hubungan kelengkapan informasi dengan keakuratan kode

advertisement
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, ISSN:2337-585X, Vol.3, No.1, Oktober 2014
HUBUNGAN KELENGKAPAN INFORMASI DENGAN KEAKURATAN
KODE DIAGNOSIS DAN TINDAKAN
PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP
Antik Pujihastuti1 ,, Rano Indradi Sudra2
Dosen APIKES Mitra Husada Karanganyar
e-mail: [email protected], [email protected]
1,2
Abstract
This study aims to analyze the relationship between the accuracy of the information completeness diagnosis
code and action on a document medical records of hospitalized patients. This is a type of observational study
using cross-sectional design. The population of this research is all the patient’s medical record documents
on 5 major diseases by 2013 variables in this study are the completeness and accuracy of the diagnosis code
information. The research instrument is a check list, ICD-10 book. The analysis in the study using the chisquare test. The results showed no significant relationship completeness of the information in the medical record
documents with the accuracy of the diagnosis codes on the inpatient medical record documents (p = 0.000).
Keywords: completeness of information, accuracy of the code
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan kelengkapan pengisian informasi dengan keakuratan kode
diagnosis penyakit dan tindakan pada dokumen rekam medis pasien rawat inap. Jenis penelitian ini adalah
observasional dengan menggunakan rancangan secara cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh
dokumen rekam medis yang pasien pada 5 besar penyakit pada tahun 2013. Variabel dalam penelitian ini
adalah kelengkapan informasi dan keakuratan kode diagnosis. Instrumen penelitian berupa check list, buku
ICD-10. Analisis dalam penelitian dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan
ada hubungan secara signifikan kelengkapan informasi dalam dokumen rekam medis dengan keakuratan
kode diagnosis penyakit pada dokumen rekam medis rawat inap (p=0,000).
Kata kunci : kelengkapan informasi, keakuratan kode
PENDAHULUAN
yang telah diupayakan oleh para tenaga kesehatan
dan pihak terkait (Hatta, 2011).
Keakuratan kode diagnosis dan tindakan sangat
mempengaruhi kualitas data statistik penyakit dan
masalah kesehatan, serta pembayaran biaya
kesehatan dengan sistem case-mix. Kode diagnosis
yang tidak akurat akan menyebabkan data tidak
akurat. Kode yang salah akan menghasilkan tarif
yang salah. Pengkodean yang akurat diperlukan
rekam medis yang lengkap. Rekam medis harus
memuat dokumen yang akan dikode seperti pada
lembar depan (RM1), lembaran operasi dan tindakan,
laporan patologi dan resume pasien keluar. Informasi
yang terdapat dalam ringkasan riwayat pasien
pulang (resume) merupakan ringkasan dari seluruh
masa perawatan dan pengobatan pasien sebagaimana
60
Diah (2012) melaporkan bahwa ketidaklengkapan
pengisian dokumen rekam medis tertinggi pada
informasi ; umur dan jenis kelamin 47%, diagnosis
penyakit 22%. Penyebabnya adalah petugas
kesehatan tidak mengisi sesuai dengan prosedur
tetap cara pengisian dokumen rekam medis. Dalam
menetapkan kode diagnosis pasien rawat inap
yang akurat juga perlu memperhatikan informasi
tambahan seperti jenis kelamin, umur, kehamilan,
riwayat penyakit, komplikasi, hasil pemeriksaan dan
lembar konsultasi. Sehingga untuk mengkode suatu
penyakit tidak bisa hanya melihat diagnosis yang
tertutlis di lembar RM 1 (Lembar ringaksan
60
Antik Pujihastuti, dkk. Hubungan kelengkapan informasi dengan keakuratan ...
masuk keluar) saja, namun perlu memeriksa
lembaran lainnya untuk memperoleh informasi
tambahan sehingga pengkodean suatu penyakit tidak
bisa dilakukan dengan tergesa-gesa.
