Modul Pembelajaran SINKRONISASI RPJMN – RPJMD SEKTOR KESEHATAN BAPPENAS RI – AIPHSS DFAT AUSTRALIA – PKMK FK UGM 2016 Penyusun Bappenas – RI AIPHSS – DFAT Australia PKMK-FK-UGM Prof. dr. Laksono Trisnantoro Dr. dr. Dwi Handono, M.Kes Muhamad Faozi Kurniawan, SE. Ak, MPH Budi Eko Siswoyo, SKM., MPH Madelina Ariani, SKM, MPH Emmy Nirmalasari, SKM., MPH Bab 4 - Sesi 7: Penyusunan Kerangka Regulasi dan Pendanaan a. Deskripsi Sesi ini menjelaskan tentang penyusunan kerangka regulasi dan kerangka pendanaan kesehatan. Kerangka regulasi memuat regulasi dalam rangka memfasilitasi, mendorong maupun mengatur perilaku masyarakat termasuk swasta. Kerangka pendanaan memuat sumber-sumber pendanaan yang bisa digunakan dalam pembangunan, tata cara optimalisasi penggunaan sumber dana dan peningkatan kualitas belanja. b. Tujuan Pembelajaran Diharapkan setelah menguasai sesi ini a. Peserta memahami kerangka regulasi dengan dukungan regulasi yang sudah ada b. Peserta memahami Penyusunan Rencana Pendanaan c. Peserta dapat mempraktekkan analisis regulasi d. Peserta dapat mempraktekkan perencanaan, penganggaran dan pendanaan kesehatan c. Petunjuk Pembelajaran Petunjuk penggunaan dalam pembelajaran yaitu a. Tahap 7 terdiri dari 1 sesi pengajaran b. Sesi pengajaran dalam Tahap 7 memakan waktu 100 menit c. Setelah pengajaran sesi selesai, diadakan kuis. Kuis ini dilakukan setiap sesi. d. Kuis dianalisis untuk mengetahu tingkat pemahamn peserta terhadap bahan ajar yang diberikan. Peran tutor dalam pembelajaran sesi ini, antara lain : a. Tutor sebagai pemberi materi pengajaran setiap sesi b. Tutor memberikan jawaban atau penjelasan terhadap pertanyaan yang diberikan dari peserta Tutor memberikan kuis setiap sesi yang sudah dilaksanakan a. Tutor wajib memberikan nilai terhadap kuis yang telah dilaksanakan b. Tutor memberikan masukan untuk pengembangan modul Kewajiban peserta dalam pembelajaran Sesi ini, antara lain : a. Peserta wajib mengikuti peraturan yang berlaku dalm pembelajaran ini. b. Peserta wajib menyelesaikan kuis yang diberikan oleh Tutor. c. Peserta wajib memberikan feedback atau umpan balik untuk menilai kemampuan diri dan kemampuan Tutor dalam proses pembelajaran d. Rencana Belajar Kegiatan : Penyusunan Kerangka Regulasi dan Kerangka Pendanaan Waktu : Jam 08.00-09.40 WIB Tempat : Ruang Kuliah (Webinar) e. Materi A. Kerangka Regulasi Kerangka regulasi adalah perencanaan pembentukan regulasi dalam rangka memfasilitasi, mendorong maupun mengatur perilaku masyarakat, termasuk swasta dan penyelenggara negara dalam rangka mewujudkan tujuan bernegara. Perencanaan kerangka regulasi sejak awal perencanaan dimaksudkan untuk: a. mengarahkan proses perencanaan pembentukan peraturan perundangundangan agar sesuai dengan kebutuhan pembangunan; b. meningkatkan kualitas peraturan perundang-undangan dalam rangka mendukung pencapaian prioritas pembangunan; dan c. meningkatkan efisiensi pengalokasian anggaran untuk keperluan pembentukan peraturan perundang-undangan. Agar pelaksanaan program dan kegiatan dapat berjalan dengan baik maka perlu didukung dengan regulasi yang memadai. Perubahan dan penyusunan regulasi disesuaikan dengan tantangan global, regional dan nasional. Kerangka regulasi diarahkan untuk 4 urusan konkuren pemerintahan di bidang kesehatan sesuai Lampiran UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah: 1) Peningkatan penyelenggaraan upaya kesehatan yang terjangkau, bermutu, merata, dan berkesinambungan dengan melibatkan para pemangku kepentingan; 2) Peningkatan pengelolaan sumber daya kesehatan daerah secara optimal untuk mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan; 3) Peningkatan peran serta masyarakat untuk hidup sehat; dan 4) Peningkatan upaya kesehatan lainnya sesuai kebutuhan dan prioritas daerah. Kerangka regulasi yang akan disusun antara lain adalah perumusan peraturan daerah, peraturan kepala daerah, dan peraturan lain yang dibutuhkan, termasuk dalam rangka menciptakan sinkronisasi, integrasi penyelenggaraan pembangunan kesehatan antara pusat dan daerah, serta implementasinya di daerah. Identifikasi Kerangka Regulasi dapat menggunakan tabel 26 di bawah ini: Tabel 1. Identifikasi Kerangka Regulasi No Fokus Regulasi Kerangka Regulasi Perd Perk Lainny a a a 1 Peningkatan penyelenggaraan upaya kesehatan yang