Modul Pembelajaran - Manajemen Pembiayaan Kesehatan

advertisement
Modul Pembelajaran
SINKRONISASI RPJMN – RPJMD SEKTOR
KESEHATAN
BAPPENAS RI – AIPHSS DFAT AUSTRALIA – PKMK FK UGM
2016
Penyusun
Bappenas – RI
AIPHSS – DFAT Australia
PKMK-FK-UGM
Prof. dr. Laksono Trisnantoro
Dr. dr. Dwi Handono, M.Kes
Muhamad Faozi Kurniawan, SE. Ak, MPH
Budi Eko Siswoyo, SKM., MPH
Madelina Ariani, SKM, MPH
Emmy Nirmalasari, SKM., MPH
Bab 4 - Sesi 7: Penyusunan Kerangka Regulasi dan Pendanaan
a. Deskripsi
Sesi ini menjelaskan tentang penyusunan kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan kesehatan. Kerangka regulasi memuat regulasi dalam rangka
memfasilitasi, mendorong maupun mengatur perilaku masyarakat termasuk
swasta. Kerangka pendanaan memuat sumber-sumber pendanaan yang bisa
digunakan dalam pembangunan, tata cara optimalisasi penggunaan sumber dana
dan peningkatan kualitas belanja.
b. Tujuan Pembelajaran
Diharapkan setelah menguasai sesi ini
a.
Peserta memahami kerangka regulasi dengan dukungan regulasi yang sudah
ada
b.
Peserta memahami Penyusunan Rencana Pendanaan
c.
Peserta dapat mempraktekkan analisis regulasi
d.
Peserta dapat mempraktekkan perencanaan, penganggaran dan pendanaan
kesehatan
c. Petunjuk Pembelajaran
Petunjuk penggunaan dalam pembelajaran yaitu
a. Tahap 7 terdiri dari 1 sesi pengajaran
b. Sesi pengajaran dalam Tahap 7 memakan waktu 100 menit
c. Setelah pengajaran sesi selesai, diadakan kuis. Kuis ini dilakukan
setiap sesi.
d. Kuis dianalisis untuk mengetahu tingkat pemahamn peserta terhadap
bahan ajar yang diberikan.
Peran tutor dalam pembelajaran sesi ini, antara lain :
a. Tutor sebagai pemberi materi pengajaran setiap sesi
b. Tutor memberikan jawaban atau penjelasan terhadap pertanyaan
yang diberikan dari peserta
Tutor memberikan kuis setiap sesi yang sudah dilaksanakan
a. Tutor wajib memberikan nilai terhadap kuis yang telah dilaksanakan
b. Tutor memberikan masukan untuk pengembangan modul
Kewajiban peserta dalam pembelajaran Sesi ini, antara lain :
a. Peserta wajib mengikuti peraturan yang berlaku dalm pembelajaran
ini.
b. Peserta wajib menyelesaikan kuis yang diberikan oleh Tutor.
c. Peserta wajib memberikan feedback atau umpan balik untuk menilai
kemampuan diri dan kemampuan Tutor dalam proses pembelajaran
d. Rencana Belajar
Kegiatan
: Penyusunan Kerangka Regulasi dan Kerangka Pendanaan
Waktu
: Jam 08.00-09.40 WIB
Tempat
: Ruang Kuliah (Webinar)
e. Materi
A. Kerangka Regulasi
Kerangka regulasi adalah perencanaan pembentukan regulasi dalam
rangka memfasilitasi, mendorong maupun mengatur perilaku masyarakat,
termasuk swasta dan penyelenggara negara dalam rangka mewujudkan tujuan
bernegara. Perencanaan kerangka regulasi sejak awal perencanaan dimaksudkan
untuk: a. mengarahkan proses perencanaan pembentukan peraturan perundangundangan agar sesuai dengan kebutuhan pembangunan; b. meningkatkan
kualitas peraturan perundang-undangan dalam rangka mendukung pencapaian
prioritas pembangunan; dan c. meningkatkan efisiensi pengalokasian anggaran
untuk keperluan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Agar pelaksanaan program dan kegiatan dapat berjalan dengan baik maka
perlu didukung dengan regulasi yang memadai. Perubahan dan penyusunan
regulasi disesuaikan dengan tantangan global, regional dan nasional. Kerangka
regulasi diarahkan untuk 4 urusan konkuren pemerintahan di bidang kesehatan
sesuai Lampiran UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah: 1)
Peningkatan penyelenggaraan upaya kesehatan yang terjangkau, bermutu,
merata,
dan
berkesinambungan
dengan
melibatkan
para
pemangku
kepentingan; 2) Peningkatan pengelolaan sumber daya kesehatan daerah secara
optimal untuk mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan; 3) Peningkatan
peran serta masyarakat untuk hidup sehat; dan 4) Peningkatan upaya kesehatan
lainnya sesuai kebutuhan dan prioritas daerah.
