan jumlah meninggal 126 orang (www.carazone.net/2010/11/jumlah-korban-merapi-terbaru-hari-ini.html). Sepanjang abad 20, aliran awan panas mengarah ke barat laut, barat dan utara, wilayah timur lereng bebas dari awan panas. Letusan Gunung Merapi pada 26 Oktober – 5 Nopember 2010 lahan dan awan panas mengarah ke selatan dan barat. Menurut sejarah, bahan mineral yang terbawa oleh awan panas atau lahar adalah andesit basaltik (www.merapi.bgl.esdm.go.id/inf...ubpage=sejarah), didalamnya ada calc-silikat. Hasil analisis mineral total fraksi pasir tanah di Kabupaten Dompu, NTB yang berbahan tuf adesitikbasaltik hasil letusan Gunung Tambora tahun 1815 dominan mengandung mineral augit, opak, hornblende hijau (Sukarman et al., 1993). Komposisi mineral fraksi pasir pada tanah volkan muda di daerah Halmahera Barat didominasi oleh gelas volkan juga mineral mudah lapuk, seperti labradorit, andesin dan bitownit (1-27%), augit dan hiperstin (2-9%) (Hikmatullah, 2009). 1 Abu vulkanik Gunung Merapi yang diambil pada Juli 2008 mengandung Al, Mg, Si dan Fe yang dianalisis dengan metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN) berturut-turut berkisar antara 1,815,9 % Al, 0,1-2,4% Mg, 2,6-28,7% Si dan 1,4-9,3% Fe (Sudaryo dan Sutjipto, 2009). Menurut Zuarida (1999), abu vulkanik Gunung Kelud Jawa Timur mengandung 45,9% SiO2 dan mineral yang dominan adalah plagioklas intermedier. Abu vulkanik Gunung Kelud dapat meningkatkan pH tanah, meningkatkan tinggi tanaman, berat kering tanaman dan akar jagung. Semakin halus abu vulkan semakin efektif terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Abu G. Merapi saat ini umumnya bertekstur agak kasar sehingga dampak kerusakan terhadap tanaman cukup besar. Penelitian bertujuan mengidentifikasi dampak letusan Gunung Merapi 26 Oktober sampai 5 November 2010, terhadap sifat kimia, fisika dan biologi tanah dan air pertanian. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November dan Desember 2010. Penelitian dilakukan dengan metode survey pengambilan contoh abu dan tanah serta contoh air. Pengambilan contoh abu dan tanah, serta air dilakukan berdasarkan toposequen dari lahan pertanian, dengan jarak terjauh 20 km dan terdekat 3 km dari puncak Gugung Merapi. Abu pada lahan pertanian diukur ketebalannya kemudian diambil contohnya secara komposit, dan contoh tanah komposit diambil dibawah lapisan abu serta tanah campuran antara abu vulkanik dan tanah. Pengambilan contoh air dilakukan terhadap air sungai, sawah, dan sumur petani. Contoh tanah, abu, dan air dianalisis pada laboratorium tanah Balai Penelitian Tanah Jl. H. Juanda 98 Bogor, sifat-sifat tanah dan abu yang dianalisis adalah: pH, P tersedia, basa-basa, S, unsur mikro dan logam berat. Sedangkan untuk air yang dianalisis adalah pH, kation dan anion. Contoh tanah untuk analisis fisika tanah diambil dengan menggunakan ring sampel dengan 2 kedalaman yaitu 0-10 dan 10-20 cm. Contoh dianalisis: BD, ruang pori total, pori aerasi, air tersedia dan permeabilitas. Selain itu juga dilakukan pengamatan biologi tanah. HASIL PENELITIAN Sumber daya lahan Kerusakan sumberdaya lahan yang terjadi akibat letusan Gunung Merapi adalah erupsi abu dan pasir yang menutupi lahan pertanian dengan ketebalan abu dan pasir yang bervariasi untuk