DIALEKTIKA HEGEL (TESIS, ANTITESIS, SINTESIS) DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENELITIAN ANAK AGUNG KETUT DARMADI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGTAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa atas rahmatnya maka makalah berjudul “Dialektika Hegel (tesis, antithesis, dan sintesis) dan implementasinya dalam penelitian” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Saya menyadari bahwa paper ini jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran dari teman-teman dan pembaca tetap kami harapkan. Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..……………………………………………………. i DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ii BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1 1.1 Latar Belakang ....…………………………………………………. 1 1.2 Permasalahan ……………………...…………………………….... 2 1.3 Tujuan,,,,…………………………………………………………... 2 BAB II ISI DAN PEMBAHASAN .………………………………………. 3 2.1 Ilmu, Filsafat dan Filsafat Ilmu……………………………………. 3 2.2 Sejarah Hidup Georg Wilhelm Friederich Hegel.………………,,,,, 4 2.3 Metode Dialektika Hegel .……………………………………….. 5 2.4 Perkembangan Dialektika Hegel : Dialektika Idealis (Hegel) dan Dilektika Materialisme (Marx)………………………………….. 6 2.5 Implementasi Dialektika Hegel dalam Penelitian……………….. 13 2.5.1 Pertentangan pendapat tentang keragaman jenis ……………… 13 2.5.2 Dialektika pelestarian taman hutan raya (tahura) 17 Sulawesi Tengah BAB III PENUTUP …..…………………………………………………… 23 3.1 Kesimpulan ..…………………………………………...………... 23 3.2 Saran ..……………………………………………………………. 23 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. ii 24 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berkembangnya metode ilmiah, penalaran, metode impirik, makin meluasnya penggunaan instrument penelitian maka mulai satu-persatu cabang ilmu melepaskan diri dari filsafat. Definisi ilmu umumnya didasarkan pada apa yang dikerjakan oleh ilmu itu dengan melihat metode yang dikembangkan. Maka berkembanglah ilmu-ilmu alamiah (natural science) dan ilmu-ilmu social (social science) (Semiawan dkk., 2010). Ilmu filsafat merupakan salah satu cabang ilmu dari ilmu-ilmu sosial. Diantara banyak tokoh filsafat salah satunya yaitu Georg Wilhelm Freidrich Hegel atau sering disingkat GWF Hegel. Salah satu filsuf terkenal yang berasal dari Jerman dengan konsep dialektika atau sering disebut dengan dialektika Hegel. Menurut Hegel didamaikan. dalam teori ini yaitu ada dua hal yang dipertentangkan lalu Atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan), antithesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Dari konsep ini juga diartikan sebagai penalaran dengan dialog sebagai suatu cara dalam suatu penyelidikan. Sehingga dialektika sering diartikan sebagai suatu pergerakan dinamis menuju perubahan. Konsep ini banyak diimplementasikan di bidang-bidang penelitian baik di bidang sosial maupun ilmu alam. Bahkan dari dulu dialektika sudah digunakan, misalnya seperti Charles Darwin tentang teori seleksi alam atau teori evolusi. Darwin mengamati adanya kelainan-kelainan kecil pada mahluk hidup yang sejenis. Mahluk hidup yang berkelainan-kelainan kecil ini berbeda dalam penyesuain diri terhadap lingkungan. Hanya mahluk hidup yang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkunganlah yang mempunyai peluang lebih besar atau bertahan hidup. Teori ini menjadi suatu revolusi besar di bidang biologi. Jadi dialektika Hegel sangat penting dalam suatu penalaran sehingga tulisan ini dibuat. 1.2 Permasalahan Dari latar belakang dapat dirumuskan suatu masalah: a. Apa pengertian tentang teori dialektika Hegel? b. Bagaimanakah implementasi dialektika teori Hegel dalam penelitian? 1.3 Tujuan Tujuan dari penulisan paper ini adalah: a. Untuk mengetahui pengertian dari teori dialektika Hegel. b. Untuk mengetahui implementasi teori dialektika Hegel dalam penelelitian BAB II ISI DAN PEMBAHASAN 2.1 Ilmu, Filsafat dan Filsafat Ilmu Pada jaman yunani kuno ilmu dan filsafat sangat sukar dibedakan. Dengan berkembangnya metode ilmiah, penalaran, metode impirik, makin meluasnya penggunaan instrument penelitian maka mulai satu-persatu cabang ilmu melepaskan diri dari filsafat. Pada waktu masih bagian dari filsafat, definisi Ilmu tergantung filsafat yang dianut, sedangkan sewaktu posisi ilmu lebih bebas dan mandiri definisi ilmu umumnya didasarkan pada apa yang dikerjakan oleh ilmu itu dengan melihat metode yang dikembangkan. Maka berkembanglah ilmuilmu alamiah (natural science) dan ilmu-ilmu social (social science) (Semiawan dkk., 2010). Filsafat adalah jenis pengetahuan manusia yang mencoba mencari sebab yang sedalam-dalamnya dari segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Dalam mencari sebab yang sedalam-dalamnya itu kita bersifat kritis. Kritis artinya tidak mudah percaya. Dalam mempertanyakan sesuatu secara mendalam, mendasar dan terkadang kritis, maka terkadang kita kembali ke pertanyaan awal, titik awal dimana pertanyaan itu bermula (Hendrajaya, 2010). Filsasat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia yang terdiri dari dua suku kata philos yang berarti cinta dan sophos berarti kebijaksanaan atau filsafat sering diartikan singkan dengan cinta kebijaksanaan. Beberapa pihak menawarkan empat pandangan tentang filsafat ilmu. Pandangan pertama mengemukakan bahwa filsafat ilmu adalah perumusan pandangan dunia yang konsisten dengan, dan pada beberapa pengertian didasarkan atas, teori-teori ilmiah yang penting. Pandangan kedua mengemukakan bahwa pemaparan (exposition), dugaan (presupposition) dan kecendrungan (predisposition) para ilmuan. Pandangan ketiga, filsafat ilmu adalah suatu disiplin, dalam disiplin ini konsep dan teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasikan. Pandangan keempat mengemukaan bahwa filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua (second order criteriology) (Semiawan dkk., 2010). 2.2 Sejarah Hidup Georg Wilhelm Friederich Hegel Hegel dilahirkan di Stuttgart pada 27 Agustus 1770. Di masa kecilnya, ia lahap membaca literatur, surat kabar, esai filsafat, dan tulisan-tulisan tentang berbagai topik lainnya. Masa kanak-kanaknya yang rajin membaca sebagian disebabkan oleh ibunya yang luar biasa progresif yang aktif mengasuh perkembangan intelektual anak-anaknya. Keluarga Hegel adalah sebuah keluarga kelas menengah yang mapan di Stuttgart. Ayahnya seorang pegawai negeri dalam administrasi pemerintahan di Württemberg. Hegel adalah seorang anak yang sakit-sakitan dan hampir meninggal dunia karena cacar sebelum mencapai usia enam tahun. Hubungannya dengan kakak perempuannya, Christiane, sangat erat, dan tetap akrab sepanjang hidupnya (Wikipedia, 2012). 2.3 Metode Dialektika Hegel Hegel dikenal sebagai filsuf yang menggunakan dialektika sebagai metode berfilsafat. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Pengiyaan harus berupa konsep pengertian yang empris indrawi. Pengertian yang terkandung di dalamnya berasal dari katakata sehari-hari, spontan, bukan reflektif, sehingga terkesan abstrak, umum, statis, dan konseptual. Pengertian tersebut diterangkan secara radikal agar dalam proses pemikirannya kehilangan ketegasan dan mencair. Pengingkaran adalah konsep pengertian pertama (pengiyaan) dilawanartikan, sehingga muncul konsep pengertian kedua yang kosong, formal, tak tentu, dan tak terbatas. Menurut Hegel, dalam konsep kedua sesungguhnya tersimpan pengertian dari konsep yang pertama. Konsep pemikiran kedua ini juga diterangkan secara radikal agar kehilangan ketegasan dan mencair. Kontradiksi merupakan motor dialektika (jalan menuju kebenaran) maka kontradiksi harus mampu membuat konsep yang bertahan dan saling mengevaluasi. Kesatuan kontradiksi menjadi alat untuk melengkapi dua konsep pengertian yang saling berlawanan agar tercipta konsep baru yang lebih ideal (Wikipedia, 2012) Sebagai sebuah analogi yang sederhana ada ‘telur’ sebagai thesis, yang kemudian muncul ‘ayam’ sebagai sintesis, yang antitesisnya ‘bukan ayam’. Dalam dialektika ini bukan berarti ‘ayam’ yang menghancurkan ‘telur’ namun dalam hal ini ‘telur’ telah melampaui dirinya sehingga menjadi ‘ayam’ dengan sebuah proses, yang kemudian kembali menjadi telur, dan terus seperti itu.sehingga dialektika merupakan suatu pergerakan dinamis menuju perubahan (Hendrajaya dkk., 2011). 2.4 Perkembangan Dialektika Hegel : Dialektika Idealis (Hegel) dan Dilektika Materialisme (Marx) Semua Filsafat memulai narasinya dari menjawab pertanyaan ini: Mana yang lebih dahulu ada, Ide atau Materi? Pertanyaan sederhana inilah yang dapat membagi seluruh filsafat di bumi ini dengan jitu menjadi dua kubu yang jelas: Idealis dan Materialis. Di satu sisi berdiri Kaum Idealis, kaum yang “umumnya” memihak pada yang berkuasa dan kaya. Di sinilah berdiri filsuf-filsuf terkenal seperti Plato (Etika dan Logika) , Hume (Empirisme), Berkeley, dimana berpuncak pada Hegel (Dialektika). Di sisi lain berdiri Materialis, kaum Materialis yang berpihak pada proletar dan kaum tertindas. Disinilah berdiri Heraclitus (sejarawan Yunani yang jitu), Demokritus (penganjur teori atom yang pertama), Epicurus (salah satu matematikawan Yunani), Diderot dan Lamartine (revolusioner Prancis), dimana berpuncak pada Marx dan Engels (ITB, 2012). Pemisahan di atas membuat pembahasan kita lebih mudah.Dengan