1 BAB I PENDAHULUAN A. Umum Seiring dengan perkembangan zaman, sungai memiliki fungsi yang semakin komplek. Fungsi sungai pada intinya untuk memenuhi kehidupan manusia seharihari, seperti irigasi, perikanan, wisata, pembendungan sungai untuk waduk sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air, tempat persediaan air di musim kemarau dan lain-lain. Namun dewasa ini banyak terjadi kerusakan sungai sehingga sungai mengalami perubahan morfologi (perubahan bentuk). Hal ini disebabkan oleh dua faktor yakni faktor manusia sebagai akibat dari perubahan tata guna lahan, pertambahan penduduk serta kurangnya kesadaran masyarakat tentang pelestarian lingkungan daerah aliran sungai (DAS). Gejala kerusakan daerah aliran sungai dapat dilihat dari penyusutan hutan dan kerusakan lahan terutama di daerah lindung di kawasan daerah aliran sungai. Keadaan ini jelas akan mengubah keseimbangan ekologi yang dapat berakibat timbulnya erosi dan banjir. Faktor alam juga mempengaruhi kerusakan sungai. Curah hujan yang tinggi menyebabkan erosi dan sedimentasi menyebabkan pendangkalan sungai. Material erupsi Gunung Merapi juga dapat menyebabkan kerusakan daerah aliran sungai, seperti rusaknya hutan akibat lava pijar dan awan panas, sedimentasi akibat guguran debu vulkanik dan material lain yang dimuntahkan gunung berapi. Banjir 1 2 lahar dingin juga menyebabkan perubahan morfologi sungai seperti pendangkalan, bertambahnya lebar sungai dan tergerusnya tebing-tebing sungai. B. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu adalah letusan terbesar jika dibandingkan dengan erupsi terbesar Gunung Merapi yang pernah ada dalam sejarah yaitu tahun 1872 (Subandriyo, 2010). Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan besar indeks letusan adalah dari jumlah material vulkanik yang telah dilontarkan. Pada letusan 1872, jumlah material vulkanik yang dilontarkan oleh Gunung Merapi selama proses erupsi mencapai 100 juta m3. Sementara itu, jumlah material vulkanik yang telah dimuntahkan Gunung Merapi sejak erupsi pada Oktober hingga 5 November 2010 diperkirakan telah mencapai sekitar 150 juta m3. Bahaya Gunung Merapi tidak hanya bahaya primer (lava pijar dan awan panas) saja, tetapi juga bahaya sekunder (lahar dingin). Pada musim penghujan material vulkanik menyebar dan mengalir dengan cepat melalui aliran sungai sebagai lahar dingin yang mempunyai daya rusak yang sangat besar sehingga mengakibatkan kerusakan serta kerugian yang cukup besar baik moril berupa nyawa manusia, maupun materi berupa infrastruktur, bangunan pengendali lahar dingin (sabo dam), lahan pertanian, perumahan, hewan ternak dan lain-lain. Hingga saat ini material vulkanik yang hanyut terbawa banjir lahar dingin mencapai hampir 50 juta m3, sisanya 100 juta m3 menjadi ancaman setiap hujan deras. Material yang dikeluarkan Gunung Merapi mengalir melalui sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi antara lain Sungai Pabelan, Sungai Putih, Sungai 3 Blongkeng dan Sungai Krasak yang bermuara di Sungai Progo dan sungai–sungai lainya yang berhulu di Gunung Merapi. Sungai Pabelan, Sungai Putih, Sungai Krasak, dan Sungai Blongkeng merupakan serangkaian sungai yang berhulu dari lereng Gunung Merapi dan bermuara di Sungai Progo, selanjutnya bermuara di Samudra Hindia tepatnya di Pantai Trisik, Kabupaten Kulon Progo. Sungai Progo mengalir di daerah Kabupaten Magelang (Jawa tengah) dan Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul (DIY). Di daerah Magelang Sungai Pabelan dan Sungai Putih kemudian bergabung dengan Sungai Progo, sedangkan Sungai Krasak bergabung dengan Sungai Progo di daerah Sleman (Gambar 1.1). Diperkirakan jumlah material vulkanik yang terbawa banjir lahar dingin melalui sungai–sungai yang berhulu di Sungai Progo pada banjir lahar dingin yang lalu mencapai 30,8 juta m³, dengan rincian Sungai Pabelan 20,8 juta m³, Sungai Putih 8,2 juta m³ dan Sungai Krasak 10,8 juta m³ (Sayuti, 2011). Sungai Pabelan, Sungai Putih dan Sungai Krasak berpotensi kembali terkena banjir lahar dingin, dilihat lereng Gunung Merapi, kondisi batuan telah mengeras sehingga jika terjadi hujan dampaknya akan lebih besar dan merusak, kondisi ini diperparah lagi dengan tutupan hijau di lereng Gunung Merapi sebagian besar telah rusak akibat erupsi Gunung Merapi tahun 2010 dan alur sungai yang dangkal akibat sedimentasi pada saat banjir lahar dingin yang lalu, sehingga memperlancar aliran lahar dingin tersebut. Keadaan ini dapat membanjiri pemukiman dan areal pertanian di sekitar bantaran sungai. 4 Gambar 1.1 Peta aliran sungai utama di wilayah Gunung Merapi. Diprediksi material vulkanik sisa erupsi Gunung Merapi 2010 tidak akan habis dalam waktu 3 tahun, sehingga diperlukan analisis teknis pola banjir lahar dingin serta perubahan morfologi sungai-sungai yang dilewati banjir lahar dingin, guna mencegah kerusakan dan kerugian yang lebih besar akibat banjir lahar dingin tersebut. 