DIALEKTIKA dan implementasinya dlm penelitian

advertisement
DIALEKTIKA HEGEL (TESIS, ANTITESIS,
SINTESIS) DAN IMPLEMENTASINYA
DALAM PENELITIAN
ANAK AGUNG KETUT DARMADI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN
ILMU PENEGTAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa atas
rahmatnya maka makalah berjudul “Dialektika Hegel (tesis, antithesis, dan
sintesis) dan implementasinya dalam penelitian” dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Saya menyadari bahwa paper ini jauh dari sempurna sehingga kritik dan
saran dari teman-teman dan pembaca tetap kami harapkan. Semoga paper ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..…………………………………………………….
i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang ....………………………………………………….
1
1.2 Permasalahan ……………………...……………………………....
2
1.3 Tujuan,,,,…………………………………………………………...
2
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN .……………………………………….
3
2.1 Ilmu, Filsafat dan Filsafat Ilmu……………………………………. 3
2.2 Sejarah Hidup Georg Wilhelm Friederich Hegel.………………,,,,, 4
2.3 Metode Dialektika Hegel .………………………………………..
5
2.4 Perkembangan Dialektika Hegel : Dialektika Idealis (Hegel) dan
Dilektika Materialisme (Marx)…………………………………..
6
2.5 Implementasi Dialektika Hegel dalam Penelitian………………..
13
2.5.1 Pertentangan pendapat tentang keragaman jenis ………………
13
2.5.2 Dialektika pelestarian taman hutan raya (tahura)
17
Sulawesi Tengah
BAB III PENUTUP …..……………………………………………………
23
3.1 Kesimpulan ..…………………………………………...………...
23
3.2 Saran ..…………………………………………………………….
23
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….
ii
24
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan berkembangnya metode ilmiah, penalaran, metode impirik, makin
meluasnya penggunaan instrument penelitian maka mulai satu-persatu cabang
ilmu melepaskan diri dari filsafat. Definisi ilmu umumnya didasarkan pada apa
yang dikerjakan oleh ilmu itu dengan melihat metode yang dikembangkan. Maka
berkembanglah ilmu-ilmu alamiah (natural science) dan ilmu-ilmu social (social
science) (Semiawan dkk., 2010).
Ilmu filsafat merupakan salah satu cabang ilmu dari ilmu-ilmu sosial.
Diantara banyak tokoh filsafat salah satunya yaitu Georg Wilhelm Freidrich
Hegel atau sering disingkat GWF Hegel. Salah satu filsuf terkenal yang berasal
dari Jerman dengan konsep dialektika atau sering disebut dengan dialektika Hegel.
Menurut Hegel
didamaikan.
dalam teori ini yaitu ada dua hal yang dipertentangkan lalu
Atau
biasa
dikenal
dengan
tesis
(pengiyaan),
antithesis
(pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Dari konsep ini juga diartikan
sebagai penalaran dengan dialog sebagai suatu cara dalam suatu penyelidikan.
Sehingga dialektika sering diartikan sebagai suatu pergerakan dinamis menuju
perubahan. Konsep ini banyak diimplementasikan di bidang-bidang penelitian
baik di bidang sosial maupun ilmu alam. Bahkan dari dulu dialektika sudah
digunakan, misalnya seperti Charles Darwin tentang teori seleksi alam atau teori
evolusi. Darwin mengamati adanya kelainan-kelainan kecil pada mahluk hidup
yang sejenis. Mahluk hidup yang berkelainan-kelainan kecil ini berbeda dalam
penyesuain diri terhadap lingkungan. Hanya mahluk hidup yang mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkunganlah yang mempunyai peluang lebih besar
atau bertahan hidup. Teori ini menjadi suatu revolusi besar di bidang biologi. Jadi
dialektika Hegel sangat penting dalam suatu penalaran sehingga tulisan ini dibuat.
1.2 Permasalahan
Dari latar belakang dapat dirumuskan suatu masalah:
a. Apa pengertian tentang teori dialektika Hegel?
b. Bagaimanakah implementasi dialektika teori Hegel dalam penelitian?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan paper ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengertian dari teori dialektika Hegel.
b. Untuk mengetahui implementasi teori dialektika Hegel dalam penelelitian
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN
2.1 Ilmu, Filsafat dan Filsafat Ilmu
Pada jaman yunani kuno ilmu dan filsafat sangat sukar dibedakan.
Dengan berkembangnya metode ilmiah, penalaran, metode impirik, makin
meluasnya penggunaan instrument penelitian maka mulai satu-persatu cabang
ilmu melepaskan diri dari filsafat. Pada waktu masih bagian dari filsafat, definisi
Ilmu tergantung filsafat yang dianut, sedangkan sewaktu posisi ilmu lebih bebas
dan mandiri definisi ilmu umumnya didasarkan pada apa yang dikerjakan oleh
ilmu itu dengan melihat metode yang dikembangkan. Maka berkembanglah ilmuilmu alamiah (natural science) dan ilmu-ilmu social (social science) (Semiawan
dkk., 2010).
Filsafat adalah jenis pengetahuan manusia yang mencoba mencari sebab
yang sedalam-dalamnya dari segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Dalam
mencari sebab yang sedalam-dalamnya itu kita bersifat kritis. Kritis artinya tidak
mudah percaya. Dalam mempertanyakan sesuatu secara mendalam, mendasar dan
terkadang kritis, maka terkadang kita kembali ke pertanyaan awal, titik awal
dimana pertanyaan itu bermula (Hendrajaya, 2010). Filsasat berasal dari bahasa
Yunani yaitu philosophia yang terdiri dari dua suku kata philos yang berarti cinta
dan sophos berarti kebijaksanaan atau filsafat sering diartikan singkan dengan
cinta kebijaksanaan.