setiap lokasi tergantung jarak dari pusat letusan dan arah dan kecepatan angin. Kerusakan lahan mencakup 2 Propinsi yaitu Jawa`Tengah dan Provinsi DI. Yogyakarta. Provinsi Jawa Tengah mencakup Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Klaten, sedangkan Provinsi DI. Yogyakarta hanya kabupaten Sleman. Dampak yang langsung terhadap lahan adalah penutupan lapisan olah bagian atas tanah oleh abu dan rusaknya tanaman yang tumbuh diatasnya. Kerusakan tanaman tergantung dari jenis, dan umur tanaman. seperti untuk tanaman sayuran lebih peka dibandingkan dengan tanaman padi. Mengenai sifat abu yang jatuh di daerah ini telah dilakukan analisis di 2 laboratorium, sementara di lapangan yang dapat diukur adalah pH. Lahan yang terkena tutupan abu dan pasir yang tebal seperti untuk kabupaten Sleman dan sebagian Klaten yang tebalnya > 10 perlu dilakukan perbaikan lahan. Tanaman perkebunan yang rusak cukup parah adalah tanaman salak. Tanaman salak pada umumnya roboh dan pucuk tanaman tertutup oleh abu volkanik. Sebagian tanaman mulai dikurangi daunnya dengan cara dipangkas. Tanaman sayuran yang menggunakan mulsa plastik, sebagian lubang tanam tertutup oleh abu volkanik. Abu volkanik yang menutupi bersifat seperti semen dan keras, sehingga kalau tidak segera diolah tanahnya pertumbuhan tanaman sayuran akan terganggu. Kabupaten Magelang Kerusakan lahan di kabupaten Magelang meliputi 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Srumbung dan Dukun dengan luas 2.356 ha lahan pertanian mencakup tanaman pangan, sayuran dan hortikultura. 1. Kecamatan Srumbung Di Kecamatan Srumbung penutupan lahan oleh abu volkan mencapai ketebalan 7 cm, sehingga tanaman salak yang ada diatas lahan daunnya rebah rata dengan tanah. Hasil pengukuran di lapang pH abu dan tanah yang tertutup abu dilokasi ini berkisar 5,5 tergolong netral jadi tidak membahayakan terhadap pertumbuhan tanaman. Penutupan abu pada lahan yang berjarak 10,02 km dari puncak Merapi berkisar 5 cm. Selain tanaman salak, daun tanaman kelapa juga rusak dan patah. Kerusakan lahan salak di lokasi ini sekitar 1350 ha. 2. Kecamatan Dukun Di Kecamatan Dukun penutupan lahan oleh abu volkan mencapai ketebalan 2 – 3 cm, sehingga tanaman pangan (padi sawah) yang sudah berbuah rebah rata dengan tanah serta gabah tidak terisi sempurna. Hasil pengukuran pH abu dan tanah yang tertutupi abu di lapang dilokasi ini berkisar 6,6 tergolong netral, jadi tidak membahayakan terhadap pertumbuhan tanaman. Material vulkan tidak mempengaruhi jumlah dan jenis fauna tanah, populasi cacing tanah 8 - 10 ekor/m2 dan larva pendekomposer bahan organik 4 ekor/m2. Menurut keterangan petani tanaman rumput lebih subur dibandingkan saat sebelum kena abu volkanik. Kerusakan lahan pertanian meliputi tanaman pangan, dan sayuran di lokasi ini sekitar 206 ha. Abu di atas tanah keras dan tidak tembus air, sehingga perlu segera dilakukan pengolahan tanah. Abu yang menyumbat lubang tanam pada mulsa plastik harus dikeluarkan karena dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan resapan air ke dalam tanah (Gambar 1). 3 Gambar 1. Tumpukan abu 2 -3 cm pada daerah sayuran Kabupaten Boyolali Kerusakan lahan di kabupaten Boyolali meliputi 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Cepogo, Selo dan Musuk, dengan luas 4213 ha lahan pertanian mencakup tanaman pangan, sayuran dan hortikultura, dan perkebunan. 