terjangkau, bermutu, merata, dan berkesinambungan 2 Peningkatan pengelolaan sumber daya kesehatan daerah secara optimal untuk mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan 3 Peningkatan peran serta masyarakat untuk hidup sehat 4 Peningkatan upaya kesehatan lainnya sesuai kebutuhan dan prioritas daerah B. Kerangka Pendanaan Kerangka pendanaan adalah program dan kegiatan yang disusun untuk mencapai sasaran hasil pembangunan yang pendanaannya diperoleh dari anggaran pemerintah/daerah, sebagai bagian integral dari upaya pembangunan daerah secara utuh. Kerangka pendanaan memuat sumber-sumber pendanaan yang bisa digunakan dalam pembangunan, tata cara optimalisasi penggunaan sumber dana dan peningkatan kualitas belanja. Kerangka pendanaan meliputi peningkatan pendanaan dan efektifitas pendanaan. Peningkatan pendanaan kesehatan dilakukan melalui peningkatan proporsi anggaran kesehatan secara signifikan. Tahun 2016 APBN telah mengalokasikan 5% untuk kesehatan, dan sesua dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, anggaran kesehatan untuk daerah seharusnya sebesar 10% dari APBD. Peningkatan pendanaan kesehatan juga melalui dukungan dana dari Pemerintah Pusat, swasta dan masyarakat serta sumber dari tarif/pajak maupun cukai sesuai kewenangan daerah. Guna meningkatkan efektifitas pendanaan pembangunan kesehatan maka perlu mengefektifkan peran dan kewenangan Pusat-Daerah serta sinergitas pelaksanaan pembangunan kesehatan PusatDaerah. Dalam upaya meningkatkan efektifitas pembiayaan kesehatan daerah maka pendanaan kesehatan diutamakan untuk 1) Peningkatan penyelenggaraan upaya kesehatan yang terjangkau, bermutu, merata, dan berkesinambungan dengan melibatkan para pemangku kepentingan; 2) Peningkatan pengelolaan sumber daya kesehatan daerah secara optimal untuk mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan; 3) Peningkatan peran serta masyarakat untuk hidup sehat; dan 4) Peningkatan upaya kesehatan lainnya sesuai kebutuhan dan prioritas daerah. Identifikasi Kerangka Pendanaan dapat dilakukan dengan menggunakan Tabel di bawah ini: Tabel 2.Identifikasi Kerangka Pendanaan No 1 2 3 4 Fokus Pendanaan Peningkatan penyelenggaraan upaya kesehatan yang terjangkau, bermutu, merata, dan berkesinambungan Peningkatan pengelolaan sumber daya kesehatan daerah secara optimal untuk mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan Peningkatan peran serta masyarakat untuk hidup sehat Peningkatan upaya kesehatan lainnya sesuai kebutuhan dan prioritas daerah Sumber Pendanaan APBN ABBD APBD Swasta Masyarakat LainProv Kab nya Untuk mempertajam kerangkaan pendaannya beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian untuk memahami yaitu: a. Perencanaan dan Penganggaran Perencanaan merupakan suatu proses mengembangkan dan menentukan upaya/tindakan di masa depan yang telah ditetapkan melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia (UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional). Perencanaan dan penganggaran dalam pembangunan daerah sangat diperlukan agar pembangunan daerah dapat berjalan dengan efisien, efektif, tepat pada sasaran, dan berkelanjutan dengan mamanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal pada tingkat daerah. Pembangunan daerah juga harus dapat berjalan dengan sinergi, terintegrasi, dan terpadu, baik antar wilayah, antar sektor, maupun antar tingkat pemerintahan. Koordinasi dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah, baik yang bersifat horizontal maupun vertikal, dilakukan melalui mekanisme Musrenbang. Dalam Musrenbang, pelibatan seluruh stakeholders dan partisipasi publik adalah kunci utama dalam upaya mengefektifkan dan mengoptimalkan proses perencanaan dan penganggaran dalam pembangunan daerah. Pendekatan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) Model penganggaran di daerah menggunakan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK). ABK merupakan suatu pendekatan dalam sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan kinerja yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian kinerja tersebut. Yang dimaksud kinerja adalah prestasi kerja yang berupa keluaran dari suatu Kegiatan atau hasil dari suatu Program dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Untuk kesehatan indikator kinerja yang biasanya digunakan adalan Standar Pelayanan Minimal (SPM). SPM terakhir kali terbit yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 Tahun 2008 tentang SPM. Dasar hukum yang digunakan penerapan ABK meliputi: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA‐ KL) 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah. 