Kerangka regulasi yang akan disusun antara lain adalah perumusan
peraturan daerah, peraturan kepala daerah, dan peraturan lain yang dibutuhkan,
termasuk dalam rangka menciptakan sinkronisasi, integrasi penyelenggaraan
pembangunan kesehatan antara pusat dan daerah, serta implementasinya di
daerah.
Identifikasi Kerangka Regulasi dapat menggunakan tabel 26 di bawah ini:
Tabel 1. Identifikasi Kerangka Regulasi
No
Fokus Regulasi
Kerangka Regulasi
Perd Perk Lainny
a
a
a
1
Peningkatan penyelenggaraan upaya kesehatan yang
terjangkau, bermutu, merata, dan berkesinambungan
2
Peningkatan pengelolaan sumber daya kesehatan
daerah secara optimal untuk mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan
3
Peningkatan peran serta masyarakat untuk hidup
sehat
4
Peningkatan upaya kesehatan lainnya sesuai
kebutuhan dan prioritas daerah
B. Kerangka Pendanaan
Kerangka pendanaan adalah program dan kegiatan yang disusun untuk
mencapai sasaran hasil pembangunan yang pendanaannya diperoleh dari
anggaran pemerintah/daerah, sebagai bagian integral dari upaya pembangunan
daerah secara utuh. Kerangka pendanaan memuat sumber-sumber pendanaan
yang bisa digunakan dalam pembangunan, tata cara optimalisasi penggunaan
sumber dana dan peningkatan kualitas belanja. Kerangka pendanaan meliputi
peningkatan pendanaan dan efektifitas pendanaan.
Peningkatan pendanaan kesehatan dilakukan melalui peningkatan proporsi
anggaran kesehatan secara signifikan. Tahun 2016 APBN telah mengalokasikan
5% untuk kesehatan, dan sesua dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, anggaran kesehatan untuk daerah seharusnya sebesar 10% dari
APBD. Peningkatan pendanaan kesehatan juga melalui dukungan dana dari
Pemerintah Pusat, swasta dan masyarakat serta sumber dari tarif/pajak maupun
cukai sesuai kewenangan daerah. Guna meningkatkan efektifitas pendanaan
pembangunan kesehatan maka perlu mengefektifkan peran dan kewenangan
Pusat-Daerah serta sinergitas pelaksanaan pembangunan kesehatan PusatDaerah.
Dalam upaya meningkatkan efektifitas pembiayaan kesehatan daerah maka
pendanaan kesehatan diutamakan untuk 1) Peningkatan penyelenggaraan upaya
kesehatan yang terjangkau, bermutu, merata, dan berkesinambungan dengan
melibatkan para pemangku kepentingan; 2) Peningkatan pengelolaan sumber
daya kesehatan daerah secara optimal untuk mendukung penyelenggaraan
upaya kesehatan; 3) Peningkatan peran serta masyarakat untuk hidup sehat; dan
4) Peningkatan upaya kesehatan lainnya sesuai kebutuhan dan prioritas daerah.
Identifikasi Kerangka Pendanaan dapat dilakukan dengan menggunakan Tabel di
bawah ini:
Tabel 2.Identifikasi Kerangka Pendanaan
No
1
2
3
4
Fokus Pendanaan
Peningkatan
penyelenggaraan
upaya kesehatan
yang terjangkau,
bermutu, merata, dan
berkesinambungan
Peningkatan
pengelolaan sumber
daya kesehatan
daerah secara
optimal untuk
mendukung
penyelenggaraan
upaya kesehatan
Peningkatan peran
serta masyarakat
untuk hidup sehat
Peningkatan upaya
kesehatan lainnya
sesuai kebutuhan dan
prioritas daerah
Sumber Pendanaan
APBN ABBD APBD Swasta Masyarakat LainProv Kab
nya
Untuk mempertajam kerangkaan pendaannya beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian untuk memahami yaitu:
a. Perencanaan dan Penganggaran
Perencanaan merupakan suatu proses mengembangkan dan
menentukan upaya/tindakan di masa depan yang telah ditetapkan
melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia (UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional).
Perencanaan dan penganggaran dalam pembangunan daerah
sangat diperlukan agar pembangunan daerah dapat berjalan dengan
efisien, efektif, tepat pada sasaran,
dan berkelanjutan dengan
mamanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal pada tingkat daerah.
Pembangunan daerah juga harus dapat berjalan dengan sinergi,
terintegrasi, dan terpadu, baik antar wilayah, antar sektor, maupun antar
tingkat pemerintahan. Koordinasi dalam perencanaan dan penganggaran
pembangunan daerah, baik yang bersifat horizontal maupun vertikal,
dilakukan melalui mekanisme Musrenbang. Dalam Musrenbang, pelibatan
seluruh stakeholders dan partisipasi publik adalah kunci utama dalam
upaya mengefektifkan dan mengoptimalkan proses perencanaan dan
penganggaran dalam pembangunan daerah.
