APLIKASI TEKNIK PUTERAN BIBIT BERUKURAN BESAR PADA JENIS POHON KIHUJAN, MAHONI, MATOA DAN SALAM MUKLISH NUGRAHA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Teknik Puteran Bibit Berukuran Besar pada Jenis Pohon Kihujan, Mahoni, Matoa dan Salam adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2008 Muklish Nugraha NRP E14201056 53 RINGKASAN Muklish Nugraha. E14201056. 2007. Aplikasi Teknik Puteran Bibit Berukuran Besar pada Jenis Pohon Kihujan, Mahoni, Matoa dan Salam. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc. Penelitian dilakukan di persemaian Tlogoarto yang terletak di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Desember 2006 dan berakhir pada bulan April 2007. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman besar usia + 2 tahun yaitu bibit mahoni (Swietenia macrophylla), kihujan (Samanea saman), matoa (Pometia pinnata) dan salam (Syzygium polyanthum). Alat yang digunakan diantaranya: cangkul, garpu, tombak (linggis yang memiliki ujung yang pipih berfungsi untuk memotong akar tunggang), golok dan lainlain. Pada penelitian ini dibuat dua perlakuan yaitu: bibit yang dipotong batang utama (A, C, E, G) dan bibit yang hanya dibersihkan daun tanpa pemotongan dahan dan cabang (B, D, F, H). Masing-masing perlakuan terdiri dari 4 jenis pohon hutan (kihujan, mahoni, matoa, salam) dan masing-masing jenis terdiri dari 4 individu. Parameter yang diukur adalah tinggi dan diameter awal, waktu yang diperlukan untuk setiap tahapan pembuatan bibit puteran, jumlah dan panjang pucuk baru yang muncul, waktu muncul tunas baru, waktu muncul akar baru, prestasi kerja dianalisa dan disajikan secara deskriptif. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan teknik puteran bibit besar dalam upaya meningkatkan persentase hidup dari bibit puteran. Hasil penelitian menunjukan bahwa persen hidup bibit yang dipotong cabang utamanya adalah sebesar 100%, sedangkan bibit yang hanya dihilangkan daunnya saja adalah sebesar 81,25%. Jumlah tunas baru yang tumbuh paling banyak yaitu pada salam yang diberi perlakuan dengan cara dibersihkan daunnya saja (D1), dengan jumlah tunas baru mencapai 17 buah. Dan untuk jumlah tunas terendah yaitu pada mahoni yang dibersihkan daunnya saja (F2 dan F3). Pucuk terpanjang adalah pada matoa yang dipotong batang utamanya (A3) dengan panjang tunas mencapai 76 cm, sedangkan tunas yang tumbuh terpendek adalah pada mahoni yang dipotong batang utamanya (E1) dengan panjang tunas maksimal 5 cm. Pengamatan muncul tunas dan akar baru hanya dilakukan pada Bibit Puteran salam (C4) dimana waktu mulai muncul akar dan tunas baru muncul hampir bersamaan, yaitu pada minggu kedua pengamatan. Untuk satu bibit puteran kihujan yang dipotong cabang utamanya dapat diperoleh PK (Prestasi Kerja) sebesar 13,89 batang/2orang/hari atau sama dengan 6,95 batang/orang/hari (1 HOK sama dengan 6,95 batang), sedangkan untuk kihujan yang hanya dibersihkan daunnya saja diperoleh PK sebesar 9,35 batang/2orang/hari atau sama dengan 4,68 batang/orang/hari (1 HOK sama dengan 4,68 batang). Waktu yang diperlukan akan lebih singkat apabila mempersiapkan bibit puteran yang dipotong cabang utamanya (A, C, E, G) dibanding mempersiapkan bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja (B, D, F, H). Hal ini disebabkan proses pengerjaan yang lebih mudah pada bibit puteran yang dipangkas batang utamanya. Teknik puteran dapat diaplikasikan pada jenis pohon kihujan, mahoni, matoa dan salam. Perlakuan dengan pemotongan batang utama dapat merubah arsitektur pohon dari puteran yang dihasilkan, sedangkan puteran dengan perlakuan dihilangkan daunnya saja tidak merubah arsitektur pohon dari puteran yang dihasilkan. Kajian aplikasi teknik puteran bibit berukuran besar pada kihujan, mahoni, matoa dan salam perlu dilakukan sampai tahap penanaman untuk mengetahui daya hidup di lapangan, selain itu perlu juga diaplikasikan untuk jenis pohon kehutanan lainnya. Judul Skripsi : Aplikasi Teknik Puteran Bibit Berukuran Besar pada Jenis Pohon Kihujan, Mahoni, Matoa dan Salam Nama : Muklish Nugraha NIM : E14201056 Menyetujui: Dosen Pembimbing, Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc. NIP. 131 878 499 Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP. 131 578 788 Tanggal Lulus : APLIKASI TEKNIK PUTERAN BIBIT BERUKURAN BESAR PADA JENIS POHON KIHUJAN, MAHONI, MATOA DAN SALAM SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEHUTANAN pada Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Oleh MUKLISH NUGRAHA E 14201056 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 UCAPAN TERIMA KASIH Dengan penuh ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini, khususnya : 1. Bapak Dr. Ir Irdika Mansur M. For. Sc yang telah membimbing penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini berlangsung. 2. Dosen penguji : Ir. Siswoyo, M. Si (perwakilan Departemen KSHE) dan Dr. Ir. Dede Hermawan, M. Sc (perwakilan Departemen Hasil Hutan). 3. Bapak Ismail (staf Departemen Silvikultur) yang selalu mengingatkan setiap kekurangan penulis. 4. Ayahanda dan ibunda tercinta yang tanpa pantang menyerah dalam mewujudkan cita-cita penulis, atas doa serta segala pengorbanan yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan studi. 5. Bapak Mansur sebagai penanggung jawab di persemaian Tlogoarto atas segala bantuan yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian di persemaian tersebut. 6. Saudaraku tercinta (Ganjar, Intan, Idham) sebagai pemicu semangat penulis dalam menyelesaikan studi. 7. Rekan-rekan Angkatan 38: Tedi, Edwin, Alif, dll serta rekan-rekan seperjuangan: Nunu, Tezar, Beri, Fiki, Dika, Syuhada, Beni, Deri Welly, Ice. 8. Teman-temanku dirumah: Yudi, Jajat, Ade, M. Nasuha, M. Syaeful, Ujang, Fachrudin, Cecep, Mamat, Andi, Aldin, Yuli, Parman, Bedah. 9. Serta semua pihak yang telah membantu baik secara fisik maupun mental, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga amal kebaikan yang telah dilakukan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. ii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 Juli 1983 dari pasangan ayahanda Abeng Setyarahman dan ibunda Ati Rohayati. Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Pada tahun 1987 penulis mengawali pendidikannya di TK Semboja Sari II Bogor selama dua tahun. Kemudian dilanjutkan di SDN Empang II Bogor dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya di SLTPN 1 Bogor, dan lulus pada tahun 1998. Kemudian melanjutkan ke SMUN 1 Bogor, dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB yang sekarang berganti nama menjadi Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Pada masa perkuliahan penulis pernah mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) selama kurang lebih dua bulan (Juli-Agustus 2004). Praktek dilaksanakan di tiga lokasi yaitu BKPH Cilacap, BKPH Baturaden dan Kampus Lapangan Fakultas Kehutanan UGM (KPH Ngawi) di Desa Getas Kecamatan Menden Kabupaten Blora. Pada tahun 2005, penulis melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor selama kurang lebih dua bulan (Juli-Agustus). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan karya ilmiah dengan judul “Aplikasi Teknik Puteran Bibit Berukuran Besar pada Jenis Pohon Kihujan, Mahoni, Matoa dan Salam” di bawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur M. For. Sc. 53 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas rahmat dan karunia-Nyalah penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di persemaian Tlogoarto Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Secara garis besar karya ilmiah ini berisi tentang jumlah pucuk, panjang pucuk, persen hidup, lama muncul pucuk dan akar baru pada bibit puteran besar Matoa, Salam, Mahoni dan Kihujan yang terjadi akibat dari pemberian perlakuan terhadap bibit puteran dengan cara dipotong batang utamanya dan dibersihkan daunnya saja. Selain itu, dalam hasil penelitian ini dibahas mengenai prestasi kerja yang berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan dari masing-masing penerapan teknik pembuatan bibit puteran besar. Tujuan penanaman di lapangan juga merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan sebagai dasar pemilihan teknik yang akan digunakan disamping kesesuaian spesies yang digunakan dengan tempat tumbuh. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengembangkan teknik pembuatan puteran bibit besar dalam upaya meningkatkan persentase hidup dari bibit yang dihasilkan. Hasil penelitian ini disusun dalam bentuk karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih banyak kekurangannya, maka dari itu penulis selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun. Besar harapan penulis, karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Penulis, Muklish Nugraha i DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................... i DAFTAR ISI .......................................................................................... iv DAFTAR TABEL ................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... viii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1 1.2 Permasalahan ....................................................................... 2 1.3 Tujuan .................................................................................. 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matoa (Pometia pinnata.) .................................................... 4 2.2 Salam (Syzygium polyanthum) ............................................. 5 2.3 Mahoni (Swietenia macrophylla) ......................................... 6 2.4 Kihujan (Samanea saman) ................................................... 8 2.5 Teknik Puteran ..................................................................... 9 2.6 Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman .......... 14 2.7 Lansekap .............................................................................. 17 2.8 Aklimatisasi ......................................................................... 23 2.9 Prestasi kerja ........................................................................ 25 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ............................................................... 27 3.2 Alat dan Bahan ..................................................................... 27 3.3 Metode Penelitian ................................................................ 27 3.4 Pengamatan dan Pengukuran ............................................... 28 3.5 Analisis Data ........................................................................ 29 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ..................................................................................... 30 4.2 Pembahasan .......................................................................... 45 iv BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .......................................................................... 51 5.2 Saran..................................................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 52 LAMPIRAN ........................................................................................... 54 v BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kerusakan hutan terjadi begitu cepat yang berakibat pada hilangnya spesies. Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah masalah deforestasi hutan dengan laju yang tinggi berdasarkan data Ditjen RLPS pada tahun 2000 mencapai 1,6 juta hektar/tahun. Adapun solusi untuk mengurangi dampak kehilangan jenis tersebut diantaranya dengan melarang penebangan liar dirasakan kurang efektif, meskipun telah ditetapkannya UU (Undang-undang) yang mengatur tentang penebangan liar dilengkapi dengan sangsi hukum bagi setiap pelanggaran yang dilakukan, tetapi tetap saja illegal logging menjadi salah satu penyebab degradasi hutan yang terbesar. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya kesadaran dari para penegak hukum untuk menegakan hukum yang telah ada. Upaya lain yang dilakukan adalah dengan pengkoleksian spesies di kebun raya dinilai relatif mahal, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya keterbatasan luasan wilayah yang ada serta biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun sebuah Kebun Raya yang baru apabila Kebun Raya yang ada tidak dapat menampung koleksi spesies tanaman yang baru. Karena alasan tersebut diatas diperlukan adanya teknik konservasi yang lebih aman, salah satunya adalah dengan menggabungkan program konservasi jenis dengan asitektur lansekap, seperti penghijauan yang dilakukan di tamantaman kota, kawasan industri, pinggir jalan, serta perumahan- perumahan. Adapun fungsi dari penghijauan tersebut diantaranya, untuk pelestarian plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel padat dari udara, penyerap dan penjerap partikel timbal, Penyerap dan penjerap debu semen, peredam kebisingan, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap karbon monoksida, penyerap karbon dioksida dan penghasil oksigen, penyerap dan penapis bau, mengatasi penggenangan, mengatasi intrusi air laut, produksi terbatas, ameliorasi iklim, pengelolaan sampah, pelestarian air tanah, penapis cahaya silau, meningkatkan keindahan, sebagai habitat burung, mengurangi stress, mengamankan pantai dari abrasi, 1 meningkatkan industri pariwisata, dan masih banyak lagi fungsi lainnya (Dahlan, 2004). Penghijauan di daerah pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. Taman adalah sebidang tanah terbuka dengan luasan tertentu di dalamnya ditanam pepohonan, perdu, semak dan rerumputan yang dapat dikombinasikan dengan kreasi dari bahan lainnya. Umumnya dipergunakan untuk olah raga, bersantai, bermain dan sebagainya (Dahlan, 2004). Penghijauan di kawasan industri berbeda dengan daerah pemukiman. Terutama harus diperhatikan jenis tanaman yang efektif dalam upaya pengurangan polutan serta limbah dari industri tersebut. Beberapa jenis tanaman telah diketahui kemampuannya dalam menyerap dan menjerap polutan. Dewasa ini juga tengah diteliti ketahanan dari beberapa jenis tanaman terhadap polutan yang dihasilkan oleh suatu pabrik. Dengan demikian informasi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih jenis-jenis tanaman yang akan dikembangkan di kawasan industri (Dahlan, 2004). Pohon peneduh jalan raya merupakan jalur hijau di bawah kawat listrik tegangan tinggi, jalur hijau di tepi jalan kereta api, jalur hijau di tepi sungai di dalam kota atau di luar kota dapat dibangun dan dikembangkan sebagai hutan kota guna diperoleh manfaat kualitas lingkungan perkotaan yang baik. Tanaman yang ditanam pada daerah di bawah jalur kawat listrik dan telepon diusahakan yang rendah saja, atau boleh saja dengan tanaman yang dapat menjulang tinggi, namun pada batas ketinggian tertentu harus diberikan pemangkasan (Dahlan, 2004). 1.2. Permasalahan Dalam rangka penggabungan program konservasi dengan pembangunan arsitektur lansekap diperlukan bibit yang berukuran cukup besar, yaitu dengan digunakannya bibit pohon kehutanan yang berukuran besar dan multifungsi. Bibit yang ditanam untuk tujuan konservasi dalam hal pengawetan dan perlindungan juga memiliki fungsi yang lain diantaranya fungsi penyehatan lingkungan, fungsi estetika, fungsi produksi dan fungsi lainnya seperti penunjuk identitas suatu wilayah tertentu. Penggunaan bibit berukuran besar dimaksudkan agar fungsi- 2 fungsi tersebut dapat segera terpenuhi, dan untuk mendapatkan bibit berukuran besar tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan teknik puteran. Dari teknik puteran yang ada masih perlu dikembangkan dalam upaya meningkatkan persentase hidupnya. Pada penelitian ini teknik puteran yang digunakan adalah teknik puteran yang hanya dipangkas daunnya dan teknik puteran yang dipotong batang utamanya. 1.3. Tujuan Mengembangkan teknik pembuatan puteran bibit besar dalam upaya meningkatkan persentase hidup dari bibit yang dihasilkan. 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Matoa a. Taksonomi dan Penyebutan Secara umum di Indonesia Pometia spp. dikenal dengan nama matoa, tetapi di beberapa daerah di Indonesia tanaman ini memiliki penyebutan yang berbeda seperti kasai, matoa, pakam, lauteneng, kungki, langsek anggang, leungsir, kayu sepi, ngaahe, batobu, sapen, taun, wusel. Matoa di negara lain dikenal dengan nama malugai, tungaui, (Filipina), kasay (Malaysia), matoa, kasai (Inggris), taun (Irian Timur) (Thahjono, 1972). Menurut Thahjono (1972), dalam sistem klasifikasi, matoa mempunyai penggolongan sebagai berikut : Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub-kelas : Dicotyledonae Ordo : Sapindales Famili : Sapindaceae Genus : Pometia Spesies : Pometia pinnata b. Sifat Botanis Matoa merupakan pohon raksasa dengan tinggi dapat mencapai 47 m, dengan diameter mencapai 187 cm. Mudah dikenali dengan ciri-ciri batang tanpa bonggol-bonggol, mempunyai alur yang lebar dan dalam serta berakar papan yang berukuran kecil. Kulit batang memiliki ketebalan + 5 mm, sebelah luar berwarna kelabu dengan bitik-bintik kuning. Kulit sebelah luar licin dengan pecah-pecah halus melintang dan memanjang serta mengeluarkan cairan semacam perekat sedikit tidak berwarna, tidak berbau, rasanya sangat pahit. Cabang/ranting muda berwarna coklat kuning. Daun tua sebelah atas berwarna hijau (Thahjono, 1972). Thahjono (1972) mengemukakan bahwa kayu matoa memiliki B.D. 0.500.99, termasuk kelas kuat II dan III dan kelas awet III-IV. Apabila kayu dipotong 4 secara melintang dapat dilihat kayu gubal setebal 5-7.5 cm berwarna sedikit lebih muda daripada bagian teras yang mempunyai warna merah coklat atau merah lembayung. Kayu matoa memiliki tekstur agak kasar dengan serat yang lurus atau sedikit berpadu. Termasuk kayu sangat keras dengan daya kembang susut yang tinggi. c. Manfaat dan Kegunaan Karena termasuk kayu kelas kuat II dan III, kayu matoa dapat digunakan untuk konstruksi rumah, flooring, pembuatan papan atau balok untuk konstruksi kapal dan lain-lainnya (Thahjono, 1972). d. Penyebaran dan Tempat Tumbuh Matoa biasa tumbuh pada Hutan Primer dan Hutan Sekunder. Merupakan tanaman asli dari Srilangka dan Kepulauan Andaman (Thomson dan Thaman, 2006). Di Indonesia matoa tersebar di wilayah Irian Barat, Maluku, Sulawesi, Sumatra Utara, Bengkulu, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur (Thahjono, 1972). 2.2. Salam a. Taksonomi dan Penyebutan Syzygium polyanthum (Eugenia polyantha) atau yang biasa dikenal dengan pohon salam memiliki penyebutan yang berbeda di beberapa wilayah di Indonesia diantaranya ubar/serai dan manting. Laurellike leaf used in cooking merupakan sebutan Pohon salam di negara Inggris. Menurut Sumir’at (1994), dalam sistem klasifikasi, salam mempunyai penggolongan sebagai berikut : Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub-kelas : Dicotyledonae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Syzygium 5 Spesies : Syzygium polyanthum b. Sifat Botanis Tumbuhan berbatang besar dan tinggi, tingginya bisa mencapai 25 m. Daunnya yang rimbun, berbentuk lonjong atau bulat telur, berujung runcing bila diremas mengeluarkan bau harum. Bunganya putih dan harum. Buahnya keciIkecil sebesar buni dan rasanya sedikit sepat. Ketika masih muda buahnya berwarna hijau, kemudian kalau sudah tua berwarna merah kehitaman. Daun salam mengandung zat-zat bahan warna, zat samak dan minyak atsin yang bersifat antibakteri. Zat tanin yang terkandung bersifat menciutkan (astringent). Pohon salam memiliki daun tunggal, yang letaknya berhadapan dan mengandung kelenjar minyak. Bunganya memiliki sifat bisexualis (Sumir’at, 1994). c. Manfaat dan Kegunaan Selain daunnya dapat digunakan sebagai bumbu, salam juga dapat digunakan untuk pengobatan terutama untuk diare, diabetes, kudis dan gatal serta obat penyakit lambung. d. Penyebaran dan tempat Tumbuh Pohon salam tumbuh liar di hutan, di daerah pegunungan maupun ditanam di halaman rumah sebagai tanaman bumbu. Merupakan tanaman asli Indonesia, di luar negeri tanaman ini juga tumbuh pesat di Suriname. 2.3. Mahoni a. Taksonomi dan Penyebutan Swietenia macrophylla di Indonesia biasa dikenal dengan nama mahoni. Mahoni di negara lain dikenal dengan nama henduras, tobasco, nicaragua mahagoni (Jerman), caoba (Amerika Tengah), zepilete (Meksiko), arura (Venezuela), aquano (Peru), crura (Bolivia), american mahogani, baywood (Inggris), amerikaans mahonie (Belanda), mahagony (Amerika Serikat) (Thahjono, 1972). Menurut Thahjono (1972), dalam sistem klasifikasi, mahoni mempunyai penggolongan sebagai berikut : Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta 6 Kelas : Angiospermae Sub-kelas : Dicotyledonae Ordo : Sapindales Famili : Meliaceae Genus : Swietenia Spesies : Swietenia macrophylla b. Sifat Botanis Mahoni merupakan pohon yang kurang lebih menggugurkan daun, ketinggiannya dapat mencapai tinggi 35 m. Memiliki tajuk yang cukup rapat, lebat dan berwarna hijau tua. Batang kurang lebih berakar papan, kulit kelabu gelap, beralur dengan jarak yang lebar, agak mengelupas. Cabang atau ranting memiliki warna coklat kekelabuan, bunga berupa kuncup besar, tertutup oleh sisik tebal berwarna coklat, dan tidak berbulu (Thahjono, 1972). Di luar negeri buahnya biasa disebut Sky fruit karena tampak seperti bergantung di atas langit (Wikipedia, 2007). c. Manfaat dan Kegunaan Adapun manfaat dari mahoni menurut Thahjono (1972) kayu ini biasa dipakai untuk pembuatan konstruksi ringan, kusen, pintu, meubilair dan plywood. Sky fruit (buah mahoni) memiliki kandungan yang dapat bermanfaat sebagai obat alami untuk melancarkan peredaran darah dan meremajakan kulit. Pengkonsumsian dari sky fruit disahkan oleh Lembaga Kementrian Kesehatan Malaysia (Wikipedia, 2007). d. Penyebaran dan Tempat Tumbuh Habitat asli mahoni berasal dari wilayah Neotropics, dari selatan Florida, Caribbean, Mexico dan Selatan Amerika Pusat ke Bolivia. Tanaman ini bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Thahjono (1972) menjelaskan penyebaran mahoni di Indonesia meliputi seluruh Pulau Jawa diantaranya Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. 7 2.4. Kihujan a. Taksonomi dan Penyebutan Kihujan dengan nama latin Samanea saman merupakan famili Fabaceae. Di negara lain memiliki penyebutan yang berbeda diantaranya saman (Perancis), marmar (New Guinea), rain tree (Inggris), palo the cina (Philipina), guannageul (Spanyol) (Staples and Elevich, 2006). Menurut Sumir’at (1994), dalam sistem klasifikasi, kihujan mempunyai penggolongan sebagai berikut : Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub-kelas : Dicotyledonae Ordo : Rosales Famili : Fabaceae Genus : Samanea Spesies : Samanea saman b. Sifat botanis Kihujan mudah dikenali karena karakteristik pohonnya yang seperti payung. Kihujan dapat mencapai ketinggian maksimal 15-25 m dengan diameter tajuk dapat mencapai 30 m dan diameter pohon mencapai 1-2 m. Pada kondisi habitat yang padat dapat mencapai ketinggian 40 m dengan diameter yang lebih sempit dibandingkan ketika ditanam pada kondisi terbuka. Kihujan sangat penting karena fungsinya sebagai naungan pada perkebunan skala kecil, sepanjang jalan dan di taman-taman (Staples dan Elevich, 2006). Memiliki daun majemuk, serta akar yang mengandung bintil (nodul) yang didalamnya berisi bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan akar untuk mengikat N2 dari udara. Merupakan pohon berdaun rindang dan biasa digunakan sebagai pohon pelindung (Sumir’at, 1994). c. Manfaat dan Kegunaan Selain sebagai pohon naungan dan pohon pelindung. Kayunya digunakan secara terbatas sebagai produk kerajinan mangkok pada pasar lokal, dan kayu ini berpotensi dikembangkan menjadi kayu komersial (Staples dan Elevich, 2006). 8 d. Penyebaran dan tempat Tumbuh Penyebaran alaminya dipercaya berasal dari Amerika Selatan Bagian Utara (Columbia, Caribea, Venezuela) hingga ke El-Salvador di Amerika Tengah. Saat ini tersebar secara merata dari Meksiko Selatan hingga Peru, Bolivia dan Brazil. Pada daerah tersebut Kihujan terdapat pada hutan dataran rendah, padang rumput, dan savana (Staples dan Elevich, 2006). 