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah junto Peraturan Menteri Daalm Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah junto Peraturan Menteri Daalm Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pemerintah Daerah menggunakan pendekatan ABK sebagai metode penganggaran di daerah yang berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006. Permendagri ini direvisi dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007. Peraturan ini direvisi kembali dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Selain itu Pemerintah daerah juga berpedoman pada Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Berbeda dengan penganggaran secara tradisional, ABK disusun berdasarkan orientasi keluaran. Pemikiran yang terjadi adalah “apa yang ingin dicapai “. Efisiensi pada pendekatn ABK juga akan terjadi karena penggunaan dana juga akan disertai hasil kerja yang dihasilkan. ABK juga memiliki siklus anggaran. Sama seperti tradisional, siklus ABK terdiri dari beberapa tahap (fase) yaitu:1. Tahap penyusunan anggaran 2. Tahap pengesahan anggaran 3. Tahap pelaksanaan anggaran 4. Tahap pengawasan pelaksanaan anggaran 5. Tahap pengesahan perhitungan anggaran. Untuk dapat menyusun ABK terlebih dahulu harus menyusun perencanaan strategik (Renstra). Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 menekankan pedoman pembuatan Renstra yang disusun dengan obyektif dan melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam pemerintahan dan masyarakat. Renstra digunakan untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Resntra ini lah yang menjelaskan kinerja yang akan dicapai selama 5 tahun. Salah satu aspek yang diukur dalam penilaian kinerja pemerintah daerah adalah aspek keuangan berupa ABK. Untuk melakukan suatu pengukuran kinerja perlu ditetapkan indikator-indikator terlebih dahulu antara lain indikator masukan (input) berupa dana, sumber daya manusia dan metode kerja. Agar input dapat diinformasikan dengan akurat dalam suatu anggaran, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kewajarannya. Dalam menilai kewajaran input dengan keluaran (output) yang dihasilkan, peran Analisa Standar Biaya (ASB) sangat diperlukan. ASB adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan. Sumber: UU 17/2003, UU 1/2004, UU 15/04, dan UU 25/04 Gambar 17. Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Pusat Dan Daerah b. Sumber Pendanaan Kesehatan 1) Sumber Dana Kesehatan 1. Pendanaan Kesehatan Tingkat Nasional Total belanja kesehatan di Indonesia sangat kecil. Belanja kesehatan (dana dan dana swasta) tidak pernah menembus angka diatas 3.1 persen dari PDB. Total belanja kesehatan selama 7 tahun (2005 s/d 2011) rata-rata hanya 2.9 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk belanja kesehatan per kapita per tahun 2011 Indonesia (US$ 95) jauh lebih kecil dibandingkan Malaysia dan Thailand yang pada tahun yang sama mengeluarkan US$ 346 dan US$ 201 per kapita. Indonesia menempati urutan ke 14 dari 15 negara Asia Tenggara. (HSRAIPHSS, 2016). Peningkatan anggaran tahun 2016 sebesar 5% dari APBN telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 171 (1) menekankan bahwa anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% dari APBN.. Sumber: UU No. 17 Tahun 2003 Gambar 18. Sumber Dana Kesehatan dari APBN Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 170 ayat 1 menjelaskan bahwa pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Ayat ke-2 menjelaskan bahwa unsur-unsur pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas sumber pembiayaan, alokasi, dan pemanfaatan. Ayat ke3 menjelaskan sumber pembiayaan kesehatan berasal dari Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, swasta dan sumber lain. Sumber Dana Kesehatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Alokasi dana APBN untuk dana kesehatan dari tahun ke tahun meningkat. Gambar 10 berikut memperlihatkan kenaikan anggaran tahun 2007 sampai tahun 2016. Sumber: Kementerian Kesehatan (2015) Gambar 19. Alokasi Anggaran Kesehatan 