Beberapa pihak menawarkan empat pandangan tentang filsafat ilmu.
Pandangan pertama mengemukakan bahwa filsafat ilmu adalah perumusan
pandangan dunia yang konsisten dengan, dan pada beberapa pengertian
didasarkan
atas,
teori-teori
ilmiah
yang
penting.
Pandangan
kedua
mengemukakan bahwa pemaparan (exposition), dugaan (presupposition) dan
kecendrungan (predisposition) para ilmuan. Pandangan ketiga, filsafat ilmu adalah
suatu disiplin, dalam disiplin ini konsep dan teori tentang ilmu dianalisis dan
diklasifikasikan. Pandangan keempat mengemukaan bahwa filsafat ilmu
merupakan suatu patokan tingkat kedua (second order criteriology) (Semiawan
dkk., 2010).
2.2 Sejarah Hidup Georg Wilhelm Friederich Hegel
Hegel dilahirkan di Stuttgart pada 27 Agustus 1770. Di masa kecilnya, ia
lahap membaca literatur, surat kabar, esai filsafat, dan tulisan-tulisan tentang
berbagai topik lainnya. Masa kanak-kanaknya yang rajin membaca sebagian
disebabkan oleh ibunya yang luar biasa progresif yang aktif mengasuh
perkembangan intelektual anak-anaknya. Keluarga Hegel adalah sebuah keluarga
kelas menengah yang mapan di Stuttgart. Ayahnya seorang pegawai negeri dalam
administrasi pemerintahan di Württemberg. Hegel adalah seorang anak yang
sakit-sakitan dan hampir meninggal dunia karena cacar sebelum mencapai usia
enam tahun. Hubungannya dengan kakak perempuannya, Christiane, sangat erat,
dan tetap akrab sepanjang hidupnya (Wikipedia, 2012).
2.3 Metode Dialektika Hegel
Hegel dikenal sebagai filsuf yang menggunakan dialektika sebagai metode
berfilsafat. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu
didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran)
dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Pengiyaan harus berupa konsep pengertian
yang empris indrawi. Pengertian yang terkandung di dalamnya berasal dari katakata sehari-hari, spontan, bukan reflektif, sehingga terkesan abstrak, umum, statis,
dan konseptual. Pengertian tersebut diterangkan secara radikal agar dalam proses
pemikirannya kehilangan ketegasan dan mencair. Pengingkaran adalah konsep
pengertian pertama (pengiyaan) dilawanartikan, sehingga muncul konsep
pengertian kedua yang kosong, formal, tak tentu, dan tak terbatas. Menurut Hegel,
dalam konsep kedua sesungguhnya tersimpan pengertian dari konsep yang
pertama. Konsep pemikiran kedua ini juga diterangkan secara radikal agar
kehilangan ketegasan dan mencair. Kontradiksi merupakan motor dialektika (jalan
menuju kebenaran) maka kontradiksi harus mampu membuat konsep yang
bertahan dan saling mengevaluasi. Kesatuan kontradiksi menjadi alat untuk
melengkapi dua konsep pengertian yang saling berlawanan agar tercipta konsep
baru yang lebih ideal (Wikipedia, 2012)
Sebagai sebuah analogi yang sederhana ada ‘telur’ sebagai thesis, yang
kemudian muncul ‘ayam’ sebagai sintesis, yang antitesisnya ‘bukan ayam’. Dalam
dialektika ini bukan berarti ‘ayam’ yang menghancurkan ‘telur’ namun dalam hal
ini ‘telur’ telah melampaui dirinya sehingga menjadi ‘ayam’ dengan
sebuah
proses, yang kemudian kembali menjadi telur, dan terus seperti itu.sehingga
dialektika merupakan suatu pergerakan dinamis menuju perubahan (Hendrajaya
dkk., 2011).
2.4 Perkembangan Dialektika Hegel : Dialektika Idealis (Hegel) dan
Dilektika Materialisme (Marx)
Semua Filsafat memulai narasinya dari menjawab pertanyaan ini: Mana
yang lebih dahulu ada, Ide atau Materi? Pertanyaan sederhana inilah yang dapat
membagi seluruh filsafat di bumi ini dengan jitu menjadi dua kubu yang jelas:
Idealis dan Materialis. Di satu sisi berdiri Kaum Idealis, kaum yang “umumnya”
memihak pada yang berkuasa dan kaya. Di sinilah berdiri filsuf-filsuf terkenal
seperti Plato (Etika dan Logika) , Hume (Empirisme), Berkeley, dimana
berpuncak pada Hegel (Dialektika). Di sisi lain berdiri Materialis, kaum
Materialis yang berpihak pada proletar dan kaum tertindas. Disinilah berdiri
Heraclitus (sejarawan Yunani yang jitu), Demokritus (penganjur teori atom yang
pertama), Epicurus (salah satu matematikawan Yunani), Diderot dan Lamartine
(revolusioner Prancis), dimana berpuncak pada Marx dan Engels (ITB, 2012).