mengambil satu contoh dari barisan para pemikir di kubu tersebut, kita dapat menggambarkan seluruh ahli filsafat di kubu tersebut. Wajar, karena semua pemikir kontemporer kubu tersebut membangun filsafatnya di atas pemikir sebelumnya. Untuk kaum idealis, kita ambil contohnya David Hume. Untuk mendeskripsikan seluruh karya dia dalam satu kalimat, mari kita kutip perkataannya yang satu ini” If I go into myself, I shall find bundles of conceptions.” Illustrasinya, kalau Hume hendak mengetahui apakah benda yang bernama buah jeruk itu apa, maka yang di ketahui hanya sifat dari jeruk, yaitu rasanya manis, warnanya kuning, teksturnya, bentuknya dan seterusnya. Otak mencatat rupa dan rasa tadi menjadi pengertian, konsepsi, seperti pengertian berat, lezat, dan tesktur. Tapi permasalahannya adalah David Hume membuat konsekuensi menarik: dari ilustrasi tadi, karena saya yang merasakan dan melihat, maka saya sah membuat konsepsi tentang si jeruk, dan karenanya jeruk menjadi sebuah konsep di kepala saya, bukan sebuah benda. Saya hanya melihat konsep jeruk di kepala saya, bukan melihat suatu benda bernama jeruk. Dengan begitu Hume membuat konsekuensi yang lebih menarik: Hume menyangkal dirinya sendiri (yang kenyataanya secara sains terdiri dari materi) dan hanya mengakui adanya ide, konsep saja. Ergo, dia mengakui bahwa sebetulnya dia sendiri tak ada, dia cuma konsep semata. Itulah konsekuensi mutlak dari Idealisme, dengan menyangkal adanya benda, ia menyangkal dirinya sendiri. Demikianlah David Hume dengan memisahkan ide dari materi, dan menganggap bahwa ada ide dulu, baru ada materi (ingat pertanyaan di atas), menyangkal dirinya (yang dimana dia duluan lahir, baru muncul Empirismenya), membatalkan Filsafat Idealisme, karena bagaimana mungkin idealisme ada, jika tidak ada orang yang beridealis? Praktis, bisa kita simpulkan sesudah Hume, filsafat idealisme sudah mati.Tapi seperti pocong, dia datang lagi memakai hantu bernama Logika Mistik, logika yang dibangun di atas angan-angan, konsepsi di kepala. Datanglah si Emmanuel Kant, kembali membangkitkan lagi dari kubur Idealisme Hume, tapi mencoba kabur dari konsekuensi tadi. Menggunakan Kritisisme Murni, ia mengemukakan bahwa benda itu bisa kita ketahui dengan panca indera kita, tapi benda itu sendiri tidak bisa kita ketahui. “Kalau sudah kita ketahui sesuatu benda dengan pancaindera, apa lagi yang mesti kita ketahui tentang benda itu?” tanya kaum materialis. Kaum Materialis, selalu berpegang pada kenyataan, mengungkapkan itu sudah cukup. Tapi buat Kant, sang kritikus, tidak cukup. Ia tidak sepenuhnya memihak pada Hume dan jujur, bahwa benda itu tidak ada, yang ada hanya konsepsi, suatu pemikiran yang menghayal atau intuisi dan imajinasi di otaknya. Jawab Engels, pasangan Karl Marx dalam Dialektika Materialis, menjawab dengan jitu. Benda yang sendirinya tidak diketahui, dengan panca indera, pengalaman, dan kerja kita menjadi benda yang kita ketahui. Illustrasi: Air yang dulu tidak kita ketahui, dan karenanya kita pandang sebagai konsep ajaib, sekarang sudah kita ketahui dengan perkakas di atas memiliki rumus kimia H2O, memiliki rapat massa, memiliki sifat-sifat likuid tertentu, dst. Kemajuan teknologi, menumpuknya pengalaman manusia, berkembangnya sains, membuat konsepsi ajaib yang hanya dirasakan tadi, menjadi kenyataan yang sudah diketahui dan terkontrol. Hegel, bapak dari Dialektika, mencoba membereskan paradox Hume dengan dialektikanya, tapi dengan mengikuti para Rohaniawan, terbang jauh dunia ini, menempatkan Ide menjadi sebuah Tuhan yang tak boleh dipertanyakan, sebuah Logika Mistik, yang bernama Ide Mutlak. Hegel mengungkapkan bahwa Ide Mutlak lah yang membuat Sejarah, sebuah Realita, “Die absolute Idee mach die Gesichte”. Bukan Filsafat yang membikin sejarah, katanya, melainkan Absolute Idee yang tergambar pada filsafat.“deren nachdrucklichen Ausdruck, die Philosophie ist”. Jadi menurut Hegel, sejarah dunia, negara, dan masyarakatnya dibuat oleh Absolute Idee, yang tergambar pada filsafat. Pemaparan Hegel ini tidak ubahnya membalikkan sejarah filsafat Eropa ke abad pertengahan, dimana negara, masyarakat, semua ini ada karena izin dari sesuatu yang Rohaniah bernama Tuhan. Cuman kali ini nama Tuhan diganti dengan Absolutee Ide. Rohani Hegel yang bernama Absolutee Ide tidak berbeda dengan agama, dimana semuanya berdasarkan Logika Mistik yang dasarnya dari kepercayaan, konsep di kepala, bukan sebuah kenyataan.Tidak jauh dengan berdoa atau bertapa siang dan malam, berharap dengan Rohani, Kepercayaan, Konsep di kepalanya menjadi kenyataan.Alhasil, sebuah metafisika, yang jelas-jelas sudah terbantai