2007-2016 Pada tahun 2016 alokasi dana APBN untuk Kesehatan mencapai 5% dari total APBN. Sumber dana APBN disalurkan ke berbagai instansi/ lembaga Pemerintah dengan a. Dana APBN untuk kesehatan disalurkan Ke Kementerian Kesehatan b. Dana APBN untuk kesehatan disalurkan Ke Kementerian lain terkait Kesehatan c. Dana APBN untuk kesehatan disalurkan Ke BPJS Kesehatan d. Dana APBN untuk kesehatan disalurkan ke Pemerintah Daerah (Dana Perimbangan, Dana Otsus, dan Dana Penyesuaian) Sumber Dana APBN untuk kesehatan disalurkan dengan berbagai mekanisme dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Dana Kementerian (Dana Program Kementerian Kesehatan) Dana Kementerian Kesehatan merupakan dana/ anggaran yang dialokasi untuk pelaksanaan program-program pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Program-Program Kesehatan yang dilaksanakan sesuai dengan Rencans Strategis Kementerian Kesehatan. 2. Dana Dekonsentrasi (Ke Propinsi) Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang atau urusan pemerintah dari pemerintah pusat kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. (Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008). Contoh Alokasi Dana Dekonsentrasi di Provinsi berdasarakan Kepmenkes No. 31 tahun 2014 ditujukan untuk: 1. Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya kementerian kesehatan. 2. Program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak. 3. Progam pembinayaan upaya kesehatan. 4. Program kefarmasian dan alat kesehatan. 5. Progam pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan. 3. Dana Tugas Pembantuan (Ke Kab/Kota) Dana tugas pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Dalam penyelnggaraan nya sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008, penyelenggaraan tugas pembantuan, pemeritah dapat memberikan tugas pembantuan ke pemerintah provinsi atau kebupaten/kota dan /atau pemerintah desa untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintah. Program dan kegiatan tugas pembantuan bersifat fisik. Contoh Alokasi Dana Tugas Pembantuan di Provinsi berdasarkan Kepmenkes No. 31 tahun 2014 ditujukan untuk: a. Program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak b. Program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan 4. Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) Dana otonomi khusus atau Dana Otsus merupakan dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus daerah sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua UU ini kemudian direvisi menjadi UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undang-undang yang mengamanatkan pemberian otonomi khusus dan pengalokasian dana otonomi khusus kepada Provinsi Papua Barat. UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pemerintah juga mengalokasikan dana otonomi khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang dilaksanakan mulai tahun 2008. Contoh alokasi dana otonomi khusus untuk tahun 2013 dikeluarkanlah aturan untuk alokasi dana otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yaitu Peraturan Menteri Keuangan No 196 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Dan Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat serta Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2013. Pasal 3 Permenkeu Nomor 196 Tahun 2012 menyebutkan Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibagi dengan proporsi 70% (tujuh puluh persen) untuk Provinsi Papua dan 30% (tiga puluh persen) untuk Provinsi Papua Barat. Sumber dana otonomi khusus dari APBN yang terdiri dari: 1. Bagi hasil pajak 2. Bagi hasil Sumber Daya Alam 3. Perimbangan SDA minyak bumi 70% 4. Perimbangan SDA gas 70% 5. Dana otsus 2% plafon DAU nasional diutamakan untuk pendidikan dan kesehatan 6. Dana tambahan otonomi khusus untuk infrastruktur. Pembagian dana otonomi khusus contoh di Provinsi Papua di tentukan dengan peraturan Gubernur Provinsi Papua, yaitu 60% untuk Kabupaten/Kota dan 40% untuk Provinsi. Seiring dengan perkembangannya komposisi prosentase mengalami perubahan 80% untuk kabupaten/kota dan 20% untuk Provinsi. Penggunaan dana otonomi khusus juga dipergunakan di sektor kesehatan dengan alokasi 15% dari dana otonomi khusus (DPR-RI, 2016). 