EFEKTIVITAS FITOFARMAKA DALAM PAKAN UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. YESY SARTIKA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 EFEKTIVITAS FITOFARMAKA DALAM PAKAN UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. YESY SARTIKA SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: EFEKTIVITAS FITOFARMAKA DALAM PAKAN UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2011 YESY SARTIKA C14070039 Judul Skripsi : Efektivitas fitofarmaka dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. Nama Mahasiswa : Yesy Sartika Nomor Pokok : C14070039 Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. Dinamella Wahjuningrum Dr. Mia Setiawati NIP. 19700521 199903 2 001 NIP. 19641026 199203 2 001 Diketahui Ketua Departemen Budidaya Perairan Dr. Ir. Odang Carman M.Sc NIP. 19591222 198601 1 001 Tanggal lulus : KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Tema dari penelitian yang dilaksanakan dari tanggal 31 Januari sampai 2 April 2011 di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor adalah fitofarmaka dengan judul penelitian “Efektivitas fitofarmaka dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Dinamella Wahjuningrum dan Dr. Mia Setiawati selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan, bimbingan serta motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua , keluarga besar, dan Mukhlish yang telah memberikan doa dan motivasi yang besar. Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Belitung Bogor, Combat (BDP44), LKI’ers, Pak Ranta, kak Karno, kak Ewa, kak Rahmat, kak Rahman atas bantuan dan semangatnya. Bogor, Juni 2011 YESY SARTIKA C14070039 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Belitung tanggal 25 Maret 1990. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara, dengan Ayah bernama Topiani dan Ibu bernama Hasimi. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN 2 Simpang Pesak lulus tahun 2003, SMP Negeri 1 Dendang lulus tahun 2005, dan SMA Negeri 1 Tanjung Pandan lulus tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti magang di Balai Budidaya Air Tawar di Belitung Timur pada tahun 2008, dan praktek lapangan akuakultur di Hatchery Air Saga, Belitung pada tahun 2010. Penulis juga menjadi asisten untuk program S1 pada mata kuliah Manajemen Kesehatan Akuakultur pada tahun 2011. Selain itu penulis juga aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) yaitu sebagai Bandahara divisi Kewirausahaan 2008-2009 dan Bandahara divisi Marketing 2009-2010. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Efektivitas fitofarmaka dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp”. ABSTRAK YESY SARTIKA. Efektivitas Fitofarmaka dalam Pakan untuk Pencegahan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan MIA SETIAWATI. Aeromonas hydrophila merupakan bakteri penyebab penyakit Motile Aeromonad Septicaemia (MAS) pada ikan lele Clarias sp. Beberapa bahan fitofarmaka dapat mencegah penyakit MAS pada ikan lele Clarias sp. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan bahan fitofarmaka ; lidah buaya (A), daun pepaya (B), meniran yang ditambah bawang putih (C), dan paci-paci (D) yang paling efektif yang masing-masing dicampur ke dalam pakan komersil melalui repeleting sebagai upaya pencegahan penyakit MAS pada ikan lele dumbo Clarias sp. Ikan lele yang digunakan memiliki panjang 7.81±1.48 gram. Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 60x30x30 cm sebanyak 18 buah. Perlakuan yang diujikan adalah lidah buaya (0.5%), daun pepaya (4%), meniran+bawang putih (2.1%), dan paci-paci (4%), K- (tanpa bahan fitofarmaka dan disuntik dengan PBS 0.1 ml), dan K+ (tanpa bahan fitofarmaka dan diuji tantang dengan A. hydrophila 0.1 ml). Ikan uji diberi pakan perlakuan selama 14 hari sebanyak dua kali sehari secara at satiation, dan pada hari ke-15 dilakukan uji in vivo dengan menyuntikkan A. hydrophila (108 CFU/ml) ke ikan uji secara intramuskular dan dilakukan pengamatan selama 10 hari. Parameter yang diamati yaitu respon ikan terhadap pakan, kelangsungan hidup, pertumbuhan relatif, gejala klinis, penyembuhan luka, organ dalam, dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan kelangsungan hidup ikan perlakuan K- 100±0%, perlakuan C 66.67±11.55%, perlakuan D 60±34.64%, perlakuan B 40±20%, dan perlakuan A 26.67±23.09%. Perlakuan K- tidak berbeda nyata dengan perlakuan C dan D (p>0.05). Perlakuan kombinasi antara meniran dan bawang putih, dan paci-paci efektif untuk pencegahan penyakit MAS pada ikan lele dumbo Clarias sp. Kata kunci : A. hydrophila, lele dumbo, fitofarmaka ----------------------------------ABSTRACT YESY SARTIKA. The Effectivity of Herbal Plant On Feed For the Prevention of Aeromonas hydrophila Infection Prevention In Catfish Clarias sp. Supervised by DINAMELLA WAHJUNINGRUM and MIA SETIAWATI. Aeromonas hydrophila is a bacteria that causes Motile Aeromonad Septicaemia (MAS) disease in the catfish Clarias sp. Some herbal plant can prevent MAS diseases in catfish Clarias sp. The purpose of this research was to determine herbal plant; Aloe vera (A), Carica papaya L. (B), Phyllanthus niruri combine Allium sativum (C), and Leucas lavandulaefolia (D) as the most effective which were mixed into the commercial feed by means repeleting as the prevention of MAS disease in catfish Clarias sp. Catfish that is used has a weight of 7.81 ± 1.48 gram. The container used is aquarium that measuring 60x30x30 cm as many as 18 pieces. The treatments tested were aloe vera (0.5%), Carica papaya L. (4%), Phyllanthus niruri + Allium sativum (2.1%), and Leucas lavandulaefolia (4%), K- (without herbal plant treatment and injected with 0.1 ml PBS), and K+ (without herbal plant treatment and infected with 0.1 ml of A. hydrophila). Test fish fed with treatment for 14 days, twice a day in at satiation, and at 15th days test in vivo by injecting A. hydrophila (108 CFU/ml) into the fish by intramuscular and observed for 10 days. Parameters measured were response fish out of fed, survival rate, relative growth, clinical symptoms, wounds healing, organs morphology, and water quality. The result of research show the survival of fish treatment K- 100 ± 0%, treatment C 66.67 ± 11:55%, treatment D 60 ± 34.64%, treatment B 40 ± 20 %, and treatment A 26.67 ± 9.23%. The survival was not significantly different between treatment K-, C and D (p>0.05). Treatment Phyllanthus niruri combine Allium sativum and Leucas lavandulaefolia was effective for the prevention of MAS disease in catfish Clarias sp. Key words : A. hydrophila, Clarias sp., herbal plant DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR.............................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... v I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1 II. METODOLOGI.............................................................................. 3 2.1 Metode Penelitian ....................................................................... 3 2.1.1 Penyediaan Bakteri Uji ...................................................... 3 2.1.2 Regenerasi Bakteri Uji....................................................... 3 2.1.3 Penentuan Nilai LD50 ....................................................... 3 2.1.4 Penyediaan Bahan ............................................................. 3 2.1.4.1 Pembuatan Tepung Lidah Buaya Aloe vera............ 4 2.1.4.2 Pembuatan Tepung Daun Pepaya Carica papaya L.................................................. 4 2.1.4.3 Pembuatan Tepung Meniran Phyllanthus niruri dan Bawang putih Allium sativum ......................... 4 2.1.4.4 Pembuatan Tepung Paci-paci Leucas lavandulaefolia ................................................... 5 2.1.5 Penentuan Dosis Perlakuan................................................ 5 2.1.6 Pembuatan Pakan Perlakuan .............................................. 6 2.1.7 Persiapan Wadah dan Ikan................................................. 6 2.1.8 Uji in vivo.......................................................................... 7 2.2 Parameter Pengamatan ................................................................ 8 2.2.1 Respon Ikan terhadap Pakan .............................................. 8 2.2.2 Pertumbuhan ..................................................................... 8 2.2.3 Kelangsungan Hidup ......................................................... 8 2.2.4 Gejala Klinis dan Penyembuhan Luka ............................... 9 2.2.5 Pengamatan Organ Dalam ................................................. 9 2.2.6 Kualitas Air ....................................................................... 9 2.3 Analisis Data............................................................................... 10 III. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 11 3.1 Hasil ........................................................................................... 11 3.1.1 Identifikasi Bakteri Uji ...................................................... 11 3.1.2 Uji LD50 ........................................................................... 11 3.1.3 Uji in vivo.......................................................................... 12 3.1.3.1 Respon Ikan terhadap Pakan .................................. 12 3.1.3.2 Pertumbuhan ......................................................... 12 3.1.3.3 Kelangsungan Hidup ............................................. 13 3.1.3.4 Gejala Klinis.......................................................... 14 3.1.3.5 Penyembuhan Luka ............................................... 