1. Kecamatan Selo Kerusakan lahan pertanian di Kecamatan Selo oleh abu volkan pada lahan yang berjarak 2,92 km dari puncak Merapi cukup tebal mencapai ketebalan 2-3 cm, sehingga tanaman pangan (jagung), sayuran, dan perkebunan yang ada diatas tanah rusak. Hasil pengukuran dilapang pH abu dan tanah yang tertutup abu di lokasi ini berkisar 5,4 tergolong agak netral, jadi tidak membahayakan terhadap pertumbuhan tanaman yang akan datang. Kerusakan lahan pertanian ini meliputi luasan sekitar 847 ha. Material vulkan tidak mempengaruhi jumlah dan jenis fauna tanah, populasi cacing tanah 6 ekor/m2 dan larva pendekomposer bahan organik 3 - 4 ekor/m2. Tanaman jagung pada saat pengisian tidak dapat berbuah sempurna. Saat ini tanaman bawang daun, dan rumput pakan ternak sudah mulai tumbuh normal (Gambar 2.). Gambar 2. Tutupan abu vulkanik pada tanaman bawang di Selo 4 2. Kecamatan Cepego Kerusakan lahan pertanian di kecamatan Cepego oleh abu volkan cukup tebal mencapai ketebalan 2 cm, sehingga tanaman pangan (padi sawah), sayuran, dan perkebunan yang ada diatas tanah banyak yang rusak. Hasil pengukuran dilapang pH abu dan air dilokasi ini berkisar 5,4 tergolong agak netral, jadi tidak membahayakan terhadap pertumbuhan tanaman yang akan datang. Kerusakan lahan pertanian ini meliputi luasan sekitar 1436 ha. 3. Kecamatan Musuk Kerusakan lahan pertanian di kecamatan Musuk oleh abu volkan cukup tebal mencapai ketebalan 2 cm, sehingga tanaman pangan (padi sawah), sayuran, dan perkebunan yang ada diatas tanah banyak yang rusak. Hasil pengukuran dilapang pH abu dan air dilokasi ini berkisar 5,5 tergolong agak netral, jadi tidak membahayakan terhadap pertumbuhan tanaman yang akan datang. Kerusakan lahan pertanian ini meliputi luasan sekitar 1930 ha. Kabupaten Klaten Kerusakan lahan pertanian di Kabupaten Klaten terjadi di Kecamatan Kemalang dengan luas lahan yang rusah 501 ha, terutama Desa Balairante dengan tutupan abu vulkanik berkisar antara 4-13 cm. Daerah tersebut merupakan daerah ternak, dan saat ini tanaman rumput sudah mulai tumbuh dan terlihat subur. Tanaman lain selain rumput yang sudah mulai tumbuh adalah tanaman tahunan seperti pohon mindi. Hasil pengukuran pH abu vulkanik dan tanah yang ditutupi abu adalah 5,5; Material vulkan sedikit beerpengaruh terhadap jumlah dan jenis fauna tanah, populasi cacing tanah 3 - 4 ekor/m2 dan larva pendekomposer bahan organik 1 - 2 ekor/m2. Dengan demikian cukup bagus untuk pertumbuhan tanaman. Abu vulkanik terlihat keras dan tidak tembus air, untuk itu perlu segera dilakukan pengolahan tanah. Kabupaten Sleman Lahan yang rusak akibat lahan panas dan abu vulkanik di Kabupaten Sleman seluas 2446 ha, yang meliputi hutan, tegalan, sawah dan pemukiman. Kondisi lahan yang tertutup lahar sangat rusak, hampir semua tanaman tahunan roboh rata dengan tanah. Kecamatan yang mengalami kerusakan sangat parah di Cangkringan. 