dan tergantikan sejak Rennaisance oleh Fisika. Konsekuensi dari Rohani Hegel adalah ketika Kenyataan dan Konsepsi bertemu, Dialektika Hegel tidak dapat menyelesaikannya. Ambil contoh, kenaikan BBM. Pemerintah ingin menaikkan BBM karena takut gagal bayar APBN (dimana ini adalah satu konsep dari sekian banyak konsep alternative dalam menyelesaikan gagal bayar APBN). Di sisi lain Rakyat tidak ingin BBM naik karena efek naik BBM membuat mereka tidak sanggup lagi hidup layak (dimana ini adalah kenyataan yang siapapun bisa lihat). Pemerintah jelas ngotot, karena mereka mengikuti Idealisme, dimana mereka hanya melihat angan-angan mereka sendiri saja. Rakyat jelas ngotot, karena mereka mengikuti Materialisme, dimana mereka merasakan dan melihat, dan karena itu menyatakan:” Tapi inilah kenyataan nya, kami melarat!”. Ketika dihadapkan dengan permodelan demikian, jelas Dialektika Hegel gagal disini, dan inilah yang membuat Marx hanya mengambil teknik Dialektika Hegel yang jitu, tapi menyingkirkan Absolute Idee dari Dialektika Hegel. Feurbach, seorang Materialis besar, juga memakai Dialektika Hegel. Buah pikirannya juga banyak memberi pengaruh kepadak Marx dan Engels. Tapi setelah dia melemparkan Dialektika dan hidup terpencil di dalam alam konsep, atau otaknya saja, maka hasil pemikiran nya cenderung semakin lama semakin sama sepert Hegel dan Kaum Rohaniawan, terbang jauh dari dunia ini. Maka dari situlah Karl Marx, seorang filsuf yang pada zamannya diramaikan di universitasnya oleh filsafat Idealis, memilih materialisme sebagai dasar berangkatnya dia punya filsafat. Karena Materialisme adalah paham yang menarik konsepsi dari materi, menarik pemikiran dari sekitar, mengumpulkan pemahaman dari kenyataan yang ada, bukan sebaliknya. Dari memegang Materialisme inilah, Marx akhirnya mengkoreksi Dialektika Hegel, yang tadinya kaki di kepala, kepala di kaki, dengan membalikkannya kembali sebagaimana mestinya. Bukan pikiran yang menentukan kenyataan, melainkan kenyataan yang menentukan pikiran. Engels memberi pernyataan yang menandaskan Idealisme dengan ini: ”Orang mesti makan dahulu sebelum berpikir.” Jelas, bagaimana orang bisa berpikir kalau dia mati? Dari situlah ia membuat salah satu postulatnya, yaitu “Negara adalah satu kenyataan dan hasil dari pertentangan (Dialektika) antar kelas manusia.” Perjuangan antar kelas inilah yang menjadi energi yang membentuk sejarah masyarakat, energi yang membentuk Negara, bukan Absolute Ide nya Hegel. Zamanlah yang menjadi panggung dialektika dalam menentukan arah perubahan. Kalau pada Zaman Perbudakan, pertentangan antara kaum budak dan tuan menghasilkan perubahan yang menghancurkan konsep perbudakan. Pada Revolusi Prancis, pertentangan antara kaum ningrat dan jelata menghasilkan perubahan yang menghancurkan konsep ningrat, menghasilkan konsep kesetaraan. Pada Zaman kapitalisme sekarang pertentangan antara kaum buruh dan pemodal, dimana Marx memprediksi buruh yang menang, meruntuhkan Kapitalisme, dan melahirkan Sosialisme. Pertentangan, Zaman, Aksi, Perjuangan lah yang mengubah konsep yang telah mapan, dan bukan sebaliknya. Dari sinilah lahirnya Historisch-Materialisme (Sejarah Materialisme) nya Marx, dimana ia menandaskan bahwa sejarah adalah sebuah perjuangan, pertentangan, dan aksi antar kelas manusia, untuk mencapai transendensi, perubahan menuju zaman baru. Karena Sejarah adalah suatu proses Dialektika yang nyata dan lurus, maka Sejarah Materialisme berganti nama menjadi Dialektika Materialisme. Dengan lahirnya Dialektika Materialisme ini, yang selanjutnya disebut Marxisme ini, Dialektika Hegel mutlak terbagi dua: Dialektika Idealisme, yang masih diikuti oleh kaum penindas dan berkuasa serta reaksioner, dan Marxisme, yang menjadi senjata mutakhir kaum buruh dan petani, atau sering disebut proletar, berjuang melawan kelas penindas dan berkuasa. Idealisme, tambah Marx, tidak akan mati selama masih ada perjuangan antar kelas ini, selama ada kaum yang menindas dan terindas. Kaum hartawan dan akademisi yang berkuasa pada satu pihak, menunjukkan kekuasaan, mengemukakan ide, mengumbar kemampuan intelektual, menerbitkan pemikiran terhadap kaum terhisap dan tertindas, dan di sisi lain memakai kemegahan, majiat rohani buat meninabobokan kaum pekerja, dengan memberi ilusi, “tidak apa-apa di dunia ini menderita, entar di akhirat bakal nikmat, dapat bidadari dst.” Dengan senjata bernama Angan-angan dan Konsepsi, dan teknologi dan sains di tangan mereka, tutur Marx, kaum bermodal, bekerja sama dengan akademisi, rohaniawan, reaksioner, dan penguasa menindas kaum buruh dan petani, lewat sistem Nilai Tambah, atau sering