17 3.1.3.6 Pengamatan Organ Dalam ..................................... 22 3.1.3.7 Kualitas Air ........................................................... 23 3.2 Pembahasan ................................................................................ 24 IV. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 35 4.1 Kesimpulan ................................................................................. 35 4.2 Saran........................................................................................... 35 DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 36 LAMPIRAN ........................................................................................... 39 DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi Bahan Perlakuan dalam Pakan............................................ 5 2. Parameter Kualitas Air, Satuan dan Alat Ukur...................................... 9 3. Parameter Uji Sebelum dan Sesudah Infeksi......................................... 12 4. Penyembuhan Luka.............................................................................. 21 5. Kualitas Air pada Akhir Perlakuan....................................................... 22 6. Hasil Penelitian Acuan......................................................................... 31 7. Hasil Penelitian Sekarang..................................................................... 31 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema Uji In Vivo.............................................................................. 7 2. Tagging pada Ikan (Kurniawan, 2010) ............................................... 8 3. Morfologi koloni A. hydrophila Umur 1x24 Jam pada Media TSA..... 11 4. Ekspresi Sel A. hydrophila Hasil Pewarnaan Gram............................ 11 5. Pertumbuhan Relatif Ikan Lele selama 14 Hari Sebelum Infeksi......... 13 6. Kelangsungan Hidup Ikan Lele pada Akhir Perlakuan........................ 13 7. Jumlah Kematian Per Hari Pascainfeksi ............................................. 14 8. Perlakuan Kontrol Negatif tidak Menimbulkan Gejala Klinis ............. 14 9. Gejala Klinis Nekrosis Timbul pada Jam Ke-14 Perlakuan Kontrol Positif ............................................................................................... 10. Gejala Klinis Hemoragi Timbul pada Hari Ke-1 Perlakuan Lidah Buaya................................................................................................ 15 15 11. Gejala Klinis Tukak Timbul pada Hari Ke-2 Perlakuan Daun Pepaya .............................................................................................. 16 12. Gejala Klinis Hemoragi Timbul pada Hari Ke-2 Perlakuan Meniran Ditambah Bawang Putih...................................................... 16 13. Gejala Klinis berupa Nekrosis pada Hari Ke-2 Perlakuan Paci-paci.... 16 14. Gejala Ikan Sebelum Mati Hari Ke-4 pada Perlakuan Daun Pepaya.... 16 15. Perubahan Diameter Luka Perlakuan Kontrol Positif Ulangan 2......... 17 16. Perubahan Diameter Luka Perlakuan Lidah Buaya Ulangan 2.. .......... 18 17. Perubahan Diameter Luka Perlakuan Daun Pepaya Ulangan 3 ........... 19 18. Perubahan Diameter Luka Perlakuan meniran Ditambah Bawang Putih Ulangan 2.. .............................................................................. 19 19. Perubahan Diameter Luka Perlakuan Paci-paci Ulangan 2.................. 20 20. Organ dalam Ikan Lele Setiap Perlakuan (Keterangan : a= Ginjal, b = Hati, c = Empedu, d = Limpa) ................................................... 21 21. Suhu Air selama Perlakuan ................................................................ 23 22. Mekanisme Flavonoid dan Saponin sebagai Antimikroba (Pelczar dan Chan 1988) .................................................................... 29 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan Nilai LD50 ........................................................................ 39 2. Jumlah Konsumsi Pakan ...................................................................... 40 3. Analisis Statistik terhadap Jumlah Konsumsi Pakan Total Sebelum Uji Tantang, Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup........................... 41 4. Gejala Klinis dan Diameter Luka Setiap Perlakuan .............................. 43 5. Persentase Penyembuhan Luka ............................................................ 45 I. PENDAHULUAN Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat. Budidaya ikan lele berkembang secara pesat karena dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar yang tinggi, teknologi yang digunakan sederhana sehingga mudah dikuasai oleh masyarakat. Lele merupakan komoditas yang mempunyai tingkat serapan pasar cukup tinggi. Khusus untuk pasar dalam negeri, permintaan lele dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup siginifikan. Permintaan lele ukuran konsumsi bisa mencapai 150 ton per hari untuk daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), yang sekitar 70% nya diserap oleh warung tenda (KKP, 2010a). Permasalahan yang muncul seringkali diakibatkan padat tebar yang tinggi, yaitu timbulnya penyakit. Penyakit yang sering menyerang ikan lele adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophila. Penyakit ini dapat menurunkan tingkat pertumbuhan, derajat kelangsungan hidup dan dikenal dengan nama Motile Aeromonad Septicaemia (MAS). Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan keamanan pangan, menuntut berbagai pihak yang terkait dengan perikanan budidaya untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Seluruh tahapan dalam budidaya ikan harus memperhatikan sanitasi dan pengendalian dalam upaya mencegah tercemarnya hasil perikanan budidaya dari berbagai bahaya keamanan pangan seperti bakteri, logam berat serta pestisida, maupun residu bahan terlarang seperti antibiotik dan hormon (KKP, 2010b). Penggunaan antibiotik terhadap pengendalian bakteri infeksi ini sudah jelas tidak dianjurkan, karena antibiotik dapat menyebabkan bakteri patogen tersebut bersifat resisten. Sehingga harus diberikan solusi yang aman dan memiliki efek positif terhadap pengendalian penyakit ini. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk pencegahan penyakit MAS yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila adalah fitofarmaka. Fitofarmaka merupakan bahan alami yang ramah lingkungan, tidak menimbulkan residu jika dikonsumsi ikan dan aman bagi konsumen. Berbagai macam fitofarmaka sudah digunakan untuk mencegah maupun mengobati penyakit bakterial atau infeksi. Dosis 5 ppt (0.5%) dari ekstrak lidah buaya Aloe vera merupakan dosis yang efektif digunakan untuk mencegah infeksi A.hydrophila pada ikan lele dumbo (Faridah, 2010). Dosis efektif dari ekstrak daun pepaya Carica papaya L. yang berguna dalam pencegahan penyakit MAS pada ikan lele adalah 20 mg/ml (2%) (Setiaji, 2009). Kombinasi tepung meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum dalam pakan dengan dosis 2.1% efektif untuk mencegah penyakit MAS (Kurniawan, 2010). Ikan lele uji dengan perlakuan pencegahan yang diberikan ekstrak paci-paci Leucas lavandulaefolia dengan konsentrasi 4 g/100 ml (4%) yang dicampur ke dalam pakan cukup efektif untuk menekan infeksi yang disebabkan A. hydrophila (Utami, 2009). Lidah buaya, daun pepaya, meniran ditambah bawang putih, dan paci-paci, terbukti dapat mencegah penyakit MAS yang disebabkan bakteri A. hydrophila pada ikan lele dumbo. Bahan perlakuan pada penelitian Utami (2009), Setiaji (2009) dan Faridah (2010) diekstrak dan dicampurkan ke pakan dengan menggunakan binder berupa putih telur. Pada penelitian ini mengacu pada metode penelitian Kurniawan (2010) yaitu penepungan bahan fitofarmaka dan dicampurkan ke dalam tepung pakan komersil kemudian direpelleting. Hal ini dianggap lebih praktis dalam pembuatan dan pemberiannya pada ikan, karena kemungkinan leaching sangat kecil karena bahan perlakuan tercampur secara homogen di dalam pakan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan bahan perlakuan yang paling efektif diantara lidah buaya, daun pepaya, meniran ditambah bawang putih, dan paci-paci, dalam pakan sebagai upaya pencegahan penyakit MAS pada ikan lele dumbo Clarias sp. II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian 2.1.1 Penyediaan Bakteri Uji Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Aeromonas hydrophila yang diperoleh dari Laboratorium Kesehatan Ikan. Kemudian bakteri ini disuntikkan ke ikan lele secara intramuskular untuk menguji virulensinya. Setelah itu dilakukan reisolasi dengan cara menggoreskan ose ke bagian ginjal kemudian dibiakkan di Trypticase Soy Agar (TSA) dan diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator. Koloni bakteri dari isolat yang berasal dari Laboratorium Kesehatan Ikan dan hasil reisolasi dilakukan pengamatan terhadap morfologinya. Untuk mendapatkan biakan murni maka diambil koloni yang tumbuh secara terpisah dan memiliki morfologi yang berlainan diisolasi kembali ke dalam media TSA miring dan diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator. Identifikasi yang dilakukan yaitu pewarnaan Gram dan uji biokimia yang meliputi uji oksidatif/fermentatif, motilitas, oksidase dan katalase (Garrity, 2005). 2.1.2 Regenerasi Bakteri Uji Bakteri yang diujikan diregenerasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Bakteri stok dari kultur primer dibiakkan dalam agar miring sebanyak satu ose dan digoreskan ke agar miring kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator. Bakteri yang berumur 24 jam diambil sebanyak satu ose dan diinokulasikan ke dalam tabung yang berisi 10 ml media Trypticase Soy Broth (TSB) dan diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator bergoyang (shaker). 