1. Kecamatan Cangkringan Penutupan lahan oleh lahar dan abu vulkanik di Dukuh Kopeng, Desa Kepuharjo berkisar antara 10-29 cm, namun pH abu dan tanah yang tertutupi abu vulkanik maupun lahar sekitar 5,5; dengan demikian tanaman masih dapat tumbuh. Dilokasi ini ditemukan tanaman rumput pakan ternak sudah mulai tumbuh baik, tanaman kelihatan hijau dan tidak terlihat defisiensi atau keracunan unsur hara. Selain rumput, tanaman pisang dan bambu juga mulai tumbuh kembali. Material vulkan menurunkan jumlah dan jenis fauna tanah, dan bahkan mematikan sehingga populasi cacing tanah 0 ekor/m2 dan larva pendekomposer bahan organik 0 ekor/m2. Daerah ini 5 sesuai untuk tanaman tahunan seperti sengon, mindi, nangka, mahoni, dan bambu yang akan dapat tumbuh baik karena merupakan tanaman in situ. 2. Kecamatan Turi Lahan di Kecamatan Turi terkena abu vulkanik, tanaman salak yang terkena abu vulkanik terlihat roboh, dan daun kelapa juga rusak. Sebagian daun tanaman salak rusak, sebagian sudah mulai dipangkas dan tanaman Salak terlihat masih berbuah. Menurut petani setempat produksi salak menurun terutama disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Tutupan abu dibawah tanaman salak berkisar antara 1-2 cm. pH abu vulkanik dan tanah yang tertutup abu cukup bagus yaitu 5,5. Material vulkan tidak mempengaruhi jumlah dan jenis fauna tanah, populasi cacing tanah 8 ekor/m2 dan larva pendekomposer bahan organik 4 ekor/m2. Dengan demikian kesuburan tanah daerah ini cukup baik untuk pertumbuhan tanaman yang optimal. Sifat fisik dan konservasi tanah dan air Kondisi Sifat Fisik Tanah Data analisis fisika tanah disajikan pada Tabel 1. Dari hasil pengamatan lapang diperoleh bahwa hasil analisis sifat fisik tanah seperti BD, RPT, Pori Aerasi, Air tersedia dan permebilitas tidak menunjukkan perbedaan yang jelas pada setiap lapisan. Ini menunjukkan bahwa abu yang dilontarkan merapi dengan kadar air yang tinggi mampu meresap dan berpengaruh pada lapisan dibawahnya. Perbedaan sifat fisik tanah terjadi pada beberapa lokasi pengamatan dengan tingkat ketebalan abu merapi yang menutupi permukaan tanah. Daerah Kepuharjo dengan penutupan abu merapi setebal 29 cm menyebabkan tanah agak padat, ini terlihat dari BD 1,37 – 1,41 g/cc dan permeabilitas (0,92 – 5,69 cm/jam) yang sulit untuk ditembus oleh air. Namun pada wilayah Balerante dan Paten yang memikili tutupan abu merapi yang tipis yaitu antara 5-10 cm, juga masih berpengaruh terhadap kepadatan tanah dan cukup sulit untuk ditembus oleh air. Pada wilayah Selo yang posisinya sebelah Utara Merapi dengan pengamatan 2,9 km dan tutupan abu setelal 5 cm, memiliki sifat fisik yang tidak jauh berbeda dengan Wilayah paten dan Balerante. 6 Tabel 1. Kondisi sifat fisik tanah pada beberapa lokasi pasca erupsi Merapi Lokasi/ Koordinat Kepuharjo S 07 36 30,9 E 110 27 14,2 Balerante S 07 35 45,2 E 110 27 45,3 Paten S 07 31 30,7 E 110 23 30,5 Selo S 07 30 51,3 E 110 27 11,1 Lapisan** BD (g/cc) RPT* Pori Air Aerasi Tersedia -------(%vol)-------- Permeabilitas cm/jam I II 1,37 1,41 47,1 46,1 10,7 16,9 24,3 17,7 0,92 5,69 I II 1,35 1,18 47,6 55,1 15,0 24,9 20,1 15,0 3,92 9,27 I II 1,28 1,10 50,2 55,8 21,4 15,0 14,0 25,2 1,15 4,61 I II 1,29 1,02 44,0 59,6 11,3 21,1 20,0 21,3 3,75 7,20 * RPT : Ruang Pori Total ** Lapisan I : 0 -10 cm II : 10 – 20 cm Sifat fisik abu merapi yang khas adalah apabila jatuh kepermukaan tanah menyebabkan abu akan cepat mengeras dan sulit ditembus oleh air baik dari atas atau dari bawah permukaan tanah. Hal inilah yang menyebabkan