2.5. Teknik Puteran Dalam menanam pohon-pohon yang berukuran besar perlu ahli yang berpengalaman, alat-alat, kendaraan dan biaya yang relatif mahal dibanding menanam bibit pohon kecil. Ukuran pohon yang optimum untuk dapat dipindahkan sangat bervariasi tergantung kepada jenisnya (Dahlan, 1992). Teknik puteran adalah teknik pemindahan bibit lengkap dengan media tanahnya dari bedengan persemaian ke lokasi Tempat Penampungan Sementara (Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.272/Menhut-V/2004). Pengertian tersebut digunakan untuk bibit puteran yang berukuran kecil yang memang diproduksi di persemaian. Menurut Dahlan (1992), pohon dapat dipindahkan ke tempat lain melalui dua cara, yang pertama yakni akar tanpa tanah, akar yang telanjang tersebut harus dibungkus dengan karung, koran atau jerami yang sebelumnya telah direndam dalam air. Akar perlu dihindarkan dari sengatan cahaya matahari. Apabila waktu pengangkutan dan jarak waktu antara penggalian dan penanaman lebih dari satu hari, maka cara ini hanya dapat dianjurkan dilakukan pada musim hujan. Selama pengangkutan bahan penutup harus selalu basah dengan jalan menyemprot atau menyiramnya selama dalam perjalanan. Cara yang kedua yaitu mendapatkan tanaman beserta tanahnya atau yang lebih dikenal dengan cara bola tanah (puteran). Nama ini diberikan karena bentuk tanah yang menyertai akar hampir menyerupai bola. Walaupun demikian pada kenyataannya bentuknya tidak selalu bulat, kadang-kadang berupa silinder. Ukuran bola tanah hendaknya menurut proporsi ukuran pohon. Biasanya diameter bola tanah 8-10 kali lebih besar daripada diameter batang pohon. 9 Dahlan (1992) menjelaskan cara pemindahan pohon yang besar seperti pernah dilakukan di California untuk pohon deodora (Cedrus deodora) yang tingginya 26 m, peppertree (Schinus molle) yang tingginya 47 m dan diameter batangnya 1,27 m dan beratnya 52 ton serta pohon palm yang tingginya 32 m dan beratnya 35 ton adalah sebagai berikut : Pertama akar diputar dengan membuat bongkahan tanah yang besarnya seukuran daerah minimal perakaran tapi cukup besar untuk tidak mengganggu pertumbuhan pohon itu sendiri. Dengan menggunakan 2 buah buldozzer, yang satu mendorong dan lainnya mengangkatnya, kemudian akar berikut tanahnya digali. Bulatan tanah itu kemudian dibungkus dengan menggunakan plastik atau karung yang kuat. Bungkusan itu kemudian diikat dengan menggunakan rantai besi yang kuat. Rantai besi ini dipergunakan untuk mengangkat tanaman berikut tanahnya dan dinaikan keatas truk atau trailer untuk dipindahkan ketempat yang telah ditentukan (Dahlan, 1992). Lubang harus disiapkan sebelum tanaman dipindahkan ketempat yang baru. Ukuran lubang hendaklah lebih besar daripada ukuran daerah perakaran yang hendak ditanam, biasanya satu Setengah atau dua kali dari ukuran bulatan daerah perakaran pohon yang akan ditanam. Jika daerah perakaran mempunyai diameter 1.5 m dan 0.75 m dalamnya, maka diameter ukuran lubang sekitar 2.5 m dan dalamnya 1.5 m. Pada tanah kurang subur lubang tanam ini harus betul–betul diperhatikan. Satu atau dua minggu sebelum tanam, lubang ini diisi dengan pupuk kandang atau kompos yang diperkaya dengan pupuk buatan, insektisida butiran yang persisten perlu diberikan jika daerah tanam tersebut merupakan sarang rayap. Bila tanah masam maka perlu dilakukan pengapuran 3-4 minggu sebelum penanaman jika tanaman yang ditanam membutuhkan kisaran pH normal. Saluran drainase perlu dibuatkan khususnya pada tanah yang kandungan liat dan humusnya tinggi. Selain itu akar harus pula cukup mendapatkan udara untuk pernafasannya, jadi pada saat penimbunan tanah jangan terlalu dipadatkan agar tanah masih tetap berpori dan gembur (Dahlan, 1992). 10 Menurut Dahlan (1992), tahap–tahap dalam pembuatan bibit puteran adalah sebagai berikut : a. Penyiapan puteran Dahlan (1992) menjelaskan bahwa untuk tanaman yang sudah tua sebaiknya penyiapan puteran tidak dilakukan dalam jangka waktu yang pendek. Penyiapan puteran harus dilakukan 5 bulan sampai 1 tahun sebelum pohon tersebut dipindahtanamkan. Pada bulan pertama bagian akar yang di luar puteran digali dan akarnya dipotong dan dibuang keluar. Batu dan kerikil juga diangkat dan dibuang, lubang kemudian diurug kembali dengan tanah. Pada bulan ketiga perlakuan seperti itu dilakukan lagi namun pada bulan ketiga ini pemotongan akar lebih mendekat ke arah pohon, yaitu tepat pada ukuran puteran yang akan kita bentuk. Pada bulan kelima pohon siap diangkat dan dipindahkan ke tempat lain. Semakin besar tinggi dan lebar tajuk, maka waktu yang diperlukan untuk perlakuan tersebut semakin lama, bisa sampai satu tahun. Perlakuan tersebut diatas dimaksudkan untuk merangsang terbentuknya sistem perakaran yang kompak di dalam puteran. Sehingga pada saat pemindahan nanti tidak terjadi guncangan (shock) hebat, akibat akarnya banyak berkurang. Dahlan (1992), menyatakan bahwa ukuran yang tepat dari diameter dan tinggi puteran berlainan untuk setiap jenis tanaman. Untuk pengangkutan puteran disimpan di bagian depan sedangkan untuk tajuk diletakan di bagian belakang. Akan sangat bermanfaat bila ada penyangga cabang dan pohon dari kayu agar pohon dapat lebih stabil dan terhindar dari bobot cabang, ranting dan dedaunan, khususnya untuk pengangkutan yang melewati jalan yang bergelombang/berlubang, karena ranting dan dedaunan yang berat dengan guncangan yang kuat dapat mengakibatkan cabang/batang menjadi tertekuk atau patah. Ranting dan cabang diikat dengan tali untuk mengurangi gerakan hebat oleh angin selama dalam perjalanan. Di negara maju saat ini telah tersedia kendaraan khusus untuk membawa pohon seperti Big John Transplanter atau Vermeer Tree Spade (Gambar 1) (Dahlan, 1992). b. Penanaman Kembali Jika puteran yang dipindahkan sangat besar dan terlalu berat untuk dipindahkan dengan tenaga manusia, maka pohon dapat dipindahkan dengan 11 menggunakan crane. Kedalaman akar harus sama dengan kedalamannya semula. Pohon harus diletakan di tengah-tengah lubang dengan arah yang tegak. Jika pengangkatan puteran dengan menggunakan plat besi di bagian bawah puteran, maka puteran diturunkan terlebih dahulu pada lokasi di luar posisi yang diinginkan yang ada beberapa pohon yang lurus. Pohon ini berguna untuk mempermudah memindahkan puteran untuk diletakan pada lokasi yang diinginkan. Tali pengikat yang terbuat dari kawat atau plat dibuka dan dibuang ke luar lubang, sedangkan tali serta karung goni pembungkus puteran yang dapat hancur dapat dibiarkan saja tetap melilit dan membungkusnya (Dahlan, 1992). Gambar 1. Vermeer tree spade (Sumber : http://www.big-john.com) c. Penyiraman Segera setelah selesai pohon ditanam, pohon harus diberi air. Pada musim kemarau pemberian air harus dilakukan pada pagi dan sore hari atau apabila tanah terlihat sangat kering, sedang pada musim penghujan hanya diberikan jika tidak 12 ada hujan dalam beberapa hari. Penyiraman dianggap cukup apabila tanah sudah terlihat lembab sampai basah (Dahlan, 1992). d. Pemupukan Dahlan (1992) mengemukakan bahwa dalam pemupukan yang harus diperhatikan dalam peletakan pupuk adalah sebagai berikut : • Meletakan pupuk tidak terlalu dekat ke pohon. Tempat pupuk diletakan di sekeliling pohon sebaiknya antara ¾ sampai sama dengan jari-jari lebar tajuk. • Tidak terlalu dangkal. Karena jika terlalu dangkal maka yang akan memanfaatkan pupuk tersebut hanya rerumputan yang perakarannya berkeliaran di sekitar permukaan tanah dan pupuk tersebut akan menguap. • Tidak terlalu dalam. Peletakan pupuk yang terlalu dalam melebihi batas perakaran dari tanaman, tetap saja berakibat pada tidak termanfaatkannya pupuk tersebut. e. Penyanggaan Tanaman yang baru ditanam perlu dilakukan penyanggaan sampai tanaman tersebut mampu menahan bebanya sendiri dengan akar-akarnya. Untuk pohon yang kecil dapat digunakan ajir yang terbuat dari kayu atau bambu satu batang. Tetapi apabila pohon tersebut besar dapat dipergunakan kayu atau bambu dua buah yang ditancapkan ke dalam tanah sebagai penjepit pohon (Dahlan, 1992). f. Pembalutan Pohon yang kecil perlu dibungkus dengan bahan yang lembut untuk melindungi dari sengatan matahari, serangan penggerek batang, cakar dan gigitan binatang. Pembalutan dimulai dari permukaan tanah sampai ke cabang utama yang besar. Pembalutan dilakukan sedemikian rupa untuk menghasilkan pembalutan yang menyeluruh. Balutan dibiarkan satu sampai dua tahun sampai pohon tersebut dianggap kuat (Dahlan, 1992). g. Pemangkasan Pohon besar yang ditanam dengan sebagian besar akarnya dipotong harus dilakukan pemangkasan. Pemangkasan dapat dilakukan pada saat pohon tersebut digali di tempat asalnya atau dapat pula ditempatnya yang baru. Pemangkasan di tempat asal dapat mengurangi berat tanaman pada saat pencabutan dan 13 pengangkutan. Jika pohon terlau lebat, daunnya dapat dikurangi sampai 75 % (Dahlan, 1992). h. Pemberian hormon NAA (Naphthalein-acetic-acid) yang dicampur dengan Thiamine-mononitrate dijual dengan nama Vitamin B1 yang dapat dipergunakan untuk mengurangi guncangan (shock) akibat penanaman. Pemberian larutan ini dapat dilakukan tiap minggu atau dua minggu sekali selama beberapa bulan sampai tanaman itu dapat hidup mandiri (Dahlan, 1992). 2.6. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Menurut Nasoetion (2001), dibandingkan manusia dan hewan, apa yang diperlukan tumbuhan agar dapat tumbuh sangat lebih sederhana. Tumbuhan hanya memerlukan zat hara untuk tumbuhnya dalam bentuk senyawa organik. Jenisnyapun tidak terlalu bermacam-macam. Hal itu sebagai pertanda bahwa tumbuhan dapat membuat sendiri berbagai bahan organik yang diperlukan dalam pertumbuhan dengan bermodalkan sejumlah terbatas zat-zat hara anorganik. Pertumbuhan tanaman terkonsentrasi pada bagian tanaman tertentu yang disebut jaringan meristem. Jaringan meristem terdiri dari sel-sel yang baru dihasilkan dari proses pembelahan sel, selain itu juga pembesaran sel yang dihasilkan dari pembelahan sel tersebut yang menyebabkan pertambahan ukuran tanaman (Lakitan, 1996). Menurut Lakitan (1996), pola pertumbuhan organ tanaman dibagi menjadi 2 diantaranya, pola pertumbuhan determinate antara lain pada buah, daun, bunga dan pola pertumbuhan indeterminate antara lain pada akar dan batang. Pola pertumbuhan indeterminate dicirikan oleh pertumbuhan organ tersebut sampai mencapai ukuran maksimal, kemudian pertumbuhan terhenti, organ menjadi tua (senescene), dan akhirnya rontok. Pada bibit puteran, pertumbuhan dapat dilihat dengan tumbuhnya tunas/pucuk baru. Bersamaan dengan tumbuhnya tunas itu juga dapat dilihat munculnya akar-akar baru. Dimana terdapat dua pola pertumbuhan yaitu determinate (pada daun) dan indeterminate (pada akar). 14 Organ tanaman terdiri dari organ vegetatif (akar, batang dan daun) dan organ generatif (bunga, buah dan biji). Organ vegetatif tumbuh lebih awal dibanding organ generatif. Fase dimana tanaman hanya membentuk organ-organ vegetatif disebut fase pertumbuhan vegetatif. Pertumbuhan vegetatif dicirikan dengan berbagai aktifitas pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang berhubungan dengan pembentukan dan pembesaran daun, pembentukan meristem apikal atau lateral dan pertumbuhannya menjadi cabang-cabang, dan ekspansi sistem perakaran tanaman (Lakitan, 1996). Tunas–tunas baru yang muncul akan tumbuh dan berkembang menjadi daun muda hingga mencapai ukuran yang maksimal. Dengan adanya pemangkasan akar, maka secara otomatis akar sekunder akan tumbuh dan berkembang. Lakitan (1996) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi atau merangsang pembentukan cabang akar belum banyak mendapat perhatian, tetapi diyakini bahwa pembentukan akan sekunder akan lebih terangsang jika pertumbuhan akar primer mendapat hambatan atau gangguan. Laju pemanjangan batang berbeda antar spesies dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh. Faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap pemanjangan batang adalah suhu dan intensitas cahaya. Laju pemandangan batang berbanding terbalik dengan intensitas cahaya. Pemanjangan batang lebih terpacu jika tanaman ditumbuhkan pada tempat dengan intensitas cahaya rendah. Cabang tumbuh dari tunas aksiler atau tunas lateral. Pada beberapa spesies tanaman, tunas lateral berada dalam keadaan dorman dan hanya akan terangsang untuk tumbuh jika tunas apikal dibuang (Lakitan, 1996). Semakin banyak cahaya yang diterima, maka batang/cabang baru yang tumbuh akan semakin pendek. Menurut Lakitan (1996), selain karena pembelahan sel pada daun, pertumbuhan dan perkembangan daun dipengaruhi oleh pembesaran sel pada daun. Pembesaran sel ini terjadi pada semua bagian daun, walaupun dengan laju yang tidak sama. Faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain intensitas cahaya, suhu udara, ketersediaan air dan unsur hara. Pada awal perkembangannya