terlalu disederhanakan menjadi Kapitalisme. Nilai tambah dihasilkan oleh pekerja ketika dia merubah suatu barang mentah menjadi barang siap pakai. Nilai tambah ini seharusnya adalah bertambahnya kegunaan barang tersebut, namun diterjemahkan oleh para pemodal sebagai untung dalam bentuk uang, yang nantinya bertumpuk di kaum pemodal, bukan di kaum pekerja yang menghasilkan nya. Permasalahannya, uang merepresentasikan nilai barang dan jasa yang ada. Terus, uang untung tersebut merepresentasikan apa? Merepresentasikan angan-angan! Akibatnya, hasil produksi terus menerus memusat di para pemodal, membuat pemodal yang tidak memberi kerja nyata semakin tinggi nilainya, dan membiarkan pekerja semakin lama semakin hilang nilai kerjanya akibat inflasi. Alhasil?Yang kaya yang makin kaya, yang miskin makin miskin, namun tidak mati, supaya mereka tetap kerja terus. Hal inilah yang membuat Marx melihat kaum pekerja harus berjuang menumbangkan kaum penindas lagi, agar mereka bisa hidup layak, dengan cara: 1. Seluruh Kaum Proletar harus terdidik dalam Dialektika Materialisme, filsafatnya kaum proletar, agar tidak bisa dibodoh-bodohi oleh Dialektika Idealismenya kaum Penindas. 2. Seluruh Kaum Proletar harus bersatu, terlepas latar belakang negara, budaya, ras, dst, agar tidak dipecah belah oleh kaum Penindas dengan Idealisme. 3. Seluruh Kaum Proletar harus menumbangkan secara tuntas dan tanpa ampun kaum Penindas, dalam segala sektor, melalui aksi dan perjuangan bersenjata atau damai. Marx menandaskan hasil akhir dari Dialektika Materialisme adalah masyarakat dunia (internasional) tanpa kelas dan tanpa sekat nasional, dimana nilai masyarakat tersebut adalah kerja, sosial, kesetaraan, pencerahan, yang bukan berdasarkan takhayul atau mistik, namun berdasarkan kenyataan dan dialektika, yang bukan dicapai secara individu, tapi secara komunal dan universal. Dari kata komunal ini hasil akhir ini dinamai Komunisme, yang manifestonya berisi outline dari tujuan dan sasaran dan pernyataan Komunis, yang dideskripsikan oleh kalimat penutupnya“Waktunya telah tiba untuk para buruh dan pekerja melepaskan diri dari rantai yang mengikatnya.Tidak ada lagi yang mereka harus takutkan untuk hilang dari diri mereka. 2.5 Implementasi Dialektika Hegel dalam Penelitian 2.5.1 Pertentangan pendapat tentang keragaman jenis Pada mulanya dialektika Hegel lahir dari penalaran di ilmu-ilmu social. Tapi semangat yang terkandung dari dialektika hegel tentang sintesis (pengiyaan), antithesis (pertentangan) dan sintesis sekarang bisa diimplementasikan tidak saja di ilmu-ilmu social juga di ilmu alam. Hal ini sudah dimulai dari sejak jaman dahulu. Sebelum ditemukannya teori Darwin tentang seleksi alam yang diilhami oleh ahli yang mendahuluinya yaitu Sir Thomas Robert Malthus yang menyatakan bahwa: tetua akan menurunkan zuriat (anakan) yang jumlahnya jauh lebih banyak dari tetuanya (Nasoetion,1992). Darwin menyatakan : memang benar anakan akan dihasilkan jauh lebih banyak dari tetuanya tapi anakan yang hidup ini akan bersaing dengan sesamanya baik terhadap makanan, ruang, udara dan sebagainya sehingga yang mampu beradaptasi terhadap kompetisi ini yang akan hidup persaingan inilah yang oleh Darwin disebut seleksi alam atau teori evolusi. Juga dicontohkan oleh Darwin persaingan dalam mendapatkan pasangan pada hewanhewan. Hewan-hewan (pejantan) yang kuatlah yang akan mendapatkan pasangan sehingga sifat nya akan diturunkan melalui anaknya. Artinya yang mampu beradaptasi akan terus hidup. Darwin mengamati adanya kelainan-kelainan kecil pada mahluk hidup yang sejenis. Mahluk hidup yang berkelainan-kelainan kecil ini berbeda dalam penyesuain diri terhadap lingkungan. Hanya mahluk hidup yang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkunganlah yang mempunyai peluang lebih besar atau bertahan hidup. Teori ini menjadi suatu revolusi besar di bidang biologi. Kelemahan teori Darwin bahwa Darwin tidak bisa menjelaskan kenapa adanya keragaman dalam jenis. Dia juga tidak dapat menerangkan kenapa sifat keragaman itu bisa diturunkan dari tetua kepada keturunannya. Pada ahli botani belanda Hugo de Vries menemukan pada bunga primrose (Oenethera lamarckiana) bahwa adanya perubahan yang tiba-tiba dari tetua yang diwariskan pada zuriatnya yang disebut teori mutasi. Ahli botani Denmark yaitu Johannsen meragukan teori Darwin karena apa yang didapat Darwin melalui seleksi sama sekali tidak dapat diwariskan. Para ahli ilmu hayat ketika itu belum dapat membedakan mana suatu jenis yang terdiri atas genotip yang sama dan mana yang terdiri atas berbagai genotip. Inilah jasa para ahli genetika populasi Fisher, Dobznsky, Wright