Pemisahan di atas membuat pembahasan kita lebih mudah.Dengan
mengambil satu contoh dari barisan para pemikir di kubu tersebut, kita dapat
menggambarkan seluruh ahli filsafat di kubu tersebut. Wajar, karena semua
pemikir kontemporer kubu tersebut membangun filsafatnya di atas pemikir
sebelumnya. Untuk kaum idealis, kita ambil contohnya David Hume. Untuk
mendeskripsikan seluruh karya dia dalam satu kalimat, mari kita kutip
perkataannya yang satu ini” If I go into myself, I shall find bundles of
conceptions.” Illustrasinya, kalau Hume hendak mengetahui apakah benda yang
bernama buah jeruk itu apa, maka yang di ketahui hanya sifat dari jeruk, yaitu
rasanya manis, warnanya kuning, teksturnya, bentuknya dan seterusnya. Otak
mencatat rupa dan rasa tadi menjadi pengertian, konsepsi, seperti pengertian berat,
lezat, dan tesktur. Tapi permasalahannya adalah David Hume membuat
konsekuensi menarik: dari ilustrasi tadi, karena saya yang merasakan dan melihat,
maka saya sah membuat konsepsi tentang si jeruk, dan karenanya jeruk menjadi
sebuah konsep di kepala saya, bukan sebuah benda. Saya hanya melihat konsep
jeruk di kepala saya, bukan melihat suatu benda bernama jeruk. Dengan begitu
Hume membuat konsekuensi yang lebih menarik: Hume menyangkal dirinya
sendiri (yang kenyataanya secara sains terdiri dari materi) dan hanya mengakui
adanya ide, konsep saja. Ergo, dia mengakui bahwa sebetulnya dia sendiri tak ada,
dia cuma konsep semata. Itulah konsekuensi mutlak dari Idealisme, dengan
menyangkal adanya benda, ia menyangkal dirinya sendiri. Demikianlah David
Hume dengan memisahkan ide dari materi, dan menganggap bahwa ada ide dulu,
baru ada materi (ingat pertanyaan di atas), menyangkal dirinya (yang dimana dia
duluan lahir, baru muncul Empirismenya), membatalkan Filsafat Idealisme,
karena bagaimana mungkin idealisme ada, jika tidak ada orang yang beridealis?
Praktis, bisa kita simpulkan sesudah Hume, filsafat idealisme sudah mati.Tapi
seperti pocong, dia datang lagi memakai hantu bernama Logika Mistik, logika
yang dibangun di atas angan-angan, konsepsi di kepala.
Datanglah si Emmanuel Kant, kembali membangkitkan lagi dari kubur
Idealisme Hume, tapi mencoba kabur dari konsekuensi tadi. Menggunakan
Kritisisme Murni, ia mengemukakan bahwa benda itu bisa kita ketahui dengan
panca indera kita, tapi benda itu sendiri tidak bisa kita ketahui. “Kalau sudah kita
ketahui sesuatu benda dengan pancaindera, apa lagi yang mesti kita ketahui
tentang benda itu?” tanya kaum materialis. Kaum Materialis, selalu berpegang
pada kenyataan, mengungkapkan itu sudah cukup. Tapi buat Kant, sang kritikus,
tidak cukup. Ia tidak sepenuhnya memihak pada Hume dan jujur, bahwa benda itu
tidak ada, yang ada hanya konsepsi, suatu pemikiran yang menghayal atau intuisi
dan imajinasi di otaknya. Jawab Engels, pasangan Karl Marx dalam Dialektika
Materialis, menjawab dengan jitu. Benda yang sendirinya tidak diketahui, dengan
panca indera, pengalaman, dan kerja kita menjadi benda yang kita ketahui.
Illustrasi: Air yang dulu tidak kita ketahui, dan karenanya kita pandang sebagai
konsep ajaib, sekarang sudah kita ketahui dengan perkakas di atas memiliki rumus
kimia H2O, memiliki rapat massa, memiliki sifat-sifat likuid tertentu, dst.
Kemajuan teknologi, menumpuknya pengalaman manusia, berkembangnya sains,
membuat konsepsi ajaib yang hanya dirasakan tadi, menjadi kenyataan yang
sudah diketahui dan terkontrol.
Hegel, bapak dari Dialektika, mencoba membereskan paradox Hume
dengan dialektikanya, tapi dengan mengikuti para Rohaniawan, terbang jauh
dunia ini, menempatkan Ide menjadi sebuah Tuhan yang tak boleh dipertanyakan,
sebuah Logika Mistik, yang bernama Ide Mutlak. Hegel mengungkapkan bahwa
Ide Mutlak lah yang membuat Sejarah, sebuah Realita, “Die absolute Idee mach
die Gesichte”. Bukan Filsafat yang membikin sejarah, katanya, melainkan
Absolute Idee yang tergambar pada filsafat.“deren nachdrucklichen Ausdruck, die
Philosophie ist”. Jadi menurut Hegel, sejarah dunia, negara, dan masyarakatnya
dibuat oleh Absolute Idee, yang tergambar pada filsafat. Pemaparan Hegel ini
tidak ubahnya membalikkan sejarah filsafat Eropa ke abad pertengahan, dimana
negara, masyarakat, semua ini ada karena izin dari sesuatu yang Rohaniah
bernama Tuhan. Cuman kali ini nama Tuhan diganti dengan Absolutee Ide.
Rohani Hegel yang bernama Absolutee Ide tidak berbeda dengan agama, dimana
semuanya berdasarkan Logika Mistik yang dasarnya dari kepercayaan, konsep di
kepala, bukan sebuah kenyataan.Tidak jauh dengan berdoa atau bertapa siang dan
malam, berharap dengan Rohani, Kepercayaan, Konsep di kepalanya menjadi
kenyataan.Alhasil, sebuah metafisika, yang jelas-jelas sudah terbantai dan
tergantikan sejak Rennaisance oleh Fisika. Konsekuensi dari Rohani Hegel adalah
ketika Kenyataan dan Konsepsi bertemu, Dialektika Hegel tidak dapat
menyelesaikannya. Ambil contoh, kenaikan BBM. Pemerintah ingin menaikkan
BBM karena takut gagal bayar APBN (dimana ini adalah satu konsep dari sekian
banyak konsep alternative dalam menyelesaikan gagal bayar APBN). Di sisi lain
Rakyat tidak ingin BBM naik karena efek naik BBM membuat mereka tidak
sanggup lagi hidup layak (dimana ini adalah kenyataan yang siapapun bisa lihat).