Pendekatan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK)
Model penganggaran di daerah menggunakan Anggaran Berbasis
Kinerja (ABK). ABK merupakan suatu pendekatan dalam sistem
penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan
kinerja yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam
pencapaian kinerja tersebut. Yang dimaksud kinerja adalah prestasi kerja
yang berupa keluaran dari suatu Kegiatan atau hasil dari suatu Program
dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Untuk kesehatan indikator
kinerja yang biasanya digunakan adalan Standar Pelayanan Minimal
(SPM). SPM terakhir kali terbit yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
741 Tahun 2008 tentang SPM.
Dasar hukum yang digunakan penerapan ABK meliputi:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
5. Peraturan
Pemerintah
Nomor
21
Tahun
2004
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA‐
KL)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana
Kerja Pemerintah.
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang
Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah junto Peraturan Menteri
Daalm Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah junto Peraturan Menteri
Daalm Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pemerintah Daerah menggunakan pendekatan ABK sebagai metode
penganggaran di daerah yang berpedoman pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006. Permendagri ini direvisi dengan
dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007.
Peraturan ini direvisi kembali dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. Selain itu Pemerintah daerah juga berpedoman pada
Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara
Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah. Berbeda dengan penganggaran secara tradisional,
ABK disusun berdasarkan orientasi keluaran. Pemikiran yang terjadi
adalah “apa yang ingin dicapai “. Efisiensi pada pendekatn ABK juga akan
terjadi karena penggunaan dana juga akan disertai hasil kerja yang
dihasilkan. ABK juga memiliki siklus anggaran. Sama seperti tradisional,
siklus ABK terdiri dari beberapa tahap (fase) yaitu:1. Tahap penyusunan
anggaran 2. Tahap pengesahan anggaran 3. Tahap pelaksanaan anggaran
4. Tahap pengawasan pelaksanaan anggaran 5. Tahap pengesahan
perhitungan anggaran. Untuk dapat menyusun ABK terlebih dahulu harus
menyusun perencanaan strategik (Renstra). Permendagri Nomor 54
Tahun 2010 menekankan pedoman pembuatan Renstra yang disusun
dengan obyektif dan melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam
pemerintahan dan masyarakat. Renstra digunakan untuk mencapai
kinerja yang diharapkan. Resntra ini lah yang menjelaskan kinerja yang
akan dicapai selama 5 tahun.
Salah satu aspek yang diukur dalam penilaian kinerja pemerintah
daerah adalah aspek keuangan berupa ABK. Untuk melakukan suatu
pengukuran kinerja perlu ditetapkan indikator-indikator terlebih dahulu
antara lain indikator masukan (input) berupa dana, sumber daya manusia
dan metode kerja. Agar input dapat diinformasikan dengan akurat dalam
suatu anggaran, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kewajarannya.
Dalam menilai kewajaran input dengan keluaran (output) yang
dihasilkan, peran Analisa Standar Biaya (ASB) sangat diperlukan. ASB
adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan
untuk melaksanakan suatu kegiatan.
Sumber: UU 17/2003, UU 1/2004, UU 15/04, dan UU 25/04
Gambar 17. Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Pusat Dan Daerah
b. Sumber Pendanaan Kesehatan
1) Sumber Dana Kesehatan
1. Pendanaan Kesehatan Tingkat Nasional
Total belanja kesehatan di Indonesia sangat kecil. Belanja kesehatan
(dana dan dana swasta) tidak pernah menembus angka diatas 3.1 persen dari
PDB. Total belanja kesehatan selama 7 tahun (2005 s/d 2011) rata-rata hanya
2.9 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk belanja kesehatan per kapita
per tahun 2011 Indonesia (US$ 95) jauh lebih kecil dibandingkan Malaysia dan
Thailand yang pada tahun yang sama mengeluarkan US$ 346 dan US$ 201 per
kapita. Indonesia menempati urutan ke 14 dari 15 negara Asia Tenggara. (HSRAIPHSS, 2016).
Peningkatan anggaran tahun 2016 sebesar 5% dari APBN telah sesuai
dengan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal
171 (1) menekankan bahwa anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan
minimal sebesar 5% dari APBN..
Sumber: UU No. 17 Tahun 2003
Gambar 18. Sumber Dana Kesehatan dari APBN
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 170 ayat
1 menjelaskan bahwa pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan
pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi,
teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna
untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Ayat ke-2 menjelaskan bahwa
unsur-unsur pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas sumber pembiayaan, alokasi, dan pemanfaatan. Ayat ke3 menjelaskan
sumber pembiayaan kesehatan berasal dari Pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, swasta dan sumber lain.
