MODEL PENELITIAN: KOMUNIKASI MASSA DAN SOSIALISASI POLITIK Alexis S. Tan, Bab XVII; Deddy Mulyana dan Solatun, Bab IX Model Penelitian: Komunikasi Massa dan Sosialisasi Politik Komunikasi Massa dan Sosialisasi Politik Sosialisasi Politik sebagai Belajar Sosial Belajar Sikap dan Tingkahlaku Politik dari Media Massa Contoh Penelitian Komunikasi Politik Melalui Media Massa Komunikasi Massa dan Sosialisasi Politik Komunikasi Massa dan Sosialisasi Politik menyangkut bagaimana seseorang belajar sikap, nilai-nilai dan tingkah laku politik. Sosialisasi politik secara khas didefinisikan dalam term outcomes dan proses. Definisi ditekankan tidak hanya pengaruh sumber, tetapi juga pada outcomes. Komunikasi Massa . . . Outcomes didefinisikan sebagai: Socilization refers to . . . the process by which a junior member of a group or institution is taught its values, attitudes and other behaviors. Political socialization refers to the learning process by which the political norms and behaviors acceptable to an ongoing political system are transmitted from generation to generation (R.S. Siegel, dalam Tan, 1998: 267). Komunikasi Massa . . . Easton dan Dennis, menentang definisi ini, karena bagi mereka, sikap politik tidak hanya tercipta dari proses sosialisasi, namun menjadi kebutuhan masyarakat. Asumsi ini dibangun melalui ketidaksetujuan (masyarakat) terhadap Perang Vietnam pada tahun 1960-an. Komunikasi Massa . . . Sosialisasi Politik didefinisikan sebagai: Those developmental processes through which persons acquire political orientation and pattern behavior (D. Easton & J. Dennis, 1969, dalam Tan, 1998: 268). Beberapa survey mengindikasikan segmen populasi memiliki perbedaan yang signifikan dalam orientasi politik misalnya dalam kepercayaan politik, percaya diri dalam institusi politik, dan kekuatan afiliasi partai Sosialisasi Politik sebagai Belajar Sosial Sosialisasi politik dilakukan dengan cara belajar sosial, dengan demikian pendekatan yang dilakukan dalam konteks ini adalah pendekatan psikologi. Belajar politik, seperti yang dikemukakan Jennings dan Niemi, menyangkut: The older psychological formulation which most reflects our thingking is what Bandura and his associates have come to call observational learning . . . principally modelling, but also matching, imitation, copyng, contagion, cue-taking and identification (Jennings, dkk., dalam Tan, 1998: 269). Sosialisasi Politik . . . Seperti layaknya Teori Belajar Sosial, seseorang belajar sikap dan tingkahlaku politik melalui model yang sering ditemui dan memberikan reward, secara intrinsik & ekstrinsik. Teori Belajar Sosial, merujuk pada proses belajar yang dilakukan seorang anak, terutama seseorang akan memberikan respon yang sama yang berpotensi memperkuat tingkah laku Sosialisasi Politik . . . Teori Belajar Sosial juga menjelaskan pengaruh panutan terhadap sikap dan tingkah laku politik (Dawson dan Prewit, dalam Tan, 1998: 269). Temuan Cook dan Scioli (dalam Tan, 1998: 269), dinyatakan sebagai “Conformity to group norms results in group praise (positive reinforcement) and deviation from approved behavior results in group sanctions or deprivation of group values (negative reinforcement). Belajar Sikap dan Tingkahlaku Politik dari Media Massa Beberapa hal yang terkait adalah: Perhatian terhadap Konten Politik di Media Massa Konten Politik di Media Massa Motivasi dan Konten Politik di Media Massa Perhatian terhadap Konten Politik di Media Massa Secara reguler, seorang anak mulai menonton TV pada usia 3 tahun; dan mulai menggunakan surat kabar dan majalah diusia SMP. Walaupun secara reguler seseorang menggunakan media massa saat akhir masa remaja, namun terindikasi adanya eksposure pada urusan publik. Sementara, keterpengaruhan sikap politik pada anak remaja, secara signifikan dipengaruhi oleh orang tua dan Perhatian . . . Sementara, keterpengaruhan sikap politik pada anak remaja, secara signifikan dipengaruhi oleh orang tua dan panutan mereka. Televisi merupakan media massa yang paling berpengaruh atas sikap politik pada remaja di Amerika. Dalam penelitian tahun 1974 