Pemerintah jelas ngotot, karena mereka mengikuti Idealisme, dimana mereka
hanya melihat angan-angan mereka sendiri saja. Rakyat jelas ngotot, karena
mereka mengikuti Materialisme, dimana mereka merasakan dan melihat, dan
karena itu menyatakan:” Tapi inilah kenyataan nya, kami melarat!”. Ketika
dihadapkan dengan permodelan demikian, jelas Dialektika Hegel gagal disini, dan
inilah yang membuat Marx hanya mengambil teknik Dialektika Hegel yang jitu,
tapi menyingkirkan Absolute Idee dari Dialektika Hegel.
Feurbach, seorang Materialis besar, juga memakai Dialektika Hegel. Buah
pikirannya juga banyak memberi pengaruh kepadak Marx dan Engels. Tapi
setelah dia melemparkan Dialektika dan hidup terpencil di dalam alam konsep,
atau otaknya saja, maka hasil pemikiran nya cenderung semakin lama semakin
sama sepert Hegel dan Kaum Rohaniawan, terbang jauh dari dunia ini.
Maka dari situlah Karl Marx, seorang filsuf yang pada zamannya
diramaikan di universitasnya oleh filsafat Idealis, memilih materialisme sebagai
dasar berangkatnya dia punya filsafat. Karena Materialisme adalah paham yang
menarik konsepsi dari materi, menarik pemikiran dari sekitar, mengumpulkan
pemahaman dari kenyataan yang ada, bukan sebaliknya.
Dari memegang Materialisme inilah, Marx akhirnya mengkoreksi
Dialektika Hegel, yang tadinya kaki di kepala, kepala di kaki, dengan
membalikkannya
kembali
sebagaimana
mestinya.
Bukan
pikiran
yang
menentukan kenyataan, melainkan kenyataan yang menentukan pikiran. Engels
memberi pernyataan yang menandaskan Idealisme dengan ini: ”Orang mesti
makan dahulu sebelum berpikir.” Jelas, bagaimana orang bisa berpikir kalau dia
mati?
Dari situlah ia membuat salah satu postulatnya, yaitu “Negara adalah satu
kenyataan dan hasil dari pertentangan (Dialektika) antar kelas manusia.”
Perjuangan antar kelas inilah yang menjadi energi yang membentuk sejarah
masyarakat, energi yang membentuk Negara, bukan Absolute Ide nya Hegel.
Zamanlah yang menjadi panggung dialektika dalam menentukan arah perubahan.
Kalau pada Zaman Perbudakan, pertentangan antara kaum budak dan tuan
menghasilkan perubahan yang menghancurkan konsep perbudakan. Pada Revolusi
Prancis, pertentangan antara kaum ningrat dan jelata menghasilkan perubahan
yang menghancurkan konsep ningrat, menghasilkan konsep kesetaraan. Pada
Zaman kapitalisme sekarang pertentangan antara kaum buruh dan pemodal,
dimana Marx memprediksi buruh yang menang, meruntuhkan Kapitalisme, dan
melahirkan Sosialisme. Pertentangan, Zaman, Aksi, Perjuangan lah yang
mengubah konsep yang telah mapan, dan bukan sebaliknya.
Dari sinilah lahirnya Historisch-Materialisme (Sejarah Materialisme) nya
Marx, dimana ia menandaskan bahwa sejarah adalah sebuah perjuangan,
pertentangan, dan aksi antar kelas manusia, untuk mencapai transendensi,
perubahan menuju zaman baru. Karena Sejarah adalah suatu proses Dialektika
yang nyata dan lurus, maka Sejarah Materialisme berganti nama menjadi
Dialektika Materialisme. Dengan lahirnya Dialektika Materialisme ini, yang
selanjutnya disebut Marxisme ini, Dialektika Hegel mutlak terbagi dua: Dialektika
Idealisme, yang masih diikuti oleh kaum penindas dan berkuasa serta reaksioner,
dan Marxisme, yang menjadi senjata mutakhir kaum buruh dan petani, atau sering
disebut proletar, berjuang melawan kelas penindas dan berkuasa.
Idealisme,
tambah Marx, tidak akan mati selama masih ada perjuangan antar kelas ini,
selama ada kaum yang menindas dan terindas. Kaum hartawan dan akademisi
yang berkuasa pada satu pihak, menunjukkan kekuasaan, mengemukakan ide,
mengumbar kemampuan intelektual, menerbitkan pemikiran terhadap kaum
terhisap dan tertindas, dan di sisi lain memakai kemegahan, majiat rohani buat
meninabobokan kaum pekerja, dengan memberi ilusi, “tidak apa-apa di dunia ini
menderita, entar di akhirat bakal nikmat, dapat bidadari dst.” Dengan senjata
bernama Angan-angan dan Konsepsi, dan teknologi dan sains di tangan mereka,
tutur Marx, kaum bermodal, bekerja sama dengan akademisi, rohaniawan,
reaksioner, dan penguasa menindas kaum buruh dan petani, lewat sistem Nilai
Tambah, atau sering terlalu disederhanakan menjadi Kapitalisme.