3. Hubungan Kelengkapan Informasi dengan
Keakuratan Kode Diagnosis
Tabel 3: Distribusi kelengkapan informasi
dan keakuratan kode
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional. Pendekatan
ini dimaksudkan untuk melihat hubungan variabel
kelengkapan informasi dengan keakuratan kode
diagnosis pada dokumen rekam medis rawat
inap. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh dokumen rekam medis pasien rawat inap
yang melakukan kunjungan ulang tahun 2013
berdasarkan 5 (lima) besar penyakit. Tehnik
pengambilan sampel dengan systematic random
sampling sebanyak 100 dokumen. Instrumen
penelitian berupa check list, buku ICD-10. Data
dianalisis secara deskriptif dan anlitik menggunakan
uji statistik Chi-Square.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi Kelengkapan Dokumen
Rekam Medis
Katagori
Kelengkapan
No
Jumlah
Persentase
1
Lengkap
70
70
2
Tidak Lengkap
30
30
Total
100
100
Tabel 1 menunjukkan bahwa kelengkapan informasi
yang memiliki nilai lengkap tertinggi sebanyak
70 dokumen (70%), kelengkapan terendah sebanyak
30 dokumen (30%).
2.
Distribusi keakuratan kode
Tabel 2:
No
Distribusi keakuratan kode
Katagori
Kelengkapan
Jumlah
Persentase
1
Lengkap
70
70
2
Tidak Lengkap
30
30
100
100
Total
Kelengkapan
Lengkap
Tidak
Lengkap
Total
Keakuratan
Tidak
Akurat
akurat
f % f
%
20 20 10 10
f
30
%
100 0,001
10 10 60
60
70
100
30 30 70
70
100
100
Total
p
Tabel 3 menunjukkan bahwa dokumen rekam medis
yang lengkap informasinya dan akurat sebanyak
20 dokumen (20%), sedangkan dokumen rekam
medis yang lengkap informasinya dan tidak akurat
sebanyak 10 dokumen. Dokumen rekam medis yang
tidak lengkap dan akurat sebanyak 10 dokumen
(10), sedangkan yang tidak lengkap dan tidak akurat
sebanyak 60 dokumen (60%). Hasil uji Chi Square
diperoleh nilai p=0,000, yang berarti ada hubungan
antara kelengkapan informasi dengan keakuratan
kode diagnosis.
PEMBAHASAN
Kelengkapan pengisian informasi penunjang dalam
dokumen rekam medis merupakan penilaian
terhadap tepat tidaknya penentuan diagnosis dengan
melakukan penelusuran pada dokumen rekam medis
pasien sebelum melihat pada ICD-10. Berdasarkan
hasil uji statistik deskriptif menunjukkan bahwa
kelengkapan pengisian informasi pada dokumen
rekam medis yang dibutuhkan dalam penentuan
kode diagnosis adalah 70 (70%) dokumen. Dari 100
dokumen rekam medis masih terdapat pengisian
informasi pada dokumen rekam medis sebanyak 30
(30%) dokumen rekam medis yang tidak lengkap.
Salah satu faktor
penyebab ketidaklengkapan pengisian informasi
dokumen rekam medis diantaranya adalah waktu
dokter yang sempit, pasien yang banyak, pasien
APS (Atas Permintaan Sendiri). Belum sepenuhnya
semua petugas terkait menyadari akan pentingnya
kelengkapan pengisian berkas rekam medis yang
isinya mengandung informasi yang penting, karena
hal ini berpengaruh terhadap mutu dan hal- hal yang
terkait didalamnya. Selain itu belum adanya ruang
transit dokter, yang bisa memberikan kenyamanan
61
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, ISSN:2337-585X, Vol.3, No.1, Oktober 2014
bagi dokter dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Hal
ini sesuai dengan akasah (2009) bahwa pengisian
rekam medis ada kemungkinan besar terjadi tidak
lengkap atau tidak sesuai ketentuan, hal tersebut
disebabkan bahwa pelaksanaan pendokumentasian
dilakukan oleh banyak pemberi pelayanan kesehatan,
rekam medis diciptakan sebagai aktifitas sekunder
mengiringi
jalannya
pelayanan pasien, maka
pendokumentasiannya bisa saja tidak seakurat dan
selengkap yang ditetapkan / diinginkan. Kesibukan
seorang dokter, sehingga menulis catatan bisa pada
formulir yang salah serta terburu-buru sehingga
tidak terbaca, dan seorang perawat yang sibuk
melayani pasien menjadi lupa mencatat hal-hal yang
berkaitan dengan pengobatan pasien yang diberikan.