sampai berukuran 20-30% ukuran maksimalnya, daun tanaman dikotil tergantung 15 pada karbohidrat yang dikirim dari daun-daun tua. Daun muda tersebut lebih berperan sebagai limbung (sink) dan belum berfungsi sebagai sumber (source) karbohidrat bagi tanaman. Daun tanaman ini juga mengimpor nitrogen, fosfor dan kalium secara terus-menerus sampai mencapai ukuran maksimalnya. Pada awal perkembangannya, unsur-unsur hara tersebut berasal dari daun tua dan kemudian berangsur-angsur menerima lebih banyak unsur hara yang berasal dari akar. Pada bibit puteran yang diberi perlakuan hanya dibersihkan daunnya saja, bibit tersebut masih dapat berfotosintesis karena masih ada daun yang disisakan. Berbeda dengan bibit puteran yang dipotong batang utamanya yang memanfaatkan cadangan makanan yang tersimpan pada batang yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem yang ada pada tahap awal pertumbuhannya. Lakitan (1996) menambahkan bahwa dormansi merupakan fase istirahat dari suatu organ tanaman yang mempunyai potensi untuk tumbuh aktif, karena mempunyai jaringan meristem. Jaringan meristem selalu terdapat pada organ indeterminate, seperti embrio biji, tunas apikal, tunas lateral, ujung akar dan kambium. Selain itu juga terdapat pada organ determinate, seperti daun, bunga, dan buah, tetapi hanya selama fase awal perkembangannya. Faktor yang menyebabkan pemecahan dormansi merupakan aspek yang paling banyak mendapat perhatian dalam penelitian dormansi. Secara fisiologis, dormansi pada biji atau tunas dinyatakan berakhir jika secara visual biji atau tunas tersebut telah menunjukan fenomena pertumbuhan. Perlakuan suhu rendah untuk memecahkan dormansi pada tunas akan lebih efektif jika setelah dormansi dipecahkan segera diikuti dengan perlakuan suhu yang optimal untuk memacu pertumbuhan. Pemecahan dormansi dan pertumbuhan tunas selanjutnya dikendalikan oleh proses atau mekanisme yang berbeda. Sehingga meskipun pada teknik puteran yang dipotong batang utamanya tanpa disisakan daun sedikitpun tetap dapat tumbuh dan berkembang karena masih memiliki jaringan meristem pada kambium. Menurut Thorenaar (1938), cahaya yang kuat menghambat pertumbuhan dari tunas-tunas. Tumbuhan yang diletakan dibawah naungan akan memiliki daun 16 yang lebih panjang dan lebar. Oleh karena itu bibit puteran harus diletakan di bawah naungan untuk memacu pertumbuhan dari tunas. Terlalu banyak sinar berpengaruh buruk kepada klorofil, hal ini dibuktikan dengan percobaan pada larutan klorofil yang dihadapkan kepada sinar yang kuat tampak berkurang hijaunya. Secara alami dapat dilihat pada daun yang terusmenerus terkena sinar matahari secara langsung, warnanya menjadi hijau kekuning-kuningan (Dwijoseputro, 1980). 2.7. Lansekap Arsitektur Lansekap adalah ilmu yang mempelajari tentang seni, perencanaan, perancangan, manajemen, perawatan, dan perbaikan tanah dan perancangan konstruksi buatan-manusia skala besar. Ruang lingkup dari profesi ini termasuk desain arsitektural, perencanaan lokasi, pengembangan estate, restorasi lingkungan, perencanaan kota, perencanaan taman dan rekreasi, perencanaan regional, perencanaan ruang, dan perawatan sejarah (Wikipedia, 2008). Penelitian yang dilakukan Gunawan dan Yoshida (1994) tentang penilaian visual terhadap lansekap dan land use di Kotamadya Bogor diantaranya memperlihatkan bahwa kelompok responden yang memiliki masa lama tinggal berbeda memiliki pola yang sama dalam hal preferensi (kesukaan terhadap lingkungan) terhadap lansekap. Dengan mengetahui persepsi pendapat, dan keinginan masyarakat terhadap lingkungan diharapkan dapat diketahui cara menumbuhkan rasa memiliki lingkungan dan kelestariannya (Widagdo, 1998). Faktor lain yang penting dan berkaitan dengan persepsi manusia terhadap lansekap adalah (1) pelatihan atau pendidikan khusus di bidang lingkungan, (2) familiaritas atau keakraban terhadap lansekap yang dinilai, (3) sosial budaya yaitu pendidikan, jenis kelamin, umur, pekerjaan, penghasilan, dan latar belakang budaya (Gunawan, 1998). 17 Menurut Dahlan (2004), pemilihan jenis tanaman perlu didasarkan kondisi lingkungan alam dan buatan yang terdapat pada daerah tersebut sebelum bibit ditanam agar: a. Tanaman dapat tumbuh dengan baik. Mengingat setiap jenis tanaman hanya dapat tumbuh dengan baik, jika keadaan iklim dan tanah setempat sesuai dengan kebutuhan tanaman. b. Tanaman yang dipilih harus toleran terhadap kendala alami setempat, misalnya terhadap genangan air, kekeringan, intrusi air garam dan lain-lain. c. Tanamana terpilih harus toleran terhadap kendala antropogenik setempat, misalnya terhadap pencemar air, tanah dan udara. d. Tanaman harus dapat berfungsi dalam mengelola masalah lingkungan setempat, misalnya: genangan air, kebisingan dan lain-lain. Marsh (1986) menerangkan bahwa vegetasi dapat mereduksi kebisingan, memodifikasi iklim mikro, dan meningkatkan nilai estetika. e. Tanaman juga diusahakan dapat ikut berpartisipasi dalam masalah lingkungan global, misalnya dalam mengatasi efek rumah kaca. f. Tanaman juga sebaiknya dapat berfungsi sebagai habitat untuk pelestarian flora dan fauna. Untuk mencapai maksud tersebut, data tentang keadaan lokasi harus sudah diketahui serta data tentang tanaman terpilih yang hendak ditanam. Selanjutnya Dahlan (2004) menyatakan bahwa idealnya data tentang tumbuhan yang akan ditanam yang perlu diketahui antara lain tentang : a. Nama lokal/nama latin b. Bentuk tajuk : oval/vase/irregular/fastigiate/pyramidal c. Kesesuaian dengan jenis tanah meliputi : d. Rentangan pH: asam, netral, atau basa e. Tekstur tanah f. Jenis tanah g. Ketinggian tempat (altitude) h. Kebutuhan akan naungan: butuh /tidak i. Kerindangan tajuk: sangat rindang/rindang/kurang j. Ketahanan terhadap pemangkasan: tahan /sedang/tidak 18 k. Kelas tinggi pohon: pendek {<5m/sedang (5-9 m)/tinggi(>10m)} l. Kelas diameter lebar naungan tajuk: kecil (<3m), sedang (3-6m), lebar (>6m) m. Kecepatan tumbuh : lambat/sedang/cepat n. Kekuatan terhadap angin: (dilihat dari kekuatan dan kelenturan percabangannya) o. Ketahanan roboh (dilihat dari struktur perakarannya) p. Sifat pengguguran daun: deciduous/evergreen q. Ketahanan terhadap gas beracun tertentu: tinggi/sedang/rendah r. Kemampuan dalam menyerap gas beracun tertentu: s. Ketahanan terhadap partikel padat: tinggi/sedang/rendah t. Kemampuan dalam menjerap dan atau menyerap partikel padat: tinggi/sedang/rendah u. Ketahanan terhadap genangan air: tinggi/sedang/rendah v. Ketahanan terhadap air bergaram : tinggi/sedang/rendah w. Kemampuan dalam menguapkan air: tinggi/sedang/rendah x. Ketahanan terhadap cahaya buatan : tinggi/sedang/rendah y. Fungsi lansekap : hiasan rumah dan kantor/peneduh jalan/kebun/hutan Jenis tanaman dan jarak tanam ideal a. Tanaman peneduh jalan Pada Tabel 1 disajikan jenis tanaman yang digunakan sebagai peneduh jalan. Dapat dilihat bahwa salam, mahoni dan kihujan yang digunakan pada penelitian ini merupakan tanaman peneduh jalan. Pohon peneduh jalan raya merupakan jalur hijau yang terletak di bawah kawat listrik tegangan tinggi, jalur hijau di tepi jalan kereta api dan jalur hijau di tepi sungai di dalam kota atau di luar kota yang dikemudian hari dapat dibangun dan dikembangkan sebagai hutan kota guna diperoleh manfaat kualitas lingkungan perkotaan yang baik disamping banyaknya manfaat yang dapat kita rasakan baik secara langsung maupun tidak langsung dari adanya tanaman peneduh jalan. Pada Tabel 1 dapat dilihat jenis tanaman yang ditandai dengan cetak tebal, merupakan jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian ini. 19 Tabel 1 Tanaman peneduh jalan Jenis Tanaman Jarak tanam Tinggi Jalan Lahan terbuka 16 13 18 5 12 8 8 10 7 15 10 12 15 18 15 15 12 15 8 18 15 18 12 12 14 10 18 15 12 12 18 6 12 12 12 6 6 12 12 12 12 12 12 12 6 6 6 12 12 12 12 12 6 6 18 12 10 10 14 3 10 8 8 6 6 12 8 10 10 12 12 10 6 6 6 10 10 10 12 8 6 6 14 12 20 20 30 27 20 30 24 27 30 20 22 30 20 25 25 27 12 18 24 12 18 18 18 18 18 12 18 18 18 24 18 18 8 16 24 9 16 18 14 14 14 12 14 16 18 24 14 16 Pohon kecil sampai sedang (tinggi kurang dari 20 m) 1 Andira surinamensis 2 Caesalpinia ferrea 3 Calophyllum inophyllum 4 Ardisia alliptica 5 Arfeuillea arborescens 6 Bauhinia blakeana 7 Bauhinia purpurea 8 Brassaia actinophylla 9 Callistemon citrinus 10 Cassia fistula 11 Cassia javanica 12 Cinnamomom iners 13 Cratoxylum formosum 14 Erythrina indica 15 Erythrina variegata 16 Eugenia polyantha 17 Gardenia Carinata 18 Gnetum gnemon 19 Kopsia flavida 20 Lagerstroemia floribunda 21 Lagerstroemia speciosa 22 Michelia champaca 23 Mimusops elengi 24 Podocarpus rumphii 25 Polyanthia longifolia 26 Tabueia heterophylla 27 Tabueia rosea 28 Tamarindus indica Pohon tinggi ( tinggi lebih dari 20 m) 1 Cauroupita guianensis 2 Dalbergia oliveri 3 Erythrophloeum guineense 4 Eugenia grandis 5 Fragraea crenulata 6 Fragraea fragrans 7 Fillicium decipiens 8 Khaya grandifoliola 9 K. senegalensis 10 Mesua ferrea 11 Michelia alba 12 Milletia atropurpurea 13 Peltophorum pterocarpum 14 Samanea saman 15 Swietenia macrophylla 16 Terminalia catappa Sumber : Dahlan (2004) 20 Tabel 2 Tanaman untuk lahan terbuka NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 Jenis Tanaman Acacia holosericea Acacia mangium Adenanthera pavonina Alstonia angustiloba Amherstia nobilis Anacardium occidentale Anisoptera megistocarpa Antidesma bunius Araucaria excelsa Barringtonia acuminata Bauhinia acuminata Brownea ariza Cananga odorata Canarium commune Carapa guiancensis Casia multijuga Casia spectabilis Casuarina equisetifolia Casuarina nobile Ceiba pentandra Cerbera odollam Citharexylum quadrangulare Cochlospermum religiosum Coccoloba uvifera Dyera costulata Erhytrina glauca Eugenia cuminii Eugenia jambos Eucalyptus botryoides Eucalyptus viminalis Ficus benjamina Ficus elastica Ficus irregularis Ficus fetusa Ficus roxburghii Gustavia sp. Hymenea courbaryl Hibiscus tiliaceus Koompassia malaccensis Maniltoa browneoides Melaleuca leucadendron Melia azedarach Melia indica Pisonia alba Pinus ellioti Pinus insularis Plumeria sp. Podocarpus koordersii Pongamia pinnata Pterocarpus indicus Reevesia thyrsoidea Rhodamnia trinervia Saraca declinata Saraca indica Saraca thaipingensis Shorea talura Solanum wrightii Sindora walichii Tectona grandis Sumber : Dahlan (2004) 21 Tinggi Maksimum Jarak Tanam 10 15 27 25 15 15 30 15 30 20 7 6 15 15 25 6 6 30 20 30 15 12 10 6 30 10 15 7 15 15 24 24 15 25 6 5 25 10 10 15 15 10 15 8 20 20 8 12 12 30 9 12 8 8 9 20 9 24 20 8 8 14 14 15 10 14 12 6 12 6 8 6 14 12 6 14 6 8 20 10 5 7 6 8 10 10 6 10 8 15 15 10 15 8 4 20 7 15 10 10 8 8 7 7 7 8 8 10 20 6 8 6 8 7 10 7 15 12 Tabel 3 Jenis palmae No Nama Jenis Tinggi Maksimal (m) Jarak tanam (m) 12 5 1 Archontophoenix alexandrae 2 Areca alicea 8 3 3 Areca catechu 15 3 4 Areca ipot 10 3 5 Bentinckia nicobarica 15 5 6 Caryota mitis 12 5 7 Caryota no 12 5 8 Licuala grandis 5 3 9 Livistonia chinensis 15 5 10 Livistonia mariae 15 5 11 Livistonia rotundifolia 15 5 12 Livistonia saribus 15 5 13 Pritchardia pecifica 15 5 14 Phoenix roebelenii 4 3 15 Ptychosperma macarthurii 10 3 16 Roystonea oleracea 15 6 17 Roystonea regia 15 6 Sumber : Dahlan (2004) Tabel 4 Jenis tanaman bebuahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Nama Daerah Sawo kecik Cempedak Durian Kelapa Jambu Nangka Jambu air Jeruk lemon Jeruk Mangga Manggis Rambutan Sirsak Nona Duku Langsat Kecapi Rambai Gandaria Kedondong Bidara Binjai Alpukat Nama Latin Manilkara kauki Artocarpus integra Durio zibethinus Cocos nucifera Psidium guajava Artocarpus heterophylla Eugenia aquea Citrus lemon Citrus Microcarpa Mangifera indica Garcinia mangostana Nephelium lappaceum Annona muricata Annona squamosa Lansium domesticum Lansium sp. Sandoricum koetjape Baccaurea motleyana Bouea macrophylla Spondias dulcis Ziziphus nummularis Mangifera caesia Persea americana Sumber : Dahlan (2004) 22 Tinggi maksimal (m) Jarak Tanam 10-15 20 40 6 8 15-20 5-8 2-4 2-4 20-25 7-14 15-20 8 5-7 8-15 8-15 30-50 10-20 10-20 10-15 8-10 25-35 6-20 6 8 8 6 6 8 6 3 3 8 6 12 6 4 8 6 9 10 10 8 4 12 6 b. Tanaman untuk Lahan Terbuka Di dalam peri kehidupan makhluk-makhluk hidup di bumi, tumbuhan merupakan pelopor yang menyediakan makanan dan perlindungan bagi manusia. Penanaman lahan terbuka atau penghijauan biasanya dilakukan untuk tujuan perlindungan diantaranya mencegah erosi, longsor, mencegah intrusi air laut dan lain-lain. Diantara jenis tanaman untuk lahan terbuka (Tabel 2) terdapat jenis tanaman penghasil kayu komersial, sehingga selain memiliki fungsi perlindungan juga memiliki fungsi produksi. c. Jenis Palmae Jenis palmae ada yang berupa pohon, semak/perdu dan ada juga yang bersifat memanjat. Jenis palmae dicirikan dengan tidak adanya cabang, tidak berkambium dan pada batang terdapat bekas pelepah daun. Sebagian merupakan tanaman liar dan banyak pula yang sudah dibudidayakan seperti sagu, salak, kelapa, kelapa sawit, korma, rotan dll. Hasil yang diperoleh dari tanaman jenis palmae bervariasi seperti buah, kayu, makanan, minyak dan banyak pula yang dimanfaatkan karena keindahannya sebagai tanaman hias (Sumir’at, 1994). d. Jenis Tanaman Bebuahan Jenis tanaman ini biasanya dengan mudah dapat dikenali dari buah yang dihasilkan. Jenis tanaman ini memiliki buah yang dapat dikonsumsi oleh manusia secara aman. Beberapa diantaranya memiliki nilai ekonomis yang tinggi dari buah yang dihasilkan, sehingga jenis tanaman ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat secara umum (Tabel 4). 