Sumber Dana Kesehatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)
Alokasi dana APBN untuk dana kesehatan dari tahun ke tahun meningkat.
Gambar 10 berikut memperlihatkan kenaikan anggaran tahun 2007 sampai
tahun 2016.
Sumber: Kementerian Kesehatan (2015)
Gambar 19. Alokasi Anggaran Kesehatan 2007-2016
Pada tahun 2016 alokasi dana APBN untuk Kesehatan mencapai
5% dari total APBN. Sumber dana APBN disalurkan ke berbagai instansi/
lembaga Pemerintah dengan
a. Dana APBN untuk kesehatan disalurkan Ke Kementerian
Kesehatan
b. Dana APBN untuk kesehatan disalurkan Ke Kementerian lain
terkait Kesehatan
c. Dana APBN untuk kesehatan disalurkan Ke BPJS Kesehatan
d. Dana APBN untuk kesehatan disalurkan ke Pemerintah Daerah
(Dana Perimbangan, Dana Otsus, dan Dana Penyesuaian)
Sumber Dana APBN untuk kesehatan disalurkan dengan
berbagai mekanisme dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Dana Kementerian (Dana Program Kementerian Kesehatan)
Dana Kementerian Kesehatan merupakan dana/ anggaran
yang
dialokasi
untuk
pelaksanaan
program-program
pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan. Program-Program Kesehatan yang dilaksanakan sesuai
dengan Rencans Strategis Kementerian Kesehatan.
2. Dana Dekonsentrasi (Ke Propinsi)
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang atau urusan
pemerintah dari pemerintah pusat kepada gubernur selaku wakil
pemerintah pusat di daerah dan atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal
dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran
dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana
yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.
(Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008).
Contoh Alokasi Dana Dekonsentrasi di Provinsi
berdasarakan Kepmenkes No. 31 tahun 2014 ditujukan untuk:
1. Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis
lainnya kementerian kesehatan.
2. Program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak.
3. Progam pembinayaan upaya kesehatan.
4. Program kefarmasian dan alat kesehatan.
5. Progam pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan.
3. Dana Tugas Pembantuan (Ke Kab/Kota)
Dana tugas pembantuan adalah dana yang berasal dari
APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup
semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
tugas pembantuan. Dalam penyelnggaraan nya sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 7 tahun 2008, penyelenggaraan tugas
pembantuan, pemeritah dapat memberikan tugas pembantuan ke
pemerintah provinsi atau kebupaten/kota dan /atau pemerintah
desa untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintah. Program
dan kegiatan tugas pembantuan bersifat fisik.
Contoh Alokasi Dana Tugas Pembantuan di Provinsi
berdasarkan Kepmenkes No. 31 tahun 2014 ditujukan untuk:
a. Program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak
b. Program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
4. Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus)
Dana otonomi khusus atau Dana Otsus merupakan dana
yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus
daerah sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua UU ini kemudian direvisi menjadi UU Nomor 35 Tahun 2008
tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan
atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua menjadi undang-undang yang mengamanatkan
pemberian otonomi khusus dan pengalokasian dana otonomi
khusus kepada Provinsi Papua Barat. UU Nomor 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh, Pemerintah juga mengalokasikan
dana otonomi khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) yang dilaksanakan mulai tahun 2008.
Contoh alokasi dana otonomi khusus untuk tahun 2013
dikeluarkanlah aturan untuk alokasi dana otonomi khusus
Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yaitu Peraturan Menteri
Keuangan No 196 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Dan
Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua
Barat serta Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2013. Pasal 3 Permenkeu
Nomor 196 Tahun 2012 menyebutkan Dana Otonomi Khusus
Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dibagi dengan proporsi 70% (tujuh puluh persen)
untuk Provinsi Papua dan 30% (tiga puluh persen) untuk Provinsi
Papua Barat.
Sumber dana otonomi khusus dari APBN yang terdiri dari:
1. Bagi hasil pajak
2. Bagi hasil Sumber Daya Alam
3. Perimbangan SDA minyak bumi 70%
4. Perimbangan SDA gas 70%
5. Dana otsus 2% plafon DAU nasional diutamakan untuk
pendidikan dan kesehatan
6. Dana tambahan otonomi khusus untuk infrastruktur.
Pembagian dana otonomi khusus contoh di Provinsi Papua
di tentukan dengan peraturan Gubernur Provinsi Papua, yaitu 60%
untuk Kabupaten/Kota dan 40% untuk Provinsi. Seiring dengan
perkembangannya komposisi prosentase mengalami perubahan
80% untuk kabupaten/kota dan 20% untuk Provinsi. Penggunaan
dana otonomi khusus juga dipergunakan di sektor kesehatan
dengan alokasi 15% dari dana otonomi khusus (DPR-RI, 2016).