2.1.3 Penentuan Nilai LD50 Penentuan tingkat virulensi bakteri dilakukan dengan menghitung nilai LD50 nya. Hal ini penting untuk mengetahui konsentrasi bakteri yang digunakan untuk melakukan uji tantang (in vivo). Pada uji LD50 A. hydrophila yang digunakan dikultur pada media Trypticase Soy Broth (TSB), kemudian dicuci dengan menggunakan Posphat Buffer Saline (PBS) sebanyak 2 kali, kemudian disuntikkan dengan kepadatan 105 sampai 108 cfu/ml secara intramuskuler sebanyak 0,1 ml/ekor pada seluruh ikan sesuai dengan label kepadatan bakteri pada setiap akuarium. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah ikan yang masih hidup dan yang mati sampai hari ke tujuh. Kemudian dilakukan penghitungan untuk mengetahui LD50 yaitu konsentrasi pada waktu ikan mati sebanyak 50% dari populasi selama 7 hari. 2.1.4 Penyediaan Bahan 2.1.4.1 Pembuatan Tepung Lidah Buaya Aloe vera Lidah buaya yang digunakan sudah dalam bentuk serbuk berasal dari Balai Tanaman Rempah dan Obat (Balitro), Cimanggu, Bogor. Adapun cara pembuatannya yaitu lidah buaya dicuci, diiris tipis, kemudian dikeringkan selama beberapa hari. Setelah itu dihaluskan dengan blender hingga menjadi bubuk. Bubuk yang dihasilkan diayak menggunakan saringan teh hingga dihasilkan bubuk halus, kemudian disimpan dalam wadah kedap udara. 2.1.4.2 Pembuatan Tepung Daun Pepaya Carica Papaya L. Daun pepaya dicuci, dipotong-potong dan dikeringudarakan selama 7 hari hingga daun pepaya mudah untuk diremas dan dihancurkan menggunakan tangan. Kemudian dihaluskan dengan blender hingga menjadi bubuk. Bubuk yang dihasilkan diayak menggunakan saringan teh hingga dihasilkan bubuk halus, kemudian disimpan dalam wadah kedap udara. 2.1.4.3 Pembuatan Tepung Meniran Phyllanthus niruri dan Bawang Putih Allium sativum Daun meniran dikering udarakan tanpa terkena sinar matahari langsung sekitar tiga hari, kemudian dihaluskan dengan blender dan tepung meniran disimpan dalam wadah kedap udara. Bawang putih dikupas dan diiris tipis, setelah itu dikering udarakan tanpa terkena sinar matahari langsung selama 5 hari. Selanjutnya di oven selama 1 jam pada suhu 60oC, kemudian dihaluskan dengan blender. Setelah itu disimpan dalam wadah kedap udara. 2.1.4.4 Pembuatan Tepung Paci-paci Leucas lavandulaefolia Tanaman paci-paci yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun, batang dan akar. Hal ini dikarenakan setiap bagian dari tanaman paci-paci memiliki khasiat sebagai obat herbal. Paci-paci dicuci dan dikering udarakan selama 7 hari, kemudian dihaluskan dengan blender dan tepung paci-paci disimpan dalam wadah kedap udara. 2.1.5 Penentuan Dosis Perlakuan Perlakuan dalam penelitian ini adalah untuk menentukan bahan yang paling efektif diantara lidah buaya, daun pepaya, meniran ditambah bawang putih,dan paci-paci, yang masing-masing ditambahkan pada pakan melalui repeleting sebagai pencegahan penyakit MAS (Motile Aeromonad Septicaemia). Perlakuan didasarkan pada dosis efektif penelitian sebelumnya, setiap perlakuan diberikan 3 kali ulangan (Tabel 1). Namun dosis daun pepaya yang akan ditambahkan ke dalam pakan sebanyak dua kali lipat dari dosis efektif pada penelitian Setiaji (2009), yaitu dosis pada zona hambat (in vitro) sama dengan dosis uji tantang (in vivo). Sedangkan Angka (2005), dosis fitofarmaka untuk pencegahan pada pakan dua kali lipat dari dosis in vitro (zona hambat). Metode pencampuran bahan perlakuan pada pakan untuk penelitian ini mengacu pada penelitian Kurniawan (2010). Metode yang digunakan adalah pemberian bahan yang dicampurkan dengan pakan komersil yang telah ditepungkan terlebih dahulu. Dosis yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi bahan perlakuan dalam pakan Perlakuan Dosis efektif (penelitian sebelumnya) - Dosis Perlakuan (Penelitian sekarang) Kontrol negatif (K ) 0 0 Kontrol positif (K+) 0 0 Lidah buaya (A) 5 ppt 0.5 % Daun pepaya (B) 20 mg/ml 4% Meniran dan bawang putih (C) 2.1 % (0.70% meniran,1.4% bawang putih) 2.1 % Paci-paci (D) 4 gr/100 ml 4% Keterangan : Kontrol negatif (K-) : tidak diberi bahan fitofarmaka dalam pakan, tidak diinfeksi A.hydrophila pada hari ke-15. Kontrol (K+) A, B, C, D : tidak diberi bahan fitofarmaka dalam pakan, diinfeksi A. hydrophila pada hari ke-15 : diberi bahan fitofarmaka (sesuai Tabel 1), diinfeksi A. hydrophila pada hari ke-15 2.1.6 Pembuatan Pakan Perlakuan Pakan komersil berprotein 30% ditepungkan, kemudian dicampur dengan masing-masing bahan perlakuan sesuai dosis perlakuan serta ditambahkan vitamin C 0.1% dan diaduk rata. Setelah itu ditambahkan air sebanyak 30% lalu dicetak, kemudian di oven sekitar 2 jam pada suhu 60oC. Pakan disimpan dalam wadah kedap udara. 2.1.7 Persiapan Wadah dan Ikan Uji Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium yang berukuran 60x30x30 cm sebanyak 18 buah. Sebelum digunakan akuarium dicuci dan dikeringkan, kemudian didesinfeksi dengan kaporit 100 ppm selama 24 jam. Kemudian diisi air setinggi 20-25 cm, dikaporit 30 ppm selama 24 jam, dan dinetralisir dengan thiosulfat 15 ppm dan diaerasi kuat. Akuarium dilengkapi dengan penutup berupa kain kasa dengan tujuan ikan lele tidak loncat, begitu pula halnya dengan bagian dinding akuarium dilapisi plastik hitam, untuk menghindari stres pada ikan uji. Ikan lele yang digunakan memiliki bobot awal 7.81±1.48 gram. Ikan lele diadaptasikan dalam penampungan selama 1-2 minggu sebelum dimasukkan ke dalam akuarium. Mula-mula ikan direndam dengan larutan garam 30 ppt selama 5 menit yang bertujuan menghilangkan ektoparasit. Selama proses adaptasi ini ikan diberi pakan 2 kali sehari. Pakan yang diberikan adalah pakan komersil yang mengandung protein 30%. Tahap selanjutnya adalah pengadaptasian ikan lele di dalam akuarium. Ikan lele diadaptasikan selama 3-5 hari. Setiap akuarium diisi ikan sebanyak 5 ekor. Setelah beradaptasi, ikan lele diberi pakan perlakuan secara at satiation dengan FF (Feeding Frequency) 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore. 2.1.8 Uji In Vivo Uji in vivo dilakukan untuk mengetahui pengaruh bahan perlakuan dengan dosis tertentu yang dicampurkan ke dalam pakan terhadap kelangsungan hidup ikan lele setelah diinfeksi A. hydrophila dan menentukan bahan perlakuan yang paling efektif. Penginfeksian A. hydrophila dilakukan setelah bahan perlakuan diberikan selama 14 hari. Ikan lele berjumlah 5 ekor per ulangan dengan jumlah ulangan sebanyak 3 ulangan untuk setiap perlakuan, diinfeksi dengan A. hydrophila dengan dosis LD50 pada penelitian pendahuluan sebanyak 0.1 ml/ikan secara intramuskular. Perlakuan Hari ke- K- 0 Pemberian pakan uji Pengamatan Injeksi dengan PBS 14 16 24 Injeksi dengan A. hydrophila K+ 0 15 A 0 15 B 0 15 C 0 15 D 0 15 K- Keterangan : K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, A = lidah buaya, B = daun pepaya, C = meniran+bawang putih, D = paci-paci Gambar 1. Skema uji in vivo Ikan setiap perlakuan diberi tanda yang berbeda, yaitu pada sirip pektoral kanan, pektoral kiri, dan sirip kaudal (Gambar 2). Penanda pada ikan dilakukan setelah ikan diinfeksi, yaitu dengan melubangi sirip menggunakan besi yang dipanaskan. Fungsi dari penandaan (tagging) adalah untuk membedakan antar ikan dalam satu perlakuan, satu ulangan selama pengamatan. Pki Pka Keterangan : Pki = Sirip pektoral sebelah kiri dilubangi dilubangi, Pka = Sirip pektoral sebelah kanan dilubangi, = Sirip kaudal dilubangi sebanyak 1 lubangi, = Sirip kaudal dilubangi sebanyak 2 lubang,, = Sirip kaudal dilubangi sebanyak 3 lubang Gambar 2. Tagging pada ikan (Kurniawan, 2010) 2.2 Parameter Pengamatan 2.2.1 Respon Ikan terhadap Pakan Pengamatan respon ikan terhadap pakan dilakukan dari awal hingga akhir perlakuan. Respon ikan terhadap pakan dapat diukur dengan menimbang sisa pakan yang tidak termakan dari sejumlah pakan yang diberikan. 2.2.2 Pertumbuhan Bobot ikan ditimbang saat awal, tengah, dan akhir perlakuan seb sebelum uji tantang dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.001. Pertumbuhan relatif dihitung dengan formula di bawah ini : bobot akhir-bobot awal Pertumbuhan relatif = x 100% bobot awal 2.2.3 Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup ikan diamati setiap hari hingga akhir perlakuan. Perhitungan kelangsungan hidup dilakukan di akhir perlakuan dengan formula sebagai berikut (Effendi 2004). Nt Kelangsungan hidup = x 100% No Keterangan : Nt = Jumlah ikan akhir (ekor) No = Jumlah ikan awal (ekor) 2.2.4 Gejala Klinis dan Penyembuhan Luka Gejala klinis diamati setiap hari setelah ikan diinfeksi dengan A. hydrophila. Gejala klinis yang diamati adalah radang, haemoragi, dan tukak. Penyembuhan luka diukur berdasarkan persentase perubahan diameter luka selama perlakuan dari diameter luka maksimum yang disebabkan infeksi bakteri A. hydrophila. Penyembuhan luka diamati setiap 2 hari sekali selama 10 hari. Rumus yang digunakan untuk penghitungan persentase perubahan diameter luka adalah sebagai berikut. Diameter luka terbesar – Diameter luka terkecil ∆X= [ 1 x 100%] x Diameter luka terbesar t Keterangan : t ΔX = lama penyembuhan (hari) = Penyembuhan luka (%/hari) 2.2.5 Pengamatan Organ Dalam Pada akhir perlakuan dilakukan pengamatan organ dalam untuk menentukan dan membedakan kelainan klinis yang terjadi antar perlakuan. Pengamatan meliputi morfologi dan warna organ dalam ikan yaitu ginjal, hati, limpa, dan empedu. 