BD tanah cukup tinggi. Sedangkan RPT (Ruang Pori Total) pada lapisan I yang mengandung banyak abu merapi, memiliki kondisi yang baik, hal yang sama terhadap aerasi tanah dan air tersedia. Hal ini disebabkan abu merapi memiliki kadar air yang cukup tinggi. Pada lapisan bawah kandungan air cukup tinggi, namun karena lapisan atasnya cukup keras menyebabkab air tidak dapat keluar melalui penguapan. Salah satu cara untuk menanggulang hal ini adalah dengan penghancuran melalui pengolahan tanah. Konservasi Tanah Lahan pertanian yang terkena abu merapi terdiri dari lahan sayuran, lahan pekarangan dan tegalan. Dari hasil pengamatan lapang komoditas sayuran yang cepat beradaptasi adalah bawang daun. Sedangkan pada lahan pekarangan, jenis tanaman yang dapat menembus lapisan abu merapi adalah jenis umbi-umbian dan yang memiliki akar tinggal, seperti tanaman pisang dan talas. Pada lahan tegalan, tanaman yang cepat cepat menyesuaikan diri adalah rumput pakan ternak (Gambar 1). Tanaman-tanaman ini dapat tumbuh baik akibat abu merapi yang banyak mengandung air. Dengan kondisi sifat fisik tanah pasca erupsi merapi, menyebabkan lahan pertanian perlu pengolahan lahan yang teratur. Pengolahan tanah diperlukan untuk memecahkan lapisan atas yang banyak mengandung kadar air. Cara ini sangat efektif apabila dilakukan sampai kedalaman > 30 cm (Gambar 2). Hal ini untuk memperbaiki permeabilitas dan pori aerasi tanah. Kaidah konservasi tanah dengan sistim pengolahan tanah inilah yang harus dilakukan untuk mempercepat perbaikan lahan. 7 Lahan yang terkena abu dan lahar merapi merupakan lahan berlereng, sehingga dilapangan terlihat adanya alur-alur bekas aliran permukaan (Gambar 3) dan bahkan banyak terjadi erosi parit sampai tebing (Gambar 4). Abu merapi yang bertekstur pasir dan dengan lapisan tanah yang memiliki indek kemantapan agregat rendah (27-37), menyebabkan mudah terjadi erosi dan aliran permukaan. Gambar 3. Rumput pakan ternak dapat beradaptasi dengan baik Gambar 4. Pengolahan tanah diperlukan Penanggulangan erosi dan aliran permukaan dapat dilakukan dengan cara menanam rumput pakan ternak dan tanaman pisang. Hal ini karena sudah beradaptasi pada lahan tersebut dan mudah ditemukan. Jenis tanaman introduksi yang mudah ditanam dan dapat beradaptasi pada tekstur berpasir dan liat adalah rumput akar wangi (Vetiveria zizanioides). Rumput ditanam searah kontur dan rapat agar dapat digunakan sebagai penahan erosi dan aliran permukaan. Sedangkan untuk tanaman pisang ditanam pada bidang olah dengan cara zigzag (Gambar 5), hal ini bermanfaat untuk mengurangi kehilangan tanah dan hara yang terangkut akibat aliran permukaan dan erosi. Untuk penanggulangan bahaya erosi dan aliran permukaan pada erosi parit/tebing diperlukan penanaman tanaman bambu. Bambu ditanam pada pinggiran parit/tebing dengan jarak 50 cm secara zigzag (Gambar 6). Perlakuan ini sangat efektif, karena bambu mudah tumbuh, memiliki perakaran serabut yang dapat menembus lapisan tanah dan mudah dicari dilokasi dampak. Gambar 5. Erosi alur 8 Rumput pakan ternak/ akar wangi Pisang Gambar 6. Ilustrasi penanaman rumput pakan ternak/akar wangi dan pisang Tanaman bambu Gambar 7. Ilustrasi penanaman bamboo pada erosi parit/tebing Karakteristik abu volkanik Gunung Merapi Kabupaten