2. Pendanaan Kesehatan Tingkat Daerah Sumber Dana Kesehatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sumber dana APBD dikelompokkan sebagai berikut: 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di daerahnya sendiri yang dipungut sesuai peraturan di daerah dan perundangan yang berlaku (Halim, 2004). Sumber pendapatan asli daerah dicontohkan sebagai berikut sesuai Undang-Undang No. 33 tahun 2004 yaitu: 1) Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, contoh Pajak Daerah yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2) Retribusi Daerah Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 teridentifikasi 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah. Retribusi ini dikelompokkan ke dalam 3 golongan yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Retribusi Jasa Umum yaitu pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa usaha yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi Perizinan Tertentu adalah pungutan daerah sebagai pembayarann atas pemberian izin tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 mengklasifikasikan jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, contohnya yaotu bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta maupun kelompok masyarakat. 4) Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan Pendapatan Asli Daerah yang sah yaiut penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 mengklasifikasikan yang termasuk dalam pendapatan asli daerah yang sah meliputi: a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. b. Jasa giro. c. Pendapatan bunga. d. Keuntungan adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaaan barang ataupun jasa oleh pemerintah. 2) Dana Transfer Daerah 1. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana alokasi umum, selanjutnya disebut DAU, adalah dana perimbangan bersumber dari pendapatan APBN dan dialokasikan dalam upaya pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Landasan hukum pelaksanaan DAU adalah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah. Sebagai amanat UU UU Nomor 33 Tahun 2004, alokasi yang dibagikan pada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat minimal 26 % dari total penerimaan dalam negeri netto. Dengan ketentuan tersebut maka bergantung kondisi APBN dan Fiscal Sustainability Pemerintah Indonesia, alokasi DAU dapat lebih besar dari 26 % dari total pendapatan dalam negeri netto. DAU diberikan berdasarkan celah fiskal dan alokasi dasar. Dana alokasi umum juga dipergunakan oleh pemerintah daerah untuk mendanai pembangunan kesehatan. Sebagian besar alokasi dana DAU untuk sektor kesehatan dipergunakan untuk gaji pegawai negeri sipil tenaga kesehatan dan insentif bagi tenaga kesehatan. Namun, di beberapa daerah DAU juga dipergunakan untuk pembiayaan prigramprogram kesehatan dan pembelian sarana dan prasarana kesehatan. 2. Dana Alokasi Khusus (DAK) Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, telah menetapkan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi, diantaranya dalam upaya meningkatkan pembangunan kesehatan, sehingga pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau dan berkualitas. Pada tahun 2016, Undang-Undang APBN Nomor 14 Tahun 2015 tentang APBN 2016 pasal 12 menjelaskan bahwa DAK terbagi menjadi 2 yaitu: a. DAK Fisik yang penetapannya atas usulan daerah dengan memperhatikan prioritas nasional dan kemampuan keuangan daerah yag terbagi menjadi 3 peruntukan yaitu DAK reguler, DAK infrastruktur dan DAN Afirmasi. b. DAK Nonfisik terdiri atas dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Dana tunjangan Profesi Guru PNS Daerah, Dana bambahan penghasilanGuru PNS Daerah, Dana proyek pemda dan desentralisasi (P2D2), Dana BOK dan Bantuan operasional Keluarga Berencana (BOKB), Dana peningkatan kapasitas koperasi, usaha kecil dan menengah dan ketenagakerjaan (PK2 UKM da Naker). DAK Non Fisik untuk kesehatan terdiri dari: 1) Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) 2) Dana Akreditasi Puskesmas 3) Dana Akreditasi Rumah Sakit 4) Dana Jaminan Persalinan (Jampersal) 3. Dana Bagi Hasil Dana bagi hasil (revenue sharing) atau DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. DBH dilaksanakan dengan prinsip menurut sumbernya, dalam arti bahwa bagian daerah atas penerimaan yang dibagi hasilkan didasarkan atas daerah penghasil. Penentuan DBH untuk kabupaten di tentukan oleh peraturan yang berlaku. 