2.2.6 Kualitas Air Kualitas air diukur di awal dan akhir perlakuan. Parameter yang diukur adalah oksigen terlarut, TAN (Total Amoniak Nitrogen), pH, dan suhu. Tabel 2. Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur Parameter Satuan Alat Ukur Oksigen terlarut ppm DO meter TAN ppm Spektrofotometer - pH meter C Termometer pH Suhu 0 2.3 Analisis Data Penelitian ini dilakukan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Data dianalisis menggunakan ANOVA single factor, dan uji lanjut untuk beda nyata menggunakan uji Duncan. Parameter yang dianalisis statistik secara kuantitatif adalah kelangsungan hidup, respon ikan terhadap pakan sebelum uji tantang dan pertumbuhan relatif, sedangkan parameter yang dianalisis secara deskriptif adalah respon ikan terhadap pakan setelah uji tantang, gejala klinis, penyembuhan luka, morfologi organ dalam, dan kualitas air. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Identifikasi Bakteri Uji Identifikasi bakteri uji meliputi pewarnaan Gram, sifat biokimia dan fisiologi bakteri. Karakterisasi awal dan hasil Postulat Koch menunjukkan karakter bakteri yang mengarah pada A. hydrophila. Morfologi koloni dari A. hydrophila yaitu berwarna krem, krem, elevasi cembung, dan tepiannya halus (Gambar 3), sedangkan morfologi selnya berbentuk batang dan bersifat Gram negatif. Uji sifat biokimia menunjukkan A. hydrophila bersifat motil dan membentuk H2S, positif terhadap uji O/F (Oksidatif/Fermentatif), oksidase oks dan katalase. Hal ini sesuai dengan Garrity (2005). = 0.8 µm Gambar 3. Morfologi koloni A. hydrophila umur 1 x 24 jam pada media TSA Gambar 4. Ekspresi sel A. hydrophila hasil pewarnaan Gram ram (perbesaran 1000 kali) 3.1.2 Uji LD50 Bakteri A. hydrophila diinfeksikan kembali pada ikan lele untuk menentukan kepadatan bakteri yang akan digunakan untuk uji in vivo. Berdasarkan uji patogenitas dengan menghitung LD50 didapatkan konsentrasi bakteri yang mendekati kematian 50% dari populas populasii ikan lele selama 7 hari adalah bakteri dengan kepadatan 108 cfu/ml (Lampiran 1). 3.1.3 Uji In Vivo 3.1.3.1 Respon Ikan terhadap Pakan Pakan perlakuan diberikan selama 14 hari dan dilakukan pengamatan respon ikan terhadap pakan sebelum dilakukannya injeksi dengan A. hydrophila. Pada umumnya ikan memakan pakan yang diberikan. Jumlah pakan yang dikonsumsi dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 2. Respon ikan terhadap pakan juga diamati setelah ikan diinfeksi dengan A. hydrophila. Pakan yang diberikan adalah pakan tanpa perlakuan. Pada H1 setelah uji tantang terlihat respon pakan yang berbeda secara significant dengan sebelum dilakukannya uji tantang, secara keseluruhan ikan tidak mau memakan pakan yang diberikan. Ikan tidak merespon pakan yang diberikan selama 2 hari pascainfeksi baik yang diuji tantang dengan A. hydrophila maupun dengan menggunakan PBS. Namun pada H3 ikan mulai merespon pakan yang diberikan dan relatif meningkat hingga hari ke-9. Kontrol negatif memiliki respon pakan yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Jumlah pakan yang dikonsumsi sebelum dan sesudah uji tantang dan kelangsungan hidup sebelum uji tantang dapat dilihat pada Tabel 3 (p>0.05). Tabel 3. Parameter uji sebelum dan sesudah infeksi Parameter Uji Perlakuan K- (0%) K+ (0%) A (0.5%) B (4%) C (2.1%) D (4%) 23.82a±2.88 22.54a±1.38 21.19a±0.34 20.41a±1.91 Sebelum infeksi : konsumsi pakan (g) kelangsungan hidup (%) 19.29a±0.95 23.85a±0.32 100 a±0.00 100 a±0.00 100 a±0.00 100 a±0.00 100 a±0.00 100 a±0.00 2.03±0.05 0.66±0.32 0.33±0.22 0.46±0.27 0.92±0.15 0.84±0.23 sesudah infeksi : konsumsi pakan (g/hari) Keterangan : K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, A = lidah buaya, B = daun pepaya, C = meniran+bawang putih, D = paci-paci 3.1.3.2 Pertumbuhan Penambahan fitofarmaka pada masing-masing perlakuan dalam pakan tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan relatif ikan lele (Gambar 5). Uji statistik disajikan pada Lampiran 3. 33.00 pertumbuhan relatif (%) 35.00 28.00 30.00 27.00 23.00 25.00 20.00 18.00 16.00 15.00 10.00 a 5.00 a a a a a 0.00 K- K+ A B C D Keterangan : K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, A = lidah buaya, B = daun pepaya, C = meniran+bawang putih, D = paci-paci paci Gambar 5. Pertumbuhan relatif ikan lele selama 14 hari sebelum infeksi 3.1.3.3 Kelangsungan Hidup Pascainfeksi Kelangsungan hidup dihitung 10 hari pasca uji tantang. Kelangsungan hidup diawal dan diakhir perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6. Kelangsungan hidup paling tinggi adalah perlakuan K- sebesar 100±0.00%, perlakuan C sebesar 66.67±11.55%, perlakuan D sebesar 60±34.64%, perlakuan B sebesar 40±20%, dan perlakuan erlakuan A sebesar 26.67±23.09% (p<0.05). Uji statistik disajikan pada Kelangsungan Hidup (%) Lampiran 3. 120 100 100 80 66.667 60 33.333 40 20 a a 60 40 26.667 a a ab ab 0 K-- K+ A B C D Keterangan : K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, f, A = lidah buaya, B = daun pepaya, pe C= meniran+bawang putih, D = paci-paci paci Gambar 6. Kelangsungan hidup ikan lele pada akhir perlakuan Uji statistik dengan uji lanjut Duncan, kelangsungan hidup menunjukkan bahwa perlakuan K- berbeda nyata dengan perlakuan K+, A dan B. Namun tidak ∑ikan mati (ekor) berbeda nyata dengan perlakuan C dan D. 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0 2 4 6 8 10 12 hari ke- Gambar 7. Jumlah kematian per hari pascainfeksi Kematian mulai terjadi pada hari ke-1 ke hingga hari ke-44 pascainfeksi. Kematian tertinggi terjadi pada hari ke 1 yaitu sebanyak 19 ekor (21.1%). Kematian tidak terjadi lagi setelah hari ke 5 hingga akhir perlakuan. 3.1.3.4 Gejala Klinis Gejala klinis yang sering ditimbulkan akibat infeksi bakteri A. hydrophila pada ikan lele yaitu radang, nekrosis yang disertai hemoragi, tukak dan kematian. Gejala awal dari terserang infeksi A. hydrophila adalah ikan lele mulai tidak nafsu makan, berada di permukaan air dengan posisi vertikal. Ikan kontrol negatif yang disuntikkan PBS 0.1 ml hanya menunjukkan gejala awal berupa tidak nafsu makan selama dua hari. Pada hari ke-3 ke ikan kontrol negatif sudah terlihat rlihat normal dan bisa merespon pakan yang diberikan dengan baik. Gambar 8. Perlakuan kontrol negatif tidak menimbulkan gejala klinis Perlakuan kontrol positif, lidah buaya, daun pepaya, meniran ditambah bawang putih, dan paci paci-paci paci menimbulkan gejala awal yakni menurunnya nafsu makan, bahkan ikan lele tidak merespon pakan yang diberikan hingga H2 pascainfeksi. Gejala ini diduga akibat dari da injeksi A. hydrophila yang diberikan serta akibat penanganan ((handling). ). Beberapa jam setelah uji tantang terlihat adanya radang atau lesi putih di daerah bekas penyuntikan. Perlakuan kontrol positif pada hari ke ke-11 tepatnya pada jam ke ke-14 pascainfeksi sudah menunjukkan gejala klinis berupa adanya nekrosis 0.9 cm di daerah sekitar bekas penyuntikan. Perlakuan lidah buaya pada hari ke ke-1 sudah menunjukkan gejala klinis berupa hemoragi 1.5 cm. Perlakuan daun pepaya menunjukkan gejala klinis berupa tukak 0. 0.7 cm pada hari ke-2. 2. Perlakuan meniran ditambah bawang putih pada hari ke-2 ke 2 sudah menunjukkan gejala klinis berupa hemoragi dengan diameter 0.7 cm, dan perlakuan paci-paci paci paci sudah menunjukkan gejala klinis berupa nekrosis 0.1 cm. Perlakuan daun pepaya pada hhari ke-4 mengalami kematian dengan gejala klinis berupa tukak 1.2 cm, setengah dari bagian tubuhnya (posterior) mengalami tukak yang parah (Gambar 14). Gambar 9. Gejala klinis nekrosis timbul pada jam ke-14 perlakuan kontrol positif Gambar 10. Gejala klinis klin hemoragi timbul pada hari ke-1 perlakuan lidah buaya Gambar 11. Gejala klinis tukak timbul pada hari h ke-2 perlakuan daun pepaya Gambar 12. Gejala klinis hemoragi timbul ti pada hari ke-22 perlakuan meniran ditambah bawang putih Gambar 13. Gejala klinis linis berupa nekrosis nekr pada hari ke-2 perlakuan paci paci-paci Gambar 14. Gejala jala ikan sebelum mati hari ke ke-4 pada perlakuan daun pepaya 3.1.3.5 Penyembuhan Luka Luka merupakan salah satu gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi A. hydrophila.. Penyembuhan luka dapat dilihat dari perubahan diameter luka yang semakin mengecil. Kontrol ontrol positif ulangan 2 (K+U2pka), diameter luka maksimal yang terbentuk adalah 1.6 cm pada hari ke ke-4, 4, kemudian mengecil menjadi 1.4 cm pada hari ke-77 dan 1.2 cm pada hari ke-10. 10. Perubahan diameter luka perlakuan K+ U2pka dapat dilihat pada Gambar 15. a. Luka hari ke ke-4 perlakuan K+U2pka 1.6 cm b. Luka hari ke-7 ke perlakuan K+U2pka 1.4 cm c. Luka hari ke 10 perlakuan K+U2pka 1.2 cm Gambar 15. Perubahan diameter luka perlakuan kontrol positif ulangan 2 Perlakuan lidah buaya ulangan 2 (AU2..) memiliki diameter luka maksimal 1 cm menjadi 0 cm pada hari ke-7, ke 7, bekas luka sudah hilang karena tumbuhnya sel kulit yang baru. a. Luka hari ke-2 perlakuan AU2.. 1 cm b. Luka hari ke-4 ke perlakuan AU2.. 0.4 cm c. Luka pada hari ke ke-7 perlakuan AU2.. 0 cm Gambar 16. Perubahan diameter luka perlakuan lidah buaya ulangan 2 Perlakuan daun pepaya ulangan 3 (BU3.) memiliki diameter luka maksimal pada hari ke--44 sebesar 0.5 cm. Diameter luka semakin mengecil pada hari ke-77 hingga menjadi 0.3 cm, dan menjadi 0 cm pada hari ke-9. ke a. Luka pada hari ke-4 ke perlakuan BU3. 0.5 cm b. Luka pada hari ke-7 ke perlakuan BU3. 0.3 cm c. Luka pada hari ke 9 perlakuan BU3. 0 cm Gambar 17. Perubahan diameter luka perlakuan daun pepaya ulangan 3 Perlakuan meniran ditambah bawang putih ulangan 2 (CU2..) memiliki luka dengan diameter maksimal 0.7 cm pada hari ke-2. ke 2. Pada hari ke-4 ke luka semakin mengecil hingga 0.1 cm. Pada hari ke ke-7, 7, tidak ada bekas luka di tubuh ikan lele. a. luka pada hari ke-2 ke perlakuan CU2.. 