dan Haldane terhadap teori evolusi Darwin. Mereka bukan menggunakan kenyataan tentang mutasi untuk menyanggah teori Darwin, melainkan menggunakan kenyataan itu untuk menunjukkan bahwa seleksi alami memang bekerja di dalam populasi besar mengubah bentuk suatu jenis menjadi jenis yang lain sesuai dengan tekanan seleksi yang dikenakan oleh alam ataupun secara buatan yang dilakukan oleh manusia pada pemuliabikan dan ternak. Dari contoh diatas seperti teori Thomas Robert Malthus, teori Darwin, teori Hugo de Vries, Johannsen, dan Fisher dkk dapat disimpulkan bahwa dialektik atau dialektika adalah penalaran dgn dialog sebagai cara untuk menyelidiki suatu masalah ( seni berpikir secara teratur, logis dan teliti yang diawali dengan tesis, antitesis, dan sintesis bahwa didalam suatu penelitian, membuat karangan ilmiah, atau suatu tulisan publikasi kita diharapkan untuk berpikir teratur atau sistematis sehingga apa yang kita ungkapkan pada isi tulisan, atau penelitian mudah dimengerti oleh pembaca. Pada teori Darwin ini Darwin mempertentangkan teori sebelumnya yang sudah mapan, bahwa mahluk hidup tetap tidak berubah. Tetapi oleh Darwin bahwa mahluk hidup di alam mengalami perubahan atau berevolusi sesuai dengan tekanan lingkungan me Logis atau masuk akal : tulisan yang kita buat masuk akal, merupakan suatu temuan baru atau novelty meskipun ide temuan baru ini dari teori sebelumnya seperti teori Darwin tentang seleksi alam yang diilhami oleh pernyatan dalam suatu makalah yang dibuat oleh Sir Thomas Robert Malthus. Demikian juga teori mutasi oleh Hugo de Vries, teori Fisher dkk dilhami oleh teori seleksi alam Darwin. Di dalam mambuat suatu penelitian yang menghasilkan suatu temuan baru biasanya dibarengi adanya suatu proses tesis, yang merupakan pernyatan atau teori yang didukung oleh argument atau alasan kenapa kita mengemukakan adanya temuan baru. Dengan demikian pembaca akan paham dengan teori baru kita. Dalam mengungkapkan temuan baru, tidak jarang adanya pertentangan (antithesis) dengan teori sebelumnya, atau diilhami oleh teori sebelumnya tetapi adanya temuan baru yang berbeda dengan teori sebelumnya. Akhirnya dalam suatu pengungkapan suatu temuan baru kita akan mengungkapkan berdasarkan campuran (perpaduan) berbagai pengertian atau hal sehingga merupakan kesatuan yang selaras, atau penentuan hukum yang umum berdasarkan hukum-hukum yang khusus (sintesis), yaitu alasan mengapa itu kita katakan suatu temuan baru dengan keselarasan dalam penyampain baik secara sistematika, logika, metodologi, diskusi atau pembahasan dan penentuan hukum yang umum berdasarkan hukum-hukum yang khusus. Sehingga pembaca paham apa yang kita kemukakan memng benar suatu temuan baru. 2.5.2 Dialektika pelestarian taman hutan raya (tahura) Sulawesi Tengah Perbedaan cara pandang antara konservasionis dengan ekonom (developmentalis) tentang perlunya perlindungan dan konservasi sumberdaya alam selalu mewarnai perdebatan dalam kontek sumberdaya alam. Tidak jarang perdebatan tersebut juga terjadi antara konservasionis dengan mereka yang pro rakyat (sosialis). Pada tataran implementasi, kerap kali perbedaan-perbedaan ini melahirkan masalah yang tidak mudah untuk penyelesaiannya. Tambang Emas Poboya merupakan salah satu contoh masalah yang serius di Sulawesi Tengah. Suatu lokasi penambangan yang berada di dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura), yang dibuka oleh sekelompok masyarakat. Tahura merupakan salah satu kawasan lindung yang terletak di antara Kota Palu dan Kabupaten Sigi. Hutan ini merupakan satu-satunya kawasan konservasi yang pengelolaannya berada di bawah kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. Penetapan kawasan ini dilakukan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 24/Kpts-II/1999 tanggal 29 Januari 1999, dengan luas 7.128,00 Ha (Noer, 2011). Kurang lebih dalam tiga tahun terakhir ini, telah terjadi penambangan di dalam kawasan yang seharusnya diperuntukan hanya untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Pada lokasi penambangan, banyak terdapat lubang-lubang menganga hasil galian para penambang. Pemukiman penambang yang ramai oleh warung dan toko bahkan bengkel kendaraan pun ada di sana, layaknya Pasar Masomba atau Pasar Manonda, dua pasar tradisional terbesar di Kota Palu. Dampak kerusakan lingkungan dari kegiatan ini diantaranya udara, air dan tanah di sekitar kawasan ini telah tercemar oleh zat-zat kimia berbahaya, seperti mercuri yang digunakan dalam proses pengolahan tambang. Banyak masyarakat Kota Palu yang menghawatirkan tercemarnya air ledeng (PDAM), mengingat sumber airnya berasal dari