2. Pendanaan Kesehatan Tingkat Daerah
Sumber Dana Kesehatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD)
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama
oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Sumber dana APBD dikelompokkan sebagai berikut:
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang
diperoleh daerah dari sumber-sumber di daerahnya sendiri yang dipungut
sesuai peraturan di daerah dan perundangan yang berlaku (Halim, 2004).
Sumber pendapatan asli daerah dicontohkan sebagai berikut sesuai
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 yaitu:
1) Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, contoh Pajak
Daerah yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame,
Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan, Pajak
Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Pajak Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan.
2) Retribusi Daerah
Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 teridentifikasi 30 jenis
retribusi yang dapat dipungut oleh daerah. Retribusi ini dikelompokkan
ke dalam 3 golongan yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan
retribusi perizinan tertentu.
Retribusi Jasa Umum yaitu pelayanan yang disediakan atau
diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa usaha yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Retribusi Perizinan Tertentu adalah pungutan daerah sebagai
pembayarann atas pemberian izin tertentu yang khusus diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Undang-undang nomor 33 tahun 2004
mengklasifikasikan jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, contohnya yaotu bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milik negara/BUMN dan bagian laba atas penyertaan modal
pada perusahaan milik swasta maupun kelompok masyarakat.
4) Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan
Pendapatan Asli Daerah yang sah yaiut penerimaan daerah yang tidak
termasuk dalam jenis pajak dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 mengklasifikasikan
yang termasuk dalam pendapatan asli daerah yang sah meliputi:
a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
b. Jasa giro.
c. Pendapatan bunga.
d. Keuntungan adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan, pengadaaan barang ataupun jasa oleh pemerintah.
2) Dana Transfer Daerah
1. Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana alokasi umum, selanjutnya disebut DAU, adalah dana
perimbangan bersumber dari pendapatan APBN dan dialokasikan dalam
upaya pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Landasan
hukum pelaksanaan DAU adalah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah. Sebagai amanat UU
UU Nomor 33 Tahun 2004, alokasi yang dibagikan pada pemerintah
daerah oleh pemerintah pusat minimal 26 % dari total penerimaan dalam
negeri netto. Dengan ketentuan tersebut maka bergantung kondisi APBN
dan Fiscal Sustainability Pemerintah Indonesia, alokasi DAU dapat lebih
besar dari 26 % dari total pendapatan dalam negeri netto. DAU diberikan
berdasarkan celah fiskal dan alokasi dasar.
Dana alokasi umum juga dipergunakan oleh pemerintah daerah
untuk mendanai pembangunan kesehatan. Sebagian besar alokasi dana
DAU untuk sektor kesehatan dipergunakan untuk gaji pegawai negeri
sipil tenaga kesehatan dan insentif bagi tenaga kesehatan. Namun, di
beberapa daerah DAU juga dipergunakan untuk pembiayaan prigramprogram kesehatan dan pembelian sarana dan prasarana kesehatan.
2. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, telah menetapkan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagai salah satu
sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi,
diantaranya dalam upaya meningkatkan pembangunan kesehatan,
sehingga pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau dan
berkualitas. Pada tahun 2016, Undang-Undang APBN Nomor 14 Tahun
2015 tentang APBN 2016 pasal 12 menjelaskan bahwa DAK terbagi
menjadi 2 yaitu:
a. DAK Fisik yang penetapannya atas usulan daerah
dengan
memperhatikan prioritas nasional dan kemampuan keuangan
daerah yag terbagi menjadi 3 peruntukan yaitu DAK reguler, DAK
infrastruktur dan DAN Afirmasi.
b. DAK Nonfisik terdiri atas dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
Dana tunjangan Profesi Guru PNS Daerah, Dana bambahan
penghasilanGuru PNS Daerah, Dana proyek pemda dan
desentralisasi (P2D2), Dana BOK dan Bantuan operasional Keluarga
Berencana (BOKB), Dana peningkatan kapasitas koperasi, usaha
kecil dan menengah dan ketenagakerjaan (PK2 UKM da Naker).
DAK Non Fisik untuk kesehatan terdiri dari:
1) Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
2) Dana Akreditasi Puskesmas
3) Dana Akreditasi Rumah Sakit
4) Dana Jaminan Persalinan (Jampersal)
3. Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil (revenue sharing) atau DBH adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi. DBH dilaksanakan dengan prinsip
menurut sumbernya, dalam arti bahwa bagian daerah atas penerimaan
yang dibagi hasilkan didasarkan atas daerah penghasil. Penentuan DBH
untuk kabupaten di tentukan oleh peraturan yang berlaku.
3. Pendanaan Kesehatan dari Swasta
Sumber dana ini biasanya berasal dari perusahaan, asuransi
kesehatan swasta, sumbangan sosial, pengeluaran rumah tangga serta
communan self help. Sumber dana berasal dari individual atau perusahaan.