0.7 cm b. Luka pada hari ke ke-4 perlakuan CU2.. 0.1 cm c. Luka pada hari ke-7 ke perlakuan CU2.. 0 cm Gambar 18. Perubahan diameter luka perlakuan meniran ditambah bawang putih ulangan 2 Perlakuan paci-paci paci ulangan 2 (DU2pki) memiliki diameter maksimal 0.2 cm pada hari ke-2. 2. Pada hari ke-4 ke 4 diameter lukanya mengecil hingga 0.1 cm, dan pada hari ke-7 luka ikan kan lele sembuh. a. Luka pada hari ke-2 ke perlakuan DU2pki 0.2 cm b. Luka pada hari ke ke-4 perlakuan DU2pki 0.1 cm c. Luka pada hari ke-7 ke perlakuan DU2pki 0 cm Gambar 19. Perubahan diameter luka perlakuan paci-paci paci ulangan 2 Perubahan diameter luka dari besar menjadi kecil merupakan salah indikator dari proses penyembuhan. Persentase penyembuhan luka dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Penyembuhan luka Perlakuan penyembuhan luka (%/hari) Kontrol positif 4.47 ± 19.45 Lidah buaya 10.01 ± 28.18 Daun pepaya 8.31 ± 7.16 Meniran+bawang putih 10.55 ± 7.56 Paci-paci 9.71 ± 15.88 Berdasarkan Tabel 4, perubahan diameter luka terbaik berturut turut adalah perlakuan meniran ditambah bawang putih, lidah buaya, pacipaci-paci, daun pepaya dan kontrol positif. Gejala klinis dan penghitungan penyembuhan luka disajikan pada Lampiran 4 dan Lampiran Lampi 5. 3.1.3.6 Pengamatan Organ Dalam Pengamatan organ dalam dilakukan pada hari ke-10 ke 10 pascainfeksi. Organ dalam perlakuan daun pepaya berbeda dengan perlakuan kontrol negatif, kontrol positif, lidah buaya, meniran ditambah bawang putih, dan paci-paci. paci paci. Pada perlakuan daun pepaya, ginjal berwarna merah tua, hati berwarna merah gelap, empedu berwarna biru gelap dan limpa berwarna merah gelap. Sedangkan pada perlakuan kontrol negatif, kontrol positif, lidah buaya, kombinasi antara meniran dan bawang putih, dan paci paci-paci paci , ginjal berwarna merah tua kecoklatan, hati berwarna merah kecoklatan, empedu berwarna kuning kehijauan, dan limpa berwarna merah kehitaman. c a d c a b Perlakuan kontrol negatif d Perlakuan kontrol positif b a c d d b Perlakuan lidah buaya a c a b Perlakuan daun pepaya c a b d c d Perlakuan meniran dan bawang Putih b Perlakuan paci-paci Gambar 20. Organ dalam ikan lele setiap perlakuan (keterangan : a= ginjal, b = hati, c = empedu, d = limpa) 3.1.3.7 Kualitas Air Air merupakan media hidup bagi ikan. Sehingga kualitas air merupakan salah satu parameter penting untuk kelangsungan hidup ikan. Parameter kualitas air yang diukur adalah oksigen terlarut (DO), Total Amoniak Nitrogen (TAN), suhu dan pH. Pada awal perlakuan oksigen terlarut sebesar 4.84 ppm, pH sebesar 6.9, suhu awal 28oC, dan TAN awal 0.397 ppm. Menurut KKP (2010cc), kualitas air yang memenuhi syarat untuk budidaya ikan lele dumbo adalah pH 6.5 6.5-8.5, oksigen terlarut > 2 mg/l, suhu 26-30 26 oC, dan TAN maksimum 1 mg/l. Kualitas air dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kualitas air pada akhir perlakuan Parameter Perlakuan K-- K+ A B C D pH 6.9 6.9 6.9 6.81 6.9 6.9 DO (ppm) 4.24 4.26 4.04 4.18 4.36 4.2 0.504 0.308 0.348 0.214 0.509 TAN (ppm) 0.496 - + Keterangan : K = kontrol negatif, K = kontrol positif, f, A = lidah buaya, B = daun pe pepaya, C = meniran+bawang putih, D = paci-paci paci Kualitas air masih terkontrol dari awal hingga akhir perlakuan sesuai kebutuhan optimal hidup ikan lele. Kisaran suhu selama perlakuan, pada pagi hari berkisar antara 25-26oC, siang hari berkisar antara 26-30oC, dan pada sore hari berkisar antara 28-30oC (Gambar 21). 31 30 Suhu (oC) 29 28 pagi 27 siang 26 sore 25 24 0 5 10 15 Hari ke Gambar 21. Suhu air selama perlakuan 3.2 Pembahasan Bakteri uji yang sudah dipastikan adalah bakteri A. hydrophila digunakan untuk uji in vivo. Untuk menentukan kepadatan bakteri yang digunakan untuk uji in vivo maka dilakukan penentuan nilai LD50, yaitu kepadatan bakteri yang dapat mematikan mendekati 50% dari populasi. Hasil dari LD50 menunjukkan bahwa bakteri A. hydrophila dengan kepadatan 108 cfu/ml dapat mematikan 50% dari populasi ikan lele. Hal ini berbeda dengan hasil LD50 pada Setiaji (2009), konsentrasi bakteri yang dapat mematikan 50% dari populasi ikan lele dumbo adalah konsentrasi bakteri 105 cfu/ml. Namun pada penelitian Faridah (2010) dan Kurniawan (2010) juga diperoleh kepadatan 108 cfu/ml bakteri A. hydrophila yang mendekati kematian ikan 50% dari populasi ikan lele (LD50) selama 7 hari. Hasil pengujian terhadap bakteri A. hydrophila menunjukkan bahwa bakteri tersebut bakteri yang virulen. Tingkat virulensi bakteri A. hydrophila bertambah setelah dilakukan isolasi ulang bakteri tersebut dari ikan lele yang diinfeksi A. hydrophila. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri dengan kepadatan 108 cfu/ml layak digunakan untuk uji in vivo. Menurut Plumb (1994), kemampuan bakteri sebagai patogen dapat menurun dikarenakan beberapa hal seperti waktu, cara penyimpanan dan peningkatan daya tahan tubuh inang yang diserang. Uji in vivo dilakukan selama 24 hari, yaitu 14 hari untuk pemberian pakan perlakuan dan 10 hari untuk pengamatan pasca infeksi. Uji in vivo ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari pakan perlakuan yang diberikan, respon ikan terhadap pakan yang diberikan dari setiap perlakuan yang berpengaruh pada pertumbuhan ikan, kelangsungan hidup, gejala klinis, penyembuhan luka, morfologi dari organ dalam, dan pengaruh terhadap kualitas air. Pakan diberikan secara at satiation atau sekenyangnya, dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Pada umumnya ikan merespon pakan yang diberikan. Pada H1, secara keseluruhan ikan kurang merespon pakan perlakuan yang diberikan. Namun, rata-rata jumlah pakan yang dihabiskan semakin meningkat untuk semua perlakuan. Hanya pada hari tertentu nafsu makan ikan menurun. Misalnya pada saat terjadi kenaikan dan penurunan suhu yang drastis. Kualitas suhu air yang seperti ini tentunya dapat menyebabkan stres pada ikan karena memungkinkan terjadinya gangguan fisiologis ikan, dan dapat menyebabkan nafsu makan ikan menjadi menurun. Perlakuan kontrol negatif memiliki jumlah konsumsi pakan paling rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya sebelum uji tantang. Namun pasca uji tantang, kontrol negatif memiliki jumlah konsumsi pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan ikan kontrol negatif tidak diinfeksi dengan bakteri A. hydrophila melainkan menggunakan PBS. Sehingga ikan tidak mengalami stres yang berkepanjangan dan dapat kembali normal setelah 2 hari pascainfeksi. Pada perlakuan kontrol positif sebelum uji tantang memiliki jumlah konsumsi pakan paling tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 1.703 gram per hari. Namun dua hari pasca uji tantang ikan tidak merespon pakan yang diberikan. Setelah H2 pun ikan kontrol positif relatif tidak nafsu makan hingga H9. Perlakuan lidah buaya memiliki jumlah konsumsi pakan yang cukup tinggi yaitu 1.702 gram per hari. Sama halnya dengan penelitian Faridah (2010), ikan lele dumbo yang diberikan pakan perlakuan lidah buaya memiliki respon pakan yang tinggi. Namun setelah mengalami uji tantang perlakuan lidah buaya memiliki jumlah konsumsi pakan yang sangat rendah. Ikan umumnya kurang merespon pakan yang diberikan. Hal ini diduga akibat stres pascainfeksi bakteri A. hydrophila. Perlakuan daun pepaya juga memiliki jumlah konsumsi pakan yang cukup baik pada saat sebelum uji tantang. Hal ini juga terjadi pada penelitian Setiaji (2009), ikan memiliki nafsu makan yang baik sebelum uji tantang, akan tetapi memiliki respon makan yang rendah setelah uji tantang. Namun setelah H4 pascainfeksi nafsu makan kembali normal. Berbeda halnya dengan penelitian ini, pasca uji tantang ikan cenderung kurang merespon pakan yang diberikan hingga hari ke-9. Pada perlakuan meniran ditambah bawang putih, ikan lele dumbo merespon pakan yang diberikan dan memiliki jumlah konsumsi pakan harian yang cukup baik. Namun pascainfeksi ikan relatif tidak nafsu makan. Setelah dua hari pascainfeksi nafsu makan mulai meningkat, hal ini juga terjadi pada Kurniawan (2010). Pada perlakuan paci-paci memiliki jumlah konsumsi pakan yang sedang, akan tetapi stabil selama perlakuan. Begitu pula halnya setelah uji tantang, ikan mulai nafsu makan setelah H2 dan cukup stabil hingga H9. Hal ini sesuai dengan Utami (2009) yang menyatakan pada perlakuan pencegahan dengan paci-paci, ikan merespon pakan dengan baik sebelum uji tantang, dan setelah uji tantang nafsu makan berangsur membaik hingga H8. Semua perlakuan memiliki gejala awal yang sama dua hari pasca infeksi yaitu tidak merespon pakan yang diberikan. Hal ini disebabkan stres akibat penanganan (handling) dan infeksi bakteri A. hydrophila. Ciri-ciri dari ikan stres ini adalah kulit tubuh berwarna lebih gelap, dan selalu berada di permukaan air dengan posisi vertikal. Stres adalah kondisi pertahanan tubuh menurun, dan stres merupakan salah satu penyebab terjadinya infeksi dan perannya sangat dominan (Affandi dan Tang, 2002). Jumlah pakan yang dikonsumsi ini tentunya akan berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan ikan. Pertumbuhan relatif ikan juga dipengaruhi dari energi yang masuk ke tubuh ikan tersebut. Ikan dapat tumbuh dengan optimal apabila ada sejumlah asupan nutrisi yang diterima dan diserap oleh tubuh. Menurut Steffens (1989), sejumlah energi pakan melebihi untuk pemeliharaan tubuh maka dimanfaatkan untuk tumbuh. Dalam hal ini tentunya protein sangat berperan besar. Protein dalam pakan sebesar 30%. Protein pakan yang dibutuhkan oleh catfish berkisar dari 24-55% (NRC dalam Li et al., 2004). Pertumbuhan relatif antar perlakuan tidak berbeda nyata (p>0.05). Setiap perlakuan menunjukkan pertumbuhan relatif yang cukup baik. Hal ini sesuai dengan jumlah konsumsi pakan setiap perlakuan yang relatif meningkat setiap harinya sebelum dilakukan uji tantang. Artinya ikan lele dapat menerima pakan yang diberikan dan terserap dengan baik, dibuktikan dengan pertambahan bobot dari ikan uji. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang meliputi genetik dan kondisi fisiologis ikan serta faktor eksternal yang berhubungan dengan lingkungan. Faktor eksternal tersebut yaitu komposisi kualitas kimia dan fisika air, bahan buangan metabolik, ketersediaan pakan, dan penyakit (Hepper dan Pruginin, 1984 dalam Irawan et al., 2009). Ikan lele yang diinfeksi dengan A. hydrophila, pada hari ke-1 pasca infeksi tepatnya pada jam ke-14 sudah menunjukkan gejala klinis berupa warna kulit menjadi gelap, radang atau adanya lesi putih, pembengkakan di daerah sekitar penyuntikan. Perlakuan kontrol negatif tidak menunjukkan gejala klinis. Perlakuan ini hanya mengalami stres selama dua hari pascainfeksi. Hal ini dikarenakan, pada perlakuan ini ikan lele tidak diinjeksi dengan menggunakan bakteri A. hydrophila melainkan menggunakan PBS. Sehingga kelangsungan hidup yang dihasilkan 100±0.00% sampai akhir perlakuan. Pada perlakuan kontrol positif, ikan lele mengalami gejala klinis seperti radang, hemoragi dan tukak. Ikan kontrol positif memiliki diameter tukak yang lebih lebar jika dibandingkan dengan perlakuan yang ditambahkan fitofarmaka. Hal ini dikarenakan tidak adanya imunostimulator yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Sehingga kelangsungan hidup yang dihasilkan hanya sebesar 33.33±23.09%. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila disebut penyakit MAS (Motile Aeromonad Septicaemia) (Austin & Austin, 1987 dalam Angka, 2005). Bentuk kronis penyakit ini ditandai dengan perkembangan abses atau tukak ( Mc Daniel, 1979 dalam Angka, 2005). Pada perlakuan lidah buaya 14 jam setelah penyuntikkan telah menunjukkan gejala klinis berupa hemoragi, dan pada H2 sudah menimbulkan tukak. Pada H1 sudah banyak ikan yang mengalami kematian. Penyakit ini dapat menyebabkan ikan mati tanpa menampakkan gejala klinis apapun atau tampak gejala seperti lesi kecil di permukaan tubuh, hemoragi lokal, hemoragi organ, tukak kulit dalam, exophthalmia dan abses di rongga perut (Thune et al., 1993 dalam Angka, 2005). Ekstrak gel lidah buaya mengandung etanol, metanol dan aceton yang merupakan komponen antimikroba yang dapat menghambat aktivitas bakteri gram negatif maupun gram positif (Lawrence et al., 2009). Selain itu lidah buaya juga dapat mengobati penyakit seperti ulcer dan leukemia (Nwaoguikpe et al., 2010). Lidah buaya mengandung flavonoid, saponin, tannin, alkaloid dan komponen lainnya yang secara medis berpengaruh terhadap perawatan maupun pengobatan penyakit seperti luka hangus, borok pada kulit, dan infeksi pada kulit (Reynolds and Dweck, 1999 dalam Nwaoguikpe et al., 2010). Flavonoid dan saponin menempel pada sel imun dan memberikan sinyal intraseluler atau rangsangan untuk mengaktifkan kerja sel imun lebih baik (Suprapto, 2006 dalam Sholikhah, 2009). Flavonoid ini kurang dapat dimanfaatkan oleh ikan lele. Hal ini diduga karena zat aktif tidak terekstraksi dengan baik atau mengalami penurunan jumlah akibat pemanasan dari proses repelleting. Kelangsungan hidup dari perlakuan ini paling kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu hanya sebesar 26.67±23.09%, sedangkan pada penelitian Faridah (2010), didapatkan kelangsungan hidup sebesar 73.33±11.55%. Hal ini dikarenakan metode pemberiannya yang berbeda. Pada Faridah (2010) metode pemberiannya adalah spray melalui pakan yang menggunakan binder putih telur sehingga diduga bahan aktifnya terekstraksi dengan baik, tetap terjaga dan termanfaatkan dengan baik oleh ikan lele dumbo. Perlakuan daun pepaya juga mengalami gejala klinis yaitu berupa radang, hemoragi, dan memerahnya bagian sirip pada H1 pascainfeksi. Sehingga pada H1 sudah banyak ikan yang mengalami kematian. Hal ini diduga gejala klinis yang ditimbulkan tidak dapat diminimalisir oleh sistem pertahanan tubuh, karena diduga papain yang merupakan bahan aktif pada daun pepaya (Ardina, 2007 dalam Setiaji, 2009) yang terdapat pada pakan belum bekerja secara optimal. Karena untuk hal tersebut membutuhkan waktu dan peran besar dari sistem pencernaan dan kerja enzim di dalam tubuh ikan. Selain itu kandungan di dalam daun pepaya ini diduga merusak fungsi organ dalam pada tubuh ikan. Menurut Ardina (2007) dalam Setiaji (2009), di dalam ekstrak daun pepaya terkandung enzim papain yang memiliki aktivitas proteolitik, dan antimikroba sedangkan alkaloid carpain berfungsi sebagai antibakteri. Pada H2 pascainfeksi ditandai dengan adanya tukak. Pada umumnya ikan dengan diameter tukak lebih dari 1.5 cm tidak dapat bertahan hidup. Sehingga kelangsungan hidup yang dihasilkan hanya sebesar 40±23.09%. Kelangsungan hidup yang dihasilkan sangat berbeda jauh dengan Setiaji (2009) yang mampu menghasilkan kelangsungan hidup 93.33%. Hal ini dikarenakan metode pemberian pada Setiaji (2009) melalui penyuntikan secara intramuskular sehingga zat aktif yang berupa papain lebih mudah dan cepat masuk ke dalam tubuh. Papain termasuk enzim hidrolase, yaitu enzim yang mampu mengkatalis reaksi-reaksi hidrolisis suatu substrat (protein) (Lukitasari, 2004 dalam Setiaji 2009). Penggunaan tepung daun pepaya di dalam pakan untuk pencegahan penyakit MAS yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila ternyata kurang efektif. Perlakuan meniran+bawang putih menunjukkan gejala klinis berupa radang, hemoragi dan tukak. Akan tetapi tukak yang dihasilkan tidak lebih besar dari 1 cm. Hal ini menunjukkan bahwa ikan mampu memanfaatkan flavonoid dan alkaloid pada meniran (Sidik dan Subarnas, 1993 dalam Maulina et al., 2006) dan allicin yang terdapat pada bawang putih (Jabar et al., 2007) dalam pakan dan menstimulasi pembentukan antibodi di dalam tubuh, sehingga dapat menghambat kerja dari bakteri A. hydrophila. Allicin bergabung dengan protein, kemudian menyerang protein mikroba dan akhirnya membunuh mikroba tersebut (Watanabe, 2001 dalam Sholikhah, 2009). Meniran dan bawang putih memiliki bahan aktif tertentu yang dapat menghambat aktivitas bakteri Aeromonas hydrophila. Sidik dan Subarnas (1993) dalam Maulina et al. (2006), menyatakan bahwa meniran mengandung senyawa kimia golongan lignin, flavonoid, alkaloid, triterpenoid dan senyawa kimia lainnya seperti golongan lignin yaitu filantin, dan hipoflantin yang memiliki efek antihepatotoksik, antiinfeksi, antiinflamatory dan antivirus. Bawang putih memiliki kandungan therapeutic seperti antimikroba, anti-neoplastik, anti kardiovaskular, immunostimulan (Sato and Miyata 1999 dalam Jabar et al 2007). Komponen utama pada bawang putih adalah allicin yang memilki aktivitas anti mikroba (Jabar et al., 2007). Selain itu kelangsungan hidup ikan dari perlakuan ini lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan hasil penelitian Kurniawan (2010) yaitu sebesar 66.67±11.55%. Penggunaan ekstrak meniran sebagai feed aditive yaitu suatu zat yang ditambahkan ke dalam pakan tanpa merubah komposisi pakan tersebut (Ensminger et al., 1990 dalam Maulina et al., 2006). Meniran dan bawang putih bekerja secara sinergis dan saling melengkapi sehingga berpengaruh secara langsung terhadap kelangsungan hidup ikan lele. Meniran berfungsi sebagai imunostimulan dan bawang putih memilki sifat antimikroba. Imunostimulan adalah aktivator dari sel darah putih. Sel darah putih memiliki limfosit yang berperan penting melawan faktor mikrobial (Faghani et al., 2008). Imunostimulan digunakan untuk pencegahan terhadap penyakit dan untuk mengantisipasi terjadinya penyakit karena lingkungan yang kurang baik (Nikl et al., 1993 dalam Webster C. D et al., 2001) atau serangan dari patogen (Webster C. D et al., 2001). Imunostimulan menurut Kamiso et al. (2010) dalam Kurniawan (2010) memiliki kelebihan yaitu meningkatkan daya tahan tubuh non spesifik, respon kekebalan relatif cepat, dapat menggunakan (penyuntikkan, berbagai bahan, perendaman, dapat dan dilakukan melalui dengan pakan), dapat berbagai cara meningkatkan kelangsungan hidup sehingga pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan. Perlakuan paci-paci juga menunjukkan gejala klinis yang sama yaitu radang, hemoragi dan tukak. Sama halnya dengan perlakuan meniran+bawang putih, tukak yang dihasilkan tidak lebih besar dari 1 cm. Kelangsungan hidup perlakuan paci-paci yaitu sebesar 60±34.64%. Perlakuan dengan penambahan bubuk paci paci dalam pakan juga memberikan kelangsungan hidup yang baik. Hal ini dikarenakan paci-paci memiliki sejumlah bahan aktif. Kandungan kimiawi dalam daun dan akar paci-paci diantaranya adalah minyak atsiri, flavonoid, tannin, saponin, metanol dan alkaloid (Mukherjee et al., 1997 dalam Abdullah, 2008). Flavonoid selain berfungsi sebagai bakteriostatik juga berfungsi sebagai antiinflamasi (Hermawan, 2007). Minyak atsiri memiliki daya antibakteri disebabkan adanya senyawa fenol dan turunannya yang mampu mendenaturasi protein sel bakteri (Hasim, 2003 dalam Abdullah, 2008). Persenyawaan fenolat dapat bersifat bakterisidal atau bakteriostatik bergantung pada konsentrasi yang digunakan. Cara kerja fenol dalam membunuh mikroorganisme yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel (Pelczar dan