2.8. Aklimatisasi Dalam menyiapkan bibit puteran, proses aklimatisasi merupakan salah satu tahapan yang harus dilaksanakan. Manfaat aklimatisasi bagi bibit puteran adalah untuk mengurangi laju respirasi selama bibit dalam masa kritis, yaitu mengalami pemotongan akar, batang dan daun. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan persentasi hidup dari bibit puteran tersebut. Menurut Briggs dan Calvin (1987) aklimatisasi adalah adaptasi suatu organisme khususnya tanaman terhadap lingkungan baru, sehingga tanaman dapat 23 beradaptasi pada lingkungan kurang optimum di dalam ruangan. Selanjutnya Briggs dan Calvin (1987) juga menyatakan bahwa pada tanaman Dieffenbachia yang tidak diaklimatisasi ketika ditempatkan dalam ruang hasil fotosintesisnya menurun, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Dengan aklimatisasi, akan meningkatkan pertumbuhan lebih lanjut setelah ditempatkan di dalam ruangan. Aklimatisasi dilakukan untuk menurunkan titik kompensasi cahaya tanaman, sehingga diharapkan dapat menurunkan laju respirasinya. Dalam aklimatisasi yang perlu diperhatikan adalah penurunan intensitas cahaya dan lama penempatan dalam kondisi aklimatisasi. a. Pengaruh intensitas cahaya Intensitas cahaya mempengaruhi secara langsung proses fotosintesis dan respirasi tanaman (Edmont et al., 1979). Briggs dan Calvin (1987) menjelaskan tanaman hias daun yang tumbuh di bawah lingkungan cahaya tinggi akan berbeda anatomi dan morfologi dengan tanaman ternaungi. Perbedaan termasuk bentuk dan ukuran daun menjadi lebih tipis dan lebar, ruas daun memanjang dan batang melengkung. Harjadi (1996) menyatakan cahaya dibutuhkan dalam pembentukan pigmen antosianin. Keadaan cahaya yang cerah mengakibatkan pengubahan pati ke gula, yang selanjutnya menjadi tersedia untuk sintesis pigmen merah yaitu antosianin. Kondisi ini menjelaskan perubahan warna daun, seperti pada daun tanaman Codiaeum variegatum pictum. Hasil penelitian Airani (1996) menunjukan aklimatisasi tanaman palem Chamaedorea elegans dengan taraf intensitas 75% lebih baik daripada taraf intensitas 50%. Hal tersebut dapat diketahui dari perbedaan rata-rata jumlah daun yang lebih banyak dan kualitas daunnya yang lebih baik. b. Pengaruh Periode Aklimatisasi Periode aklimatisasi tergantung jenis tanamannya. Menurut Krisantini (1988), periode aklimatisasi yang tepat diperlukan agar tingkat kompensasi cahaya tanaman menurun dan secara fisik tanaman berubah ke arah yang lebih toleran terhadap cahaya gelap. Periode aklimatisasi mempengaruhi pembentukan daun yang semula diproduksi dalam keadaan terang (tebal dan kecil) berubah atau 24 digantikan dengan daun-daun yang lebih tipis. Dengan demikian pada tanaman yang semakin besar dibutuhkan waktu yang semakin lama aklimatisasinya. Hasil penelitian Giantini (2000) menyatakan lama aklimatisasi tergantung jenis tanamannya. Philodendron dan Aglaonema membutuhkan waktu 3 minggu. Tanaman pencinta cahaya Ficus benjamina dan Brassaia aklimatisasi pada naungan 40-80% selama 5 minggu, Ficus nitida sepuluh minggu pada naungan 50%. 2.9. Prestasi Kerja Menurut Rodjak (1996), upah adalah balas jasa tenaga kerja buruh yang diberikan oleh seorang petani atau oleh seorang yang mempekerjakan buruh tersebut dalam jangka waktu tertentu yang nilainya ditentukan berdasarkan perjanjian atau standar upah tertentu. Rodjak (1996) selanjutnya menambahkan bahwa upah buruh di suatu daerah pertanian tertentu tidak akan sama dengan daerah lainnya. Secara umum nilai nominal tingkat upah buruh tani (termasuk di dalamnya sektor kehutanan dan perkebunan) dari tahun ke- tahun terus meningkat, tetapi nilai riil-nya jika dikonversikan ke harga beras tidak banyak mengalami perubahan yang mencolok yaitu hanya berkisar antara 2,5-3,0 kg (jika di-konversi ke dalam rupiah pada kondisi sekarang + Rp 20.000,- s/d Rp 25.000,-) beras kualitas sedang dengan waktu kerja perhari selama 6 jam. Upah buruh tani wanita sekitar 0,7–0,8 dari upah buruh tani laki-laki (Rodjak, 1996). Rodjak (1996) menjelaskan bahwa satuan-satuan tenaga kerja yang biasa dipergunakan sebagai dasar untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja dalam pertanian secara umum adalah : a. Hari Kerja Pria (HKP) atau HOK adalah waktu kerja seorang tenaga laki-laki dewasa selama 6 jam kerja per hari. b. Hari Kerja Wanita (HKW) adalah waktu kerja seorang wanita dewasa selama 6 jam kerja per hari. c. Hari Kerja Anak (HKA) adalah waktu kerja anak yang berumur 10 tahun ke atas selama 6 jam kerja per hari. 25 d. Hari Kerja Ternak (HKT) adalah waktu kerja sepasang ternak selama 5-6 jam per hari. e. Hari Kerja Mesin (HKM) adalah waktu kerja mesin dalam menyelesaikan suatu luas lahan pertanian per satuan waktu tertentu. Sebagai patokan konversi antara satuan-satuan tenaga kerja tersebut adalah sebagai berikut : 1 HKW = 0.7-0.8 HKP 1 HKA = 0.5 HKP 1 KHT = 5 HKP atau 6 HKP 1 HKM = 25-30 HKP Untuk menghitung produktifitas atau kemampuan tenaga kerja dapat menggunakan ukuran luas lahan, jumlah barang yang dapat dipindahkan atau diangkut oleh seseorang buruh persatuan waktu tertentu, misalnya jam atau hari. 26 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di persemaian Tlogoarto yang terletak di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Desember 2006 dan berakhir pada bulan April 2007. 3.2. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman besar usia (+ 2 tahun) yaitu bibit mahoni (Swietenia macrophylla), kihujan (Samanea saman), matoa (Pometia pinnata) dan salam (Syzygium polyanthum) dengan tinggi 2.07-8.32 meter dan diameter 1.62-5.87 centimeter. Alat yang digunakan diantaranya: cangkul, garpu, tombak (linggis yang memiliki ujung yang pipih berfungsi untuk memotong akar tunggang), golok, gunting stek, gergaji, gunting, penggaris, cutter, karung, tali plastik, kertas label, kamera, kaliper, stopwatch, alat tulis, stepler, tangga, embrat, tally sheet, papan berjalan. 3.3. Metode Penelitian Penelitian dilakukan secara manual dimana dalam proses pengerjaan puteran masih menggunakan tenaga manusia dan dibantu alat-alat yang masih sederhana. Pada penelitian ini dibuat dua perlakuan (teknik puteran yang diterapkan pada bibit puteran) yaitu: Bibit yang dipotong batang utama Bibit yang hanya dibersihkan daun tanpa pemotongan dahan dan cabang Masing-masing perlakuan terdiri dari 4 jenis pohon hutan (matoa, salam, kihujan, mahoni) dan masing-masing jenis terdiri dari 4 individu, sehingga jumlah bibit yang diperlukan adalah 32 bibit, yang terdiri dari 8 bibit Matoa, 8 bibit Salam, 8 bibit Kihujan, 8 bibit Mahoni. Pada Tabel 5 dapat dilihat rincian tahapan kegiatan penelitian. 27 Tabel 5 Rincian Tahapan Kegiatan Penelitian Lama Pengerjaan No. Tgl/Bln/Thn Tahapan kegiatan 1 08-Des-06 Penandaan pohon 1 hari 2 09-Des-06 Pengukuran tinggi dan diameter 1 hari 3 10-Des-06 Pembersihan daun 1 hari 4 10-Des-06 Pemtotongan batang utama 1 hari 5 13-Des-06 Pembongkaran sementara 2 Hari 6 21-Des-06 Pembongkaran keseluruhan dan pembungkusan 4 hari 7 27-Des-06 Pengangkatan dan Penyimpanan 1 hari 8 01-Jan-07 9 11-Apr-07 Pengamatan Pengambilan data jumlah dan panjang tunas Keterangan sekaligus pengambilan waktu pengerjaan sekaligus pengambilan waktu pengerjaan sekaligus pengambilan waktu pengerjaan sekaligus pengambilan waktu pengerjaan sekaligus pengambilan waktu pengerjaan 3 bulan 11 hari 2 hari 3.4. Pengamatan dan Pengukuran Pengamatan dimulai pada tanggal 1 Januari 2007 s/d 11 April 2007. Peubah yang diamati dengan cara pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Pengukuran tinggi dan diameter awal untuk setiap individu yang ada. Untuk mengukur tinggi digunakan meteran dan dilakukan pada saat pohon sudah roboh, sedangkan diameter diukur dengan menggunakan caliper. b. Pengukuran waktu yang diperlukan untuk setiap tahapan pembuatan bibit puteran dari masing-masing perlakuan (pengukuran dilakukan pada setiap individu). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan stopwatch. c. Pengukuran jumlah dan panjang tunas baru yang muncul (pengukuran dilakukan pada setiap individu yang ada). Bibit puteran dirobohkan terlebih dahulu dan kemudian diberi penyangga pendek dengan ketinggian 0.5m. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur. Pengukuran panjang tunas hanya dilakukan pada 10 tunas terpanjang dan hanya dilakukan pada akhir penelitian tepatnya pada tanggal 11 April 2007. d. Pengamatan awal muncul tunas baru (hanya dilakukan pada pohon salam). e. Pengamatan awal muncul akar baru (hanya dilakukan pada pohon salam). f. Persen hidup dari masing-masing perlakuan. 28 Persen hidup dari masing-masing perlakuan untuk semua spesies yang ada dapat dihitung dengan cara: Jumlah individu yang hidup Persen hidup = × 100 % Jumlah individu tiap perlakuan g. Prestasi kerja. Prestasi kerja dari masing-masing perlakuan untuk semua spesies yang ada dapat dihitung dengan cara: V (volume/jumlah pengerjaan) PK (prestasi kerja) = x 7 Jam W (waktu pengerjaan) Ket : semua peubah waktu di konversikan dalam satuan detik Melalui PK (Prestasi Kerja) tersebut dapat diperoleh HOK (Hari Orang Kerja) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: V (volume/jumlah pengerjaan) HOK (hari orang kerja) = PK (prestasi kerja) 3.5. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya data tinggi dan diameter, data waktu yang diperlukan untuk setiap tahapan kegiatan dan data jumlah dan panjang tunas. Dari data yang diperoleh dilakukan analisis secara deskriptif. 29 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dalam penelitian ini dipilih bibit-bibit yang memiliki ukuran yang hampir sama, tinggi dan diameter awal bibit (Tabel 6). Tabel 6 Tinggi dan Diameter awal bibit puteran Nama Jenis Perlakuan Puteran yang dipotong batang utamanya Matoa Puteran yang dibersihkan daunnya saja Puteran yang dipotong batang utamanya Salam Puteran yang dibersihkan daunnya saja puteran yang dipotong batang utamanya Mahoni Puteran yang dibersihkan daunnya saja Puteran yang dipotong batang utamanya Kihujan Puteran yang dibersihkan daunnya saja Tinggi Pohon ( m ) Tinggi Tinggi buangan total Diameter ( cm ) RataDiameter rata Ulangan Tinggi tinggalan A1 2.77 3.77 6.54 3.51 A2 2.84 3.67 6.51 3.72 A3 2.94 3.20 6.14 A4 2.75 2.60 5.35 Ratarata 6.14 6.59 5.24 B1 5.23 3.42 B2 6.51 5.11 B3 5.41 B4 7.36 6.13 5.09 4.33 3.71 C1 2.80 4.02 6.82 5.62 C2 2.97 4.00 6.97 5.87 C3 2.71 3.58 6.29 C4 1.60 1.00 2.60 5.67 3.45 4.59 3.42 D1 8.32 5.61 D2 2.07 1.62 D3 5.06 D4 7.52 5.74 4.64 4.16 4.75 E1 2.84 2.95 5.79 3.71 E2 2.83 2.82 5.65 3.23 E3 2.85 2.40 5.25 E4 2.70 2.42 5.12 5.45 3.24 3.27 2.91 F1 7.02 3.12 F2 4.21 2.32 F3 6.71 F4 8.10 6.51 3.24 2.90 2.91 G1 2.65 5.20 7.85 4.12 G2 2.79 3.69 6.48 4.21 G3 2.72 4.40 7.12 G4 2.70 4.00 6.70 7.04 4.64 4.30 4.22 H1 7.12 4.02 H2 5.02 2.31 H3 7.20 H4 6.71 30 4.77 6.51 3.01 3.00 3.09 Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukannya sendiri dan dibantu oleh seorang tenaga kerja. Penelitian diawali dengan menandai bibit yang akan dijadikan bahan penelitian. Penandaan dilakukan dengan menggunakan label yang berbeda antara bibit yang akan dipotong cabang dengan bibit yang hanya dipangkas daun. Bersamaan dengan penandaan juga dilakukan pelabelan. a b c d Gambar 2 Tahapan pemotongan batang utama. a) memotong dengan bersandar pada pohon lain; b) memotong pohon yang lurus; c) memotong pohon yang miring; d) sudut pemotongan Setelah penandaan dan pelabelan selesai, dilakukan pemotongan batang dan pemangkasan daun. Keduanya dilakukan pada saat bibit masih di tempat asal dan belum digali. Pada bibit yang dipotong batang utamanya yaitu pada ketinggian + 4 m dari permukaan tanah. Karena bibit memiliki ketinggian diatas 5 m, maka pemotongan dilakukan dengan menggunakan tangga, dan pada kegiatan ini alat yang digunakan untuk memotong adalah gergaji. Batang dipotong dengan sudut pemotongan + 45˚ (Gambar 2). Kegiatan dilanjutkan dengan pembersihan daun dimana pemangkasan dilakukan dengan membersihkan seluruh daun yang ada dan disisakan 2-3 helai pada ujung cabang dan ranting. Karena bibit yang tinggi, tangga tetap digunakan pada kegiatan ini. Alat yang digunakan pada kegiatan ini adalah gunting stek dan gunting biasa (Gambar 3). 