Nilai tambah dihasilkan oleh pekerja ketika dia merubah suatu barang
mentah menjadi barang siap pakai. Nilai tambah ini seharusnya adalah
bertambahnya kegunaan barang tersebut, namun diterjemahkan oleh para pemodal
sebagai untung dalam bentuk uang, yang nantinya bertumpuk di kaum pemodal,
bukan di kaum pekerja yang menghasilkan nya. Permasalahannya, uang
merepresentasikan nilai barang dan jasa yang ada. Terus, uang untung tersebut
merepresentasikan apa? Merepresentasikan angan-angan! Akibatnya, hasil
produksi terus menerus memusat di para pemodal, membuat pemodal yang tidak
memberi kerja nyata semakin tinggi nilainya, dan membiarkan pekerja semakin
lama semakin hilang nilai kerjanya akibat inflasi. Alhasil?Yang kaya yang makin
kaya, yang miskin makin miskin, namun tidak mati, supaya mereka tetap kerja
terus. Hal inilah yang membuat Marx melihat kaum pekerja harus berjuang
menumbangkan kaum penindas lagi, agar mereka bisa hidup layak, dengan cara:
1. Seluruh Kaum Proletar harus terdidik dalam Dialektika Materialisme,
filsafatnya kaum proletar, agar tidak bisa dibodoh-bodohi oleh Dialektika
Idealismenya kaum Penindas.
2. Seluruh Kaum Proletar harus bersatu, terlepas latar belakang negara, budaya,
ras, dst, agar tidak dipecah belah oleh kaum Penindas dengan Idealisme.
3. Seluruh Kaum Proletar harus menumbangkan secara tuntas dan tanpa ampun
kaum Penindas, dalam segala sektor, melalui aksi dan perjuangan bersenjata
atau damai.
Marx menandaskan hasil akhir dari Dialektika Materialisme adalah masyarakat
dunia (internasional) tanpa kelas dan tanpa sekat nasional, dimana nilai
masyarakat tersebut adalah kerja, sosial, kesetaraan, pencerahan, yang bukan
berdasarkan takhayul atau mistik, namun berdasarkan kenyataan dan dialektika,
yang bukan dicapai secara individu, tapi secara komunal dan universal. Dari kata
komunal ini hasil akhir ini dinamai Komunisme, yang manifestonya berisi outline
dari tujuan dan sasaran dan pernyataan Komunis, yang dideskripsikan oleh
kalimat penutupnya“Waktunya telah tiba untuk para buruh dan pekerja
melepaskan diri dari rantai yang mengikatnya.Tidak ada lagi yang mereka harus
takutkan untuk hilang dari diri mereka.
2.5 Implementasi Dialektika Hegel dalam Penelitian
2.5.1 Pertentangan pendapat tentang keragaman jenis
Pada mulanya dialektika Hegel lahir dari penalaran di ilmu-ilmu social.
Tapi semangat yang terkandung dari dialektika hegel tentang sintesis (pengiyaan),
antithesis (pertentangan) dan sintesis sekarang bisa diimplementasikan tidak saja
di ilmu-ilmu social juga di ilmu alam. Hal ini sudah dimulai dari sejak jaman
dahulu.
Sebelum ditemukannya teori Darwin tentang seleksi alam yang diilhami
oleh ahli yang mendahuluinya yaitu Sir Thomas Robert Malthus yang menyatakan
bahwa: tetua akan menurunkan zuriat (anakan) yang jumlahnya jauh lebih banyak
dari tetuanya (Nasoetion,1992). Darwin menyatakan : memang benar anakan
akan dihasilkan jauh lebih banyak dari tetuanya tapi anakan yang hidup ini akan
bersaing dengan sesamanya baik terhadap makanan, ruang, udara dan sebagainya
sehingga yang mampu beradaptasi terhadap kompetisi ini yang akan hidup
persaingan inilah yang oleh Darwin disebut seleksi alam atau teori evolusi. Juga
dicontohkan oleh Darwin persaingan dalam mendapatkan pasangan pada hewanhewan. Hewan-hewan (pejantan) yang kuatlah yang akan mendapatkan pasangan
sehingga sifat nya akan diturunkan melalui anaknya. Artinya yang mampu
beradaptasi akan terus hidup. Darwin mengamati adanya kelainan-kelainan kecil
pada mahluk hidup yang sejenis. Mahluk hidup yang berkelainan-kelainan kecil
ini berbeda dalam penyesuain diri terhadap lingkungan. Hanya mahluk hidup yang
mampu menyesuaikan diri terhadap lingkunganlah yang mempunyai peluang
lebih besar atau bertahan hidup. Teori ini menjadi suatu revolusi besar di bidang
biologi.
Kelemahan teori Darwin bahwa Darwin tidak bisa menjelaskan kenapa
adanya keragaman dalam jenis. Dia juga tidak dapat menerangkan kenapa sifat
keragaman itu bisa diturunkan dari tetua kepada keturunannya. Pada ahli botani
belanda Hugo de Vries menemukan pada bunga primrose (Oenethera
lamarckiana) bahwa adanya perubahan yang tiba-tiba dari tetua yang diwariskan
pada zuriatnya yang disebut teori mutasi.
Ahli botani Denmark yaitu Johannsen meragukan teori Darwin karena apa
yang didapat Darwin melalui seleksi sama sekali tidak dapat diwariskan. Para ahli
ilmu hayat ketika itu belum dapat membedakan mana suatu jenis yang terdiri atas
genotip yang sama dan mana yang terdiri atas berbagai genotip.