Harapannya adalah masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri
dalam penyelenggaraan maupun manfaat. Contoh dari sumber dana ini
adalah:
a) Dana Masyarakat (out of pocket)
Dana masyarakat merupakan dana kesehatan yang berasal dari
pengeluaran rumah tangga atau dana yang berasal langsung dari individu.
b) Dana Asuransi Swasta
Dana asuransi swasta yang dimaksud di sini yaitu masyarakat yang
mengikuti program kesehatan yang diselenggarakan oleh perusahaan
asuransi swasta, dijelaskan pada gambar 38 di atas. Sistem pembayaran
untuk pelayanan kesehatan yang digunakan yaitu sistem reimburst.
Peserta atau masyarakat yang mengikuti program asuransi swasta akan
mebayarkan lebih dahulu menggunakan uang pribadi kepada pemeberi
layanan kesehatan seperti klinik atau rumah sakit. Kemudian peserta
tersebut akan menagihkan ke perusahaan asuransi swasta.
c) Dana Hibah
Dana hibah merupakan dana kesehatan yang berasal dari
organisasi internasional atau perusahaan swasta untuk mendanai progam
kesehatan. Biasanya dana hibah ini berupa dana hibah penelitian, dana
hibah untuk penanganan bencana kesehatan maupun bisa berupa obatobatan atau peralatan kesehatan serta mobil ambulance.
d) Dana Lembaga Swadaya Masyarakat
Dana ini merupakan dana kesehatan yang berasal dari organisasi
sosial nirlaba, contohnya organisasi keagamaan, MERC-Indonesia,
Yayasan Kanker Indonesia, LKS Dompet Duafa dan lain-lain. Cara kerja
LSM untuk program kesehatan yaitu langsung bekerja pada sasaran di
masyarakat.
e) Dana Perusahaan (Coorporate Social Responsibility)
Definisi CSR menurut World Business Council on Sustainable
Development adalah komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku
etis dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan,
seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya,
komunitas lokal dan masyarakat luas. Dana CSR di daerah mulai banyak
dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan sektor kesehatan. Karena dana
CSR merupakan dana langsung dari perusahaan-perusahaan, program
dan kegiatan dari Dana CSR ini belum banyak diketahui peruntukannya.
Sebagai contoh dana CSR yang digunakan untuk kesehatan, seperti kitan
massal, sikat gigi massal, operasi katarak, dan lain sebagainya.
f) Dana Bantuan Luar Negeri
Dana kesehatan yang diberikan dalam bentuk pinjaman program.
Contohnya adalah Imunisasi oleh GAVI, HIV AIDS dan lain-lain.
2) Potensi Pendanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
Pasal 171 ayat 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan menegaskan bahwa besaran anggaran kesehatan
diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah. Upaya kesehatan masyarakat dijelaskan didalam undangundang bahwa pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu
kelompok dan masyarakat. Pelayanan kesehatan meliputi kegiatan
dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Penguatan upaya promotif dan preventif sampai saat ini
menggunakan dana APBN dan APBD. Harapannya peningkatan anggaran
kesehatan sebesar 5% dari APBN juga akan meningkatkan alokasi
program promotif dan preventif baik di Pemerintah maupun Pemerintah
Daerah. Selain itu penggunaan dana pajak rokok juga diprioritaskan
untuk upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit
(preventif), karena upaya kuratif- rehabilitatif telah diupayakan melalui
program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN). Upaya yang bersifat
promotif preventif, selain lebih meningkatkan kesehatan masyarakat, juga
dapat lebih efisien dalam hal penggunaan dana yang bersifat kuratifrehabilitatif, yang saat ini ditangani oleh BPJS.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, Pasal 114 dan 115 yang menjelaskan bahwa Pemerintah
mengharuskan pengendalian rokok di Indonesia dengan mengharuskan
produsen rokok mencantumkan peringatan bahaya merokok dan untuk
pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di
wilayahnya. Hal ini harus dilaksanakan dengan mencantumkan program
promotif dan preventif bahaya merokok dan menyediakan sumber
pendanaan untuk menjalankan program ini.
Sumber: WHO, 2012
Gambar 20. Pajak Tembakau atas dasar Prosentase Harga Pasar Tahun
2013
Dukungan atas program bahaya merokok ini telah di apresiasi
Pemerintah dengan mengeluarkan Undang-Undang 28 Tahun 2009
tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang didalamnya menjelaskan bahwa
salah satu sumber pajak daerah adalah pajak rokok. Penggunaan pajak
rokok ini seperti yang tertuang dalam pasal 31 yaitu minimal 50% dari
pajak rokok yang diterima diperuntukkan bagi upaya kesehatan
masyarakat dan penanganan aspek hukum.