Magelang dan Boyolali merupakan daerah yang lebih banyak terkena awan panas sedangkan daerah Sleman lebih karena lahar panas. Dari keduanya terlihat bahwa pH daerah yang terkena awan panas bervariasi antara 4,8-5,9, sedangkan daerah yang terkena lahar panas berkisar antara 6,1-6,8. Kandungan P dalam abu volkan berkisar antara rendah sampai tinggi (8-232 ppm P2O5). KTK dan Mg abu volkan rendah, namun kadar Ca cukup tinggi. Kadar S dalam abu volkan bervariasi dari 2 – 160 ppm, sedangkan kadar logam berat Fe, Mn, Pb dan Cd 9 cukup rendah. Hal ini dapat disampaikan bahwa abu volkanik Gunung Merapi cukup aman untuk pengembangan pertanian. Tabel 2. Sifat kimia abu volkanik erupsi Gunung Merapi Lokasi pH Ptersedia KTK ppm P2O5 Ca Mg S Fe me/100g Mn Pb Cd ……………..ppm……………… Magelang Dukun 4,8 207 4,97 4,86 0,21 81 13 1,5 0,5 0,0 Srumbung 5,5 183 4,72 7,58 0,67 160 15 2,7 0,0 0,02 Sawangan 5,9 39 6,23 8,90 0,33 131 10 6,8 0,5 0,02 Selo 5,8 232 2,26 4,98 0,17 81 8 1,0 0,4 0,01 Cepogo 5,1 8 1,77 2,13 0,13 26 11 2,8 0,3 0,01 <5 6,8 14 2,66 2,25 0,58 2 27 3,6 0,1 0,02 5-10 6,1 138 7,10 15,47 2,40 42 25 1,1 0,0 0,03 >10 6,2 8 3,89 5,73 0,72 6 57 3,0 0,1 0,01 Boyolali Sleman Pakem Tanah sawah yang terkena abu vulkanik ber pH antara 5,4-5,9, kadar P tersedia tinggi, KTK rendah. KTK tanah sawah yang terkena abu vulkanik terlhat sangat rendah. Kadar Ca sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi, sedangan kadar Mg rendah. Kadar S tanah sawah bervariasi dari sangat rendah sampai tinggi (4ppm - 470 ppm S). Sedangkan kadar logam berat rendah, hal ini menunjukkan bahwa abu vulkanik Gunung Merapi tidak memberikan pengaruhi yang negatif terhadap tanah sawah yang terkena dampak malah meningkatkan kadar P dan Ca. Tabel 3. Sifat kimia tanah sawah yang kena abu vulkanik Lokasi pH P-tersedia KTK ppm P2O5 Magelang Ca Mg me/100g S Fe Mn Pb Cd …………………..ppm……………… Dukun 5,8 212 4,24 8,44 0,42 135 9 1,4 0,1 0,03 Srumbung 5,7 132 1,83 0,79 0,46 103 9 0,3 0,2 0,01 Sawangan 5,9 39 6,23 8,35 0,89 295 49 5,3 0,1 0,02 Selo 5,4 85 4,38 6,95 0,25 470 8 4,9 0,1 0,04 Cepogo 5,4 246 2,60 2,52 0,32 7 8 1,9 0,0 0,03 5,9 21 4,19 6,59 0,74 4 27 3,8 0,0 0,01 Boyolali Sleman Pakem 10 Karakteristik air Kemasaman air (pH) untuk air sawah, sungai dan kebun berkisar antara 5,1-7,3; pH tersebut merupakan pH yang optimum bagi pertumbuhan tanaman. kemudian kadar unsur hara dalam air seperti K, Ca, dan Mg cukup baik dan dapat digunakan sebagai sumber air untuk tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Namun air sungai kadar lumpurnya cukup tinggi, sehingga untuk sementara air dari sungai didaerah bencana belum dapat digunakan sebagai sumber air untuk irigasi dan MCK. Berdasarkan contoh air yang diambil di daerah Kabupaten Magelang, Sleman dan Klaten pH air cukup baik untuk pengairan (Tabel 3), hanya contoh air dari sawah Srowol Magelang yang pH nya agak masam (< 6,0). Kadar hara NH4 dan PO42- dalam contoh air rendah, kadar K bervariasi dari 0,12 - 0,26 mg/l, kadar Ca bervariasi dari 0,99 – 3,61 mg/l, dan Mg bervariasi dari 0,23 – 1,27 mg/l. Berdasarkan SNI 01-3553-2006 tentang air minum dalam kemasan, pH dan kadar NH4 dalam air, contoh air masih bisa digunakan untuk air minum. Tabel 4. Hasil analisis air didaerah Kab.Magelang, Sleman dan