3. Pendanaan Kesehatan dari Swasta Sumber dana ini biasanya berasal dari perusahaan, asuransi kesehatan swasta, sumbangan sosial, pengeluaran rumah tangga serta communan self help. Sumber dana berasal dari individual atau perusahaan. Harapannya adalah masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun manfaat. Contoh dari sumber dana ini adalah: a) Dana Masyarakat (out of pocket) Dana masyarakat merupakan dana kesehatan yang berasal dari pengeluaran rumah tangga atau dana yang berasal langsung dari individu. b) Dana Asuransi Swasta Dana asuransi swasta yang dimaksud di sini yaitu masyarakat yang mengikuti program kesehatan yang diselenggarakan oleh perusahaan asuransi swasta, dijelaskan pada gambar 38 di atas. Sistem pembayaran untuk pelayanan kesehatan yang digunakan yaitu sistem reimburst. Peserta atau masyarakat yang mengikuti program asuransi swasta akan mebayarkan lebih dahulu menggunakan uang pribadi kepada pemeberi layanan kesehatan seperti klinik atau rumah sakit. Kemudian peserta tersebut akan menagihkan ke perusahaan asuransi swasta. c) Dana Hibah Dana hibah merupakan dana kesehatan yang berasal dari organisasi internasional atau perusahaan swasta untuk mendanai progam kesehatan. Biasanya dana hibah ini berupa dana hibah penelitian, dana hibah untuk penanganan bencana kesehatan maupun bisa berupa obatobatan atau peralatan kesehatan serta mobil ambulance. d) Dana Lembaga Swadaya Masyarakat Dana ini merupakan dana kesehatan yang berasal dari organisasi sosial nirlaba, contohnya organisasi keagamaan, MERC-Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia, LKS Dompet Duafa dan lain-lain. Cara kerja LSM untuk program kesehatan yaitu langsung bekerja pada sasaran di masyarakat. e) Dana Perusahaan (Coorporate Social Responsibility) Definisi CSR menurut World Business Council on Sustainable Development adalah komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas. Dana CSR di daerah mulai banyak dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan sektor kesehatan. Karena dana CSR merupakan dana langsung dari perusahaan-perusahaan, program dan kegiatan dari Dana CSR ini belum banyak diketahui peruntukannya. Sebagai contoh dana CSR yang digunakan untuk kesehatan, seperti kitan massal, sikat gigi massal, operasi katarak, dan lain sebagainya. f) Dana Bantuan Luar Negeri Dana kesehatan yang diberikan dalam bentuk pinjaman program. Contohnya adalah Imunisasi oleh GAVI, HIV AIDS dan lain-lain. 2) Potensi Pendanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Pasal 171 ayat 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menegaskan bahwa besaran anggaran kesehatan diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Upaya kesehatan masyarakat dijelaskan didalam undangundang bahwa pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat. Pelayanan kesehatan meliputi kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Penguatan upaya promotif dan preventif sampai saat ini menggunakan dana APBN dan APBD. Harapannya peningkatan anggaran kesehatan sebesar 5% dari APBN juga akan meningkatkan alokasi program promotif dan preventif baik di Pemerintah maupun Pemerintah Daerah. Selain itu penggunaan dana pajak rokok juga diprioritaskan untuk upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif), karena upaya kuratif- rehabilitatif telah diupayakan melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN). Upaya yang bersifat promotif preventif, selain lebih meningkatkan kesehatan masyarakat, juga dapat lebih efisien dalam hal penggunaan dana yang bersifat kuratifrehabilitatif, yang saat ini ditangani oleh BPJS. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 114 dan 115 yang menjelaskan bahwa Pemerintah mengharuskan pengendalian rokok di Indonesia dengan mengharuskan produsen rokok mencantumkan peringatan bahaya merokok dan untuk pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Hal ini harus dilaksanakan dengan mencantumkan program promotif dan preventif bahaya merokok dan menyediakan sumber pendanaan untuk menjalankan program ini. Sumber: WHO, 2012 Gambar 20. Pajak Tembakau atas dasar Prosentase Harga Pasar Tahun 2013 Dukungan atas program bahaya merokok ini telah di apresiasi Pemerintah dengan mengeluarkan Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang didalamnya menjelaskan bahwa salah satu sumber pajak