sekitar kawasan yang memiliki kondisi topografi datar, berbukit dan bergunung, dengan kemiringan 8 – 60 persen, dan ketinggian 100 - 1.500 dari permukaan laut ini. Kegiatan penambangan juga dapat mengancam kelestarian flora dan fauna yang ada di kawasan Tahura, yang memiliki potensi flora diantaranya cendana (Santalum album), angsana (Pterocarpus indicus ), nyatoh (Palaquium sp) dan kayu hitam (Diospyros celebica). Dengan potensi fauna diantaranya burung tekukur hutan (Geopelia sp., Streptopelis sp), burung kakak tua jambul kuning (Cacatua sulphurea ) dan biawak (Varanus salvator). Di Provinsi Sulawesi Tengah, seperti halnya daerah lainnya di Indonesia, kenyataan ekonomi dan sosial ini adalah kondisi penduduk yang umumnya miskin dan berada di sekitar kawasan hutan. Kurang lebih 51,61 % wilayah Sulawesi Tengah ada di sekitar kawasan hutan, dan ada 724 desa dari 1.686 desa terletak di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Kenyataan ekonomi dan sosial ini juga mencakup kegiatan yang didominasi dan bertumpu pada hasil-hasil sumberdaya alam, seperti perkebunan, pertambangan dan kegiatan ekonomi lainnya yang dekat atau bahkan berada di dalam kawasan lindung. Poboya merupakan salah satu kelurahan yang terletak di pinggir Kota Palu, dimana wilayahnya berbatasan langsung dengan kawasan Tahura. Sebagian besar penduduknya menggantungkan kehidupannya pada sumberdaya di daerah itu, dengan pekerjaan sebagai petani atau berkebun. Bagi sebagian masyarakat Poboya, keberadaan tambang emas merupakan berkah. Logam berwarna kuning mengkilap yang biasa dibuat perhiasan seperti cincin atau kalung dan mahal harganya ini, menjadi mata pencaharian baru. Dalam beberapa tahun saja, hasil penambangan telah mampu merubah gaya hidup sebagian warga. Beberapa orang penambang bercerita, bahwa semenjak ada kegiatan penambangan, kepemilikan kendaraan pada masyarakat lokal meningkat, dalam satu rumah tangga terkadang memiliki lebih dari satu kendaraan. Perubahan lain terjadi pada lalu lintas kendaraan di wilayah mereka menjadi ramai. Keberadaan tambang emas Poboya ini tidak hanya dinikmati oleh masyarakat lokal semata, tetapi juga oleh masyarakat urban yang telah terbiasa bekerja di pertambangan. Para pengusaha yang memiliki tromol, mesin yang menggiling dan menghaluskan tanah bebatuan yg mengandung emas, juga termasuk pihak yang diuntungkan dari keberadaan tambang ini. Kini, tambang emas Poboya seakan telah menjadi sumber mata pencaharian yang menjanjikan. Ribuan orang bergantung langsung pada sumberdaya yang ada di dalam kawasan Tahura ini. Karena itu, seperti diceritakan oleh beberapa orang penambang, bahwa masyarakat lokal Poboya akan selalu mempertahankan kegiatan penambangan agar tidak dilakukan penutupan. Kepada anak-anaknya, mereka mengatakan “biarlah kita mati (untuk mempertahankan kegiatan penambangan emas), yang penting kehidupan anak-anaku tidak sengsara seperti saya”. Sebuah interaksionisme simbolik dari rakyat, untuk menjadi perenungan dan tindakan yang bijaksana para pengambil keputusan di daerah ini. Seorang teman dari Komunitas Konservasi Indonesia mengatakan bahwa sejarah pembangunan hutan di dunia selalu diawali dari peristiwa kerusakan hutan. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pertentangan antara konservasionis dengan ekonom atau antara konservasionis dengan sosialis dalam kontek sumberdaya alam akan selalu ada. Proses di atas, seperti digambarkan oleh Teori Dialektika Hegel, bahwa segala sesuatu yang terdapat di alam semesta itu terjadi dari hasil pertentangan dua hal dan yang kemudian bertentangan dengan yang lain sehingga menimbulkan hal lain lagi (Depdikbud, 1990). Hegel menyatakan bahwa proses perubahan yang pasti melibatkan tiga elemen yang terdiri dari: (1) thesis, sebuah hal atau pemikiran yang eksis; (2) antithesis, lawan atau kebalikannya; dan (3) synthesis, kesatuan yang dihasilkan dari interaksinya dan yang kemudian menjadi thesis dari gerak dialektik lainnya. Dialektik Hegel memiliki karakter membangun dan evolusioner, dan tujuan akhirnya adalah penyempurnaan seutuhnya. Bagi sebagian besar orang yang terlibat dalam upaya konservasi kenekaragaman hayati, keberadaan kawasan lindung, seperti Tahura, yang dipelihara dan dikelola secara efektif diyakini sebagai sendi utama seluruh upaya pelestarian keanekaragaman hayati. Namun, mereka juga sependapat bahwa masa depan kawasan lindung akan suram, kecuali jika pengelolaan kawasan lindung, terutama di daerah yang sedang berkembang, memperhitungkan kenyataan ekonomi dan sosial di kawasan sekitarnya (lihat, Carles Victor Barber, dkk., 1997 dalam Noer, 2011). Karena