Inilah jasa para ahli genetika populasi Fisher, Dobznsky, Wright dan
Haldane terhadap teori evolusi Darwin. Mereka bukan menggunakan kenyataan
tentang mutasi untuk menyanggah teori Darwin, melainkan menggunakan
kenyataan itu untuk menunjukkan bahwa seleksi alami memang bekerja di dalam
populasi besar mengubah bentuk suatu jenis menjadi jenis yang lain sesuai dengan
tekanan seleksi yang dikenakan oleh alam ataupun secara buatan yang dilakukan
oleh manusia pada pemuliabikan dan ternak.
Dari contoh diatas seperti teori Thomas Robert Malthus, teori Darwin,
teori Hugo de Vries, Johannsen, dan Fisher dkk dapat disimpulkan bahwa
dialektik
atau dialektika adalah
penalaran dgn dialog sebagai cara untuk
menyelidiki suatu masalah ( seni berpikir secara teratur, logis dan teliti yang
diawali dengan tesis, antitesis, dan sintesis bahwa didalam suatu penelitian,
membuat karangan ilmiah, atau suatu tulisan publikasi kita diharapkan untuk
berpikir teratur atau sistematis sehingga apa yang kita ungkapkan pada isi tulisan,
atau penelitian mudah dimengerti oleh pembaca. Pada teori Darwin ini Darwin
mempertentangkan teori sebelumnya yang sudah mapan, bahwa mahluk hidup
tetap tidak berubah. Tetapi oleh Darwin bahwa mahluk hidup di alam mengalami
perubahan atau berevolusi sesuai dengan tekanan lingkungan me
Logis atau masuk akal : tulisan yang kita buat masuk akal, merupakan
suatu temuan baru atau novelty meskipun ide temuan baru ini dari teori
sebelumnya seperti teori Darwin tentang seleksi alam yang diilhami oleh
pernyatan dalam suatu makalah yang dibuat oleh Sir Thomas Robert Malthus.
Demikian juga teori mutasi oleh Hugo de Vries, teori Fisher dkk dilhami oleh
teori seleksi alam Darwin.
Di dalam mambuat suatu penelitian yang menghasilkan suatu temuan baru
biasanya dibarengi adanya suatu proses tesis, yang merupakan pernyatan atau
teori yang didukung oleh argument atau alasan kenapa
kita mengemukakan
adanya temuan baru. Dengan demikian pembaca akan paham dengan teori baru
kita.
Dalam mengungkapkan temuan baru, tidak jarang adanya pertentangan
(antithesis) dengan teori sebelumnya, atau diilhami oleh teori sebelumnya tetapi
adanya temuan baru yang berbeda dengan teori sebelumnya.
Akhirnya dalam suatu pengungkapan suatu temuan baru kita akan
mengungkapkan berdasarkan campuran (perpaduan) berbagai pengertian atau hal
sehingga merupakan kesatuan yang selaras, atau penentuan hukum yang umum
berdasarkan hukum-hukum yang khusus (sintesis), yaitu alasan mengapa itu kita
katakan suatu temuan baru dengan keselarasan dalam penyampain baik secara
sistematika, logika, metodologi, diskusi atau pembahasan dan penentuan hukum
yang umum berdasarkan hukum-hukum yang khusus. Sehingga pembaca paham
apa yang kita kemukakan memng benar suatu temuan baru.
2.5.2 Dialektika pelestarian taman hutan raya (tahura) Sulawesi Tengah
Perbedaan
cara
pandang
antara
konservasionis
dengan
ekonom
(developmentalis) tentang perlunya perlindungan dan konservasi sumberdaya
alam selalu mewarnai perdebatan dalam kontek sumberdaya alam. Tidak jarang
perdebatan tersebut juga terjadi antara konservasionis dengan mereka yang pro
rakyat (sosialis). Pada tataran implementasi, kerap kali perbedaan-perbedaan ini
melahirkan masalah yang tidak mudah untuk penyelesaiannya.
Tambang Emas Poboya merupakan salah satu contoh masalah yang serius di
Sulawesi Tengah. Suatu lokasi penambangan yang berada di dalam kawasan
Taman Hutan Raya (Tahura), yang dibuka oleh sekelompok masyarakat. Tahura
merupakan salah satu kawasan lindung yang terletak di antara Kota Palu dan
Kabupaten Sigi. Hutan ini merupakan satu-satunya kawasan konservasi yang
pengelolaannya berada di bawah kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi
Sulawesi Tengah. Penetapan kawasan ini dilakukan melalui Keputusan Menteri
Kehutanan No. 24/Kpts-II/1999 tanggal 29 Januari 1999, dengan luas 7.128,00 Ha
(Noer, 2011).
Kurang lebih dalam tiga tahun terakhir ini, telah terjadi penambangan di
dalam kawasan yang seharusnya diperuntukan hanya untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, yang dimanfaatkan bagi
kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
budaya, pariwisata dan rekreasi.
Pada lokasi penambangan, banyak terdapat lubang-lubang menganga hasil
galian para penambang. Pemukiman penambang yang ramai oleh warung dan toko
bahkan bengkel kendaraan pun ada di sana, layaknya Pasar Masomba atau Pasar
Manonda, dua pasar tradisional terbesar di Kota Palu. Dampak kerusakan
lingkungan dari kegiatan ini diantaranya udara, air dan tanah di sekitar kawasan
ini telah tercemar oleh zat-zat kimia berbahaya, seperti mercuri yang digunakan
dalam proses pengolahan tambang. Banyak masyarakat Kota Palu yang
menghawatirkan tercemarnya air ledeng (PDAM), mengingat sumber airnya
berasal dari sekitar kawasan yang memiliki kondisi topografi datar, berbukit dan
bergunung, dengan kemiringan 8 – 60 persen, dan ketinggian 100 - 1.500 dari
permukaan laut ini.