31 a b c d Gambar 3 Teknik pemangkasan daun. a) pembersihan daun menggunakan tangga; b) pembersihan daun dengan gunting stek; c) daun matoa sebelum dibersihkan; d) daun matoa setelah dibersihkan Dalam penerapan di lapangan, pembongkaran sementara dilakukan secara bersamaan pada semua bibit setelah pemotongan cabang dan pembersihan daun selesai dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar waktu pembongkaran bibit pertama dan bibit selanjutnya memiliki selang waktu yang tidak terlalu jauh. Pembongkaran dilakukan oleh dua orang, dengan menggunakan garpu dan cangkul. Pembongkaran sementara dilakukan hingga terbentuk ± ¾ bola tanah. Setelah semua bibit selesai dilakukan pembongkaran, dilakukan pengurugan ringan. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan bibit untuk melakukan adaptasi, menggunakan akar yang belum terpotong untuk menyerap hara yang cukup untuk fotosintesis, sehingga saat dilakukan pembongkaran secara keseluruhan tidak terjadi shock atau stres yang mengakibatkan kematian pada bibit (Gambar 4). 32 Gambar 4 Bibit puteran yang telah dibongkar sementara Selanjutnya akan dijelaskan tahapan-tahapan dalam pembuatan bibit puteran besar. Kegiatan diawali dengan penggalian di sekitar bibit. Setelah dilakukan pembongkaran sementara bibit didiamkan selama 1 minggu sebelum dilakukan pembongkaran secara keseluruhan. Galian yang telah dibuat sebelumnya kembali dibongkar. Apabila tanah urugan menjadi keras, maka digunakan garpu untuk membongkar (Gambar 5). Gambar 5 Pembongkaran tanah 33 Alat yang digunakan untuk mengangkat tanah adalah cangkul (Gambar 6). Penggalian dan pengangkatan tanah dilakukan sampai bola tanah terlihat seperti keadaan semula (sebelum dilakukan pengurugan). Gambar 6 Pengangkatan tanah Setelah sampai pada kedalaman tertentu penggalian dihentikan yaitu pada kedalaman + 70 cm dari permukaan tanah. Diperkirakan bagian akar yang tetap menempel pada bibit puteran adalah sekitar 50 cm dari permukaan tanah. Dengan menggunakan golok, tanah yang masih menempel pada bibit dirapihkan, hingga diameter tanah memiliki ukuran 8-10 kali besar diameter bibit (Gambar 7). Gambar 7 Bola tanah sebelum dilakukan pembungkusan 34 Pembungkusan bibit puteran bagian samping dilakukan terlebih dahulu, dengan tujuan agar pada saat dilakukan pemotongan akar utama tanah yang menempel pada akar tidak hancur dan tetap kompak. Gambar 8 Cara pembungkusan bagian samping Pembungkusan dilakukan dengan menggunakan karung dan tali plastik sebagai penguat bungkusan. Penggunaan karung sebagai alat pembungkus dimaksudkan agar pada saat dilakukan penyiraman atau pada saat hujan turun air dapat meresap masuk ke dalam akar meski telah dilakukan pembungkusan. Selain itu, dipilih karung sebagai media pembungkus adalah karena selain kuat, karung juga mudah didapat (Gambar 8). Setelah ikatan cukup kuat kegiatan dilanjutkan dengan pemotongan akar utama dengan mengunakan tombak (linggis yang berujung pipih) dan golok. Meski telah dilakukan pembungkusan sebagian, harus tetap diperhatikan pada saat dilakukan pemotongan haruslah dengan sangat hati-hati jangan sampai tanah yang menempel pada bibit puteran hancur. Pemotongan diawali dengan menusukan tombak ke arah akar utama dengan posisi pohon agak dimiringkan sedikit tetapi tetap ditahan. Diperlukan dua orang untuk melakukan pemotongan ini. Dimana satu orang memegang dan menahan pohon dalam keadaan sedikit miring sedang yang lainnya memotong akar. Apabila akar sudah terlihat dan memotong dengan menggunakan tombak mengalami kesulitan, maka digunakan golok untuk menyelesaikan pemotongaan akar tersebut (Gambar 9). 35 Gambar 9 Puteran yang telah dibungkus bagian sampingnya Bibit yang telah dipotong akarnya, kemudian diangkat dari lubang dengan hati-hati kemudian dalam keadaan tetap berdiri atau tertidur bibit kembali dibungkus dengan karung hingga bagian akar beserta tanah yang masih menempel terbungkus karung. Yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pembungkusan adalah diusahakan agar bola tanah yang masih menempel jangan sampai rusak dan apabila bola tanah yang menempel pada akar dirasakan kurang, maka perlu dilakukan penambahan tanah. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan bentuk bola yang ada dan bibit mendapatkan media yang cukup untuk tumbuh dan berkembang (Gambar 10). Gambar 10 Pembungkusan puteran 36 Bola tanah yang sudah dibungkus dan diikat terlebih dahulu diperiksa ikatannya agar saat dipindahkan bola tanah tidak berubah atau hancur. Karena apabila hal tersebut terjadi, maka dapat menyebabkan kematian pada bibit (Gambar 11). Gambar 11 Bibit Puteran yang siap dipindahkan Setelah selesai melakukan pembungkusan, bibit puteran dipindahkan dan disimpan dengan posisi berdiri, hal ini dimaksudkan agar tunas baru yang tumbuh tetap normal seperti pada keadaan alaminya (Gambar 12). Gambar 12 Cara penyimpanan bibit puteran dengan cara disandarkan 37 Karena keterbatasan ukuran pohon sebagai tiang penyangga bibit, maka bibit disimpan secara menyebar di lokasi penelitian, dimana semua bibit yang ada tidak diletakan pada pohon yang sama sebagai penyangga. Pada bagian atas dan bawah bibit diikat dengan tali (Gambar 13). (a) (b) Gambar 13 Cara penyimpanan bibit puteran. a) tampak bawah; b) tampak atas dimana batang diikat pada pohon lain agar tidak roboh Selain menjadi penyangga, pohon dengan diameter lebih besar yang terdapat di lokasi penelitian berfungsi juga sebagai naungan, agar evapotranspirasi bibit tidak terlalu tinggi akibat adanya penyinaran langsung. Dengan demikian diharapkan bibit dapat bertahan selama proses aklimatisasi dan tumbuh dengan baik saat ditanam kembali di lokasi yang telah ditentukan. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari, kecuali apabila turun hujan tidak dilakukan penyiraman. Penyiraman dianggap cukup apabila tanah yang berada didalam karung sudah cukup lembab serta untuk lebih mempertahankan kadar air dalam bola tanah yang sudah dibungkus sebaiknya dilakukan pengurugan pada bola tanah (+ 50 %) (Gambar 13). Dari percobaan tersebut dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan yang berbeda pada bibit puteran memperlihatkan adanya perbedaan, yaitu antara bibit puteran yang dipotong batang utama dengan bibit puteran yang dipangkas 38 daunnya saja. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu jumlah tunas baru yang tumbuh, panjang tunas, waktu pengerjaan yang diperlukan yang tentu saja akan berpengaruh terhadap biaya yang diperlukan, persen hidup dan juga cara pengangkutan dari tempat asal ke lokasi penanaman. Untuk lebih jelasnya, berikut dijelaskan untuk setiap kriteria pengamatan yang dilakukan. a. Jumlah tunas Bibit puteran yang dipotong batang utamanya memiliki jumlah tunas baru lebih banyak dibanding puteran yang hanya dibersihkan daunnya yaitu pada matoa dan mahoni. Sebaliknya pada bibit salam dan kihujan jumlah tunas terbanyak yaitu pada bibit puteran yang dibersihkan daunnya saja. Sedangkan jumlah tunas baru yang tumbuh paling banyak, yaitu pada salam yang diberi perlakuan dengan cara dibersihkan daunnya saja (D3), dengan jumlah tunas baru mencapai 17 buah dan untuk jumlah tunas terendah yaitu pada mahoni yang dibersihkan daunnya saja (F2 dan F3) (Gambar 14). dipotong cabang dipotong daun 10 9 8 7 6 Rata-rata 5 jumlah pucuk 4 3 2 1 0 Matoa Salam Mahoni Kihujan Individu Gambar 14 Grafik perbandingan rata-rata jumlah tunas b. Panjang Tunas Selain jumlah tunas juga diperoleh panjang tunas baru yang tumbuh dari masing-masing individu selama 3 bulan 1 minggu. Pengukuran hanya dilakukan pada 10 tunas terpanjang (Tabel 7). 39 Tabel 7 Jumlah dan panjang tunas baru pada bibit puteran Nama Jenis Jumlah tunas (T) dan panjang tunas (cm) Perlakuan Puteran yang dipotong batang utamanya Ulangan Jumlah tunas Panjang Rata-rata 10 tunas (cm) Keterangan T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 A1 50 52 24 37 41 0 0 0 0 0 5 20.40 A2 32 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3.20 A3 65 53 76 0 0 0 0 0 0 0 3 19.40 A4 30 36 48 43 0 0 0 0 0 0 4 15.70 B1 30 22 15 25 24 0 0 0 0 0 5 11.60 B2 - - - - - - - - - - B3 44 45 31 0 0 0 0 0 0 0 3 12.00 B4 18 15 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3.30 C1 43 55 46 40 47 31 19 0 0 0 7 28.10 C2 22 5 20 21 15 7 6 0 0 0 7 9.60 C3 28 22 19 16 36 46 15 0 0 0 7 18.20 C4 29 15 28 45 27 30 20 20 20 20 10 25.40 D1 35 35 27 31 27 26 24 31 32 30 10 29.80 D2 20 5 5 0 0 0 0 0 0 0 3 3.00 D3 10 30 20 31 28 5 5 5 5 5 17 17.90 D4 - - - - - - - - - - E1 4 4 5 3 1 2 1 0 0 0 7 2.00 E2 2 15 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1.70 E3 3 2 2 4 0 0 0 0 0 0 4 1.10 E4 1 4 2 20 21 23 0 0 0 0 6 7.10 F1 2 3 4 2 12 6 5 2 4 6 10 4.60 F2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 belum tumbuh tunas F3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 belum tumbuh tunas F4 - - - - - - - - - - G1 14 42 57 40 62 0 0 0 0 0 5 21.50 G2 45 68 6 12 25 41 22 18 39 0 9 27.60 G3 12 38 32 60 53 0 0 0 0 0 5 19.50 G4 46 45 24 0 0 0 0 0 0 0 3 11.50 H1 18 47 34 12 42 63 0 0 0 0 6 21.60 H2 5 5 10 3 3 3 3 0 0 0 7 3.20 H3 5 30 8 2 20 31 15 17 0 0 8 12.80 H4 8 20 22 16 4 40 10 4 5 0 9 12.90 Matoa Puteran yang dibersihkan daunnya saja Puteran yang dipotong batang utamanya 0.00 Salam Puteran yang dibersihkan daunnya saja Puteran yang dipotong batang utamanya 0.00 mati msh ada 3 mata tunas msh ada 2 mata tunas msh ada 24 mata tunas 7 tunas ukuran 5 cm mati Mahoni Puteran yang dibersihkan daunnya saja Puteran yang dipotong batang utamanya 0.00 mati Kihujan Puteran yang dibersihkan daunnya saja 40 msh ada 2 mata tunas Pengukuran hanya dilakukan 1 kali yaitu pada akhir pengamatan. Munculnya tunas baru yang kemudian tumbuh dan berkembang merupakan salah satu bukti adanya pertumbuhan. Pengukuran panjang tunas dan jumlah tunas dilakukan bersamaan, yaitu pada usia 3 bulan 1 minggu, yaitu tepatnya tanggal 11 April 2007. Tunas terpanjang adalah pada matoa yang dipotong batang utamanya (A3) dengan panjang tunas mencapai 76 cm (Tabel 7) sedangkan tunas yang tumbuh terpendek adalah pada mahoni yang dipotong batang utamanya (E1) dengan panjang tunas hanya 5 cm. Secara umum memperlihatkan bahwa bibit puteran dengan perlakuan pemotongan dahan utama memiliki pertumbuhan yang lebih baik pada matoa, salam, mahoni, dan kihujan. Hal ini dapat dilihat dari panjang tunas baru yang tumbuh dari masing-masing bibit puteran yang dipotong batang utamanya memiliki panjang tunas yang terpanjang dibanding bibit puteran yang dibersihkan daunnya saja. c. Persen hidup Pada bibit puteran yang diperlakukan dengan cara dipotong batang utamanya diperoleh persen hidup 100% hal ini membuktikan bahwa semua individu yang diberi perlakuan tersebut tidak ada yang mati. Lain halnya dengan bibit puteran yang diberi perlakuan dengan dibersihkan semua daunnya diperoleh persen hidup sebesar 81.25% (Tabel 8). Tabel 8 Persen hidup dari masing-masing jenis dan perlakuan Perlakuan Puteran yang dipotong batang utamanya Puteran yang dibersihkan daunnya saja Nama Jenis Persen hidup (%) Persen hidup Matoa 100 Salam 100 Mahoni 100 Kihujan 100 Matoa 75 Salam 75 Mahoni 75 Kihujan 100 41 Rata-rata 100 81.25 d. Pengamatan munculnya Akar dan Tunas baru Pengamatan hanya