itu, keutuhan kawasan Tahura Sulawesi Tengah tidak dapat dipertahankan tanpa menyediakan bagi penduduk lokal yang hidup bergantung langsung pada sumberdaya di daerah itu, sumberdaya pengganti dan peluang untuk mendapat penghasilan. Dengan kenyataan di atas, maka upaya pelestarian kawasan Tahura di Sulawesi Tengah perlu dilakukan dengan memadukan antara pelestarian dengan kepentingan masyarakat lokal dan mendorong pembangunan ekonomi dan sosial berbagai masyarakat yang hidup dekat perbatasan kawasan Tahura. Upaya ini meninggalkan kebijakan pelestarian hutan gaya lama, yang berakar pada masa pemerintahan Belanda, dengan menutup semua jalan masuk ke kawasan lindung, menghukum orang yang memasukinya, dan umumnya tidak mempedulikan kegiatan atau tuntutan sosial dan ekonomi kawasan sekitar. Model yang dapat diterapkan dalam pengelolaan kawasan Tahura adalah Integrated Conservation and Development Projects (Proyek Pelestarian dan Pembangunan Terpadu), atau seperti model pengelolaan Cagar Biosfer (Biosphere Reserves). Beberapa asumsi dan ciri-ciri dari pendekatan ini adalah : 1. Pelestarian tidak akan berhasil bila tidak dikaitkan dengan peluang ekonomi dan peluang menanam modal untuk orang-orang yang mata pencahariannya mengancam keutuhan suatu kawasan lindung. 2. Pendekatan harus meluruskan kebijakan tata guna tanah dan prakteknya. Dalam arti, batas kawasan harus diberi tanda yang jelas, dibentuk daerah penyangga, dan hak milik yang jelas dan tegas harus dijamin. 3. Agar efektif, harus mengajak masyarakat setempat untuk bekerjasama. Setidak-tidaknya masyarakat memahami dan mendukung tujuan pelestarian keanekaragaman hayati dan menyetujui peluang-peluang ekonomi yang ditawarkan kepada mereka. 4. Menuntut keahlian di atas keahlian yang perlu dimiliki seorang pengelola tradisional kawasan lindung. Ilmu pertanian, ekonomi, sosiologi, antropologi, hukum. 5. Pengelolaan kawasan lindung tidak boleh berakhir di garis batas kawasan cadangan atau semata-mata terfokus pada pencegahan orang masuk. Lintas sektor dan lintas ilmu, menuntut mekanisme baru hubungan antar berbagai SKPD di berbagai sektor dapat lebih bekerja sama dan lalu-lintas bahanbahan masukan dari perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan lainnya dapat berjalan lebih lancar. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa: a. Dialektika hegel merupakan suatu penalaran di bidang sosial pada awalnya yang terdiri atas tesis (pengiyaan), antithesis (pertentangan), sintesis (penyusunan) atau pergerakan dinamis menuju perubahan. b. Dialektika Hegel dapat diimplementasikan pada penelitian, hal ini sudah dilakukan dari dulu dari jaman Thomas Robert Malthus, teori Darwin, teori Hugo de Vries, Johannsen, Fisher dkk yaitu suatu penalaran dari suatu argument (tesis atau pengiyaan), kemudian adanya pertentangan dari teori yang akhirnya menjadi suatu temuan baru. Teori Darwin atau teori seleksi alam atau teori evolusi merupakan salah satu contoh dialektika Hegel. Sedangkan contoh yang lain yaitu adanya solusi dari pertentangan antara pelestarian taman hutan raya (tahura) Sulawesi Tengah dengan penambangan di kawasan tersebut. 3.2 Saran Dari kesimpulan dapat disarankan, bahwa mengingat pentingnya makna – makna kata atau istilah dalam metode penelitian yang harus dimengerti maka dapat disarankan untuk membahasnya lebih lanjut baik dalam kuliah atau dalam diskusi. DAFTAR PUSTAKA Wikipedia. 2012. Georg Wilhelm Friedrich Hegel. Filsafat Barat. Filsafat abad ke19. [Dikutip 3-10-2012] Available from: http://id.wikipedia.org/wiki /Georg_Wilhelm_Friedrich_Hegel Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka Hendrajaya L, dan Peserta Kuliah Filsafat sains 2010 . 2011. Filsafat Sains. Geliat Sains Dasar Membangun Bangsa. FMIPA-ITB Bandung. (on line) April. [dikutip 3 Oktober 2012] . Avalaible from: http://www.fi.itb.ac.id /~lhendrajaya Filsafat%20Sains%202011/BUKU%20FILSAFAT%20 SAINS%20DASAR%202011.pdf ITB. 2012. ISH (Institut Sosial Humaniora) Tiang Bendera ITB .on line .April.[dikutip:3-10-2012]. Available from:http://tiangbendera-itb.blogs pot.com /2012/04/dialektika-materialisme-sebuah.html Nasoetion,AH.1992. Pengantar ke Filsafat Sains. Litera Antar Nusa. Noer. 2011. Noer Dblog. Secangkir narasi alam dan gagasan. Dialektika Pelestarian Taman Hutan Raya (Tahura) Sulawesi Tengah, November. [dikutip 3-10-2012]. Available from:http://noerdblog.wordpress.com /2011/11/08/dialektika-pelestarian-sulteng Semiawan CR, Th.I Setiawan, Yufiarti. 2010. Spirit Inovasi dalam Filsafat Ilmu. Pengantar: Fuad Hasan (alm.). Editor Cony R Semiawan dan Winda Dewi Listyasari. Penerbit PT. Indeks Jakarta.