tentang informasi politik yang dilakukan pada remaja, sebanyak 51% menjawab “sangat terpercaya” terhadap informasi di televisi. Konten Politik di Media Massa Paul Deutschmann (1959) dan Guido Stempel III (1962) memperlihatkan masalah politik dan pemerintahan merupakan salah satu kategori pemberitaan setiap hari di surat kabar. Lindeborg dan Stone, memberikan kode pada isi surat kabar di New York. Kategori yang ditemukan adalah: Konten Politik . . . Masalah militer (18%); politik (14%); pemerintahan (14%); dan kejahatan (12%) Studi The American Institute for Political Communication, pada 1974 memperlihatkan rata-rata setiap minggu televisi menayangkan komentar politik dan publik. Di Indonesia, masalah politik dan pemerintahan dibahas secara terbuka pasca Orde Baru. Motivasi dan Konten Politik di Media Massa 1. 2. 3. 4. Robinson (1976) (dalam Tan, 1998: 274) mengidentifikasi hasil sebagai berikut: Asumsi praktis setiap berita televisi sangat menarik pada setiap pemirsa televisi. Berita televisi cenderung menampilkan sesuatu yang dianggap “baik” atau “buruk” Menyangkut pemberitaan televisi tentang konflik & kekerasan, Greenwald mengindikasikan televisi memberitakan tiga kali lebih banyak tentang kriminal dibanding dengan surat kabar lokal Peneliti tidak setuju dengan berita televisi yang menekankan “anti-institutional”. Efek Media Efek Kognitif Efek Emosional Efek Behavioral Efek Kognitif Penelitian yang dilakukan Chaffee, Ward dan Tipton memperlihatkan, media digunakan untuk mendapatkan pengetahuan politik di SMA Winconsin selama masa kampanye presiden pada 1968. Efek kognitif penting lainnya diperlihatkan dalam studi Agenda Setting yang dilakukan McCombs dan Shaw memprediksikan “when the media emphasize event, they influence the audience to see as important” Efek Emosional Terdapat dua prediksi dari efek emosional terhadap isi media: Pertama, penguatan sangat positif terhadap materi politik yang akan mendorong ke arah peningkatan kepercayaan politik, efficacy dan support. Kedua, diprediksikan dapat terjadi eksposure negatif yang menjadikan political malaise atau kecurigaan, sinisme politik, dan berkurangnya support. Efek Behavioral Penelitian tentang efek behavioral, terutama dilakukan pada kampanye pemilihan. Efek behavioral terutama dikaitkan dengan keberuntungan pada aktifitas politik (misalnya kampanye dan pemungutan suara) selama kampanye pemilihan. Efek media massa terhadap tingkahlaku politik, dalam beberapa studi ditemukan beragam: Beberapa studi melaporkan penggunaan media meningkatkan aktifitas politik. Efek Behavioral . . . Lainnya menemukan bahwa penggunaan medium tertentu (misalnya televisi) aktivitasnya cenderung dikurangi. Kesimpulan yang belum disepakati menyatakan, bagi sebagian kalangan, informasi politik lewat media untuk beberapa informasi bagi sebagian anggota masyarakat memberikan penguatan positif, dan negatif bagi sebagian kalangan. Efek Behavioral . . . Penelitian Chaffee menemukan, bahwa sebagian masyarakat menggunakan media untuk menambah pengetahuan politik, sementara untuk kalangan bawah, pengetahuan politik dimulai ketika masa kampanye. Dennis dan Chaffe (1976) menemukan bahwa pemilih mendapatkan pengetahuan politik melalui media; aktifitas politik yang mendapatkan perhatian penting adalah debat kandidat. Beberapa penelitian menunjukkan, di Amerika debat kandidat menjadi bagian penting terhadap efek behavioral pemilih, sementara, untuk Indonesia, debat kandidat (untuk calon presiden) untuk Pemilu 2004, belum berpengaruh. Saol-soal 1. 2. 3. Jelaskan hubungan antara komunikasi massa dan sosialisasi politik! Khusus di Indonesia, apakah ada korelasi antara sosialisasi kebijakan politik dan sikap politik masyarakat? Jelaskan dengan contoh! Jelaskan hubungan antara sosialisasi politik dan proses belajar sosial! Jelaskan dengan contoh! Soal-soal: 1. 2. 3. Menurut saudara, apakah media massa dapat menumbuhkan kesadaran politik masyarakat? Jelaskan dengan contoh! Jelaskan efek media massa terhadap kognisi, afeksi dan behavioral! Berikan contoh penelitian efek behavioral media massa di Indonesia!