daerah adalah pajak rokok. Penggunaan pajak rokok ini seperti yang tertuang dalam pasal 31 yaitu minimal 50% dari pajak rokok yang diterima diperuntukkan bagi upaya kesehatan masyarakat dan penanganan aspek hukum. Pajak daerah merupakan salah satu sumber APBD yang bisa digunakan untuk upaya peningkatan kesehatan di daerah, karena selama ini banyak program atau kegiatan kesehatan di daerah tidak dapat terlaksana dengan keterbatasan pendanaan. Era otonomi daerah, Pemerintah Daerah (provinsi maupun kabupaten/ kota) dapat memanfaatkan dana pajak rokok untuk peningkatan kesehatan masyarakat, khususnya melalui upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dan pelayanan kesehatan kuratif rehabilitatif (Kemkes, 2014). 3) Potensi Dana Desa Dana Insentif Desa (DID) merupakan dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas pencapaian kinerja tertentu. UU APBN No. 14 tahun 2015 tentang APBN 2016, DID tahun dialokasikan sebesar 5 triliun rupiah. DID dialokasikan berdasarkan kriteria utama dan kriteria kinerja. Dasar hukum Dana Desa ini yaitu: 1. UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa 2. PP No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 tahun 2014 3. Permendagri No. 111/2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa 4. Permendagri No. 112/2014 tentang Pemilihan Kepala Desa 5. Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa 6. Permendagri No. 114/2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa 7. Permendes No.1/205 tentang Pedoman Kewenangan Lokal Berskala Desa 8. Permendes No.2/2015 tentang Musyawarah Desa 9. Permendes No.3/2015 tentang Pendampingan Desa 10. Permendes No.4/2015 tentang Pendirian, Pengelolaan,dan Pembubaran BUMDes Pengurusan, 11. Permendes No.5/2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa TA 2015 12. PP 60/2014 tentang Dana Desa Bersumber dari APBN 13. PP 22/2015 tentang Perubahan atas PP 60/2014 14. PMK Nomor 93/PMK.07/2015 Tentang Tatacara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa Tabel 3. Roadmap Alokasi Dana Desa Tahun 2015-2017 2015 2016 2017 2018 2019 URAIAN APBN APBN-P APBN APBN APBN APBN 643.355,7 733.610,9 811.843,7 1.037.911,6 1.118.401,7 3,23% 6,50% 0,00% 10,00% 10,00% Dana Desa (miliar) 9.066,2 20.766,2 47.684.7 81.184,3 103.791,1 111.840,2 Rata-rata per desa 122,4 (juta) 280,3 643,6 1.095,7 1.400,8 1.509,5 Alokasi Dana Desa33.430,8 ADD (miliar) 32.666,4 37.564,4 42.285,9 55.939,8 60.278,0 Bagi Hasil (miliar) 2.091,1 2.091,0 2.412,4 2.733,8 3.055,3 3.376,7 44.589,0 55.523,6 87.661.5 126.204,2 162.786,3 175.494,9 749,4 1.183.1 1.703,3 2.197,1 2.368,6 Transfer ke Daerah 637.975,1 % Dana Desa PDRD Total (DD+ADD+BH PDRD) 1,42% Rata-rata per 601,8 desa (juta) Keterangan: 1. Alokasi Transfer ke Daerah TA 2016-2019 berdasarkan Medium-Term Budget Framework 2. Dari 508 kab/kota, yang mempunyai Desa sebanyak 419 kab/kota. 3. Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar 10% dari DAU dan DBH dan bagian hasil PDRD sebesar 10% dihitung berdasarkan jumlah kab/kota yang memiliki Desa. 4. Jumlah Desa berdasarkan data dari Kemendagri (Permendagri No. 39/2015) sebanyak 74.093 Desa, dan diasumsikan s.d. tahun 2019 tidak bertambah. Sumber: Kemenkeu, 2015 22 Penggunaan Dana Desa 1. Dana Desa diprioritaskan untuk pemberdayaan masyarakat Desa membiayai belanja pembangunan dan 2. Pembangunan desa, antara lain berupa: a. Pemenuhan kebutuhan dasar (Poskesdes, Polindes, Posyandu, PAUD b. Pembangunan sarana dan prasarana Desa (Jalan Desa, Jalan Usaha Tani, embung desa, air bersih berskala desa, irigasi tersier, dll) c. Pengembangan potensi ekonomi lokal (BUMDesa, Pasar Desa, lumbung pangan desa, tambatan perahu, dll); dan d. Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan (pengelolaan sampah, hutan desa, rumput laut, dll). secara berkelanjutan 3. Pemberdayaan masyarakat desa, antara lain berupa: a. Peningkatan kualitas proses perencanaan Desa b. Mendukung kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUMDesa maupun oleh kelompok usaha masyarakat desa lainnya c. Pembentukan dan peningkatan kapasitas Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa d. Pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi para legal untuk memberikan bantuan hukum kepada warga masyarakat Desa 4. Prioritas penggunaan Dana Desa yang ditetapkan oleh Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Jelas sekali bahwa kesehatan memperoleh kesempatan untuk memanfaatkan dana desa bagi pembangunan kesehatan di desa. Hal ini menjadi tantangan bagi pelaksana di daerah. 