Kegiatan penambangan juga dapat mengancam kelestarian flora dan fauna
yang ada di kawasan Tahura, yang memiliki potensi flora diantaranya cendana
(Santalum album), angsana (Pterocarpus indicus ), nyatoh (Palaquium sp) dan
kayu hitam (Diospyros celebica). Dengan potensi fauna diantaranya burung
tekukur hutan (Geopelia sp., Streptopelis sp), burung kakak tua jambul kuning
(Cacatua sulphurea ) dan biawak (Varanus salvator).
Di Provinsi Sulawesi Tengah, seperti halnya daerah lainnya di Indonesia,
kenyataan ekonomi dan sosial ini adalah kondisi penduduk yang umumnya miskin
dan berada di sekitar kawasan hutan. Kurang lebih 51,61 % wilayah Sulawesi
Tengah ada di sekitar kawasan hutan, dan ada 724 desa dari 1.686 desa terletak di
dalam dan di sekitar kawasan hutan. Kenyataan ekonomi dan sosial ini juga
mencakup kegiatan yang didominasi dan bertumpu pada hasil-hasil sumberdaya
alam, seperti perkebunan, pertambangan dan kegiatan ekonomi lainnya yang dekat
atau bahkan berada di dalam kawasan lindung.
Poboya merupakan salah satu kelurahan yang terletak di pinggir Kota
Palu, dimana wilayahnya berbatasan langsung dengan kawasan Tahura. Sebagian
besar penduduknya menggantungkan kehidupannya pada sumberdaya di daerah
itu, dengan pekerjaan sebagai petani atau berkebun.
Bagi sebagian masyarakat Poboya, keberadaan tambang emas merupakan
berkah. Logam berwarna kuning mengkilap yang biasa dibuat perhiasan seperti
cincin atau kalung dan mahal harganya ini, menjadi mata pencaharian baru.
Dalam beberapa tahun saja, hasil penambangan telah mampu merubah gaya hidup
sebagian warga. Beberapa orang penambang bercerita, bahwa semenjak ada
kegiatan penambangan, kepemilikan kendaraan pada masyarakat lokal meningkat,
dalam satu rumah tangga terkadang memiliki lebih dari satu kendaraan. Perubahan
lain terjadi pada lalu lintas kendaraan di wilayah mereka menjadi ramai.
Keberadaan tambang emas Poboya ini tidak hanya dinikmati oleh
masyarakat lokal semata, tetapi juga oleh masyarakat urban yang telah terbiasa
bekerja di pertambangan. Para pengusaha yang memiliki tromol, mesin yang
menggiling dan menghaluskan tanah bebatuan yg mengandung emas, juga
termasuk pihak yang diuntungkan dari keberadaan tambang ini.
Kini, tambang emas Poboya seakan telah menjadi sumber mata
pencaharian yang menjanjikan. Ribuan orang bergantung langsung pada
sumberdaya yang ada di dalam kawasan Tahura ini. Karena itu, seperti diceritakan
oleh beberapa orang penambang, bahwa masyarakat lokal Poboya akan selalu
mempertahankan kegiatan penambangan agar tidak dilakukan penutupan. Kepada
anak-anaknya, mereka mengatakan “biarlah kita mati (untuk mempertahankan
kegiatan penambangan emas), yang penting kehidupan anak-anaku tidak sengsara
seperti saya”. Sebuah interaksionisme simbolik dari rakyat, untuk menjadi
perenungan dan tindakan yang bijaksana para pengambil keputusan di daerah ini.
Seorang teman dari Komunitas Konservasi Indonesia mengatakan bahwa
sejarah pembangunan hutan di dunia selalu diawali dari peristiwa kerusakan
hutan. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pertentangan antara konservasionis
dengan ekonom atau antara konservasionis dengan sosialis dalam kontek
sumberdaya alam akan selalu ada.
Proses di atas, seperti digambarkan oleh Teori Dialektika Hegel, bahwa
segala sesuatu yang terdapat di alam semesta itu terjadi dari hasil pertentangan
dua hal dan yang kemudian bertentangan dengan yang lain sehingga menimbulkan
hal lain lagi (Depdikbud, 1990).
Hegel menyatakan bahwa proses perubahan yang pasti melibatkan tiga elemen
yang terdiri dari: (1) thesis, sebuah hal atau pemikiran yang eksis; (2) antithesis,
lawan atau kebalikannya; dan (3) synthesis, kesatuan yang dihasilkan dari
interaksinya dan yang kemudian menjadi thesis dari gerak dialektik lainnya.
Dialektik Hegel memiliki karakter membangun dan evolusioner, dan tujuan
akhirnya adalah penyempurnaan seutuhnya.
Bagi sebagian besar orang yang terlibat dalam upaya konservasi
kenekaragaman hayati, keberadaan kawasan lindung, seperti Tahura, yang
dipelihara dan dikelola secara efektif diyakini sebagai sendi utama seluruh upaya
pelestarian keanekaragaman hayati. Namun, mereka juga sependapat bahwa masa
depan kawasan lindung akan suram, kecuali jika pengelolaan kawasan lindung,
terutama di daerah yang sedang berkembang, memperhitungkan kenyataan
ekonomi dan sosial di kawasan sekitarnya (lihat, Carles Victor Barber, dkk., 1997
dalam Noer, 2011).