Agar rekam medis
tersebut tidak terjadi seperti diatas maka harus
dilakukan kegiatan analisis dari isi rekam medis /
pendokumentasian sehingga rekam medis mempunyai
nilai guna seperti : administrative, legal aspect,
fianncial, research, education, documentation, public
health, planning dan marketing. Perekam medis
dipercaya untuk melakukan analisis baik kuantitatif,
kualitatif maupun statistik serta memberitahu kepada
petugas yang mengisi rekam medis apabila ada
kekurangan atau inkonsistensi yang mengakibatkan
rekam medis menjadi tidak lengkap atau tidak
akurat, kemudian membuat laporan ketidaklengkapan
sehingga dapat ditindaklanjuti untuk diatasi
agar rekam medis menjadi lengkap. Menurut Hatta
(2011), kelengkapan pengisian dokumen rekam
medis sangat penting dilakukan karena rekam
medis setiap pasien berfungsi sebagai tanda bukti
sah yang dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum. Oleh karena itu rekam medis yang lengkap
harus setiap saat tersedia dan berisi data/informasi
tentang pemberian pelayanan kesehatan yang sudah
diberikan secara jelas. Standar pelayanan minimal
kelengkapan pengisian dokumen rekam medis adalah
2 x 24 jam setelah pasien rawat inap.
Kelengkapan pengisian informasi dokumen rekam
medis sangat berpengaruh terhadap keakuratan
kode diagnosis. Dari keseluruhan kode diagnosis
yang dinyatakan lengkap dan akurat 70 (70%),
ketidaklengkapan dan ketidakakuratan terdapat
pada 30 (30%) dokumen rekam medis. Ketepatan
pengkodean dari suatu diganosis sangat tergantung
kepada pelaksana yang menangani rekam medis
tersebut yaitu tenaga medis dalam menetapkan
diagnosis, tenaga perekam medis sebagai pemberi
kode, tenaga kesehatan lainnya. Menurut Rustiyanto
62
(2010) tenaga rekam medis sebagai pemberi kode
bertanggungjawab atas keakuratan kode dari suatu
diagnosis yang sudah ditetapkan oleh tenaga medis.
Oleh karenanya untuk hal yang kurang jelas
atau tidak lengkap sebelum kode ditetapkan, perlu
dikomunikasikan terlebih dahulu kepada dokter
yang membuat diagnosis tersebut. Berdasarkan
uji statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh
secara signifikan kelengkapan pengisian informasi
dengan keakuratan kode diagnosis pada nilai
27,438 dengan
p = ,000, dan nilai sig = ,000,
Ho diterima. Kelengkapan pengisian
informasi
sangat mendukung keakuratan kode diagnosis yang
mempengaruhi ketepatan pemberian kode diagnosis
berdasarkan ICD-10.
Menurut Depkes RI, 2008 sekitar 65% rumah sakit
di Indonesia yang ikut berpartisipasi dalam sistem
case mix / INA-CBG’s belum membuat diagnosis
yang lengkap dan jelas berdasarkan ICD-10 serta
belum tepat pengkodeannya. Apabila informasi
yang dicantumkan pada dokumen rekam medis
penulisannya tidak lengkap, maka kemungkinan
kode diagnosis juga tidak akurat dan berdampak pada
biaya pelayanan kesehatan. Ketidakakuratan kode
diagnosis akan mempengaruhi data dan informasi
laporan, ketepatan tarif INA-CBG’s yang pada
saat ini digunakan sebagai metode pembayaran
untuk pelayanan pasien jamkesmas, jamkesda,
jampersal, askes PNS yang diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS)
di Indonesia. Apabila petugas kodefikasi (coder)
salah dalam menetapkan kode diagnosis, maka
jumlah pembayaran klaim juga akan berbeda. Tarif
pelayanan kesehatan yang rendah tentunya akan
merugikan pihak rumah sakit, sebaliknya tarif
pelayanan kesehatan yang tinggi terkesan rumah
sakit diuntungkan dari perbedaan tarif tersebut
sehingga merugikan pihak penyelenggara jamkesmas
maupun pasien (Suyitno.2007).