Klaten akibat letusan Gunung Merapi Kadar hara dalam air (mg/l) Lokasi pH NH4 K Ca Mg PO42- Kali Krasak 7,0 0,01 0,21 3,61 1,27 0,03 Air Sawah Mungkid 6,6 0,02 0,21 1,51 0,72 0,03 Kebun Salak 7,1 0,01 0,17 1,10 0,55 0,03 Sal. Hargobangun 7,2 0,02 0,14 1,20 0,59 0,00 Sal. Ds Kepetosan Klaten 7,3 0,03 0,12 1,37 0,49 0,01 Sawah, Srowol Magelang 5,1 0,13 0,26 8,14 1,10 0,00 Salamsari, Magelang 6,5 0,05 0,14 0,99 0,23 0,00 Sawah, Wonolalo, Magelang 7,1 0,09 0,17 2,06 0,53 0,05 Keadaan Hayati tanah. Pada lahan dengan ketebalan materi vulkan ≥ 5 cm (Turi, Sleman; Dukun, Magelang) fauna yang dijumpai adalah jenis Formika sp. (semut) carnivora maupun herbivora dengan jumlah koloni 2-3 koloni/25 m2, populasi cacing tanah rata-rata 8 ekor/m2 dan larva Coleoptera 4 ekor/m2. Populasi mikroba tanah, total bakteri dalam abu vulkan mencapai total bakteri= 7,2 x 107 - 1,4 x 109; Azotobacter spp.= 0 - 3,1 x 105; Azospirillum spp.= 0 - 1,1 x 106; bakteri pelarut P = 0 - 6,0 x 104; dan total fungi= 1,3 x 103 – 7,4 x 107 cfu/g. Sedangkan pada lapisan tanah dibawahnya total bakteri = 1,2 – 1,3 x 109; Rhizobium spp. 5,5 x 105; Azotobacter spp.= 0 – 6,0 x 105; Azospirillum spp.= 3,5 x 105 - 1,1 x 109; Bakteri pelarut P = 3,5 x 105; total fungi = 2,3 x 104 – 1,1 x 109 cfu/g. Pada tanah ini terlihat tidak ada pengaruh material vulkan terhadap keaneka-ragaman dan populasi fauna tanah maupun mikroba tanah. 11 Pada lahan dengan ketebalan materi vulkan 5 - ≥ 10 cm (Balerante, Klaten; Selo, Boyolali) fauna yang dijumpai adalah jenis Formika sp. (semut) carnivora maupun herbivora dengan jumlah koloni 2-3 koloni/25 m2, populasi cacing tanah rata-rata 3 ekor/m2 dan larva Coleoptera 1 ekor/m2. Populasi mikroba tanah, total bakteri dalam abu vulkan mencapai total bakteri= 1,8 x 108 - 1,9 x 109; Azotobacter spp.= 8,2 x 105 - 3,6 x 106; bakteri pelarut P = 2,9 – 4,8 x 106; Azospirillum spp.= 1,4 - 1,5 x 106; dan total fungi= 2,8 x 103 - 3,0 x 104 cfu/g. Sedangkan pada lapisan tanah dibawahnya total bakteri = 5,1 x 107 - 1,8 x 1010; Rhizobium spp. = 2,2 x 105 – 3,0 x 107; Azotobacter spp.= 0 - 3,1 x 106; Bakteri pelarut P = 0 - 4,1 x 105; Azospirillum spp.= 2,4 x104 - 1,5 x 106; dan total fungi = 3,6 x 106 cfu/g. Pada tanah ini terlihat ada pengaruh material vulkan terhadap populasi fauna tanah tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap keragaman fauna, selain itu tidak berpengaruh terhadap keragaman dan populasi mikroba tanah. Pada lahan yang tertutup oleh material vulkan dengan ketebalan > 10 cm (Kopeng, Kepuh Harjo, Cangkringan) fauna yang dijumpai adalah jenis Formika sp. (semut) carnivora dengan jumlah koloni sangat terbatas rata-rata 1 koloni/25 m2, tidak dijumpai cacing tanah maupun fauna tanah lainnya. Populasi mikroba tanah, total bakteri dalam abu vulkan mencapai 1,4 x 105 - 3,0 x 106 cfu/g tetapi secara fungsional tidak ditemukan bakteri penambat N maupun pelarut P. Pada tanah lapisan bawah (tanah asli) diketemukan populasi Rhizobium spp. = 5,5 x 105; Azotobacter spp.