Karena itu, keutuhan kawasan Tahura Sulawesi Tengah tidak dapat
dipertahankan tanpa menyediakan bagi penduduk lokal yang hidup bergantung
langsung pada sumberdaya di daerah itu, sumberdaya pengganti dan peluang
untuk mendapat penghasilan.
Dengan kenyataan di atas, maka upaya pelestarian kawasan Tahura di
Sulawesi Tengah perlu dilakukan dengan memadukan antara pelestarian dengan
kepentingan masyarakat lokal dan mendorong pembangunan ekonomi dan sosial
berbagai masyarakat yang hidup dekat perbatasan kawasan Tahura. Upaya ini
meninggalkan kebijakan pelestarian hutan gaya lama, yang berakar pada masa
pemerintahan Belanda, dengan menutup semua jalan masuk ke kawasan lindung,
menghukum orang yang memasukinya, dan umumnya tidak mempedulikan
kegiatan atau tuntutan sosial dan ekonomi kawasan sekitar.
Model yang dapat diterapkan dalam pengelolaan kawasan Tahura adalah
Integrated Conservation and Development Projects (Proyek Pelestarian dan
Pembangunan Terpadu), atau seperti model pengelolaan Cagar Biosfer (Biosphere
Reserves). Beberapa asumsi dan ciri-ciri dari pendekatan ini adalah :
1. Pelestarian tidak akan berhasil bila tidak dikaitkan dengan peluang
ekonomi dan peluang menanam modal untuk orang-orang yang mata
pencahariannya mengancam keutuhan suatu kawasan lindung.
2. Pendekatan harus meluruskan kebijakan tata guna tanah dan prakteknya.
Dalam arti, batas kawasan harus diberi tanda yang jelas, dibentuk daerah
penyangga, dan hak milik yang jelas dan tegas harus dijamin.
3. Agar efektif, harus mengajak masyarakat setempat untuk bekerjasama.
Setidak-tidaknya
masyarakat
memahami
dan
mendukung
tujuan
pelestarian keanekaragaman hayati dan menyetujui peluang-peluang
ekonomi yang ditawarkan kepada mereka.
4. Menuntut keahlian di atas keahlian yang perlu dimiliki seorang pengelola
tradisional kawasan lindung. Ilmu pertanian, ekonomi, sosiologi,
antropologi, hukum.
5. Pengelolaan kawasan lindung tidak boleh berakhir di garis batas kawasan
cadangan atau semata-mata terfokus pada pencegahan orang masuk. Lintas
sektor dan lintas ilmu, menuntut mekanisme baru hubungan antar berbagai
SKPD di berbagai sektor dapat lebih bekerja sama dan lalu-lintas bahanbahan masukan dari perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan
lainnya dapat berjalan lebih lancar.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
a. Dialektika hegel merupakan suatu penalaran di bidang sosial pada awalnya
yang terdiri atas tesis (pengiyaan), antithesis (pertentangan), sintesis
(penyusunan) atau pergerakan dinamis menuju perubahan.
b. Dialektika Hegel dapat diimplementasikan pada penelitian, hal ini sudah
dilakukan dari dulu dari jaman Thomas Robert Malthus, teori Darwin,
teori Hugo de Vries, Johannsen, Fisher dkk yaitu suatu penalaran dari
suatu argument (tesis atau pengiyaan), kemudian adanya pertentangan dari
teori yang akhirnya menjadi suatu temuan baru. Teori Darwin atau teori
seleksi alam atau teori evolusi merupakan salah satu contoh dialektika
Hegel. Sedangkan contoh yang lain yaitu adanya solusi dari pertentangan
antara pelestarian taman hutan raya (tahura) Sulawesi Tengah dengan
penambangan di kawasan tersebut.
3.2 Saran
Dari kesimpulan dapat disarankan, bahwa mengingat pentingnya makna –
makna kata atau istilah dalam metode penelitian yang harus dimengerti maka
dapat disarankan untuk membahasnya lebih lanjut baik dalam kuliah atau
dalam diskusi.
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia. 2012. Georg Wilhelm Friedrich Hegel. Filsafat Barat. Filsafat abad ke19. [Dikutip 3-10-2012] Available from: http://id.wikipedia.org/wiki
/Georg_Wilhelm_Friedrich_Hegel
Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka
Hendrajaya L, dan Peserta Kuliah Filsafat sains 2010 . 2011. Filsafat Sains. Geliat
Sains Dasar Membangun Bangsa. FMIPA-ITB Bandung. (on line) April.
[dikutip 3 Oktober 2012] . Avalaible from: http://www.fi.itb.ac.id
/~lhendrajaya
Filsafat%20Sains%202011/BUKU%20FILSAFAT%20
SAINS%20DASAR%202011.pdf
ITB. 2012. ISH (Institut Sosial Humaniora) Tiang Bendera ITB .on line
.April.[dikutip:3-10-2012]. Available from:http://tiangbendera-itb.blogs
pot.com /2012/04/dialektika-materialisme-sebuah.html
Nasoetion,AH.1992. Pengantar ke Filsafat Sains. Litera Antar Nusa.
Noer. 2011. Noer Dblog. Secangkir narasi alam dan gagasan. Dialektika
Pelestarian Taman Hutan Raya (Tahura) Sulawesi Tengah, November.
[dikutip 3-10-2012]. Available from:http://noerdblog.wordpress.com
/2011/11/08/dialektika-pelestarian-sulteng
Semiawan CR, Th.I Setiawan, Yufiarti. 2010. Spirit Inovasi dalam Filsafat Ilmu.
Pengantar: Fuad Hasan (alm.). Editor Cony R Semiawan dan Winda
Dewi Listyasari. Penerbit PT. Indeks Jakarta.
Download