4) Bagaimana Memetakan Program dan Sumber Pendanaan Program dan Kegiatan yang menjadi intervensi untuk mengatasi permasalahan kebaupaten/kota diharuskan mendapatkan alokasi dari sumbersumber dana yang tepat. Sumber dan jumlah alokasi harus dipetakan secara jelas pada saat melakukan perencanaan. Kertas Kerja untuk melakukan pemetaan program dan kegiatan pada saat perencanaan sebagai berikut: 23 Tabel 4. Pemetaan Potensi Sumber Dana Kesehatan Program/Kegiatan Program Obat Kesehatan Program Masyarakat dan Komponen kegiatan Perbekalan Pengadaan obat Upaya Potensi sumber dana APBN (obat DAK, APBD program), Distribusi obat APBD IFK DAK, APBD Manajemen pengelolaan obat APBD, Dekon (Provinsi) Kesehatan Pengadaan Sarana DAK, APBD Prasaran Puskesmas Perbaikan Masyarakat gizi APBD, Dekon (Provinsi) Program Promosi Kesehatan dan Media promosi dan APBD Pemberdayaan masyarakat informasi hidup sehat Penyuluhan masyarakat Peningkatan Pendidikan penyuluh Dst…. Dst... DAK non Fisik APBN (Pusdiklat tenaga kemenkes), APBD Dst.... Sumber: Kemendagri, 2006 Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 114 dan 115 yang menjelaskan bahwa Pemerintah mengharuskan pengendalian rokok di Indonesia dengan mengharuskan produsen rokok mencantumkan peringatan bahaya merokok dan untuk pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Hal ini harus dilaksanakan 24 dengan mencantukan program promotif dan preventif bahaya merokok dan menyediakan sumber pendaan untuk menjalankan program ini. Dukungan atas program bahaya merokok ini telah di apresiasi Pemerintah dengan mengeluarkan Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang didalamnya menjelaskan bahwa salah satu sumber pajakn daerah adalah pajak rokok. Penggunaan pajak rokok ini seperti yang tertuang dalam pasala 31 adalah minimal 50% dari pajak yang diterima diperuntukkan bagi upaya kesehatan masyarakat dan penangan aspek hokum. Pajak daerah ini sebagai sumber Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk upaya peningkatan kesehatan di daerah, karena selama ini banyak program atau kegiatan kesehatan di daerah tidak dapat terlaksana dengan keterbatasan pendanaan. f. Sinopsis/Rangkuman Kerangka regulasi merupakan rencana dalam pembentukan regulasi dalam rangka memfasilitasi, mendorong maupun mengatur perilaku masyarakat, termasuk swasta dan penyelenggara negara dalam rangka mewujudkan tujuan bernegara. Perencanaan kerangka regulasi sejak awal perencanaan dimaksudkan untuk: mengarahkan proses perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan agar sesuai dengan kebutuhan pembangunan; meningkatkan kualitas peraturan perundang-undangan dalam rangka mendukung pencapaian prioritas pembangunan; dan cmeningkatkan efisiensi pengalokasian anggaran untuk keperluan pembentukan peraturan perundang-undangan. Dukungan utama perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan adalah tersedianya sumber dana kesehatan. Sumber dana kesehatan di Indonesia terbagi menajdi beberapa sumber dana yaitu, 1) Sumber dana dari APBN, 2) Sumber dana dari APBD, 3) Sumber dana dari Swasta. Semua sumber dana tersebut diharapkan dapat membiayai program dan kegiatan bidang kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat. g. Referensi 1. 2. Akuntansi Keuangan Daerah. Abdul Halim (2004) Kajian Atas Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua, Papua Barat Dan Provinsi Aceh, DPR-RI, 25-3-2016, http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/bpkdpd_Analisa_Pengelolaan_&_Pe 25 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. rtanggungjawaban_Dana_Otsus_Prov._Papua,_Papua_Barat_&_NAD2013030414 2912.pdf Pedoman Penggunaan Dana Pajak Rokok Untuk Bidang Kesehatan, Kementerian Kesehatan tahun 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan, Serta Sarana dan Prasarana Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan Tahun Anggaran 2016. Permendagri No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sub Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas (2016). RPJMN 2015-2019 (power point). Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 26