= 3,6 x 106; total bakteri = 1,5 x 109; dan total fungi = 3,0 x 104 cfu/g. Dari hasil analisis biologi tersebut dapat dinyatakan bahwa di tanah tersebut terjadi penurunan keaneka ragaman dan populasi fauna tanah terutama cacing dan larva serangga tanah hingga menjadi 0 ekor/m2, selain itu juga terjadi penurunan keragaman dan populasi mikroba tanah terutama pada tanah lapisan atas, sedangkan keragaman dan populasi mikroba pada tanah lapisan bawah tidak terlalu terpengaruh. Gambar 7. Keragaan larva dan cacing tanah pada lapisan tanah atas 12 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ketebalan abu yang menutupi lahan pertanian terutama sayuran dan hortikultura (kebun salak) pada beberapa hari setelah terjadinya letusan G. Merapi ketebalannya dapat dibedakan menjadi < 5 cm, >5 cm - 10 cm dan > 10 cm. 2. Tanaman yang rusak akbat akibat hujan abu adalah tanaman sayuran, seperti kubis, tomat, dan cabai, tanaman salak, dan kelapa. 3. Lapisan abu yang tebalnya < 10 cm adalah pada lahan kebun salak di Kecamatan Srumbung, Kabupaten magelang. 4. Ketebalan abu < 5 cm terdapat di Kecamatan Dukun kabupaten Magelang umumnya pada lahan tanaman sayuran. 5. Penutupan lahan oleh abu volkan dengan ketebalan < 5 cm, dilakukan perbaikan dengan pengolahan tanah, pemberian mulsa 1 ton/ha. 6. Penutupan lahan oleh abu volkan dengan ketebalan >5 - 10 cm dilakukan pengolahan tanah dan pemberian pupuk organik curah 2 ton /ha. 7. Untuk lahan yang tertutup abu > 10 cm diarahkan untuk tanaman tahunan. 8. Pada lapisan atas terjadi penurunan keaneka ragaman dan populasi fauna tanah terutama cacing dan larva serangga tanah hingga menjadi 0 ekor/m2. 9. Keragaman dan populasi mikroba pada tanah lapisan bawah tidak terlalu terpengaruh. Saran tindak lanjut Lahan yang tertutup abu dan pasir dengan ketebalan > 10 cm perlu dilakukan kegiatan reklamasi lahan melalui teknik konservasi tanah dan air dan penanaman tahunan atau tanaman hutan dan rumput / pakan ternak. Pembuatan teras gulud dan pembuatan saluran drainase pada lahan ini perlu dilakukan untuk mengatur aliran permukaan. Aliran air permukaan ini sebaiknya ditampung dalam kolam buatan/embung supaya tidak hilang pada saat musim kemarau. Penanganan tanaman salak dan tanaman kelapa yang rusak akibat hujan abu juga perlu ditangani dan dilakukan usaha perbaikan tanaman dengan mengganti tanaman yang mati dan sudah tua dengan benih yang baru. 13 DAFTAR PUSTAKA Hikmatullah. 2009. Karakteristik tanah-tanah volkan muda dan kesesuaian lahannya untuk pertanian di Halmahera Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9, No. 1 (2009) p:2029. Sudaryo dan Sutjipto, 2009. Identifikasi dan penentuan logam berat pada tanah vulkanik di daerah Cangkringan, Kabupaten Sleman dengan metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional V SDM Teknologi, Yogyakarta, 5 November 2009. Sukarman, Herry H. Djohar, dan Permadhy Sudewo. 1993. Masalah klasifikasi tanah merah dari bahan tuf andesitik-basaltik di daerah beriklim kering, studi kasus Rhodustalfs dari Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pemb. Penelitian Tanah dan Agroklimat, No. 11:47-53. Wilson, T., G. Kaye, C. Stewart, and J. Cole. 2007. Impacts of the 2006 eruption of Merapi volcano, Indonesia, on agriculture and infrastructure. GNS Science Report 2007/07 69p. Zuraida. 1999. Penggunaan abu volkan sebagai amelioran pada tanah gambut dan pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan jagung. Thesis dalam Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 14