dilakukan pada bibit puteran salam (C4) dimana waktu mulai muncul akar dan tunas baru muncul hampir bersamaan, yaitu pada minggu kedua pengamatan, tepatnya pada tanggal 17 Januari 2007. Adapun alasan pengamatan hanya dilakukan pada 1 bibit puteran (bibit puteran salam), hal ini dikarenakan kesulitan dalam pengamatan secara keseluruhan. Pada pengamatan munculnya akar baru, bungkus karung harus dibuka dan bola tanah harus dikorek untuk melihat akar baru yang tumbuh, sehingga dikhawatirkan apabila pengamatan dilakukan pada seluruh bibit, akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan dari bibit tersebut yang berakibat kematian pada bibit tersebut. e. Prestasi kerja Peubah waktu dapat berpengaruh pada efisiensi dan prestasi kerja, yang tentu saja akan berdampak pada perbedaan jumlah biaya yang dikeluarkan. Pada Tabel 9 disajikan lamanya proses pengerjaan bibit puteran dari masing–masing perlakuan. Dapat diketahui bahwa waktu yang diperlukan untuk setiap tahap pembuatan bibit puteran terendah ada pada bibit puteran Kihujan yang dipotong batang utamanya (G1) dengan waktu yang dibutuhkan selama 1.657 detik atau sekitar 27 menit 37 detik, sedangkan waktu yang diperlukan paling lama adalah pada puteran Matoa yang hanya di bersihkan daunnya (B1) dengan waktu yang dibutuhkan adalah 3.831 detik atau sekitar 63 menit 51 detik. Selain itu dapat dilihat juga perbedaan yang cukup jelas antara bibit puteran yang dipotong batang utamanya dengan bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja. Perbedaan ini terletak pada tahap perlakuan bibitnya, yaitu pemotongan batang dan pembersihan daun. Bibit puteran yang mendapat perlakuan dengan dibersihkan daunnya saja memiliki waktu pengerjaan yang lebih lama pada semua jenis, baik matoa, salam, mahoni, kihujan, sedangkan tahap lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang jelas atau kurang lebih sama (Tabel 9). 42 Tabel 9 Waktu yang diperlukan untuk pengerjaan puteran Jenis Perlakuan Ulangan Waktu memotong batang atau membersihkan daun (detik) Ratarata Waktu Puteran yang dipotong batang utamanya Matoa Puteran yang dibersihkan daunnya saja Puteran yang dipotong batang utamanya Salam Puteran yang dibersihkan daunnya saja Puteran yang dipotong batang utamanya Mahoni Puteran yang dibersihkan daunnya saja Puteran yang dipotong batang utamanya Kihujan Puteran yang dibersihkan daunnya saja Waktu yang diperlukan untuk- (detik) Penggalian Ratarata Pembungkusan Ratarata Waktu Total (detik) Pengangkatan A1 38 923 934 120 A2 37 900 1137 62 A3 37 48 1208 1059 1080 1045 189 Ratarata 2015 123 2136 2514 A4 36 1206 1028 120 2390 B1 1540 899 1260 132 3831 B2 612 1076 1054 176 B3 600 708 922 880 1017 1075 135 132 2918 2674 B4 1221 623 968 84 2896 C1 48 1065 907 116 2136 C2 48 1088 945 129 C3 46 C4 10 583 1016 105 1714 D1 540 845 1020 83 2488 D2 1240 780 778 63 D3 1523 D4 930 903 825 94 2752 E1 13 897 785 93 1788 E2 13 814 908 84 E3 13 E4 13 840 934 61 1848 F1 1210 787 894 82 2973 F2 900 874 633 116 56 846 30 783 600 886 848 854 850 804 923 928 840 888 867 696 94 117 92 2210 1663 89 2861 3454 83 1819 1793 93 2523 940 1163 720 540 67 2490 G1 7 729 789 132 1657 G2 7 848 955 116 G3 7 G4 7 754 840 103 1704 H1 959 782 863 91 2695 H2 646 825 742 45 H3 905 H4 779 648 840 777 814 800 825 848 720 852 793 105 111 F4 793 716 948 F3 25 836 834 143 134 2597 124 1926 1815 98 120 2258 2664 2433 Di persemaian Tlogoarto, waktu kerja per hari adalah selama 7 jam dimana waktu efisien kerja adalah 6 jam dan istirahat selama 1 jam, dan upah pekerja adalah sebesar Rp 20.000,-/orang/hari. Waktu pengerjaan yang diperoleh pada Tabel 9 adalah waktu pengerjaan yang dilakukan oleh 2 orang pekerja. Sebagai contoh dapat dilihat pada bibit puteran Kihujan, G3 (tinggi: 7,12 m, diameter: 4,64 cm, total waktu: 30 menit 14,7 detik atau 1814,7 detik) dan H1 (tinggi: 7,12 m, diameter: 4,02 cm, total waktu: 44 menit 55 detik atau 2695 43 detik). Maka untuk satu bibit puteran Kihujan yang dipotong cabang utamanya dapat diperoleh PK (Prestasi Kerja) sebesar 13,89 batang/2 orang/hari atau sama dengan 6,95 batang/orang/hari. dipotong cabang dipotong daun 3000 Jumlah waktu total 2500 yang diperlukan 2000 1500 (detik) dipotong daun 1000 500 0 dipotong cabang 1 2 3 4 Individu Gambar 15 Grafik perbandingan waktu pengerjaan puteran kihujan Sedangkan untuk Kihujan yang hanya dibersihkan daunnya saja diperoleh PK sebesar 9,35 batang/2orang/hari atau sama dengan 4,68 batang/orang/hari. Dari rumus tersebut dapat diperoleh HOK bibit puteran kihujan yang dipotong cabang utamanya adalah sebesar 0,14 hari, sedangkan HOK bibit puteran Kihujan yang hanya dibersihkan daunnya saja, diperoleh HOK sebesar 0,21 hari. 4.2. Pembahasan Meskipun hilangnya suatu spesies yang diakibatkan oleh adanya eksploitasi hutan sulit untuk dihentikan, tetapi setidaknya dampak dari eksploitasi tersebut dapat dikurangi, salah satunya adalah dengan teknik penggabungan antara teknik konservasi dengan teknik lansekap, hal ini dimungkinkan dengan adanya suatu kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan Departemen Kehutanan, melalui kegiatan penghijauan yang dilakukan di taman-taman kota, kawasan 44 industri, pemukiman penduduk, serta pembuatan jalur hijau di pinggir-pinggir jalan utama maupun jalan alternatif. Dalam upaya penggabungan teknik konservasi dengan teknik lansdcape tersebut diperlukan bibit yang berukuran besar, sehingga fungsi dari adanya penanaman tersebut dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat segera terpenuhi. Oleh karena itu digunakan bibit besar yang diperoleh dengan menggunakan teknik puteran. Dengan menggunakan teknik puteran bibit besar ini selain fungsi yang diharapkan dari adanya penanaman tersebut dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama dapat segera terpenuhi, dibandingkan dengan menggunakan bibit berukuran kecil. Dari segi pengawasan pasca penanaman juga relatif lebih mudah karena bibit yang ditanam berukuran besar sehingga mudah untuk dilihat, selain itu bibit yang diperlukan tidak terlalu banyak. Dari segi estetika, dengan menggunakan bibit puteran besar bentuk pohon secara keseluruhan dapat dirubah sesuai keinginan, melalui pemangkasan yang dilakukan. Dengan menggunakan teknik bibit puteran berukuran besar dilihat dari segi persiapan bibit, persen hidup yang diperoleh juga cukup tinggi. Meski penelitian belum sampai pada tahap penanaman di lapangan. Hal lain yang tidak kalah pentingnya yaitu keuntungan yang dapat diperoleh oleh seorang penyuplai bibit puteran cukup besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk biaya operasional penyiapan bibit tersebut untuk siap tanam. Matoa dan mahoni memiliki tunas yang lebih banyak pada bibit yang diberi perlakuan dengan dipotong cabang utamanya, hal ini disebabkan oleh adanya pelukaan yang cukup besar (dibuangnya tunas apikal) mengakibatkan tunas lateral (sekunder) terangsang untuk tumbuh dan berkembang, sehingga ada hubungan positif antara semakin besar pelukaan dengan jumlah tunas yang tumbuh, dimana semakin besar pelukaan maka semakin banyak pula tunas yang tumbuh disaat yang hampir bersamaan. Hal ini sesuai dengan penyataan Lakitan (1996) dimana tunas lateral akan lebih terangsang tumbuh bila tunas apikal dibuang. Lain halnya pada salam dan kihujan, dimana tunas terbanyak ada pada bibit yang diperlakukan dengan dibersihkan daunnya saja. Hal ini mungkin disebabkan oleh sifat fisiologis tanaman tersebut, atau adanya kekuranghati-hatian pada saat proses pembongkaran puteran yang dipotong cabang utamanya, 45 sehingga bibit tanaman tersebut lebih tertekan yang berdampak pada terhambatnya pertumbuhan tunas pada bibit tersebut. Bibit yang mendapat perlakuan pemotongan batang utamanya (A, C, E, G) memiliki pertumbuhan tunas yang terpanjang apabila dibandingkan secara keseluruhan, hal ini dimungkinkan mengingat tunas sekunder lebih terpacu pertumbuhannya apabila tunas primer dibuang. Selain itu perkembangan tunas sekunder ini juga didorong oleh rangsangan sinar dan suhu yang optimum. Dimana tunas-tunas ini tumbuh dan berkembang di bawah naungan (tidak terkena cahaya matahari secara langsung). Meskipun naungan tersebut tergolong ringan, tetapi cukup bagi tunas-tunas tersebut untuk dapat tumbuh dan berkembang. dilihat dari pertumbuhan tunas baru pada kedua teknik puteran, dapat dilihat bahwa bibit puteran yang dipotong batang utamanya lebih baik dibanding bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja tanpa ada pemotongan batang dan cabang. Persen hidup pada bibit puteran yang dipotong cabang utamanya juga memiliki angka lebih tinggi dibanding bibit yang hanya dibersihkan daunnya saja. Hal ini disebabkan karena bibit lebih mudah beradaptasi pada lingkungan baru pada keadaan dimana semua cabang, ranting dan daun dihilangkan dibanding pada keadaan hanya dihilangkan daunnya saja. Salah satu penyebabnya adalah dengan keadaan yang minimalis dimana ketersedian unsur hara, air, dan udara yang terbatas (di dalam karung) dan keadaan akar yang dipangkas maka bibit akan lebih bisa bertahan/beradaptasi dengan keadaan yang minimalis juga. Dimana hanya ada batang utama dengan ketinggian tertentu sebagai tempat titik tumbuh baru dan akar yang telah dipangkas sebagai penyuplai hara, air dan udara. Menurut Sutrian (1994), batang pada tumbuhan selain berfungsi sebagai penyuplai air dan hara dari akar, sebagai penyalur zat makanan hasil asimilasi dan fotosintesis juga sekaligus berfungsi sebagai penyimpan cadangan makanan apabila sewaktu-waktu diperlukan. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada bibit puteran yang dipotong batang utamanya, lebih bisa mengoptimalkan penggunaan cadangan makanannya pada satu titik, dibanding pada bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja. Hal ini dimungkinkan juga karena pada bibit puteran yang dibersihkan daunnya saja memiliki daya 46 evapotranspirasi lebih besar dibandingkan kemampuan akar dalam menyerap air dari tanah, tetapi tidak halnya pada bibit puteran yang dipotong cabang utamanya. Pada pengamatan muncul tunas dan akar baru hanya dilakuan pada 1 individu, hal ini dikarenakan kesulitan yang ditemukan pada saat melakukan pengamatan, sehingga penulis harus merubah-rubah posisi bibit yang dikhawatirkan akan mengganggu proses pertumbuhan bibit-bibit tersebut. Pada C4 pengamatan muncul tunas dan akar baru memiliki waktu yang hampir bersamaan, yaitu pada minggu ke dua pengamatan. Hal tersebut dimungkinkan karena waktu yang diperlukan bagi jaringan meristem pada batang (kambium) dan akar untuk dapat tumbuh dan berkembang adalah sama. Waktu yang diperlukan akan lebih singkat apabila mempersiapkan bibit puteran yang dipotong cabang utamanya (A, C, E, G) dibanding mempersiapkan bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja (B, D, F, H). Hal ini akan berpengaruh pada produktifitas kerja serta biaya yang harus dikeluarkan per bibit untuk mengupah pekerja. Sebagai contoh dapat dilihat pada bibit puteran kihujan yang dipotong cabang utamanya (G3) dengan tinggi: 7,12 m, diameter: 4,64 cm, total waktu: 30 menit 14,7 detik, PK: 6,95 batang/orang/hari dan HOK: 0,14 dan bibit puteran kihujan yang hanya dibersihkan daunnya saja (H1) dengan tinggi: 7,12 m, diameter: 4,02 cm, total waktu: 44 menit 55 detik, PK: 4,68 batang/orang/hari dan HOK: 0,21 dengan upah Rp 20.000,-/hari/orang. Dengan menggunakan teknik bibit puteran yang dipotong cabang utamanya, dalam 1 hari dapat diselesaikan + 7 batang/orang/hari, sedangkan apabila menggunakan teknik bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja dapat diselesaikan + 5 batang/orang/hari. Biaya upah per bibit dapat diperoleh dengan mengalikan HOK dengan upah per hari (Rp 20.000,-), maka dapat diperoleh biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah pekerja adalah sebesar Rp 2.800,-/batang untuk bibit puteran yang dipotong cabang utamanya, sedangkan untuk 1 batang bibit puteran kihujan yang hanya dibersihkan daunnya saja, biaya yang harus dikeluarkan untuk memberi upah pekerja adalah sebesar Rp 4.400,-/batang. Angka-angka tersebut membuktikan bahwa perlakuan bibit yang dipotong cabang utamanya memiliki produktifitas lebih tinggi dibanding bibit yang hanya dibersihkan daunnya saja. Hal ini disebabkan proses pengerjaan yang lebih mudah pada