5 C. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini untuk mengetahui morfologi Sungai Progo pasca erupsi 2010 dengan cara analilis morfologi Sungai Progo per segmen, yaitu di segmen pertemuan Sungai Progo-Pabelan, segmen pertemuan Sungai Progo– Putih, dan di bagian tengah (middle stream) Sungai Progo tepatnya di segmen Jembatan Kebon Agung. Pengambilan sampel dimulai di segmen pertemuan Sungai Progo–Pabelan, dan segmen pertemuan Sungai Progo–Putih yang merupakan sumber sedimen lahar dingin yang berasal dari erupsi Gunung Merapi dilaksanakan pada tanggal 17 Juli 2011 dan di bagian tengah (middle stream) Sungai Progo tepatnya di segmen Jembatan Kebon Agung pada tanggal 20 Juli 2011, serta pengambilan data kemiringan dasar saluran (slope) di titik segmen pertemuan Sungai Progo–Pabelan dan segmen pertemuan Sungai Progo–Putih dilaksanakan tanggal 12 November 2011, dan di bagian tengah (middle stream) Sungai Progo tepatnya di segmen Jembatan Kebon Agung dilaksanakan pada tanggal 15 November 2011. Penelitian ini memerlukan data kemiringan dasar saluran (slope) di setiap segmen sepanjang 200 m, lebar aliran sungai, lebar saluran, lebar bantaran kiri, lebar bantaran kanan, kedalaman aliran, ketinggian tebing, aktifitas penambangan, kecepatan aliran yang nantinya digunakan untuk mendapatkan debit aliran, koordinat, elevasi, serta data pengujian distribusi butiran agregat yang dilaksanakan di laboratorium dan data-data lainnya. Data-data tersebut digunakan untuk mengklasifikasikan tipe morfologi, mengetahui gradasi sedimen dasar sungai, porositas sedimen dasar sungai, besarnya angkutan sedimen dasar. 6 Dusun Blubaran, Desa Blongkeng, kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah Dusun Peloso Gede, Desa Blongkeng, kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah Desa Ngemplak Kembang, kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DI Yogyakarta Gambar 1.3 Lokasi penelitian. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kecepatan aliran, debit aliran dan besarnya angkutan sedimen dasar (bed load) Sungai Progo pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010. 2. Untuk mengetahui kondisi morfologi Sungai Progo pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010. 3. Untuk mengetahui tipe distribusi ukuran butir dan porositas sedimen dasar Sungai Progo pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010. 7 E. Manfaat Penelitian Hasil kajian dan analisis dari penelitian ini diharapkan : 1. Dapat memberikan informasi tentang kondisi morfologi Sungai Progo pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010. 2. Dapat memberikan informasi tentang distribusi butiran agregat sedimen dasar sungai dan porositas sedimen dasar Sungai Progo pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010. 3. Dapat memberikan informasi tentang besarnya angkutan sedimen dasar pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010. F. Batasan Masalah Agar penelitian ini menjadi lebih sederhana, tetapi memenuhi persyaratan teknis maka perlu diambil beberapa batasan masalah sebagai berikut : 1. Morfologi Sungai Progo dianggap hanya dipengaruhi oleh erupsi Gunung Merapi tahun 2010. 2. Gradasi dan porositas sedimen dasar sungai diambil bagian permukaan saja, porositas dihitung dengan menggunakan rumus yang dikembangkan Sulaiman (2008). 3. Pengujian gradasi material dasar sungai diambil material berukuran 25,40,05 mm, material besar tidak diukur. 4. Karena keterbatasan alat dan faktor keamanan pada saat pengukuran, penampang sungai dianggap berbentuk trapesium. 8 5. Kemiringan dasar saluran (slope) sepanjang 200 m di beberapa segmen (pertemuan Sungai Progo-Pabelan, Sungai Progo-Putih dan di bagian tengah Sungai Progo di segmen Jembatan Kebon Agung). 6. Hasil pengukuran dianggap valid. G. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Study Morfologi, Angkutan Sedimen Dan Porositas Material Dasar Sungai Pasca Erupsi Gunung Merapi 2010 di Sungai Progo tinjauan segmen pertemuan Sungai Progo-Pabelan, segmen pertemuan Sungai Progo-Putih, dan middle stream Sungai Progo segmen Jembatan Kebon Agung belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian sebelumnya yaitu Karakteristik Sungai Pabelan bagian hilir pasca erupsi Gunung Merapi 2010 (Sedewa, 2011). Hanya fokus pada Sungai Pabelan bagian hilir dan Sungai Senowo. Penelitian tentang Study Morfologi, Angkutan Sedimen Dan Porositas Material Dasar Sungai Pasca Erupsi Gunung Merapi 2010 di Sungai Progo dengan tinjauan segmen pertemuan Sungai Progo-Pabelan, segmen pertemuan Sungai Progo-Putih, dan segmen middle stream Sungai Progo Jembatan Kebon Agung belum pernah diteliti sebelumnya, sehingga keaslian penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baru yang bermanfaat bagi semuanya.