Pajak daerah merupakan salah satu sumber APBD yang bisa
digunakan untuk upaya peningkatan kesehatan di daerah, karena selama
ini banyak program atau kegiatan kesehatan di daerah tidak dapat
terlaksana dengan keterbatasan pendanaan. Era otonomi daerah,
Pemerintah Daerah (provinsi maupun kabupaten/ kota) dapat
memanfaatkan dana pajak rokok untuk peningkatan kesehatan
masyarakat, khususnya melalui upaya peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit dan pelayanan kesehatan kuratif rehabilitatif
(Kemkes, 2014).
3) Potensi Dana Desa
Dana Insentif Desa (DID) merupakan dana yang dialokasikan dalam
APBN kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan
tujuan untuk memberikan penghargaan atas pencapaian kinerja tertentu.
UU APBN No. 14 tahun 2015 tentang APBN 2016, DID tahun dialokasikan
sebesar 5 triliun rupiah. DID dialokasikan berdasarkan kriteria utama
dan kriteria kinerja. Dasar hukum Dana Desa ini yaitu:
1. UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa
2. PP No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6
tahun 2014
3. Permendagri No. 111/2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di
Desa
4. Permendagri No. 112/2014 tentang Pemilihan Kepala Desa
5. Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
6. Permendagri No. 114/2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa
7. Permendes No.1/205 tentang Pedoman Kewenangan Lokal
Berskala Desa
8. Permendes No.2/2015 tentang Musyawarah Desa
9. Permendes No.3/2015 tentang Pendampingan Desa
10. Permendes
No.4/2015
tentang
Pendirian,
Pengelolaan,dan Pembubaran BUMDes
Pengurusan,
11. Permendes No.5/2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa
TA 2015
12. PP 60/2014 tentang Dana Desa Bersumber dari APBN
13. PP 22/2015 tentang Perubahan atas PP 60/2014
14. PMK Nomor 93/PMK.07/2015 Tentang Tatacara Pengalokasian,
Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa
Tabel 3. Roadmap Alokasi Dana Desa Tahun 2015-2017
2015
2016
2017
2018
2019
URAIAN
APBN
APBN-P
APBN
APBN
APBN
APBN
643.355,7
733.610,9
811.843,7
1.037.911,6
1.118.401,7
3,23%
6,50%
0,00%
10,00%
10,00%
Dana Desa (miliar) 9.066,2
20.766,2
47.684.7
81.184,3
103.791,1
111.840,2
Rata-rata per desa
122,4
(juta)
280,3
643,6
1.095,7
1.400,8
1.509,5
Alokasi Dana Desa33.430,8
ADD (miliar)
32.666,4
37.564,4
42.285,9
55.939,8
60.278,0
Bagi Hasil
(miliar)
2.091,1
2.091,0
2.412,4
2.733,8
3.055,3
3.376,7
44.589,0
55.523,6
87.661.5
126.204,2
162.786,3
175.494,9
749,4
1.183.1
1.703,3
2.197,1
2.368,6
Transfer ke Daerah 637.975,1
% Dana Desa
PDRD
Total
(DD+ADD+BH
PDRD)
1,42%
Rata-rata per
601,8
desa (juta)
Keterangan:
1.
Alokasi Transfer ke Daerah TA 2016-2019 berdasarkan Medium-Term Budget Framework
2.
Dari 508 kab/kota, yang mempunyai Desa sebanyak 419 kab/kota.
3.
Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar 10% dari DAU dan DBH dan bagian hasil PDRD sebesar 10%
dihitung berdasarkan jumlah kab/kota yang memiliki Desa.
4.
Jumlah Desa berdasarkan data dari Kemendagri (Permendagri No. 39/2015) sebanyak 74.093 Desa,
dan diasumsikan s.d. tahun 2019 tidak bertambah.
Sumber: Kemenkeu, 2015
22
Penggunaan Dana Desa
1. Dana Desa diprioritaskan untuk
pemberdayaan masyarakat Desa
membiayai
belanja
pembangunan
dan
2. Pembangunan desa, antara lain berupa:
a. Pemenuhan kebutuhan dasar (Poskesdes, Polindes, Posyandu, PAUD
b. Pembangunan sarana dan prasarana Desa (Jalan Desa, Jalan Usaha Tani, embung
desa, air bersih berskala desa, irigasi tersier, dll)
c. Pengembangan potensi ekonomi lokal (BUMDesa, Pasar Desa, lumbung pangan
desa, tambatan perahu, dll); dan
d. Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan
(pengelolaan sampah, hutan desa, rumput laut, dll).
secara
berkelanjutan
3. Pemberdayaan masyarakat desa, antara lain berupa:
a. Peningkatan kualitas proses perencanaan Desa
b. Mendukung kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUMDesa maupun
oleh kelompok usaha masyarakat desa lainnya
c. Pembentukan dan peningkatan kapasitas Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa
d. Pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi para legal untuk
memberikan bantuan hukum kepada warga masyarakat Desa
4. Prioritas penggunaan Dana Desa yang ditetapkan oleh Kementerian Desa, PDT, dan
Transmigrasi.