Coder merupakan sumber daya manusia dalam
rekam medis harus mempunyai kompetensi yang
baik. Untuk menjalankan pekerjaan bidang rekam
medis diperlukan sumber daya manusia yang
memenuhi kompetensi perekam medis sebagai
seorang profesi perekam medis merupakan lulusan
dari program diploma 3 pendidikan rekam medis
dan informasi kesehatan. Profesi perekam medis
harus menguasai kompetensinya sebagai seorang
perekam medis. Kepmenkes Nomor 377 tahun
2007 tentang standar profesi perekam medis
dan informasi kesehatan, menyebutkan tentang
Antik Pujihastuti, dkk. Hubungan kelengkapan informasi dengan keakuratan ...
kompetensi perekam medis yang digolongkan
menjadi 2 kompetensi, yaitu kompetensi pokok dan
pendukung. Salah satu kompetensi tersebut adalah
klasifikasi dan kodifikasi penyakit/tindakan. Petugas
rekam medis dalam hal ini coder harus mampu
menelusuri setiap lembar rekam medis sebelum
melakukan penentuan diagnosis maupun tindakan
serta masalah kesehatan terkait. Pengisian informasi
pada dokumen rekam medis akan berpengaruh
pada penentuan kode diagnosis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan secara signifikan
kelengkapan pengisian informasi dengan keakuratan
kode diagnosis.
Sebagai contoh, meskipun pengisian informasi
lengkap, belum tentu menjamin kode diagnosis
penyakit akurat, jika lead term dan teknik
penelusuran juga tidak dilakukan dengan benar.
Pada kasus no 3 informasi yang dibutuhkan dalam
penentuan kode tidak lengkap dengan tidak terisinya
tonus otot dan nilai apgar yang berguna dalam
melakukan penelusuran lebih lanjut dengan melihat
ICD-10 volume 3; birth asphyxia:P21 yang dapat
menentukan point ketiga dengan mencocokkan
pada ICD-10 volume 1 terlebih dahulu : P21.1 Mild
and moderate birth asphyxia . Coder mencocokkan
terlebih dahulu kesesuaian kriteria informasi
penunjang. Penilaian ini dibuat untuk menolong
tenaga kesehatan dalam mengkaji kondisi secara
umum bayi baru lahir dan memutuskan untuk
melakukan tindakan darurat atau tidak. Penilaian
ini bukan ditujukan sebagai preidiksi terhadap
kesehatan bayi atau perilaku bayi, atau bahkan
status intelegensia/kepandaian. Beberapa bayi dapat
mencapai angka 10, dan tidak jarang, bayi yang
sehat memiliki skor yang lebih rendah dari biasanya,
terutama pada menit pertama saat baru lahir. Perlu
diingat bahwa skor Apgar agak rendah
(terutama pada menit pertama) adalah normal
pada beberapa bayi baru lahir, terutama bayi
yang lahir dari ibu hamil dengan risiko tinggi,
lahir melalui proses operasi cesar, atau ibu yang
memiliki komplikasi selama kehamilan maupun
proses persalinan. Skor Apgar yang rendah juga
bisa terjadi pada bayi prematur, dimana kemampuan
untuk menggerakkan otot/alat gerak lebih rendah
daripada bayi cukup bulan. Bayi prematur dalam
kasus apapun akan memerlukan pemantauan ekstra
dan bantuan pernapasan, dikarenakan paru-paru
belum sempurna (Sulistyawati,2010). Sehingga kode
akhir tersebut yang akurat pada kasus 3 adalah
P21.9. Birth asphyxia unspecified. Dalam hal ini
penelusuran pada setiap lembar rekam medis yang
menunjang informasi dalam penentuan pengkodean
bagi coder sangat penting dilakukan. Dalam
menetapkan kode diagnosis selain memperhatikan isi
informasi yang mendukung suatu diagnosis penyakit,
coder harus memperhatikan informasi pendukung
yang terdapat dalam dokumen rekam medis. Hal
ini terlihat Kasus no 6 coder menentukan kode K30
Dyspepsia maka terlebih dahulu melihat kembali
informasi penunjang tentang kondisi kejiwaan saat
ini, psikologis, syaraf, hurt bun.
Dikarenakan informasi penunjang tentang neurotik
dan psikologis terisi maka tidak dapat masuk dalam
kode K30 Dyspepsia melainkan pada kode F48.9
Neurotic disorder, unspecified.
Kasus no 7 coder sebelum menentukan kode
diagnosis I10 Essential Primary Hypertension maka
terlebih dahulu harus memperhatikan informasi
penunjang meliputi tekanan darah systole dan
diastole serta laboratorium, umur, jenis kelamin
dikarenakan systole kurang dari 150 mmHg
dan diastole kurang dari 100 mmHg serta hasil
laboratorium yang menunjukkan pemeriksaan
USG dengan hasil Effusi pleura sinistra maka kode
diagnosis tidak pada kode I10 Essential Prymary
Hypertension melainkan pada I27.0 Primary
pulmonary hypertension. Berdasarkan uji Chi-Square
menunjukkan pada nilai 27,438 dengan p = ,000,
dan nilai sig = ,000, Ho diterima artinya terdapat
hubungan
kelengkapan pengisian informasi
signifikan dengan keakuratan kode diagnosis.