Chan, 1988). Berikut ini adalah mekanisme flavonoid dan saponin sebagai antimikroba : Antigen Flavonoid Saponin Menghancurkan patogen Limfosit Sel B Sel T Antibodi Sel plasma Sel efektor Macrophage Pembunuhan bahan asing atau mikroorganisme penyerbu Gambar 22. Mekanisme flavonoid dan saponin sebagai antimikroba (Pelczar dan Chan, 1988) Antigen adalah substansi yang apabila dimasukkan ke dalam inang akan menimbulkan respon kekebalan yang berakibat terhadap produksi antibodi dan sel-sel khusus (Pelczar dan Chan, 1988). Menurut Pelczar dan Chan (1988), sel B menyebabkan timbulnya respon humoral karena setelah dilakukan kontak dengan antigen, sel ini menimbulkan sel plasma yang memproduksi antibodi. Sel T menyebabkan munculnya sel-sel efektor yang berpartisipasi dalam penyingkiran dan pembunuhan bahan asing. Selain itu sel T memperoleh bantuan makrofage dalam menghancurkan patogen atau merangsang sel B untuk meningkatkan produksi antibodi. Disamping membentuk sel-sel plasma, sel B juga membentuk sel-sel ingatan atau respon kekebalan sekunder. Hal ini memungkinkan inang yang sebelumnya telah terkenai suatu patogen untuk memberikan respon yang lebih segera dan lebih hebat apabila terinfeksi kembali. Perlakuan kontrol negatif berbeda nyata dengan perlakuan kontrol positif, lidah buaya dan daun pepaya, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan meniran+bawang putih dan paci-paci (p>0.05). Perlakuan kontrol negatif tidak berbeda nyata dengan perlakuan meniran+bawang putih dan paci-paci, artinya kelangsungan hidup 100±0% pada perlakuan kontrol negatif tidak berbeda nyata dengan kelangsungan hidup 66.67±11.55% pada perlakuan meniran+bawang putih dan kelangsungan hidup 60±34.64% pada perlakuan paci-paci. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa campuran antara meniran dan bawang putih dalam pakan dengan dosis 2.1% dan paci-paci dengan dosis 4% adalah fitofarmaka terbaik yang menghasilkan kelangsungan hidup paling tinggi, sedangkan campuran lidah buaya dalam pakan dengan dosis 0.5% menghasilkan kelangsungan hidup paling rendah. Perbandingan antara penelitian yang dijadikan acuan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Hasil penelitian acuan No 1 2 3 4 Bentuk bahan Perlakuan Ekstrak lidah buaya Ekstrak daun pepaya Bubuk Meniran + bawang putih Ekstrak paci-paci Konsentrasi 5 ppt 20 mg/ml 2.1% (1:2) 4 g/100 ml Metode pemberian Spray melalui pakan Kelangsungan Pustaka Hidup 73.33±11.55% Faridah (2010) 93.33% Setiaji (2009) 60±20% Kurniawan (2010) 61.12% Utami (2009) Penyuntikan Formulasi dalam pakan Spray melalui pakan Tabel 7. Hasil penelitian sekarang No 1 2 3 4 Bentuk bahan perlakuan Bubuk lidah buaya Bubuk daun pepaya Konsentrasi 0.5 % 4% Metode Kelangsungan Pemberian Hidup Formulasi dalam pakan Formulasi dalam pakan Bubuk meniran + 2.1% (0.7% meniran, Formulasi dalam bawang putih 1.4% bawang putih) pakan Bubuk paci-paci 4% Formulasi dalam pakan Pustaka 26.67±23.09% Penelitian ini 40±23.09% Penelitian ini 66.67±11.55% Penelitian ini 60±34.64% Penelitian ini Total ikan yang mati pada hari ke-1 sebanyak 19 ekor. Hari ke-5 pasca infeksi sudah tidak tejadi kematian lagi. Pada umumnya ikan yang memiliki diameter lebih dari 1.4 cm tidak dapat bertahan hidup. Diameter tukak akan mengecil setelah hari ke-4 atau ke-5 pasca infeksi. Pada akhir pengamatan semua perlakuan dapat sembuh tanpa bekas luka, kecuali pada perlakuan kontrol positif. Salah satu faktor yang menentukan proses penyembuhan luka adalah diameter maksimal dari luka yang terbentuk. Perlakuan yang menunjukkan penyembuhan luka paling baik adalah perlakuan meniran ditambah bawang putih. Perlakuan meniran+bawang putih memiliki persentase penyembuhan sebesar 10.55±7.56%/hari. Akan tetapi persentase penyembuhan luka tidak berkorelasi positif dengan kelangsungan hidup ikan lele dumbo. Pengamatan organ dalam dilakukan pada hari ke-10 pasca infeksi. Perlakuan daun pepaya memiliki warna organ dalam yang berbeda dengan perlakuan kontrol negatif. Pada perlakuan kontrol negatif hati berwarna merah kecoklatan, empedu berwarna kuning kehijauan, ginjal berwarna merah tua kecoklatan, dan limpa berwarna merah kehitaman. Begitu pula halnya pada perlakuan kontrol positif. Sedangkan pada perlakuan daun pepaya, ginjal berwarna merah tua, hati berwarna merah gelap, empedu berwarna biru gelap dan limpa berwarna merah gelap. Hal ini diduga oleh kandungan dari daun pepaya, serta pigmen warna dari daun pepaya yang menyebabkan organ dalam berwarna gelap. Pada Setiaji (2009), hasil terhadap pengamatan organ dalam yaitu, ginjal berwarna merah tua, hati berwarna merah gelap, empedu berwarna hijau kebiruan, dan limpa berwarna merah gelap. Penambahan fitofarmaka ke dalam pakan sebagai upaya untuk pencegahan penyakit MAS lebih aplikatif dalam penggunaannya jika dibandingkan dengan metode penyuntikan, perendaman, maupun ekstrak yang disemprotkan ke dalam pakan. Hal ini dikarenakan dalam satu kali pembuatan dapat digunakan pada sejumlah ikan, untuk jangka waktu tertentu dan dapat disimpan dalam waktu relatif lama. Campuran meniran dan bawang putih, begitu juga halnya paci-paci di dalam pakan terbukti efektif untuk mencegah penyakit Motile Aeromonad Septicaemia (MAS) yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila. Fitofarmaka memiliki prospek yang cerah terhadap pencegahan penyakit MAS. Fitofarmaka memiliki ketersediaan yang cukup banyak di alam, bersifat ramah lingkungan, serta tidak membahayakan ikan yang mengkonsumsinya. Lain halnya dengan penggunaan antibiotik. Sebelumnya antibiotik seringkali digunakan baik untuk pencegahan maupun pengobatan penyakit MAS. Akan tetapi penggunaan antibiotik bisa menyebabkan resistensi. Angka (1997) dalam Angka (2005) menyatakan bahwa 50% isolat Aeromonas sp. sensitif terhadap beberapa jenis antibiotik seperti oksitetrasiklin, oxolinic acid, eritromisin, streptomisin dan kloramfenikol. Menurut Austin & Austin (1993), A. hydrophila resisten terhadap ampicillin, kloramphenicol, eritromycin, nitrofuran, novobiocin, streptomycin, sulfonamid dan tetracyclin. Jika penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak terkontrol maka akan menyebabkan patogen tidak mati dan residu dari antibiotik dapat terakumulasi di daging ikan dan lingkungannya (Plumb, 1995 dalam Angka, 2005). Ikan sangat mudah terserang patogen pada lingkungan yang kurang baik. Dalam hal ini yang sangat mempengaruhi adalah kualitas air. Kualitas air selama pemeliharaan cukup terkontrol dan memenuhi kebutuhan hidup ikan lele (Tabel 5). Namun suhu air pemeliharaan cukup fluktuatif, hal ini dikarenakan cuaca yang kurang mendukung. Pada hari ke-12, suhu air sangat rendah pada pagi hari yaitu sebesar 25oC, meningkat secara drastis menjadi 30oC pada siang hari dan turun kembali menjadi 29oC pada sore hari. Kualitas suhu air yang seperti ini tentunya dapat menyebabkan stres pada ikan karena memungkinkan terjadinya gangguan fisiologis ikan, dan dapat menyebabkan nafsu makan ikan menjadi menurun. Menurut Andrews et al. (1972); Andrews and Stickney (1972) dalam Steffens (1989), Channel catfish memiliki kinerja pertumbuhan yang baik pada suhu 28-30oC. Menurut Effendi (2004), suhu air yang cukup rendah dapat menyebabkan stres. Pada saat kondisi ikan stres maka patogen lebih cepat masuk dan bisa menimbulkan penyakit. Patogenisitas Aeromonas hydrophila akan tinggi apabila keadaan lingkungan dan inangnya dalam keadaan yang tidak seimbang. Jadi penyakit tidak hanya disebabkan oleh patogen saja, akan tetapi karena ada faktor lain yaitu interaksi antara inang, patogen dan lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Abdullah Y. 2008. Efektivitas ekstrak daun paci-paci Leucas lavandulaefolia untuk pencegahan dan pengobatan penyakit MAS Motile Aeromonad Septicaemia ditinjau dari patologi makro dan hematologi ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Affandi dan Tang . 2002. Fisiologi Hewan Air. UNRI Press. Pekanbaru. Angka S.L. 2005. Kajian penyakit Motile Aeromonad Septicaemia (MAS) pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) : patologi, pencegahan, dan pengobatannya dengan fitofarmaka. [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Austin B. dan D.A. Austin. 1993. Bacterial fish pathogens. Disease in farmed and wild fish. Second edition. Ellis Horword limited. Chichester, England. 383 p. Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Depok. Faghani T., Takami A., Kousha A., and Faghani S. 2008. Surveying on alginic acid and anti-streptococcus vaccine effects on the growth performance, survival rate, hematological parameters in rainbow trout (Oncorhynchos mykiss). World Journal of Zoology 3 (2), 54-58. Faridah. 2010. Efektivitas ekstrak lidah buaya Aloe vera dalam pakan sebagai imunostimulan untuk mencegah infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Garrity G. M. 2005. Bergey’s manual of systemaic bacteriology. Second edition. Michigan State University. East Lansing, USA. Hermawan. 2007. Pengaruh ekstrak daun sirih (Piper betle L.) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode difusi disk. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Irawan et al. 2009. Faktor–faktor penting dalam proses pembesaran ikan difasilitas nursery dan pembesaran. ITB. Bandung. Jabar. M. A., and Al-Mossawi A. 2007. Susceptibility of some multiple resistant bacteria to garlic extract. African Journal of Biotechnology 6 (6), 771-776. KKP. 2010a. Yogyakarta konsumen lele tertinggi. www.wpi.kkp.go.id [22 November 2010]. KKP. 2010b. Informasi umum cara budidaya ikan yang baik. www.kkp.go.id [22 November 2010]. KKP. 2010c. Budidaya lele dumbo. www.kkp.go.id. [22 November 2010] Kurniawan D. 2010. Efektivitas campuran tepung meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lawrance R., Tripathi P., and Jeyakumar E. 2009. Isolation, purification and evaluation of antibacterial agents from Aloe vera. Brazilian Journal of Microbiology 40, 906-915. Li, M.H., Robinson, E.H., and Manning, B.B., 2004. Nutrition : Biology and culture of Channel catfish. Netherlands : Elsevier. Lim C and Webster C. D. 2001. Nutrition and fish health. Binghamton, USA. Maulina, I., Haetami, K., dan Junianto. 2006. Pengaruh meniran dalam pakan untuk mencegah infeksi bakteri Aeromonas sp. pada benih ikan mas (C. carpio). UNPAD. Bandung. Nwaoguikpe, R.N., Braide, and W.,Ezejiofor, T.I.N. 2010. The effect of aloe vera plant (Aloe barbadensis) extracts on sickle cell blood (hbbs). African Journal of Food Science and Technology 1 (3), 58-63. Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S., 1988. Dasar-dasar mikrobiologi 2. Universitas Indonesia, Jakarta. Plumb, J.A., 1994. Health maintenance of cultured fishes: principal microbial diseases. CRC Media, Amerika. Reed, L.J, and Muench, H., 1938. A simple method of estimating fifty percent endpotants. The American Journal of Hygiene 27, 493-497. Setiaji A. 2009. Efektivitas ekstrak daun pepaya Carica papaya L. untuk pencegahan dan pengobatan ikan lele dumbo Clarias sp. yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sholikhah. 2009. Efektivitas ekstrak daun paci-paci Leucas lavandulaefolia untuk pencegahan dan pengobatan penyakit MAS Motile Aeromonad Septicaemia ditinjau dari patologi makro dan hematologi ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Steffens W. 1989. Principles of fish nutrition. Chichester. England. Utami. 2009. Efektivitas ekstrak paci-paci Leucas lavandulaefolia yang diberikan lewat pakan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit MAS pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lampiran 1. Perhitungan Nilai LD50 Kepadatan Mati Hidup 108 3 2 7 1 6 10 105 Bakteri 10 Ratio Akumulasi Mati hidup Ratio 0.6 5 2 5/7 71.43 4 0.2 2 6 2/8 25 1 4 0.2 1 10 1/11 9.09 0 5 0 0 15 0/15 0 Kematian = 71.43 − 50 71.43 − 25 = 0.462 = 50 % Kematian ( )50% − ( )50% − 50 = Log negatif di atas 50% + selang proporsi = − log 10 + 0.462 LD50 = 10 LD50= 10 . = −7.538 Dengan diperolehnya nilai LD50= 108, maka bakteri A. hydrophila pada kepadatan 108 cfu/ml dapat menyebabkan populasi ikan lele mati sebanyak 50% dalam waktu 7 hari. ℎ 50% Lampiran 2. Jumlah Konsumsi Pakan 1. Jumlah konsumsi pakan sebelum uji tantang perlakuan H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 K-U1 1.26 1.26 1.26 1.15 1.68 1.67 1.13 H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14 1.3 1.38 1.36 1.79 1.11 1.28 2.71 K-U2 1.28 1.28 1.28 0.8 0.85 1.23 0.81 0.8 1.18 1.73 1.97 1.05 1.47 3.3 K-U3 1.14 1.14 1.14 0.94 1.16 1.25 0.79 0.94 1.1 1.47 2.15 1.39 1.26 2.62 K+U1 1.28 1.28 1.28 1.95 1.89 2.18 1.67 1.74 1.53 1.89 2.66 1.89 1.68 1.23 K+U2 1.58 1.58 1.58 1.69 1.64 1.44 1.53 1.52 1.06 2.3 3.29 1.45 1.79 1.43 K+U3 1.48 1.48 1.48 2.22 1.27 2.01 1.07 1.58 0.94 2.37 2.41 1.3 2.4 1.5 AU1 1.16 1.16 1.16 1.63 2.33 1.41 0.87 1.88 0.97 1.6 3.06 0.94 1.72 1.89 AU2 1.24 1.24 1.24 3.22 4.11 0.62 1.67 2.18 1.42 2.21 2.48 1.69 1.27 2.53 AU3 1.14 1.14 1.14 2.52 2.77 0.87 1.31 2.38 1.5 1.58 2.44 0.93 1.55 1.3 BU1 1.14 1.14 1.14 2.36 3.05 0.96 2.21 1.04 1.51 2.11 2.8 0.83 1.39 2.18 BU2 1.28 1.28 1.28 2.7 4.21 1.17 1.11 0.88 0.84 2.12 2.24 0.74 0.98 1.83 BU3 1.16 1.16 1.16 2.44 2.64 0.58 0.83 1.26 1.92 2.34 2.08 0.85 1.73 0.95 CU1 1.24 1.24 1.24 3.13 2.86 1.8 1.68 0.66 0.86 1.1 1.18 0.56 1.76 2.27 CU2 1.24 1.24 1.24 0.86 3.28 0.75 1.06 1.14 1.16 2.4 1.82 1.1 1.19 2.55 CU3 1.32 1.32 1.32 3.16 2.55 0.73 0.94 1.12 0.75 1.84 1.38 0.79 1.19 2.55 DU1 1.12 1.12 1.12 1.33 2.16 1.01 0.83 1.68 1.11 1.47 2.27 0.81 1.21 2.97 DU2 1.28 1.28 1.28 1.14 2.26 0.37 0.7 1.54 1.15 1.95 0.86 0.77 1.2 2.83 DU3 1.14 1.14 1.14 3.16 3.32 1.03 1.67 1.24 0.93 1.37 1.91 0.56 1.09 2.71 2. Jumlah konsumsi pakan setelah uji tantang Perlakuan H1 H2 K-U1 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 2 0.88 2 2 2 2.5 2.5 K-U2 2 2 1.53 2 2 2.3 2.4 K-U3 1.93 2 2 2 2 2.5 2.1 K+U1 0.49 0.41 0.54 0.57 0.46 0.4 0.42 K+U2 0.84 0.92 1.02 1.18 1.1 1.12 1 K+U3 0.46 0.64 0.63 0.38 0.42 0.38 0.41 0.46 0.57 0.61 0.51 0.61 AU1 0.11 AU2 0.44 AU3 BU1 Ikan tidak makan mati total 0.58 0.28 0.33 0.3 0.33 0.36 0.35 0.35 0.62 0.97 0.93 0.7 0.69 0.61 0.62 BU2 0.13 0.16 0.15 0.19 0.17 0.25 0.31 BU3 0.4 0.37 1.1 0.33 0.31 0.32 0.32 CU1 0.67 1.05 1.02 1.19 1.2 1 1.2 CU2 0.62 0.43 1.03 1.24 1.12 1.21 1.02 CU3 0.71 0.86 0.88 0.7 0.75 0.71 0.69 DU1 0.37 0.71 1.3 1.19 1.1 1.2 1.15 DU2 DU3 0.82 0.31 1.42 0.41 1.1 0.71 0.44 0.45 0.98 0.75 0.91 0.76 0.89 0.69 Keterangan : K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, A = lidah buaya, B = daun pepaya, C = meniran+bawang putih, D = paci-paci, H = hari, U = ulangan Lampiran 3. Analisis statistik terhadap jumlah konsumsi pakan sebelum uji tantang, pertumbuhan dan kelangsungan hidup Hipotesis H0 = K- = K+ = A = B = C = D = 0 H1 = Minimal ada 1 perlakuan H0 ≠ 0 selang kepercayaan = 95% α = 0.05 1. Jumlah konsumsi pakan total sebelum uji tantang Perlakuan N Rata-rata Standar Deviasi Standar eror K- 3 19.2867 0.95133 0.54925 K+ 3 23.8467 0.32130 0.18550 A 3 23.8233 2.88219 1.66403 B 3 22.5400 1.38391 0.79900 C 3 21.1900 0.33956 0.19604 D 3 27.3967 12.07843 6.97349 Anova Grup Jumlah kuadrat Df Rata-rata kuadrat Between Groups 114.002 5 22.800 Within Groups 314.469 12 26.206 Total 428.471 17 F Nilai P 0.870 0.529 P value > α, maka gagal tolak H0 2. Pertumbuhan relatif Perlakuan N Rata-rata Standar Deviasi Standar eror K- 3 28.2000 7.88099 4.55009 K+ 3 16.3667 9.07377 5.23874 A 3 23.4667 4.00042 2.30964 B 3 18.3667 5.05997 2.92138 C 3 26.8333 11.08888 6.40217 D 3 33.4667 2.89367 1.67066 Anova Grup Jumlah kuadrat Df Rata-rata kuadrat Between Groups 613.072 5 122.614 Within Groups 634.773 12 52.898 1247.845 17 Total F Nilai P 2.318 0.108 P value > α, maka gagal tolak H0 3. Kelangsungan hidup Perlakuan N Rata-rata Standar Deviasi Standar eror K- 3 1.0000E2 0.00000 0.00000 K+ 3 33.3333 23.09401 13.33333 A 3 26.6667 23.09401 13.33333 B 3 40.0000 20.00000 11.54701 C 3 66.6667 11.54701 6.66667 D 3 60.0000 34.64102 20.00000 Anova Grup Between Groups Within Groups Total Jumlah kuadrat Df Rata-rata kuadrat 11044.444 5 2208.889 5600.000 12 466.667 16644.444 17 F Nilai P 4.733 P value < α, maka terima H1 dan perlu dilakukan uji lanjut Uji Lanjut dengan Uji Duncan PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05 1 2 Duncana A 3 26.6667 K+ 3 33.3333 B 3 40.0000 D 3 60.0000 60.0000 C 3 66.6667 66.6667 K- 3 100.0000 0.013 Lampiran 4. Gejala klinis dan diameter luka setiap perlakuan Perlakuan Ciri Radang (cm) Hemoragi (cm) Tukak (cm) Tukak (cm) Tukak (cm) K+U1 . 0.5 1 2 1.2 mati .. 0.5 0.4 1 1.5 mati ... 1 0.5 0.1 0.5 0.1 K+U2 K+U3 AU1 AU2 AU3 BU1 BU2 pka 0.5 0.5 0.3 mati pki 0.5 0.5 0.5 mati . 1 1 1 1.2 mati .. 0.5 0.5 0.5 1.1 0.7 Tukak (cm) Sembuh Sembuh ... 0.5 0.5 0.7 0.6 0.5 Sembuh pka 0.1 0.7 1.6 1.4 1.2 Sembuh pki 0.5 0.9 Mati 0.5 Sembuh 1 Sembuh . 0.5 0.5 1 mati .. 0.7 0.5 0.7 0.8 mati ... 0.5 0.1 0.1 pka 0.5 0.1 Mati pki 0.5 Mati . 0.5 Mati .. 0.5 Mati ... 0.5 Mati pka 0.5 Mati pki 0.5 Mati . 0.7 0.7 0.8 mati .. 0.5 0.5 1 0.4 ... 0.5 Mati pka 0.5 Sembuh pki 0.5 0.4 0.8 mati . 0.5 0.4 0.3 0.1 .. 0.5 0.1 0.3 mati sembuh 0.3 0.2 sembuh ... 0.5 0.4 pka 0.5 Mati pki 0.5 Mati . 1 0.5 0.5 0.3 0.1 Sembuh .. 0.5 0.4 0.7 0.6 0.1 Sembuh 0.4 0.2 0.1 Sembuh 1.5 1.2 mati 0.3 0.1 sembuh ... 0.5 0.1 pka 0.4 Mati pki 0.5 0.8 . 0.5 Mati .. 0.5 Mati ... 0.8 Mati pka 0.4 0.1 pki 0.5 Mati Perlakuan BU3 CU1 CU2 CU3 DU1 DU2 DU3 Keterangan : Ciri Radang (cm) Hemoragi (cm) Tukak (cm) Tukak (cm) . 0.5 0.9 1 0.5 0.2 Sembuh .. 1 0.7 0.4 0.3 0.1 Sembuh 0.1 Sembuh Sembuh ... 0.5 0.7 mati pka 0.5 0.6 0.4 pki 0.5 0.4 mati . 0.5 0.1 1 0.7 .. 0.5 0.2 0.1 sembuh Tukak (cm) Tukak (cm) mati ... 0.5 0.4 0.5 0.4 0.2 pka 0.4 0.4 0.5 0.1 sembuh pki 1 0.7 0.5 mati . 0.5 0.6 1 0.4 .. 0.5 0.7 0.7 ... 0.1 0.1 0.2 0.2 Sembuh 0.3 0.1 Sembuh 0.1 sembuh pka 0.5 0.4 0.5 0.3 mati pki 0.5 0.4 0.5 0.4 mati . 0.5 0.4 mati .. 0.2 0.1 1 1.3 mati ... 0.5 0.3 0.7 0.2 sembuh pka 0.1 0.2 0.5 0.2 sembuh pki 0.5 0.6 0.5 0.4 0.1 . 0.4 0.1 0.4 0.1 sembuh .. 0.2 0.1 0.5 0.4 0.2 sembuh ... 0.4 0.1 0.5 0.1 pka 0.5 0.3 0.4 mati pki 0.4 0.2 0.5 0.3 0.2 . 0.5 0.6 0.4 0.2 sembuh sembuh .. 0.2 0.4 0.5 0.3 ... 0.2 0.3 0.1 mati pka 0.2 0.1 0.3 0.1 sembuh pki 0.3 0.1 0.2 0.1 sembuh . 0.5 0.4 mati .. 0.5 0.2 mati ... 0.5 0.6 0.4 0.1 sembuh pka 0.5 0.7 1 mati pki 0.4 0.7 0.7 mati K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, A = lidah buaya, B = daun pepaya, C = meniran+bawang putih, D = paci-paci, U = ulangan Sembuh Sembuh Sembuh Lampiran 5. Persentase penyembuhan luka Diameter luka terbesar – Diameter luka terkecil ∆X= [ x 100%] x Diameter luka terbesar Perlakuan Ciri perubahan diameter luka (%/hari) K+U1 … 6.67 K+U2 .. 3.64 … 2.8 pka 2.5 .. 3.75 AU2 .. 12.86 AU3 . 9.57 … 4.76 K+U3 1 t AU1 BU1 BU2 BU3 CU1 CU2 CU3 DU1 DU2 DU3 Keterangan : . 8.89 .. 9.52 … 8.33 pka 7.41 . 8.89 .. 8.33 . 12.86 .. 14.29 … 8.57 pka 11.43 . 11.42 .. 12.24 … 5.71 … 10.2 pka 8.57 pki 11.43 . 10.71 .. 8.57 … 11.43 pki 8.57 . 7.14 .. 5.71 pka 9.54 pki 7.14 .. 11.91 K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, A = lidah buaya, B = daun pepaya, C = meniran+bawang putih, D = paci-paci, H = hari, U = ulangan