Jelas sekali bahwa kesehatan memperoleh kesempatan untuk memanfaatkan dana desa
bagi pembangunan kesehatan di desa. Hal ini menjadi tantangan bagi pelaksana di daerah.
4) Bagaimana Memetakan Program dan Sumber Pendanaan
Program dan Kegiatan yang menjadi intervensi untuk mengatasi
permasalahan kebaupaten/kota diharuskan mendapatkan alokasi dari sumbersumber dana yang tepat. Sumber dan jumlah alokasi harus dipetakan secara jelas
pada saat melakukan perencanaan. Kertas Kerja untuk melakukan pemetaan
program dan kegiatan pada saat perencanaan sebagai berikut:
23
Tabel 4. Pemetaan Potensi Sumber Dana Kesehatan
Program/Kegiatan
Program Obat
Kesehatan
Program
Masyarakat
dan
Komponen
kegiatan
Perbekalan Pengadaan obat
Upaya
Potensi sumber
dana
APBN (obat
DAK, APBD
program),
Distribusi obat
APBD
IFK
DAK, APBD
Manajemen
pengelolaan obat
APBD, Dekon (Provinsi)
Kesehatan Pengadaan
Sarana DAK, APBD
Prasaran Puskesmas
Perbaikan
Masyarakat
gizi APBD, Dekon (Provinsi)
Program Promosi Kesehatan dan Media promosi dan APBD
Pemberdayaan masyarakat
informasi hidup sehat
Penyuluhan
masyarakat
Peningkatan
Pendidikan
penyuluh
Dst….
Dst...
DAK non Fisik
APBN
(Pusdiklat
tenaga kemenkes), APBD
Dst....
Sumber: Kemendagri, 2006
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,
Pasal 114 dan 115 yang menjelaskan bahwa Pemerintah mengharuskan
pengendalian rokok di Indonesia dengan mengharuskan produsen rokok
mencantumkan peringatan bahaya merokok dan untuk pemerintah daerah wajib
menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Hal ini harus dilaksanakan
24
dengan mencantukan program promotif dan preventif bahaya merokok dan
menyediakan sumber pendaan untuk menjalankan program ini.
Dukungan atas program bahaya merokok ini telah di apresiasi Pemerintah
dengan mengeluarkan Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi
Daerah yang didalamnya menjelaskan bahwa salah satu sumber pajakn daerah
adalah pajak rokok. Penggunaan pajak rokok ini seperti yang tertuang dalam pasala
31 adalah minimal 50% dari pajak yang diterima diperuntukkan bagi upaya
kesehatan masyarakat dan penangan aspek hokum.
Pajak daerah ini sebagai sumber Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) yang merupakan salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk upaya
peningkatan kesehatan di daerah, karena selama ini banyak program atau kegiatan
kesehatan di daerah tidak dapat terlaksana dengan keterbatasan pendanaan.
f. Sinopsis/Rangkuman
Kerangka regulasi merupakan rencana dalam pembentukan regulasi dalam
rangka memfasilitasi, mendorong maupun mengatur perilaku masyarakat, termasuk
swasta dan penyelenggara negara dalam rangka mewujudkan tujuan bernegara.
Perencanaan kerangka regulasi sejak awal perencanaan dimaksudkan untuk:
mengarahkan proses perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan
agar sesuai dengan kebutuhan pembangunan; meningkatkan kualitas peraturan
perundang-undangan dalam rangka mendukung pencapaian prioritas
pembangunan; dan cmeningkatkan efisiensi pengalokasian anggaran untuk
keperluan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Dukungan utama perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan adalah
tersedianya sumber dana kesehatan. Sumber dana kesehatan di Indonesia terbagi
menajdi beberapa sumber dana yaitu, 1) Sumber dana dari APBN, 2) Sumber dana
dari APBD, 3) Sumber dana dari Swasta. Semua sumber dana tersebut diharapkan
dapat membiayai program dan kegiatan bidang kesehatan untuk meningkatkan
status kesehatan masyarakat.
g. Referensi
1.
2.
Akuntansi Keuangan Daerah. Abdul Halim (2004)
Kajian Atas Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Dana Otonomi Khusus
Provinsi Papua, Papua Barat Dan Provinsi Aceh, DPR-RI, 25-3-2016,
http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/bpkdpd_Analisa_Pengelolaan_&_Pe
25
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
rtanggungjawaban_Dana_Otsus_Prov._Papua,_Papua_Barat_&_NAD2013030414
2912.pdf
Pedoman Penggunaan Dana Pajak Rokok Untuk Bidang Kesehatan, Kementerian
Kesehatan tahun 2014.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Daerah
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan, Serta Sarana dan
Prasarana Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan Tahun Anggaran 2016.
Permendagri No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian,
Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Sub Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas (2016).
RPJMN 2015-2019 (power point).
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
26
Download