Kelengkapan pengisian informasi memberikan
kontribusi sebesar 70% terhadap keakuratan kode
diagnosis penyakit.
SIMPULAN
Kelengkapan pengisian informasi diagnosis dari
setiap lembar reka
medis terdapat ketidaklengkapan pengisian informasi
pada dokumen rekam medis sebanyak 30 (30%).
Dan keakuratan kode diagnosis terdapat pada
70 (70%) dokumen rekam medis, 30 (30%)
lainnya masih terdapat ketidakakuratan kode
diagnosis yang dipengaruhi kelengkapan pengisian
informasi diagnosis pada dokumen rekam medis,
secara signifikan terdapat hubungan kelengkapan
pengisian informasi diagnosis dengan keakuratan
kode pada nilai p = 0,000.
63
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, ISSN:2337-585X, Vol.3, No.1, Oktober 2014
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI.2000.Buku Pedoman Pelaksanaan
Program Pemberantasan Penyakit Diare.
Ditjen PPM & PLP.Jakarta
Diah.2012.Hubungan antara beban kerja kode
dengan keakuratan kode diagnosis
penyakit rawat inap berdasarkan ICD-10
di RS Ortopedi Surakarta.diunduh tanggal 4
Desember 2013.
Erkadius.2003.Klasifikasi Statistik International
Mengenai Penyakit dan Masalah
KesehatanTerkait(International Classification
of Diseases and Related Health Problems)
ICD-10 Cara Penggunaan. Padang. Yayasan
IRIS.
Gafur, K, M, A.2003. Pentingnya Peningkatan
Profesionalisme Rekam Medis dalam Upaya
Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan.
Prosiding. Jakarta:PORMIKI.
Garmelia, E. 2010. Pengenalan Kodifikasi dan
Modifikasi Procedure Melalui ICD-9-CM.
Prosiding. Jakarta: PORMIKI.
Giovanna T, et all. 2008. Consistency and accuracy
of diagnosis cancer codes generated by
automated registration: comparison with
manual registration. Journal Population
Health Metrics.2006, 4:10
Guwandi, J.2005.Rahasia Medis.Jakarta:Balai
Penerbit FKUI.
Hatta, G.2011.Tujuan Kegunaan, Pengguna dan
Fungsi Rekam Medis Kesehatan, dalam
Hatta, G, editor. Pedoman Manajemen
Informasi Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Kasim, F dan Erkadius. 2011. Sistem Klasifikasi
Utama Morbiditas dan Mortalitas yang
digunakan di Indonesia, dalam Hatta, G,
editor. Pedoman Manajemen Informasi
Kesehatan di Sarana
64
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor377/Menkes/SK/III/2007. Tentang
Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi
Kesehatan.Jakarta
Konsil Kedokteran Indonesia.2006. Manual
Rekam Medis. Indonesian Medical Council.
Jakarta:Konsil Kedokteran Indonesia.
Murwani, A. 2011. Perawatan Pasien Penyakit
Dalam. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Notoadmojo, S.2005.Metodologi Penelitian
Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta Nur,A.2007
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metode
Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman
Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian.
Jakarta: Salemba Medika.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
2008. PerMenKes RI Nomor 269/MenKes/
PER/III/2008.Tenta ng Rekam Medis.Jakarta.
Rustiyanto, E.2009.Etika Profesi Perekam Medis
dan Informasi Kesehatan. Yogjakarta. Graha
ilmu
Simatupang M.2004.Analisis faktor- faktor yang
berhubungan dengan kejadian diare pada
balita dikota sibolga.Program Pasca Sarjana,
Medan;Universitas Sumatera Utara
Sutandyo, C.2002.Analisis Kelengkapan Rekam
Medis Pada Kasus Komplain tahun 2002
di RS Mitra Kemayoran (Thesis).Jakarta:
Universitas Indonesia.
Suyitno, G.2007. Membangun Sistem Casemix
Ti n g k a t R u m a h S a k i t ( E x p e r i e n c e
Sharing). Kumpulan Makalah Seminar
dan Pelatihan Sistem Casemix INADRG’s, Yogyakarta.
Download