bibit puteran yang 47 dipangkas batang utamanya. Dengan teknik puteran bibit besar yang dipotong cabang utamanya, maka biaya untuk memberi upah buruh dapat ditekan. Maka seorang penyuplai bibit dapat menekan biaya yang dikeluarkan untuk upah buruh sampai 36% dari upah yang harus dikeluarkan untuk memberi upah buruh yang menyiapkan puteran bibit besar dengan teknik puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja. Maka pembuatan bibit puteran dengan menggunakan teknik dipotong cabang utamanya lebih baik dibanding bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja tanpa ada pemotongan batang atau cabang. Dari segi pengangkutan/pemindahan bibit ketempat lain (lokasi penanaman atau penampungan sementara), bibit puteran yang dipotong cabang utamanya dapat lebih mudah dilakukan pengangkutan, karena alat angkut memiliki kapasitas angkut lebih banyak sehingga tidak menghabiskan tempat dibanding bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja. Selain volume bibit, bobot bibit juga berpengaruh penting dalam menentukan kapasitas angkut. Dari bobot puteran dapat dipastikan bibit yang dipotong batang utamanya pasti lebih ringan dibandingkan bibit puteran yang dibersihkan daunnya saja, sehingga kemampuan alat angkut dalam mengangkut bibit menjadi lebih banyak. Selain itu juga bibit yang dipotong batang utamanya memiliki resiko kerusakan bibit saat pengangkutan yang lebih ringan. karena memiliki tajuk yang tidak terlalu lebar dan cenderung lebih memusat pada satu titik. Diluar kriteria pengamatan penulis juga menemukan proses pemangkasan secara alami pada bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja. Proses pemangkasan ini terjadi sebagai suatu bentuk adaptasi dari tanaman tersebut dalam mengatasi daya evapotranspirasi yang terlalu tinggi melebihi kemampuan akarnya dalam menyerap air dan hara lainnya pada tanah yang hanya terbatas didalam karung pembungkus puteran. Proses ini diawali dengan mengeringnya daun-daun yang disisakan pada saat pemberian perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan pengeringan ranting tempat tumbuh daun tersebut dan berlanjut pada pengeringan cabang sekunder, yang diakhiri dengan patahnya cabang dan ranting yang kering tersebut terkena tiupan angin atau akibat benturan dengan cabang lainnya. Meski pemangkasan alami tidak terjadi pada seluruh cabang dan ranting yang ada tetapi peristiwa ini terjadi hampir pada semua bibit yang hanya 48 dibersihkan daunnya saja. Daya evapotranspirasi yang terlalu tinggi melebihi kemampuan bibit tersebut untuk beradaptasi dengan cara melakukan pemangkasan secara alami juga bisa dijadikan sebagai salah satu penyebab kematian yang terjadi pada bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya saja. Dari peristiwa tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa meski tanpa dilakukan pemangkasan buatan, secara alami pohon tersebut akan melakukan pemangkasan sendiri, sampai pada titik dimana daya serap akar terhadap air dan zat hara lebih tinggi dibanding daya evapotranspirasi dari tanaman tersebut. Kemampuan/kecepatan beradaptasi dari masing-masing spesies akan berbeda, meskipun harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat membuktikan kebenarannya. Disamping kelebihan-kelebihan yang ada pada teknik puteran yang dipotong cabang utamanya, terdapat pula kekurangan pada teknik tersebut bila dibandingkan dengan teknik bibit puteran yang hanya dibersihkan daunnya. Dengan menggunakan teknik puteran yang dipotong cabang utamanya, bentuk pohon awal (bentuk cabang, batang, tajuk) tidak dapat dipertahankan karena semuanya dipotong dan hanya disisakan batang utamanya sepanjang + 4 meter. Teknik ini tidak dapat diterapkan pada bibit puteran yang diharapkan bentuk pohon awal tidak mengalami perubahan bahkan sampai bibit tersebut ditanam kembali di lapangan. 49 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Teknik puteran bibit berukuran besar dapat diaplikasikan pada jenis pohon kihujan, mahoni, matoa dan salam, dengan persen 100% untuk perlakuan yang dipotong batang utamanya dan 81,25% untuk pohon yang dihilangkan daunnya saja. 2. Perlakuan dengan pemotongan batang utama dapat merubah arsitektur pohon dari puteran yang dihasilkan, sedangkan puteran dengan perlakuan dihilangkan daunnya saja tidak merubah arsitektur pohon dari puteran yang dihasilkan. 3. Waktu yang diperlukan untuk tunas baru agar dapat tumbuh adalah 2 minggu setelah dilakukan pemutaran bibit. Jenis kihujan dan salam menghasilkan jumlah tunas paling banyak, sedangkan Mahoni dan matoa dengan perlakuan yang sama menghasilkan jumlah tunas baru yang sedikit. Matoa yang diberi perlakuan dipotong batang utamanya memiliki tunas baru yang terpanjang yaitu 76 cm. 4. Untuk menghasilkan puteran bibit berukuran besar diperlukan tenaga kerja sebesar 0,14 HOK pada bibit yang dipotong cabang utamanya, sedangkan pada bibit yang dihilangkan daunnya saja adalah sebesar 0,21 HOK. 5.2. Saran 1. Kajian aplikasi teknik puteran bibit berukuran besar pada jenis pohon kihujan, mahoni, matoa dan salam perlu dilakukan sampai tahap penanaman untuk mengetahui daya hidup di lapangan. 2. Teknik pembuatan puteran bibit berukuran besar perlu diaplikasikan untuk jenis- jenis pohon kehutanan lainnya. 51 DAFTAR PUSTAKA Airani, R. 1996. Pengaruh Tingkat Naungan dan Dosis Pemupukan Selama Aklimatisasi Terhadap Kualitas dan Daya Hidup Bibit Palem (Chamaedorea elegans) Setelah Simulasi Pengangkutan. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan. [Anonim]. 2007. Eugenia polyantha (Daun Salam). http://www.tropilab.com/ webstore.html [20 Mei 2007]. [_______]. 2007. Salam (Eugenia polyantha Wight). PT .ASIAMAYA DOTCOM INDONESIA. http://www.asiamaya.com/SALAM [20 Mei 2007]. Briggs, G. B. and C. L. Calvin .1987. Indoors Plants. John Wiley and Sons. New York. Dahlan, E. N. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Jakarta. ______, E. N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. IPB Press. Bogor. Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT GRAMEDIA. Jakarta. Giantini, M. N. 2002. Studi Penataan dan Pemeliharaan Indoor Garden (Taman Dalam Ruang) di Kotamadya Bandung. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan. Gunawan, A and H. Yoshida. 1994. Visual judgement on landscapes and landuses of Bogor Municipality. Bull. Kyoto University Forests. Krisantini, 1988. Tanaman Hias Daun. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lahiya, A. A. 1997. Ilmu Tumbuh-tumbuhan untuk Bidang Kehutanan : Bagian II : Physiologi atau Peri Kehidupan Tetumbuhan-tetumbuhan dan artinya bagi Pembudidayaan Kekayuan/A. Thorenaar. Karya Alih Bahasa. Bandung. Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Marsh, W. M. 1986. Landscape Planning Environmental Applications. John Willey and Son Inc., New York. 52 Nasoetion, A. H. 2001. Pengantar ke- Ilmu-ilmu Pertanian. Cetakan ke-11. PT. Pustaka Litera Antar Nusa. Bogor. Nurfatriani, F. dan D. S. Sukadri. 2001. Pengelolaan Hutan di Masa Depan : Berdasarkan Paradigma Pembangunan Kehutanan di Abad 21 (Forest Management in the Future : Based on Forestry Development Paradigm in the 21th Century). Buletin Vol. 2 No. 2. http://www.dephut. go.id/Indonesia/pemb hutbun.asp. [20 Mei 2006]. [PROSEA]. Pometia pinnata. http://worldagroforestrycentre.org/sea/copyright.htm [20 Mei 2007]. Rodjak, A. 1996. Pengantar Ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung. Sugiyowati, L. 2006. Pengaruh Naungan dan Periode Aklimatisasi Terhadap Pertumbuhan dan Ketahanan dalam Ruang pada Tanaman Hias Puring (Codiaeum variegatum pictum). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan Staples, G. W and Craig R. Elevich. 2006. Species Profiles for Pacific Island Agroforestry. Versi 2.1. http://www.traditionaltree.org/Samaneasaman (raintree). [10 Juni 2007]. Sumir’at, A. A. S. 1994. Botani (Bunga Rampai). Tidak diterbitkan. Bandung. Sutrian, Y. 1994. Biologi (Bagian Botani) I. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Bandung. Thahjono, M.1972. Catatan Jenis Pohon Penghasil Kayu Export di Indonesia. Bogor. Thomson, L. A. J. and R. R. Thaman. 2006. Species Profiles for Pacific Island tava.pdf [ 20 Agroforestry. 2.1 ver. http://www.agroforestry.net/tti/PometiaMei 2007]. Widagdo, S. 1998. Studi tentang Reduksi Kebisingan Menggunakan Vegetasi dan Kualitas Visual Lansekap Jalan Tol Jagorawi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. [Wikipedia]. 2007. Swietenia. Wikimedia org/wiki/Swietenia [20 Mei 2007]. Commons. http://en.wikipedia. [Wikipedia]. 2008. Arsitektur Lansekap. Wikipedia Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_lansekap_[3 Januari 2008]. http://www.big-john.com 53 LAMPIRAN 54 Lampiran 1. FORMULIR ISIAN JUMLAH DAN PANJANG TUNAS A1 T1 A2 T1 A3 T1 A4 T1 B1 T1 B2 T1 B3 T1 B4 T1 C1 T1 C2 T1 C3 T1 C4 T1 D1 T1 D2 T1 D3 T1 D4 T1 E1 T1 E2 T1 E3 T1 E4 T1 F1 T1 F2 T1 F3 T1 F4 T1 G1 T1 G2 T1 G3 T1 G4 T1 H1 T1 H2 T1 H3 T1 H4 T1 A1 T2 A2 T2 A3 T2 A4 T2 B1 T2 B2 T2 B3 T2 B4 T2 C1 T2 C2 T2 C3 T2 C4 T2 D1 T2 D2 T2 D3 T2 D4 T2 E1 T2 E2 T2 E3 T2 E4 T2 F1 T2 F2 T2 F3 T2 F4 T2 G1 T2 G2 T2 G3 T2 G4 T2 H1 T2 H2 T2 H3 T2 H4 T2 A1 T3 A2 T3 A3 T3 A4 T3 B1 T3 B2 T3 B3 T3 B4 T3 C1 T3 C2 T3 C3 T3 C4 T3 D1 T3 D2 T3 D3 T3 D4 T3 E1 T3 E2 T3 E3 T3 E4 T3 F1 T3 F2 T3 F3 T3 F4 T3 G1 T3 G2 T3 G3 T3 G4 T3 H1 T3 H2 T3 H3 T3 H4 T3 A1 T4 A2 T4 A3 T4 A4 T4 B1 T4 B2 T4 B3 T4 B4 T4 C1 T4 C2 T4 C3 T4 C4 T4 D1 T4 D2 T4 D3 T4 D4 T4 E1 T4 E2 T4 E3 T4 E4 T4 F1 T4 F2 T4 F3 T4 F4 T4 G1 T4 G2 T4 G3 T4 G4 T4 H1 T4 H2 T4 H3 T4 H4 T4 A1 T5 A2 T5 A3 T5 A4 T5 B1 T5 B2 T5 B3 T5 B4 T5 C1 T5 C2 T5 C3 T5 C4 T5 D1 T5 D2 T5 D3 T5 D4 T5 E1 T5 E2 T5 E3 T5 E4 T5 F1 T5 F2 T5 F3 T5 F4 T5 G1 T5 G2 T5 G3 T5 G4 T5 H1 T5 H2 T5 H3 T5 H4 T5 A1 T6 A2 T6 A3 T6 A4 T6 B1 T6 B2 T6 B3 T6 B4 T6 C1 T6 C2 T6 C3 T6 C4 T6 D1 T6 D2 T6 D3 T6 D4 T6 E1 T6 E2 T6 E3 T6 E4 T6 F1 T6 F2 T6 F3 T6 F4 T6 G1 T6 G2 T6 G3 T6 G4 T6 H1 T6 H2 T6 H3 T6 H4 T6 A1 T7 A2 T7 A3 T7 A4 T7 B1 T7 B2 T7 B3 T7 B4 T7 C1 T7 C2 T7 C3 T7 C4 T7 D1 T7 D2 T7 D3 T7 D4 T7 E1 T7 E2 T7 E3 T7 E4 T7 F1 T7 F2 T7 F3 T7 F4 T7 G1 T7 G2 T7 G3 T7 G4 T7 H1 T7 H2 T7 H3 T7 H4 T7 A1 T8 A2 T8 A3 T8 A4 T8 B1 T8 B2 T8 B3 T8 B4 T8 C1 T8 C2 T8 C3 T8 C4 T8 D1 T8 D2 T8 D3 T8 D4 T8 E1 T8 E2 T8 E3 T8 E4 T8 F1 T8 F2 T8 F3 T8 F4 T8 G1 T8 G2 T8 G3 T8 G4 T8 H1 T8 H2 T8 H3 T8 H4 T8 55 A1 T9 A2 T9 A3 T9 A4 T9 B1 T9 B2 T9 B3 T9 B4 T9 C1 T9 C2 T9 C3 T9 C4 T9 D1 T9 D2 T9 D3 T9 D4 T9 E1 T9 E2 T9 E3 T9 E4 T9 F1 T9 F2 T9 F3 T9 F4 T9 G1 T9 G2 T9 G3 T9 G4 T9 H1 T9 H2 T9 H3 T9 H4 T9 A1 T10 A2 T10 A3 T10 A4 T10 B1 T10 B2 T10 B3 T10 B4 T10 C1 T10 C2 T10 C3 T10 C4 T10 D1 T10 D2 T10 D3 T10 D4 T10 E1 T10 E2 T10 E3 T10 E4 T10 F1 T10 F2 T10 F3 T10 F4 T10 G1 T10 G2 T10 G3 T10 G4 T10 H1 T10 H2 T10 H3 T10 H4 T10 A1 T11 A2 T11 A3 T11 A4 T11 B1 T11 B2 T11 B3 T11 B4 T11 C1 T11 C2 T11 C3 T11 C4 T11 D1 T11 D2 T11 D3 T11 D4 T11 E1 T11 E2 T11 E3 T11 E4 T11 F1 T11 F2 T11 F3 T11 F4 T11 G1 T11 G2 T11 G3 T11 G4 T11 H1 T11 H2 T11 H3 T11 H4 T11 A1 T12 A2 T12 A3 T12 A4 T12 B1 T12 B2 T12 B3 T12 B4 T12 C1 T12 C2 T12 C3 T12 C4 T12 D1 T12 D2 T12 D3 T12 D4 T12 E1 T12 E2 T12 E3 T12 E4 T12 F1 T12 F2 T12 F3 T12 F4 T12 G1 T12 G2 T12 G3 T12 G4 T12 H1 T12 H2 T12 H3 T12 H4 T12 A1 T13 A2 T13 A3 T13 A4 T13 B1 T13 B2 T13 B3 T13 B4 T13 C1 T13 C2 T13 C3 T13 C4 T13 D1 T13 D2 T13 D3 T13 D4 T13 E1 T13 E2 T13 E3 T13 E4 T13 F1 T13 F2 T13 F3 T13 F4 T13 G1 T13 G2 T13 G3 T13 G4 T13 H1 T13 H2 T13 H3 T13 H4 T13 Lampiran 2. Formulir isian waktu pengerjaan puteran NAMA JENIS waktu yang diperlukan (menit) waktu waktu waktu penggalian pembungkusan pengangkatan MATOA A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 SALAM C1 C2 C3 C4 D1 D2 D3 D4 MAHONI E1 E2 E3 E4 F1 F2 F3 F4 KIHUJAN G1 G2 G3 G4 H1 H2 H3 H4 56 TOTAL WAKTU TINGGI POHON (m) NAMA JENIS MATOA A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 SALAM C1 C2 C3 C4 D1 D2 D3 D4 MAHONI E1 E2 E3 E4 F1 F2 F3 F4 KIHUJAN G1 G2 G3 G4 H1 H2 H3 H4 TINGGI TINGGALAN TINGGI BUANGAN TINGGI TOTAL Diameter (cm) waktu yang diperlukan untuk pemotongan cabang atau pembersihan daun menit menit menit menit # # # # # # # # detik detik detik detik menit menit menit menit # # # # # # # # detik detik detik detik menit menit menit menit # # # # # # # # detik detik detik detik menit menit menit menit # # # # # # # # detik detik detik detik 57 persen pembersihan daun